• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MITIGASI KEKERINGAN DAERAH IRIGASI JATILUWIH Ni Nyoman Pujianiki 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakulas Teknik, Univesitas Udayana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA MITIGASI KEKERINGAN DAERAH IRIGASI JATILUWIH Ni Nyoman Pujianiki 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakulas Teknik, Univesitas Udayana"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

 

UPAYA MITIGASI KEKERINGAN DAERAH IRIGASI JATILUWIH Ni Nyoman Pujianiki1

1Jurusan Teknik Sipil, Fakulas Teknik, Univesitas Udayana Email : hakipuji@yahoo.com

ABSTRAK

Bali sepatutnya bangga karena Subak sebagai warisan nenek moyang sejak jaman Neolithicum sudah diakui dunia sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada tahun 2012 dengan harapan dapat menjaga kelestariannya dan keberlanjutannya. Namun dampak kekeringan sudah mulai terjadi di Subak Jatiluwih. Menurut Nyoman Sutama selaku Pekaseh (Ketua Subak) Jatiluwih, sumber air di Jaringan Irigasi Gunung Sari dan Jatiluwih sudah mulai berkurang yang menyebabkan beberapa petak sawah mengalami kekeringan pada musim kemarau tahun 2015. Tentunya hal ini akan mengancam kelestarian dan keberlanjutan Subak. Pengaruh Pemanasan Global yang menyebabkan perubahan iklim merupakan salah satu penyebab kekeringan tersebut selain resapan air yang ada di hulu yang sudah berkurang akibat alih fungsi lahan. Untuk mengatasi hal tersebut Subak Jatiluwih bersama anggota Pekaseh Catur Angga Batukau lainnya melaksanakan Upacara Pekelem di Danau Tamblingan untuk memohon keselamatan agar tanaman mereka tetap mendapatkan air dan terhindar dari hama penyakit. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah melarang oknum yang mengambil air secara illegal dengan menggunakan truk tangki disaluran irigasi untuk di bawa/jual ke daerah lain dan penggunaan air tanah yang berlebihan. Selanjutnya perlu dilakukan penyebaran informasi prakiraan iklim yang lebih akurat untuk menghindari gagal panen, serta gerakan masyarakat melalui penyuluhan, memelihara jaringan irigasi dan membangun atau rehabilitasi konservasi lahan dan air.

Kata kunci : Mitigasi, kekeringan, jaringan irigasi, Jatiluwih.

1. PENDAHULUAN

Dalam Sejarah Subak di Bali disebutkan bahwa kehidupan bercocok tanam di Pulau Bali telah berkembang pada jaman Neolithicum (300-600 M). Bercocok taman pada lahan kering berkembang lebih dahulu dari pada bercocok tanam pada lahan basah. Kepandaian bercocok tanam pada lahan basah diperkirakan berasal dari pengunungan Asam Utara (Mian Mar), lanjut menyebar ke Cina Selatan, Indonesia dan Philipina. Paparan sejarah Subak memberikan ciri tentang keberadaan Subak sebagai organisasi profesi petani sawah yang terbentuk dari kesadaran sendiri, mengusahakan, melakukan pengaturan air, melakukan pengaturan bercocok tanam dan lain lain dijiwai oleh agama yang dianut dan perkembangannya melalui suatu proses yang sangat panjang, secara turun temurun dan sambung menyambung yang lanjut mentradisi (Subak di Bali, 1997). Dengan demikian Subak sangat kental dengan budaya Bali yang disebut sebagai kearifan lokal sebagai Ajaran Tri Hita Karana meliputi: (1) Pawongan berarti manusia sangat terikat dan selalu berhubungan dengan sesama manusia itu sendiri dimana pun manusia berada, berarti hubungan manusia dengan manusia; (2) Palemahan berarti manusia sangat terikat dengan batas wilayah atau alam sekitarnya dimana manusia berada, berarti hubungan manusia dengan alamnya (batas yuridiksi); (3) Parhyangan berarti manusia sangat terikat dengan tuhan atau berarti hubungan manusia dengan tuhannya. Keyakinan Hindu Bali, bahwa Tuhan Hyang Maha Esa, Sang Hyang Widi Dewata merupakan batas supranatural dimana

(7)

manusia sangat terbatas dan lemah sehingga sangat diperlukan adanya bantuan dari Sang Hyang Widi Dewata. Dengan demikian Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali. Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Ulun Carik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para petani dan diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan Dewi Sri. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali (Riandika, dkk., 2014). Atas keistimewaan tersebut UNESCO memberikan apresiasi kepada Subak sebagai Warisan Budaya Dunia pada Tahun 2012.

Jaringan irigasi Subak umumnya bersifat sederhana, dibuat dari bahan yang mudah dan murah diperoleh didekat lokasi. Jaringan irigasi dibangun dan dikembangkan oleh Subak itu sendiri secara swadaya. Sekarang banyak bangunan irigasi Subak yang dibuat dari pasangan batu atau beton yang sifatnya permanen. Bangunan irigasi Subak banyak mengalami rehabilitasi, perbaikan, peningkatan dan penyempurnaan. Perubahan ini hanyalah dari segi fisik bangunan saja dan tidak merubah tradisi sosial kemasyarakatan yang telah dijalankan Subak. Perubahan pembangunan fisik ini membawa pengaruh terhadap waktu, yang dahulu banyak dihabiskan Subak untuk sering bergotong royong memperbaiki dan memelihara jaringan irigasi, namun waktu tersebut sudah beralih untuk melakukan pekerjaan yang lain.

Desa Jatiluwih yang terletak di Kecamatan Penebel Tabanan, sangat terkenal akan keindahan pemadangan sawah yang bertingkat yang dikenal dengan sawah berteras. Banyak wisatawan baik domestik maupun inetrnasional yang datang berkunjung untuk menikmati pemandangan di desa Jatiluwih. Sejak Subak ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO, wisatawan yang datang semakin banyak yang berpengaruh terhadap pembangunan infrastuktur untuk menunjang perkembangan pariwisata. Masyarakat mulai melirik bidang pariwisata sebagai profesinya, dampaknya ada beberapa petak sawah yang beralih fungsi menjadi bangunan restauran, vila, penginapan dsb. Dilain sisi, musim kemarau 2015 merupakan musim yang sangat menyedihkan untuk petani, banyak petani yang tidak dapat menaman karena keterbatasan air. Hal tersebut merupakan suatu keadaan yang sangat kontroversial dimana harapan UNESCO memberikan status Subak sebagai WBD adalah agar sistem pertanian di Bali dapat dilestarikan. Untuk itulah penelitian ini dilakukan agar dapat dikaji upaya upaya untuk mengurangi dampak kekeringan yang terjadi di darah irigasi Jatiluwih.

2. METODE PENELITIAN

Ditinjau dari jenis pendekatan penelitiannya, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan data kualitatif dengan komponen komponen metode ilmiah.

Perspektif partisipan dikaji dengan strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel yang bertujuan untuk memahami fenomena fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Menurut sifatnya penelitian kualitatif memiliki sifat deskriftif analitik, dimana data yang diperoleh dari suatu penelitian di lokasi tidak dituangkan dalam bentuk angka angka, melainkan melakukan analisis dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (Riandika, dkk., 2014).

Subyek penelitian yang digunakan pada penelitian kualitatif ini adalah Pekaseh (Ketua Petani) Jatiluwih dan Balai Wilayah Sungai Bali Penida SNVT PJPA Irigasi dan Rawa. Cara pengambilan sampel pada penelitian kualitatif ini menggunakan teknik Sampling Insedential, dimana penentuan

(8)

sample berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sample, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara dan observasi. Laporan beberapa penelitian sebelumnya juga menjadi referensi dalam penelitian ini.

3. JARINGAN IRIGASI JATILUWIH

Jaringan irigasi di Jatiluwih masuk dalam klasifikasi jaringan irigasi teknis karena sistem pembagian airnya sudah menggunakan pengukuran aliran dan ada pemisahan antara saluran pembawa dan saluran pembuangan. Pengaturan dan pembagian air irigasi di Jatiluwih menuju ke petak peak sawah yang membutuhkan air dilakukan secara gravitatif. Jaringan irigasi di Jatiluwih dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Jaringan Irigasi Jatiluwih.

Informasi yang diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Bali Penida bahwa sejak tanggal 5 Mei 2015 sampai dengan 2 November 2015 telah dilaksanakan Proyek Peningkatan Jaringan Irigasi DAS Tukad Yeh Ho yang menyebabkan terganggunya pengaliran air irigasi ke petak petak sawah sehingga menyebabkan kekeringan. Proyek tersebut dilaksanakan karena adanya kebocoran saluran air di Mata Air Munduk Abangan yang menyebabkan berkurangnya debit air mengalir di saluran induk Gunung Sari. Sementara di saluran induk Jatiluwih tetap mendapat pasokan air dari Yeh Baat, namun karena ada beberapa kerusakan saluran di sepanjang saluran induk tersebut, buka-tutup air dilakukan untuk memperbaiki saluran dengan tetap memperhatikan kebutuhan air di petak petak sawah.

(9)

4. PENYEBAB KEKERINGAN DAN UPAYA MITIGASI

Posisi geografi Indonesia yang terletak diantara dua benoa dan dua samudra merupakan faktor klimatologis, penyebab terjadinya banjir dan kekeringan di Indonesia dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap anomali iklim EL-Nino Souttherm Oscilation (ENSO). Berdasarkan analisis iklim 30 tahun terakhir menunjukkan bahwa ada kecendrungan terbentuknya pola iklim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim berdampak terhadap sektor pertanian yaitu bergesernya awal musim yang menyebabkan berubahnya pola tanam (Rahayu, 2011).

Disampaikan oleh Rahayu, 2011 bahwa faktor penyebab kekeringan adalah a. Adanya Penyimpangan Iklim

Penyimpangan iklim menyebabkan produksi uap air dan awan di sebagian Indonesia bervariasi dari kondisi sangat tinggi ke rendah atau sebaliknya sehingga kondisi normal menjadi berubah. Jumlah uap air dan awan yang rendah akan berpengaruh terhadap curah hujan, apabila curah hujan dan intensias hujan rendah akan menyebabkan kekeringan.

b. Adanya Gangguan Keseimbangan Hidrologis

Gangguan hidrologis juga dapat menyebabkan kekeringan seperti terjadinya degradasi DAS terutama bagian hulu yang mengalami alih fungsi lahan dan bervegetasi menjadi non vegetasi yang dapat menyebabkan terganggunya sistem peresapan air tanah.

Kerusakan hidrologis bagian hulu menyebabkan sedimentasi pada waduk dan saluran irigasi sehingga kapasitas tampung air menurun tajam serta rendahnya cadangan air waduk yang disimpan pada musim hujan.

c. Kekeringan Agronomis

Kekeringan agronomis terjadi akibat kebiasaan petani memaksakan menanam padi pada musim kemarau dengan keterbatasan air yang tidak mencukupi.

Adapun dampak yang terjadi akibat adanya kekeringan tersebut adalah turunnya produksi tanaman bahkan menyebabkan tanaman mati yang dapat merugikan petani. Bila kerugian material maupun finansial yang terjadi secara luas tentu akan mengancam ketahanan pangan nasional. Dan dengan terganggunya hidrologis lingkungan, tentunya berakibat terjadinya kekurangan air pada musim kemarau. Wilayah yang umumnya mengalami kekeringan adalah areal pertanian tadah hujan, daerah irigasi golongan III, daerah gadu liar dan daerah endemik kekeringan.

Untuk mengatasi kekeringan dalam jangka waktu yang pendek dapat dilakukan beberapa hal berikut (DepTan, 2015) :

a. Klimatologis

 Peningkatan kemampuan prakiraan iklim dan pengamatan perubahan iklim

 Sosialisasi/diseminasi hasil prakiraan iklim

 Pemetaan wilayah rawan banjir dan kekeringan b. Hidrologis

 Mencari sumber air alternatif atau membuat sumur

 Rehabilitasi dan pemeliharaan Jaringan irigasi dan drainase

 Pengembangan bangunan konservasi air

 Pengembangan irigasi partisipatif

 Pemanfaatan pompa air (pompanisasi) dengan energi angin

 Pengembangan usaha tani konservasi, reklamasi dan optimasi lahan

(10)

c. Agronomis

 Pengaturan dan pengawalan pola tanam yang baik dengan jadwal tanam yang ketat dan pemilihan komoditas yang tepat

 Khusus untuk kekeringan dapat memanfaatkan rawa lebak

 Pengembangan SRI/PTT/varietas padi hemat air di lahan sawah untuk efisiensi penggunaan air.

d. Kelembagaan

 Peningkatan kemampuan dan kemandirian P3A/kelompok tani

 Pengembangan Sekolah Lapang (SL) pertanian yang merupakan integrasi SL iklim, SL pengendalian hama terpadu dan SL hemat air

 Sosialisasi, penyuluhan, diseminasi informasi dan teknologi

 Peningkatan kinerja posko & pokja iklim (pusat & daerah)

Kekeringan yang menyebabkan gagal panen yang terjadi di beberapa daerah irigasi Jatiluwih pada tahun 2015 disebabkan oleh beberapa hal yaitu ;

a. Adanya Perubahan Iklim

Laporan BMKG Wilayah III Denpasar menyebutkan bahwa cuaca panas yang ektrem yang melanda Bali pada tahun 2015 merupakan imbas dari Badai El Nino yang membuat angin Baratan tak stabil, akibatnya angin Timur dan Selatan justru membuat suhu panas di Australia, menyelimuti Bali dan NTT. Musim kemarau dimulai sejak bulan April hingga puncaknya pada bulan September. Kondisi ini mempengaruhi kekeringan dan gagal panen yang terjadi di daerah irigasi Jatiluwih. Menurut Pekaseh (Ketua Subak) Jatiluwih I Nyoman Sutama, debit air yang mengalir di daerah irigasi Jatiluwih sudah mengalami penurunan sejak tahun 1990 dan bahkan tahun 2015 sudah ada sumber mata air dekat Subak Candi Kuning yang sudah mati.

b. Gangguan Hidrologis

Perubahan / alih fungsi lahan yang terjadi di daerah hulu Jatiluwih seperti daerah Singaraja dan kawasan Batukaru sangat berpengaruh terhadap resapan air yang menjadi sumber air irigasi. Menurut Sutama, masyarakat petani yang tergabung dalam Forum Pekaseh Catur Angga Batukaru sangat mempercayai bahwa beberapa sumber air irigasi di Jatiluwih berasal dari Danau Tamblingan. Setiap 3 tahun sekali anggota forum yang didukung oleh Pemda Tabanan melakukan Ritual/Upacara Pekelem di Danau Tamblingan dengan tujuan untuk untuk memohon keselamatan agar tanaman mereka tetap mendapatkan air dan terhindar dari hama penyakit.

Disamping itu Balai Wilayah Sungai Bali Penida, sedang melaksanakan perbaikan dan peningkatan jaringan irigasi di Jatiluwih yang menyebabkan terganggunya aliran air disaluran irigasi dari tanggal 5 Mei 2015 sampai dengan 23 November 2015. Selain karena bocornya saluran air yang menampung air dari mata air Munduk Abangan, beberapa jaringan irigasi di saluran induk Jatiluwih juga ada yang jebol akibat derasnya air yang mengalir pada musim hujan sebelumnya. Dengan selesainya proyek PU tersebut diharapkan jaringan irigasi dapat mengalirkan air lebih baik kedepannya.

Berkurangnya debit air yang sampai di petak sawah juga disebabkan oleh adanya oknum yang mengambil air di saluran irigasi dengan menggunakan tangki diatas truk. Dijelaskan oleh Sutama memang ada beberapa warga setempat yang beralih profesi menjadi peternak mengambil air dengan menggunakan tangki untuk kebutuhan peternakannya. Namun ada juga oknum yang tidak diketahui yang juga mengambil air disana untuk dibawa/dijual ke

(11)

daerah lain. Bila hal ini dibiarkan tentunya akan menjadi contoh bagi yang lainnya dan akan semakin banyak lagi melakukan hal yang sama.

c. Agronomis

Menurut Sutama, perubahan pola tanam beberapa petani juga mempengaruhi daya resap air ke dalam tanah. Dulu mereka menanam kopi dan coklat beralih menjadi menanam sayur sayuran. Di daerah Jatiluwih juga ada aktivitas beberapa masyarakat yang menjual kayu, secara tidak langsung mereka telah menebang pohon yang menjadi daya resapan air.

Menurut I Wayan Puja (mantan Pekaseh) Jatiluwih seperti yang ditulis oleh Muhajir, 2008, 2014 bahwa petani di Jatiluwih telah mengganti jenis tanaman padi lokal jenis cendana dengan menanam padi varietas 64 yang mengakibatkan adanya perubahan pola tanam. Saat menanam padi lokal, petani sepenuhnya menggunakan bibit dan pupuk lokal.

Pupuk organik ini dibuat dengan cara membakar jerami kering sisa panen. Untuk jenis padi varietas 64 ini, petani mulai memakai bahan kimia yaitu pupuk dan pestisida. Akibat bahan kimia tersebut kondisi tanah menjadi semakin kering dan keras. Selain itu jenis padi lokal lebih kuat karena memiliki serabut akar sedangkan jenis padi yang baru tersebut tidak memiliki akar.

Sistem irigasi di Jatiluwih menggunakan irigasi gravitasi, untuk daerah yang lebih rendah akan mendapatkan aliran air lebih sering dari pada daerah yang lebih tinggi. Pemandangan sawah yang bertingkat yang menjadi andalan masyarakat Jatiluwih masih cukup dialiri air. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kekeringan yang terjadi di daerah irigasi Jatiluwih untuk dapat melestarikan Subak sebagai Warisan Budaya Dunia diantaranya adalah gerakan masyarakat melalui penyuluhan untuk meningkatkan kemampuan prakiraan iklim dan pengamatan perubahan iklim serta melakukan pemetaan wilayah yang rawan banjir dan kekeringan. Rehabilitasi jaringan irigasi sudah dilakukan, diharapkan petani dapat memelihara jaringan tersebut dengan baik. Mencari sumber air alternatif seperti menggunakan air tanah dengan membuat sumur. Beberapa masyarakat telah mulai menggunakan sumur untuk mendapatkan air, namum dikuatirkan bila terjadi pengambilan air tanah yang berlebihan justru akan menimbulkan masalah yang baru. Mendesaknya usaha konservasi lahan dan air yang terintegrasi yang harus segera dilakukan sebab dikuatirkan bila konservasi lahan di daerah hulu tidak terjaga dalam waktu yang singkat sumber atau mata air akan menjadi masalah. Pada saat musim kemarau kita akan kekeringan dan pada saat musin hujan akan terjadi longsor dan banjir.

Perhatian dan komitmen Pemerintah dalam hal ini sangat diperlukan. Upaya mengembangkan budidaya hemat air dengan menggunakan metode SRI/PTT juga dapat dilakukan.

5. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah bahwa kekeringan yang terjadi di musim kemarau 2015 di daerah irigasi Jatiluwih disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor klimatologi dimana dampak El Nino menyebabkan cuaca panas yang ekstrim, kerusakan dan perbaikan jaringan irigasi, perubahan fungsi lahan baik di hulu maupun di kawasan Jatiluwih sendiri.

Petani Bali sangat menyakini bahwa ada hubungan yang erat antara sumber air irigasi di daerah Jatiluwih dengan Danau Tamblingan sebagai kawasan hulu. Konservasi kawasan hulu harus segera di dilakukan secara terintergrasi sebelum terlambat.

(12)

Perhatian dan komitmen Pemerintah sangat diharapkan oleh petani untuk menjaga kawasan Jatiluwih beralih fungsi sehingga Subak sebagai WBD dapat dilestarikan seperti yang diharapkan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Nyoman Sutama selaku Pekaseh Subak Jatiluwih atas informasi dan data yang diberikan. Terima kasih juga untuk Bapak I G Diwangkara dan Bapak Made Sura dari Balai Wilayah Sungai Bali Penida atas bantuannya dalam menyediakan data.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2014) Awig Awig, Forum Pekaseh Catur Angga Batukau Tabanan

DepTan, (2015) Pengelolaan Banjir dan Kekeringan, http://pla.deptan.go.id/rbk/main.html Dinas PU, (1997) Subak di Bali, Proyek Peningkatan Fungsi Museum Subak

Muhajir Anton, (2008) Dampak Perubahan Iklim dan Serangan Hama di Jatiluwih, http://balebengong.net/sosial-budaya/budaya/2008/10/30/dampak-perubahan-iklim-dan-serangan- hama-di-jatiluwih.html

Muhajir Anton, (2014) Rusaknya Saluran Subak di Jatiluwih, http://balebengong.net/kabar- anyar/2014/06/05/rusaknya-saluran-subak-di-jatiluwih.html

Rahayu Sri Puji, (2011) Penyebab Kekeringan dan Upaya Penanggulangannya, Modul TOT Penyuluhan Pertanian.

Riandika Putu,Naisaburi Ahmad, Yoga Antara, Wandi Kustiaman dan Junantara IGAP, (2014) Mengkaji Tentang Dasar Filosofi dan Struktur Organisasi Subak di Desa Jatiluwih Kec. Penebel Tabanan, Laporan Penelitian

Gambar

Gambar 1. Jaringan Irigasi Jatiluwih.

Referensi

Dokumen terkait

Semua ini menunjukkan bahwa tidak mungkin iman orang dewasa bisa menghasilkan kesembuhan orang dewasa lain jika orang dewasa yang sakit tidak memiliki iman sendiri. Ya, seorang

PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN DITJEN CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM.. Nomor Loan : IDB

Untuk mengatasi antusiasme serta mengendalikan rasa keingintahuan anak-anak yang memanfaatkan jejaring sosial seperti ini, maka akan dikembangkan lebih spesifik lagi

Tujuan dari keikutsertaan PT Konsep Dot Net dalam pameran adalah karena ingin menjaga hubungan antara PT Konsep Dot Net dengan peraga expo yang merupakan

Daftar Hitam adalah daftar yang memuat identitas Penyedia Barang/Jasa dan/atau Penerbit Jaminan yang dikenakan sanks oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran

Hasil pemakaian produk menunjukkan bahwa mayoritas responden (perangkat desa) menyatakan aplikasi sistem administrasi desa berbasis Microsoft Access dengan

Salah satu metode yang paling popular pada saat ini adalah dengan adanya implementasi pendekatan metode contextual teaching and learning , yang mana di dalam

Permohonan Pemohon diajukan kepada Mahkamah paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak Termohon mengumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihani. KETENTUAN TENTANG