• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK ANTI-INFLAMASI EKSTRAK PETROLEUM ETER DAUN SENGGANI (Melastoma polyanthum Bl.) PADA MENCIT PUTIH BETINA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EFEK ANTI-INFLAMASI EKSTRAK PETROLEUM ETER DAUN SENGGANI (Melastoma polyanthum Bl.) PADA MENCIT PUTIH BETINA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK ANTI-INFLAMASI EKSTRAK PETROLEUM ETER DAUN SENGGANI (Melastoma polyanthum Bl.) PADA MENCIT PUTIH BETINA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Andreas Sudarto NIM : 038114080

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(2)
(3)
(4)

^âÑxÜáxÅut{~tÇ á~Ü|Ñá| |Ç|

áxutzt| àtÇwt ut~à| wtÇ v|Çàt~â

WxÅ| ~xÅâÄ|ttÇ TÄÄt{ UtÑt w| fâÜzt

àxÜâÇàâ~ UtÑt wtÇ \uâ àxÜv|Çàt tàtá áxÅât wÉt wtÇ v|ÇàtÇçt

àxÜâÇàâ~ tw|~@tw|~~â àxÜátçtÇz f|á|Ä? [xÄÅ|? e|t? TÇwÉ? W|tÇ wtÇ

áxÄâÜâ{ ~xÄâtÜzt w| ~tÅÑâÇz tàtá ÑxÜ{tà|tÇ? wâ~âÇztÇ wtÇ wÉtÇçt

gxÜâÇàâ~ tÇt~@tÇt~ ~ÉÇàÜt~tÇ wtÇ át{tutà@át{tutà~â tàtá wâ~âÇztÇ?

ÉÄÉ~tÇ? vtÇwt wtÇ ~xuxÜátÅttÇ áxÄtÅt |Ç|

gxÜâÇàâ~ tÄÅtÅtàxÜ~â àxÜv|Çàt

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Efek Anti-Inflamasi Ekstrak Petroleum Eter Daun Senggani (Melastoma

polyanthum Bl.) pada Mencit Putih Betina”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si.) pada program studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam menyusun skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan berupa bimbingan, dorongan, sarana, maupun finansial dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

2. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan masukan hingga terselesainya skripsi ini. 3. Phebe Hendra, M.Si, Apt., selaku Dosen Pembimbing terdahulu atas bimbingan,

pengarahan, waktu, dan dukungannya selama penelitian skripsi ini.

4. Drs. Mulyono, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritik,dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. Bapak dan ibunda tercinta atas doa dan kasih sayangnya.

(7)

7. Adik-adikku Silvia Sari, Bernadita Helmiyanti, Hilaria Falmiliani, Robertus Fernando, Hardianto dan seluruh keluargaku atas dukungan dan doanya.

8. Mas Supri dan Mbak Ina yang telah bersedia memberikan sumbangan natrium diklofenak yang digunakan sebagai kontrol positif dalam penelitian ini.

9. Kepala BPTO Tawangmangu yang telah membantu dalam penyediaan senggani sebagai tanaman yang diteliti.

10.Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Wagiran dan Mas Ottok yang telah membantu dalam terlaksananya penelitian ini.

11.Teman-teman “seperjuangan” di Laboratorium, yaitu Endra Dewi Prianinggrum, Tusthi dan Rosalia Prita yang banyak membantu saat penelitian.

12.Segenap anak kontrakan, Hengki Sungkit, Irwan Febriantoro, Alvian Yoan Dias, Budiarto, Hermanto, Taufan Sungkit, Ignasius Madya, Agustinus Daru, Suvendi Halim, Bakri Susanto, Rizky Linggasati dan anak-anak kontrakan II yang selalu setia menemani penulis dalam suka dan duka.

13.Teman-temanku Yulia Ratika Siwi, Lucy Lahrita, Agnes Rufina, Jenny, Soelistio Wati, Katarina Ratih, Agatha Vilma, Pradnya Ratih, Maria Maduma Magdalena, atas dukungannya sehingga penulis merasa tertantang dalam menyelesaikan skripsi ini.

14.Andreas Sukarno, Raichard Julius, Maria Megawati yang selalu menyemangati dan telah banyak memberikan bantuan materi.

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

(8)

Penulis menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan untuk penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xix

ABSTRACT ... xx

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

1. Manfaat teoritis ... 4

2. Manfaat praktis ... 4

(10)

E. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan umum ... 4

2. Tujuan khusus ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Tumbuhan Senggani (Melastoma polyanthum Bl.) ... 6

1. Sistematika... ... 6

2. Nama daerah ... 6

3. Sinonim... 6

4. Morfologi ... 6

5. Kandungan kimia ... 7

6. Khasiat dan kegunaan senggani ... 12

B. Perkolasi ... 13

C. Petroleum eter ... 14

D. Inflamasi ... 15

1. Definisi... 15

2. Gejala ... 15

3. Mekanisme ... 17

E. Obat Anti-inflamasi ... 21

F. Natrium Diklofenak (Diklofenak-Na) ... 24

G. Metode Uji Efek Anti-Inflamasi ... 25

H. Landasan Teori ... 28

I. Hipotesis ... 30

(11)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 31

B. Metode Penelitian... 31

C. Variabel dan Definisi Operasional ... 31

1. Variabel ... 31

2. Definisi operasional ... 32

D. Bahan Penelitian ... 32

E. Alat atau Instrumen Penelitian ... 34

F. Tata Cara Penelitian ... 35

1. Identifikasi/determinasi daun senggani... 35

2. Pembuatan ekstrak petroleum eter daun senggani ... 35

3. Persiapan hewan uji ... 35

4. Pembuatan suspensi karagenin 1% ... 36

5. Pembuatan CMC Na 1% ... 36

6. Pembuatan larutan natrium diklofenak... 36

7. Pembuatan suspensi ekstrak petroleum eter daun senggani ... 37

8. Penetapan dosis ... 37

9. Uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin ... 39

10.Uji pendahuluan dosis efektif natrium diklofenak... 39

11.Uji pendahuluan waktu pemberian natrium diklofenakdengan dosis efektif ... 39 12.Uji pendahuluan waktu pemberian ekstrak petroleum eter daun

(12)

senggani ... 40

13.Perlakuan hewan uji ... 40

14.Perhitungan % respon anti-inflamasi ... 42

G. Analisis Hasil ... 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Uji Pendahuluan ... 44

1. Uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% ... 44

2. Uji pendahuluan dosis efektif natrium diklofenak... 46

3. Uji pendahuluan waktu pemberian natrium diklofenakdengan dosis efektif ... 48

4. Uji pendahuluan waktu pemberian ekstrak petroleum eter daun senggani ... 50

B. Hasil Uji Efek Anti-Inflamasi ... 50

C. Perbandingan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Lain ... 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 75

BIOGRAFI PENULIS ... 109

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat pemberian

karagenin 1 % dalam berbagai variasi selang waktu

pemotongan kaki... 44 Tabel II. Rangkuman hasil anova satu arah dengan data bobot udema

kaki mencit pada uji pendahuluan selang waktu pemotongan

kaki... 45 Tabel III. Rangkuman hasil uji Scheffe pada uji pendahuluan selang

waktu pemotongan kaki... 46 Tabel IV. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat pemberian

karagenin 1 % setelah pemberian berbagai variasi dosis

natrium diklofenak... 47 Tabel V. Rangkuman hasil anova satu arah data bobot udema kaki

mencit akibat pemberian karagenin setelah pemberian

berbagai variasi dosis natrium diklofenak... 48 Tabel VI. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat pemberian

karagenin 1 % pada selang waktu pemberian natrium

diklofenak... 49 Tabel VII. Rangkuman hasil Anova Satu Arah bobot udema kaki mencit

pada selang waktu pemberian natrium diklofenak... 49 Tabel VIII. Rata-rata bobot udema kaki mencit akibat pemberian

(14)

karagenin 1 % pada kelompok kontrol dan perlakuan... 53 Tabel IX. Rangkuman hasil Anova Satu Arah bobot prosentse efek

anti-inflamasi pada kelompok kontrol dan perlakuan ... 53 Tabel X. Prosentase efek anti-inflamasi pada kelompok perlakuan

beserta kontrolnya dan hasil uji Scheffe... 54 Tabel XI. Potensi relatif kelompok perlakuan ekstrak petroleum eter

daun senggani terhadap natrium diklofenak... 61 Tabel XII. Hasil uji Scheff perbandingan efek anti-inflamasi ekstrak

petroleum eter daun senggani dengan ekstrak etanol daun

senggani... 62 Tabel XIII. Perbandingan hasil uji efek anti-inflamasi dan analgesik

ekstrak petroleum eter daun senggani dan efek analgesik

ekstrak etanol daun senggani... 67

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur umum steroid ... 8

Gambar 2. Struktur kimia β-sitosterol ... 8

Gambar 3. Struktur kimia α-amyrin... 9

Gambar 4. Kerangka flavonoid... 10

Gambar 5. Struktur kimia kuersetin... 10

Gambar 6. Struktur kimia rutin... 11

Gambar 7. Struktur kimia kuersitrin... 11

Gambar 8. Patogenesis dan gejala inflamasi ... 16

Gambar 9. Mekanisme Inflamasi... 19

Gambar 10. Obat anti-inflamasi non steroid ... 22

Gambar 11. Struktur diklofenak ... 25

Gambar 12. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit akibat pemberian karagenin 1 % dalam berbagai variasi selang waktu pemotongan kaki... 45

Gambar 13. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit akibat pemberian karagenin 1 % setelah pemberian berbagai variasi dosis natrium diklofenak... 47

Gambar 14. Grafik rata-rata bobot udema kaki mencit akibat pemberian karagenin 1 % setelah pemberian berbagai variasi dosis natrium diklofenak... 49

(16)

Gambar 15. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit akibat

karagenin 1 % pada kelompok kontrol dan perlakuan... 52

Gambar 16. Diagram batang efek anti-inflamasi kaki mencit akibat karagenin 1 % pada kelompok kontrol dan perlakuan... 55

Gambar 17. Diagram batang perbandingan prosentase efek anti-inflamasi EEDS dan EPEDS... 64

Gambar 18. Diagram batang perbandingan prosentase efek anti-inflamasi EPEDS dan analgesik EPEDS... 66

Gambar 20. Diagram batang perbandingan prosentase efek anti-inflamasi dan analgesik EPEDS dan prosentase efek anti-inflamasi EEDS... 67

Gambar 21. Tumbuhan Senggani ... 75

Gambar 22. Daun Senggani ... 76

Gambar 23. Serbuk Daun Senggani ... 77

Gambar 24. Ekstrak Petroleum eter Daun Senggani... 78

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto tumbuhan senggani ... 75

Lampiran 2. Foto daun senggani ... 76

Lampiran 3. Foto serbuk daun senggani ... 77

Lampiran 4. Foto ekstrak petroleum eter daun senggani ... 78

Lampiran 5. Skema kerja uji pendahuluan penetapan selang waktu pemotongan kaki mencit setelah injeksi karagenin 1% ... 79

Lampiran 6. Hasil dan analisis hasil uji pendahuluan rentang waktu pemotongan setelah injeksi karagenin 1% ... 80

Lampiran 7. Skema kerja uji pendahuluan pemberian Natrium diklofenak dalam tiga peringkat dosis ... 82

Lampiran 8. Hasil dan analisis hasil uji pendahuluan dosis efektif natrium diklofenak... 83

Lampiran 9. Skema kerja uji pendahuluan waktu pemberian Natrium diklofenak dosis efektif (9,75 mg/kgBB) ... 85

Lampiran 10. Hasil dan analisis hasil uji pendahuluan waktu pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif ... 86

Lampiran 11. Skema kerja uji pendahuluan waktu pemberian ekstrak petroleum eter daun senggani ... 88

(18)

Lampiran 12. Hasil dan analisis hasil uji pendahuluan waktu

pemberian ekstrak petroleum eter daun senggani ... 89 Lampiran 13. Skema kerja perlakuan hewan uji ... 92 Lampiran 14. Hasil dan analisis hasil bobot udema kaki mencit akibat

pemberian ekstrak petroleum eter daun senggani dalam

empat peringkat dosis dan kontrolnya ... 93 Lampiran 15. Hasil perhitungan dan analisis hasil persen (%) efek

anti-inflamasi pemberian ekstrak petroleum eter daun

senggani dalam empat peringkat dosis dan kontrolnya ... 97 Lampiran 16. Hasil perhitungan potensi efek anti-inflamasi pemberian

ekstrak petroleum eter daun senggani dalam empat

peringkat dosis ... 101 Lampiran 17. Perbandingan efek anti-inflamasi ekstrak petroleum eter

dan ekstrak etanol daun senggani... 102 Lampiran 18. Certificate of Analysis ... 106 Lampiran 19. Surat pernyataan pengambilan dan determinasi senggani

dari BPTO ... 108

(19)

INTISARI

Senggani banyak digunakan untuk pereda demam, penghilang nyeri, menghilangkan pembengkakan dan lain-lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan kebenaran efek anti-inflamasi dan mengetahui besarnya potensi efek anti-inflamasi ekstrak petroleum eter daun senggani dalam menghambat terjadinya udema.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Subjek uji menggunakan mencit putih betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram. Empat puluh ekor mencit dikelompokkan menjadi 8 kelompok. Kelompok I hingga kelompok IV sebagai kelompok kontrol, sedangkan kelompok V hingga kelompok VIII diberi ekstak petroleum eter daun senggani dengan dosis berturut-turut 850, 1000, 1330, dan 1670 mg/kg BB. Tiga puluh menit kemudian kaki kiri mencit bagian belakang diinjeksi dengan karagenin 1%, setelah 3 jam hewan uji dikorbankan dan kedua kakinya dipotong pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang. Data bobot udema yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi datanya, kemudian dilanjutkan dengan analisis varian (Anova) pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95% yang dilanjutkan dengan uji Scheffe.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak petroleum eter daun senggani memiliki efek anti-inflamasi. Ekstrak petroleum eter daun senggani dosis 850, 1000, 1330, dan 1670 mg/kg BB memiliki persentase efek anti-inflamasi berturut-turut sebesar 16,03 %; 19,39 %; 29,36 %; dan 43,34 %. Potensi relatif efek anti-inflamasi secara berturut-turut adalah sebagai berikut : 28,14 % ; 34,04 %; 51,56 %; dan 76,17 %.

Kata kunci : anti-inflamasi, ekstrak petroleum eter daun senggani

(20)

ABSTRACT

Senggani (Melastoma polyanthum Bl.) is mostly used to decrese fever, decrease pain, to lose udema etc.. The goal of this research is to prove the truth of anti-inflammation effect and to know the amount of potency of anti-inflammation effect of petroleum ether extract of senggani leaves in preventing oedema.

This research is pure experimental research. The subject of this experiment was Switzerland white female mice whose age 2-3 months and its weight is 20-30 gram. Forthty mice were divided into eight groups. Group I to group IV were as control group, whereas group V to group VIII were given petroleum ether extract of senggani leaves with dosage 850, 1000, 1330, and 1670 mg/kg BW. Successively thirty minutes later, those mice’s left legs were injected with carrageenan 1%. Then, four hours later those mice were killed and its two legs were cut at torsocrural joint. Data about oedema weight was analyzed with Kolmogorov-Smirnov to see its distribution. After that, this research was continued with variant analysis of one direction pattern then researcher did Scheffe test.

The result of the analysis shows that petroleum ether extract of senggani leaves has anti-inflammation effect. Petroleum ether extract senggani’s leaves whose dosage 850, 1000, 1330, and 1670 mg/kg BW has the percentage of anti-inflammation effect was successively 16,03 %; 19,39 %; 29,36 %; and 43,34 %. Relative potency of anti-inflammation effect is successively 28,14 %; 34,04 %; 51,56 %; and 76,17 %.

Key words : anti-inflammatory, petroleum ether extract of senggani leaves

(21)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Radang atau inflamasi adalah reaksi dari suatu jaringan hidup yang

mempunyai vaskularisasi terhadap trauma (injury) lokal. Reaksi ini dapat disebabkan

oleh infeksi mikrobial, zat fisik, zat kimia, jaringan nekrotik, dan reaksi imunologik

(Robbins dan Kumar, 1995).

Reaksi inflamasi diperlukan karena inflamasi ini merupakan respon

biologik dari reaksi-reaksi kimia berurutan dan berfungsi melindungi tubuh dari

infeksi dan memperbaiki jaringan yang rusak akibat trauma (Wilmana, 1995).

Namun, reaksi inflamasi yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang

merugikan tubuh. Oleh karena itu, diperlukan obat anti inflamasi untuk

mengendalikan reaksi inflamasi agar tidak menimbulkan dampak yang merugikan

tersebut.

Inflamasi banyak diderita oleh masyarakat. Pada umumnya, pengobatan

inflamasi menggunakan obat-obat anti-inflamasi non steroid untuk melawan dan

mengendalikan rasa nyeri dan peradangan, namun obat yang sering digunakan itu

tidak sepenuhnya aman dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Krisis dalam

bidang ekonomi secara langsung berdampak terhadap harga obat dan biaya untuk

pelayanan kesehatan meningkat. Secara nyata ada pergeseran dari penggunaan obat

modern ke penggunaan obat tradisional karena masalah kesehatan yang semakin

mahal.

(22)

Pemanfaatan obat tradisional sebagai salah satu metode pengobatan dari

waktu ke waktu semakin banyak diminati masyarakat. Hal ini didukung oleh

tersedianya tumbuh-tumbuhan di alam sekitar kita yang dapat dimanfaatkan sebagai

obat sehingga dapat menekan biaya pengobatan. Penggunaan obat tradisional sudah

menjadi tradisi budaya dalam mengatasi masalah kesehatan oleh masyarakat baik

yang di kota maupun yang di desa. Budaya bangsa Indonesia yang berkaitan dengan

pemanfaatan alam untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit

dilaksanakan berdasarkan pengalaman secara turun-temurun (Soedibyo,1998).

Salah satu tumbuhan yang telah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional

melawan dan mengendalikan rasa nyeri maupun radang adalah senggani (Melastoma

polyanthum Bl.) (Soedibyo, 1998). Untuk mengobati radang atau luka, daun

senggani biasanya dilumatkan dengan cara dikunyah kemudian langsung dibubuhkan

pada daerah peradangan atau luka tersebut (Anonim, 2007). Kandungan kimia yang

terdapat dalam tumbuhan senggani, khususnya pada bagian daun adalah flavonoid,

steroid/triterpenoid, tanin 4,3 % (Anonim, 1995 a). Senyawa kimia daun senggani

yang diduga menimbulkan efek anti-inflamasi adalah steroid dan flavonoid. Sebagian

besar steroid larut dalam pelarut nonpolar. Oleh karena itu, petroleum eter

digunakan sebagai larutan pengekstrak untuk mengekstraksi steroid dari daun

senggani. Flavonoid larut dalam pelarut polar. Adapun penelitian efek anti-inflamasi

ektrak daun senggani menggunakan larutan pengekstrak polar (etanol) dilakukan

oleh Prianinggrum (2006).

Dalam penelitian ini akan dilakukan uji efek anti-inflamasi ekstrak

(23)

pengaruhnya sebagai anti-inflamasi dan besarnya efek anti-inflamasi yang dimiliki.

Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian

berikutnya tentang pengembangan daun senggani sebagai obat anti-inflamasi.

1. Permasalahan

a. Apakah ekstrak petroleum eter daun senggani mempunyai efek anti-inflamasi

terhadap mencit putih betina?

b. Seberapa besar prosentase efek anti-inflamasi yang dimiliki ekstrak

petroleum eter daun senggani untuk menghambat terjadinya inflamasi ?

c. Seberapa besar potensi relatif efek anti-inflamasi yang dimiliki ekstrak

petroleum eter daun senggani ?

d. Bagaimana perbandingan efek anti-inflamasi ekstrak petroleum eter daun

senggani dengan hasil penelitian efek anti-inflamasi ekstrak etanol daun

senggani (Prianinggrum, 2006) dan efek analgesik ekstrak petroleum eter

daun senggani (Riadiani, 2006)?

2. Keaslian

Sepanjang penelusuran pustaka penulis di Perpustakaan Universitas

Sanata Dharma penelitian mengenai daya anti-inflamasi ekstrak petroleum eter

daun senggani pada mencit putih betina belum pernah dilakukan. Adapun

penelitian tentang senggani yang sudah dilakukan antara lain : Daya Antifertilitas

dan Efek Toksik Ekstrak Etanol Akar Senggani (Melastoma polyanthum Bl.)

pada Tikus Betina (Christina, 2000), Teratogenisitas Ekstrak Etanol Akar

Senggani (Melastoma polyanthum Bl.) pada Tikus Putih (Japri, 2001), Pengaruh

(24)

Spermatogenitas Tikus Putih (Irwan, 2001), Toksisitas Akut Infus Daun

Senggani (Melastoma polyanthum Bl.) pada Mencit (Wiwin, 2002), Uji Daya

Antifungus Ekstrak Etanol Akar Senggani (Melastoma polyanthum Bl.) terhadap

Candida albicans secara in vitro (Katarina, 2002), Toksisitas Akut Ekstrak

Etanol Akar Senggani (Melastoma polyanthum Bl.) pada Tikus Jantan dan Betina

(Ismirawati, 2002), Uji Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Akar Senggani

(Melastoma affine D. Don.) Terhadap Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram

Negatif (Toba, M.S., 2003).

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat melengkapi khasanah ilmu pengetahuan dan kesehatan

tentang penggunaan ekstrak petroleum eter daun senggani sebagai

anti-inflamasi dan dapat menjadi acuan bagi penelitian obat anti-anti-inflamasi

selanjutnya.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi

bagi masyarakat mengenai pemanfaatan daun senggani sebagai obat anti-

inflamasi.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum : merupakan bagian dari pengembangan obat tradisional yaitu

(25)

2. Tujuan khusus : untuk mengetahui efek anti-inflamasi ekstrak petroleum eter

daun senggani pada mencit putih betina dan besarnya prosentase dan potensi

relatif efek anti-inflamasi yang dimiliki ekstrak petroleum eter daun senggani

dalam menghambat terjadinya inflamasi serta sekaligus mengetahui

perbandingan efek anti-inflamasinya dengan hasil penelitian efek anti-inflamasi

ekstrak etanol daun senggani (Prianinggrum, 2006) dan efek analgesik ekstrak

(26)

BAB II

PENELAHAAN PUSTAKA

A. Tumbuhan Senggani ( Melastoma polyanthum Bl.) 1. Sistematika

Tumbuhan senggani diklasifikasikan ke dalam famili melastomatace,

genus melastoma dan spesies Melastoma polyanthum Bl. (Van Steenis, 1975).

2. Nama daerah

Senggani, Kluruk, Sengganen (Jawa), Senduduk (Melayu), Harendong

(Sunda), Kemaden (Madura) (Dalimartha, 1999).

3. Sinonim

Sinonim senggani yaitu: Melastoma malabathicum L, Melastoma

candidum D. Don (Melastoma septemnervium Lour. non Jacq), Melastoma

dodecandum Lour. (Melastoma repens Desr.), Melastoma sanguineum

Sims.(Melastoma decemfidum Roxb.), Melastoma affine D. Don (Melastoma

polyanthum Bl.) umumnya paling banyak digunakan di Indonesia (Lily, 1980).

3. Morfologi

Senggani termasuk tanaman perdu, tinggi 0,5-4 m. Cabang yang muda

bersisik. Daun bertangkai, berhadapan, memanjang, atau bulat telur memanjang

dengan ujung runcing, bertulang daun 3,2-20 x 1–8 cm, kedua belah sisi berbulu.

Bunga bersama-sama 5–18, pada ujung dan di ketiak daun yang tertinggi,

berbilang 5–(4-6). Daun pelindung bersisik, langsing, 5 x 2 mm, tidak menutupi

kuncup. Daun mahkota bulat telur terbalik, panjang 2–3 cm, ungu merah, jarang

(27)

putih. Benang sari 10-(8-12), memanjang dari penghubung sari di bawah ruang

sari pada benang sari yang panjang 6-16 mm, pada yang pendek 2-7 mm. Bakal

buah beruang 5-(4-6), dihubungkan oleh bingkai terhadap tabung kelopak. Buah

buni berbentuk periuk, membuka melintang secara tidak teratur, dimana terlepas

bingkai biji yang merah tua. Biji berbentuk kerang. Senggani dapat tumbuh di

padang rumput, semak hutan kecil, 5-2000 m (Van Steenis, 1975).

4. Kandungan kimia

Kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan senggani (Melastoma

polyanthum. Bl.), khususnya pada bagian daun adalah flavonoid,

steroid/triterpenoid, tanin 4,3 % (Anonim, 1995 a). Selain itu, juga mengandung

saponin (Dalimartha, 1999). Menurut Sulaiman et al. (2004), pada analisis

phytochemical dari ekstrak daun dan akar senggani mengandung β-sitosterol, α

-amyrin, sitosterol 3-O-β-D-glucopiranoside, quercetin, quercitrin, dan rutin.

a. Steroid/ triterpenoid

Triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari

enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrogen karbon C30

asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya

empat golongan senyawa : triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida

jantung (Harborne, 1984).

Sebagian besar steroid tumbuhan cincinnya semua disambungkan satu

sama lain dengan ikatan trans. Akibatnya ialah bahwa seluruh sistem cincin

terletak pada satu bidang (sebidang), dan gugus penyulih mencuat tegak lurus

(28)

apa saja yang letaknya trans terhadap gugus metil pada C-10 dinyatakan sebagai

konfigurasi alfa (α) dan gugus yang letaknya cis sebagai beta (β) (Robinson,

1991).

Steroid merupakan lipid yang mempunyai kerangka karbon yang

dihubungkan dengan empat cincin (Anonim, 2006 a).

1

Gambar 1. Struktur umum senyawa steroid (Anonim, 2006 a).

Sterol merupakan senyawa steroid berbentuk alkohol dengan kerangka

karbon C27-C29 dan mempunyai rantai cabang alifatik. Dahulu sterol terutama

dianggap sebagai senyawa hewan (sebagai hormon kelamin, asam empedu, dan

lain-lain), namun pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut

ditemukan dalam jaringan tumbuhan. Sterol yang terdapat dalam tumbuhan

digolongkan dalam fitosterol, misalnya β-sitosterol (Harborne, 1984).

HO

Et

(29)

Banyak triterpena yang dikenal dalam tumbuhan. Sampai saat ini hanya

beberapa saja yang diketahui tersebar luas. Senyawa tersebut adalah triterpena

pentasiklik α-amyrin dan β-amyrin serta asam turunannya (Harborne, 1984).

H O M e

M e M e M e

H M e

M e

H M e

M e

Gambar 3. Struktur kimia α-amyrin (Harborne, 1984).

Terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam

sitoplasma sel tumbuhan. Terpenoid biasanya diekstraksi dari jaringan tumbuhan

memakai eter minyak bumi, eter atau kloroform dan dapat dipisahkan secara

kromatografi pada silika gel atau alumina (Harborne, 1984).

b. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak

terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Kandungan senyawa flavonoid di dalam

tanaman sangat rendah, yaitu sekitar 0,25% dan secara umum terikat atau

terkonjugasi dengan senyawa gula membentuk glikosida (Robinson, 1991).

Flavonoid umumnya larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan etanol 70%.

Pada penyarian lebih lanjut digunakan petroleum eter (PE), etanol 80%, dan

(30)

C C C

Gambar 4. Kerangka flavonoid (4a) dan sistem penomoran turunan flavonoid (4b) (Robinson, 1991)

Kuersetin merupakan salah satu zat aktif kelas flavonoid yang secara

biologis amat kuat. Dilihat dari struktur kimianya, kuersetin memiliki aktivitas

kuat sebagai pemberi hidrogen (hidrogen donating) karena kandungan

hidroksilasi cukup, yakni 5 gugus OH dan empat diantaranya terdapat pada sisi

aktif (C5, C7, C3’, dan C4’). Selain itu kuersetin memiliki struktur yang mampu

sebagai pengkelat logam, yakni gugus karbonil pada C4 dan gugus hidroksil pada

C3 dan C5 (Sibuea, 2004).

Gambar 5. Struktur kimia kuersetin (Harborne, 1984)

Rutin dapat juga disebut dengan rutosida, kuersetin-3-rutinosida,

maupun sophorin, termasuk di dalam golongan flavonoid. Rutin adalah glikosida

flavonol yang terdiri dari kuersetin dan disakarida rutinosa. Rutin tergolong

kuersetin glikosida (Harborne, 1984).

Rutin merupakan antioksidan kuat. Rutin juga memproduksi perusak

(31)

yang mana merupakan gejala awal dari penyakit vena kronik pada kaki. Rutin

juga mempunyai efek anti-inflamasi, efek pencegahan dan penyembuhan,

menghambat kanker dan kondisi pre-kanker (Harborne, 1984).

O

OH

OH

OH HO

O

O Glk O Ram

Gambar 6. Struktur kimia rutin (Anonim, 2006 b)

Kuersitrin juga termasuk dalam golongan flavonoid. Kuersitrin adalah

glikosida flavonol yang terdiri dari kuersetin dan D-manosa. Kuersitrin sudah

diuji mempunyai aktivitas sebagai anti-inflamasi akut dan kronis pada tikus

terinduksi asam trinitrobenzensulfonat. Pemberian kuersitrin secara peroral

dengan dosis 1-5 mg/kg BB dapat menurunkan tingkat myeloperoksida dan

alkalin fosfat (Medina, Galvez, Romero, dan Zarzuelo, 1996).

O

OH O

HO

O O

OH OH OH

OH OH

OH

(32)

c. Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah terdeteksi

dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif

permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan

kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah (Harborne, 1984).

Senyawa glikosida seperti saponin dan glikosida jantung tidak larut dalam pelarut

nonpolar. Senyawa ini paling cocok diekstraksi dari tumbuhan memakai etanol

atau metanol panas 70-95% (Robinson, 1991).

d. Tanin

Tanin merupakan substrat kompleks yang biasanya terjadi sebagai

campuran polifenol yang sulit diseparasi karena tidak dapat dikristalkan. Tanin

dapat tersebar luas dalam tumbuhan berpembuluh dalam angiospermae

khususnya dalam jaringan kayu. Dalam dunia kesehatan tanin digunakan sebagai

astringen yang mengakibatkan pengurangan bengkak (edema), radang, dan

sekresi pada gastrointestinal dan pada abrasi kulit (Harborne, 1984).

5. Khasiat dan Kegunaan

Senggani dapat berkhasiat untuk mengatasi gangguan pencernaan makanan

(dispepsi), disentri basiler, diare, hepatitis, keputihan (leukorea), sariawan, darah

haid berlebihan, pendarahan rahim di luar waktu haid, mimisan, berak darah

(melena), wasir berdarah, radang dinding pembuluh darah disertai pembekuan darah

di dalam salurannya (tromboangitis), air susu ibu (ASI) tidak lancar, keracunan

singkong, mabuk minuman keras, busung air, obat kumur, sakit perut, borok (obat

(33)

B. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri atas

tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan dan penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak atau

perkolat (Anonim,1986).

Perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan

melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah sebagai

berikut: serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian

bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui

serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai

mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya

sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk

menahan (Anonim,1986).

Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan,

daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adhesi, daya kapiler dan daya

geseran (friksi). Cara perkolasi lebih baik daripada dengan cara maserasi karena:

1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi

dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat

perbedaan konsentrasi.

2. Ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat

(34)

kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat

meningkatkan perbedaan konsentrasi (Anonim,1986).

Metode penyarian yang digunakan pada penelitian ini adalah perkolasi. Alat

yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk

menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari

perkolator disebut perkolat atau sari, sedang sisa setelah penyarian disebut ampas

atau sisa perkolasi (Anonim,1986).

Cairan penyari yang banyak digunakan dalam ekstaksi di antaranya etanol

atau etanol air, eter atau eter minyak tanah. Cairan penyari yang digunakan dalam

penelitian ini adalah petroleum eter yang merupakan suatu pelarut nonpolar.

Senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar akan lebih mudah larut dalam pelarut

nonpolar (Anonim,1986).

C. Petroleum Eter

Pemerian petroleum eter adalah cairan tidak berwarna, mudah menguap dan

sangat mudah terbakar. Petroleum eter diperoleh dari minyak tanah, terdiri dari

campuran hidrokarbon parafin rendah (Anonim, 1995 b). Petroleum eter tidak larut

dalam air, larut dalam etanol mutlak. Peroleum eter dapat bercampur dengan eter,

kloroform dan benzen (Baker, 2003).

Petroleum eter merupakan destilat minyak bumi dengan bobot molekul

ringan, mendidih pada suhu antara 35 – 80 ˚C. Petroleum eter biasanya digunakan

terutama sebagai pelarut nonpolar dalam bidang kimia dan industri, penghilang

(35)

alkana yaitu terutama pentana, heksana dan heptana. Petroleum eter sering

dibingungkan dengan dietil eter dan komposisi eter organik lainnya. Kata

“eter/spirit” mengacu pada sifatnya yang sangat volatil dan petroleum eter tidak

memiliki gugus eter (-C-O-C-). Nama lain petroleum eter adalah petroleum spirits,

petroleum benzin, lactol spirits, casinghead gasoline, light naphtha, ligroin,

petroleum naphtha, naptha; benzoline, dan Stoddard solvent (Anonim, 2006 c).

D. Inflamasi 1. Definisi

Peradangan yang merupakan respon menyolok yang terjadi pada

jaringan-jaringan hidup di sekitar sel atau jaringan-jaringan tubuh yang cedera atau mati adalah suatu

reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut, dan

sel-sel dari darah yang bersirkulasi ke dalam jaringan-jaringan interstisial pada daerah

cedera atau nekrosis (Price dan Wilson, 1992).

Peradangan merupakan suatu mekanisme penting untuk melindungi badan

dari serangan organisme penginvasi. Tetapi peradangan juga menyebabkan

ketidakmampuan yang menyertai berbagai kelainan (Shearn, 1986). Biasanya respon

peradangan dimulai oleh antigen misal: virus, bakteri, protozoa, atau fungus atau

oleh trauma (Shearn, 1986).

2. Gejala

Gejala reaksi radang yang dapat diamati adalah pemerahan (rubor),

pembengkaan (tumor), panas meningkat (calor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi

(36)

Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang

mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang

mensuplai darah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke

dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang

merenggang dengan cepat terisi penuh dengan darah (Price dan Wilson, 1992).

Calor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.

Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah

yang disalurkan ke permukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang

disalurkan ke daerah normal (Price dan Wilson, 1992).

Tumor atau pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel

dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Pada keadaan dini reaksi

peradangan sebagian besar eksudat adalah cair. Kemudian sel-sel darah putih, atau

lekosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Price

dan Wilson, 1992).

Dolor atau rasa sakit dapat dihasilkan dari berbagai cara. Perubahan pH

lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf. Hal yang

sama, pengeluaran zat tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat

merangsang saraf. Selain itu, pembengkaan jaringan yang meradang menyebabkan

tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit

(Price dan Wilson, 1978). Menurut Sander (cit Kurniale, 2005), dolor timbul pada

daerah peradangan yang terasa nyeri akibat iritasi syaraf tepi oleh mediator kimia

(37)

Fungsio laesa atau gangguan fungsi adalah berkurangnya fungsi dari organ

yang mengalami peradangan, akibat terbentuknya metabolit-metabolit yang

merugikan oleh sel-sel yang mengalami trauma dan peningkatan temperatur di

daerah peradangan untuk reaksi biokimia sehingga fungsi organ menurun

(Sander cit Kurniale, 2005). Dalam gambar 8 digambarkan bagan patogenesis

peradangan.

Noksius

Kerusakan sel

Emigrasi leukosit Pembebasan mediator

Proliferasi sel

gangguan eksudasi perangsangan sirkulasi lokal reseptor nyeri

pemerahan panas pembengkakan gangguan nyeri fungsi

Gambar 8. Patogenesis dan gejala inflamasi (Mutschler, 1986)

3. Mekanisme

Mekanisme terjadinya radang sangat dipengaruhi oleh senyawa dan

mediator yang dihasilkan oleh asam arakidonat. Bila membran sel mengalami

kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim

(38)

Asam arakhidonat dimetabolisme melalui dua jalur utama yaitu jalur sikooksigenase

dan lipoksigenase (Tjay dan Rahardja, 2002).

Enzim siklooksigenase yang terlibat dalam reaksi ini terdiri dari dua

isoenzim, yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Enzim

siklooksigenase-1 terdapat di kebanyakan jaringan antara lain di pelat-pelat darah,

ginjal, dan saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2002). COX-1 bersifat konstitutif

(bersifat pokok dan selalu ada) dan terlibat dalam homeostasis. COX-2 dalam

keadaan normal tidak terdapat di jaringan tapi diinduksi dalam sel-sel yang meradang

(Rang, Dale, Ritter, and Moore, 2003).

Asam arakhidonat yang dikatalis oleh enzim siklooksigenasemenjadi asam

endoperoksida dan seterusnya menjadi prostaglandin (PG), prostasiklin (PGI2), dan

tromboksan (TXA2, TXB2). Prostaglandin (PG) dapat dibentuk oleh semua jaringan.

Yang terpenting adalah PGE2 dan PGF2 yang berdaya vasolidasi dan meningkatkan

permeabilitas dinding pembuluh dan membran sinovial sehingga terjadi radang dan

nyeri. Prostasiklin terutama dibentuk di dinding pembuluh dan berdaya vasodilasi.

Tromboksan khusus dibentuk dalam trombosit dan berdaya vasokonstriksi serta

menstimulasi agregasi pelat darah (trombotis) (Tjay dan Rahardja, 2002).

Bagian lain dari asam arakhidonat diubah oleh enzim lipooksigenase

menjadi zat leukotrien (LT). Selanjutnya leukotrien dimetabolisme menjadi LTB4,

LTC4, LTD4 dan LTE4. LTC4, LTD4 dan LTE4 terutama dibentuk di eosinofil dan

berfungsi sebagai bronkokonsiktor dan meningkatkan permeabilitas vaskuler. LTB4

khusus di sintesis di makrofage dan neutrofil alveolar, bekerja kemotaksis yaitu

(39)

daerah peradangan dan mengaktifkan banyak gejala radang (Tjay dan Rahardja, 2002; Rang et al., 2003).

Gangguan membran sel

Fosfolipida

Bronkokonstriksi Menghambat agregasi

platelet,

Gambar 9. Mekanisme Inflamasi (Tjay dan Rahardja, 2002; Rang et al., 2003)

Keterangan : = menghambat proses pembentukan

= proses pembentukan

(40)

Ransangan dari membran neutrofil menghasilkan rantai bebas yang menghasilkan oksigen. Anion seperoksida dibentuk oleh reduksi oksigen molekular, yang bisa merangsang produksi molekul reaktif lain seperti hydrogen peroksida dan rantai hidroksil. Interaksi senyawa ini dengan asam arakidonat menghasilkan pembentukan senyawa kemotaktik yang selanjutnya secara berkesinambungan meneruskan proses inflamasi (Furst dan Munster, 2002).

Peradangan umumnya dibagi dalam tiga fase meliputi peradangan akut, respon imun, dan peradangan kronik. Peradangan akut adalah respon awal dari luka jaringan yang diperantarai pelepasan autakoid seperti histamin, serotonin, bardikinin, prostaglandin, dan leukotrien. Respon imun yang biasanya yang didahului dengan peadangan akut terjadi bila sel yang mempunyai kemampuan imunologi diaktivasi untuk menimbulkan respon terhadap organism asing atau zat antigenik yang dilepaskan selama proses peradangan. Selanjutnya proses kronis merupakan peradangan yang melibatkan pelepasan sejumlah mediator yang tidak menonjol pada proses akut seperti : interleukin 1,2,3 dan interferon (Furst dan Munster, 2002).

(41)

daerah peradangan dan mengaktifkan banyak gejala radang (Tjay dan Rahardja, 2002; Rang et al., 2003).

Gangguan membran sel

Fosfolipida

Bronkokonstriksi Menghambat agregasi

platelet,

Gambar 9. Mekanisme Inflamasi (Tjay dan Rahardja, 2002; Rang et al., 2003)

Keterangan : = menghambat proses pembentukan

= proses pembentukan

(42)

Ransangan dari membran neutrofil menghasilkan rantai bebas yang menghasilkan oksigen. Anion seperoksida dibentuk oleh reduksi oksigen molekular, yang bisa merangsang produksi molekul reaktif lain seperti hydrogen peroksida dan rantai hidroksil. Interaksi senyawa ini dengan asam arakidonat menghasilkan pembentukan senyawa kemotaktik yang selanjutnya secara berkesinambungan meneruskan proses inflamasi (Furst dan Munster, 2002).

Peradangan umumnya dibagi dalam tiga fase meliputi peradangan akut, respon imun, dan peradangan kronik. Peradangan akut adalah respon awal dari luka jaringan yang diperantarai pelepasan autakoid seperti histamin, serotonin, bardikinin, prostaglandin, dan leukotrien. Respon imun yang biasanya yang didahului dengan peadangan akut terjadi bila sel yang mempunyai kemampuan imunologi diaktivasi untuk menimbulkan respon terhadap organism asing atau zat antigenik yang dilepaskan selama proses peradangan. Selanjutnya proses kronis merupakan peradangan yang melibatkan pelepasan sejumlah mediator yang tidak menonjol pada proses akut seperti : interleukin 1,2,3 dan interferon (Furst dan Munster, 2002).

(43)

E. Obat Anti-inflamasi

Pengobatan yang diberikan pada penderita dengan peradangan mempunyai dua sasaran utama yang meliputi : pertama menghilangkan rasa nyeri yang menyertai pada gejala yang ada dan keluhan utama yang kontinyu pada penderita; kedua perlambatan atau pengistirahatan proses kerusakan jaringan (Furst dan Munster, 2002).

Obat anti-inflamasi berdasarkan mekanisme kerjanya secara umum dibagi dalam 2 (dua) golongan yaitu golongan steroid dan golongan non steroid. Obat anti-inflamasi golongan steroid memiliki daya anti-anti-inflamasi kuat yang mekanismenya terutama menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya, sedangkan obat anti-inflamasi golongan non steroid (AINS) bekerja melalui mekanisme lain seperti inhibisi siklooksigenase yang berperan dalam biosintesis prostaglandin (Anonim, 1991).

Di antara kedua golongan obat anti-inflamasi, obat yang paling banyak dibicarakan adalah obat anti-inflamasi non steroid (AINS). Secara kimia, AINS dapat diklasifikasikan lagi ke dalam beberapa kelompok. Sebagai prototip obat golongan AINS ini adalah aspirin, maka golongan obat ini sering disebut juga sebagai aspirin like drug (Wilmana, 1995).

Sebagian besar cara kerja AINS adalah menghambat sintesis siklooksigenase dimana kedua jenis siklooksigenase diblokir. AINS yang ideal harusnya hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1 (perlindungan mukosa lambung). AINS telah diklasifikasikan ke dalam empat kelompok yaitu

(44)

(sulfasalasin), COX-2 prefernential inhibitor(natrium diklofenak, meloxicam, nimesulida) dan COX-2 selective inhibitor (celecoxib, rofecoxib) (Kasjmir, 2002). Akan tetapi, AINS yang secara spesifik menghambat COX-2 ternyata belum tentu aman. Rofecoxib telah ditarik dari peredaran karena ditemuinya efek samping yang selama ini tersembunyi yaitu infark miokard akut dan kematian jantung mendadak (Anonim, 2004).

Gambar 10. Obat anti-inflamasi non steroid (Wilmana, 1995)

(45)

Kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hati dan efek anti-inflamasinya (Wilmana, 1995). Glukokortikoid dikenal dapat menghambat fosfolipase A2, enzim yang bertanggung jawab atas pembebasan asam arakhidonat dari fosfolipid (Furst dan Munster, 2002). Selain itu, glukortikoid juga menunjukkan dapat menghambat secara selektif ekspresi COX-2 (Kijubu et al. dan Winn et al. cit Furst dan Munster, 2002). Mineralkortikoid efek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit. Pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hati sangat kecil. Umumnya golongan mineralkortikoid tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9α-fluorokortisol, namun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya terhadap keseimbangan air sangat besar (Wilmana, 1995).

Hormon kortikosteroid mempunyai peran yang sangat penting dalam pemeliharaan homeostasis tubuh. Hormon ini disekresi oleh korteks adrenal akibat ransangan dari aksis hipothalamus pituitari (AHP). Pada keadaan stres terjadi peningkatan rangsangan AHP sehingga produksi dan sekresi hormon kortikosteroid meningkat secara nyata (Wibowo dan Karema-Kaparang, 2006).

(46)

terlepas dari penyebabnya, misalnya trauma, infeksi, alergi, atau reaksi auto imun (Wilmana, 1995).

Kortikosteroid mengurangi produksi mediator inflamasi (prostaglandin, leukotrien, tromboksan dan platelet activating factor), mencegah produksi dan pelepasan histamin dari basofil dan sel mast, menghambat produksi berbagai sitokin (Rengganis, 2006). Kortikosteroid berdaya menghambat fosfolipase A2, sehingga

pembentukan baik dari prostaglandin maupun dari leukotrien dihalangi. Oleh karena itu, efeknya terhadap gejala rematik lebih baik daripada AINS. Keberatannya adalah efek sampingnya yang lebih berbahaya pada dosis tinggi dan penggunaan lama ((Tjay dan Rahardja, 2002).

Reseptor kortikosteroid ditemukan pada berbagai jenis sel (limfosit, monosit, osteoblast, sel hati, sel otot, sel lemak dan fibroblast) sehingga memberikan efek biologik terhadap begitu banyak sel (Rengganis, 2006). Pemakaian lama dari obat-obatan ini mengarah pada efek toksik yang serius dan membuat pasien cacat, seperti patah tulang, infeksi, dan katarak. Pada pasien yang rentan dapat terjadi diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung atheroskelorik yang dipercepat (Furst dan Munster, 2002 ). Sebagai anti-inflamasi kortikosteroid digunakan dalam dosis yang beragam untuk berbagai penyakit dan beragam untuk individu yang berbeda, agar dapat dijamin rasio manfaat/resiko yang setinggi-tingginya (Anonim, 2000).

F. Natrium Diklofenak

(47)

plasma dan mengalami efek lintas awal sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat yaitu1-3 jam, diklofenak diakumulasi di cairan sinovia yang menjelaskan efek terapi di sendi lebih lama dari waktu paruh obat tersebut (Wilmana, 1995). Aktivitasnya dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat. Diklofenak-Na termasuk NSAID yang terkuat daya anti radang dengan efek samping yang kurang keras dibanding dengan obat anti inflamasi non steroid lainnya seperti indometasin, piroxicam (Tjay dan Rahardja, 2002).

Obat ini banyak digunakan sebagai obat rematik, gangguan otot skelet lainnya, gout akut, dan nyeri paska bedah. Dosis oral yang dianjurkan adalah 75-150 mg/hari dalam 2 - 3 dosis (Anonim, 2000).

Efek samping yang lazim adalah mual, gastritis, eritema kulit, dan sakit kepala seperti semua obat AINS, pemakaian obat ini harus hati-hati pada penderita tukak lambung. Peningkatan enzim transaminasi dapat terjadi pada 15% pasien dan umumnya kembali normal (Wilmana, 1995).

CH2

NH

Cl Cl

COOH

Gambar 11. Struktur diklofenak (Anonim, 2001)

G. Metode Uji Daya Anti-Inflamasi 1. Metode Uji Daya Anti-inflamasi Uji eritrema

Reaksi peradangan dilakukan pada kulit hewan uji dengan ditandai adanya

(48)

dengan sinar ultraviolet untuk menentukan terjadi eritrema atau tidak. Kelemahan metode ini adalah eritrema ultraviolet dapat dihambat oleh obat yang kerjanya tidak menghambat sintesis prostaglandin. Kemungkinan dapat terjadi positif palsu atau negatif palsu (Turner, 1965).

Cara kerja metode ini dengan menggunakan telinga rodentia adalah sebagai berikut : hewan uji dibagi dalam kelompok masing-masing 5-7 per kelompok dosis. Ekstrak tanaman atau bahan anti-inflamasi diaplikasikan pada pinna telinga menggunakan mikro pipet kurang lebih 15 menit sebelum pemberian iritan (pada area yang sama). Selanjutnya penilaian untuk eritema dilakukan dengan pengamatan pada telinga mencit. Jika terjadi eritema diberi tanda ++, ringan : +, dan tidak ada eritema : 0, sedangkan penilaian udema dilakukan dengan pemotongan salah satu telinga kemudian ditimbang dan diukur ketebalannya (Williamson, Okpako dan Evan, 1996)

2. Radang telapak kaki belakang

Pada metode ini induksi udem dilakukan pada kaki hewan percobaan yaitu tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara sublantar pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki diukur dengan alat plestimometer segera setelah injeksi. Aktivitas anti-inflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udem yang diinduksi pada kaki tikus (Vogel, 2002). 3. Tes granuloma

(49)

merangsang pembentukan udema. Hari kedua setelah terbentuk kantong, udara dihampakan. Hari keempat kantong dibuka cairan eksudat disedot dan volume diukur (Vogel, 2002).

4. Radang sendi

Hewan uji yang digunakan pada kelompok ini adalah tikus atau mencit. Metode ini dilakukan dengan cara : hewan uji dibagi dalam kelompok masing-masing 5 per dosis. Hewan uji diinjeksi subplantar suspensi yang mengandung 0,5 % Mycobacterium tuberculosis mati (0,05 ml untuk tikus dan 0,025 ml untuk mencit). Pemberian obat untuk anti-inflamasinya sudah diberikan satu hari sebelum injeksi dan dilanjutkan maksimal sampai 28 hari. Untuk mengetahui adanya radang dilihat saat benjolan sudah muncul ( biasanya pada hari ke-13), kemudian diukur volumenya (Williamson et al., 1996).

5. Percobaan In Vitro

Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh substansi-substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lain-lain dalam terjadinya inflamasi. Contoh beberapa percobaan invitro adalah: Ikatan reseptor bradikinin-H3, Ikatan reseptor neurokinin, dan Uji kemotaksis leukosit

polimorfonuklear(Vogel, 2002)

(50)

Prosentase efek anti-inflamasi dapat dihitung dari perubahan bobot kaki hewan uji. Adapun rumus aslinya adalah sebagai berikut :

Prosentase efek anti-inflamasi = ×100%

Karena prosentase efek anti-inflamasi dihitung dari pengurangan bobot udema maka rumus di atas diubah menjadi sebagai berikut:

Prosentase efek anti-inflamasi = ×100%

⎥⎦

U : Harga rata-rata berat kaki kelompok karagenin (terinflamasi) dikurangi rata-rata berat kaki kelompok normal ( tanpa perlakuan )

D : Harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (terinflamasi) dikurangi rata-rata berat kaki normal ( tanpa perlakuan )

H. Landasan Teori

Inflamasi merupakan respon biologi reaksi-reaksi kimiawi yang berurutan dan bertugas melindungi tubuh dari infeksi dan memperbaiki jaringan yang rusak (Wilmana, 1995). Menurut Tjay dan Rahardja (2002) bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipid yang ada menjadi asam arakidonat. Asam arakhidonat kemudian dimetabolisme melalui jalur siklooksigenase dan lipoksigenase menghasilkan mediator-mediator (prostagladin, leukotrien, prostasiklin dan lain-lain) yang berperan dalam terjadinya peradangan. Menurut Furst dan Munster (2002) berbagai kinin, neuropeptida dan histamin juga dikeluarkan di tempat cedera jaringan sebagaimana juga komponen-komponen komplemen,

(51)

Kandungan kimia tumbuhan senggani (Melastoma polyanthum Bl.) pada bagian daun adalah flavonoid (quercetin, quercitrin, dan rutin), steroid/ triterpenoid (β-sitosterol, α-amyrin, sitosterol 3-O-β-D-glucopiranoside), tanin 4,3 % dan saponin (Anonim, 1995 a; Dalimartha, 1999; Sulaiman et al., 2004).

Iritan yang digunakan dalam uji ini adalah karagenin. Menurut Suleyman et al. (cit Kurniale, 2005) reaksi inflamasi yang diinduksi oleh karagenin mempunyai dua fase : fase awal dan fase akhir. Fase awal berakhir setelah 60 menit setelah injeksi dan dihubungkan dengan pelepasan histamin, serotonin, dan bradikinin. Fase akhir terjadi antara 60 menit setelah ineksi dan berakhir setelah 3 jam. Fase ini dihubungkan dengan pelepasan prostaglandin dan neutrofil yang menghasilkan radikal bebas, seperti hidrogen peroksida, superoksida, dan radikal hidroksil.

Kortikosteroid menghambat semua jalur metabolisme eikosanoid (jalur arakidonat) yang telah dikenal dengan merangsang sintesis protein yang dinamai lipokortin, yang pada gilirannya menghambat aktivitas fosfolipase, sehingga menghambat pelepasan awal asam arakidonat yang diperlukan untuk mengaktifasi jalur enzim selanjutnya (Goldyne, 1986). Menurut Chrouses dan Margioris (2001) kortikosteroid dapat mengurangi manifestasi inflamasi karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi, dan fungsi leukosit perifer; dan juga disebabkan oleh efek supresifnya terhadap cytokine dan chemokine serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid lainnya.

Petroleum eter dapat melarutkan senyawa nonpolar termasuk sebagian besar senyawa steroid dalam daun senggani seperti β-sitosterol dan α-amyrin dan

(52)

dinyatakan memiliki aktivitas anti-inflamasi (Anonim, 2006 d). Pada penelitian ini menggunakan petroleum eter sebagai larutan pengekstrak. Adanya senyawa kimia daun senggani yang dapat terekstraksi oleh petroleum eter diharapkan dapat menimbulkan efek anti-inflamasi.

I. Hipotesis

(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian efek anti inflamasi ekstrak petroleum eter daun senggani pada

mencit putih betina merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan

menggunakan rancangan acak lengkap pola satu arah. Eksperimental murni artinya

pengelompokan subjek uji dilakukan secara acak. Lengkap artinya seluruh subjek uji

pada satu kelompok perlakuan secara lengkap menerima satu macam perlakuan. Satu

arah artinya variabel bebas yang digunakan hanya satu.

B. Metode Penelitian

Pada penelitian yang akan dilakukan, digunakan metode radang telapak kaki

belakang (Langford et al., 1972) termodifikasi. Dasar metode ini adalah dengan

membuat udema pada telapak kaki belakang mencit menggunakan karagenin 1%,

kemudian kaki dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Prosentase efek anti

inflamasi dapat dihitung dari perubahan berat kaki hewan uji.

C. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

Variabel penelitian ini meliputi :

a. Variabel bebas : dosis ekstrak petroleum eter daun senggani, yaitu sejumlah

miligram ekstrak petroleum eter daun senggani per kilogram berat badan yang

(54)

disuspensikan dalam minyak kelapa sawit dan diberikan secara peroral tiap

kilogram berat badan mencit.

b. variabel tergantung : prosentase efek anti inflamasi, yaitu kemampuan ekstrak

petroleum eter daun senggani dalam menghambat/mengurangi proses inflamasi

pada kaki mencit akibat udema buatan dengan injeksi karagenin 1%.

c. Variabel Pengacau Terkendali

1) Hewan uji mencit putih :

a) galur : Swiss

b) jenis kelamin : betina

c) umur : 2-3 bulan

d) berat badan : 20-30 g

2. Asal tumbuhan senggani : BPTO Tawangmangu, Solo, Jawa Tengah

d. Variabel Pengacau Tak Terkendali

1) suhu pemanasan saat proses penguapan ekstrak petroleum eter daun senggani

2) kemampuan absorpsi mencit terhadap ekstrak petroleum eter daun senggani

3) umur tumbuhan senggani

4) jumlah kandungan kimia tumbuhan senggani

2. Definisi operasional

a. Dosis ekstrak petroleum eter daun senggani

Dosis diperoleh dengan cara menimbang sejumlah miligram ekstrak petroleum

eter daun senggani per kilogram berat badan yang disuspensikan dalam larutan

minyak kelapa sawit dan diberikan secara peroral tiap kilogram berat badan

(55)

b. Prosentase efek anti inflamasi

Prosentase efek anti inflamasi dihitung dari selisih perubahan bobot kaki

kontrol negatif karagenin 1 % dengan perubahan bobot kaki terinflamasi yang

diobati dengan ekstrak petroleum eter daun senggani kemudian dibagi dengan

perubahan bobot kaki kontrol negatif karagenin 1 % dan dikalikan seratus

persen.

c. Ekstrak petroleum eter daun senggani

Ekstrak petroleum eter daun senggani adalah ekstrak kental yang diperoleh

dengan mengekstraksi serbuk kering daun senggani secara perkolasi dengan

menggunakan pelarut petroleum eter.

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Hewan uji adalah mencit betina galur Swiss, dengan usia 2-3 bulan, dengan

berat badan 20-30 g yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan

Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan uji adalah daun senggani yang diambil dari Badan Penelitian Tumbuhan

Obat (BPTO) Tawangmangu, Solo, Jawa Tengah.

3. Karagenin tipe 1 (Sigma Chemcal Company) sebagai zat peradang

(inflamatogen) yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

4. Natrium diklofenak sebagai kontrol positif adalah bantuan dari PT. Fahrenheit,

(56)

5. Carboxymethylcellulose-natrium (Dai-Ichi Seiyaku Co., Ltd.) sebagai

pensuspensi Natrium diklofenak yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi

dan Toksikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

6. Minyak kelapa sawit merek Bimoli sebagai pensuspensi ekstrak petroleum eter

daun senggani produksi PT. Intiboga Sejahtera, Jakarta

7. Aquades yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta

8. Natrium klorida 0,9% fisiologis (Otsuka) sebagai pensuspensi karagenin yang

diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

9. Petroleum eter kualitas p.a. (pro analisis) produksi Merck, Jerman, sebagai

pelarut dalam perkolasi, yang diperoleh dari Laboratorium Formulasi Teknologi

Sediaan Padat , Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

E. Alat atau Instrumen Penelitian

Alat-alat yang digunakan mencakup :

1. alat-alat gelas berupa beker glass, pipet volume, labu ukur, pipet tetes,

erlenmeyer, cawan petri, corong, batang pengaduk, gelas ukur (Pyrex).

2. spuit injeksi oral dan spuit injeksi intravena 1 ml

3. seperangkat alat bedah

4. neraca analitik, Metler Toledo, Tipe AB 204, Switzerland

5. perkolator, sebagai alat dalam proses ekstraksi daun senggani dengan metode

(57)

6. waterbath

.

F. Tata Cara Penelitian 1. Identifikasi/determinasi daun senggani

Determinasi daun senggani dilakukan oleh BPTO Tawangmangu, Jawa

Tengah sebagai pihak yang menyediakan daun senggani. Surat pengambilan dan

determinasi daun senggani dari BPTO dapat dilihat pada lampiran 22.

2. Pembuatan ekstrak petroleum eter daun senggani

Serbuk daun senggani 100 g direndam dengan menggunakan larutan

petroleum eter di dalam Erlenmeyer selama 24 jam. Setelah 24 jam, serbuk yang

telah direndam, dipindahkan ke dalam alat perkolator. Perkolasi dilakukan dengan

menggunakan larutan petroleum eter. Kecepatan penetesan larutan penyari adalah 20

tetes per menit, dan perkolasi dihentikan jika perkolat yang diperoleh sudah tidak

berwarna lagi. Pengentalan perkolat dilakukan dengan menggunakan bantuan alat

evaporator dan waterbath. Pengenceran ekstrak petroleum eter daun senggani sampai

dengan konsentrasi yang diinginkan menggunakan minyak kelapa sawit.

3. Persiapan hewan uji

Hewan uji yang dibutuhkan adalah delapan puluh tiga ekor mencit betina.

Delapan puluh tiga ekor mencit dibagi 2 kelompok. Kelompok pertama untuk uji

pendahuluan 48 ekor, dan kelompok kedua sebanyak 40 ekor untuk perlakuan.

Sebelum digunakan hewan uji dipuasakan selama dua puluh empat jam tanpa

(58)

a. Dua belas ekor untuk uji pendahuluan waktu pemotongan kaki setelah injeksi

karagenin 1 %.

b. Dua belas ekor untuk uji pendahuluan pemberian dosis efektif diklofenak- Na

(dalam 4 peringkat dosis).

c. Dua belas ekor untuk uji pendahuluan waktu pemberian dosis natrium

diklofenak dengan dosis efektif.

d. Dua belas ekor untuk uji pendahuluan waktu pemberian ektrak petroleum eter

daun senggani.

e. Empat puluh ekor untuk perlakuan kontrol negatif karagenin 1%, kontrol negatif

CMC-Na 1%, kontrol negatif minyak kelapa sawit, kontrol positif natrium

diklofenak dan kelompok perlakuan ektrak petroleum eter daun senggani dalam

empat peringkat dosis masing-masing lima ekor.

4. Pembuatan suspensi karagenin 1 %

Timbang 100 mg karagenin, kemudian larutkan dalam 10 ml larutan NaCl

fisiologis dan diaduk sehingga diperoleh konsentrasi suspensi karagenin 1%. Agar

bisa digunakan kembali, suspensi karagenin disimpan dalam freezer.

5. Pembuatan CMC-Na 1%

Timbang 1 g CMC-Na, disuspensikan sampai 100 ml dengan aquadest

hangat, kemudian aduk sampai homogen.

6. Pembuatan larutan natrium diklofenak

Ditimbang seksama sejumlah natrium diklofenak dan dilarutkan dalam

(59)

CMC-Na 1% dalam kondisi masih hangat sangat membantu kelarutan natrium

diklofenak.

7. Pembuatan suspensi ekstrak petroleum eter daun senggani

Menimbang sejumlah 2,5 g ekstrak petroleum eter daun senggani kemudian

dilarutkan dalam minyak kelapa sawit. Setelah itu, tambahkan minyak kelapa sawit

sampai diperoleh volume 50 ml

8. Penetapan dosis

a. Karagenin 1%

Menurut Williamson (1996), konsentrasi karagenin yang digunakan pada mencit

adalah 1% dengan volume 0,05 ml. 0,05 ml karagenin 1% adalah volume

pemberian untuk mencit dengan berat 20 g sehingga dosis bisa dicari dengan

rumus: V ml =

b. Natrium diklofenak

Dosis yang digunakan berdasarkan dosis natrium diklofenak yang pernah

digunakan pada penelitian anti inflamasi yang sudah pernah dilakukan yaitu

9,75 mg/kg BB; 10,79 mg/kg BB, dan 11,95 mg/kg BB (Novita, 2003). Dosis

ini berdasarkan dosis pemakaian natrium diklofenak pada manusia sebesar

75-150 mg/70kgBB. Dosis pada manusia tersebut dikonversikan ke mencit 20g

dengan faktor konversi sebesar 0,0026. Contoh perhitungannya :

(60)

konversi ke mencit 20 gBB = 75,00 mg/70kgBB x 0,0026

Sebagai kontrol negatif CMC 1% diberikan secara per oral, dan volume

pemberian maksimal pada mencit adalah 1ml, diketahui berat mencit maksimal

dalam penelitian ini adalah 30 g sehingga bisa dihitung dengan rumus:

V ml =

d. Ekstrak petroleum eter daun senggani

Peringkat dosis yang digunakan mengikuti peringkat dosis pada penelitian

Riadiani (2006). Adapun peringkat dosis tersebut adalah 850 mg/kg BB, 1000

(61)

9. Uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin

Hewan uji dibagi dalam empat kelompok, tiap kelompok terdiri dari 3 ekor,

diberi perlakuan pada kaki kiri bagian belakang diinjeksi 0,05 ml suspensi karagenin

1% secara subplantar dengan kaki kanan hanya diinjeksi dengan spuit injeksi

sublantar tanpa suspensi karagenin 1%. Selanjutnya tiap kelompok hewan uji

dikurbankan pada selang waktu tertentu, yaitu 1, 2, 3, dan 4 jam setelah injeksi

karagenin subplantar, dan kadua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural

kemudian ditimbang.Waktu yang menunjukkan bobot udema paling besar dijadikan

acuan untuk perlakuan dengan karagenin 1% selanjutnya.

10. Uji pendahuluan dosis efektif natrium diklofenak

Hewan uji dibagi tiga kelompok, tiap kelompok 3 ekor,diberi perlakuan

natrium diklofenak peroral dengan dosis yang berbeda, kelompok I dengan dosis

9,75 mg/kgBB; dan kelompok II dengan dosis 10,795 mg/kgBB dan kelompok III

dengan dosis 11,95 mg/kg BB. Kemudian kaki kiri bagian belakang diinjeksi 0,05 ml

suspensi karagenin 1% subplantar, sedangkan kaki kanan bagian belakang hanya

disuntik dengan spuit injeksi secara subplantar tanpa suspensi karagenin 1%. Setelah

beberapa lama, mencit dikurbankan, kedua kaki belakang dipotong pada sendi

torsocrural kemudian ditimbang. Dosis yang menunjukkan bobot udema paling kecil

adalah dosis efektif dari natrium diklofenak.

11. Uji pendahuluan waktu pemberian natrium diklofenak dengan dosis efektif

Hewan uji dibagi dalam empat kelompok, tiap kelompok terdiri tiga ekor

dan diberi perlakuan dengan dosis efektif natrium diklofenak secara per oral, dalam

(62)

belakang diinjeksi 0,05 ml suspensi karagenin 1% subplantar, kaki kanan bagian

belakang disuntik dengan spuit injeksi secara subplantar tanpa suspensi karagenin

1%. Beberapa lama kemudian (berdasar uji pendahuluan waktu karagenin) mencit

dikurbankan, kedua kaki belakangnya dipotong pada sendi torsocrural kemudian

ditimbang. Waktu yang menunjukkan bobot udema paling kecil dijadikan sebagai

acuan untuk perlakuan dengan dosis efektif natrium diklofenak selanjutnya.

12. Uji pendahuluan waktu pemberian ektrak petroleumeter daun senggani

Uji ini tidak dilakukan karena waktu pemberian ekstrak petroleum eter

mengikuti waktu pemberian ekstrak etanol daun senggani pada penelitian

Prianinggrum (2006) yaitu 30 menit sebelum injeksi karagenin.

13. Perlakuan hewan uji

Tiga puluh lima ekor mencit dibagi secara acak menjadi 7 kelompok. Setiap

kelompok terdiri dari lima ekor dengan perlakuan sbb:

a. kelompok I (kelompok kontrol karagenin 1%)

Kaki kiri bagian belakang mencit diinjeksi dengan 0,05 ml suspensi

karagenin 1% subplantar sedangkan kaki kanan bagian belakang hanya disuntik

subplantar tanpa karagenin. Setelah beberapa lama (berdasar uji pendahuluan)

kedua kaki dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang.

b. kelompok II (kelompok kontrol CMC-Na 1%)

CMC-Na 1% diberikan secara per oral pada mencit dan setelah

beberapa waktu (berdasar uji pendahuluan waktu pemberian natrium

diklofenak) kaki kiri bagian belakang mencit diinjeksi dengan 0,05 ml suspensi

Gambar

Gambar 2. Struktur kimia β-sitosterol (Harborne, 1984).
Gambar 3. Struktur kimia α-amyrin  (Harborne, 1984).
Gambar 4. Kerangka flavonoid (4a) dan sistem penomoran turunan flavonoid (4b) (Robinson, 1991)
Gambar 7. Struktur kimia kuersitrin (Farlex, 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka Unit Layanan Pengadaan Pokja Pengadaan Barang Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro mengumumkan Pemenang Lelang sebagai berikut

Variasi musim adalah suatu gerakan yang naik turun secara teratur yang cenderung untuk terulang kembali dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 tahun.. Variasi siklis adalah

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi karbon yang tersimpan pada tingkat tumbuhan bawah dan untuk mengetahui pengaruh kemiringan lahan terhadap besar atau

Tina populasi panalungtikan, dipilih 100 ayat anu réprésentatif pikeun dijadikeun sampel, kalawan téknik milih sampel sacara purposif, kalawan tinimbangan, waktu,

Pada penyakit glaukoma, rule yang dibentuk terdiri dari 5 anteseden berupa gejala - gejala penyakit mata dengan tingkatan ringan atau berat antara lain mata merah,

Barang Satuan Dasar on Site

7 Dalam pengajuan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Fanny Barki selaku istri terpidana Sudjiono Timan berdasarkan lampiran putusan Mahkamah Agung No 97

Dengan melihat hasil penelitian Nitiasih (2010) bahwa model pelatihan ‘Reflective’ mampu meningkatkan kemampuan peserta pelatihan dalam membuat proposal PTK maka