• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji efek anti-inflamasi ekstrak etanol daun senggani [Melastoma polynthum Bl.] pada mencit putih betina.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji efek anti-inflamasi ekstrak etanol daun senggani [Melastoma polynthum Bl.] pada mencit putih betina."

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Telah dilakukan penelitian tentang efek anti inflamasi ekstrak etanol daun senggani (Melastoma polyanthum Bl.) pada mencit putih betina dengan menggunakan metode induksi udema pada kaki belakang hewan uji dengan karagenin 1% secara subplantar yang dimodifikasi oleh Langford dkk. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan kebenaran efek anti inflamasi dan mengetahui besarnya potensi relatif efek anti inflamasi ekstrak etanol daun senggani dalam menghambat terjadinya udema.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Subjek uji menggunakan mencit putih betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Tiga puluh lima ekor mencit dikelompokkan menjadi 7 kelompok, yaitu kelompok kontrol positif natrium diklofenak, kelompok kontrol negatif karagenin 1%, kelompok kontrol negatif CMC-Na 1%, dan 4 kelompok perlakuan ekstrak etanol daun senggani dengan 4 dosis berbeda, 850 mg/kg BB, 1000 mg/kg BB, 1330 mg/kg BB, dan 1670 mg/kg BB. Tiga puluh menit kemudian kaki kiri mencit bagian belakang diinjeksi dengan karagenin 1%, setelah 3 jam hewan uji dikorbankan dan kedua kakinya dipotong pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang. Data bobot udema yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi datanya, kemudian dilanjutkan dengan analisis varian (Anova) pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% yang dilanjutkan dengan uji Scheffe.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun senggani memiliki efek anti inflamasi. Ekstrak etanol daun senggani dosis 850 mg/kg BB, 1000 mg/kg BB, 1330 mg/kg BB, dan 1670 mg/kg BB memiliki efek anti inflamasi berturut-turut sebesar 10,75 %; 11,57 %; 32,67 %; dan 25,07 %. Potensi relatif efek anti inflamasi secara berturut-turut adalah sebagai berikut : 18,89 %; 20,33 %; 57,42 %; dan 44,06%.

Kata kunci : anti inflamasi, ekstrak etanol daun senggani

(2)

ABSTRACT

The research about anti-inflammatory effect of ethanolic extract senggani’s leaves (Melastoma polyanthum Bl.) in white female mice by using an inducing oedema on test animals hind paw with sub plantar injection of 1 % carrageenan that is modified by Langford et all had been done. The goal of this research is to prove the truth of inflammation effect and to know the amount of potency of anti-inflammation effect of ethanolic extract of senggani leaves in preventing oedema.

This research is pure experimental research. The subject of this experiment was Switzerland white female mice whose age 2-3 months and its weight is 20-30 gram. Thirty five mice were divided into seven groups : the group of positive control natrium diklofenak, group of negative control carrageenan 1%, group of negative control CMC-Na 1%, and 4 groups as treatment with ethanolic extract of senggani leaves use 4 different doses, 850 mg/kg BW, 1000 mg/kg BW, 1330 mg/kg BW, and 1670 mg/kg BW. Successively thirty minutes later, those mice’s left legs were injected with carrageenan 1%. Then, four hours later those mice were killed and its two legs were cut at torsocrural joint. Data about oedema weight was analyzed with Kolmogorov-Smirnov to see its distribution. After that, this research was continued with variant analysis of one direction pattern then researcher did scheffe test.

The result of the analysis shows that ethanolic extract of senggani leaves has anti-inflammation effect of ethanolic extract senggani’s leaves whose dosage 850 mg/kg BW, 1000 mg/kg BW, 1330 mg/kg BW, and 1670 mg/kg BW has the percentage of anti-inflammation effect was successively 10,75 %; 11,57 %; 32,67 %; and 25,07 %. Relative potency of anti-inflammation effect is successively 18,89 %; 20,33 %; 57,42 %; dan 44,06%.

Key words : anti-inflammatory, ethanolic extract senggani’s leaves

(3)

EFEK ANTI INFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN SENGGANI (Melastoma polyanthum Bl.) PADA MENCIT PUTIH BETINA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Endra Dewi Prianingrum NIM : 038114034

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2006

(4)
(5)
(6)

iv

Tuhan mengabulkan doa kita dengan tiga cara, yaitu....

Apabila tuhan berkata ‘YA’ maka kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan

Apabila Tuhan berkata ‘TIDAK’ maka kita akan mendapatkan yang lebih baik

Dan apabila Tuhan berkata ‘TUNGGU’ maka kita akan mendapatkan apa yang

terbaik untuk kita

Oleh karena itu....

If you have problems don’t say “GOD, I HAVE A BIG PROBLEM”

But say, “PROBLEM, I HAVE A BIG GOD”

And always believe that everything will be alright

(7)
(8)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek Anti-Inflamasi Ekstrak Etanol Daun Senggani (Melastoma polyanthum Bl.) Pada Mencit Putih Betina”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu.

Dalam menyusun skripsi ini penyusun banyak mendapat bantuan berupa bimbingan, dorongan, sarana, maupun finansial dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada

1. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Utama atas bimbingan, pengarahan, waktu, dan dukungannya selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini.

2. Drs. Mulyono, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan , kritik,dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

5. Mas Supri dan Mbak Ina yang telah bersedia memberikan sumbangan natrium diklofenak yang digunakan sebagai kontrol positif dalam penelitian ini.

6. Kepala BPTO Tawangmangu yang telah membantu dalam penyediaan senggani sebagai tumbuhan yang diteliti.

(9)

7. Mas Heru, Mas Warjiman, Mas Kayat, Mas Wagiran dan Mas Ottok yang telah membantu dalam terlaksananya penelitian ini.

8. Teman-teman “seperjuangan” di Laboratorium, Galuh, Prita, dan Aan yang banyak membantu saat penelitian.

9. Sahabat baikku, Galuh Nindya Tyas Tusthi, Rosalia Prita Riadiani, dan Dika Aprilia K., atas segala kebersamaan baik suka maupun duka dan tempat curhatku. 10. Teman-teman kos “LUNA”, mami Ponco, Nopex-Pothil, Ika-Tholo, Ria-Chan,

Yunex, Ita-Kun, Ita-Chan, Venie-Yem, Din-Che, Kadex-Jelex, De2-Q, Angga, Ella2, Mb-Vee, mb-Eva, dan Anien, yang mengisi keceriaan hari-hariku di kos. 11. Teman-temanku kelas A, Ratih”33”(makasih yo laptopnya), Watie, Angger,

BamBang, To2x, Bangun, Ble-Q, Gondhes, Nella, Nandoet, Sarie-Yem, Vera, Agata, Dita, Rosa, Ana, Tina, Mitha, Ndari, Nike, dll yang memberiku semangat untuk masuk kuliah.

12. Teman-teman KKN kelompok 16 “ja2x, timoer, henry, anton, inop, tic-tic, heni, dan echik”, atas segala bantuan dan kebersamaannya selama KKN.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Penyusun menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan untuk penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian penyusun berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

1. Manfaat teoritis ... 5

2. Manfaat praktis ... 5

(11)

E. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Tumbuhan Senggani ... 7

1. Klasifikasi ... 7

2. Sinonim ... 7

3. Deskripsi ... 8

4. Nama daerah ... 8

5. Kandungan kimia ... 9

6. Khasiat dan kegunaan senggani ... 15

B. Radikal Bebas Dan Antioksidan ... 16

1. Radikal bebas ... 16

2. Antioksidan ... 18

C. Metode Penyarian ... 20

D. Inflamasi ... 22

1. Patogenesis ... 22

2. Gejala ... 24

3. Mekanisme ... 26

E. Obat Anti inflamasi ... 30

F. Natrium Diklofenak ... 34

G. Metode Uji Efek Anti inflamasi ... 35

H. Landasan Teori ... 38

(12)

I. Hipotesis ... 39

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 40

B. Metode Penelitian ... 40

C. Variabel dan Definisi Operasional ... 41

1. Variabel ... 41

2. Definisi operasional ... 42

D. Bahan dan Alat Penelitian ... 42

E. Alat atau Instrumen Penelitian ... 44

F. Tata Cara Penelitian ... 44

1. Identifikasi/determinasi daun senggani ... 44

2. Pembuatan ekstrak etanol daun senggani ... 44

3. Persiapan hewan uji ... 45

4. Pembuatan suspensi karagenin 1% ... 46

5. Pembuatan CMC Na 1% ... 46

6. Pembuatan larutan natrium diklofenak ... 46

7. Pembuatan suspensi ekstrak etanol daun senggani ... 46

8. Penetapan dosis ... 47

9. Uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin ... 48

10. Uji pendahuluan dosis efektif natrium diklofenak ... 49

11. Uji pendahuluan waktu pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif ... 49

(13)

12. Uji pendahuluan waktu pemberian ekstrak etanol daun

senggani ... 50

13. Perlakuan hewan uji ... 50

14. Perhitungan % respon anti inflamasi ... 52

G. Analisis Hasil ... 53

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Senggani ... 54

B. Hasil Uji Pendahuluan ... 54

1. Uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% ... 55

2. Uji pendahuluan dosis efektif natrium diklofenak ... 58

3. Uji pendahuluan waktu pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif ... 61

4. Uji pendahuluan waktu pemberian ekstrak etanol daun senggani ... 63

C. Hasil Uji Efek Anti inflamasi ... 66

D. Perbandingan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Lain ... 78

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86

LAMPIRAN ... 91

BIOGRAFI PENULIS ... 124

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Rangkuman hasil anova satu arah dengan taraf kepercayaan

95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan selang waktu pemotongan kaki mencit setelah diinjeksi

karagenin 1% ... 56 Tabel II. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat diinjeksi karagenin

1% secara subplantar pada selang waktu tertentu beserta hasil

uji Scheffe ... 57 Tabel III. Rangkuman hasil anova satu arah dengan taraf kepercayaan

95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan akibat pemberian natrium diklofenak dalam tiga peringkat

dosis... 59 Tabel IV. Rata-rata bobot udema kaki mencit pada penetapan dosis

efektif natrium diklofenak dan hasil uji scheffe ... 60 Tabel V. Rangkuman hasil anova satu arah dengan taraf kepercayaan

95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan waktu pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif

(9,75 mg/kgBB) dalam rentang waktu tertentu ... 62 Tabel VI. Rata-rata bobot udema kaki mencit pada penetapan

Waktu pemberian dosis efektif natrium diklofenak dan hasil

uji Scheffe ... 62

(15)

Tabel VII. Rangkuman hasil anova satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan waktu pemberian ekstrak etanol daun senggani (dosis 1670

mg/kgBB) dalam rentang waktu tertentu ... 64 Tabel VIII. Rata-rata bobot udema kaki mencit pada penetapan waktu

pemberian ekstrak etanol daun senggani (dosis 1670 mg/kgBB)

dan hasil uji Scheffe ... 65 Tabel IX. Rangkuman hasil anova satu arah dengan taraf kepercayaan

95% persentase efek anti inflamasi ekstrak etanol daun senggani dalam empat peringkat dosis beserta

kontrolnya... 71 Tabel X. Data bobot udema kaki mencit, persentase efek anti inflamasi,

dan uji Shceffe pada perlakuan ekstrak etanol daun senggani

dalam empat peringkat dosis beserta kontrolnya ... 72 Tabel XI. Data perbandingan persen efek anti inflamasi dan efek

analgesik ekstrak etanol daun senggani dengan ekstrak

petroleum eter daun senggani ... 78

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur umum flavonoid ... 10

Gambar 2. Struktur rutin ... 11

Gambar 3. Struktur umum kuersetin ... 12

Gambar 4. Struktur umum kuersitrin ... 13

Gambar 5. Struktur umum steroid ... 13

Gambar 6. Patogenesis dan gejala inflamasi ... 26

Gambar 7. Mekanisme inflamasi ... 29

Gambar 8. Obat anti inflamasi non steroid ... 31

Gambar 9. Struktur natrium diklofenak ... 35

Gambar 10. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan penetapan rentang pemotongan kaki setelah injeksi karagenin.1% sublantar ... 58

Gambar 11. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan penetapan dosis efektif natrium diklofenak ... 61

Gambar 12. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan penetapan waktu pemberian dosis efektif natrium diklofenak ... 63

Gambar 13. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan penetapan waktu pemberian ekstrak etanol daun senggani ... 66

(17)

Gambar 14. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit akibat perlakuan ekstrak etanol daun senggani dalam empat

peringkat dosis beserta kontrolnya ... 70

Gambar 15. Diagram batang persentase efek anti inflamasi perlakuan ekstrak etanol daun senggani beserta kontrolnya ... 73

Gambar 16. Diagram batang perbandingan persentase efek anti inflamasi dan efek analgesik ekstrak etanol daun senggani ... 79

Gambar 17. Diagram batang perbandingan persentase efek anti- Inflamasi ekstrak etanol daun senggani dan ekstrak petroleum eter ... 81

Gambar 18. Diagram batang perbandingan persen efek anti inflamasi dan efek analgesik ekstrak etanol daun senggani dengan ekstrak petroleum eter ... 84

Gambar 19. Tumbuhan Senggani ... 91

Gambar 20. Daun Senggani ... 92

Gambar 21. Serbuk Daun Senggani ... 93

Gambar 22. Ekstrak Etanol Daun Senggani ... 94

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto tumbuhan senggani ... 91

Lampiran 2. Foto daun senggani ... 92

Lampiran 3. Foto serbuk daun senggani ... 93

Lampiran 4. Foto ekstrak etanol daun senggani ... 94

Lampiran 5. Skema kerja uji pendahuluan penetapan selang waktu pemotongan kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% ... 95

Lampiran 6. Hasil dan analisis hasil uji pendahuluan rentang waktu pemotongan setelah injeksi karagenin 1% ... 96

Lampiran 7. Skema kerja uji pendahuluan pemberian Natrium diklofenak dalam tiga peringkat dosis ... 99

Lampiran 8. Hasil dan analisis hasil uji pendahuluan dosis efektif natrium diklofenak ... 100

Lampiran 9. Skema kerja uji pendahuluan waktu pemberian Natrium diklofenak dosis efektif (9,75 mg/kgBB) ... 103

Lampiran 10. Hasil dan analisis hasil uji pendahuluan waktu pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif ... 103

Lampiran 11. Skema kerja uji pendahuluan waktu pemberian ekstrak etanol daun senggani ... 107

(19)

Lampiran 12. Hasil dan analisis hasil uji pendahuluan waktu pemberian

ekstrak etanol daun senggani ... 108 Lampiran 13. Skema kerja perlakuan hewan uji ... 111 Lampiran 14. Hasil dan analisis hasil bobot udema kaki mencit akibat

pemberian ekstrak etanol daun senggani dalam empat

peringkat dosis dan kontrolnya ... 112 Lampiran 15. Hasil perhitangan dan analisis hasil persen (%) efek

anti inflamasi pemberian ekstrak etanol daun senggani

dalam empat peringkat dosis dan kontrolnya ... 116 Lampiran 16. Hasil perhitungan potensi relatif efek anti inflamasi pemberian

ekstrak etanol daun senggani dalam empat peringkat

dosis ... 121 Lampiran 17. Certificate of Analysis ... 122

Lampiran 18. Surat pernyataan pengambilan dan determinasi senggani

dari BPTO ... 123

(20)

INTISARI

Telah dilakukan penelitian tentang efek anti inflamasi ekstrak etanol daun senggani (Melastoma polyanthum Bl.) pada mencit putih betina dengan menggunakan metode induksi udema pada kaki belakang hewan uji dengan karagenin 1% secara subplantar yang dimodifikasi oleh Langford dkk. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan kebenaran efek anti inflamasi dan mengetahui besarnya potensi relatif efek anti inflamasi ekstrak etanol daun senggani dalam menghambat terjadinya udema.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Subjek uji menggunakan mencit putih betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Tiga puluh lima ekor mencit dikelompokkan menjadi 7 kelompok, yaitu kelompok kontrol positif natrium diklofenak, kelompok kontrol negatif karagenin 1%, kelompok kontrol negatif CMC-Na 1%, dan 4 kelompok perlakuan ekstrak etanol daun senggani dengan 4 dosis berbeda, 850 mg/kg BB, 1000 mg/kg BB, 1330 mg/kg BB, dan 1670 mg/kg BB. Tiga puluh menit kemudian kaki kiri mencit bagian belakang diinjeksi dengan karagenin 1%, setelah 3 jam hewan uji dikorbankan dan kedua kakinya dipotong pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang. Data bobot udema yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi datanya, kemudian dilanjutkan dengan analisis varian (Anova) pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% yang dilanjutkan dengan uji Scheffe.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun senggani memiliki efek anti inflamasi. Ekstrak etanol daun senggani dosis 850 mg/kg BB, 1000 mg/kg BB, 1330 mg/kg BB, dan 1670 mg/kg BB memiliki efek anti inflamasi berturut-turut sebesar 10,75 %; 11,57 %; 32,67 %; dan 25,07 %. Potensi relatif efek anti inflamasi secara berturut-turut adalah sebagai berikut : 18,89 %; 20,33 %; 57,42 %; dan 44,06%.

Kata kunci : anti inflamasi, ekstrak etanol daun senggani

(21)

ABSTRACT

The research about anti-inflammatory effect of ethanolic extract senggani’s leaves (Melastoma polyanthum Bl.) in white female mice by using an inducing oedema on test animals hind paw with sub plantar injection of 1 % carrageenan that is modified by Langford et all had been done. The goal of this research is to prove the truth of inflammation effect and to know the amount of potency of anti-inflammation effect of ethanolic extract of senggani leaves in preventing oedema.

This research is pure experimental research. The subject of this experiment was Switzerland white female mice whose age 2-3 months and its weight is 20-30 gram. Thirty five mice were divided into seven groups : the group of positive control natrium diklofenak, group of negative control carrageenan 1%, group of negative control CMC-Na 1%, and 4 groups as treatment with ethanolic extract of senggani leaves use 4 different doses, 850 mg/kg BW, 1000 mg/kg BW, 1330 mg/kg BW, and 1670 mg/kg BW. Successively thirty minutes later, those mice’s left legs were injected with carrageenan 1%. Then, four hours later those mice were killed and its two legs were cut at torsocrural joint. Data about oedema weight was analyzed with Kolmogorov-Smirnov to see its distribution. After that, this research was continued with variant analysis of one direction pattern then researcher did scheffe test.

The result of the analysis shows that ethanolic extract of senggani leaves has anti-inflammation effect of ethanolic extract senggani’s leaves whose dosage 850 mg/kg BW, 1000 mg/kg BW, 1330 mg/kg BW, and 1670 mg/kg BW has the percentage of anti-inflammation effect was successively 10,75 %; 11,57 %; 32,67 %; and 25,07 %. Relative potency of anti-inflammation effect is successively 18,89 %; 20,33 %; 57,42 %; dan 44,06%.

Key words : anti-inflammatory, ethanolic extract senggani’s leaves

(22)

BAB I PENGANTAR

A. Latar belakang

Pada masa sekarang ini dimana perekonomian Indonesia sedang mengalami krisis, harga-harga melambung tinggi sama halnya dengan biaya pengobatan yang juga semakin mahal. Akibat dari mahalnya biaya pengobatan sekarang ini membuat masyarakat cenderung beralih menggunakan obat tradisional yang berasal dari alam.

Obat tradisional selain murah bahan bakunya pun mudah diperoleh karena negara kita merupakan negara tropis yang kaya akan berbagai jenis tumbuhan. Masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan obat tradisional sejak dahulu kala yang digunakan secara turun temurun sampai sekarang. Obat tradisional merupakan salah satu alternatif yang digunakan sebagai sarana perawatan kesehatan dan untuk menanggulangi berbagai macam penyakit

(23)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan mendefinisikan obat tradisional sebagai bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan-bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik, atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional sudah sejak lama digunakan secara luas di Indonesia, peran obat tradisional sebagai pendamping obat modern masih sangat kuat (Anonim, 1992). Penggunaan obat tradisional selama ini terutama didasarkan pada tujuan dan pengalaman empiris atau pengetahuan yang diwariskan turun temurun belum didasarkan pada hasil penelitian dan percobaan yang seksama (Setiono dan Djatmiko, 1986).

Penyakit inflamasi atau biasa disebut dengan radang merupakan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat. Penyakit ini merupakan reaksi jaringan terhadap semua bentuk lesi, baik lesi kimia maupun fisis dengan tanda utama bengkak, nyeri, kemerahan, panas serta hilangnya fungsi.

Reaksi inflamasi diperlukan karena inflamasi ini merupakan respon biologik dari reaksi- reaksi kimia berurutan dan berfungsi melindungi tubuh dari infeksi dan memperbaiki jaringan yang rusak akibat trauma (Wilmana, 1995). Tetapi bila reaksi ini berlebihan maka akan merugikan sehingga diperlukan obat anti inflamasi untuk mengendalikan reaksi inflamasi sampai taraf yang tidak merugikan.

(24)

darah haid berlebihan, pendarahan rahim di luar waktu haid, mimisan, berak darah (melena), wasir berdarah, radang dinding pembuluh darah disertai pembekuan darah di dalam salurannya (tromboangitis), air susu ibu (ASI) tidak lancar, keracunan singkong, mabuk minuman keras, busung air, obat kumur, sakit perut, borok (obat luar), dan bisul (Dalimartha, 1999, Soedibyo, 1998). Pereda demam (anti-piretik), penghilang nyeri (analgetik), peluruh kencing (diuretik), menghilangkan pembengkakan (anti inflamasi), melancarkan aliran darah, dan penghenti pendarahan (hemostatis) (Anonim, 2006).

Senyawa kimia yang terkandung di dalam tumbuhan senggani yaitu flavonoid, saponin, tanin, dan steroid dapat larut dalam pelarut etanol yang bersifat polar ini. Flavonoid dan steroid diduga dapat menimbulkan efek anti inflamasi. Oleh karena itu digunakan pelarut etanol sebagai larutan pengekstrak daun senggani.

Di dalam penelitian ini akan dilakukan uji efek anti inflamasi ekstrak etanol daun senggani pada mencit putih betina sehingga dapat digunakan sebagai acuan penelitian berikutnya tentang pengembangan daun senggani sebagai obat anti inflamasi.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka permasalahan yang muncul dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini.

(25)

2. Seberapa besar persentase efek anti inflamasi yang dimiliki ekstrak etanol daun senggani untuk menghambat terjadinya inflamasi?

3. Seberapa besar potensi relatif efek anti inflamasi ekstrak etanol daun senggani untuk menghambat terjadinya inflamasi?

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan penulis, penelitian tentang senggani sudah banyak dilakukan. Namun penelitian mengenai efek anti inflamasi ekstrak etanol daun senggani pada mencit belum pernah dilakukan. Adapun penelitian tentang senggani yang sudah dilakukan antara lain di bawah ini.

1. Penelitian Terhadap Kandungan Tanin Dalam Daun Tumbuhan Senggani (Yosidha, Nakata, Hosotani, Nitta, dan Okuda, 1992)

2. Daya Antifertilitas dan Efek Toksik Ekstrak Etanol Akar Senggani (Melastoma polyanthum Bl.) pada Tikus Betina (Christina, 2000)

3. Teratogenisitas Ekstrak Etanol Akar Senggani (Melastoma polyanthum Bl.) pada Tikus Putih (Japri, 2001)

4. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Akar Senggani (Melastoma polyanthum Bl.) terhadap Jaringan Hati, Ginjal, Ovarium, dan Uterus Tikus Betina (Phin, 2001)

(26)

6. Toksisitas Akut Infus Daun Senggani (Melastoma polyanthum Bl.) pada Mencit (Wiwin, 2002)

7. Uji Daya Antifungus Ekstrak Etanol Akar Senggani (Melastoma polyanthum Bl.) terhadap Candida albicans secara in vitro (Katarina, 2002)

8. Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Akar Senggani (Melastoma polyanthum Bl.) pada Tikus Jantan dan Betina (Ismirawati, 2002)

9. Uji Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Senggani (Melastoma affine D. Don.) Terhadap Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif (Toba, 2003)

D. Manfaat Penelitian 1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan dalam bidang ilmu kefarmasian pada khususnya mengenai ekstrak etanol daun senggani sebagai obat anti inflamasi.

2 Manfaat Praktis

(27)

E. Tujuan Penelitian 1. Secara Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menambah informasi kepada masyarakat tentang penggunaan obat tradisional yang berasal dari bahan alam sebagai obat anti inflamasi.

2. Secara Khusus

(28)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tumbuhan senggani 1. Klasifikasi

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Clasis : Dicotyledoneae Sub clasis : Dialypetalae Ordo : Myrtales

Familia : Melastomataceae Genus : Melastoma

Spesies : Melastoma polyanthum Bl. (Van Steenis, 1975)

2. Sinonim

(29)

3. Deskripsi

Senggani merupakan tumbuhan liar pada tempat yang cukup mendapat sinar matahari, seperti lereng gunung, semak belukar, lapangan yang tidak terlalu gersang, atau di daerah objek wisata sebagai tanaman hias. Tumbuhan ini bisa ditemukan sampai ketinggian 1.650 m dari permukaan laut (Dalimartha, 1999).

Senggani termasuk tumbuhan perdu, tinggi 0, 5-4 m. Cabang yang muda bersisik. Daun bertangkai, berhadapan, memanjang, atau bulat telur memanjang dengan ujung runcing, bertulang daun 3, 2-20 x 1–8 cm, kedua belah sisi berbulu. Bunga bersama-sama 5–18, pada ujung dan di ketiak daun yang tertinggi, berbilang 5–(4-6). Tabung kelopak berbentuk lonceng, bersisik, taju dengan sejumlah gigi kecil. Daun pelindung bersisik, langsing, 5 x 2 mm, tidak menutupi kuncup. Daun mahkota bulat telur terbalik, panjang 2–3 cm, ungu merah, jarang putih. Benang sari 10-(8-12), memanjang dari penghubung sari di bawah ruang sari pada benang sari yang panjang 6-16 mm, pada yang pendek 2-7 mm. Bakal buah beruang 5-(4-6), dihubungkan oleh bingkai terhadap tabung kelopak. Buah buni berbentuk periuk, membuka melintang secara tidak teratur, dimana terlepas bingkai biji yang merah tua. Biji berbentuk kerang. Senggani dapat tumbuh di padang rumput, semak hutan kecil, 5-2000 m (Van Steenis, 1975).

4. Nama daerah

(30)

5. Kandungan kimia

Kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan senggani, khususnya pada bagian daun adalah flavonoid, steroid/triterpenoid, tanin 4,3 % (Anonim, 1995). Daun senggani juga mengandung saponin (Dalimartha, 1999). Hasil isolasi ekstrak aseton daun harendong (Melastoma malabathricum) dari Sukabumi mengandung 3 dimer tanin hidrolisa baru yaitu malabathrins B, C, dan D dan 11 tanin yang mencakup dimer nobotanin B, G, dan H serta trimer nobotanin J (Yoshida dkk., 1992). Analisis fitokimia tumbuhan senggani menunjukkan senggani mengandung β -sitosterol, α-amyrin, sitosterol 3-O-β-D-glucopyranoside, kuersetin, kuersitrin, dan rutin (Sulaiman dkk., 2004).

a. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Kandungan senyawa flavonoid di dalam tumbuhan sangat rendah, yaitu sekitar 0,25% dan secara umum terikat atau terkonjugasi dengan senyawa gula membentuk glikosida (Robinson, 1991). Flavonoid umumnya larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan etanol 70%. Pada penyarian lebih lanjut digunakan petroleum eter (PE), etenol 80%, dan pelarut organik lain, flavonoid tetap berada dalam lapisan air (Harborne, 1984).

(31)

Di antara senyawa flavonoid yang telah lama dikenal dan merupakan suatu kelompok antioksidan yakni, kelompok polifenol memiliki kemampuan sebagai scavenger

superoksida, oksigen singlet, dan radikal peroksi lipid (Sitompul, 2003). Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor lipoksigenase. Penghambatan lipoksigenase dapat menimbulkan pengaruh lebih luas karena reaksi lipoksigenase merupakan langkah pertama pada jalur yang menuju ke hormon eikosanoid seperti prostaglandin dan tromboksan (Robinson, 1991).

Karakteristik struktur flavonoid yang mampu memberikan efek antioksidan antara lain karena adanya (1) gugus katekol (O-dihidroksi) pada cincin B yang mempunyai sifat sebagai donor proton, (2) gugus piragalol (trihidroksi) pada cincin B, (3) gugus 4-oxo pada cincin heterosiklik, (4) gugus 3-OH pada cincin heterosiklik, serta (5) gugus 5-OH dan 7-OH yang potensial pada keadaan tertentu (Middleton dkk., 2000 cit Ladoangin, 2004).

Gambar 1. Struktur umum flavonoid (Robinson, 1991).

(32)

Gambar 2. Struktur rutin (Anonim, 2006b).

Rutin merupakan antioksidan kuat. Rutin juga memproduksi perusak radikal oksigen. Rutin dapat membantu dalam menghentikan edema pada vena yang mana merupakan gejala awal dari penyakit vena kronik pada kaki. Rutin juga mempunyai efek anti inflamasi, efek pencegahan dan penyembuhan, menghambat kanker dan kondisi pre-kanker. Selain itu, dapat mencegah atherogenesis, mereduksi sitotoksisitas oksidasi LDL-kolesterol, dan menurunkan resiko penyakit jantung (Anonim, 2006b).

Kandungan glikosida flavonoida yang mungkin merupakan kuersetin glikosida inilah yang diduga berperan sebagai anti inflamasi, karena kuersetin telah diketahui berperan sebagai anti inflamasi dengan efeknya yang dapat menghambat pelepasan histamin (merupakan salah satu mediator inflamasi), atau mengurangi produksi asam arakhidonat dengan mekanisme penghambatan pada enzim fosfolipase, selain itu kuersetin juga dapat menghambat pembentukan leukotrien dengan mekanisme hambatan pada 5-lipoksigenase (Bisset, 1991)

(33)

inflamasi karena menghambat secara langsung beberapa proses awal dari inflamasi, misalnya, menghambat pembuatan dan pelepasan histamin dam mediator inflamasi lainnya (Anonim, 2006a). Kuersetin juga dapat menghambat siklooksigenase yang berperan pada metabolisme asam arakhidonat, sehingga dapat menurunkan agregasi platelet (Sitompul, 2003). Faktor yang menentukan aktivitas penghambatan ini terutama adalah gugus OH pada cincin B dari struktur molekul flavonoid (Middleton dkk., 2000 cit Ladoangin, 2004).

Kuersetin memiliki aktivitas antioksidan yang kuat karena memiliki tiga ciri pada strukturnya, yaitu 3’4’-dihidroksi pada cincin B; 2,3-ikatan rangkap pada cincin C; sebuah gugus 3-hidroksil pada cincin C dan sebuah gugus 5-hidroksil pada cincin A (Sibuea, 2004). Dilihat dari struktur kimianya, kuersetin memiliki aktivitas kuat sebagai pemberi hidrogen (hidrogen donating) karena kandungan hidroksilasi cukup, yakni 5 gugus OH dan empat diantaranya terdapat pada sisi aktif (C5, C7, C3’, dan C4’). Selain itu kuersetin memiliki struktur yang mampu sebagai pengkelat logam, yakni gugus karbonil pada C4 dan gugus hidroksil pada C3 dan C5 (Sibuea, 2004)

O

OH

OH

OH

OH HO

O

Gambar 3. Struktur umum kuersetin (Harborne, 1984)

(34)

peroral dengan dosis 1-5 mg/kgBB dapat menurunkan tingkat myeloperoksida dan alkalin fosfat. Peningkatan atau penurunan dosis flavonoid ditandai dengan menurunnya efek. Efek anti inflamasi akut kuersetin tidak berpengaruh terhadap pengrusakan fungsi netrofil atau penghambatan lipoksigenase. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya proteksi mukosa atau peningkatan perbaikan mukosa sekunder untuk kenaikan pertahanan melawan oksidatif berbahaya dan perbaikan fungsi usus normal. Akibatnya dapat menurunkan resiko terjadinya kerusakan usus pada saat terjadi diare (Medina dkk., 1996)

Gambar 4. Struktur umum kuersitrin (Farlex, 2005)

b. Steroid

Steroid merupakan lipid yang dikarakteristikkan mempunyai kerangka karbon yang dihubungkan dengan empat cincin (Anonim, 2006c).

(35)

Sebagian besar senyawa steroid dan terpenoid adalah senyawa non polar dan karena itu dapat dipisahkan dari komponen tumbuhan yang polar dengan mengekstraksi menggunakan pelarut seperti benzena atau eter (Robinson, 1995).

Sterol merupakan senyawa steroid berbentuk alkohol dengan kerangka karbon C27-C29 dan mempunyai rantai cabang alifatik. Sterol yang terdapat dalam

tumbuhan digolongkan dalam fitosterol, misalnya, β-sitosterol (Harborne, 1984). Senggani juga memiliki komponen aktif steroid, misalnya β-sitosterol, α-amyrin, dan sitosterol 3-O-β-D-glucopyranoside. Pada umumnya steroid dapat bermanfaat untuk mengurangi inflamasi dan sebagai obat kontrasepsi oral.

c. Tanin

(36)

d. Saponin

Saponin adalah senyawa glikosida steroid, steroid alkaloid, atau triterpen yang ditemukan dalam tumbuhan, khususnya pada kulit tumbuhan sebagai lapisan pelindung. Saponin dipercaya bermanfaat untuk diet manusia dan pengontrol kolesterol. Tetapi beberapa mempunyai sifat racun, misalnya, soapberry, jika dimakan dan menyebabkan ruam pada kulit. Saponin jenis ini disebut sebagai sapotoksin (Anonim, 2006d). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saponin mempunyai spektrum yang lebar sebagai anti-jamur, anti-bakteri, menurunkan kadar kolesterol darah, dan menghambat pembentikan sel kanker (Davidson, 2004).

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dipicu oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat diubah di laboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting (misalnya, kortison, estrogen kontraseptik, dll) (Harborne, 1987).

Senyawa glikosida seperti saponin dan glikosida jantung tidak larut dalam pelarut non polar. Senyawa ini paling cocok diekstraksi dari tumbuhan memakai etanol atau metanol panas 70-95% (Robinson, 1995)

6. Khasiat dan kegunaan senggani

(37)

pembengkakan (anti inflamasi), melancarkan aliran darah, dan penghenti pendarahan (hemostatis) (Anonim, 2006). Mengatasi gangguan pencernaan makanan (dispepsi), disentri basiler, diare, hepatitis, keputihan (leukorea), sariawan, darah haid berlebihan, pendarahan rahim di luar waktu haid, mimisan, berak darah (melena), wasir berdarah, radang dinding pembuluh darah disertai pembekuan darah di dalam salurannya (tromboangitis), air susu ibu (ASI) tidak lancar, keracunan singkong, mabuk minuman keras, busung air, obat kumur, sakit perut, borok (obat luar), dan bisul (Dalimartha, 1999, Soedibyo, 1998).

B. Radikal Bebas Dan Antioksidan 1. Radikal bebas

Radikal bebas adalah spesies yang mempunyai jumlah elektron ganjil atau elektron tidak berpasangan tunggal pada lingkaran luarnya. Elektron tidak berpasangan tersebut menyebabkan instabilitas dan bersifat reaktif. Radikal bebas diproduksi secara endogen dan eksogen. Secara endogen, radikal bebas diproduksi oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel. Secara eksogen, radikal bebas berasal dari asap rokok, polutan radiasi, obat-obatan, dan pestisida. Sumber utama reaksi radikal bebas pada mamalia adalah pada rantai pernafasan, fagositosis, sintesis prostaglandin, sistem sitokrom P-450, reaksi non enzimatik O2, dan radiasi ion (Setiati, 2003).

(38)

didahului oleh kerja kerusakan membran sel, dengan terjadinya rangkaian proses sebagai berikut:

a. terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen-komponen membran (enzim-enzim membran, komponen karbohidrat membran plasma), sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor;

b. oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang menyebabkan prosestranspor lintas membran terganggu;

c. reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung asam lemak tak jenuh. Hasil peroksidasi lipid membran oleh radikal bebas berefek langsung terhadap kerusakan membran sel, antara lain dengan mengubah fluiditas, cross-linking, struktur dan fungsi membran; dalam keadaan yang lebih ekstrim akhirnya akan menyebabkan kematian sel.

(39)

Ada beberapa zat yang dapat mengurangi reaksi radikal bebas dengan memutuskan rantai reaksi, yaitu antara lain (1) enzim antioksidan (superoksid dimutase dan SOD), katalase, glutation peroksidase, dan SOD mimics, (2) spin trap, dan(3) komponen yang memutuskan rantai (Setiati, 2003)

Radikal bebas yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan nyeri. Dalam proses peradangan, radikal bebas terbentuk ketika asam arakhidonat dikonversikan menjadi peroksida baik melalui jalur siklooksigenase maupun lipoksigenase. Ketika terjadi kerusakan jaringan organ produksi peroksida meningkat seiring dengan peningkatan jumlah radikal bebas, padahal tubuh memproduksi antioksidan endogen yang terbatas contohnya yaitu superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase (GSH Px) yang bekerja menstabilkan radikal bebas. Apabila jumlah radikal bebas makin banyak, antioksidan endogen tak mampu lagi melumpuhkannya secara efektif sehingga harus ada tambahan antioksidan dari luar (eksogen) yang berasal dari bahan makanan (Sibuea, 2004).

2. Antioksidan

(40)

bentuk kerusakan jaringan, padahal spesies oksigen reaktif ini bertanggung jawab terhadap aksi xenobiotik tubuh (Middleton dkk., 2000 cit Ladoangin, 2004).

Beberapa efek merugikan yang ditimbulkan akibat peningkatan spesies oksigen reaktif yaitu pada sistem biologi meliputi peroksida membran lipid, bahaya oksidasi asam nukleat, dan karbohidrat, serta oksigen sulfhidril, dan bagian lain dari protein. Pertahanan terhadap spesies oksigen reaktif dilakukan secara enzimatik maupun non enzimatik. Antioksidan enzimatik meliputi superoksid dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan non enzimatik umumnya dapat menangkap radikal bebas, baik organik maipun anorganik (Middleton dkk., 2000 cit Ladoangin, 2004).

Antioksidan dibedakan menjadi antioksidan eksogen dan antioksidan endogen. Antioksidan endogen (antioksidan primer) terdiri dari enzim-enzim dan berbagai senyawa yang disintesis dalam tubuh yang bekerja dengan cara mencegah pembentukan radikal bebasbaru. Antioksidan eksogen dikenal juga sebagai antioksidan sekunder karena menangkap radikal dan mencegah reaksi berantai. Contohnya adalah vitamin E (tokoferol), vitamin C (askorbat), karoten, asam urat, bilirubin, dan albumin (Setiati, 2003). Menurut tempat aksinya pada fase air maupun lipofil dari membran antioksidan dibagi menjdi water solubel dan lipid solubel. Antioksidan hidrofil termasuk di dalam vitamin C dan urate. Retinoid, karatenoid, flavonoid, vitamin A, termasuk antioksidan lipofil (Middleton dkk., 2000 cit

Ladoangin, 2004).

(41)

polifenol yang banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan, dan beberapa minuman seperti teh hijau dan anggur merah (Sitompul, 2003). Secara umum dapat dikatakan bahwa senyawa turunan flavonoid memberikan efek antioksidan antara lain karena adanya gugus fenolik dalam struktur molekulnya. Ketika senyawa-senyawa ini bereaksi dengan radikal bebas maka terbentuk radikal baru yang distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik (Cuvelier, 1991 cit Hertiani, 2000).

C. Metode Penyarian

Isolasi atau cara penyarian dari bahan alam dapat digunakan bahan-bahan tumbuhan atau hewan segar maupun yang telah dikeringkan, tergantung simplisia, dan zat atau senyawa yang diisolasi (Djamal, 1988).

Penyarian merupakan peristiwa pemindahan masa. Zat aktif yang semula berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari, sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut (Anonim,1986). Secara umum cara penyarian dapat dibedakan infundasi, maserasi, dan perkolasi.

1. Infundasi

(42)

2. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang, sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Cairan yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain (Anonim,1986).

3. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan (Anonim,1986).

(43)

cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi (Anonim,1986).

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut perkolat atau sari, sedang sisa setelah penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Anonim,1986).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perkolasi. Cairan penyari yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 70%. Etanol digunakan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang/kuman sulit tumbuh dalam etanol >20%, tidak beracun, bersifat netral, absorpsinya baik, dapat bercampur dengan air, panas yang digunakan untuk pemekatan lebih sedikit, selain itu etanol mudah diperoleh dan hanya untuk meningkatkan kemampuan penyariannya hanya perlu ditambah air dengan perbandingan tergantung bahan yang disari (Anonim, 1986)

D. Inflamasi 1. Patogenesis

(44)

leukosit. Hal tersebut terjadi bersamaan dalam rangkaian proses yang rumit dan hasilnya terlihat sebagai tanda-tanda klasik inflamasi, yakni : rubor, color, dolor, tumor, dan fungsio laesa (Mutschler, 1986).

Peradangan merupakan suatu mekanisme penting untuk melindungi badan dari serangan organisme penginvasi. Biasanya respon peradangan dimulai oleh antigen misalnya, virus, bakteri, protozoa, atau fungus atau oleh trauma. Tetapi peradangan juga menyebabkan ketidakmampuan yang menyertai berbagai kelainan. Pada arthritis, reaksi radang dapat menyebabkan pembatasan fungsi sendi destruksi tulang dan kartilago, struktur artikular lain (Shearn, 1986).

(45)

Radang dapat dihentikan dengan meniadakan noksi (misalnya dengan transfer toksin keluar) atau dengan menghentikan kerja yang merusak. Walaupun demikian, seringkali pada gangguan aliran darah regional dan eksudasi terjadi emigrasi sel-sel darah (misal; granulosit, makrofag) ke dalam ruang ekstra sel serta prolifersi histiosit dan fibroblast. Proses-proses ini juga berfungsi primer pada perlawanan terhadap kerusakan serta pemulihan kondisi asalnya (Mutschler, 1986).

2. Gejala

Gejala reaksi radang yang dapat diamati adalah pemerahan (rubor), panas meningkat (calor), pembengkaan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (fungsio laesa). Gejala-gejala tersebut merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke ruangan ekstra sel akibat meningkatnya ketelapan kapiler dan perangsangan reseptor nyeri (Mutschler, 1986).

(46)

Calor terjadi bersamaan dengan rubor pada reaksi peradangan akut. Sebenarnya calor atau panas hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37oC yaitu panas tubuh. Daerah peradangan pada kulit lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan ke permukaan daerah yang terkena infeksi lebih banyak daripada daerah yang normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada derah radang yang jauh di dalam tubuh karena jaringan-jaringan tersebut sudah memiliki suhu inti 37oC, dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan (Price dan Wilson, 1992).

Tumor atau pembengkaan merupakan segi paling mencolok dari peradangan akut. Pembengkaan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstisial. Cairan dan sel yang tertimbun dalam daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan akibat luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Price dan Wilson, 1992).

Dolor atau rasa sakit dapat dihasilkan dari berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkaan jaringan yang meradang menyebabkan

tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson, 1992).

(47)

menyebabkan fungsi jaringan yang meradang menjadi terganggu (Price dan Wilson, 1992).

Peradangan juga ditandai dengan munculnya sifat-sifat yaitu vasodilatasi pembuluh darah lokal dengan akibat terjadinya aliran darah lokal yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran banyak sekali cairan ke dalam ruang interstitial, pembekuan cairan dalam ruang tersebut yang disebabkan oleh sejumlah kebocoran fibrinogen dan protein lainnya yang berlebihan, dan pembengkakan sel. Bahan-bahan yang dihasilkan oleh jaringan yang menimbulkan reaksi ini meliputi histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin (Guyton, 1993).

Rangsang

Kerusakan sel

Emigrasi leukosit Pembebasan mediator

Proliferasi sel

gangguan eksudasi perangsangan

sirkulasi lokal reseptor nyeri

pemerahan panas pembengkakan gangguan fungsi nyeri

Gambar 6. Patogenesis dan gejala inflamasi (Mutschler, 1986).

3. Mekanisme

(48)

dihasilkan sistem enzim plasma, metabolit asam arakidonat, dan berbagai macam produk sel (Price & Wilson, 1992).

Mekanisme terjadinya radang sangat dipengaruhi oleh senyawa dan mediator yang dihasilkan oleh asam arakidonat. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase A2 diaktifkan

untuk mengubah fosfolipid yang ada menjadi asam arakidonat. Asam arakidonat ini untuk sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase menjadi asam endoperoksida dan seterusnya menjadi prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan. Bagian lain dari arakidonat diubah oleh enzim lipoksigenase menjadi zat-zat leukotrien. Prostaglandin dan leukotrien bertanggung jawab bagi sebagian besar dari gejala peradangan. Selain itu radikal bebas oksigen yang dihasilkan peroksida juga berperan dalam menimbulkan nyeri yang merupakan salah satu gejala peradangan (Tjay dan Rahardja, 2002).

Enzim siklooksigenase yang terlibat dalam reaksi ini terdiri dari dua isoenzim, yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Enzim siklooksigenase-1 terdapat di kebanyakan jaringan antara lain di ginjal dan saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2002). Enzim siklooksigenase-1 bersifat konstitutif (bersifat pokok, selalu ada) dan cenderung menjadi homeostatis dalam fungsinya (Katzung, 2001). Enzim siklooksigenase-2 dalam keadaan normal tidak terdapat di jaringan tetapi dibentuk selama proses peradangan (Tjay dan Rahardja, 2002).

Melalui jalur siklooksigenase siklooksigenase-2 (COX-2), prostaglandin terpenting yang terbentuk adalah prostaglandin-E2 (PgE2) dan prostaglandin-F2

(49)

pembuluh dan membran sinovial sehingga terjadi radang dan nyeri. Prostaglandin-E2

(PgE2) dan prostasiklin dalam jumlah nanogram bisa menimbulkan eritema,

vasodilatasi dan peningkatan aliran darah lokal. Efek histamin dan bradikinin yang diperkuat dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler (Wilmana, 1995). Prostasiklin (PgI2) dibentuk terutama di dinding pembuluh, berperan dalam vasodilatasi, anti

trombosis, dan memiliki efek protektif terhadap mukosa lambung. Mediator ketiga yang dibentuk pada jalur siklooksigenase adalah tromboxan (TXA2, TXB2), zat ini

berdaya vasokonstriksi dan menstimulasi agregasi pelat darah (trombosit) (Tjay dan Rahardja, 2002).

Melalui jalur lipoksigenase terbentuklah leukotrien yang juga merupakan mediator radang dan nyeri. Leukotrien (LT) ini terdiri dari LTB4, LTC4, LTD4, dan

LTE4. LTC4, LTD4, dan LTE4 terutama dibentuk di granulosit eusinofil yang

berkhasiat vasokonstriktif di bronki dan mukosa lambung, sedangkan LTBB4 khusus

disintesis di makrofag dan neutrofil alveolar dan bekerja kemotaktis yaitu menstimulus migrasi lekosit dengan jalan meningkatkan mobilitas dan fungsinya. Dengan adanya leukotrien ini sejumlah besar lekosit akan menginvasi daerah peradangan dan mengakibatkan gejala radang juga (Tjay dan Rahardja, 2002). Leukotrien-B4 (LTB4) adalah kemotraktan kuat bagi eosinofil. Leukotrien tersebut

juga meningkatkan perlekatan eusinofil, degranulasi, dan pembentukan oksigen radikal bebas (Katzung, 2001)

Fosfolipida selain diubah menjadi arakhidonat oleh enzim fosfolipase A2 juga

(50)

pelepasan trombosit, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, peningkatan adhesi leukosit, dan kemotaksis leukosit (Rang et al., 2003).

Gambar 7. Mekanisme Inflamasi (Tjay dan Rahardja, 2002; Rang et al., 2003).

Keterangan : = menghambat proses pembentukan

= proses pembentukan konstriksi bronkus, meningkatkan

(51)

E. Obat Anti Inflamasi

Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe proses peradangan. Penemuan variasi yang luas diantara mediator kimiawi telah menerangkan paradoks yang tampak bahwa obat-obat Anti inflamasi dapat mempengaruhi kerja mediator utama yang penting pada satu tipe inflamasi tetapi tanpa efek pada proses inflamasi yang tidak melibatkan mediator target obat (Mary dkk., 1997).

Obat-obatan Anti inflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagai cara yaitu menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang, menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya (Anonim, 1991).

(52)

Gambar 8. Obat anti inflamasi non steroid (Wilmana, 1995)

(53)

Kortikosteroid menghambat semua jalur metabolisme eikosanoid (jalur arakidonat) yang telah dikenal dengan merangsang sintesis protein yang dinamai lipokortin, yang pada gilirannya menghambat aktivitas fosfolipase, sehingga menghambat pelepasan awal asam arakidonat yang diperlukan untuk mengaktifasi jalur enzim selanjutnya (Goldyne, 1986).

Obat analgesik antipiretik dan anti inflamasi non steroid (AINS) merupakan kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini memiliki banyak persamaan dalam efek terapi dan efek samping (Wilmana, 1995).

(54)

Khasiat obat AINS ditentukan oleh beberapa hal, yaitu:

a. potensi yang digambarkan dari jumlah milligram bahan aktif persediaan (tablet, kapsul atau lainnya), makin kecil takaran persediaan maka makin tinggi potensinya. Misalnya, natrium diklofenak dan meloxicam lebih poten dibanding celecoxib atau nimesulide.

b. mula kerja dari obat, selalu berkaitan dengan saat tercapainya kadar puncak di darah. Sediaan yang makin cepat diserap akan semakin dini mula kerja obatnya. Misal: natrium diklofenak dan nimesulide lebih cepat dari daripada celecoxib, meloxicam, dan rofecoxib.

c. masa kerja obat, berkaitan dengan waktu paruh, waktu paruh yang panjang akan memberi masa kerja yang lama. Misal: celecoxib, meloxicam, dan rofecoxib lebih lama masa kerjanya daripada natrium diklofenak dan nimesulide. Namun sediaan dengan waktu paruh panjang bisa menimbulkan akumulasi, sehingga untuk keamanan obat, sediaan dengan waktu paruh singkat lebih menguntungkan. d. bentuk sediaan aktifnya, apakah sebagai prodrug (misal nabumeton) dan atau

resemik (misal ketoprofen) (Lelo,2002).

(55)

F. Natrium Diklofenak

Natrium diklofenak merupakan kristal putih, larut dalam air, tidak larut dalam pelarut organik (Anonim, 2000), derivat sederhana dari asam fenilasetat. Natrium diklofenak adalah golongan obat non steroid dengan aktivitas analgesia, anti infamasi, dan antipiretik. Aktivitasnya dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat. Natrium diklofenak termasuk NSAID yang terkuat daya anti radang dengan efek samping yang kurang keras dibanding dengan obat anti inflamasi non steroid lainnya (indometasin, piroxicam). Obat ini sering digunakan untuk segala macam nyeri, juga pada migrain dan encok. Secara parentral sangat efektif untuk menanggulangi nyeri kolik hebat. Kerusakan hati fatal telah dilaporkan (Tjay dan Rahardja, 2002).

Obat ini cepat diserap sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavailabilitas sistemiknya hanya antara 30-70 % karena metabolisme lintas pertama, mempunyai waktu paruh 1-2 jam. Natrium diklofenak menumpuk di dalam cairan sinovial dengan t ½ 2-6 jam dalam kompartemen ini (Furst dan Munster, 2002) sehingga efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna dan terikat 99% pada protein plasma (Wilmana, 1995).

(56)

lambung. Peningkatan enzim transaminasi dapat terjadi pada 15% pasien dan umumnya kembali normal (Wilmana, 1995).

Hal tersebut membuat obat ini banyak digunakan sebagai obat rematik, gangguan otot skelet lainnya, gout akut, dan nyeri paska bedah. Dosis oral yang dianjurkan adalah 75-150 mg/hari dalam 2 - 3 dosis (Anonim, 2000).

CH2

NH Cl Cl

CONa O

Gambar 9. Struktur natrium diklofenak (Hanson, 2000)

G. Metode Uji Daya Anti Inflamasi

Secara umum model uji inflamasi dibedakan menjadi 2 (dua), sesuai dengan jenis inflamasi, yaitu model inflamasi akut dan kronik. Inflamasi akut dapat dibuat dengan berbagai cara, yaitu dengan induksi udema kaki tikus, pembentukan erithrema (respon kemerahan), dan pembentukan eksudatif inflamasi, sedangkan inflamasi kronis dibuat dengan pembentukan granuloma dan induksi arthritis.

1. Uji eritrema

Reaksi peradangan dilakukan pada kulit hewan uji dengan ditandai adanya

eritrema (warna merah). Pengamatan dilakukan dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar ultraviolet untuk menentukan terjadi eritrema atau tidak. Kelemahan

(57)

menghambat sintesa prostaglandin. Kemungkinan dapat terjadi positif palsu atau negatif palsu (Turner, 1965).

2. Radang telapak kaki belakang

Pada metode ini induksi udem dilakukan pada kaki hewan percobaan yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara subplantar pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki diukur dengan alat plestimometer segera setelah injeksi. Aktivitas anti inflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udem yang diinduksi pada kaki tikus (Vogel, 2002).

3. Tes granuloma

Hewan uji berupa tikus betina atau jantan galur SD yang dicukur punggungnya dan diinjeksi secara subkutan dengan 20 ml udara, kemudian diinjeksi 0,5 ml campuran minyak kroton dengan minyak wijen sebagai senyawa iritan yang merangsang pembentukan udema. Hari kedua setelah terbentuk kantong, udara dihampakan. Hari keempat kantong dibuka cairan eksudat disedot dan volume diukur (Vogel, 2002).

4. Radang sendi

Hewan uji diinjeksi subplantar suspensi yang mengandung 0,5%

(58)

5. Percobaan In Vitro

Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh substansi-substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lain-lain dalam terjadinya inflamasi. Contoh beberapa percobaan in vitro adalah ikatan reseptor bradikinin-H3, ikatan reseptor neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit

polimorfonuklear(Vogel, 2002 )

Pada penelitian yang akan dilakukan, digunakan metode radang telapak kaki belakang dengan menggunakan hewan uji mencit betina. Metode ini merupakan metode yang telah dikembangkan oleh Langford et al. (1972). Dasar metode (termodifikasi) ini adalah dengan membuat udema pada telapak kaki belakang mencit menggunakan karagenin 1%, kemudian kaki dipotong pada sendi torsocrural

dan ditimbang. Persentase efek anti inflamasi dapat dihitung dari perubahan berat kaki hewan uji.

% efek anti inflamasi =

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣

⎡ − U

D U

X 100%

keterangan :

U : Harga rata-rata berat kaki kelompok karagenin (terinflamasi) dikurangi rata-rata berat kaki kelompok normal ( tanpa perlakuan )

(59)

H. Landasan Teori

Inflamasi merupakan suatu reaksi antara jaringan ikat pembuluh dengan pengaruh-pengaruh yang merusak (noksius). Inflamasi merupakan mekanisme penting untuk melindungi tubuh dari serangan organisme penginvasi.

Daun senggani mengandung flavonoid (quercetin, quercitrin, dan rutin), steroid/triterpenoid (β-sitosterol, α-amyrin, sitosterol 3-O-β-D-glucopyranoside), tanin 4,3 % dan saponin (Anonim, 1995; Dalimartha, 1999; Sulaiman dkk., 2004).

Flavonoid menunjukkan aktivitasnya sebagai anti alergi, anti inflamasi, anti mikrobial, dan anti kanker. Flavonoid bekerja sebagai anti oksidan kuat, melindungi dari serangan oksidatif dan radikal bebas (Anonim, 2006a). Di antara senyawa flavonoid yang telah lama dikenal dan merupakan suatu kelompok antioksidan yakni, kelompok polifenol memiliki kemampuan sebagai scavenger superoksida, oksigen singlet, dan radikal peroksi lipid (Sitompul, 2003). Flavonoid mampu menghambat radikal bebas dengan menghambat enzim lipoksigenase dan siklooksigenase (Bruneton, 1999).

Steroid juga bermanfaat untuk mengurangi inflamasi. Selain itu, di dalam dunia kesehatan tanin juga bermanfaat sebagai astringen yang mengakibatkan pengurangan bengkak (edema), radang, dan sekresi pada gastrointestinal (Harborne, 1984).

(60)

kimia daun senggani yang dapat terekstrak oleh etanol 70%, diharapkan memiliki aktivitas sebagai anti inflamasi.

I. Hipotesis

(61)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian

Penelitian efek anti inflamasi ekstrak etanol daun senggani pada mencit putih betina merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola satu arah.

B. Metode Penelitian

(62)

C. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel

Variabel penelitian ini meliputi :

a. Variabel bebas : dosis ekstrak etanol daun senggani, yaitu sejumlah miligram (mg) ekstrak etanol daun senggani per kilogram (kg) berat badan yang disuspensikan dalam larutan CMC-Na 1% dan diberikan secara peroral tiap kg berat badan mencit.

b. Variabel tergantung : persentase efek anti inflamasi, yaitu kemampuan ekstrak etanol daun senggani dalam menghambat/mengurangi proses inflamasi pada kaki mencit akibat udema buatan dengan injeksi karagenin 1%.

c. Variable pengacau terkendali :

1) hewan uji : mencit putih 2) galur : Swiss 3) jenis kelamin : betina 4) umur : 2-3 bulan 5) berat badan : 20-30 gram 6) keadaan patologis : sehat

7) asal tumbuhan senggani : BPTO Tawangmangu, Solo, Jawa Tengah 8) proses isolasi senyawa kimia daun senggani menggunakan penyari

(63)

d. Variabel pengacau tak terkendali :

1) suhu pemanasan saat proses penguapan ekstrak etanol daun senggani 2) kemampuan absorpsi mencit terhadap ekstrak etanol daun senggani

2. Definisi operasional

a. dosis ekstrak etanol daun senggani

Dosis diperoleh dengan cara menimbang sejumlah miligram (mg) ekstrak etanol daun senggani per kilogram (kg) berat badan yang disuspensikan dalam larutan CMC-Na 1% dan diberikan secara peroral tiap kg berat badan mencit.

b. uji efek anti inflamasi

uji efek anti inflamasi menggunakan metode Langford termodifikasi yaitu membuat udema pada telapak kaki belakang mencit menggunakan karagenin 1%, kemudian kaki dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Persentase efek anti inflamasi dapat dihitung dari perubahan berat kaki hewan uji (menggunakan berat kaki terinflamasi (kontrol -) terhadap berat kaki terinflamasi yang diobati dengan ekstrak etanol daun senggani).

D. Bahan Dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(64)

2. bahan uji adalah bahan yang diuji yaitu daun senggani yang diambil dari Badan Penelitian Tanaman Obat (BPTO) Tawangmangu, Solo, Jawa Tengah. Senggani diambil pada bulan April 2006

3. karagenin tipe 1 (Sigma Chemcal Company) sebagai zat peradang (inflamatogen) yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

4. NaCl 0,9% fisiologis (Otsuka) sebagai pensuspensi karagenin yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

5. natrium diklofenak, sebagai kontrol positif yang merupakan bantuan dari PT. Fahrenheit , Tangerang, Banten.

6. CMC-Na (Dai-Ichi Seiyaku Co.,Ltd) sebagai pensuspensi ekstrak etanol daun senggani dan Natrium diklofenak yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

7. aquadest sebagai pengencer konsentrasi etanol, diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

(65)

E. Alat Atau Instrumen Penelitian Alat-alat yang digunakan mencakup :

1. alat-alat gelas berupa beker glass, pipet volume, labu ukur, pipet tetes, erlenmeyer, cawan petri, corong, batang pengaduk, gelas ukur (Pyrex).

2. spuit injeksi oral dan spuit injeksi intravena 1 ml 3. seperangkat alat bedah

4. neraca analitik, Metler Toledo, Tipe AB 204, Switzerland

5. perkolator, sebagai alat bantu dalam proses ekstraksi daun senggani dengan metode perkolasi.

F. Tata Cara Penelitian 1. Identifikasi/determinasi daun senggani

Determinasi daun senggani dilakukan oleh BPTO Tawangmangu, Jawa Tengah sebagai pihak yang menyediakan daun senggani. Surat pengambilan dan determinasi daun senggani dari BPTO dapat dilihat pada lampiran 22.

2. Pembuatan ekstrak etanol daun senggani

(66)

tetap 1-1,5 cm. Perkolat ditampung dalam erlenmeyer. Ekstraksi dihentikan jika perkolat yang keluar berwarna bening. Perkolat yang diperoleh diuapkan di atas waterbath hingga diperoleh perkolat yang kental (pekat). Ekstrak pekat kemudian disimpan di dalam lemari pendingin (kulkas).

3. Persiapan hewan uji

Metode uji efek anti inflamasi yang digunakan, baik untuk kelompok uji pendahuluan maupun kelompok perlakuan menggunakan metode pembentukan udema pada telapak kaki belakang hewan uji yang telah dimodifikasi oleh Langford et al. (1972). Hewan uji yang dibutuhkan adalah 83 ekor mencit putih betina. Delapan puluh tiga ekor mencit dibagi 2 kelompok. Kelompok pertama untuk uji pendahuluan 48 ekor, dan kelompok kedua sebanyak 35 ekor untuk perlakuan. Sebelum digunakan hewan uji dipuasakan selama dua puluh empat jam tanpa menghentikan pemberian minum.

a. dua belas ekor untuk uji pendahuluan waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1 %

b. dua belas ekor untuk uji pendahuluan pemberian dosis efektif natrium diklofenak (dalam 4 peringkat dosis)

c. dua belas ekor untuk uji pendahuluan waktu pemberian dosis natrium diklofenak dengan dosis efektif

(67)

e. tiga puluh lima ekor untuk perlakuan kontrol negatif karagenin 1%, kontrol negatif CMC Na 1%, kontrol positif natrium diklofenak dan kelompok perlakuan ektrak etanol senggani dalam empat peringkat dosis, yaitu 850 mg/kgBB, 1000 mg/kgBB, 1330 mg/kgBB, dan 1670 mg/kgBB, masing-masing lima ekor.

4. Pembuatan suspensi karagenin 1 %

Timbang 100 mg karagenin, kemudian larutkan dalam 10 ml larutan NaCl fisiologis dan diaduk sehingga diperoleh konsentrasi suspensi karagenin 1%. Agar bisa digunakan kembali, suspensi karagenin disimpan dalam freezer.

5. Pembuatan CMC Na 1%

Timbang 1 gram CMC-Na, disuspensikan sampai 100 ml dengan aquadest hangat, kemudian aduk sampai homogen.

6. Pembuatan larutan natrium diklofenak

Ditimbang seksama sejumlah natrium diklofenak dan dilarutkan dalam CMC-Na 1% sampai diperoleh konsentrasi tertentu berdasar uji pendahuluan dosis. CMC-Na 1% dalam kondisi masih hangat sangat membantu kelarutan natrium diklofenak.

7. Pembuatan suspensi ekstrak etanol daun senggani

(68)

8. Penetapan dosis a. Karagenin 1%

Menurut Williamson (1996), konsentrasi karagenin yang digunakan pada mencit adalah 1% dengan volume 0,05 ml. 0,05 ml karagenin 1% adalah volume pemberian untuk mencit dengan berat 20 gram sehingga dosis bisa dicari dengan rumus: V ml = b. Natrium Diklofenak

Dosis yang digunakan berdasarkan dosis natrium diklofenak yang pernah digunakan pada penelitian anti inflamasi yang sudah pernah dilakukan yaitu 9,75 mg/kg BB; 10,795 mg/kg BB, dan 11,95 mg/kg BB (Novita, 2003). Dosis ini berdasarkan dosis pemakaian natrium diklofenak pada manusia sebesar 75-150 mg/70kgBB. Dosis pada manusia tersebut dikonversikan ke mencit 20g dengan faktor konversi sebesar 0,0026. Contoh perhitungannya :

(69)

= 10,79 mg/kgBB

Sebagai kontrol negatif CMC 1% diberikan secara per oral, dan volume pemberian maksimal pada mencit adalah 1ml, diketahui berat mencit maksimal dalam penelitian ini adalah 30 g sehingga bisa dihitung dengan rumus:

V ml = d. Ekstrak etanol daun senggani

Dosis maksimum dan peringkat dosis ekstrak etanol daun senggani yang digunakan berdasarkan orientasi dan penelitian Tusthi (2006). Adapun peringkat dosis yang digunakan adalah 850 mg/kg BB, 1000 mg/kg BB, 1330 mg/kg BB, dan 1670 mg/kg BB.

(70)

sublantar tanpa suspensi karagenin 1%. Selanjutnya tiap kelompok hewan uji dikorbankan pada selang waktu tertentu, yaitu 1, 2, 3, dan 4 jam setelah injeksi karagenin 1% subplantar, dan kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural kemudian ditimbang. Waktu yang menunjukkan berat udema paling besar dijadikan acuan untuk perlakuan dengan karagenin 1% selanjutnya.

10. Uji pendahuluan dosis efektif natrium diklofenak

Hewan uji dibagi empat kelompok, tiap kelompok 3 ekor,diberi perlakuan natrium diklofenak peroral dengan dosis yang berbeda, kelompok I dengan dosis 9,75 mg/kgBB; dan kelompok II dengan dosis 10,795 mg/kgBB dan kelompok III dengan dosis 11,95 mg/kg BB. Kemudian kaki kiri bagian belakang diinjeksi 0,05 ml suspensi karagenin 1% subplantar, sedangkan kaki kanan bagian belakang hanya disuntik dengan spuit injeksi secara subplantar tanpa suspensi karagenin 1%. Setelah beberapa lama, mencit dikorbankan, kedua kaki belakang dipotong pada sendi torsocrural kemudian ditimbang. Dosis yang menunjukkan berat udema paling kecil adalah dosis efektif dari natrium diklofenak.

Gambar

Gambar 1. Struktur umum flavonoid (Robinson, 1991).
Gambar 2. Struktur rutin (Anonim, 2006b).
Gambar 3. Struktur umum kuersetin (Harborne, 1984)
Gambar 4. Struktur umum kuersitrin (Farlex, 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Bobot Udema Kaki Mencit Akibat Pemberian Ekstrak Etanolik Akar Tripterygium wilfordii

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa berkat kasih karuniaNya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Efek Anti Inflamasi Ekstrak Etanol Akar

Tahap pertama dari pengujian aktivitas ekstrak etanol daun senggani terhadap luka bakar pada punggung mencit putih jantan adalah membagi mencit menjadi 5 kelompok

Setelah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol kelopak bunga rosela terhadap kadar LDL kolesterol darah mencit putih betina yang di

Maksud penelitian untuk mengetahui efek anti inflamasi kulit petai (Parkia speciosa Hassk) dalam bentuk ekstrak etanol dengan beberapa konsentrasi dengan menggunakan mencit

Tujuan penelitian untuk mengetahui toksisitas akut ekstrak etanol Eusideroxylon zwageri terhadap fungsi ginjal mencit putih betina yang dinilai dengan kadar kreatinin serum

Hasil uji aktivitas anti inflamasi ekstrak daun Binahong dan ekstrak bawang Putih dengan metode induksi udem pada telapak kaki tikus putih jantan oleh karagenin

Hidrokortison asetat dalam bentuk salep yang digunakan sebagai pembanding yang merupakan salah satu sediaan obat anti inflamasi yang bayak digunakan untuk