i
TINGKAT KETERBACAAN BUKU TEKS SAHABATKU INDONESIA TERBITAN BADAN BAHASA UNTUK LEVEL C1
BERDASARKAN GRAFIK FRY, SMOG, DAN AUTENTISITASNYA
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh:
Stefani Anuar Lupita 151224080
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2019
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan sebagai rasa syukur dan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia selama mengerjakan skripsi ini.
2. Bu Rishe dan Bu Septina selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi.
3. Nenek dan almarhum kakek yang selalu mendukung, mendoakan dan memberi nasihat untuk segera lulus.
4. Saudara terdekatku pakdhe, budhe, tante dan om yang selalu memberikan motivasi, dukungan, nasihat dan terutama pembiyaan kuliah.
5. Ayah dan ibu, Bapak Sukardi dan almarhum Christiana Sudiyati yang selalu mendoakan saya selama ini.
6. Sepupu, malaikat kecilku yang selalu memberikan penghiburan disaat pikiran sedang kacau.
7. Aemilianus Ganda Prima Irawan yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi.
8. Hilary Miranda, teman seperjuangan yang selalu memberikan hiburan disaat lelah mengerjakan skripsi.
9. Teman-teman PBSI angkatan 2015 yang telah berproses bersama selama kuliah di Universitas Sanata Dharma.
10. Semua pihak yang telah bersedia memberikan bantuan.
v MOTO
“Hidup ini seperti sepeda.
Agar tetap seimbang, kau harus terus bergerak”
-Albert Einstein-
“Jika kamu tidak dapat berhenti memikirkannya, maka bekerja keraslah untuk mendapatkannya.”
-Michael Jordan-
“Terkadang, kesulitan harus kamu rasakan terlebih dulu sebelum kebahagiaan yang sempurna datang kepadamu.”
-R.A. Kartini-
“Kekurangan yang dihadapi dengan penuh rasa syukur akan menjadi hal berlimpah di kemudian hari.”
-Anonim-
viii ABSTRAK
Lupita, Stefani Anuar. 2019. Tingkat Keterbacaan Buku Teks Sahabatku Indonesia Terbitan Badan Bahasa untuk Level C1 Berdasarkan Grafik Fry, SMOG, dan Autentisitasnya. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk (1) mendeskripsikan tingkat keterbacaan buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa untuk level C1 berdasarkan grafik Fry, SMOG, dan autentisitasnya, (2) wacana apa saja buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa yang sesuai untuk level C1 sebagai bahan pembelajaran berdasarkan grafik Fry, SMOG, dan autentisitasnya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa untuk level C1. Data penelitian ini berasal dari wacana-wacana yang ada dalam buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa untuk level C1 yang berjumlah dua belas wacana. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi pengajar BIPA dalam memilih buku teks yang tepat sebagai sumber pengajaran dalam proses pembelajaran di kelas BIPA dan sebagai bahan evaluasi bagi penulis dalam penyusunan buku teks.
Hasil penelitian ini, terdapat dua hasil yang diperoleh sebagai berikut:
pertama, tingkat keterbacaan buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa untuk level C1 berdasarkan grafik Fry, SMOG, dan autentisitasnya.
Berdasarkan grafik Fry, dari dua belas wacana memiliki tingkat keterbacaan yang berbeda-beda. Hasil penelitian ini menunjukkan variasi kemunculan tingkatan (grade) berdasarkan grafik Fry sebanyak tujuh. Hasil penelitian dari formula SMOG dari lima wacana menunjukkan terdapat empat variasi kemunculan tingkatan usia yang diteliti. Pada tingkat autentisitas, dari dua belas wacana terdapat dua tingkat autentisitas dalam buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa. Kedua, buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa untuk level C1 kurang sesuai jika digunakan untuk pembelajar BIPA level C1.
Hal itu disebabkan oleh, wacana yang sesuai berdasarkan grafik Fry hanya terdapat lima wacana. Wacana yang sesuai berdasarkan formula SMOG terdapat dua wacana. Pada tingkat autentisitas, wacana yang sesuai hanya tiga wacana.
Kata kunci: keterbacaan, tingkat keterbacaan, grafik Fry, SMOG, autentisitas.
ix ABSTRACT
Lupita, Stefani Anuar. 2019. Level of Readability of “Sahabatku Indonesia”
Textbook Published by Language Institute for C1 Level Based on Fry Graphic, SMOG, and Its Authenticity. Thesis. Yogyakarta: Indonesia Language and Literature Education Study Program, Department of Language and Arts, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.
This study aims to (1) describe the level of readability of “Sahabatku Indonesia” textbook by Language Institute for C1 level, based on Fry graphic, SMOG, and its authenticity, (2) what discourses of “Sahabatku Indonesia”
textbook published by Language Institute that are appropriate for C1 level as learning material based on Fry graphic SMOG, and its authenticity.
This type of study is quantitative descriptive study. The data source I this study is the “Sahabatku Indonesia” textbook published by Language Institute for C1 level. The data comes from discourses in the “Sahabatku Indonesia” textbook published by Language Institute for C1 level, which are twelve discourses. This study is useful to increase knowledge for BIPA teachers in choosing the right textbook as source of teaching in the learning process in BIPA classrooms and as an evaluation material for the writer in preparation of textbooks.
In the results of this study, there are to results obtained as follows: first, the level of readability of “Sahabatku Indonesia” textbook by Language Institute for C1 level, based on Fry graphic, SMOG, and its authenticity. Based on the Fry graphic, out of the twelve discourses, they have different level of readability. The results of this study indicate seven variations in the appearance of grades based on Fry graphic. The results of the study from the SMOG formula from five discourses show that there are four variations in the appearance of age level that are being studied. At the level of authenticity, of the twelve discourses, there are two level of authenticity in the of “Sahabatku Indonesia” textbook by Language Institute. Secondly, the “Sahabatku Indonesia” textbook by Language Institute for C1 level is not suitable if it is used for BIPA C1 level learners. That is because according to Fry graphic, there are only five discourses. Appropriate discourse based on the SMOG formula, there are two discourses. At the level of authenticity, the appropriate discourse is only three.
Keywords: readability, readability level, Fry graphic, SMOG, authenticity.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tingkat Keterbacaan Buku Teks Sahabatku Indonesia Terbitan Badan Bahasa untuk Level C1 Berdasarkan Grafik Fry, SMOG, dan Autentisitasnya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Penyusunan skripsi ini melibatkan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa menyertai dan memberkati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Bahasa Sastra Indonesia dan selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar dan bijaksana untuk meluangkan waktu, membimbing, menasehati, dan mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Segala saran dan kritik menjadi semangat terbesar bagi penulis untuk selalu memperbaiki menjadi lebih baik.
4. Septina Krismawati, S.S., M.A., selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar dan bijaksana untuk meluangkan waktu, membimbing, memberikan kritik dan saran, serta mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
xi
5. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku triangulator yang telah membantu penulis dalam melakukan pengecekkan terhadap hasil penelitian. Selaku dosen penguji yang telah memberikan saran-saran yang membangun untuk melengkapi hasil laporan skripsi penulis.
6. Rusmiati, selaku karyawan sekretariat Prodi PBSI, yang telah memberikan bantuan dan pelayanan yang berkaitan dengan kesekretariatan kepada penulis dengan ramah dan sabar.
7. Segenap Dosen dan Karyawan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan bantuan kepada penulis selama ini.
8. Nenek dan kakek, Ibu Restituta Sukati dan Alm. Ignatius Kartiwa yang telah mendoakan dan memberikan dukungan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Ayah dan ibu, Bapak Sukardi dan Alm. Christiana Sudiyati yang selalu mendoakan saya selama ini.
10. Pakdhe, budhe, om dan tante, Agustinus Sudrajat, Irza Sriyenti, Margareta Susilowati, Fransiskus Supriyanto, Katarina Sulistyawati, Alm. Untung Santosa, Theresia Sulistyaningsih, Lusiana Suntyawati, dan Yudatmo Adi Nugroho yang selalu memberikan masukan, semangat, motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini dan terutama dalam hal pembiayaan kuliah.
11. Aemilianus Ganda Prima Irawan, yang selalu menjadi penyemangat dan bantuan yang diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini.
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPERLUAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR BAGAN ... xvii
DAFTAR GRAFIK ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penilitan ... 6
1.5 Batasan Istilah ... 7
1.6 Sistematika Penyajian ... 10
BAB II LANDASAN TEORI ... 12
2.1 Penelitian yang Relevan ... 12
2.2 Kajian Pustaka ... 16
xiv
2.2.1 Pengertian Buku Teks ... 16
2.2.2 Fungsi Buku Teks ... 17
2.2.3 Kriteria Telaah Buku Teks ... 17
2.2.4 Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) ... 18
2.2.5 Level BIPA (C1) ... 19
2.2.6 Buku Teks BIPA ... 21
2.2.7 Pengertian Keterbacaan ... 22
2.2.8 Grafik Fry ... 23
2.2.9 Formula SMOG ... 27
2.2.10 Autentisitas ... 30
2.3 Kerangka Berpikir ... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34
3.1 Jenis Penelitian ... 34
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 35
3.3 Sumber Data dan Data Penelitian ... 36
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 36
3.5 Instrumen Penelitian... 37
3.6 Teknik Analisis Data ... 38
3.7 Triangulasi... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40
4.1 Deskripsi Data ... 40
4.1.1 Deskripsi Data Berdasarkan Grafik Fry ... 40
4.1.2 Deskripsi Data Berdasarkan Formula SMOG ... 41
4.1.3 Deskripsi Data Berdasarkan Autentisitasnya ... 42
4.2 Hasil Penelitian ... 43
4.2.1 Tingkat Keterbacaan Buku Teks Sahabatku Indonesia Terbitan Badan Bahasa untuk Level C1 Berdasarkan Grafik Fry ... 44 4.2.2 Tingkat Keterbacaan Buku Teks Sahabatku Indonesia
xv Terbitan Badan Bahasa untuk Level C1
Berdasarkan SMOG ... 57
4.2.3 Tingkat Autentisitas Buku Teks Sahabatku Indonesia Terbitan Badan Bahasa untuk Level C1 ... 60
4.2.4 Wacana Buku Teks Sahabatku Indonesia Terbitan Badan Bahasa yang Sesuai untuk Level C1 Berdasarkan Grafik Fry ... 63
4.2.5 Wacana Buku Teks Sahabatku Indonesia Terbitan Badan Bahasa yang Sesuai untuk Level C1 Berdasarkan SMOG ... 65
4.2.6 Wacana Buku Teks Sahabatku Indonesia Terbitan Badan Bahasa yang Sesuai untuk Level C1 Berdasarkan Autentisitasnya ... 67
4.3 Pembahasan ... 70
4.3.1 Wacana yang Sesuai Berdasarkan Grafik Fry, SMOG, dan Autentisitasnya ... 70
4.3.2 Hasil Analisis Variasi Kemunculan Tingkat Atau Grade Berdasarkan Grafik Fry, SMOG, dan Autentisitasnya ... 72
BAB V PENUTUP ... 74
5.1 Simpulan ... 74
5.2 Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA ... 77
BIOGRAFI ... 80
LAMPIRAN ... 81
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tingkat Keterbacaan Buku Menurut G. Harry
McLaughlin……….………… 29
Tabel 2 Tingkat Autentisitas Tiga Tipe Bahan……….…….….. 31 Tabel 3 Wacana dalam Buku Teks Sahabatku Indonesia
untuk Level C1 terbitan Badan Bahasa………... 41 Tabel 4 Analisis Tingkat Autentisitas Buku Teks Sahabatku
Indonesia terbitan Badan Bahasa untuk BIPA
Level C1……….. 42
Tabel 5 Analisis Tingkat Keterbacaan Buku Teks Sahabatku Indonesia untuk Level C1 terbitan Badan Bahasa
Berdasarkan Grafik Fry………... 57 Tabel 6 Analisis Tingkat Keterbacaan Buku Teks Sahabatku
Indonesia terbitan Badan Bahasa untuk BIPA Level C1
Berdasarkan SMOG……….. 55 Tabel 7 Analisis Tingkat Autentisitas Buku Teks Sahabatku
Indonesia terbitan Badan Bahasa untuk BIPA
Level C1……….. 61
Tabel 8 Analisis Wacana Wacana Buku Teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa yang sesuai untuk
Level C1 Berdasarkan Grafik Fry……….. 63 Tabel 9 Analisis Wacana Buku Teks Sahabatku
Indonesia terbitan Badan Bahasa yang sesuai untuk
Level C1 Berdasarkan SMOG……… 65 Tabel 10 Analisis Wacana Buku Teks Sahabatku
Indonesia terbitan Badan Bahasa yang sesuai untuk
Level C1 Berdasarkan Autentisitasnya………. 67 Tabel 11 Analisis Wacana yang Sesuai dalam Buku Teks Sahabatku
Indonesia untuk BIPA Level C1 Berdasarkan Grafik Fry,
SMOG, dan Autentisitasnya……… 70
xvii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Alur Kerangka Berpikir……….. 33
xviii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Grafik Fry……… 24
Grafik 2 Grafik 1 Fry Kode Teks 1……… 45
Grafik 3 Grafik 2 Fry Kode Teks 2……… 46
Grafik 4 Grafik 3 Fry Kode Teks 3……… 47
Grafik 5 Grafik 4 Fry Kode Teks 4……… 48
Grafik 6 Grafik 5 Fry Kode Teks 5……… 49
Grafik 7 Grafik 6 Fry Kode Teks 6……… 50
Grafik 8 Grafik 7 Fry Kode Teks 7……… 51
Grafik 9 Grafik 8 Fry Kode Teks 8……… 52
Grafik 10 Grafik 9 Fry Kode Teks 9……… 53
Grafik 11 Grafik 10 Fry Kode Teks 10……… 54
Grafik 12 Grafik 11 Fry Kode Teks 11……… 55
Grafik 13 Grafik 12 Fry Kode Teks 12……… 56
xix LAMPIRAN
Lampiran 1 Kategori Wacana ... 81 Lampiran 2 Analisis Wacana Berdasarkan Jumlah Kalimat
dan Suku Kata ... 83 Lampiran 3 Wacana Buku Teks Sahabatku Indonesia
Terbitan Badan Bahasa... 92 Lampiran 4 Surat Permohonan Triangulasi ... 129 Lampiran 5 Triangulasi ... 130
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini, peneliti menguraikan enam subbab yakni latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Latar belakang berisi masalah yang melatarbelakangi rumusan masalah dan tujuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Pada manfaat penelitian ini berisi manfaat teoretis dan praktis dari penelitian yang dilakukan. Pada batasan istilah berisi teori-teori sebagai acuan penelitian dengan tujuan agar tidak terjadi penyimpangan penafsiran. Pada sistematika penyajian berisi susunan bab dan subbab guna mempermudah pembaca dalam mengetahui isi penelitian yang dilakukan. Keenam subbab tersebut diuraikan sebagai berikut.
1.1 Latar Belakang
Membaca pada hakikatnya penting bagi masyarakat untuk menemukan informasi baru terkait hal-hal yang ada dalam kehidupan. Kridalaksana (dalam Suladi dkk, 2000: 1) mengatakan membaca mempunyai arah bagaimana seseorang memahami informasi melalui kegiatan menggali informasi itu dari wacana.
Berdasarkan pendapat tersebut, membaca berarti seseorang mampu memahami informasi dan memiliki pengetahuan yang sesuai dengan wacana yang disampaikan. Masyarakat dapat memperoleh informasi dengan mudah, salah satunya dengan membaca buku teks. Hal itu disebabkan oleh informasi yang terdapat dalam buku teks dapat dibaca berulang-ulang. Dengan begitu, kualitas buku menjadi penting.
Bacon (dalam Tarigan 1986:11) mengatakan bahwa buku teks adalah buku yang dirancang untuk penggunaan di kelas dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau para ahli dalam bidang itu, dan dilengkapi sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi. Berdasarkan pendapat tersebut, buku teks perlu dirancang secara khusus oleh para ahli pada bidang tertentu dan dalam pengajarannya harus disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. Oleh karena itu, pengajar harus dapat menyeleksi buku teks yang akan digunakan untuk proses pembelajaran di kelas. Pemilihan buku teks yang disusun dengan baik menggunakan bahasa yang baik tentu akan lebih mudah dipahami oleh pembelajar. Dengan demikian, permasalahan utama untuk memahami informasi dalam buku teks ialah keterbacaan (readability).
Aspek keterbacaan berkaitan dengan tingkat kemudahan bahasa bagi pembelajar ialah pemilihan kata (kosa kata), bentuk tulisan, lebar spasi, panjang kalimat dan aspek grafik/tabel (gambar). Keterbacaan dapat diukur melalui seberapa tingkat pemahaman pembelajar terhadap pengetahuan yang telah dibaca.
Hal tersebut dapat diperkuat dengan pendapat para ahli. Keterbacaan yang tinggi artinya kalimat-kalimatnya mudah dipahami, paragrafnya memiliki kesatuan, kelengkapan, kesetalian, dan isi yang memadai, bab-babnya tersusun runtut dan daya bahasanya sederhana (Hardjasujana, dkk 1999:10).
Dalam menilai tingkat keterbacaan buku teks, perlu adanya alat uji keterbacaan berupa formula (rumus) keterbacaan. Formula tersebut adalah grafik Fry dan SMOG. Menurut Widharyanto, B., Rishe., dan Septina (2017: 3), penentuan alat uji ini dengan alasan penyusunan alat uji keterbacaan relatif
mudah, pengadministrasian hasil tes lebih mudah, hasil alat uji tersebut mampu memberikan gambaran yang lebih baik atau memiliki korelasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan alat uji keterbacaan lainnya, dan penafsiran hasil penelitian lebih dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan pendapat tersebut, alat uji keterbacaan grafik Fry dan formula SMOG memiliki ciri khasnya tersendiri.
Selain itu, kedua alat uji keterbacaan tersebut merupakan alat uji yang mampu memberikan gambaran yang baik dibandingkan dengan alat uji lainnya. Semua formula tersebut dipergunakan sebagai alat untuk mengukur dan mengetahui tingkat kesulitan dalam memahami suatu bahan bacaan. Dalam hal ini, peneliti akan menguji tingkat keterbacaan wacana yang dapat diukur melalui jumlah kalimat dan suku kata. Selain itu, keaslian dari hasil uji tingkat keterbacaan buku teks Sahabatku Indonesia menggunakan formula grafik Fry dan SMOG dapat dibuktikan dengan autentisitas.
Buku teks Sahabatku Indonesia dalam penelitian ini menjadi buku acuan pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di lembaga-lembaga penyelenggara BIPA. Buku Sahabatku Indonesia ini merupakan buku teks yang dikeluarkan oleh Badan Bahasa untuk dipakai di lembaga-lembaga penyelenggara BIPA (Muliastuti, 2017: 5). Penguasaan kebahasaan sangat dipengaruhi oleh struktur kebahasaan yang terdapat dalam buku teks tersebut. Hal itu penting karena pembaca buku teks Sahabatku Indonesia ini adalah penutur asing atau orang yang bukan berkebangsaan Indonesia. Pemilihan buku Sahabatku Indonesia level C1 ini untuk mengetahui tingkat keterbacaan pembelajar BIPA dalam menangkap makna yang tersembunyi di balik teks dan mengetahui dalam
menerangkan pokok bahasan yang rumit dengan jelas. Tingkat keterbacaan buku teks ini akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran itu sendiri.
Buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa mempunyai peran yang sangat penting bagi pembelajar BIPA dalam proses pembelajaran di kelas.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tingkat keterbacaan buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa yang digunakan dalam pengajaran BIPA khususnya untuk level C1. Pada level C1 ini, pembelajar mampu memahami berbagai tulisan yang lebih panjang, menantang, berjangkauan luas, dan mengenali makna implisit (Muliastuti, 2017: 38).
Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pada level C1 pembelajar BIPA dituntut dapat memahami tulisan-tulisan yang panjang dan memiliki pengetahuan yang luas terhadap teks yang dibaca. Pemilihan buku Sahabatku Indonesia untuk level C1 ini karena peneliti ingin mengetahui tingkat keterbacaan buku teks yang sesuai dan dapat digunakan dalam pembelajaran untuk pembelajar level C1. Selain itu, peneliti ingin mengetahui apakah wacana- wacana yang terdapat dalam buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa untuk level CI sudah sesuai dengan autentisitasnya.
Penelitian buku teks Sahabatku Indonesia level C1 penting dilakukan untuk mengetahui teks yang sesuai bagi pembelajar BIPA level C1. Dengan begitu, peneliti mencoba menguji tingkat keterbacaan buku teks tersebut menggunakan grafik Fry dan SMOG seperti penelitian terdahulu oleh Widharyanto, dkk (2016), Basundoro (2015), Merryta (2013), dan Asih (2015).
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pengajar dan Badan
Bahasa (tim penyusun) dalam memilih serta menyusun buku teks yang sesuai dengan tingkat kemampuan pembelajar dalam memperoleh informasi dengan baik. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Tingkat Keterbacaan Buku Teks Sahabatku Indonesia Terbitan Badan Bahasa Level C1 Berdasarkan Grafik Fry, SMOG dan autentisitasnya”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1) Bagaimanakah tingkat keterbacaan buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa untuk level C1 berdasarkan grafik Fry, SMOG, dan autentisitasnya?
2) Wacana apa sajakah dalam buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa yang sesuai untuk level C1 sebagai bahan pembelajaran berdasarkan grafik Fry, SMOG, dan autentisitasnya?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Mendeskripsikan tingkat keterbacaan buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa untuk level C1 berdasarkan grafik Fry, SMOG, dan autentisitasnya.
2) Mendeskripsikan wacana yang sesuai untuk level C1 dalam buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa sebagai bahan pembelajaran berdasarkan grafik Fry, SMOG, dan autentisitasnya.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terhadap tingkat keterbacaan buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa untuk level C1 sebagai berikut.
1) Manfaat Teoretis
Hasil penelitian mengenai tingkat keterbacaan buku teks Sahabatku Indonesia dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya. Selain itu, dengan dilakukannya penelitian ini dapat memberikan masukan atau saran untuk pengembangan keilmuan Bahasa dan Sastra Indonesia terutama di bidang BIPA.
2) Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat berguna bagi pengajar BIPA, pembelajar BIPA, dan peneliti. Adapun manfaatnya sebagai berikut.
a) Bagi Pengajar BIPA
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi pengajar BIPA dalam memilih buku teks Sahabatku Indonesia yang sesuai dengan tingkat kemampuan pembelajar.
b) Bagi Pembelajar BIPA
Penelitian ini dapat memberikan referensi bagi pembelajar BIPA.
Referensi yang dimaksud ialah pembelajar BIPA dapat memahami isi buku teks dengan mudah sesuai dengan levelnya.
c) Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat memberikan pengalaman dalam mengukur tingkat keterbacaan buku teks Sahabatku Indonesia. Selain itu, peneliti dapat mengetahui tingkatan buku teks Sahabatku Indonesia yang sesuai untuk BIPA level C1.
1.5 Batasan Istilah
Batasan istilah yang perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan pemahaman dalam penafsiran. Adapun istilah-istilah yang perlu dibatasi sebagai berikut.
1. Keterbacaan
Keterbacaan merupakan salah satu cara untuk mengukur pemahaman materi yang akan memengaruhi keberhasilan pembelajar pada saat membaca. Tingkat kesulitan atau kemudahan suatu wacana dapat disesuaikan dengan kemampuan belajar pembelajar. Salah satu cara untuk mendapatkan wacana yang sesuai dengan yang diharapkan adalah dengan studi keterbacaan menurut Suladi, dkk (2000: 4). Sesuai atau tidaknya buku teks bagi pembelajar dapat diukur dengan keterbacaan.
2. Tingkat Keterbacaan
Hardjasujana, dkk., (1999: 42) menyatakan bahwa tingkat keterbacaan sebagai tingkat kesulitan atau kemudahan sebuah wacana atau buku.
Tingkat keterbacaan berarti bahwa kemampuan pembelajar setelah membaca suatu wacana. Pembelajar dapat mengetahui kesulitan atau kemudahan suatu wacana setelah memahami isi materi yang dibaca.
3. Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)
Azizah, dkk., (2012: 1) BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) adalah istilah untuk program pembelajaran bahasa Indonesia yang dikhususkan untuk warga negara asing. BIPA adalah bahasa Indonesia yang diajarkan untuk penutur asing yang ingin mempelajarinya.
4. Level C1
Muliastuti, 2017: 38 menyatakan bahwa pembelajar level C1 mampu memahami berbagai tulisan yang lebih panjang, menantang, berjangkauan luas, dan mengenali makna implisit. Berdasarkan pendapat tersebut, level C1 pada pembelajar BIPA dapat mempelajari beragam teks yang panjang dan rumit, serta dapat menangkap makna yang tersembunyi di balik teks tersebut. Pada level ini, pembelajar dapat dengan spontan dan lancar mengemukakan pendapat, tanpa sering terlihat kesulitan dalam mencari kata yang tepat.
5. Buku teks
Buku teks merupakan wacana-wacana dalam suatu buku yang dirancang oleh para ahli di bidangnya untuk pembelajaran di kelas. Buku teks adalah
buku yang dirancang untuk penggunaan di kelas, dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau para ahli dalam bidang itu dan diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi menurut Bacon (dalam Tarigan, 1986: 11).
6. Grafik Fry
Grafik Fry merupakan hasil upaya untuk menyederhanakan dan pengifisienan teknik penentuan tingkat keterbacaan wacana. Hardjasujana, dkk, (1997: 113) menyatakan bahwa Formula keterbacaan grafik Fry mendasarkan formula keterbacaannya pada dua faktor, yaitu panjang- pendeknya kata dan tingkat kesulitan kata yang ditandai dengan jumlah (banyak sedikitnya) suku kata yang membentuk setiap kata dalam wacana tersebut.
7. SMOG (Simple Measure of Gobbledygook)
Formula SMOG dikembangkan oleh Melaughlin (1969) untuk mengukur keterbacaan wacana di sekolah dasar dan menengah. Pengukuran keterbacaan dengan menggunakan formula SMOG dimaksudkan untuk mengukur kesesuaian antara bacaan dan usia pembaca (Abidin, 2012: 56).
Formula ini mendasarkan pada dua faktor utama, yaitu jumlah kalimat dan jumlah kata yang bersuku banyak (tiga suku kata atau lebih).
8. Autentisitas
Autentisitas bukan merupakan pengkategorian autentik atau tidak autentik, melainkan suatu rangkaian yang menunjuk pada tinggi dan rendah sifat autentik. Terdapat tiga tipe bahan pembelajaran yaitu pertama, bahan
pembelajaran yang dibuat oleh pengajar BIPA; kedua, bahan pembelajaran dari hasil modifikasi yang dilakukan oleh pengajar BIPA; dan ketiga, bahan pembelajaran diambil dari bahan-bahan yang sudah ada dan memiliki sumber yang terpercaya (Widharyanto, 2017: 3).
1.6 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian penelitian ini terdiri dari beberapa bab. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pembaca dalam memahami penelitian ini. Bab satu adalah bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab dua adalah landasan teori yang berisi tiga subbab. Subbab pertama berisi tinjauan terhadap penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian saat ini yang sedang dilakukan oleh peneliti. Pada subbab kedua berisi kajian pustaka yaitu teori-teori yang mendasari penulis dalam melakukan penelitian. Pada subbab ketiga berisi kerangka berpikir yang memuat hasil pemikiran peneliti guna memperoleh hasil penelitian yang diharapkan dengan menuangkannya dalam bentuk bagan. Bab tiga adalah metodologi penelitian. Pada bab ini, peneliti membahas mengenai jenis penelitian, populasi dan sampel penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan triangulasi. Bab empat adalah hasil penelitian dan pembahasan.
Pada bab ini, berisi deskripsi data penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan.
Dalam bab ini peneliti mendeskripsikan data penelitian, cara menganalisis data, dan pembahasan hasil penelitian. Bab lima adalah penutup yang berisi simpulan
dan saran dari hasil penelitian. Selain itu, peneliti menyajikan daftar pustaka yang digunakan untuk referensi dalam menunjang penelitian. Pada bagian akhir berisi lampiran-lampiran dari hasil perhitungan SMOG, dan buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa untuk level C1.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab landasan teori, terdapat tiga subbab yakni (1) penelitian yang relevan, (2) kajian pustaka, dan (3) kerangka berpikir. Subbab pertama berisi tinjauan terhadap penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian saat ini yang sedang dilakukan oleh peneliti. Pada subbab kedua berisi kajian pustaka yaitu teori-teori yang mendasari penulis dalam melakukan penelitian. Pada subbab ketiga berisi kerangka berpikir yang memuat hasil pemikiran peneliti guna memperoleh hasil penelitian yang diharapkan dengan menuangkannya dalam bentuk bagan. Ketiga hal tersebut diuraikan sebagai berikut.
2.1 Penelitian yang Relevan
Berdasarkan studi kepustakaan peneliti menemukan empat penelitian yang relevan tentang keterbacaan dalam buku teks. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Widharyanto, dkk (2016) yang berjudul “Keterbacaan Wacana Buku Teks Ekspresi Diri dan Akademik untuk SMK dengan Grafik Fry, Tes Klos, dan SMOG: Studi Kasus di SMK N 1 Cilacap dan SMK N 4 Yogyakarata”. Penelitian yang dilakukan oleh Widharyanto, dkk (2016) bertujuan untuk (1) memberikan informasi tingkat keterbacaan buku teks kepada para guru dan (2) para guru dalam pembelajaran dapat memilih metode pembelajaran teks yang sesuai untuk siswanya. Persamaan dengan penelitian di atas yaitu sama-sama meneliti tingkat keterbacaan buku teks. Hal yang membedakan penelitian ini ialah cara mengukur tingkat keterbacaannya, peneliti hanya menggunakan grafik Fry dan SMOG.
Selain itu, penelitian Widharyanto, dkk telah melakukan penelitian tingkat keterbacaan buku teks bagi pembelajar SMA/SMK sedangkan tingkat keterbacaan yang akan peneliti lakukan yakni buku teks bagi pembelajar penutur asing.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Basundoro (2015) yang berjudul
“Tingkat Keterbacaan Wacana dalam Buku Teks Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik Tahun 2013 untuk SMK Kelas X di SMK Negeri 4 Yogyakarta berdasarkan grafik Fry, Cloze Test, dan SMOG”. Penelitian yang dilakukan oleh Basundoro bertujuan untuk (1) mendeskripsikan tingkat keterbacaan wacana dalam buku teks Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk siswa SMK kelas X di SMK Negeri 4 Yogyakarta berdasarkan grafik Fry, Close Test, dan SMOG, (2) wacana apa saja yang sesuai untuk siswa SMK kelas X di SMK Negeri 4 Yogyakarta sebagai bahan pembelajaran dalam buku teks Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berdasarkan grafik Fry, Cloze Test dan SMOG. Peneliti menemukan persamaan dengan penelitian di atas yaitu sama-sama meneliti tingkat keterbacaan buku teks. Perbedaan penelitian ini ialah cara mengukur tingkat keterbacaannya, peneliti hanya menggunakan grafik Fry dan SMOG. Peneliti juga melakukan penelitian terhadap buku teks terbitan Badan Bahasa bagi pembelajar penutur asing. Selain itu, jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti ialah penelitian deskriptif kuantitatif.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Merryta (2013) dengan topik
“Tingkat Keterbacaan Wacana dalam Buku Teks Kompeten Berbahasa Indonesia dan Buku Teks Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia Tahun 2007 untuk
SMA Kelas XI Berdasarkan Grafik Fry”. Penelitian yang dilakukan oleh Merryta (2013) bertujuan (1) mendeskripsikan tingkat keterbacaan wacana buku teks Kompeten Berbahasa Indonesia terbitan Erlangga untuk para siswa kelas XI SMA, (2) mendeskripsikan tingkat keterbacaan wacana buku teks Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia terbitan Esis untuk para siswa kelas XI SMA, (3) mendeskripsikan wacana yang sesuai untuk para siswa kelas XI SMA dalam buku teks Kompeten Berbahasa Indonesia terbitan Erlangga dan buku teks Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia terbitan Esis sebagai bahan pembelajaran. Hal yang menjadi kesamaan dengan penelitian di atas yaitu sama- sama meneliti tingkat keterbacaan buku teks. Hal yang membedakan penelitian ini ialah cara mengukur tingkat keterbacaannya, peneliti hanya menggunakan grafik Fry dan SMOG. Peneliti juga melakukan penelitian terhadap buku teks terbitan Badan Bahasa bagi pembelajar penutur asing. Selain itu, jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti ialah penelitian deskriptif kuantitatif.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Asih (2015) dengan topik
“Tingkat Keterbacaan Wacana dalam Buku Teks Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik Tahun 2013 untuk SMK Negeri 1 Purworejo Kelas X Berdasarkan Grafik Fry, Cloze Test, dan SMOG”. Penelitian yang dilakukan Asih (2015) bertujuan untuk mendeskripsikan (1) wacana yang sesuai untuk siswa kelas X SMK N 1 Purworejo pada buku teks bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik berdasarkan grafik Fry, (2) wacana yang sesuai pada buku teks bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik untuk siswa kelas X SMK N 1 Purworejo berdasarkan cloze test, (3) wacana yang sesuai pada buku teks bahasa Indonesia
Ekspresi Diri dan Akademik untuk siswa kelas X SMK N 1 Purworejo berdasarkan SMOG, (4) wacana yang sesuai untuk siswa kelas X SMK N 1 Purworejo dalam buku teks bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik berdasarkan grafik Fry, cloze test, dan SMOG. Peneliti menemukan persamaan dengan penelitian di atas yaitu sama-sama meneliti tingkat keterbacaan buku teks.
Perbedaan penelitian ini ialah cara mengukur tingkat keterbacaannya, peneliti hanya menggunakan grafik Fry dan SMOG. Peneliti juga melakukan penelitian terhadap buku teks terbitan Badan Bahasa bagi pembelajar penutur asing. Selain itu, jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti ialah penelitian deskriptif kuantitatif.
Penelitian yang akan dilakukan ini adalah penelitian yang baru pertama kali dilakukan untuk mengukur tingkat keterbacaan buku teks BIPA level C1.
Penelitian terhadap buku teks Sahabatku Indonesia ini dilakukan berdasarkan perhitungan grafik Fry, SMOG, dan autentisitasnya. Berdasarkan grafik Fry perhitungannya dilihat dari jumlah rata-rata kalimat dan jumlah rata-rata suku kata per seratus kata. Pada perhitungan SMOG, hasil penelitian yang diperoleh dapat mengetahui tingkatan usia yang sesuai untuk BIPA level C1. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk mengukur tinggi rendahnya sifat autentisitas buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang sejenis dengan penelitian yang relevan namun menggunakan bahan ajar buku teks Sahabatku Indonesia untuk BIPA level C1.
2.2 Kajian Pustaka
Teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi (1) pengertian buku teks, (2) fungsi buku teks, (3) kriteria telaah buku teks, (4) Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), (5) level BIPA (C1), (6) buku teks BIPA, (7) pengertian keterbacaan, (8) grafik Fry, (9) formula SMOG, dan (10) autentisitasnya. Teori- teori tersebut sebagai acuan bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Adapun uraian teori di atas sebagai berikut.
2.2.1 Pengertian Buku Teks
Bahan ajar yang digunakan untuk proses pembelajaran salah satunya berupa buku teks. Menurut Widharyanto, B., Rishe., dan Septina (2017: 3), buku teks merupakan wacana utuh yang disampaikan secara tertulis atau menggunakan lambang-lambang grafis. Buku teks adalah buku yang dirancang untuk penggunaan di kelas, dengan cermat disusun dan disiapkan oleh para pakar atau para ahli dalam bidang itu dan diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi menurut Bacon (dalam Tarigan, 1986: 11). Berdasarkan kedua ahli tersebut, buku teks merupakan keutuhan kata atau kalimat dalam suatu wacana yang disampaikan secara tertulis. Selain itu, buku teks merupakan wacana-wacana dalam suatu buku yang dirancang oleh para ahli di bidangnya untuk pembelajaran di kelas. Buku teks yang baik ialah buku yang disiapkan para pakar yang telah disusun dengan memperhatikan penggunaan bahasa agar mudah dipahami pembelajar. Sitepu (2012) mengungkapkan bahwa dalam penyusunan buku teks perlu memperhatikan penggunaan bahasa. Berdasarkan pendapat
tersebut, bahasa yang digunakan dalam penyusunan buku teks harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan kognitif pembelajar.
2.2.2 Fungsi Buku Teks
Buku teks dapat dijadikan sebagai acuan belajar bagi pengajar maupun pembelajar dalam proses pembelajaran. Buku teks dapat membantu pembelajar untuk memahami isi bacaan dari materi tertentu. Menurut Prastowo (2011: 170), ada beberapa kegunaan buku teks antara lain (1) membantu pendidik melaksanakan kurikulum yang berlaku, (2) menjadi dasar atau pegangan guru dalam pembelajaran di kelas, (3) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat megulang materi yang telah dipelajarinya, (4) memberikan pengetahuan baik bagi pendidik maupun peserta didik, dan (5) dapat menjadi sumber penghasilan apabila buku yang disusun penulis dapat diterbitkan.
Berdasarkan pendapat tersebut, buku teks perlu dianalisis ulang dan disesuaikan dengan kemampuan berpikir pembelajar agar mudah dipahami dengan baik.
2.2.3 Kriteria Telaah Buku Teks
Seorang guru yang profesional tentu tidak begitu saja menggunakan suatu buku teks. Guru yang profesional perlu dan bahkan harus meneliti suatu buku teks sebelum menggunakannya (Tarigan, 1986: 81). Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa dalam menyeleksi buku teks diperlukan pedoman khusus bagi pengajar untuk menilai sesuai atau tidaknya buku teks. Hal itu dilakukan
guna pembelajar dapat dengan mudah memahami isi bacaan berdasarkan dengan tingkatan atau jenjang sekolah.
Tarigan (1986: 81) mengemukakan beberapa sumber acuan yang dapat kita pertimbangkan dan gunakan dalam penyusunan pedoman penelaahan buku teks antara lain: (a) kurikulum (yang berlaku), (b) karakteristik mata pelajaran, (3) hubungan antara kurikulum, mata pelajaran, dan buku teks, (4) dasar-dasar penyusunan buku teks, (5) kualitas buku teks, (6) prinsip-prinsip penyusunan buku kerja, dan (7) penyeleksian buku kerja. Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan penyusunan buku teks tidak terlepas dari kurikulum yang berlaku. Buku teks yang dibuat tentu memiliki tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Dengan adanya penyusunan buku teks ini tetap memerhatikan prinsip- prinsip penyusunan buku teks seperti konsep yang jelas, ilustrasi, dan memiliki bahasa yang komunikatif.
2.2.4 Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)
Azizah, dkk., (2012: 1) BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) adalah istilah untuk program pembelajaran bahasa Indonesia yang dikhususkan untuk warga negara asing. Berdasarkan pendapat ahli tersebut, pembelajar BIPA ialah pembelajar yang berkebangsaan asing yang ingin belajar bahasa Indonesia.
Pembelajaran BIPA lebih kompleks dan rumit, antara lain karena siswa asing yang belajar BIPA dapat berasal dari berbagai negara (Muliastuti, 2017: 5).
Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran BIPA lebih sulit karena dipelajari oleh orang asing dari berbagai negara. BIPA banyak diminati
oleh penutur asing untuk kebutuhan tertentu. Menurut Muliastuti (2017: 1) menyatakan bahwa diperkirakan ada 45 negara mengajarkan bahasa Indonesia kepada siswa atau mahasiswa antara lain, Australia, Amerika, Kanada, Vietnam, Rusia, Korea, Jepang, dan Jerman. Oleh karena itu, pembelajaran BIPA perlu dibuat semenarik mungkin dan menggunakan bahasa yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh pembelajar asing dengan mudah. Pembelajaran BIPA di lembaga bahasa saat ini menggunakan buku terbitan Badan Bahasa yang dikeluarkan tahun 2015 yakni buku Sahabatku Indonesia sebanyak enam jilid.
2.2.5 Level BIPA (C1)
Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) dalam pembelajarannya membagi kemampuan pembelajar menjadi tiga tingkatan besar yakni tingkatan A, B dan C. Ketiga tingkatan tersebut, memiliki istilah tingkatan pemula, madya, dan lanjut. Tingkatan besar dibagi menjadi enam tingkatan diantaranya level A1, A2, B1, B2, C1 dan C2. Setiap kemampuan pada satu tingkatan dijabarkan menggunakan acuan deskripsi untuk empat keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, berbicara, dan menulis).
Menurut pedoman resmi CEFR, seseorang di level C1 memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) dapat memahami beragam teks yang lebih sulit dan lebih panjang, serta mengenali makna tersirat, 2) dapat mengekspresikan gagasan dengan fasih dan spontan tanpa kesulitan menemukan ungkapan, 3) dapat menggunakan bahasa dengan fleksibel dan efektif untuk tujuan sosial, akademik, dan profesional, dan 4) dapat menghasilkan teks yang jelas, terstruktur, dan
terperinci mengenai subjek yang kompleks, menunjukkan penggunaan pola organisasi, konektor, dan perangkat kohesif dengan terkendali. Berbeda dengan pembelajar level C2 menurut pedoman CEFR, seseorang yang berada pada level ini memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) dapat memahami dengan mudah hampir semua hal yang didengar atau dibaca, 2) dapat merangkum informasi dari berbagai sumber lisan dan tertulis, menceritakan kembali argumen dan cerita dalam presentasi yang berhubungan, dan 3) dapat mengekspresikan dirinya secara spontan, sangat fasih, dan akurat, mengerti perbedaan makna yang halus bahkan dalam situasi yang paling kompleks.
Berdasarkan pedoman tersebut, kedua level ini merupakan level pembelajar BIPA tingkat lanjut. Peneliti menyimpulkan perbedaan kedua level ini, pada level C1 pembelajar BIPA lebih mempelajari teks-teks yang panjang dan sulit untuk menemukan makna tersirat. Pada level C2 pembelajar BIPA selain mahir menemukan informasi pada teks panjang pembelajar mampu memberikan argumen dan menceritakan kembali topik-topik diskusi saat presentasi.
Pembelajar pada level C1 memiliki standar kompetensi yang harus dipenuhi. Menurut Muliastuti (2017: 38), ada beberapa deskripsi kompetensi sebagai berikut: pertama, mampu menghasilkan teks tentang topik yang sulit dengan bahasa yang jelas, terstruktur, terperinci, yang memperlihatkan pola organisasi, penggunaan penghubung dan perangkat kohesif dengan baik. Kedua, mampu memahami berbagai tulisan yang lebih panjang, menantang, berjangkauan luas, dan mengenali makna implisit. Ketiga, mampu mengekspresikan dirinya dengan lancar dan spontan tanpa terlihat dengan jelas mencari kata-kata.
Keempat, mampu menggunakan bahasa dengan fleksibel dan efektif untuk tujuan sosial, akademik, dan profesional. Kelima, mampu menghasilkan tulisan yang jelas, terstruktur dengan baik, dan detail dengan subjek yang kompleks, menunjukkan penggunaan teratur terhadap pola-pola organisasional, penghubung dan alat kohesi.
Berdasarkan pendapat Muliastuti, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajar level C1 termasuk pembelajar dengan level tinggi. Hal itu berarti pembelajar pada level ini memiliki tingkat belajar yang lebih sulit. Pembelajar dengan level C1 diharapkan mampu membuat tulisan mengenai suatu topik tertentu dengan memperhatikan struktur kalimat dan kata penghubung yang jelas.
Selain menulis, pembelajar juga diharapkan mampu memahami isi buku teks yang lebih panjang serta dapat mengemukakan pendapat dengan lancar. Dengan demikian, pembelajar level C1 semestinya dapat berkomunikasi menggunakan bahasa yang fleksibel dan efektif menyesuaikan situasi dan kondusi lingkungannya.
2.2.6 Buku Teks BIPA
Buku teks BIPA merupakan salah satu bahan ajar yang digunakan oleh pembelajar asing dalam proses pembelajaran. Menurut Muliastuti (2017: 5), bahan ajar yang tersedia untuk pengajaran BIPA di Indonesia dapat dikatakan belum banyak. Buku-buku BIPA yang tersedia sementara ini dapat diklasifikasikan atas dua kategori, yaitu (1) buku BIPA yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Indonesia dan (2) yang menggunakan bahasa pengantar B1 siswa. Dengan
demikian, peneliti menyimpulkan kategori buku BIPA yang pertama akan sulit bagi pembelajar pemula apabila mengikuti pembelajaran di kelas. Sebaliknya, bagi tingkat madya dan lanjut akan menambah kosa kata bahasa Indonesia. Untuk kategori buku BIPA kedua, akan sangat mudah bagi pemula untuk belajar Bahasa Indonesia dengan metode terjemahan. Sebaliknya, kategori kedua ini kurang cocok bagi pembelajar tingkat madya dan lanjut karena mereka menggunakan B1 pembelajar bukan belajar Bahasa Indonesia seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, pengajar BIPA perlu memilih buku teks yang sesuai dengan tingkatan pembelajar BIPA.
Badan Bahasa telah menyebarluaskan buku-buku Lentera 1 untuk tingkat dasar, Lentera 2 untuk tingkat madya, dan Lentera 3 untuk tingkat lanjut. Pada tahun 2015, Badan Bahasa menerbitkan buku Sahabatku Indonesia sebanyak enam jilid. Buku tersebut sudah memenuhi enam jenjang kompetensi siswa BIPA antara lain: A1-A2 untuk siswa BIPA tingkat pemula, B1-B2 untuk siswa BIPA tingkat madya, dan C1-C2 untuk siswa BIPA tingkat lanjut (Muliastuti, 2017: 6).
Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa bahan ajar BIPA sudah ada dan diterbitkan oleh Badan Bahasa khususnya buku teks Sahabatku Indonesia pada tahun 2015. Buku-buku tersebut sudah lengkap mulai dari tingkatan pemula, madya, dan lanjut.
2.2.7 Pengertian Keterbacaan
Tampubolon (dalam Suladi, dkk., 2000: 4), mengungkapkan bahwa keterbacaan (readability) adalah sesuai tidaknya suatu wacana bagi pembaca
tertentu dilihat dari aspek atau tingkat kesukarannya. Suladi, dkk (2000: 4) menyatakan salah satu cara untuk mendapatkan wacana yang sesuai dengan yang diharapkan adalah dengan studi keterbacaan. Kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keterbacaan merupakan salah satu cara untuk mengukur pemahaman materi yang akan memengaruhi keberhasilan pembelajar pada saat membaca. Tingkat kesulitan atau kemudahan suatu wacana dapat disesuaikan dengan kemampuan belajar pembelajar. Sesuai atau tidaknya buku teks bagi pembelajar dapat diukur dengan keterbacaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 83), keterbacaan itu merupakan perihal yang dapat dibacanya teks secara cepat, mudah dimengerti, dipahami, dan mudah pula diingat. Berpedoman dari KBBI pengertian keterbacaan ialah isi suatu wacana yang dapat dimengerti pembelajar dengan menggunakan bahasa yang baik dan sederhana. Suladi, dkk (2000: 13) menyatakan tingkat keterbacaan sebuah buku dipengaruhi dua faktor yakni tingkat kecerdasan siswa dan cara penyajian buku itu sendiri. Hubungan antara tingkat keterbacaan dan pembaca itu terkait erat dengan keberhasilan membaca. Adanya studi keterbacaan berguna dalam penentuan wacana yang sesuai dengan minat baca siswa. Oleh karena itu, keterbacaan buku teks sangat penting dilakukan untuk menguji tingkat kesesuaian suatu wacana bagi pembelajar BIPA level C1.
2.2.8 Grafik Fry
Grafik Fry dirumuskan oleh Edward Fry. Grafik ini mulai dipublikasikan tahun 1977 dalam majalah Jaurnal of Reading. Grafik Fry merupakan hasil upaya
untuk menyederhanakan dan mengefisienkan teknik penentuan tingkat keterbacaan wacana. Formula ini mendasarkan pengukuran keterbacaan pada dua faktor utama, yaitu panjang-pendeknya kalimat dan tingkat kesulitan kosakata yang ditandai oleh jumlah (banyak-sedikitnya) suku kata yang membentuk setiap kosakata dalam wacana tersebut (Abidin, 2012: 54).
Langkah-langkah penggunaan Grafik Fry menurut Forgan dan Mangrum II dalam Abidin (2012: 55) sebagai berikut.
a. Pilihlah seratus kata dari wacana yang akan diukur keterbacaannya.
Jika dalam wacana tersebut nama, deret angka, dan singkatan, ketiganya dihitung satu kata. Kata ulang juga dianggap satu kata. Kata dalam judul bab atau subbab tidak boleh dihitung. Nama misalnya, Tono, singkatan misalnya SIM, dan tahun misalnya, 2012, masing- masing dihitung satu kata.
b. Hitunglah jumlah kalimat yang terdapat dalam keseratuskata terpilih tersebut. Jika kalimat akhir tidak tepat pada titik, perhitungannya adalah jumlah kalimat lengkap ditambah jumlah kata pada kalimat terakhir yang masuk pada kata keseratus dibagi jumlah keseluruhan kata kalimat terakhir. Misalnya dari keseratus kata yang telah dipilih ada 7 kalimat lengkap dan pada kalimat terakhir kata yang masuk keseratus kata ada 8 kata sedangkan jumlah kata dalam kalimat itu seluruhnya adalah 16 kata, jumlah kalimatnya adalah 7 + 8/16 = 7,5 kalimat.
c. Hitunglah jumlah suku kata dari keseratus kata yang telah dipilih.
Kata yang berupa deret angka dan singkatan dianggap masing-masing huruf/angkanya satu suku kata. Karena jumlah suku kata bahasa Indonesia dan bahasa Inggris berbeda, jumlah suku kata yang telah dihitung tersebut selanjutnya harus dikalikan 0,6 (Harjasujana dan Mulyati, 1997). Misalnya jumlah suku kata keseratus kata terpilih adalah 250 suku kata maka jumlah suku kata yang sebenarnya adalah 250 × 0,6 = 150 suku kata.
d. Plotkan hasil perhitungan di atas ke dalam Grafik Fry. Pembacaan hasil akhir merupakan pertemuan antara garis diagonal dan vertikal yang dihasilkan dari jumlah suku kata dan jumlah kalimat. Jika hasilnya terletak pada satu kolom tertentu, itulah tingkat kesulitan wacana tersebut.
e. Guna menghindari kesalahan, tentukanlah hasil akhir pengukuran dengan menambahkan satu tingkat dan mengurangi satu tingkat.
Misalnya pertemuan garis terletak pada kelas 12, wacana tersebut dianggap cocok dibaca siswa kelas 11, 12 dan 13. Jika pertemuan garis tersebut jatuh pada daerah yang diarsir, wacana tersebut dikategorikan wacana yang tidak valid.
Grafik Fry
Angka-angka yang berderet tegak lurus dalam grafik Fry merupakan jumlah kalimat per seratus kata, sedangkan angka yang berderet pada garis mendatar menunjukkan jumlah suku kata per seratus kata. Angka-angka yang berada di tengah grafik dan diantara garis-garis penyekat dari grafik tersebut menunjukkan perkiraan tingkatan (grade) dari keterbacaan wacana yang diukur.
Tingkatan (grade) diuraikan sebagai berikut: (a) angka 1, 2, 3 menunjukkan tingkat (grade) yang sesuai untuk BIPA level A1, (b) angka 4, 5, 6 menunjukkan tingkat (grade) yang sesuai untuk BIPA level A2, (c) angka 7, 8 menunjukkan tingkat (grade) yang sesuai untuk BIPA level B1, (d) angka 9, 10 menunjukkan tingkat (grade) yang sesuai untuk BIPA level B2, (e) angka 11, 12 menunjukkan tingkat (grade) yang sesuai untuk BIPA level C1, dan (f) angka 13, 14, 15, dan seterusnya menunjukkan tingkat (grade) yang sesuai untuk BIPA level C2.
Kolom grafik Fry yang diarsir hitam/daerah hitam menunjukkan bahwa wacana tersebut tidak bisa digunakan/tidak sah. Hal itu berarti jika hasil
pertemuan garis tegak lurus dan mendatar dari 12 wacana jatuh pada daerah hitam, wacana tersebut tidak bisa digunakan. Oleh karena itu, wacana yang tidak sah sebaiknya tidak digunakan dan diganti dengan wacana lain yang sesuai.
2.2.9 Formula SMOG (Simple Measure of Gobbledygook)
Simple Measure of Gobbledygook (SMOG) dikembangkan oleh McLaoughlin pada tahun 1969. McLaughlin menciptakan formula ini sebagai perbaikan terhadap formula lain. Formula yang dikembangkan oleh McLaughlin ini untuk mengukur keterbacaan wacana sekolah dasar dan menegah. Pengukuran keterbacaan dengan menggunakan formula SMOG dimaksudkan untuk mengukur kesesuaian antara bacaan dan usia pembaca. Biasanya seorang peneliti mengukur tingkat keterbacaan itu dari kata-kata, jumlah kata dalam sebuah kalimat, dan rata- rata suku kata dari setiap kata (Abidin, 2012:56).
Prosedur penggunaan formula SMOG dalam mengukur tingkat keterbacaan sebuah wacana menurut Forgan dan Mangrum II dalam Abidin (2012:56) dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Pilihlah 30 kalimat dari wacana yang akan diukur. Ketiga puluh kalimat tersebut diambil dari 10 kalimat di awal wacana, 10 kalimat di tengah wacana, dan 10 kalimat dari akhir wacana.
b. Bacalah ketiga puluh kalimat tersebut kemudian hitunglah setiap kata yang memiliki tiga atau lebih suku kata. Kata yang sama tetap dihitung. Ingatlah bahwa kata-kata tersebut tidak perlu secara khusus dipecah menjadi suku kata, tetapi cukup secara sederhana Anda beri
ceklis di atas kata yang terdiri atas tiga atau lebih suku kata. Misalnya, jumlah kata bersuku kata tiga atau lebih yang Anda temukan adalah sebagai berikut.
1) Awal wacana = 21 kata 2) Tengah wacana = 22 kata 3) Akhir wacana = 8 kata
Jumlah kata yang bersuku kata 3 atau lebih adalah 51 kata.
c. Perkirakan akar kuadrat dari jumlah kata yang memiliki tiga suku kata atau lebih. Jika jumlah tersebut tidak memiliki hasil akar kuadrat yang tepat, ambillah akar kuadrat yang paling dekat. Misalnya jumlah kata yang memiliki tiga atau lebih suku kata adalah 51, akar kuadarat utuh yang terdekat adalah 49 (7×7). Jika jumlah kata yang mengandung 3 atau lebih suku kata terletak di tengah dua akar kuadrat utuh, sebaiknya pilih akar kuadrat yang berada di bawahnya. Misalnya jumlah katanya 72, pilihlah akar kuadrat 64 (8×8) bukan 81 (9×9).
d. Tambahkan 3 pada akar kuadarat dari jumlah kata yang bersuku kata 3 atau lebih. Misalnya, dalam wacana kita menemukan 51 kata yang bersuku kata 3 atau lebih, akar kuadarat perkiraannya adalah 7, sehingga pada perhitungan akhirnya adalah 7 + 3 = 10. Angka akhir inilah yang menunjukkan tingkat kesulitan wacana, yakni wacana tersebut tepat digunakan oleh siswa kelas 10. Jika jumlah katanya 72, akar kuadrat yang dipilih adalah 8 sehingga tingkat kesulitan wacana
tersebut adalah 8+3=11. Dengan demikian wacana tersebut cocok digunakan untuk siswa kelas 11.
Tabel 1
Tingkat Keterbacaan Buku Menurut G. Harry McLaughlin Jumlah Kata yang ≥3
Suku Kata Usia
0-2 4
3-6 5
7-12 6
13-20 7
21-30 8
31-42 9
43-56 10
57-72 11
73-90 12
91-110 13
111-132 14
133-156 15
157-182 16
183-210 17
211-240 18
Tabel di atas menunjukkan jumlah kata yang ≥3 suku kata dan batas usia yang sesuai berdasarkan formula SMOG. Batas usia pembelajar BIPA berdasarkan SMOG diuraikan sebagai berikut: (a) usia 4 – 8 tahun sesuai untuk BIPA level A1, (b) usia 9 – 10 tahun sesuai untuk BIPA level A2, (c) usia 11 – 12 tahun sesuai untuk BIPA level B1, (d) usia 13 – 14 tahun sesuai untuk BIPA level B2, (e) usia 15 – 16 tahun sesuai untuk BIPA level C1, dan (f) usia 17 – 18 tahun ke atas sesuai untuk BIPA level C2. Dengan demikian, batas usia dalam penelitian terhadap buku teks Sahabatku Indonesia level C1 berdasarkan SMOG berada pada usia 15 dan 16 tahun.
2.2.10 Autentisitas
Widharyanto (2016) mengungkapkan autentisitas tidak dipandang sebagai dikotomis yang mengacu pada pengkategorian autentik atau tidak autentik, melainkan kontinum yang menunjuk pada tinggi dan rendah atau banyak dan sedikit sifat autentik. Di dalam kelas bahasa Indonesia sangat mungkin guru mengupayakan autentisitas yang maksimal dengan memanfaatkan sifat-sifat autentik meskipun tetap tidak mungkin mencapai autentisitas absolute karena sifat kelas bahasa adalah bentuk rekayasa pembelajaran (Widharyanto, 2016).
Berdasarkan pengertian di atas, autentisitas bukan merupakan pengkategorian autentik atau tidak autentik melainkan suatu rangkaian yang menunjuk pada tinggi dan rendah sifat autentik. Sifat-sifat autentik itu terkait antara lain dengan: (1) bahasa yang dipelajari, (2) sumber bahan ajar pembelajaran, (3) tugas-tugas pembelajaran, dan (4) bentuk tes dalam pembelajaran BIPA (Widharyanto, 2001:16). Menurut Nurgiyantoro (2011:23) penilaian autentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan. Penilaian autentik yang diharapkan dapat menunjukkan dunia nyata, sehingga pembelajar tidak merasa asing saat mengalaminya di kehidupan sehari- hari.
Seleksi bahan pembelajaran BIPA merupakan suatu hal penting yang harus dihadapi oleh seorang pengajar BIPA. Berdasarkan isu-isu yang muncul berkaitan dengan sumber bahan-bahan pembelajaran BIPA, terdapat tiga isu yang menjadi polemik perdebatan. Ketiga polemik perdebatan menurut Widharyanto (2017: 3)
yaitu (1) bahan itu murni dibuat dan dihasilkan oleh pengajar BIPA sendiri, (2) bahan itu diambil oleh pengajar BIPA dari bahan-bahan yang ada dalam komunikasi sehari-hari dan mengalami modifikasi seperlunya oleh pengajar, dan (3) bahan diambil oleh pengajar BIPA dari bahan-bahan yang ada dalam komunikasi sehari-hari tanpa mengalami modifikasi sama sekali dari pengajar BIPA. Berdasarkan pendapat tersebut, ketiga polemik yang diuraikan memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Tipe bahan pembelajaran yang pertama memiliki tingkat kesulitan yang lebih rendah dari kedua tipe bahan pembelajaran yang lainnya. Hal itu karena pengajar dapat menyesuaikan bahan pembelajaran dengan materi yang akan diajarkan menggunakan imajinasi seperti percakapan, pengumuman, surat dan sebagainya. Tipe bahan kedua biasanya menggunakan bahasa sehari-hari yang telah dimodifikasi. Tipe ini juga disebut sebagai moderat atau simplifikasi. Tipe bahan pembelajaran ketiga ini merupakan bahan yang asli tanpa adanya campur tangan dari pengajar BIPA. Tipe bahan ketiga ini memiliki tingkat kesulitan yang paling tinggi dari kedua tipe yang ada.
Tabel 2
Tingkat Autentisitas Materi Ajar Bahasa Indonesia
Campur Tangan Keaslian dan Kealamiahan Guru Materi
Tinggi Rendah
Rendah Tinggi Materi Tipe 1
Materi Tipe 2 Materi Tipe 3
Tingkat autentisitas buku teks Sahabatku Indonesia diuraikan sebagai berikut: (1) Tingkat autentik rendah untuk BIPA level A1 dan A2, hal itu disebabkan oleh level A1 dan A2 masih tergolong tingkat pemula sehingga mempelajari teks-teks yang dibuat oleh guru secara alami. (2) Tingkat autentik simplifikasi atau modifikasi untuk BIPA level B1 dan B2, hal itu disebabkan oleh level B1 dan B2 merupakan tingkat madya yang mempelajari teks asli dengan hasil modifikasi guru. (3) Tingkat autentik tinggi untuk BIPA level C1 dan C2, hal itu disebabkan oleh level C1 dan C2 merupakan tingkat lanjut yang mempelajari teks-teks panjang dan rumit.
2.3 Kerangka Berpikir
Peneliti akan memaparkan kerangka berpikir dengan judul penelitian
“Tingkat Keterbacaan Buku Teks Sahabatku Indonesia Terbitan Badan Bahasa untuk Level C1 Berdasarkan Grafik Fry, SMOG, dan Autentisitasnya”. Buku teks Sahabatku Indonesia terbitan Badan Bahasa inilah yang menjadi objek penelitian untuk mengetahui tingkat keterbacaannya. Keterbacaan merupakan ukuran sesuai tidaknya wacana yang cocok untuk digunakan oleh pembelajar. Terdapat tiga cara yang dipilih peneliti untuk mengukur tingkat keterbacaan buku teks tersebut.
Ketiga cara itu diantaranya menggunakan formula grafik Fry, formula SMOG, dan autentisitas buku teks Sahabatku Indonesia. Grafik Fry untuk menyederhanakan dan mengefisienkan teknik penentuan tingkat keterbacaan wacana. Formula SMOG untuk mengukur kesesuaian antara bacaan dan usia pembaca berdasarkan ketentuan yang ada. Selanjutnya, keautentikan buku teks merupakan rangkaian
yang menunjuk pada tinggi dan rendah sifat autentik. Setelah peneliti melakukan ketiga cara tersebut, harapannya peneliti dapat menemukan hasil kesesuaian buku teks Sahabatku Indonesia untuk pembelajar BIPA Level C1.
Bagan 1
Alur Kerangka Berpikir
Tingkat Keterbacaan Buku Teks Sahabatku Indonesia Terbitan Badan Bahasa Untuk Level C1 Berdasarkan Grafik Fry, SMOG, dan
Autentisitasnya
Tingkat keterbacaan sebagai ukuran sesuai tidaknya wacana yang cocok untuk digunakan oleh pembelajar.
Formula grafik Fry oleh Edward Fry untuk
menyederhanakan dan
mengefisienkan teknik penentuan tingkat keterbacaan wacana.
Formula SMOG oleh
G. Harry
Melaughlin untuk mengukur
kesesuaian antara bacaan dan usia pembaca.
Wacana buku teks Sahabatku Indonesia yang sesuai untuk pembelajar BIPA level C1
Autentisitas merupakan rangkaian yang menunjuk pada tinggi dan rendah sifat autentik.
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab metodologi penelitian, terdapat tujuh uraian antara lain (1) jenis penelitian, (2) populasi dan sampel penelitian, (3) sumber data dan data penelitian, (4) teknik pengumpulan data, (5) instrumen penelitian, (6) teknik analisis data, dan (7) triangulasi. Ketujuh uraian tersebut membahas terkait metode yang dilakukan dalam penelitian. Adapun penjabaran masing-masing ketujuh hal di atas sebagai berikut.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan untuk mengetahui “Tingkat Keterbacaan Buku Teks Sahabatku Indonesia Terbitan Badan Bahasa Level C1 Berdasarkan Grafik Fry, SMOG dan Autentisitasnya” menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Ali dan Kadir (2014: 63), deskriptif adalah penelitian yang melukiskan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, dan sebagainya yang merupakan objek penelitian. Ali dan Kadir, (2014: 68) menyatakan penelitian kuantitatif yang juga disebut metode kuantitatif adalah metode yang berpangkal pada peristiwa yang dapat diukur secara kuantitatif atau yang dapat dinyatakan dengan angka (skala, indeks, rumus, dan sebagainya). Dengan demikian, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian deskriptif kuantitatif karena penelitian kuantitatif menjabarkan data-data numerik yang dilakukan pada perhitungan grafik Fry dan formula SMOG. Setelah itu, peneliti mendeskripsikan data-data analisis dari grafik Fry, SMOG, dan tingkat autentisitasnya.