• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

1

IMPLEMENTASI PEMBIASAAN TOILET TRAINING UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN PEMENUHAN

KEBERSIHAN DIRI ANAK-ANAK PAUD GOLDEN BEE WANAKAYA GUNUNG JATI CIREBON

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Oleh :

ENDANG MARYANA NIM. 2018.4.6.1.01025

FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM IAI BUNGA BANGSA CIREBON

TAHUN 2019

(2)

2

(3)

3

(4)

4

Lembar Pengesahan

Skripsi yang berjudul “Implementasi Pembiasaan Toilet Training Untuk Meningkatkan Kemandirian Pemenuhan Kebutuhan Diri Anak- Anak PAUD Golden Bee Wanakaya Gunung Jati Cirebon” Oleh Endang Maryana Nomor Induk Mahasiswa 2018.4.6.1.01025 telah diajukan dalam sidang Munaqosah Jurusan Tarbiyah IAI Bunga Bangsa Cirebon Pada Tanggal 16 Mei 2020.

Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) Jurusan Tarbiyah Institut Agama Islam (IAI) Bunga Bangsa Cirebon.

Cirebon, Mei 2020

Sidang Munaqosah

Ketua Sekretaris

Merangkap Anggota, Merangkap Anggota,

……… ………

Penguji I, Penguji II,

……….. ……….

(5)

5

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas yang berjudul "Implementasi Pembiasaan Toilet Training Untuk Meningkatkan Kemandirian Pemenuhan Kebersihan Diri Anak-Anak PAUD Golden Bee Wanakaya Gunung Jati Cirebon" beserta isinya adalah benar-benar karya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau yang mengutip tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat akademik.

Atas pernyataan di atas, saya siap menanggung resiko apapun yang dijatuhkan pada saya sesuai dengan peraturan yang berlaku, apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Cirebon, 5 Mei 2020

(6)

6 ABSTRAK

ENDANG MARYANA, NIM 2018.4.6.1.01025 yang berjudul IMPLEMENTASI PEMBIASAAN TOILET TRAINING UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN PEMENUHAN KEBERSIHAN DIRI ANAK-ANAK PAUD GOLDEN BEE WANAKAYA GUNUNG JATI CIREBON

Pembiasaan toilet training amatlah penting untuk diterapkan pada anak-anak, guna meningkatkan kemandiriannya dalam banyak hal, terutama pada aspek kebersihan yang seharusnya sudah ditanamkan sejak dini. Hal ini mengingat kemandirian sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian dan mental anak secara bertahap.

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendeskripsikan kemandirian pemenuhan kebersihan diri Buang Air Kecil dan Buang Air Besar (BAK dan BAB) anak-anak Paud Golden Bee sebelum pembiasaan toilet training, 2) mendeskripsikan implementasi pembiasaan toilet training dalam meningkatkan perilaku kemandirian pemenuhan kebersihan diri Buang Air Kecil dan Buang Air Besar (BAK dan BAB) anak-anak Paud Golden Bee, dan 3) mendeskipsikan signifikansi peningkatan kemandirian dalam pemenuhan kebersihan diri Buang Air Kecil dan Buang Air Besar (BAK dan BAB) pada anak-anak Paud Golden Bee setelah dilakukan pembiasaan toilet training.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model penelitian Kemmis dan Mc.Taggart dengan mengambil fokus pada anak-anak PAUD Golden Bee Wanakaya Gunung Jati Cirebon.

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi langsung dan didokumentasikan untuk mendapatkan data yang diperlukan. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus yang setiap siklusnya melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Analisis melalui tahap reduksi data, display data, verifikasi dan kesimpulan serta analisis presentase untuk data kuantitatif.

Hasil penelitian ini adalah melaksanakan rencana kegiatan pembiasaan toilet training yang diimplementasikan pada anak-anak PAUD Golen Bee Wanakaya Gunung Jati Cirebon. Dari jumlah 12 orang anak diperoleh hasil data pra siklus dengan jumlah skor 65, rata-rata 5,41 dan presentase 33,85% interpretasi rendah, pada siklus I skor meningkat menjadi 78 dan nilai rata-rata 6,5 presentase 40,625 %, interpretasi cukup, dan pada siklus II skor meningkat lagi menjadi 117 nilai rata-rata 9,75 dengan presentase kenaikan hingga 20% menjadi 60,93%.

Kesimpulan bahwa pembiasaan toilet training yang diimplementasikan pada anak-anak dapat meningkatkan kemandirian pemenuhan kebersihan diri.

Kata kunci: kemandirian, pembiasaan, toilet training

(7)

7

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji Syukur pad Allah SWT yang selalu memberikan nikmat tak terhingga pada saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, walaupun penuh dengan banyak lika liku dan begitu banyak kata yang tidak dapat terdapat terungkap hanya air mata bahagia.

Sholawat serta salam saya haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW dan juga sahabat dan pengikutnya yang selalu menjadi suri tauladan bagi kita semua, semoga kita dapat mengikuti para pendahulu kita yang selalu mengharap Ridho Allah SWT.

Ucapan terimakasih tak terhingga pada Pak H.Casta M.Pd dan Bunda Suzana M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi ini, dan juga pada teman- teman Linear seperjuangan, pada Ibu Dewi sebagai Ketua Yayasan Muara Asih Syarofa, pada Keluarga besar saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang sangat mendukung saya dan seluruh civitas akademika yang diharapkan dapat mengapresiasi skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Implementasi Pembiasaan Toilet Training Untuk Meningkatkan Kemandirian Pemenuhan Kebersihan Diri Anak-Anak PAUD Golden Bee Wanakaya Gunung Jati Cirebon” Saya menyadari skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna, untuk itu saya mohon maaf yang sebesarnya pada pembaca skripsi ini, namun begitu mudah-mudahan agar selalu bermanfaat untuk selanjutnya, Aamiin ya Robbal’alamiin.

Endang Maryana

(8)

8 DAFTAR ISI Cover

Halaman Judul………. 1

Lembar Persetujuan………. 2

Nota Dinas……… 3

Lembar Pengesahan………. 4

Pernyataan keaslian………. 5

Abstrak……… 6

Kata Pengantar……… 7

Daftar Isi………. 8

Daftar Gambar, Tabel, Diagram………. 10

BAB I Pendahuluan……… 11

A. Latar Belakang Masalah………. 11

B. Fokus Penelitian………. 18

C. Rumusan Masalah……….. 18

D. Tujuan Penelitian……… 18

E. Manfaat Penelitian……….. 19

BAB II Kajian Pustaka A. Kajian Pustaka……… 20

B. Kerangka Teoritik………... 22

C. Kerangka Berpikir……….. 32

D. Hipotesis………. 33

BAB III Metodologi Penelitian A. Pendekatan Penelitian………. 34

B. Desain Penelitian………. 35

(9)

9

C. Data dan Sumber Data Penelitian……… 41

D. Teknik Pengumpulan Data……….. 42

E. Pemeriksaan Keabsahan Data………. 46

F. Teknik Analisis Data……… 47

BAB IV Penelitian dan Pembahasan A. Hasil Penelitian……….. 50

B. Pembahasan……… 62

BAB V Kesimpulan Dan Saran A. Kesimpulan………. 64

B. Saran……… 65

Daftar Pustaka………. 62 Lampiran-Lampiran

(10)

10

Daftar Gambar, Tabel, Dan Diagram

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir……… 29

Gambar 3.1 Model PTK Kemmis & Mc.Taggart……… 32

Tabel 3.1 Rencana Kegiatan Penelitian……… 33

Tabel 3.2 Daftar Subjek Penelitian……….. 38

Tabel 3.3 Daftar Nama Guru & Karyawan……….. 38

Tabel 3.4 Rubrik Penilaian Aktivitas……… 39

Tabel 3.5 Format Lembar Observasi Kemandirian Anak- Anak PAUD Golden Bee……… 41

Tabel 3.6 Klasifikasi Interpretasi……… 45

Tabel 4.1 Lembar Observasi Kemandirian Pra Siklus…… 47

Tabel 4.2 Lembar Assesment Kemandirian Siklus I…….. 52

Tabel 4.3 Lembar Assesment Kemandirian Siklus II……. 55

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Assesment Kemandirian Pem- Biasaan Toilet Training……… 58

Diagram 4.1 Kemandirian Anak Pada Pra Siklus……… 49

Diagram 4.2 Kemandirian Anak Pada Siklus I……… 53

Diagram 4.3 Sikap Kemandirian Anak Siklus II………. 56

Diagram 4.4 Rekapitulasi Hasil Assesment Kemandirian…... 58

(11)

11 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembiasaan toilet training adalah hal yang paling mendasar untuk dilakukan terhadap anak-anak usia dini. Pembiasaan ini pun dapat membuat anak usia dini mengerti dan memahami satu hal yaitu kebersihan diri.

Hal ini terdapat pada Standar Nasional Anak Usia Dini dimana tingkat pencapaian perkembangan anak dalam aspek perkembangan fisik-motorik kesehatan dan perilaku keselamatan pada salah satu indikator menggunakan toilet (penggunaan air/ membersihkan diri) dengan bantuan minimal, dan dari aspek sosial emosi diantaranya kesadaran diri menunjukkan sikap mandiri dalam memilih kegiatan, rasa tanggung jawab untuk diri sendiri dan orang lain dengan indikator menjaga diri sendiri dari lingkungannya (Permendikbud No.137, 2014).

Pembiasaan pun terdapat dalam kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini, ada dalam lampiran satu dalam struktur kurikulum 2013 Kompetensi inti dua dan Kompetensi Dasar (2.1 Memiliki perilaku yang mencerminkan hidup sehat) dan (2.8 memiliki perilaku yang mencerminkan kemandirian) (Permendikbud, No.146, 2014).

Pembiasaan adalah suatu cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak berpikir, bersikap, bertindak sesuai dengan ajaran agama. Pembiasaan adalah pengulangan, dalam pembiasaan akan sangat efektif digunakan karena akan melatih kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada anak usia dini (Cahyaningrum et al, 2017). Proses pembiasaan dalam pendidikan merupakan hal yang penting terutama bagi anak usia dini (Ihsani et al, 2018).

(12)

12

Ramli berpendapat bahwa metode pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk melatih anak agar memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu yang umumnya berhubungan dengan perkembangan kepribadian anak seperti emosi, disiplin, budi pekerti, kemandirian, penyesuaian diri, hidup bermasyarakat, dan lain sebagainya. (Umayah, 2018).

Pemenuhan kebersihan diri seperti Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) adalah kebutuhan bagi manusia, tapi pemenuhan kebutuhan kebersihan diri tersebut pada anak anak masih dianggap remeh oleh guru ataupun orang tua, banyak kasus anak-anak pada usia yang seharusnya sudah mandiri untuk Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) di tempat seharusnya, namun karena kelalaian orang tua yang tidak disiplin menerapkan pembiasaan toilet training, maka anak-anak tersebut terbiasa Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) di sembarang tempat, sehingga pada saat usia pre school, guru sulit untuk melatih pembiasaan dalam hal toilet training.

Melatih kemandirian kepada anak-anak harus dilakukan sejak dini.

Mengapa demikian? Karena kemandirian merupakan salah satu karakter yang akan membentuk mereka menjadi pribadi unggul pada masa dewasa kelak (Tandry, 2015). Melatih anak-anak untuk buang air kecil atau buang air besar di toilet sering dikenal sebagai toilet training (Rakhma,2017).

Toilet training merupakan suatu proses pengajaran untuk buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) secara benar dan teratur.

Biasanya kontrol buang air kecil lebih dahulu dipelajari oleh anak kemudian baru kontrol buang air besar (Hidayat, 2008). Keberhasilan toilet training anak ditentukan dengan kesiapan ibu dalam mengajarkan

(13)

13

toilet training dan kesiapan anak sebelum belajar toilet training.

Fenomena perilaku ibu dalam toilet traning berbeda beda ada yang melatih sejak dini ada yang menggunakan diapers, juga ada yang membiarkan anaknya BAK dan BAB sembarangan di sembarang tempat (Fitria, 2011). Toilet training menjadi awal terbentuknya kemandirian secara nyata (Musfiroh dan Wisudaningtyas, 2014)

Kemandirian perlu diajarkan dan dilatih sedini mungkin yaitu sejak usia batita (bayi tiga tahun), dimana anak sudah mulai berinteraksi dengan orang lain, tidak hanya dengan orang terdekatnya (ibu dan ayah), tapi juga sudah mulai berinteraksi dengan orang-orang yang baru dikenalnya, disinilah waktu yang tepat untuk bersosialisasi sekaligus melatih dan mengajarkan kemandirian anak (Sa’diyah, 2017).

Dalam mendidik anak pun agama kita mengajarkan untuk mandiri, kemandirian yang menyeluruh sebagai manusia yang bertanggung jawab, pada diri sendiri, orang lain ataupun lingkungannya Rosulullah pun memperhatikan dan membangun sifat mandiri pada anak agar dapat bergaul dalam kehidupan masyarakat dalam QS. Al-Mudatsir ayat 38 Allah pun berfirman:

ةَنيِه َر ْتَبَسَك اَمِب ٍسْفَن ُّلُك

“tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya”.

Penelitian tentang meningkatkan kemandirian dilakukan oleh Rohmah (2012) dengan fokus masalah Meningkatkan Kemandirian Melalui Kegiatan Practical Life Kelompok-A Di RA Al-Ikhlas Medokan Ayu Rungkut Surabaya, penelitian dilakukan oleh Damayanti (2019) dengan fokus masalah Meningkatkan Kemandirian Anak Melalui Pembelajaran Metode Montessori, Penelitian dilakukan

(14)

14

oleh Lina (2015) dengan fokus masalah Peningkatan Kemandirian Anak di Sekolah Melalui Metode Bermain Peran Di Kelompok B TK PKK Prawirotaman Yogyakarta, penelitian dilakukan oleh Pramono dan Risnawati (2018) dengan fokus penelitian Meningkatkan Kedisiplinan Anak usia Dini Melalui Latihan Pembiasaan Penggunaan Toilet KB Al-Hidayah Insan Mandiri Kabupaten Bandung.

Penelitian yang sedang dilakukan memilih fokus yang berbeda dengan penelitian penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Rohmah (2012) yaitu dengan fokus penelitian dengan metode practical life, yang dilakukan oleh Damayanti (2019) menggunakan metode pembelajaran Montesorri, dan oleh Lina (2015) memilih metode bermain sedangkan penelitian yang sedang dilakukan memilih metode pembiasaan toilet training, dan mempunyai persamaan hanya pada bagaimana cara meningkatkan kemandirian pada anak, ada satu perbedaan dari satu penelitian yang sudah dilakukan oleh Risnawati (2018) di atas yaitu memilih fokus meningkatkan kedisiplinan tapi dilakukan dengan pembiasaan penggunaan toilet training, dan keempatnya sama-sama dilakukan di tingkat PAUD dan RA hanya dilakukan di berbagai kota sedangkan penelitian yang yang dilakukan yaitu Implementasi Pembiasaan Toilet Training Untuk Meningkatkan Kemandirian Pemenuhan Kebersihan Diri pada Anak-Anak di Paud Golden Bee Wanakaya Gunung Jati Kabupaten Cirebon.

Berdasarkan permasalahan di atas dan berdasarkan penelitian- penelitian terdahulu didapati bahwa pembiasaan toilet training dapat menjadi alternative untuk dapat meningkatkan kemandirian, dalam penelitian ini ingin diketahui sejauh mana upaya guru dalam meningkatkan kemandirian anak melalui pembiasaan toilet training.

(15)

15

PAUD Golden Bee adalah lembaga pendidikan yang didirikan dan baru beroperasi di tahun 2018 yang salah satu misinya adalah menanamkan kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari sedini mungkin dan salah satu tujuannya adalah memberikan kesempatan pada anak-anak usia pra sekolah agar mendapat pendidikan yang layak melalui bermain dan stimulasi yang menyenangkan dengan tidak meninggalkan kaidah-kaidah pendidikan yang seharusnya mereka terima sesuai tahapan usia. Paud Golden Bee di bawah naungan Yayasan Muara Asih Syarofa yang terletak di Desa Wanakaya, Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon. Anak didik PAUD Golden Bee berada pada rentang usia satu sampai enam tahun dimana masa pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan ada pada usia tersebut atau sering dikatakan masa emas (golden age).

Sebagai lembaga pendidikan yang baru didirikan tentunya banyak persoalan yang dihadapi, salah satu yang peneliti soroti adalah tentang kurangnya kemandirian pemenuhan kebersihan diri. Ada dua belas anak didik Paud Golden Bee, terdiri dari tiga anak berada pada usia lima sampai enam tahun, empat anak pada usia empat sampai lima tahun, dan lima anak pada usia dua sampai tiga tahun.

Berdasarkan survey awal yang di lakukan oleh peneliti bahwa di Paud Golden Bee Ada beberapa anak yang belum dapat melakukan Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) di toilet, mereka masih menggunakan popok sekali pakai ketika ingin membuang hajatnya. Selama beberapa lama ditelusuri kenapa masalah ini bisa terjadi? Hasil wawancara dengan orang tua, diperoleh informasi bahwa kedua orang tua yang sangat sibuk dengan pekerjaan, sehingga sebelum mendaftar di PAUD Golden Bee, anak-anak terbiasa dilayani oleh pengasuh, timbul ketidakmandirian anak dalam hal pemenuhan

(16)

16

kebersihan diri. Salah satu dari mereka bahkan tidak dapat mengompol atau buang air besar dimanapun kecuali memakai popok sekali pakai atau diapers. Ketika dicoba tidak menggunakan diapers anak ini dapat menahan buang air kecil dan buang air besar dari pagi hingga sore hari, baru setelah dijemput oleh orang tuanya anak ini merengek ingin dipakaikan diapers agar dia bisa melepaskan hajatnya. Anak-anak di usia tersebut seharusnya sudah mandiri walaupun masih dengan bimbingan dan pengawasan guru atau orang tua. Menurut Hurlock dalam Marganingsih (2008) Pola asuh yang diberikan oleh orang tua akan berdampak terhadap kepribadian anak serta perilaku anak dalam proses toilet training itu sendiri.

Melihat kondisi yang demikian, didukung dengan efektifitas waktu dalam melakukan penelitian, biaya yang lebih murah karena tidak membutuhkan transport, pikiran jadi lebih fokus, dan terlebih lagi peneliti lebih memahami karakteristik lingkungannya serta peneliti ingin memajukan sekolah sendiri, karena peneliti adalah salah satu pengajar di PAUD Golden Bee. peneliti memantapkan diri ingin mengangkat masalah tersebut sebagai suatu hal yang amat penting untuk diteliti.

Ada dua faktor yang mempengaruhi toilet training, faktor internal dan faktor eksternal, dari dua faktor tersebut ada kesiapan-kesiapan yang mempengaruhi toilet training, diantaranya kesiapan fisik, kesiapan intelektual, dan berbagai kesiapan yang lainnya, dengan mengetahui kesiapan-kesiapan tersebut dapat meningkatkan pembalajaran toilet training toddler. Jika belum ada kesiapan-kesiapan toilet training maka akan terjadi dampak dari kegagalan toilet training akan sepeti adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua

(17)

17

kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak bisa cenderung bersikap keras kepala (Kiftiyah et al,2018).

Jika masalah ini dibiarkan akan berdampak pada perkembangan psikis anak, contohnya timbul ketidakpercayaan diri pada anak tersebut, karena teman-teman yang ada disekitarnya sudah dapat menggunakan toilet ketika BAK dan BAB. Ketikpercayaan diri pada anak dapat menghambat perkembangan psikis dan kepribadian anak sehingga berpengaruh pada kehidupan sosialnya dikemudian hari.

Menurut Alimul Aziz dalam Kiftiyah (2018) bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan seenaknya dalam melakukan sehari-hari (Kiftiyah et al,2018).

Untuk mengatasi masalah tersebut ada beberapa cara yang pernah dicoba oleh pihak orang tua maupun sekolah antara lain melalui ajakan yang terus menerus terhadap anak, menyerukan kepada semua anak tentang kebersihan diri dan kebersihan lingkungan, dimana seharusnya mereka membuang hajat, sampai membiarkan dan menghimbau anak tersebut mengompol di tempat tidur atau dimanapun, agar dia dapat terangsang secara alami dan melewati tahapan tersebut. Dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) pemberian materi terhadap anak anak PAUD Golden Bee sama sekali tidak membolehkan anak anak di atas tiga tahun menggunakan diapers. pembiasaan toilet training pun dilakukan setiap dua jam sekali, anak-anak dihimbau untuk ke toilet.

Pembiasaan toilet training adalah pembiasaan terhadap anak usia dini untuk dapat mengenal akan kebersihan diri dan memahami bagaimana cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan, agar nyaman bersih dan teratur, karena itu hal ini menarik untuk di teliti tentang

(18)

18

“Implementasi Pembiasaan Toilet Training Untuk Meningkatkan Kemandirian Pemenuhan Kebersihan Diri Anak-Anak Paud Golden Bee Wanakaya Gunung jati Cirebon.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini hanya berfokus pada peningkatan kemandirian pemenuhan kebersihan diri (Buang Air Kecil dan Buang Air Besar) pada anak-anak PAUD Golden Bee Wanakaya Guung Jati Cirebon melalui kegiatan toilet training.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kemandirian pemenuhan kebersihan diri Buang Air Kecil dan Buang Air Besar (BAK dan BAB) anak-anak Paud Golden Bee sebelum pembiasaan toilet training?

2. Bagaimana implementasi pembiasaan toilet training dalam meningkatkan kemandirian pemenuhan kebersihan diri Buang Air Kecil dan Buang Air Besar (BAK dan BAB) anak-anak Paud Golden Bee?

3. Apakah Implementasi pembiasaan toilet training dapat meningkatkan perilaku kemandirian secara signifikan dalam pemenuhan kebersihan diri Buang Air Kecil dan Buang Air Besar (BAK dan BAB) anak-anak Paud Golden Bee?

D.Tujuan Penelitian

1. Untuk Mendeskripsikan kemandirian pemenuhan kebersihan diri Buang Air Kecil dan Buang Air Besar (BAK dan BAB) anak-anak Paud Golden Bee sebelum pembiasaan toilet training.

2. Untuk mendeskripsikan implementasi pembiasaan toilet training dalam meningkatkan perilaku kemandirian pemenuhan kebersihan diri Buang Air Kecil dan Buang Air Besar (BAK dan BAB) anak- anak Paud Golden Bee.

(19)

19

3. Untuk mendeskipsikan signifikansi peningkatan kemandirian dalam pemenuhan kebersihan diri Buang Air Kecil dan Buang Air Besar (BAK dan BAB) pada anak-anak Paud Golden Bee setelah dilakukan pembiasaan toilet training.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pengalaman terhadap guru-guru pada umumnya dan guru- guru paud pada khususnya bagaimana mengatasi masalah anak dalam hal pembiasaan toilet training.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat

a. Bagi peserta didik, dapat meningkatkan kemandirian melalui pembiasaan toilet training.

b. Bagi guru, untuk mengembangkan kemampuan dalam menghadapi anak-anak yang belum terstimulasi dengan baik sesuai tahapan usia.

c. Bagi sekolah, sebagai bahan untuk meningkatkan kualitas dirinya melalui implementasi pembiasaan toilet training.

d. Bagi peneliti, sebagai sumbangan pemikiran dalam mengembangkan sikap kemandirian pada anak.

(20)

20 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka

Dalam penulisan skripsi ini peneliti mengkaji beberapa penelitian- penelitian sebelumnya sebagai bahan perbandingan dengan penelitian yang sedang dilakukan, beberapa penelitian tersebut adalah:

1. Penelitian dilakukan oleh Kabang (2014), dengan judul Pengaruh Toilet Training Dengan Menggunakan Media Gambar Terhadap Sikap Kemandirian Anak Usia 4-5 Tahun Di Taman Kanak-Kanak Negeri Pembina Pontianak Selatan. Dimuat dalam repository.unmuhpnk.ac.id. Penelitian dilakukan pada 31 anak Berdasarkan dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa nilai rata- rata pre-test adalah 11,53 dengan persentase 48% sedangkan nilai post-test nya adalah 19,07 dengan persentase 79%, terdapat selisih angka 7,54 yang berarti terdapat selisih sekitar 31% setelah diberikan perlakuan. Ini berarti terdapat kemajuan yang signifikan secara keseluruhan setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan media gambar besar dan kartu bergambar. Metode penelitian mengguanakan metode kuantitatif

2. Penelitian Komariyah, dkk (2019), dengan judul Pengaruh Toilet Training Terhadap Kemandirian Anak Usia 4-5 Tahun Di TKQ Al- Huda Antapani Wetan Tahun Ajaran 2017-2018. Dimuat dalam ojs.uninus.ac.id. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kemampuan toilet training pre-test sebesar 1,8 dan nilai post-test sebesar 3,3 dengan hasil uji hipotesis t_hitung > t_tabel ( 11,666 >

1,782 ). Kemudian nilai rata-rata sikap kemandirian anak pre-test sebesar 2,5 dan nilai post-test sebesar 3,5 dengan hasil uji hipotesis t_hitung > t_tabel ( 12,676 > 1,782 ) dalam taraf signifikasi 5%

(N=13). Oleh karena itu keduanya dinyatakan signifikan. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kegiatan toilet

(21)

21

training pada anak usia 4-5 tahun di TKQ Al-Huda Antapani Wetan pada tahun ajaran 2017-2018 terbukti berpengaruh untuk meningkatkan sikap kemandirian anak. Penelitian ini adalah penelitian jenis Pre-Experimental, One group pretest-posttest design.

3. Penelitian Khoiruzzadi, Fajriyah tahun 2019, dengan judul Pembelajaran Toilet Training dalam Melatih Kemandirian Anak.

Dimuat dalam jurnalftk.uinsby.ac.id. Hasil Penelitian menunjukkan tujuan dari toilet training adalah melatih kemandirian anak dalam bertoilet, mengenalkan sejak dini tentang najis, mengenali barang- barang yang terdapat di toilet dan mengajarkan BAK dan BAB secara benar. Pelaksanaan toilet training dimulai dengan perencanaan yaitu menyiapkan bahan cerita dari buku cerita tentang tema-tema kegiatan yang ada di toilet, pelaksanaan dilakukan guru dengan metode pembiasaan dan metode bercerita dan evaluasi yaitu guru memberikan tugas kepada anak berupa praktek secara langsung tentang kegiatan yang berkaitan dengan toilet training.

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut di atas, perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini di lakukan pada anak-anak rentang usia 2-6 tahun dengan fokus penelitian “Implementasi Pembiasaan Toilet Training Untuk Meningkatkan Kemandirian Pemenuhan Kebersihan Diri Anak-Anak Di Paud Golden Bee Wanakaya Gunung Jati Cirebon” dengan metode penelitian kualitatif dan menggunakan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dengan tujuan melatih sikap kemandirian, hingga dapat membentuk kepribadian yang baik pada masa dewasa kelak.

(22)

22 B. Kerangka Teoritik

1. Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Dini a). Perkembangan Sosial Anak Usia Dini

menurut Hurlock (1988) mengatakan bahwa perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Pendapat lain menurut Mayar (2013)perkembangan sosial anak adalah bagaimana anak usia dini berinteraksi dengan teman sebaya, orang dewasa dan masyarakat luas agar dapat menyesuaikan diri dengan baik sesuai apa yang diharapkan oleh bangsa dan negara.

Sedangkan menurut Wulandari dkk (2016) Perkembangan sosial mengacu pada perilaku anak dalam hubungannya dengan lingkungan sosial agar mandiri dan dapat berinteraksi untuk menjadi manusia sosial. Lebih lanjut menurut yusuf (2000) Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat. Proses bimbingan itu biasa disebut dengan sosialisasi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas perkembangan sosial anak usia dini adalah perkembangan aksi-interaksi anak dengan lingkungan sosialnya dari lingkungan terkecil yaitu keluarga hingga lingkungan sekolahnya atau lingkungan masyarakat luas, agar anak dapat berperilaku sesuai dengan tuntutan sosial.

Begitu pentingnya perkembangan sosial hingga Sri Esti dalam Yahro,(2009), mengatakan dalam buku psikologi pendidikan bahwa anak yang kurang popular adalah anak yang kurang memiliki keterampilan sosial. Lebih lanjut menurut Astuti (2013) keterampilan sosial sangat penting keberadaannya bagi setiap manusia, sehingga perkembangan sosial pun perlu dipantau dan diperhatikan sejak dini.

Bagi seorang anak, keberhasilan dalam menjalin interaksi dengan lingkungan sosial khususnya dengan teman sebaya akan sangat berpengaruh pada proses perkembangan selanjutnya.

(23)

23

Perkembangan sosial anak dimulai dari sifat egosentrik, individual ke arah interaktif, komunal. Pada mulanya anak bersifat egosentris, yaitu hanya dapat memandang dari satu sisi yaitu dirinya sendiri, kemudian berkembang ketika dirinya bergaul dengan anak lain, ia mulai bermain bersama dan tumbuh sifat sosialnya (Endarwati, 2014).

Ketika anak berhubungan dengan orang lain, terjadi peristiwa-peristiwa yang sangat bermakna dalam kehidupannya yang dapat membantu pembentukan kepribadiannya (Mulyasa, 2012).

b). Perkembangan Emosi Anak Usia Dini

Secara bahasa, emosi merupakan sebuah frasa yang berasal dari bahasa latin emovere yang artinya bergerak menjauh, tambahan huruf “e”

disini adalah untuk memberi kesan arti bergerak menjauh. Hal ini menunjukkan bahwa dalam emosi ada sebuah kecenderungan dalam mengambil tindakan (savitra, 2017). Menurut English & English dalam Yusuf (2000) emosi adalah suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris. Sedangkan menurut Sunarto & Hartono (1995) emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik. Seperti marah yang ditunjukkan dengan suara keras, atau tingkah laku yang lain, seperti gembira akan melonjak-lonjak sambil tertawa tawa lebar.

Menurut Nurmalitasari (2015) Karakteristik emosi pada anak berbeda dengan karakteristik emosi pada orang dewasa. Karakteristik emosi pada anak diantaranya 1) berlangsung singkat 2) terlihat lebih hebat/kuat 3) bersifat sementara 4)sering terjadi 5) terlihat jelas dari tingkah laku 6) reaksi individual.

Menurut Hurlock (1978) bahwa emosi akan mempengaruhi penyesuaian pribadi anak dalam lingkungan sosialnya, antara lain: 1) Emosi akan membuat tubuh bersiap untuk melakukan suatu tindakan, emosi yang sangat kuat dapat mempengaruhi keseimbangan dalam tubuh. Misalnya rasa marah yang luar biasa, tubuh akan bersiap untuk melakukan aktivitas yang biasa dilakukan ketika timbul amarah. Jika tidak tersalurkan, bisa timbul rasa gelisah, tidak nyaman atau amarah

(24)

24

yang terpendam. 2)Keterampilan motorik juga dapat terganggu oleh ketegangan emosi. Misalnya, karena merasa tegang seorang anak dapat melakukan gerakan yang kurang terarah dan mengganggu kemampuan motoriknya apabila hal ini berlangsung lama. 3)Perasaan dan pikiran dapat dinyatakan melalui emosi yang dirasakan, yang akan menyebabkan perubahan ekspresi wajah, bahasa tubuh atau gestur tubuh, intonasi suara dan sebagainya, bahkan empat karakter manusia.

4)Kegiatan mental pun dapat terganggu oleh emosi, maka dari itu proses berpikir, belajar, berkonsentrasi dan lainnya akan terpengaruh apabila emosi tidak stabil. 5)Pengelolaan emosi oleh seorang anak akan mempengaruhi bagaimana orang dewasa memperlakukan anak, dan hal ini akan mendasari bagaimana cara anak menilai dirinya sendiri.

6)Peranan anak dalam masyarakat dan keluarga secara sosial sangat dipengaruhi oleh perkembangan emosi mereka dan mempengaruhi pandangan anak terhadap kehidupan.7)Interaksi anak dengan lingkungannya juga dipengaruhi oleh kematangan emosi, dan juga dapat menjadi panduan cara berperilaku bagi anak untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial. 8)Anak perlu dibiasakan untuk mengulang perilaku positif, karena reaksi emosional yang diulang akan menetap menjadi suatu kebiasaan yang akan sulit diubah pada satu saat tertentu.

Perkembangan emosi anak usia dini berlangsung lebih terperinci, menyangkut seluruh aspek perkembangan, dan mereka cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas (Mulyasa, 2012).

Perkembangan emosi anak dari usia 0-12 bulan awalnya hanya bisa menangis saat ia lapar atau butuh buang air dan tersenyum saat ia diajak berbicara, tertawa saat ia digoda oleh orang tuanya, takut pada orang yang belum dikenalnya. Emosi anak kemudian berkembang sesuai dengan usianya, dari usia satu sampai dua tahun, menunjukkan reaksi marah apabila merasa diganggu, seperti mainannya diambil, kemudian menunjukkan ekspresi senang, cemas, kecewa. Usia dua sampai empat tahun anak-anak belajar mengekspresikan cemburu, memberi reaksi percaya pada orang yang dikenal, bereaksi pada ha-hal

(25)

25

yang menurutnya tidak benar secara umum, menunjukkan kasih sayang pada keluarga atau teman, dan mempunyai rasa ingin tahu yang sangat besar. Semua ekspresi emosi tersebut akan selalu berkaitan dengan lingkungan sosial anak, dengan demikian perkembangan emosi selalu beriringan dengan perkembangan sosial anak.

Pada anak usia dini stimulasi perkembangan emosi sangatlah penting untuk dapat diasah agar anak menjadi cerdas secara emosi dalam ilmu psikologi dinamakan kecerdasan emosi (EQ). Emotional Question atau kecerdasan emosi menurut Steiner dalam Wijaya (2018) adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi.

c) Perkembangan Sosial Emosi Anak

Menurut Rakhma, 2017, perkembangan sosial emosi anak adalah kemampuan si kecil untuk berinteraksi dengan orang lain, termasuk di dalamnya kemampuan untuk mandiri dan mengendalikan diri.

Sedangkan menurut yusuf dalam Ananda, (2018), perkembangan sosial emosi yaitu perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat tempat anak berada.

Lebih lanjut menurut Nugrahaningtyas (2014), perkembangan sosial emosional merupakan perkembangan tingkah laku anak untuk merasakan, memahami orang lain dan dalam proses menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.

Perkembangan sosial emosi merupakan salah satu aspek perkembangan yang sangat penting bagi anak di usia sekolah, hal ini menunjukkan bahwa perkembangan sosial emosi pada usia sekolah akan berdampak pada perkembangan di tahapan berikutnya (Elmanora, 2012), oleh karenanya keberhasilan anak di usia sekolah dalam membangun kompetensi sosial emosinya akan menentukan keberhasilannya dalam membangun interaksi sosial dengan

(26)

26

lingkungannya yang merupakan landasan penting dalam kehidupan sosial di periode berikutnya.

Berbicara masalah perkembangan sosial emosi anak menurut Suyadi dalam Nurjanah, (2017), anak sebagai salah satu aspek dalam perkembangan anak sejatinya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Dengan kata lain membahas perkembangan emosi harus bersinggungan dengan perkembangan sosial anak, begitu juga sebaliknya membahas perkembangan sosial harus melibatkan emosi.

Menurut Wolfinger dalam Suyatno (2005), ada empat aspek utama dalam perkembangan sosial emosional, yaitu empati, afiliasi dan resolusi konflik, dan kebiasaan positif. Aspek perkembangan sosial emosional, yakni: (1) empati meliputi penuh pengertian, tenggang rasa, dan kepedulian terhadap sesama, (2) aspek afiliasi meliputi komunikasi dua arah atau hubungan antar pribadi, kerja sama, dan (3) resolusi konflik meliputi penyelesaian konflik, sedangkan (4) aspek pengembangan kebiasaan positif meliputi tata krama, kesopanan, dan tanggung jawab. Berdasarkan pendapat Wolfinger dapat dijelaskan bahwa indikator perkembangan sosial emosional, yaitu anak yang memiliki kemampuan perubahan tingkah laku dalam bentuk emosi yang positif saat beriteraksi sosial atau berhubungan dengan orang lain yaitu teman sebaya/ orang dewasa, memiliki empati, bekerjasama dan bertanggungjawab.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan sosial emosi anak adalah perkembangan individu yang tidak terlepas dari lingkungan sekitar dimana anak dapat tumbuh dan berkembang secara positif dan sangat penting untuk distimulasi agar perkembangan sosial emosi anak dapat tercapai sesuai dengan Standar Tingkat Pencapaian perkembangan anak (STPPA). Salah satu aspek perkembangan sosial emosi anak yang akan kita bahas adalah tentang kemandirian.

(27)

27 2. Kemandirian Anak Usia Dini

Kemandirian adalah salah satu komponen dari kecerdasan emosional.

Para ahli pendidikan dan psikolog berpendapat bahwa kemandirian menentukan keberhasilan dalam kehidupan seseorang (Retnowati, 2008). Menurut Erikson dalam Iswantiningtyas (2015) kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya sendiri melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan individualitas yang dapat berdiri sendiri dan masa kritis perkembangan kemandirian menurut Erikson dalam Rakhma (2017) berlangsung pada usia 2-3 tahun, bila pada usia tersebut kebutuhan untuk mengembangkan kemandirian tidak terpenuhi maka dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan yang maksimal.

Kemandirian menurut Wiyani dalam Sari dkk,(2016), merupakan hal atau keadaan yang dapat berdiri sendiri dan merupakan karakter memungkinkan anak untuk tidak bergantung pada orang lain.

Kemandirian adalah sikap dan perilaku yang tidak bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Sedangkan menurut Yuliyani (2014) kemandirian umumnya dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan segala sesuatunya sendiri dan kemandirian tidak hanya berkaitan dengan masalah fisik tapi juga psikologis.

Jika ditinjau dari perspektif psikologis, menurut Luther dalam sa’diyah (2017) kemandirian pada dasarnya berawal dari adanya rasa kemandirian diri (self-efficacy) atau persepsi seseorang tentang seberapa baik individu dapat menangani suatu masalah yang muncul.

Anak-anak tidak bisa mandiri dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya usia mereka, mereka butuh proses latihan. Jika tidak pernah dilatih, maka akan sulit untuk mandiri meskipun usianya sudah dewasa (Christina, 2014). Suryadi berpendapat bahwa kemandirian bukanlah keterampilan yang muncul tiba-tiba tetapi perlu diajarkan pada anak usia dini, apabila anak tidak belajar mandiri sejak usia dini akan sangat memungkinkan anak merasa bingung bahkan tidak tahu bagaimana harus membantu dirinya sendiri (Suryadi, 2019).

(28)

28

Menurut Steinberg dalam Iswaningtyas, (2015), kemandirian dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu 1) Kemandirian emosi yaitu aspek kemandirian yang berhubungan dengan perubahan kedekatan atau keterikatan hubungan emosional individu , terutama sekali dengan orang tua atau orang dewasa lainnya yang banyak melakukan interaksi dengannya, 2) Kemandirian kognitif, yaitu suatu kemampuan untuk membuat suatu keputusan-keputusan secara bebas untuk menindak lanjutinya. 3) Kemandirian nilai, yaitu kebebasan yang memaknai seperangkat benar-salah, baik-buruk, apa yang berguna atau sia-sia bagi dirinya.

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa kemandirian anak usia dini adalah dasar kemandirian secara fisik anak (mandi sendiri, pakai baju sendiri, pakai sepatu sendiri, ke toilet sendiri, dsb) yang kemudian akan selalu berkaitan dan berkembang menjadi aspek-aspek perkembangan yang mendukung, seperti aspek perkembangan motorik anak kemudian aspek nilai-nilai agama dan moral, aspek perkembangan sosial emosi, dan aspek perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada kepribadian anak saat dewasa nanti.

3. Perkembangan Kemandirian Anak Usia Dini

Perkembangan kemandirian anak dimulai dari lingkungan terdekat yaitu keluarga, karena keluarga adalah tempat pertama kali anak dapat berinteraksi sosial secara intens, seperti yang sudah pernah dipaparkan di atas bahwa pada masa awal pertumbuhan anak, selalu membutuhkan orang dewasa untuk mendampingi. Seorang bayi yang baru lahir tentunya masih dalam tahap dilayani, contohnya masih disuapi saat makan, dibersihkan saat buang air dan masih perlu dipenuhi segala kebutuhan oleh orang tua atau wali anak tersebut. seiring berjalannya waktu orang tua harus melatih anak agar menjadi mandiri.

Menurut Erikson dalam Sulistyaningsih (2015) mengemukakan tahap-tahap perkembangan kemandirian anak yang lebih bersifat menyeluruh. Pada usia 0-1 tahun ditandai dengan kepercayaan dan

(29)

29

ketidakpercayaan atau dengan istilah trust-mistrust terutama kepada orang tuanya, pada usia 1-3 tahun ditandai dengan adanya otonomi di salah satu pihak dan rasa malu dipihak lain atau autonomy and doubt, pada tahap pra sekolah usia 3-6 tahun ditandai dengan inisiatif dan rasa bersalah atau initiative and guilty.

1). 0-1 tahun tahap trust-mistrust adalah tahapan percaya dan tidak percaya pada lingkungan keluarga, dimana pada usia tersebut ketika anak menangis, merasakan ketidaknyamanan, seperti popok basah atau lapar akan terus menangis saat ayah atau anggota keluarga yang lain ingin menolong, dan ketika anak berada dalam gendongan ibunya, anak tersebut langsung diam, pada usia merangkak kemudian belajar berdiri, anak tersebut akan menuju orang yang akrab dan biasa ditemui.

2). 1-3 tahun tahap autonomy and doubt, adalah masa paling penting tahap kemandirian karena dalam tahap ini anak-anak ingin mengekspesikan segala sesuatunya sendiri, pada usia ini anak-anak benar-benar bereksplorasi dengan kemampuannya. Sikap orang tua yang harus berhati-hati untuk memberikan anaknya kesempatan namun tetap dengan kontrol orang tua. Jika orang tua over protective maka tahap selanjutnya anak-anak akan menjadi pribadi yang kurang percaya diri.

3). 3-6 tahun tahap initiative and guilty adalah tahapan dimana anak mulai mempunyai inisiatif untuk bermain, berlari, melempar, pada usia ini anak sudah mengenal aturan-aturan dari orang dewasa, mengenal benar dan salah. Ketika anak seusia ini mencoba sesuatu kemudian gagal, dia memiliki persaan bersalah, orang tua dan lingkungan sekitar harus tetap mendukung bahwa kesalahan atau kegagalan adalah hal yang wajar, tetap memberikan semangat pada anak agar anak mempunyai pribadi yang tangguh dan tidak cepat menyerah.

Menyimpulkan dari berbagai sumber peneliti berpendapat ada empat ciri anak mandiri 1) anak dapat beraktifitas sendiri walaupun masih dalam pengawasan 2) anak dapat memilih aktifitas sendiri/mengambil keputusan 3) anak mampu bersosialisasi 4) anak

(30)

30

mampu mengendalikan emosi secara sederhana/ masih dapat dialihkan perhatian.

4. Pembiasaan

Secara etimologi, pembiasaan asal katanya adalah “biasa” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “biasa” adalah 1). Lazim atau umum, 2). Seperti sedia kala, 3). Sudah merupakan hal yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Menurut Nawawi dalam Magfiroh (2018) Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang- ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaannya. Pembiasaan berartikan pengalaman sedangkan yang dibiasakan adalah sesuatu yang diamalkan.

Pembiasaan adalah pola pendekatan pendidikan anak yang sangat efektif unuk membentuk perilaku anak sejak dini. Proses pembiasaan pada intinya adalah pengulangan perilaku (Christina,2014). Pembiasaan merupakan metode yang sangat efektif untuk membentuk karakter anak. Karena pada usia ini merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak masih belum mengerti mana yang baik dan mana yang tidak baik. Jika sejak kecil dibiasakan dengan hal-hal positif maka akan menjadi kebiasaan hingga dewasa untuk melakukan hal yang positif juga (Lutfiati 2016).

Menurut Syarbini dalam Ihsani et al (2018) pembiasaan yang dilakukan sejak kecil akan membawa kegemaran dan kebiasaan tersebut menjadi semacam adat kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya. Menurut Kartono, Kartini (1980) dalam (Ana et al,2016) pembiasaan adalah perilaku yang dilakukan manusia dalam tingkah laku dalam dorongan, latihan-latihan, menirukan dan melakukan berulang-ulang. Mendidik anak dengan metode pembiasaan pun dinjurkan oleh Rosulullah SAW, dibuktikan dalam hadist yang berbunyi ;

ِلاَمْعَلأا ُّبَحَأ :َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ِالله ُلىُس َر َلاَق: ْتَل اَق َةَشِئاَع ْهَع

(31)

31

)ملسم هاور( َّلَق ْنِإ َواَهُم َوْدَأ ىَلاَعَت ِالله ىَلِإ

Artinya:Dari Aisyah ra, ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Amal perbuatan yang sangat disukai Allah Swt adalah amal perbuatan yang dikerjakan secara kontinu (menjadi suatu kebiasaan), sekalipun kadarnya hanya sedikit (HR. Muslim)(repository jurnal UIN Mataram) 5. Pembiasaan Toilet Training

Toilet training merupakan proses pengajaran untuk buang air besar dan buang air kecil secara benar dan teratur (Zaivera, 2008). Menurut Freud dalam Marganingsih, toilet training merupakan latihan mengenai bagaimana dan dimana seharusnya anak membuang kotorannya (Marganingsih, 2008).

Menurut Keen dalam Khoiruzzadi (2019) toilet training pada usia toddler merupakan usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol melakukan buang air kecil dan buang air besar. Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian pada anak.

Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembiasaan toilet training adalah proses pembiasaan anak dalam melakukan kontrol buang air kecil dan buang air besar di toilet secara beulang-ulang dan berkala dan bertujuan untuk anak menjadi terbiasa melakukan kegiatan bertoilet secara bersih dan teratur.

Latihan buang air kecil dan buang air besar pada anak membutuhkan kesiapan secara fisik dan psikologis, tanda kesiapan fisik dapat dilihat ketika anak sudah dapat berjalan dan berlari dengan stabil, anak bisa melepas celana sendiri, sudah dapat berbicara walaupun hanya satu kata-satu kata, waktu buang air yang rutin, sedangkan tanda kesiapan secara psikologis, menurut Candra dalam artikelnya (2013) bahwa anak dapat duduk dengan tenang selama lima menit, tidak betah

(32)

32

menggunakan popok, tidak jijik pada toilet, atau mulai tertarik dengan kegiatan di kamar mandi.

Tahapan agar anak mandiri dalam bertoilet adalah 1) tahap pengenalan, bagaimana cara menggunakan toilet, beritahukan kepada anak bahwa yang menggunakan popok hanya bayi yang belum bisa ngomong, bahwa semua orang suka akan kebersihan 2) tahap pembiasaan adalah dimana anak dapat dibimbing untuk ke toilet pada jam-jam anak biasa membuang air, atau beri jadwal dua jam sekali untuk kegiatan bertoilet 3) tahap pemantapan adalah ketika anak sudah dapat melakukannya dengan baik, beri anak pujian atau reward.

Walaupun masih sekali-kali anak terlupa, teruslah untuk konsisten dalam menerapkan kegiatan bertoilet secara rutin pada anak.

Metode pembiasaan dalam kegiatan bertoilet sangatlah penting unutuk diterapkan pada anak usia dini yang memang sudah siap secara fisik dan psikologis, agar perkembangan kemandirian anak dapat distimulasi secara optimal sesuai dengan perkembangan usia anak.

C. Kerangka Berpikir

Kemandirian pemenuhan kebersihan diri adalah salah satu aspek perkembangan sosial emosi anak yang terfokus pada kemampuan anak dalam kegiatan bertoilet, seperti buang air kecil dan buang air besar, berdasarkan observasi awal kemandirian dalam kegiatan bertoilet di Paud Golden Bee masih rendah, yaitu anak belum dapat buang air kecil dan buang air besar di toilet.

Berdasarkan kondisi tersebut guru seharusnya berusaha menciptakan metode agar anak dapat meningkatkan kemandirian anak dan dapat menstimulasi kemandirian anak dalam kegiatan bertoilet secara teratur dan rutin. Metode pembiasaan toilet training dapat

(33)

33

menjadi solusi anak agar dapat meningkatkan kemandirian dalam kegiatan bertoilet, dan secara konsisten diterapkan oleh guru.

Gambar 2.1 (Gambaran kerangka berpikir) D. Hipotesis

Menurut Bisri (2001) hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan terhadap masalah yang telah dirumuskan. Jawaban sementara tersebut baru berdasarkan penelitian-penelitian yang relevan dan kerangka berpikir, belum didasarkan dari fakta-fakta empiris yang diperoleh dari pengumpulan data. Berdasarkan penelitian-penelitian yang relevan dan kerangka berpikir di atas maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut “ Jika peningkatan kemandirian dapat dilakukan melakui metode pembiasaan toilet training yang diterapkan secara konsisten maka kemandirian pemenuhan kebutuhan diri pada anak-anak Paud Golden Bee akan meningkat.

Kondisi Awal

Tindakan

Kemandirian kegiatan bertoilet

masih rendah

Pembiasaan toilet training

(34)

34 BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian adalah langkah yang dimiliki dan dilakukan oleh peneliti dalam rangka untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan investigasi pada data yang telah didapatkan tersebut (Hidayat, 2017). Pendapat lain tentang pengertian metode penelitian berarti cara pengumpulan data dan analisis, dari analisa data tersebut kemudian peneliti akan mendapatkan hasil apakah itu berupa penegasan atau teori yang pernah ada (confirmation) atau suatu penemuan baru (discovery) itu menurut pendapat Tarumingkem (2010).

Sedangkan menurut Raco (2010) metode penelitian secara umum adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan secara bertahap dimulai dengan penentuan topik, pengumpulan data, dan mengalisis data, sehingga nantinya diperoleh suatu pemahaman dan pengertian atas topik, gejala atau isu tertentu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi sekarang, kejadian yang terjadi menjadi fokus perhatian kemudian dijabarkan sebagaimana adanya. Menurut Gunawan (2013) metode penelitian kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perpekstif peneliti sendiri.

Lebih lanjut menurut Creswell (2014) penelitian kualitatif adalah metode-metode mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Pendapat lain menurut Lexy Moleong (2010) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian.

(35)

35

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas, menurut Arikunto (2008), penelitian tindakan kelas merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran di kelas. Senada yang dikatakan oleh Hanifah (2014) penelitian tindakan kelas dilaksanakan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pendidikan terutama proses dan hasil belajar siswa pada level kelas.

Lebih lanjut menurut Suhardjono (2015) Penelitian Tindakan Kelas yang umum disingkat dengan PTK (dalam bahasa Inggris disebut Classroom Action Research disingkat CAR) adalah penelitian tidakan yang dilakukan oleh guru dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya. Sedangkan menurut pendapat Wardani (2014) penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa semakin meningkat.

B. Desain/Model Penelitian 1. Desain /Model Penelitian

Ada beberapa model penelitian yang dikembangkan oleh para ahli.

Dalam penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Mc.Taggart, dimana dalam satu siklus ada empat komponen yaitu planning (perencanaan), acting (tindakan), observing (observasi), dan reflecting (refleksi).

Gambaran model penelitian tindakan kelas menurut Kemmis dan Mc.Taggart (Dasna, 2012).

(36)

36

Gambar 3.1. Model PTK oleh Kemmis &Taggart.

Keterangan:

1. Siklus I

a) Plan (Perencanaan) b) Act (Pelaksanaan) c) Observ (Pengamatan) d) Reflect (Refleksi) 2. Siklus II

a) Revised Plan (Rencana yang direvisi) b) Act (Pelaksanaan)

c) Observ (Pengamatan) d) Reflect (Refleksi)

(37)

37 2. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada anak usia 2-6 tahun yang berjumlah 12 orang di Paud Golden Bee yang bertempat di Gang Kembar Nomer 53B RT/RW 02/01 Blok Grogol Wanakaya Gunung Jati Cirebon, Paud Golden Bee baru beroperasi tahu 2018 lalu, sehingga muridnya pun baru 12 orang dengan 9 anak laki-laki dan 3 orang perempuan, Paud Golden Bee menempati Rumah Ketua Yayasan Muara Asih Syarofa yaitu Ibu Dewi Ratnaningsih, dengan ruang tamu disulap menjadi office, dan ruang keluarga di gunakan untuk ruang belajar, dengan murid seadanya, metode belajar masih disatukan, hanya saja menggunakan cara yang berbeda sesuai dengan usia. Di ruang belajar tersebut satu pintu yang lebar, dan terdapat dua jendela, sehingga mempunyai pencahayaan dan sirkulasi udara cukup baik yang masih dibutuhkan anak-anak. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2019/2020, mulai dari tanggal 14 Oktober 2020 sampai dengan tanggal 14 Mei 2020.

Tabel 3.1

N o

Jenis Kegiatan

Okt Nov Des Jan Peb Mar 1 Menyusun Proposal

Penelitian

2 Perencanaan Penelitian

3 Pelaksanaan Penelitian

4 Melaksanakan Siklus I

5 Melaksanakan Siklus II

6 Pengelolaan Data

7 Penyusunan Laporan Penelitian

8 Penyusunan Hasil Penelitian

9 Perbaikan laporan

(38)

38 3. Langkah-Langkah Penelitian

a) Langkah pertama

Guru memberikan penjelasan kepada anak-anak pada saat circle time tentang kegiatan sesudah berdo’a pagi yaitu untuk melakukan kegiatan bertoilet, lengkap dengan aturan dan adab di toilet setelah kegiatan bertoilet mereka harus berwudlu untuk melakukan sholat duha

b) Langkah kedua

Guru memanggil anak-anak secara bergantian untuk melakukan kegiatan bertoilet

c) Langkah ketiga

Guru mengawasi anak yang membuka celana untuk melakukan toilet training tidak lupa membaca doa, membimbing anak masuk ke toilet, dengan gunakan kaki kiri terlebih dahulu untuk melangkah sambil berdo’a sampai jongkok di toilet, setelah itu guru menyeru untuk cebok menggunakan tangan kiri dan gayung di tangan kanan.

d) Langkah keempat

Guru membimbing anak untuk keluar dari toilet dengan do’a keluar dari toilet kemudian guru membimbing anak untuk gunakan celana/rok, kemudian guru membimbing anak untuk berwudlu sebelum sholat duha.

e) Langkah kelima

Sebelum sholat duha dimulai guru mengucapkan terimakasih pada anak-anak karena sudah menuruti aturan yang berlaku tentang kegiatan bertoilet tersebut di atas. Dan mengingatkan kembali tentang kegiatan bertoilet sebelum sholat dzuhur pada pukul 11.30 WIB.

4.Langkah-Langkah Tindakan

Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dalam dua siklus.

Siklus satu di rencanakan selama lima hari, begitu juga dengan siklus dua. Setelah itu peneliti akan mengambil kesimpulan terkait dengan temuan dari penelitian yang telah dilakukan. Selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

a). Siklus I

Tahap I: Perencanaan Tindakan (Planning)

Perencanaan tindakan merupakan tahap awal dalam penelitian tindakan kelas. Kegiatan yang dilakukan untuk pelaksanaan siklus I diantaranya:

(39)

39

a) Menyusun Standar Operational Prosedure (SOP) kegiatan pembiasaan toilet training.

b) Menyiapkan instrument penelitian seperti lembar observasi, dokumentasi, catatan anekdot dan lembar refleksi.

c) Mengkondisikan anak agar melakukan kegiatan pembiasaan toilet training sesuai prosedur.

d) Guru menjelaskan aturan Standar Operational Prosedure (SOP) kegiatan pembiasaan toilet training.

e) Secara bergantian dan berkala anak-anak melakukan kegiatan toilet training.

f) Guru memberi evaluasi g) Kesimpulan

Tahap II: Pelaksanaan Tindakan (Acting)

Setelah memperoleh gambaran keadaan anak-anak terkait dengan kemandirian, maka dilakukan tindakan yaitu dengan metode pembiasaan, dimana rencana kegiatan bertoilet yang telah disusun oleh guru dan peneliti yang akan digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan pembiasaan kegiatan bertoilet.

Tahap III: pengamatan (Observing)

Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan yaitu dengan mengamati setiap tindakan yang dilaksanakan meliputi aktivitas yang dilakukan oleh guru dan murid, interaksi guru dengan murid, serta semua kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi ini dilakukan untuk mendokumentasikan aktifitas anak pada saat kegiatan bertoilet.

Tahap IV: Refleksi

Refleksi merupakan kegiatan untuk mengungkapkan kembali apa yang sudah dilakukan. Dari pelaksanaan dan observasi tersebut akan diperoleh informasi tentang penggunaan metode pembiasaan.

Kemudian hasil tersebut dianalisis dan disimpulkan bersama antara guru dan peneliti untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan tindakan yang telah dilaksanakan, apakah tindakan yang sudah

(40)

40

dilaksanakan sudah berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Dari hasil tersebut dapat dijadikan sebuah refleksi untuk menyusun siklus berikutnya.

b) Siklus II

Siklus ini merupakan tahap perbaikan dari siklus I, tahap yang dilakukan pada siklus II sama dengan tahap yang dilakukan pada siklus I, hanya saja pada siklus II ditekankan pada perbaikan dari siklus sebelumnya. Tahap-tahap pada siklus II sebagai berikut

Tahap I: Perencanaan Tindakan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini tidak jauh berbeda dengan siklus I mempersiapkan semua instrument penelitian, mempersiapkan prosedur pelaksanaan kegiatan bertoilet.

Tahap II: Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan rencana yang telah dibuat untuk siklus II, yaitu memperbaiki kegiatan bertoilet melalui metode pembiasaan seperti pada siklus I.

Tahap III: Pengamatan

Peneliti mengamati kegiatan bertoilet pada siklus II untuk mengetahui apakah kekurangan-kekurangan pada siklus I sudah bisa diperbaiki atau belum, dan apakah hasilnya sudah sesuai ekspektasi peneliti?

Tahap IV: Refleksi

Data dan informasi yang sudah didapatkan kemudian didiskusikan oleh peneliti dan guru sebagai landasan untuk menentukan apakah sudah tercapai atau belum. Proses penelitian ini akan berhenti pada siklus II.

Apabila pada siklus II belum ada peningkatan kemandirian pemenuhan kebersihan diri, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis dalam penelitian ini tertolak, namun jika pada siklus II sudah ada peningkatan kemandirian kegiatan bertoilet maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima, sekaligus diketahui bahwa metode pembiasaan toilet training dapat diterapkan pada anak-anak Paud Golden Bee Wanakaya Gunung Jati Cirebon.

(41)

41 C. Data Dan Sumber Data

Menurut Rahardjo, Mudjia (2011) data adalah segala informasi baik lisan maupun tulisan bahkan bisa berupa gambar atau foto, yang berkontribusi untuk menjawab masalah penelitian sebagaimana dinyatakan dalam rumusan masalah atau fokus penelitian. Senada yang dikatakan oleh Arikunto (2002) data merupakan segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi, sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan. Data yang digunakan dalam penelitian ini data-data yang dapat menggambarkan keberhasilan dan ketidakberhasilan penelitian, dapat dilihat dari hasil data-data yang terdapat dalam instrument penelitian

Menurut Sugiyono dalam Batubara (2013) sumber data terbagi dua yaitu Sumber Data Primer dan Sumber Data Sekunder.

a) Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, diperoleh melalui keterangan- keterangan dan penjelasan-penjelasan secara langsung dari unsur yang berhubungan dengan penelitian ini. Sumber data primer yang diperoleh dari penelitian ini adalah melalui pengamatan langsung.

b) Sumber data Sekunder adalah sumber data tidak langsung memberikan data pada pengumpul data.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sumber data langsung pada subjek penelitian, yaitu anak-anak Paud Golden Bee, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui peningkatan kemandirian anak melalui metode pembiasaan toilet training, sumber data pun dapat diperoleh dari guru dan teman sejawat sebagai sumber data langsung atau sumber data primer, berbentuk hasil unjuk kerja anak, daftar skala penilaian anak dari penilaian peningkatan kemandirian dengan indikator anak mampu Buang Air Kecil dan Buang Air Besar/ Kegiatan bertoilet dengan bantuan atau tanpa bantuan.

(42)

42

Tabel 3.2

Daftar Subjek Penelitian No Kode

Anak

Usia Jenis Kelamin

L P

1 AN 6 L

2 RY 6 L

3 MD 6 L

4 RS 5 P

5 RR 4 L

6 AA 4 L

7 FS 4 P

8 AY 3 P

9 KA 2 L

10 RM 2 L

11 AG 2 L

12 AR 2 L

Catatan: Berdasarkan kode etik penelitian, maka penelitian ini peneliti menggunakan inisial menggunakan kode nama anak.

Tabel 3.3 Daftar nama Guru dan karyawan

No Nama Jabatan

1 Dewi

Ratnaningsih

Ketua Yayasan Muara Asih Syarofa

2 Endang

Maryana

Kepala Sekolah Paud Golden Bee 3 Rike Ikhwanti Penanggung jawab usia 2-3 tahun 4 Iis Dewi Penanggung Jawab usia 4-6 tahun D. Teknik Pengumpulam Data

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti dan guru. Peneliti sebagai orang yang tahu persis bagaimana proses penelitian yang sedang dijalankan, mulai dari mengumpulkan data menganalisa dan

(43)

43

menyimpulkan hasil penelitian. Sedangkan instrumen penunjang berupa catatan lapangan, hasil wawancara, hasil observasi, dan dokumentasi, penggunaan instrumen penunjang untuk mengoptimalkan jalannya penelitian agar dapat mencapai hasil yang diharapkan.

a) Lembar Observasi

Teknik observasi dilakukan untuk melihat pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah diisi poin-poin yang berkaitan dengan indikator-indikator yang akan dicapai. Lembar observasi ini akan diisi dengan skor atau nilai yang didapat oleh peserta didik selama proses penelitian berlangsung, sehingga akan terlihat ada peningkatan atau tidak pada masing-masing anak setelah tindakan dilakukan.

Kegiatan observasi dilakukan selama beberapa hari pada anak- anak Paud Golden Bee dari awal kegiatan hingga akhir kegiatan guna mengetahui data baru yang diperoleh melalui hasil observasi. Semua kegiatan tercatat dan apabila ada kekurangan dalam pencapaian maka ada siklus berulang untuk memperbaiki hasil penelitian. Hasil penilaian observasi menggunakan format lembar observasi, berikut rubric penilaian aktivitas dalam melatih kemandirian pemenuhan kebersihan diri anak (BAK dan BAB).

Tabel 3.4 Rubric penilaian aktivitas

No Indikator Perkembangan

Penilaian

BB (1) MB (2) BSH (3) BSB (4) 1 Anak mampu

mengungkapkan keinginan untuk pergi ke toilet

Anak belum dapat mengung- kapkan keinginan untuk pergi ke toilet

Anak sudah mulai dapat ungkapkan keinginan untuk pergi ke toilet

Anak sudah terbiasa meng- ungkapkan keinginan untuk ke toilet

Anak sudah lancar dan terbiasa mengungkap- kan untuk pergi ke toilet dan tidak perlu diantar

2 Anak mampu menggunakan toilet

Anak belum dapat mengguna-

Anak sudah mulai dapat gunakan toilet

Anak sudah mulai terbiasa

Anak sudah terbiasa gunakan toilet

Gambar

Gambar 3.1. Model PTK oleh Kemmis &Taggart.
Tabel 3.3 Daftar nama Guru dan karyawan
Tabel 3.4 Rubric penilaian aktivitas
Tabel 3.5 Instrumen Penilaian

Referensi

Dokumen terkait

Dalam peletakan booster pump pada onshore pipeline JOB PPEJ yang dipasang secara paralel dengan jumlah total sebanyak 2 buah.. Letak Booster

Prinsip dasar pengobatan asma pada ibu hamil adalah memberikan terapi optimal sehingga dapat mempertahankan asma yang telah terkontrol bertujuan untuk mempertahankan kesehatan

Kedung Kendo Sidoarjo. Skripsi Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Firlianna Tiya Deviani. Skripsi Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam. Sejarah mencatat bahwa dahulu Cirebon hanyalah sebuah desa kecil di pesisir pantai utara Pulau

Argumentasi yang disampaikan MD untuk mencitrakan JIL sebagai anti dialog di atas tampak bersifat repetitif semata dari pencitraan yang sama yang dilakukan oleh media

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui energi listrik yang dihasilkan oleh generator termoelektrik dengan menggunakan berbagai jenis limbah organik (tatal kayu akasia, tatal

Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku, dan perbuatannya. Nilai mencermin kan kualitas pilihan tindakan dan pandangan