• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP IDEAL MEDIATION DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN. Ahmad Mustakim 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP IDEAL MEDIATION DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN. Ahmad Mustakim 1"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP IDEAL MEDIATION DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN

Ahmad Mustakim1

Abstract: In the context of divorce cases in court, the mediation process is a mandatory part of the procedural stage of the trial. This is a mandate from PERMA No.1 of 2008 concerning mediation procedures which are guidelines for judges/mediators to as much as possible resolve disputes, whether divorce or other cases peacefully. By the principle of PERMA No. 1 of 2008 the mediation effort is not only at the beginning of the trial, but throughout the examination, even until the last trial before the chairman of the trial decides the hammer. Divorce cases based on disputes that are not yet optimal to reconcile can be canceled by law, because they have not complied with the procedural rules, and for that, the appeal or cassation court must order a re- examination through an interim decision to seek an optimal peace.

With such an urgent position, the mediation process needs a review from all parties, both the government, the judges/mediators, and the wider community, so that divorce cases in Indonesia can be controlled.

Therefore, this article describes the ideal concept of mediation in divorce cases in court. To provide an overview of the mediation process in court. Mediation is a way of resolving disputes through a negotiation process to obtain a peace agreement by the parties with the assistance of a mediator. The mediator is a third party who assists the dispute resolution of the parties, who is not allowed to intervene in decision making (neutral). The legal basis for mediation in court is PERMA No. 1 of 2008 with the procedure, namely the stage of selecting a mediator, the stage of implementing the mediation process, and the final stage of mediation. The role of the mediator in the mediation process is to help the parties understand each other's views and help find issues that are considered important to them. The mediator can come from the court or outside the court, who has received a mediator certificate.

Keywords: Ideal Mediation, Divorce, Court

1 STAI Darussalam Krempyang Nganjuk Jawa Timur

(2)

71 Pendahuluan

Masyarakat Indonesia dikenal dengan masyarakat yang gemar menyelesaikan masalahnya dengan cara damai. Indikatornya adalah masyarakat selalu menempatkan tokoh agama (toga) dan tokoh masyarakat (tomas) untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat.

Sedangkan tempat penyelesaian damai ini biasanya dilakukan di balai desa atau di rumah tokoh agama atau tokoh masyarakat. Adapun bagi masyarakat muslim,penyelesaian masalah dengan cara damai (islah) dilakukan di serambi- serambi masjid, yang kemudian di kenal dengan pengadilan agama.2

Dalam hal persengketaan, mediasi adalah satu diantara sekian banyak alternatif penyelesaian sengketa atau biasa dikenal dengan istilah “Alternatif dispure Resolution” yang tumbuh pertama kali di Amerika. Mediasi bisa juga sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non ligitasi) yang merupakan bagian dari alternative penyelesaian sengkata (APS) atau Alternatif dispure Resolution (ADR) selain juga dapat berwujud mediasi peradilan (court mediation). Mediasi di nusantara sudah lama dipraktekan tentang penyelesaian sengketa melalui musyawarah. Adapun di peradilan dikenal dengan mediasi, yang merupakan bagian daripada proses beracara dalam persidangan termasuk dalam kasus perdata.3

Sedangkan dalam konteks perkara perceraian tidak jauh relasisnya dengan dengan peradilan agama, yang mana peradilan agama adalah sebutan (literature) resmi bagi salah satu diantara empat lingkungan peradilan Negara atau kehakiman yang sah di Indonesia. Mediasi dalam kasus perceraian di pengadilan agama merupakan salah satu solusi atau jalan yang bisa dimanfaatkan se-inovatif mungkin guna untuk menekan angka perceraian yang sudah menjalar di masyarakat kita.4Sesuai dengan firman Allah agar semua

2 Muhammad, Saifullah “Efektivitas Mediasi Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Jawa Jengah”, Jurnal AL-Ahkam, Vol.25, No. 2, ( Semarang: UIN Wali Songo, 0ktober 2015 ),184.

3Revy, S.M, Korah, “Mediasi Merupakan Salah Satu Alternatif Penyelesaian Masalah Dalam Sengketa Perdagangan Internasional, Vol. XXI, No. 33, (Manado:Univertas Sam Ratulangi, 2018), 33.

4 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Grafindo Persada, 2007), 5.

(3)

72

permasalahan diselesaikan dengan jalan mediasi, yang tercantum dalam surat al hujurat:9-10.5

“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang, maka damaikanlah antara keduanya, jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali (kepada perintah Allah) maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang adil.

Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”6

Mediasi Menurut ketentuan pasal 14 ayat (2) UU No. 14 ayat (2) Tahun 1970 (yang diubah oleh ketentuan pasal 10 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman) Pengadilan tidak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan perkara perdata secara perdamaian. Dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, usaha perdamaian diatur dalam pasal 130 HIR atau pasal 154RBg.jo. Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

Menurut ketentuan pasal 130 ayat 1 HIR, apabila ada hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, ketua berusaha untuk mendamaikan mereka, lebih lanjut menurut ketentuan pasal 7 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 ditentukan bahwa ” Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh “Mediasi”. Dengan demikian, mediasi yang ditempuh oleh para pihak bersifat wajib. Bahkan apabila mediasi ini tidak ditempuh, berdasarkan ketentuan dalam pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung 130 HIR/154 RBg. yang berakibat hukum batalnya putusan atas perkara tersebut.7

Pada dasarnya usaha untuk mendamaikan mereka itu bukan hanya pada permulaan sidang pertama saja melainkan sepanjang pemeriksaan itu, bahkan sampai sidang terakhir sebelum ketua mengetukan palu putusannya.

Demikian prinsip ini dinyatakan pula dalam pasal 18 ayat (3) Peraturan

5 Mahmud. Al-Qur’an dan Terjemahan (Jakarta: Perca, 1982), 517.

6 Mahmud, Al Qur’an Dan Terjemahanya (Jakarta: Perca, 1982), 517.

7 Bambang Sugeng, Pengantar Hukum Acara Perdata (Jakarta: Kencana, 2011), 45.

(4)

73 Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008. Makin jauh perkara itu berlangsung diperiksa dipersidangan, hakim makin mengetahui duduk persoalan sebenarnya dari perkara mereka itu dan sampai sedemikian itu pula hakim menasihati mereka untuk berdamai. Dapat atau tidaknya perdamaian itu terjadi tergantung kepada kebijaksanaan hakim dalam usaha itu dan kesadaran serta kemauan dari pihak- pihak yang berperkara.8

Bahkan menurut M. Yahya Harahap, putusan perkara perceraian atas alasan perselisihan dan pertengkaran yang belum memenuhi usaha mendamaikan secara optimal dapat dibatalkan demi hukum, karena belum memenuhi tata tertib beracara dan untuk itu Pengadilan banding atau kasasi harus memerintahkan pemeriksaan ulang melalui putusan sela untuk mengupayakan perdamaian secara optimal.9

Dalam hal ini sesuai dengan “Undang-undang perkawinan menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian, harus ada alasan–alasan tertentu dan harus dilakukan didepan sidang Pengadilan, penjelasan umum undang- undang perkawinan angka 4 butir e--, setelah Pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan— pasal 39 (1) UU. Perkawinan; penjelasan pasal 16 No.

9/1975; pasal 65 UUPA: pasal 115, 143 (1) KHI. Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak— pasal 31 No. 9/1975; pasal 82 UUPA--, harus ada cukup alasan bahwa suami istri tidak akan hidup rukun lagi selama suami istri— pasal 39 (2) UU perkawinan; pasal 131 (2) KHI--, untuk terjadinya perceraian Pengadilan harus membuat alasan - alasan dan dasarnya dan memuat pasal - pasal tertentu atau sumber hukum tak tertulis sebagai dasar mengadili — pasal 62 UUPA--.10

Dalam perkara perceraian yang disebabkan perselisihan, perkara dapat diterima, apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu, dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami istri.11 Pada dasarnya kehadiran

8 Ibid., 47.

9 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 20.

10 Ibid.,22.

11 Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama (Jakarta: Kencana, 2005), 87.

(5)

74

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 ini merupakan upaya mahkamah agung untuk lebih memperdayakan lembaga perdamaian sebagaimana diamanatkan dalam pasal 130HIR/ pasal 54RBg. Karena itu bila dibandingkan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003, maka dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 ini dipertegas mengenai akibat hukum dari tidak ditempuhnya proses mediasi bagi pihak yang berperkara di Pengadilan, yang merupakan upaya”memaksa” bagi para pihak yang berperkara untuk terlebih dahulu menempuh “perdamaian” melalui proses mediasi untuk menyelesaikan sengketanya.12

Tulisan ini membahas tentang konsep mediasi yang ideal dalam perkara perceraian di Pengadilan (court mediation),yang bisa dijadikan pedoman atau pengetahuan kepada semua pihak, baik masyarakat maupun yang berkepentingan terhadap masalah yang sedang dialami. Hal tersebut karena mediasi yang sedang berjalan selama ini di pengadilan kurang efektif.

Sejak diterbitkan PERMA No.1 Tahun 2008 tentang mediasi, banyak kalangan yang berharap terhadap implementasi PERMA tersebut bisa menekan perceraian di Indonesia, akan tetapi setelah 10 tahun PERMA tersebut terbit, dirasa jauh dari kata berhasil. Banyak penelitian maupun tulisan yang membuktikan bahwa solusi mediasi dalam menghampat angka perceraian di Indonesia kurang memberikan sumbangsih atau pengaruh yang terlalu signifikan. Maka dari tidak maksimalnya proses mediasi di pengadilan tersebut, perlu adanya strategi baru yang bisa memperkuat dalam proses mediasi di pengadilan tersebut, agar tujuan untuk menekan angka perceraian sesuai daripada tujuan mediasi dan semangat PERMA No 1 Tahun 2008 bisa tercapai.

Pembahasan

A. Konsep Mediasi di Pengadilan 1. Pengertian Mediasi

Istilah mediasi cukup gencar dipopulerkan oleh akademisi dan praktisi akhir-akhir ini. para ilmuan berusaha mengungkap secara jelas makna mediasi

12 Rachmadi Usman, Mediasi Di Pengadilan Dalam Teori Dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 77.

(6)

75 dalam berbagai literature ilmiah melalui riset dan studi akademik. Para Praktisi juga cukup banyak menerapkan mediasi dalam praktik penyelesaian sengketa.

Perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan berbagai lembaga lain cukup banyak menaruh perhatian pada mediasi ini. Nampun, istilah mediasi tidak mudah didefinisikan secara lengkap dan menyeluruh, karena cakupanya cukup luas. Mediasi tidak memberikan suatu model yang dapat diuraikan secara terperinci dan dibedakan dari proses pengambilan keputusan lainya.13 Berikut penjelasan Mediasi yang dikemukakan oleh para ahli:

Laurence Bolle menekan bahwa mediasi adalah proses pengambilan keputusan yang dilakukan para pihak dengan dibantu pihak ketiga sebagai mediator. Pernyataan Bolle menunjukan bahwa kewenangan pengambilan keputusan sepenuhnya berada ditangan para pihak, dan mediator hanyalah membantu para pihak di dalam proses pengambilan keputusan tersebut.

Sedangkan menurut J Folberg dan A. Taylor lebih menekankan konsep mediasi pada upaya yang dilakukan mediator dalam menjalankan kegiatan mediasi. Kedua ahli ini menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dilakukan secara bersama-sama oleh para pihak yang bersengketa dan dibantu oleh pihak yang netral.Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.14 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. pengertian mediasi yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia tiga unsur penting. Pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antar dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelesaian

13 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah…, 1.

14 Ibid., 5

(7)

76

sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan ke putusan.15

Di Indonesia, pengaturan mediasi di Pengadilan terdapat dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian disempurnakan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.

Peraturan Mahkamah Agung tersebut dimaksudkan dalam rangka pengembangan dan melembagakan mediasi dalam konteks perdamaian di Pengadilan, baik yang dilakukan pada sebelum pemeriksaan pokok perkara yang dilakukan (chotei) dalam pemeriksaan tingkat pertama (wakai) selama pemeriksaan pokok perkara pada tingkat banding, kasasi, peninjauan kembali;

dan mediasi dalam kontektualisasi perdamaian yang dilakukan di luar Pengadilan (one day wakai).

Dengan ditetapkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008, telah terjadi perubahan fundamental dalam praktik Peradilan di Indonesia. Pengadilan tidak hanya bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diterimanya, tetapi juga berkewajiban mengupayakan perdamaian antara pihak-pihak yang berperkara.

Pengadilan yang selama ini berkesan sebagai lembaga penegakan hukum dan keadilan, tetapi sekarang Pengadilan juga menampakkan diri sebagai lembaga yang mencarikan solusi damai antara pihak- pihak yang bertikai.

Dalam konteks mediasi di Pengadilan, pengertian mediasi dikemukakan dalam ketentuan pasal 1 angka 6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 yang menyatakan sebagai berikut: “Mediasi adalah penyelesaikan sengketa melalui proses perundingan para pihak- pihak dengan dibantu oleh mediator “

Demikian pula dalam ketentuan dalam pasal 1 angka 7 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 terdapat rumusan pengertian mediasi sebagai berikut: “Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”

15 Ibid, 3

(8)

77 Dengan merujuk Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008, mediasi dalam konteks institusionalisasi di Pengadilan merupakan negosiasi yang melibatkan pihak ketiga, yang unsur-unsur salah satunya meliputi: a) Suatu proses penyelesaian sengketa memalui perundingan atau perdamaian diantara pihak yang bersengketa; b) perundingan tersebut dilakukan pihak yang bersengketa, dengan dibantu pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak mempihak, yang disebut dengan “Mediator“ (penengah); c) Mediator disini berfungsi membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa yang dihadapi oleh para pihak.16

2. Jenis-Jenis Mediasi

Dalam hal ini penulis memaparkan dua ruang lingkup jenis mediasi, yaitu mediasi di luar Pengadilan dan ruang lingkup mediasi di Pengadilan.

a. Mediasi di luar Pengadilan

Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternative diluar Pengadilan sudah lama dipakai dalam berbagai kasus-kasus bisnis, lingkungan hidup, perburuhan, pertanahan, perumahan, sengketa konsumen, dan sebagainya yang merupakan perwujudan tuntutan masyarakat atas penyelesaian sengketa yang cepat, efektif, efesien.17

b. Mediasi di Pengadilan

Mediasi di Pengadilan merupakan pelembagaan dan pemberdayaan perdamaian sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam pasal 130 HIR/ pasal 154 RBg, di mana sistem mediasi dikoneksikan dengan sistem proses berperkara di Pengadilan (mediation connected to the court)

Lawrence Boulle, seorang professor dalam ilmu hukum dan Directur Dispute Resolution Centre- Bond university, membagi mediasi dalam sejumlah model yang tujuanya; untuk menemukan peran mediator dalam melihat posisi

16 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan dalam Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika: 2012), 65.

17 Ibid., 23.

(9)

78

sengketa dan peran para pihak dalam upaya penyelesaian sengketa. Boulle menyebutkan ada empat model mediasi, yaitu: settlement mediation, facititative mediation, transformative mediation dan evaluative mediation. Berikut penjelasanya:

a. Settlement mediation dikenal sebagai mediasi kompromi merupakan mediasi yang tujuan utamanya adalah untuk mendorong terwujudnya kompromi dari tuntutan kedua belah pihak yang sedang bertikai.

b. Facititative mediation yang juga disebut sebagai mediasi yang berbasis kepentingan (interest-based) dan problem solving yang bertujuan untuk menghindarkan para pihak yang bersengketa dari posisi mereka dan menegosiasikan kebutuhan dan kepentingan para pihak dari hak-hak legal mereka secara kaku.

c. Transformative mediation, juga dikenal sebagai mediasi terapi dan rekonsiliasi. Mediasi model ini menekankan untuk mencari penyebab yang mendasari munculnya permasalahan di antara para pihak yang bersengketa, dengan pertimbangan untuk meningkatkan hubungan di antara mereka melalui pengakuan dan pemberdayaan sebagai dasar resolusi konflik dari pertikaian yang ada.

d. Evaluative mediation yang di kenal sebagai mediasi normative merupakan model mediasi yang bertujuan untuk mencari kesepakatan berdasarkan hak- hak legal antisipasi oleh Pengadilan.18

3. Ruang Lingkup Mediasi di Pengadilan

Konflik atau sengketa yang terjadi antara manusia cukup luas dimensi dan ruang lingkupnya. Konflik dan persengketaan dapat saja terjadi dalam wilayah publik berkait erat dengan kepentingan umum, di mana Negara berkepentingan untuk mempertahankan kepentingan umum tersebut.

Kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan seseorang, harus diselesaikan secara hukum melalui Peraturan penegakan aturan pidana di Pengadilan. Dalam kasus pidana , pelaku kejahatan atau pelanggaran tidak dapat melakukan tawar-

18 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah…, 31-35.

(10)

79 menawar(bargaining) dengan Negara sebagai penjelma dan penjaga kepentingan umum.

Dalam dimesi ini, seorang pelaku kejahatan berkonflik atau bersengketa dengan Negara, dan ia tidak dapat menyelesaikan sengketanya melalui kesepakatan atau kompensasi kepada Negara. Contoh si A melakukan korupsi . Si A tidak dapat dibebaskan dari hukuman dengan alasan ia sudah mengembalikan sejumlah uang yang ia korupsi pada Negara, Tindakan si A bukan hanya merugikan negara dalam bentuk material, tetapi juga sudah mengganggu kepentingan umum, dan negara berkewajiban untuk menjaga dan mempertahankan kepentingan umum tersebut. Dalam hukum islam, kepentingan umum yang dipertahankan Negara melalui sejumlah aturan pidana dikenal dengan mempertahankan hak Allah (haqqullah).

Lain halnya dengan wilayah hukum privat, di mana titik berat kepentingan perseorangan (pribadi). Dimensi privat cukup luas cakupanya yang meliputi dimensi hukum keluarga, hukum kewarisan, hukum kekayaan, hukum perjanjian (kontrak), bisnis dan lain-lain. Dalam dimensi hukum privat atau perdata, para pihak yang bersengketa dapat melakukan penyelesaian sengketanya melalui jalur hukum di Pengadilan atau di luar Pengadilan. Hal ini sangat dimungkinkan karena hukum privat/ perdata, titik berat kepentingan terletak pada para pihak yang bersengketa, bukan Negara atau kepentingan umum. Oleh karena itu, tawar-menawar dan pembayaran sejumlah kompensasi untuk menyelesaikan sengketa dapat terjadi dalam dimensi ini. Dalam hukum islam, dimensi perdata mengandung hak manusia (haqqul ‘ibad) yang dapat dipertahankan melalui kesepakatan damai antara pihak yang bersengketa.

Mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa memiliki ruang lingkup utama berupa wilayah privat/ perdata. Sengketa-sengketa perdata berupa sengketa keluarga, waris, kontrak, perbankan, bisnis, lingkungan hidup dan berbagai jenis sengketa perdata lainya dapat diselesaikan melalui jalur mediasi. Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dapat ditempuh di Pengadilan maupun diluar Pengadilan. Mediasi yang dijalankan di pengadilan merupakan bagian dari rentetan proses hukum di pengadilan, sedangkan bila

(11)

80

mediasi dilakukan di luar Pengadilan, maka proses mediasi tersebut merupakan bagian tersendiri yang terlepas dari prosedur hukum acara pengadilan.

Dalam perundang-perundangan Indonesia ditegaskan ruang lingkup sengketa yang dapat dijalankan kegiatan mediasi. Dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa disebutkan bahwa sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternative penyelesaian sengketa yang didasarkan pada iktikat baik dengan menyampingkan penyelesaian secara ligitasi di Pengadilan Negeri ( pasal 6).

Hal senada juga ditegaskan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Dalam pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 disebutkan bahwa semua perkara perdata yang diajukan di Pengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Ketentuan pasal ini menggambarkan bahwa ruang lingkup sengketa yang dapat dimediasi adalah seluruh perkara perdata yang menjadi kewenangan Peradilan umum dan Peradilan Agama pada tingkat pertama. Kewenangan Pengadilan Agama meliputi perkara perkawinan, kewarisan, wakaf, hibah, sedekah, wasiat, dan ekonomi islam.19

Sedangkan menurut Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang prosedur mediasi di Pengadilan pasal 2 tentang ruang lingkup dan kekuatan berlaku perma sebagai berikut:

a) Peraturan Mahkamah Agung ini hanya untuk mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan.

b) Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.

c) Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau pasal 154 RBg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.

d) Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan melalui mediasi

19 Ibid, 24.

(12)

81 dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.

4. Tata Cara pelaksanaan Mediasi di Pengadilan

Dengan merujuk kepada peraturadan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 dan pedoman teknis pelaksanaan mediasi pada Pengadilan, tata cara pelaksanaan proses mediasi awal litigasi (chotei) di Pengadilan diatur sebagai berikut:

a. Tahap pemilihan dan penetapan Mediator b. Tahap pelaksanaan proses Mediasi

c. Tahap Akhir proses Mediasi20

5. Dasar Hukum Yang Mendasari Mediasi di Pengadilan

Dalam hal ini yang dijadikan dasar hukum tentang mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 01 Tahun 2008 Tentang prosedur Mediasi di Pengadilan, yang mana uraianya akan dijelaskan di dalam lampiran.21

Dan semua itu bertujuan agar mediasi berhasil dan para pihak bisa ruju’

kembali seperti semula, untuk melanjutkan bahterai rumah tangganya. Ruju’

atau dalam istilah hukum disebut raj’ah secara arti kata berarti “kembali”.

Orang yang ruju’ kepada istrinya, berarti kembali pada istrinya. Dalam satu sisi ruju’ itu adalah membangun kembali kehidupan perkawinan yang terhenti atau memasuki kembali perkawinan. 22

B. Akibat Putusnya Perkawinan (Perceraian)

Perceraian dalam ikatan perkawinan adalah sesuatu yang dibolehkan oleh Agama Islam. Apabila sudah ditempuh berbagai cara untuk mewujudkan kerukunan dan kedamaian, namun harapan dalam tujuan perkawinan tidak akan terwujud dan tercapai sehingga yang terjadi adalah perceraian.

20 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan…, 235.

21 PERMA No.1 Tahun 2008.

22 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006), 339.

(13)

82

Perceraian telah diatur dalam undang-undang nomor 7 tahun 1989 (selanjutnya disebut UUPA) dan pasal 115 KHI. 23Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena beberapa hal, yaitu karena terjadinya talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap istrinya, atau karena perceraian yang terjadi antara keduanya, atau karena sebab-sebab lain. Hal-hal yang menyebabkan putusnya perkawinan salah satunya karena Talak.

Talak terambil dari kata ”ithlaq” yang menurut bahasa artinya

“melepaskan atau meninggalkan” menurut istilah syara’, Talak yaitu Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri. Al-Jaziry mendifinisikan:

Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatanya dengan menggunakan kata-kata tertentu. 24 Sedangkan menurut Abu Zakaria Al-Anshari, Talak ialah: “Melepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya”.25

Akibat yang muncul ketika putus ikatan perkawinan antara seorang suami dengan seorang istri dapat dilihat beberapa garis hukum, baik yang tercantum dalam undang-undang perkawinan maupun yang tertulis dalam KHI.

Putusnya ikatan Perkawinan dimaksud, dapat dikelompokan menjadi 5 karakteristik, yang antaranya yaitu sebagai berikut:

a. Akibat Talak

Ikatan perkawinan yang putus karena suami mentalak istrinya mempunyai beberapa akibat hukum berdasarkan pasal 149 KHI, yakni sebagai berikut:

Pasal 149 KHI. Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

1) Memberikan mut’ah (sesuatu) yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali istri tersebut qobla al-dukhul

2) Memberi nafkah, makan dan kiswah (tempat tinggal dan pakaian)kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyus dan dalam keadaan tidak hamil

23 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafiaka, 2006), 80.

24 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat (Jakarta: Kencana, 2003), 191

25 Ibid., 192.

(14)

83 3) Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh

apabila qobla al-dukhul

4) Memberikan biaya hadhanah (pemeliharaan anak) untuk anak yang belum mencapai h\

Ketentuan pasal 149 KHI tersebut bersumber dari surat al-Baqarah ayat 235 dan 236.

b. Akibat Perceraian (cerai gugat)

Cerai gugat, yaitu seorang istri menggugat suaminya untuk bercerai melalui pengadilan, yang kemudian pihak pengadilan mengabulkan gugatan dimaksud sehingga putus hubungan penggugat (istri) dengan tergugat (suami) perkawin.

Se3dangkan tata cara perceraian bila dilihat dari aspek subyek hukum atau pelaku yang mengawali terjadinya perceraian dapat dibagi dalam dua aspek, yaitu sebagai berikut:

1) Cerai Talak (suami yang bermohon untuk bercerai)

Apabila suami yang mengajukan permohonan ke Pengadilan untuk menceraikan istrinya, kemudian istrinya menyetujuinya disebut cerai talak.

2) Cerai Gugat (Istri yang bermohon untuk bercerai)

Cerai gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat permohonan yang diajukan oleh istri ke Pengadilan Agama, yang kemudian termohon (suami) menyetujuinya, sehingga Pengadilan Agama permohonan yang dimaksud.26

C. Peran Mediator Dalam Proses Mediasi di Pengadilan

Mediator adalah pihak ketiga yang membantu penyelesaian sengketa para pihak, yang mana ia tidak melakukan intervensi terhadap pengambilan keputusan. Mediator menjembatani pertemuan para pihak, melakukan negosiasi, menjaga dan mengontrol proses negosiasi, menawarkan alternative solusi dan secara bersama-sama para pihak merumuskan kesepakatan

26 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam…, 81.

(15)

84

penyelesaian sengketa. Meskipun mediator terlibat dalam menawarkan solusi dan merumuskan kesepakatan, bukan berarti ia yang menentukan hasil kesepakatan. Keputusan akhir tetap berada di tangan para pihak yang bersengketa. Mediator hanyalah membantu mencari jalan keluar, agar para pihak bersedia duduk bersama menyelesaikan sengketa yang mereka alami.27

Dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 dapat diketahui kalau Mediator dalam Pengadilan harus berperan secara aktif. Dalam ketentuan pasal 1 angka 5 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 menegaskan bahwa “ Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa“. Berikutnya ketentuan dalam pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 menegaskan pula, bahwa “Semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan tingkat pertama wajib untuk lebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan Mediator”.

Hal yang sama juga dapat ditemukan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008, Mediator tidak hanya sebagai fasilitator belaka, melainkan harus berperan secara langsung dan aktif dalam penyelesaian sengketa yang dihadapi para pihak dengan mencarikan berbagai kemungkinan alternatif penyelesaian sengketanya.

Dengan merujuk kepada ketentuan tersebut di atas, dapat ditemukan ciri-ciri mediator dalam konteks mediasi di Pengadilan, yaitu:

a) Pihak yang bersifat netral dan impartial b) Membantu para pihak

c) Aktif mencari berbagai alternatif penyelesaian sengketa

d) Tanpa menggunakan cara memputuskan atau memaksakan sebuah penyelesaian

e) Memeriksa materi kesepakatan perdamaian secara seksama.28 1. Peran atau Tujuan Mediator di Pengadilan

27 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah…, 59.

28 Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan…, 69.

(16)

85 Sebagaimana diketahui penyelesaian sengketa melalui perdamaian dengan menempuh mediasi di Pengadilan, dibantu oleh mediator. Mediator inilah yang nantinya akan membantu para pihak yang berperkara dalam proses Perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa.

Dalam mediasi, mediator memperlakukan sengketa sebagai suatu peluang untuk membantu para pihak menyelesaikan persoalanya. Mediator membantu para pihak memahami pandangan masing-masing dan membantu mencari (locate) persoalan-persoalan yang dianggap penting bagi mereka.

Mediator mempermudah pertukaran informasi, mendorong diskusi mengenai perbedaan kepentingan, persepsi, penafsiran terhadap situasi dan persoalan- persoalan dan membiarkan, tetapi mengatur pengungkapan emosi. Mediator membantu para pihak memprioritaskan persoalan-persoalan dan menitikberatkan pembahasan mengenai tujuan dan kepentingan umum.

2. Pengangkatan Mediator

Dalam pasal ayat 6 ayat (1) Peraturan mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2003 disebutkan bahwa mediator pada setiap Pengadilan berasal dari kalangan hakim dan bukan hakim yang telah mendapat sertifikat mediator. Ketentuan ini menugaskan bahwa pihak luar dapat menjadi mediator di Pengadilan dengan syarat yang bersangkutan memiliki sertifikat sebagai mediator.

Hakim yang bertindak sebagai mediator adalah hakim yang tidak terlibat dengan pemeriksaan perkara yang akan dimediasikan, baik sebagai ketua majelis maupun sebagai anggota majelis. Hakim yang bertindak sebagai mediator dan pihak luar yang memiliki sertifikat mediator diangkat oleh ketua Pengadilan sebagai mediator. Oleh karenanya, setiap Pengadilan memiliki daftar mediator beserta riwayat hidup dan pengalaman kerja mediator dan mengevaluasi daftar tersebut setiap tahun. Demikian bunyi ketentuan pasal 6 Ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2003.

Dalam proses penyelesaian sengketa di Pengadilan, hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. pernyataan ini disampaikan hakim kepada para pihak pada sidang pertama. Ia meminta para pihak untuk memilih mediator dari daftar mediator yang dimiliki oleh Pengadilan maupun mediator

(17)

86

di luar daftar Pengadilan. Apabila para pihak memilih mediator dari daftar Pengadilan , maka ketua majelis akan membuat surat penetapan mediator. Bila para pihak tidak setuju dengan daftar mediator yang ada di Pengadilan atau mediator dari luar Pengadilan, maka ketua majelis dengan kewenangan yang ada menunjuk seorang mediator dari daftar mediator pada Pengadilan tingkat pertama dengan suatu penetapan.

Dari uraian diatas terlihat bahwa mediator pada Pengadilan yang berasal dari hakim diangkat oleh ketua Pengadilan sebagai mediator. Ia dimasukan dalam daftar mediator pada Pengadilan tingkat pertama. para pihak yang bersengketa dapat memilih mediator dari daftar nama-nama yang tersedia di Pengadilan, yang kemudian mediator ini baru dapat menjalankan kegiatan mediasi.29

3. Kewajiban dan Tugas-Tugas Mediator di Pengadilan

Terkait dengan kewajiban dan tugas –tugas mediator dalam proses mediasi di Pengadilan , ketentuan dalam pasal 15 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 menyatakan sebagai berikut:

a) Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.

b) Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.

c) Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.

d) Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.

Tujuan dari pasal 15 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 ini adalah menjelaskan tugas-tugas mediator, sehingga proses mediasi yang dipimpinya dapat berjalan dengan baik dan dapat mendorong para pihak yang bersengketa untuk mencoba menyelesaikan sengketa dengan damai, sehingga tercapai suatu kesepakatan bersama. Dalam Peraturan Mahkamah Agung

29 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah…, 73.

(18)

87 Nomor 2 Tahun 2003, tugas-tugas mediator tidak diatur dalam satu pasal tersendiri.

Dengan merujuk kepada ketentuan dalam pasal 15 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 dapat diketahui kewajiban dan tugas-tugas mediator dalam proses mediasi, yaitu:

a) mempersiapkan jadwal pertemuan mediasi;

b) mendorong para pihak berperan langsung dalam proses mediasi;

c) berwenang menyelenggarakan kaukus;

d) mendorong para pihak melaksanakan perundingan berbasis kepentingan dengan cara menelusuri dan menggali kepentingan mereka;dan

e) mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.30

Penutup

Mediasi merupakan proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak berkerjasama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu memperoleh kesempakatan perjanjian yang memuaskan.

Mediasi bisa juga diartikan sebagai proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih. merujuk Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008, mediasi dalam konteks institusionalisasi di Pengadilan merupakan negosiasi yang melibatkan pihak ketiga.

Mediasi adalah salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non ligitasi) yang merupakan bagian dari alternative penyelesaian sengkata (APS) atau Alternatif dispure Resolution (ADR) selain juga dapat berwujud mediasi peradilan (court mediation). Dalam konteks court mediation, yakni mediasi perceraian di Pengadilan, mediasi merupakan bagian dari proses beracara di Pengadilan. Semenjak diterbitkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 2008, Pengadilan tidak hanya bertugas dan memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diterima, akan tetapi juga berkewajiban mengupayakan

30 Ibid, 174.

(19)

88

perdamaian antara pihak-pihak yang berperkara termasuk dalam hal ini adalah mediasi perceraian. Dasar hukum dalam proses mediasi perceraian di Pengadilan adalah PERMA No.1 Tahun 2008.

Sedangkan tata cara mediasi di Pengadilan kalau berkiblat kepada PERMA NO.1 Tahun 2008 adalah tahap pemilihan dan penetapan mediator, tahapan pelaksanaan proses mediasi dan dan tahap akhir proses mediasi. Adapun dalam proses mediasi tersebut peran mediator sangat vital dalam menetukan keberhasilan dalam proses mediasi di Pengadilan. Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari penyelesaian sengketa. Mediator tidak hanya fasilitator, akan tetapi juga harus berperan aktif dalam mencarikan alternatif atau berbagai solusi dalam menyelesaikan sengketa (mencari solusi di dalam solusi). Proses mediasi perceraian di pengadilan, mediator bisa berasal dari pengadilan maupun dari luar pengadilan. Hal tersebut tergantung para pihak yang berperkara dalam memilih mediator. Kemampuan dan pengalaman mediator dalam berkreativitas mencari solusi sangat menentukan, selain daripada kesadaran kedua belah pihak.

Daftar Pustaka

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008

Abbas Syahrizal. Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Hukum Nasional. Jakarta: Kencana, 2009.

Abdul Rahman Ghozali. Fiqih Munakahat. Jakarta: Kencana, 2003 Ali Zainudin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Sinar Grafika, 2006

Bintani Aris. Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh Al-qadha.

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.

Hadikusuma Hilman. 2007. Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 2007.

Korah, S.M, Korah. “Mediasi Merupakan Salah Satu Alternatif Penyelesaian Masalah Dalam Sengketa Perdagangan Internasional, Vol. XXI, No. 33 (2018).

Mahmud. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: pustaka Setia, 2011.

Musthofa. Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana, 2005.

Mahmud. 1983. Al-Qur’an dan Terjemahanya. Perca, 1983.

Rasyid A. Roihan. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

(20)

89 Sugeng Bambang. Pengantar Hukum Acara perdata. Jakarta: Kencana.

Syarifudin Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006.

Saifullah, Muhammad. “Efektivitas Mediasi Dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Jawa Jengah”, Jurnal AL-Ahkam, Vol.25, No. 2 (0ktober 2015).

Usman Rachmadi.Mediasi di Pengadilan dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Posebnost te vrste hipoteke je, da vpisi glede skupne hipoteke pri glavni nepremi nini u inkuje tudi pri vseh drugih nepremi ninah, ki so obremenjene s skupno hipoteko, razen kadar

Investasi pada modal bank, entitas keuangan dan asuransi diluar cakupan konsolidasi secara ketentuan, net posisi short yang diperkenankan, dimana Bank tidak

(2012) dengan metode magnetik dalam luasan pengukuran sekitar 300x250 m2, melakukan pemodelan berdasarkan anomali medan magnetik total regional pada

model pembelajaran Creative Problem Solving lebih tinggi dari pada kemampuan pemecahan masalah mahasiswa dalam berkomunikasi mahasiswa yang dibelajarkan dengan

Bernadetta Diana Nugraheni, SE., M.Si., QIA selaku Dosen Wali serta segenap Dosen Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah memberikan ilmu pengetahuan

Suunnittelemani logo ja liikemerkki ovat helppoja käyttää kuvituskuvien kanssa, kuin myös sellaisenaan ja ne toimivat niin värillisinä kuin mustana tai valkoisena..

Pada hasil pengukuran panjang luka sayat pada setiap kelompok mencit yang dilakukan setiap hari pada waktu yang sama, didapatkan bahwa kelompok yang dipajan dengan ozon

Selanjutnya, Penulis menyarankan kepada pembaca untuk mengembangkan hasil modifikasi pada Tugas Akhir ini agar mendapatkan metode iterasi baru dengan orde konvergensi tinggi dan