Bab VII
RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA
7.1. SEKTOR PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN (PKP)
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
7.1.1. Arahan Kebijakan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:
1. Undang‐Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015‐2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang‐Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta
pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.
Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau‐pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
7.1.2. Kondisi Eksisting dan Isu Strategis
Kondisi Permukiman di Kabupaten Kotawaringin Barat dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu permukiman non formal yang terdiri dari perkampungan swadaya masyarakat diatas tanah legal dan yang menempati tanah negara (tepian sungai). Sedangkan permukiman formal yang berupa perumahan/real estate yang dibangun oleh pengembang.
Permukiman non formal berkembang secara tidak teratur yang menempati lahan/tanah legal dan tanah negara. Permukiman yang menempati tanah negara berada pada tepian Sungai Arut. Pola permukiman tepian sungai adalah tidak teratur mengikuti alur sungai dengan letak bangunan sekitar 5‐7 meter dari bibir sungai. Batas perumahan dengan sungai tidak pasti, yang mana sebagian dibatasi oleh jembatan (titian) dan sebagian dengan turap (tanggul) yang sekaligus digunakan sebagai jalan lingkungan. Namun sebagian langsung dengan bibir sungai dengan kondisi bangunan rumah berbahan kayu dengan tipe bangunan panggung.
Sementara itu pengembangan perumahan formal di Kabupaten Kotawaringin Barat telah dilakukan sejak tahun 1995 sampai sekarang.
Lokasi perumahan disiapkan oleh pengembang dan bukan lokasi yang disediakan melalui Kasiba/Lisiba sehingga jumlah rumah yang terbangun rata‐rata sedikit.
Adapun isu strategis kondisi permukiman di Kabupaten Kotawaringin Barat berdasarkan kondisi eksisting adalah sebagai berikut:
a) Masih relatif rendahnya daya beli masyarakat akan perumahan tersebut dapat menumbuhkan permukiman mandiri yang tidak terkendai sehingga menjadi kumuh dan illegal
b) Pertumbuhan permukiman kumuh dan illegal yang tidak terkendali menyebabkan kondisi lingkungan permukiman yang buruk dan tidak sehat sehingga dapat menurunkan citra kawasan perkotaan
c) Koordinasi antar instansi dan pengembang masih lemah sehingga hunian terbangun tidak seiring dengan kebijakan
7.1.3. Sasaran Program Pengembangan Sektor PKP
Pembangunan perumahan dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang layak bagi masyarakat dan/atau untuk pemukiman kembali (resettlement) sebagai akibat dari pembangunan prasarana dan sarana Kabupaten. Pembangunan perumahan dilakukan dengan pengembangan perumahan yang sudah ada maupun pembangunan perumahan baru. Pembangunan perumahan baru dilakukan secara intensif (vertikal dan horisontal) dengan pemanfaatan lahan secara optimal pada kawasan‐kawasan di luar kawasan lindung dengan fungsi kegiatan perumahan permukiman.
Untuk klasifikasi dari permukiman yang ada di Kabupaten Kotawaringin Barat dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a) Permukiman yang dibangun oleh pribadi (masyarakat) b) Permukiman yang dibangun oleh pengembang
c) Permukiman/rumah dinas
Jika dilihat dari kecenderungan yang ada pada umumnya permukiman yang dibangun oleh pribadi (masyarakat) ada tiga jenis yaitu yang tertata dengan rapi, sembarangan dan tidak teratur, serta kampung kumuh. Permukiman yang dibangun/dikembangkan oleh pengembang umumnya berupa rumah dalam berbagai tipe, sedangkan untuk rumah dinas tidak ada penambahan.
Pengembangan kawasan perumahan dan permukiman di Kabupaten Kotawaringin Barat ditentukan berdasarkan atas luasan kapling rumah dibawah ini:
a) Rumah kapling kecil, setidaknya seluas ≥200 meter persegi.
b) Rumah kapling menengah, luas lahan antara >250 meter persegi.
c) Rumah kapling besar, luas lahan >500 meter persegi.
Arahan pengembangan untuk kawasan perumahan di Kabupaten Kotawaringin Barat pada masa mendatang adalah sebagai berikut :
a) Pembangunan rumah tidak boleh merusak kondisi lingkungan yang ada.
b) Dalam penataan rumah harus memperhatikan lingkungan dan harus berpegang pada ketentuan KDB dan KLB yang telah ditetapkan.
c) Pada kawasan‐kawasan atau lokasi‐lokasi yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan bersifat khusus sebaiknya tidak
dialihfungsikan untuk permukiman atau kegiatan lain yang diperkirakan dapat menurunkan kualitas lingkungan.
d) Mendorong partisipasi masyarakat untuk mengadakan rumah sendiri tetapi penataannya harus mengikuti rencana tata ruang dan advis planning yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum/atau instansi yang menangani tentang permukiman dan perumahan
e) Untuk pengembangan perumahan yang dilakukan oleh developer harus disertai juga dengan pembangunan fasilitas umum dan sosial terutama pada RTH dan lapangan olah raga, tempat ibadah, makam, perbelanjaan, serta jalan yang menghubungkan dengan jalan yang ada disekitarnya dan jalan utama kota.
Rencana pengembangan perumahan di Kabupaten Kotawaringin Barat adalah sebagai berikut:
a) Pembangunan kawasan perumahan baru
Berdasarkan proyeksi penduduk diarahkan merata pada pusat pelayanan permukiman (PPL) untuk menghindari jumlah penduduk yang terpusat di Kota Pangkalan Bun dan Kota Kumai.
b) Peningkatan lingkungan perumahan kampung perkotaan
Terpusatnya jumlah penduduk di Kecamatan Arut Selatan dikhawatirkan dapat berdampak pada munculnya lingkungan permukiman kumuh sehingga perlu dilakukan pengawasan terhadap setiap pembangunan rumah baru agar tidak melanggar batas‐batas sempadan sungai.
c) Peningkatan lingkungan perumahan kampung perdesaan
Dapat dilakukan dengan pengembangan sarana dan prasarana permukiman serta perbaikan akses antar desa sehingga tidak terjadi pertumbuhan kawasan yang tidak seimbang/tertinggal.
d) Penyediaan lahan lisiba dan kasiba
8
Tabel 7.1.
Matriks Sasaran Program Sektor PKP
NO URAIAN SASARAN PROGRAM SASARAN
PENANGANAN
SASARAN PROGRAM TAHUN KET
I TAHUN II TAHUN III
TAHUN IV
TAHUN V
‐1 ‐2 ‐3 ‐4 ‐5 ‐6 ‐7 ‐8 ‐9
1 Peningkatan kualitas permukiman kumuh Kel.
Mendawai Seberang, Kec. Arut Selatan 1,5 Ha ‐ ‐ 0,5
Ha
0,5 Ha
0,5
Ha
2 Peningkatan kualitas permukiman kumuh Kel.
Raja Seberang, Kec. Arut Selatan 1,5 Ha ‐ ‐ 0,5
Ha
0,5 Ha
0,5
Ha
3
Penyusunan Rencana Tindak Penanganan Kawasan Permukiman Kumuh Kab.
Kotawaringin Barat 1 Lap
1
Lap
4 Penataan infrastruktur fasilitas umum kel.
mendawai seberang 1,5 Ha
0,5 Ha
0,5 Ha
0,5
Ha
5 Penataan infrastruktur fasilitas umum kel.
mendawai seberang 1 Ha
6 Peningkatan jalan natai raya
1 kws
1
kws
7 Penataan / Peningkatan Infrastruktur
Permukiman Kawasan Kumuh (SPPIP/RPKPP) 1 Ha 0,5 Ha 0,5 Ha 8 Penataan infrastruktur SMK Muhammadiyah
Kel. Sidorejo 1 Ha 0,5 Ha 0,5 Ha
9
9 Peningkatan jalan masuk pesantren desa sungai
tendang 1 Ha 0,5 Ha 0,5 Ha
1 0
Peningkatan PSD Permukiman Perdesaan Kws
Agropolitan Kab Kobar 1 Ha 1 Ha
1 1
Penataan infrastruktur SMK Muhammadiyah Kel
Sidorejo 1 Ha 1 Ha
7.2. SEKTOR PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (PBL)
7.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang‐
undang dan peraturan antara lain:
1. UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk didalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.
Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis‐jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5. Permen PU No. 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor‐sektornya.
7.2.2. Kondisi Eksisting dan Isu Strategis
Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program P2KP/PNPM
adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.
Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010‐2014, di samping kegiatan non‐fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah melakukan peningkatan prasarana lingkunganpermukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota. Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten/Kota perlu dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam;
penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;
Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan
SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;
Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah‐daerah rawan bencana;
Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;
Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang‐undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program‐
program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.
Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.
Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4°C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10‐25 cm selama abad ke‐20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan‐kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei‐11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 ‐ 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu
"Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.
Dari agenda‐agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in‐cash sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen‐dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi; b) RTH; c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan; d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.
7.2.3. Sasaran Program Pengembangan PBL
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL di Kabupaten Seruyan, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010. Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
b. RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan
lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:
Program Bangunan dan Lingkungan;
Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
Rencana Investasi;
Ketentuan Pengendalian Rencana;
Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
c. RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara‐cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang
terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
d. Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
e. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel 6.19, yang dapat dijadikan acuan bagi
Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sector Penataan Bangunan Dan Lingkungan.
Tabel 7.2.
Matriks Sasaran Program Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
7.3. SEKTOR PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM) 7.3.1 Arahan Kebijakan
Beberapa arahan kebijakan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
1. Undang‐Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pada pasal 40
Arahan UU no 7 tahun 2004 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk
TAHUN I TAHUN II TAHUN III TAHUN IV TAHUN V
-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8
1 Pembangunan PSD Penataan Lingkungan
Tradisional/Bersejarah Kawasan istana Al Nursari 1 Ha 0,5 Ha 0,5 Ha
2 Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan
Revitalisasi Kawasan Istana Mangkubumi 1 Lap 1 Lap
3 Pembangunan PSD Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kws. Tugu Sambi Desa Sambi, Kec. Arut Utara
1 Ha
0,5 Ha 0,5 Ha
4 Penyusunan Rencana Tindak Penataan Ruang
Terbuka Hijau Kws. Tugu Sambi 1 Lap 1 Lap
6 Pendampingan Penyusunan RTBL Kawasan Strategis
Waterfront City Pangkalan Bun 1 Kab/kota 1 Kab/kota
7 Penyusunan DED Penataan RTH Kawasan Tugu
Sambi 1 Kws 1 Kws
8 Penataan Kawasan Revitalisasi Tradisional Bersejarah
Istana Kuning Istana Mangkubumi 1 Kws 1 Kws
9 Penataan Kawasan Pengembangan Destinasi Wisata Taman Nasional Tanjung Puting TNTP Kec Kumai
1 Kws 1 Kws
NO URAIAN SASARAN PROGRAM SASARAN
PENANGANAN
SASARAN PROGRAM
pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2. Undang‐Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005‐2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Dalam peraturan ini berisi bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.
7.3.2. Kondisi Eksisting dan Isu Strategis
Penanganan air bersih yang dikelola oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) di Kabupaten Kotawaringin Barat umumnya telah menjangkau sampai wilayah kelurahan yang ada. Namun pemanfaat air bersih dari PDAM masih relative rendah, karena sebagian masyarakat masih lebih nyaman menggunakan air sumur gali atau air sungai. Pelanggan PDAM di Kabupaten Kotawaringin Barat terdiri dari kelompok rumah tangga, niaga (besar &
kecil), industri (besar & kecil), sosial (RS, tempat ibadah, dan lainnya), instansi pemerintah, dan pelanggan khusus. Total jumlah pelanggan air bersih di Kabupaten Kotawaringin Barat pada tahun 2008 adalah 8.246 pelanggan dengan air yang disalurkan sebanyak 2.579.358 m3.
Sebagian masyarakat yang tidak menggunakan jasa PDAM, khususnya di perkotaan mengelola penyediaan air bersihnya secara individu. Sarana dan prasarana penyediaan air minum penduduk pada umumnya masih banyak menggunakan air baku dari sumur atau sungai yang dipompa ke dalam penampungan (drum, tong atau reservoir penduduk). Untuk penduduk disekitar tepian sungai banyak yang mengambil air dari sungai dan penduduk yang jauh dari sungai menggunakan air baku dari sumur gali. Air baku tersebut dipompa ke reservoir atau tong penampung air dirumah
penduduk. Penduduk ini menggunakan air sungai dan sumur sebagai sarana pekerluan air bersih, baik untuk minum, mandi, cuci maupun kakus (MCK), yang belum terjamin kesehatannya. Adanya keterbatasan cakupan pelayanan dan masih mudahnya pengambilan air tersebut menyebabkan animo masyarakat untuk menggunakan sambungan rumah dari PDAM masih relative kecil.
Adapun isu strategis kondisi pengembangan air bersih di Kabupaten Kotawaringin Barat berdasarkan kondisi eksisting adalah sebagai berikut:
a) Kebutuhan air bersih di permukiman kumuh dan illegal sebagian besar bersumber dari air permukaan/ air tanah dan enggan menggunakan air bersih bersumber dari PAM
b) Permukiman kumuh dan illegal yang tidak terkendali menyebabkan pengambilan air tanah (sumur) secara berlebih yang dapat menggagnggu system hidrologi
c) Kondisi lingkungan yang buruk ini akan mengakibatkan pencemaran air permukaan terutama oleh air limbah tinja (sanitasi buruk)
7.3.3. Sasaran Program Pengembangan SPAM
Adapun rencana pengembangan sistem air bersih di Kabupaten Kotawaringin Barat adalah sebagai berikut :
a) Rencana pengembangan sistem air bersih diusahakan terintegrasi dengan pelayanan sistem air bersih eksisting yang telah ada.
b) Terkait dengan cakupan pelayanannya, diusahakan untuk ditambah seluas mungkin hingga akhir tahun perencanaan.
c) Mengintegrasikan pengembangan sistem air bersih dengan sistem jaringan jalan, sehingga semua kawasan yang memiliki
tingkat kemudahan aksesibilitas dapat memperoleh pelayanan air bersih yang memadai.
d) Terkait dengan sumber air baku, maka diusahakan menggunakan sumber air baku yang terdekat dengan wilayah pelayanannya.
e) Proses pengolahan air bersih diusahakan menggunakan sistem konvensional atau menggunakan paket dalam negeri untuk memudahkan operasional dan perawatan.
f) Distribusi pelayanan sistem air bersih diusahakan dilakukan dengan menggunakan sistem gravitasi.
g) Kawasan‐kawasan prioritas dalam penyediaan kebutuhan air bersih di Kabupaten Kotawaringin Barat
26
Tabel 7.3.
Matriks Sasaran Program Sektor SPAM
NO URAIAN SASARAN PROGRAM
SASARAN PENANGANA
N
SASARAN PROGRAM
Vol Satuan TAHUN I TAHUN II
TAHUN III
TAHUN IV
TAHUN V
‐1 ‐2 ‐3 ‐4 ‐5 ‐6 ‐7 ‐8
1 BANPRO PDAM KAB. KOTAWARINGIN BARAT 1 paket 10 Ltr/dt 2
P/P PIPA DAN ACCESSORIES PIPA IKK MENDAWAI SEBERANG, KEC. ARUT SELATAN, KAB. KOTAWARINGIN
BARAT 1 paket 10 Ltr/dt
3 PEMBUATAN PAKET IPA KAP. 10 L/DT LENGKAP IKK
KUMPAI BATU, KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT 1 paket 10 Ltr/dt 4 Pengadaan/Pemasangan Pipa dan Accesories Pipa
Kawasan Kumuh Raja Seberang Kab. Kotawaringin Barat 1 paket
10
Ltr/dt
5 Pengadaan dan Pemasangan Jaringan Pipa Distribusi
Kotawaringin Barat 1 paket
10
Ltr/dt
6 SPAM IKK KUMPAI BATU IPA KAP. 10 L/DT, KAB.
KOTAWARINGIN BARAT 1 paket
10
Ltr/dt
7 BANPRO PDAM KAB. KOTAWARINGIN BARAT 1 PDAM
10
Ltr/dt
8 P/P PIPA DAN ACCESSORIES PIPA IKK PANGKALAN LADA,
KAB. KOTAWARINGIN BARAT 1 paket
10
Ltr/dt
27
NO URAIAN SASARAN PROGRAM
SASARAN PENANGANA
N
SASARAN PROGRAM
Vol Satuan TAHUN I TAHUN II
TAHUN III
TAHUN IV
TAHUN V
‐1 ‐2 ‐3 ‐4 ‐5 ‐6 ‐7 ‐8
9 Penambahan kapasitas IKK mendawai seberang Kap.
10l/dt 10 ltr/dt
10
Ltr/dt
10 Jaringan perpipaan dia.110 mm desa kubu 10 ltr/dt 10 Ltr/dt 11 Pembuatan SPAM Sederhana Kap.2,5 l/dt dan Perpipaan
Distribusi Ds. Sungai Bakau (Desa Pesisir) 10 Desa
10
Ltr/dt
12
OPTIMALISASI IKK UNTUK MBR PENGADAAN DAN PEMASANGAN PIPA PVC DIA. 200,150, 100, 75 MM IKK
KUMAI DS. SEI KUNYIR 10 ltr/dt
10
Ltr/dt
13 P/P Pipa PVC dia.6" L=6.000m dan Accessories Pipa IKK
Pangkalan Banteng 10
Kawasa
n
10
Ltr/dt
14 Pembuatan SPAM Sederhana Kap.2,5 l/dt dan Perpipaan
Distribusi Ds. Keraya (Desa Pesisir) 10 ltr/dt
10
Ltr/dt
15 SPAM di Kawasan MBR (Optimalisasi IKK) 10 paket
10
Ltr/dt
16 Pembuatan Air Bersih Desa Pandu 10 ltr/dt
10
Ltr/dt
17 Pembuatan Air Bersih Tempayung 10 ltr/dt
10
Ltr/dt
18 Pembuatan Air Bersih Desa Lalang 10 ltr/dt 10
28
NO URAIAN SASARAN PROGRAM
SASARAN PENANGANA
N
SASARAN PROGRAM
Vol Satuan TAHUN I TAHUN II
TAHUN III
TAHUN IV
TAHUN V
‐1 ‐2 ‐3 ‐4 ‐5 ‐6 ‐7 ‐8
Ltr/dt 19 Pembuatan Air Bersih Desa Sukamulya Kecamatan
Kotawaringin Lama 10 ltr/dt
10
Ltr/dt 20 Pembuatan Air Bersih Desa Kondang 10 ltr/dt 10 Ltr/dt
21 Pembuatan Air Bersih Desa Rungun 10 ltr/dt
10
Ltr/dt 22 Pembuatan Air Bersih Desa Pandu 10 ltr/dt 10 Ltr/dt
23 Pembuatan Air Bersih Desa Ipuh Bangun Jaya Kecamatan
Kotawaringin Lama 10 ltr/dt
10
Ltr/dt 24 Pembuatan Air Bersih Desa Palih Baru Kecamatan
Kotawaringin Lama 10 ltr/dt 10 Ltr/dt
25 Pembuatan Air Bersih Sungai Sekonyeri Kecamatan Kumai 10 ltr/dt
10
Ltr/dt 26 Pembuatan Air Bersih Desa Runtu Kecamatan Arut
Selatan 10 ltr/dt 10 Ltr/dt
27 Pembuatan Air Bersih Desa Medang Sari Kecamatan Arut
Selatan 10 ltr/dt
10
Ltr/dt 28 Pembuatan Air Bersih Sebuai Timur Kecamatan Kumai 10 ltr/dt
10
Ltr/dt
29
NO URAIAN SASARAN PROGRAM
SASARAN PENANGANA
N
SASARAN PROGRAM
Vol Satuan TAHUN I TAHUN II
TAHUN III
TAHUN IV
TAHUN V
‐1 ‐2 ‐3 ‐4 ‐5 ‐6 ‐7 ‐8
29 Pembuatan Air Bersih Desa Kebun Agug Kecamatan
Pangkalan Banteng 10 ltr/dt
10
Ltr/dt 30 Pembuatan Air Bersih Sungai Kuning Kecamatan
Pangkalan Banteng 10 ltr/dt 10 Ltr/dt
31 Pembuatan Air Bersih Desa Kebun Agug Kecamatan Arut
Utara 10 ltr/dt
10
Ltr/dt 32 Pembuatan Air Bersih Desa Sumber Agung Kecamatan
Pangkalan Lada 10 ltr/dt
10 Ltr/dt 33 Pembuatan Air Bersih Desa Purbasari Kecamatan
Pangkalan Lada 10 ltr/dt
10 Ltr/dt 34 Pembuatan Air Bersih Desa Kebun Agug Kecamatan Arut
Utara 10 ltr/dt
10
Ltr/dt 35 Pembangunan SPAM Kota Pangkalan Bun 10 ltr/dt 10 Ltr/dt
7.4. SEKTOR PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN (PPLP)
7.4.1. Air Limbah
A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Air Limbah
Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain:
1. Undang‐Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor‐sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Undang‐Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum.
4. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota.
6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan
Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efluen (effluent standard)
B. Kondisi Eksisting Sanitasi Pengawalan Program dan Kegiatan kedalam mekanisme penganggaran.
Peningkatan pelayanan sanitasi diharapkan terjadi peningkatan pada setiap tahunnya seiring dengan pembangunan sanitasi, disisi lain target yang diharapkan sering tidak tercapai. Perkembangan pelayanan dan kondisi sanitasi didalam lingkungan masyarakat mengharuskan para pemangku kepentingan untuk melakukan monitoring dan evaluasi agar tujuan, sasaran dan target dapat tercapai. Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk dapat
menilai sejauhmana pelaksanaan pembangunan sanitasi dapat terealisasi sesuai dengan rencana didalam pada setiap tahunnya, hal ini akan menggambarkan sejauhmana MPS dapat dilaksanakan.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka menjadi hal penting untuk memasukkan program dan kegiatan dalam mekanisme peng‐anggaran pada setiap tahunnya agar mendapatkan prioritas pendanaan sesuai dengan komitmen, namun demikian terkadang tidak dapat di‐anggarkan karena keterbatasan anggaran, kalah dalam prioritas atau hal lain sehingga tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan komitmen didalam MPS. Apabila hal ini terjadi maka harus dilakukan penjadwalan ulang atau meng‐akses sumber pendanaan lain yang mungkin dapat mendanai kegiatan tersebut.
Implikasinya adalah penundaan kegiatan.
Penentuan area berisiko berdasarkan tingkat resiko sanitasi dilakukan dengan menggunakan data sekunder dan data primer berdasarkan hasil penilaian oleh SKPD dan hasil studi EHRA. Penentuan area berisiko berdasarkan data sekunder adalah kegiatan menilai dan memetakan tingkat risiko sebuah area (kelurahan/desa) berdasarkan data yang telah tersedia di SKPD mengenai ketersediaan layanan fasilitas air bersih dan sanitasi dan data umum, meliputi cakupan layanan air bersih dan ketersediaan air bersih;
jumlah jamban; nama kelurahan/desa, jumlah RT & RW, jumlah populasi, luas administratif, luas terbangun; Jumlah KK miskin; serta bila data tersedia, luas genangan.
Penentuan area berisiko berdasarkan Penilaian SKPD diberikan berdasarkan pengamatan,pengalaman, pengetahuan praktis dan keahlian profesi yang dimiliki individu anggota pokja kota/kabupaten. Adapun penentuan area berisiko berdasarkan hasil studi EHRA adalah kegiatan menilai dan memetakan tingkat resiko berdasarkan: kondisi sumber air;
pencemaran karena air limbah domestik; pengelolaan persampahan di tingkat rumahtangga; kondisi drainase lingkungan; aspek perilaku (cuci tangan pakai sabun, higiene jamban, penangan air minum, buang air besar sembarangan).
Proses penentuan area berisiko dimulai dengan analisis data sekunder, diikuti dengan penilaian SKPD dan analisis berdasarkan hasil studi EHRA. Penentuan area berisiko dilakukan bersama‐sama seluruh anggota Pokja berdasarkan hasil dari ketiga data tersebut. Penentuan area berisiko berdasarkan tingkat/derajat risiko ini akan disajikan dalam bentuk tabel dan peta.
Penentuan area risiko sanitasi di Kabupaten Kotawaringin Barat dilakukan dengan cara pemberian skoring pada 94 desa/kelurahan berdasarkan beberapa indikator yang berasal dari data sekunder, persepsi SKPD dan studi EHRA. Indikator‐indikator yang digunakan merupakan hasil kesepakatan pokja searah petunjuk praktis penyusunan Buku Putih Sanitasi tahun 2013, yaitu:
1. Persepsi SKPD merupakan penilaian secara subyektif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman di lapangan dari masing ‐ masing institusi yang menjadi anggota Pokja Sanitasi Kabupaten Kotawaringin Barat, dalam hal ini diwakili oleh Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum ( PU) bidang Cipta Karya dan bidang Pertamanan,Kebersihan dan Persampahan,Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Kesehatan terhadap kondisi sanitasi di setiap desa/kelurahan, dengan bobot penilaian sebagai berikut:
a. Angka 1 : Resiko Sanitasi Rendah b. Angka 2 : Resiko Sanitasi Menengah c. Angka 3 : Resiko Sanitasi Sedang
d. Angka 4 : Resiko Sanitasi Tinggi
Adapun kriteria dalam penilaian didasarkan pada hal‐hal berikut:
Kondisi wilayah : meliputi kepadatan penduduk, kondisi genangan air dan daerah terlewati sungai;
Kondisi sosial : meliputi tingkat kemiskinan, tingkat partisipasi dan kelembagaan;
Kondisi layanan sanitasi: meliputi layanan air limbah domestik, persampahan dan drainase.
2. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia di Kabupaten Kotawaringin Barat sebagai indikator untuk menentukan kondisi area risiko sanitasi, antara lain :
a. Kepadatan penduduk : membandingkan antara jumlah penduduk tiap desa/kelurahan wilayah kajian dengan luas wilayah efektif desa/kelurahan;
b. Keluarga Miskin : merupakan prosentasi antara jumlah penduduk miskin dengan jumlah penduduk seluruh di masing‐
masing desa/kelurahan wilayah studi;
c. Tingkat pelayanan air minum PDAM : merupakan cakupan pelayanan PDAM berupa sambungan rumah dan hidran umum dibandingkan dengan total populasi di masing‐masing desa/kelurahan wilayah studi;
d. Akses terhadap kepemilikan jamban pribadi : merupkana perbandingan antara jumlah jamban pribadi dengan jumlah rumah di masing‐masing desa/kelurahan wilayah studi.
3. Studi EHRA merupakan data primer yang diambil dari 11 desa/kelurahan dengan jumlah 440 responden. Beberapa hasil studi
EHRA tersebut dipilih dan disepakati oleh Pokja Sanitasi Kabupaten Kotawaringin Barat sebagai indikator penentu area risiko sanitasi.Untuk lebih jelasnya sebaran area beresiko di Kabupaten Kotawaringin Barat,dapat dilihat pada Gambar :2.1 Peta Area Beresiko Sanitasi.
Berdasarkan data dari Statistik Kotawaringin Barat tahun 2008/2009 tercatat bahwa jumlah jamban keluarga yaitu 15.704 jamban. Jamban keluarga ini sifatnya private yang ada di tiap rumah – rumah penduduk maupun di fasilitas sosial. Sedangkan jumlah sarana pembuangan air limbah mencapai 4.647 lokasi. Aktivitas masyarakat yang bermukim di tepian sungai menjadikan sungai sebagai pusat kehidupan sehari‐hari, dimana proses hidup keseharian bertumpu terhadap sungai.
Dari segi kesehatan lingkungan permukiman, sungai dijadikan tempat membuang limbah rumah tangga dan kotoran (tinja) dengan membuat kakus yang terbuat dari bahan kayu dan mengapung diatas permukaan sungai. Sistem sanitasi tersbut secara swadaya dibuat oleh masyarakat yang bermukim baik secara pribadi maupun kelompok keluarga (komunal). Hal ini ini timbul dikarenakan tidak adanya septictank untuk masyarakat dalam membuang hajat/tinja. Lantai kakus dibuat lebar sedimikian rupa yang mana sisi lantai tersbut digunakan untuk cuci dan mandi. Sehingga secara bersamaan ada yang mandi dan buang hajat.
Tampak disekitar permukiman kotoran tinja yang berserakan disekitar rumah dan pinggiran Sungai Arut.
Adapun isu strategis kondisi pembuangan air limbah di Kabupaten Kotawaringin Barat berdasarkan kondisi eksisting adalah sebagai berikut:
a) Penetapkan lokasi sarana sanitasi pada permukiman tepian sungai
b) Dibutuhkan pencerahan kebiasaan masyarakat tepian sungai
c) Merubah system sanitasi terhadap permukiman yang sudah ada
C. Arahan Pengembangan
Pengelolaan air limbah di Kabupaten Kotawaringin Barat terdiri dari dua sistem yaitu On‐Site System dan Off‐Site System, yaitu:
a) On‐Site System, dimana buangan langsung dialirkan ke septictank dan cairannya diresapkan melalui tanah; dan
b) Off‐Site System, dimana menggunakan sistem saluran air buangan untuk mengalirkan air buangan dari rumah tangga kemudian diolah disuatu tempat tertentu.
Tabel 2.3.
Area Beresiko Sanitasi
No. Desa/Kel/Kecamatan Tingkat Resiko
Perkotaan/
Pedesaan
Kebutuhan
Penanganan/Penyebab Utama Resiko Kec. Arut Selatan
01 Desa Pasir Panjang Tinggi Perkotaan AL, Drainase 02 Kel. Mendawai Tinggi Perkotaan AL, Sampah,Drainase
03 Kel. Mendawai
Seberang Tinggi Perkotaan
AL, Sampah, PHBS,Drainase
04 Kel. Sidorejo Tinggi Perkotaan Limbah, Sampah, PHBS 05 Kel. Madurejo Tinggi Perkotaan PHBS,Sampah
06 Desa Umpang Tinggi Pedesaan AL,PHBS
07 Ds Runtu Tinggi Pedesaan AL,PHBS,Persampahan Kec. Kumai
01 Kel. Kumai Hilir Sangat
Tinggi Perkotaan AL, Sampah, Drainase 02 Ds. Sungai Tendang Tinggi Perkotaan AL, Sampah, PHBS 03 Ds. Sungai Sekonyer Tinggi Pedesaan AL, Sampah, PHBS 04 Ds. Kubu Tinggi Pedesaan AL, Sampah, PHBS 05 Ds. Teluk Bogam Tinggi Pedesaan PHBS,AL 06 Ds. Batu Belaman Tinggi Pedesaan PHBS,AL
No. Desa/Kel/Kecamatan Tingkat Resiko
Perkotaan/
Pedesaan
Kebutuhan
Penanganan/Penyebab Utama Resiko 07 Ds. Candi Tinggi Pedesaan PHBS,Air Bersih,AL 08 Kel. Kumai Hulu Tinggi Pedesaan AL,Sampah,PHBS,Drainase 09 Ds. Pangkalan Satu Tinggi Pedesaan PHBS
Kec. Kotawaringin Lama
01 Riam Durian Tinggi Pedesaan AL, Sampah, PHBS,Persampahan
02 Ds. Lalang Tinggi Pedesaan AL, PHBS
03 Ds. Suka Mulya Tinggi Pedesaan AL, PHBS 04 Ds. Ipuh Bangun Jaya Tinggi Pedesaan AL, PHBS
Kec. Arut Utara
01 Kel. Pangkut Sangat
Tinggi Perkotaan Sampah, AL
Domestik,PHBS,Drainase 02 Ds. Kerabu Tinggi Pedesaan PHBS,Air Bersih 03 Ds. Penyombaan Tinggi Pedesaan PHBS
Kec. Pangkalan Lada
01 Ds. Purbasari Tinggi Pedesaan Sampah
02 Ds. Sungai Rangit
Jaya Tinggi Pedesaan PHBS
03 Ds. Sumber Agung Tinggi Pedesaan PHBS
No. Desa/Kel/Kecamatan Tingkat Resiko
Perkotaan/
Pedesaan
Kebutuhan
Penanganan/Penyebab Utama Resiko
04 Ds. Lada Mandala
Jaya Tinggi Pedesaan PHBS
05 Ds. Makarti Jaya Tinggi Pedesaan PHBS,Air Bersih 06 Ds. Pandu Sanjaya Tinggi Pedesaan PHBS,AL,Sampah
Kec. Pangkalan Banteng
01 Ds. Pangkalan
Banteng Tinggi Pedesaan Sampah,PHBS,AL,Drainase
02 Ds. Amin Jaya Tinggi Pedesaan PHBS
03 Ds. Natai Kerbau Tinggi Pedesaan PHBS
04 Ds. Karang Mulya Tinggi Pedesaan Tingkat layanan Air Minum 05 Ds. SidoMulyo Tinggi Pedesaan Tingkat layanan air minum 06 Ds. Simpang Brambai Tinggi Pedesaan Tingkat layanan air minum 07 Ds. Sungai Hijau Tinggi Pedesaan Tingkat layanan air minum
Sumber: Buku Putih Sanitasi Bab 5 dengan perbaikan
7.4.2. Persampahan A. Arahan Kebijakan
Beberapa peraturan perundangan yang mengamanatkan tentang sistem pengelolaan persampahan, antara lain:
1. Undang‐Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Berdasarkan undang‐undang No. 17 tahun 2007, aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah, yaitu baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa.
2. Undang‐Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan akan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi (air limbah dan persampahan) dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.
3. Undang‐Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut:
- Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;
- Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
- Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
- Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan - Memfasilitasi pemasaran produk‐produk daur ulang.
Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang‐Undang 18 tahun 2008 ini
4. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Peraturan ini menyebutkan bahwa PS Persampahan meliputi proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir, yang dilakukan secara terpadu.
Rencana kegiatan persampahan di Kabupaten Kotawaringin Barat lebih cenderung melalui pemberdayaan masyarkat. Pelibatan masyarakat sengaja dipilih sebagai upaya menciptakan pengelolaan persampahan dari level terrendah yaitu rumah tangga. Disamping itu dengan melibatkan peran serta masyarakat, dharapkan kegiatan pengelolaan persampahan dapat lebih berkelanjutan. Selain melalui kegiatan peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan, kegiatan – kegiatan lain yang direncanakan sebagai upaya peningkatan pengelolaan persampahan yaitu kegiatan penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan, penyusunan kebijakan manajemen pengelolaan persampahan, sosialisasi kebijakan pengelolaan persampahan, serta peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan.
Sistem pengelolaan sampah di Kabupaten Kotawaringin Barat merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari pengurangan sampah dan penanganan sampah yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersama‐ sama dengan masyarakat.
1. Pengurangan sampah dalam hal ini dilakukanmelalui :
a. kegiatan 3 R (Reduce, Reuse dan Recycle) dengan menambah fasilitas persampahan seperti pembangunan TPST 3R,pengadaan tempat sampah 5 bilik,pengadaan tempat sampah terpilah untuk rumah tangga dan di tempat
umum,serta pengadaan mesin jahit untuk kerajinan 3R.
Sedangkan kegiatan penanganan sampah dilakukan melaui pemilahan, pengumpulan, pengangkutan
b. Sosialisasi dan kampanye kepada masyarakat tentang 3 R,serta Bank Sampah
c. Pengadaan mesin pengolah sampah plastic menjadi BBM
2. Penanganan sampah yang dilakukan di Kabupaten Kotawaringin Barat antara lain :
a. Pewadahan
Penambahan jumlah tong sampah terpilah.
b. Alat Angkut
Pengadaan armroll truck
Pengadaan tempat sampah bergerak (troll)
Pengadaan gerobak sampah bermotor dan gerobak sampah besi
Pengadaan mobil pick up sampah
Pengadaan dump truck
Pengadaan compactor truk
Pengadaan kontainer c. TPS
Rehabilitasi TPS yang rusak
Pembangunan TPS
Peningkatan TPS biasa menjadi TPS Terpilah
d. Landasan Kontainer
Pembangunan dan Pemeliharaan Unit Landasan Kontainer
e. Transfer Depo
Pembangunan dan Pemeliharaan Transfer Depo f. TPA
Peningkatan TPA lama menjadi Sanitary landfill g. Pengelolaan B3 dan Limbah B3
Pengadaan tempat sampah B3 rumah tangga
Pengiriman dan pemusnahan limbah B3 rumah tangga
44
Rencana Kegiatan Persampahan Kab. Kotawaringin Barat
No. Uraian Kegiatan Detail Lokasi
Jumlah Penduduk
terlayani (Jiwa)
Satuan
Sasaran Program
Volume n+1
2014
n+2 2015
n+3 2016
n+4 2017
n+5 2018
A. KEGIATAN PENYUSUNAN KEBIJAKAN MANAJEMEN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1 Studi tentang kualitas dan
kuantitas sampah Kab./Kota
Kabupaten
254.414 Paket ‐ ‐ 1 ‐ ‐ 1
2 Studi Perencanaan Teknis Manajemen Pengelolaan Persampahan Kota (PTMP)
Kabupaten 254.414
Paket ‐ 1 ‐ ‐ ‐ 1
3 Penyusunan Rencana Usaha (Business Plan) Persampahan
Kabupaten 254.414
Paket ‐ ‐ 1 ‐ ‐ 1
4 Penyusunan Perda Pengelolaan Persampahan
Kabupaten 254.414
Paket ‐ 2 0 2
45
No. Uraian Kegiatan Detail Lokasi
Jumlah Penduduk
terlayani (Jiwa)
Satuan
Sasaran Program
Volume n+1
2014
n+2 2015
n+3 2016
n+4 2017
n+5 2018
5 Penyusunan Kebijakan Kerjasama Pengelolaan Persampahan
Kabupaten 254.414
Paket ‐ 2 0 2
6 Penyusunan Perda Pengelolaan TPA
Kabupaten 254.414
Paket ‐ 1 1 2
7 Kerjasama Pengelolaan
Persampahan Kabupaten
254.414 Paket ‐ 1 1 2
8 Fasilitasi Kerjasama dengan Dunia Usaha/Lembaga
Kabupaten 254.414
Paket ‐ 1 1 2
9 Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan
Arut selatan
dan Kumai 156.936 Paket ‐ 1 1 2
46
No. Uraian Kegiatan Detail Lokasi
Jumlah Penduduk
terlayani (Jiwa)
Satuan
Sasaran Program
Volume n+1
2014
n+2 2015
n+3 2016
n+4 2017
n+5 2018
Persampahan
10 Pembentukan Kelembagaan Pengelolaan TPA/Unit Kerja TPA
Ds. Pasir
panjang 110.794 Paket ‐ 0 1 1
B. KEGIATAN SOSIALISASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1 Penyuluhan tentang
persampahan kepada masyarakat dan kelompok masyarakat
Kabupaten
254.414 Kegiata
n 1 1 2 2 2 8
2 Kampanye pengurangan sampah dari sumbernya
Kabupaten
254.414 Kegiata
n 1 1 1 1 1 5
Sosialisasi Program 3R Arut Selatan 108.137 Paket 0 3 3 3 3 12