• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unggul Dalam IPTEK. Kokoh Dalam IMTAQ LAPORAN HASIL AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Unggul Dalam IPTEK. Kokoh Dalam IMTAQ LAPORAN HASIL AKHIR"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

Unggul Dalam IPTEK Kokoh Dalam IMTAQ

LAPORAN HASIL AKHIR

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN KEBUGARAN FISIK DENGAN HARGA DIRI PADA REMAJA OBESITAS DI DAERAH JATISARI KAB. KARAWANG

TAHUN 2014

OLEH : NOVIA AGUSTIN

2010720031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2014

(2)
(3)
(4)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Riset Keperawatan, Agustus 2014

Novia Agustin

Hubungan Pola Makan Dan Kebugaran Fisik Dengan Harga Diri Pada Remaja Obesitas Di Jatisari Kab. Karawang Tahun 2014

VII Bab + 84 hal + 7 tabel + lampiran

ABSTRAK

Obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat badan yang lebih berat dibandingkan berat badan idealnya yang disebabkan terjadinya penumpukan lemak di tubuhnya. Secara umum obesitas adalah kelebihan berat badan yang lebih jauh melebihi berat badan normal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan pola makan dan kebugaran fisik dengan harga diri pada remaja yang mengalami obesitas. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah corelation descriptive dengan rancangan crossectional. Besar sampel yang peneliti teliti sebanyak 44 orang.

Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh nilai Pvalue = ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pola makan dan kebugaran fisik dengan harga diri. Disarankan untuk remaja yang mengalami obesitas agar mampu mengontrol pola makan dan menjaga kebugaran fisik serta mampu menerima perubahan fisik yang terjadi pada dirinya.

Kata kunci : pola makan, kebugaran fisik, harga diri, obesitas.

Daftar Pustaka : 62

(5)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim,

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yakni Tuhan Semesta Alam, peneliti panjatkan kepada-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta berbagai nikmat yakni nikmat sehat, iman dan islam sehingga laporan hasil akhir ini dapat diselesaikan dengan judul “HUBUNGAN POLA MAKAN DAN KEBUGARAN FISIK DENGAN HARGA DIRI PADA REMAJA OBESITAS DI DAERAH JATISARI KAB. KARAWANG TAHUN 2014”

Shalawat dan salam senantiasa peneliti panjatkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya dan para sahabatnya. Dalam penyelesaian laporan hasil akhir ini, peneliti banyak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada :

1. Muhammad Hadi, S.KM., M.Kes selaku dekan FIK UMJ yang telah banyak memberi bimbingan dan pengarahan

2. Irna Nursanti, M.Kep.,Sp.Kep.Mat sebagai ketua PSIK FIK UMJ yang telah banyak memberi bimbingan dan pengarahan

3. Syamsul Anwar, SKM,.M.Kep,.Sp.Kom selaku wali dosen angkatan 2010 yang telah banyak memberikan bimbingannya

4. Giri Widagdo, S.Kp. MKM sebagai pembimbing I riset keperawatan yang telah banyak memberi bimbingan dan pengarahan

5. Ns. Slametiningsih, S.Kep.M.Kep.Sp.Kep.J sebagai penguji II riset keperawatan yang telah banyak memberi bimbingan dan pengarahan

6. Ns. Nuraenah, SPd. M.Kep sebagai penguji III riset keperawatan yang telah banyak

memberi bimbingan dan pengarahan

(6)

7. Ayah, Ibu, Nenek dan kakek tercinta, dan semua yang tersayang serta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan do’a dan dukungan dalam pembuatan laporan hasil akhir ini

8. Terima kasih kepada para sahabat (Bebby Sevianti, I.L, Irma Permata Sari, Nurul Fitriana, Nurina Shadrina, Retno Hertiningsih, Rissa Syamudin, Setiawati, Yuni Muktiya Dan Zaskia Firda Ummah) yang selalu memberikan dukungan dan do’a hingga akhirnya saya bisa menyelesaikan tugas akhir ini

9. Rekan-rekan mahasiswa/i Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta Angkatan Tahun 2010, terimakasih atas segala do’a dan dukungannya

10. Dan seluruh pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Peneliti menyadari bahwa laporan hasil akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, bantuan berupa kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun akan sangat membantu untuk perbaikan di masa mendatang. Peneliti berharap semoga laporanhasilakhir ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Jakarta, september 2014

Noviaagustin

NPM. 2010720031

(7)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR………...i

DAFTAR IS………...ii

DAFTAR TABEL………...vi

DAFTAR LAMPIRAN……….vii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang………....1

B. Rumusan Masalah………..13

C. Tujuan Penelitian………...15

1. Tujuan umum………...15

2. Tujuan khusus………..15

D. Manfaat penelitian……….16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep obesitas………..17

1. Definis remaja………...17

1.1 Perkembangan remaja………...17

1.2 Rentang usia remaja………20

2. Kebugaran Fisik………....21

2.1 faktor-faktor yang mempengaruhi kebugaran………...21

3. Harga Diri………...24

3.1 komponen-komponen harga diri………...26

(8)

3.2 karakteristik harga diri………..27

3.3 faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri…………...28

4. Konsep Diri……….29

4.1 komponen-komponen konsep diri……….30

4.2 konsep diri negatif dan positif………...33

5. Obesitas………...36

B. Klasifikasi obesitas………....39

C. Gejala dan tanda-tanda obesitas………....40

D. Dampak obesitas………..……..41

E. Karakteristik penyebab obesitas………….………...44

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS A. Kerangka konsep………...50

B. Hipotesis penelitian………...51

C. Definisi operasional………...51

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain penelitian………...53

B. Tempat penelitian………...53

C. Waktu penelitian.………...53

D. Populasi dan sample………...53

E. Alat dan Cara Pengumpulan data………...55

F. Etika penelitian………...56

G. Pengolahan data………..59

H. Analisa data………60

(9)

BAB V HASIL PENELITIAN

A. AnalisaUnivariat………...62

B. Analisa Bivariat……….…...63

BAB VI PEMBAHASAN A. Hasil analisa univariat………...66

B. Variabel independen………..68

C. Hasil analisa bivariat………..74

D. Keterbatasan penelitian………...80

BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan……….81

B. Saran………...81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DaftarTabel

Tabel2.0 Klasifikasi IMT 39

Tabel2.1 Klasifikasi IMT pada orang asia 40

Tabel 2.2 Definisi Operasional Variable Independen Dan Dependen 51 Tabel2.3 Karakteristik Distribusi Responden Berdasarkan Usia Di Jatisari

Kab.Karawang 62

Tabel 2.4 Karakteristik Distribusi Berdasarkan (Jenis Kelamin, Riwayat Keluarga, Pola Makan, Kebugaran Fisik Dan Harga Diri) Di Jatisari

Kab.Karawang 63

Tabel2.5 Hubungan Pola Makan Dengan Harga Diri Pada Remaja Obesitas Di

Jatisari Kab.Karawang 64

Tabel2.6 Hubungan Kebugaran Fisik Dengan Harga Diri Pada Remaja Obesitas Di

Jatisari Kab.Karawang 64

(11)

Daftar Lampiran

Lampiran1 Surat Permohonan Izin Pengambilan Data Dan Penelitian Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran3 Kuesioner

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, berbagai perubahan timbul pada masa ini, diantaranya perubahan fisik dan psikologis.Perubahan fisik merupakan gejalapertumbuhan primer pada remaja. Sementara perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat perubahan dari perubahan fisik (Sarwono, 2003). Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja dibarengi dengan perubahan sosial yang besar, hal ini dikaitkan dengan pencarian jati diri, keinginan untuk lebih mandiri, suasana hati (mood), konsen dengan citra tubuh dan penampilan, peningkatan keinginan untuk berosialisasi dengan teman dan mulai tertarik dengan lawan jenis, Worthingson dalam Bakhtiani (2007).

Sedangkan perubahan fisik dapat menyebabkan kecanggungan bagi remaja karena harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Pertumbuhan badan yang mencolok dapat membuat remaja tersisih dari temannya (Sarwono, 2003).

Perubahan kognisi remaja juga menyebabkan remaja lebih sadar akan

dirinya (self-conscious) dibandingkan dengan anak-anak dan lebih

memikirkan tentang pemahaman dirinya. Remaja menjadi lebih

menyadari untuk menkoreksi dirinya sendiri (introspektif), dimana hal ini

(13)

merupakan bagian dari kesadaran diri mereka dan bagian dari eksplorasi diri (Santrock, 2003). Pada masa ini seseorang juga mulai sadar diri dan memberikan perhatian yang besar pada citra tubuh (Paplia, 2004). Citra tubuh merupakan persepsi perasaan dan pikiran seseorang mengenai tubuhnya menarik atau tidak dan emosi yang berkaitan dengan bentuk akan ukuran tubuh seseorang. Grogan, Muth dan Cash dalam Grogan (2006). Penampilan fisik yang tidak sesuai dengan penampilan yang diidamkan dan mengecewakan diri sendiri akan merintangi usaha memperluas ruang gerak pergaulan remaja (Gunarsa & Gunarsa, 2004).

Kemajuan ekonomi yang dialami oleh Negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan berbagai dampak pada masyarakat. Diantara dampak negatif yang terjadi ialah perubahan dalam gaya hidup, yakni dari gaya hidup tradisional (tradisional life style) berubah menjadi gaya hidup yang kurang aktivitas(sedentary life style) yakni kehidupan dengan aktivitas fisik sangat kurang serta penyimpangan pola makan dimana asupan cenderung tinggi energi (lemak, protein, dan karbohidrat) dan rendah serat, semuanya dianggap bertanggung jawab atas overweight/ kejadian obesitas (Hadi, 2005).

Salah satu faktor yang mempengaruhi obesitas adalah aktivitas fisik,

asupan energy yang berlebih dan tidak diimbangi dengan pengeluaran

energy yang seimbang akan menyebabkan terjadinya penambahan berat

badan Perubahan gaya hidup mengakibatkan terjadinya perubahan pola

(14)

makan masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, lemak dan kolestrol, dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik dapat menimbulkan masalah gizi lebih (Hidayati dkk, 2010). Berbagai sarana dan fasilitas memadai menyebabkan gerak dan aktivitas menjadi semakin terbatas dan hidup semakin santai karena segalanya sudah tersedia (Hudha, 2006)

Pergeseran pola hidup aktif menjadi pasif diperkirakan sebagai penyebab

berkurangnya aktivitas fisik yang dilakukan. Hal ini merupakan dampak

negatif dari semakin lajunya perkembangan teknologi. Orang berlomba-

lomba menciptakan berbagai peralatan serba otomatis untuk mengganti

hampir semua kerja manusia. Orang yang mulanya harus bekerja secara

aktif, misalnya berjalan dari rumah ke tempat kerja, diganti dengan peran

motor atau mobil sehingga orang cenderung kurang kerja fisik

(hipokinetik). Rendahnya aktivitas fisik mengakibatkan pengeluaran

energy tubuh menjadi berkurang.Aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh

yang dilakukan otot-otot rangka yang menghasilkan pengeluaran

sejumlah energy yang dinyatakan dalam satuan kilokalori. Keluaran

energi tubuh setiap harinya merupakan jumlah total dari ketiga komponen

berikut, yaitu; 1) Resting Metabolic Rate (RMR), 2) Thermic Effect Of A

Meal (TEM), 3) Thermic Effect Of Activity (TEA). Komponen aktivitas

fisik merupakan komponen yang paling mudah untuk diubah maka

dengan menambahkan aktivitas fisik jumlah energi yang dikeluarkan

akan bertambah (Nilawati, 2004) Kebugaran fisik (physical fitness),

(15)

merupakan kemampuan seseorang melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa timbul kelelahan yang berlebihan sehingga masih dapat menikmati waktu luangnya.Seseorang yang memiliki kebugaran fisik yang baik maka orang tersebut cukup mempunyai kesanggupan dankemampuan untuk melakukan pekerjaannya dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Seseorang yang merasa sehat belum tentu bugar sebab untuk dapat mengerjakan tugas sehari-hari seseorang tidak hanya dituntut bebas dari penyakit saja, tetapi juga dituntut memiliki kebugaran dinamis (Irianto, 2004)

Faktor yang mempengaruhi kebugaran fisik di antaranya adalah faktor genetic, latihan, jenis kelamin, usia, lemak tubuh dan aktivitas.

Kebugaran dihitung berdasarkan satuan unit berat badan, jadi jika lemak meningkat maka kebugaran akan menurun, kira-kira satu setengah penurunan kebugaran fisik karena usia dikarenakan adanya peningkatan lemak tubuh. Jadi cara termudah untuk mempertahankan atau meningkatkan kebugaran adalah dengan mengurangi lemak tubuh (Sharkey, 2003)

Konsep pengaturan diri dapat di wujudkan kedalam teknik pengaturan

diri pada obesitas, yang dilakukan dalam tiga langkah, yaitu observasi

diri dengan mengawasi sendiri, baik sebelum maupun sesudah dirinya

berubah.Hasil pantauan dapat berupa menimbang berat badan, mengatur

kalori makanan yang dikonsumsi, mengatur kalori yang dikeluarkan

(16)

melalui aktivitas fisik/olahraga.Evaluasi diri, dapat dilakukan dengan membuat catatan harian sebagai patokan untuk mengevaluasi perilakunya sendiri, misalnya menentukan apakah makanan yang dimakan telah sesuai dengan yang diinginkan, aktivitas fisik/olahraga sesuai dengan yang di harapkan. Adapun reaksi diri dilakukan dengan memberikan imbalan pada diri sendiri ketika berhasil menurunkan berat badandengan melaksanakan rencana-rencana sendiri, dan siap menghukum diri sendiri ketika tidak berhasil menurunkan berat badannya (Sundberg, 2007).

Konsep diri terdiri dari lima komponen yaitu citra diri, ideal diri, harga diri, penampilan peran, dan identitas diri. Pada komponen citra diri berhubungan dengan sikap individu baik yang disadari atau tidak terhadap dirinya. Ideal diri merupakan persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku. Harga diri merupakan penilaian terhadap hasil apa yang akan dicapai. Penampilan peran merupakan pola sikap, perilaku, dan nilai yang diharapkan oleh masyarakat sesuai dengan posisinya. Sedangkan identitas diri adalah kesadaran akan dirinya yang bersumber dari observasi dan penilaian (Rola, 2006)

Konsep diri mempunyai pengaruh yang besar terhadap kepribadian dan

hubungan interpersonal.Pencarian konsep diri sudah dimulai sejak kecil,

tetapi pada masa remaja individu sudah mulai berpikir dan menggunakan

emosinya yang merupakan hasil interaksi dengan orang tua, teman

sebaya, dan lingkungan masyarakat (Lily, 2006).Penampilan yang

(17)

dianggap kurang patut dan menimbulkan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh menimbulkan masalah bagi remaja.Ketidakpuasan pada bentuk tubuh dapat menyebabkan seseorang merasa tidak percaya diri, memiliki konsep diri yang kurang baik, dan harga diri yang rendah (Asri &Setiasih, 2004; Hurlock, 2006).Secara umum obesitas merupakan kelebihan berat badan yang lebih jauh melebihi berat badan normal, Obesitas merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan di kalangan remaja.Obesitas dapat menyebabkan banyak distress. Selain berdampak buruk bagi kesehatanfisik, kegemukan/obesitas juga berpengaruh terhadap aspek psikologis, dan sosial hal yang umum secara psikologis muncul bersamaan dengan kegemukan/obesitas adalah body image dispragment yaitu seseorang yang kegemukan merasa bahwa tubuhnya aneh sekali dan tidak disukai sehingga orang lain memandangnya dengan jijik (Proverawati, 2010).

Banyak perempuan cenderung sangat memperhatikan bentuk tubuh dan

menurut mereka bentuk tubuh yang baik adalah tubuh yang kurus dan

langsing.Hal ini juga diperparah dengan pengaruh pekerjaan terutama

untuk mereka yang berprofesisebagai model. Dan ini akan mengakibatkan

perilaku menyimpang.Menurut Mental Health Guidelines dalam

Grosvenor dan Smolin (2002) ada tiga kategori perilaku makan

menyimpang yaitu anorexia nervosa, bulimia nervosa, eating disorder

otherwise specified (EDNOS) yang juga mencangkup binge eating

disorder. Sekitar 0,5% remaja perempuan di amerika serikat menderita

(18)

anorexia nervosa (Committee Of Adolescence, 2003). Sebuah studi mengatakan bahwa sekitar 1% perempuan dewasa menderita anorexia nervosa (Anorexia Nervosa And Retaled Eating Disorder(ANRED), 2005). Studi lain di Amerika pada tahun 2000 mengestimasi bahwa 0,5- 3,7% wanita menderita anorexia nervosa (NIMH, 2006).

Cooper dan Stein dalam Ismira (2009) dalam sebuah penelitian kohort menyebutkan penelitian di rumah sakit selama 10 tahun menunjukkan bahwa angka kematian akibat anorexia nervosa mencapai 6,6%. Jika waktu penelitian diperpanjang menjadi 20 tahun, angka kematian meningkat menjadi 16%, dan jika diperpanjang menjadi 33 tahun angka kematian mencapai 18%. Penderita anorexia nervosa juga memiliki risiko 12 kali lebih besar untuk mengalami kematian dibandingkan teman sebayanya yang tidak menderita anorexia nervosa (Kurnia, 2008).

Sementara itu, di asia prevalensi anorexia nervosa berbeda-beda, dijepang sebesar 0,025-0,030% dan di china 0,01% (lee, 2005).

Hal serupa juga terjadi pada angka kejadian bulimia nervosa. Sekitar 1-

5% remaja perempuan di Amerika Serikat memiliki kriteria penderita

bulimia nervosa (Committee Of Adolescence, 2003). Di inggris insiden

kasus bulimia nervosa sebesar 12 kasus per 100.000 populasi, Treasure

dan Murphy dalam Gibney, et al (2005). Dan studi memperkirakan bahwa

1,1-4,2% wanita pernah mengalami bulimia nervosa selama hidupnya

(NIMH, 2006). Selain tipe anorexia nervosa dan bulimia nervosa, tipe

(19)

perilaku makan menyimpang lainnya yatiu binge eating disorder juga memiliki angka kejadian yang tidak sedikit. Sebuah studi di inggris menyebutkan lebih dari 2% (1-2 juta) orang dewasa menderita binge eating (ANRED, 2005). Menurut perkiraan yang dilakukan oleh US Census Bureau, Internasional Data Base (2004) dalam Tantiani (2007) ditemukan prevalensi penderita binge eating di Indonesia sebesar 1,669,170 dari populasi perkiraan sebesar 218,452,952. Selain itu, binge eating lebih banyak ditemukan pada populasi yang mengalami kelebihan berat badan (30%) dibandingkan dengan sampel dari populasi umum (5%

wanita dan 3% laki-laki) (Brown, 2005).

Di Indonesia belum banyak penelitian mengenai perilaku makan menyimpang karena masih dianggap masalah yang sepele dan belum banyak terkuaknya kasus tersebut. Dalam studi kuantitatif mengenai kecenderungan perilaku makan menyimpang pada remaja di Jakarta disebutkan bahwa 34,8% remaja di Jakarta mengalami perilaku makan menyimpang dengan spesifikasi 11,6% menderita anorexia nervosa dan 27% menderita bulimia nervosa (Syafiq & Tantiani In Press, 2009).

Selain itu penelitian lain di salah satu sekolah menengah atas di Jakarta

juga menyebutkan sebanyak 88,5% remaja memiliki kecenderungan

perilaku makan menyimpang dengan spesifikasi 11,8% cenderung pada

anorexia nervosa, 23,3% cenderung pada bulimia nervosa, 5% pada

binge eating dan 48,5% EDNOS (Kurnia, 2008).

(20)

Perilaku makan menyimpang belum dapat diketahui secara pasti karena bukan hanya terkait masalah kesehatan namun juga masalah psikis penderita, penderita cenderung memiliki rasa kepercayaan diri yang rendah karena mereka merasa memiliki tubuh yang kurus dang langsing (Eating Disorders Venture, 2006).

Menurut survey yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO, 2000) obesitas merupakan masalah global yang melanda masyarakat dunia, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Prevalansi di amerika serikat tahun 1980 pria 12,3% dan wanita 16,5% tahun 1994 pria 19,9% wanita 24,9%. Di kanada tahun 1981 pria 8,5%, wanita 9,3%

tahun 1990 pria 15,0%, wanita 15,0%. Di inggris tahun 1987 pria 7,0%, wanita 12,0%, tahun 1995 pria 15,0% wanita 16,5%, dari tahun ke tahun, prevalansi obesitas di Negara-negara maju seperti amerika serikat, kanada, inggris terus meningkat.Sedangkan kegemukan/obesitas tertinggi secara nasional pada tahun 2010 ditemukan pada umur 6-12 tahun sebanyak 9,2%, yang berumur 13-15 tahun sebanyak 2,5% dan usia 16-18 tahun sebanyak 1,4% (Riset Kesehatan Dasar, 2010).

Menurut RIKESDAS (2007) didapatkan data di Indonesia remaja yang

mengalami obesitas sebanyak 19,1% pada pria sebanyak 13,9% dan pada

wanita sebanyak 23,8% di DKI Jakarta sendiri sendiri di dapatkan hasil

remaja yang mengalami obesitas sebanyak 26,9%.

(21)

Prevalensi kegemukan tertinggi secara nasional pada tahun 2010 ditemukan pada kelompok umur 6-12 tahun (9,2%), diikuti oleh usia 13- 15 tahun (2,5%), serta usia 16-18 tahun (1,4%). Sedangkan prevalensi kegemukan pada remaja berusia 16-18 tahun di Yogyakarta paling tinggi di Indonesia yaitu sebesar 4,1% melebihi prevalensi nasional sebesar 1,4%. Prevalensi kegemukan di Indonesia ditemukan meningkat seiring dengan meningkatnya pendidikan kepala rumah tangga.Angka obesitas pada perempuan cenderung lebih tinggi dibanding pada laki-laki.Selain itu, karakteristik masalah obesitas cenderung lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di perkotaan di banding dipedesaan dan pada keluarga dengan status ekonomi yang lebih baik (Riset kesehatan dasar, 2007).

RIKESDAS (2007) di dapatkan data prevalensi obesitas di Jawa Barat, khususnya di kab. Karawang sebanyak 23,1%, prevalensi tertinggi berada di kab. Bekasi sebanyak 49,25 dan terendah di kab.garut hanya 15,5%.

Dan angka kejadian pada usia remaja antar rentang umur 15-24 tahun sebanyak 11,0% dan mereka yang bersekolah sebanyak 11,3%.

Setelah dilakukan survey di daerah Jatisari kab. Karawang tanggal 28 juni

2014 di dapatkan data 30 remaja putra dan putri yang mengalami obesitas

di dapatkan 20 orang mengalami harga diri rendah (malu, tidak PD, dan

sering di olok – olok teman sebaya), 7 orang mengalami stress ringan

karena bentuk badannya dan 3 orang lainnya menyatakan biasa saja dan

menerima dengan keadaan tubuhnya

(22)

Hasil penelitian Riska Habriel Rusli (2010) dengan menggunakan metode cross sectional, di dapatkan sebanyak 20,14% mengalami overweight/obesitas dan sebanyak 44 responden 30,56% mengalami depresi. Dan rikesdas mencatat pada tahun 2007 remaja yang mengalami stress hanya 8,7%.Hasil penelitianArief Alamsyah (2013)dengan menggunakan metode cross sectional di dapatkan hasil laki-laki dan perempuan yang mengalami stress berat yang obesitas sebanyak 40%, perempuan yang mengalami stress berat yang obesitas sebanyak 26,7%.

Hasil penelitianIvana Sajogo (2012)dengan metode analitik observasional di SMA Surabaya untuk tingkat depresi pada anak remaja yang mengalami obesitas ini di dapatkan 181 orang siswadengan angka prevalansi depresi pada remaja overweight/obesitas di dapatkan hasil 23,2%. Dimana dalam 30 tahun terakhir ini prevalansi depresi meningkat cepat dari 1-2% menjadi 15-25% dan di akhir remaja, dan depresi paling banyak terjadi antara usia 15-18 tahun.

Budiar Ningrum Yuliani (2013) mendapatkan data 91 siswi SMA(usia

15-18 tahun), sebanyak 13,2% overweight dan 8,8% obesitas. Dari 91

siswi sebanyak 46,2% mereka mengalami ketidakpuasan terhadap citra

tubuh, padahal sebagian dari mereka yang mengalami ketidakpuasaan

citra tubuh berstatus gizi normal, dan sekitar 19,8% dari mereka

mengalami eating disorder not otherwise specified (EDNOS).

(23)

Penelitian yang dilakukan oleh (Sorga, Aisah & Mifbakhuddin 2013) yaitu : hubungan obesitas dengan citra tubuh dan harga diri pada remaja putri di kelurahan jombang kec. Candisari semarang. Diperoleh hasil sebagian remaja putri berada dalam obesitas ringan yaitu 22 remaja putri (81,5%). Dengan rata-rata IMT 28,51 kg, dari hasil gambaran citra diri sebagian remaja putrid memiliki citra diri negatif (51,9%), serta sebagian besar remaja putri memiliki harga diri yang negatif (51,9%). Berdasarkan hasil uji kolerasi pearson product moment didapatkan nilai p = 0,154 (>

0.05), sehingga tidak terdapat hubungan antara obesitas dengan citra diri dan nilai p = 0.791 (> 0.05), sehingga tidak terdapat hubungan antara obesitas dengan harga diri pada remaja putri.

Dari hasil penelitian Rahmania P.N dan Ika Y.C (2012) yaitu; hubungan antara self-esteem dengan kecenderungan body dysmorphic disorder (BDD) pada remaja putri yang berusia 15-18 tahun dengan jumlah subyek penelitian sebanyak 100 orang (n=100) didapatkan hasil antara self- esteem dengan kecenderungan body dysmorphic disorder (BDD) sebesar - 0,045 dan nilai signifikan sebesar 0,000 (r=-0,405, p=0,000). Hal menunjukkan bahwa terdapat kolerasi yang signifikan antara self-esteem dengan kecenderungan body dysmorhic disorder.Semakin tinggi self- esteem makan semakin rendah kecenderungan BDD dan sebaliknya.

Hasil penelitian aprilia D.R (2013) yaitu: hubungan antara citra tubuh

dengan kontrol diri pada pola makan remaja di SMK Negri 2 godean,

(24)

dengan sampel penelitian 80 orang siswi. Hasil penelitian di dapatkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara citra tubuh dengan kontrol diri pada pola makan, dengan (r=0,792, p=0,000) semakin tinggi citra tubuh yang dimiliki remaja maka semakin tinggi pula kontrol diri pada pola makan, sebaliknya jika semakin rendah citra tubuh makan semakinrendah pula kontrol diri pada pola makannya. Sikap negatif remaja yang mengalami obesitas kebanyakan dikarenakan kebiasaan dari usia dini yang tidak bias mengontrol pola makan sehingga saat remaja merekapun sulit untuk mengotrol pola makan mereka, bisa juga pemikiran bahwa saat mereka memiliki tubuh yang langsing mereka akan lebih mudah untuk diterima oleh lingkungan sosial mereka sedangkan bagi remaja kegemukan (obesitas) membuat mereka merasa bahwa tubuh mereka jelek dan tidak menarik untuk dilihat, ini menyebabkan mereka lebih menarik diri dari lingkungan, sehingga mereka sulit untuk bersosialisasi dengan sebaya dan lingkungan mereka. Karena mereka tidak pede dengan bentuk tubuhnya.

Sedangkan sikap positif pada remaja obesitas dikarenakan mereka pada

awalnya telah memiliki konsep diri yang positif akan dirinya sendiri, baik

fisik, sosial maupun psikologis sejak dini, mereka memiliki penghargaan

atas dirinya sendiri dimana remaja menghargai atau mengagumi dirinya

sendiri yang akan berubah dari waktu ke waktu sehingga remaja tidak

akan kecewa, cemas atau merasa diri mereka jelek, saat mereka

(25)

mengetahui apa yang mereka harapkan tak sesuai dengan kenyataan saat ini.

Berdasarkan pada beberapa hal diatas, maka peneliti bermaksud untuk meneliti tentang hubungan pola makan dan kebugaran fisik dengan harga diri pada remaja obesitas di Jatisari kab.Karawang.

B. Rumusan Masalah

Laporan WHO (2000) menunjukkan di beberapa dunia maju angka terjadinya obesitas dari tahun ke tahun semakin meningkat, menurut (RIKESDA, 2007) di Indonesia secara nasional pada tahun 2007 angka kejadian obesitas meningkat seiring dengan pendidikan kepala rumah tangga, dan biasanya angka peningkatan obesitas lebih tinggi di daerah perkotaan di banding pedesaan.

Obesitas juga dapat menyebabkan gangguan psikologis seperti; stress, depresi, gangguan citra tubuh, gangguan makan (anorexia nervosa dan bulimia nervosa) dan harga diri rendah. Perilaku makan menyimpang atau gangguan makan masih jarang di Indonesia sedangkan prevalensi ini meningkat di negara maju dan lebih banyak mereka yang beprofesi sebagai model lah yang memiliki perilaku makan meyimpang, selain perilaku makan menyimpang harga diri rendah juga memiliki angka yang cukup tinggi sebagai penyebab dari obesitas pada remaja.

Konsep diri sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang, biasanya

pencarian konsep diri dimulai dari kecil, tetapi saat menginjak remaja mereka

(26)

sudah mulai berpikir dan menggunakan emosinya yang merupakan hasil interaksi dengan orangtua maupun lingkungannya.

Pada jaman sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan sangat berpengaruh terhadap diri dan lingkungan.Kemajuan ilmu pengetahuan ini bisa berakibat negatif dan positif, salah satunya adalah banyaknya aktivitas manusia yang digantikan oleh sebuah mesin atau robot ini semua berakibat buruk bagi manusia itu sendiri sehingga menurunkan tingkat kebugaran fisik seseorang.

Gangguan citra tubuh/ harga diri rendah yang di alami remaja biasanya dikarenakan remaja pada tahap ini lebih memperhatikan penampilan fisik mereka, karena menurut mereka banyak persepsi negatif tentang orang yang betubuh gemuk terutama untuk lawan jenis mereka, sehingga mereka akan menarik diri dari lingkungan sosial, tidak percaya diri untuk keluar karena bentuk tubuh mereka dan ini juga dapat menyebabkan mereka untuk melakukan diet ketat, dan mereka mengalami gangguan makan.

Sikap negatif remaja obesitas ditimbulkan karena persepsi mereka sendiri yang

negatif terhadap dirinya sendiri dan pandangan orang lain yang membuat mereka

malu untuk bersosialisasi dengan sebaya ataupun lingkungannya. Sebaliknya

sikap positif remaja dikarenakan dari masa kanak-kanak mereka sudah konsep

diri yang positif dimana mereka sudah belajar menerima keadaan salah satunya

keadaan saat bentuk fisik mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan.

(27)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui “hubungan pola makan dan kebugaran fisik dengan harga diri pada remaja obesitas di daerah jatisari kab.karawang”.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :

a. Teridentifikasinya gambaran karakterisitik pola makan pada remaja obesitas di daerah jatisari kab. Karawang tahun 2014

b. Teridentifikasinya gambaran karakteristik kebugaran fisik pada remaja obesitas di daerah jatisari kab. Karawang tahun 2014

c. Teridentifikasinya gambaran karakteristik usia pada remaja obesitas di jatisari kab. Karawang.

d. Teridentifikasinya gambaran karakteristik jenis kelamin pada remaja obesitas di jatisari kab. Karawang.

e. Teridentifikasinya gambaran karakteristik riwayat keluarga pada remaja obesitas di jatisari kab. Karawang.

f. Teridentifikasinya gambaran harga diri pada remaja yang obesitas di jatisari kab. Karawang.

g. Teridentifikasinya hubungan pola makan dengan harga diri pada remaja yang obesitas di jatisari kab. Karawang.

h. Teridentifikasinya hubungan kebugaran fisik dengan harga diri pada

remaja yang obesitas di jatisari kab. Karawang.

(28)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

a. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang “hubungan pola makan dan kebugaran fisik dengan harga diri pada remaja obesitas di jatisari kab. Karawang”.

b. Sebagai data dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

2. Bagi Perguruan Tinggi

Sebagai sumbangan referensi kepustakaan di kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta cempaka putih Jakarta pusat

3. Bagi Remaja

Dapat menambah pengetahuan responden tentang obesitas, dan dapat

mengatur pola makan (kurangi makanan berlemak, berprotein tinggi serta

berkolestrol tinggi), kesehatan fisik, dan mengetahui konsep diri mereka

masing-masing.

(29)

17 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Obesitas 1. Definisi Remaja

Remaja atau adolescence adalah tumbuh kearah kematangan.

Kematangan disini tidak hanya kematangan fisik, melainkan juga kematangan sosial -psikologis. Remaja juga merupakan masa persiapan bagi seseorang untuk menerima peran sebagai orang dewasa (Sarwono, 2003).

Sarwono (2003), mengatakan masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam arti psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi inilah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan psikologis muncul sebagai akibat dari perubahan fisik Hall (dalam Rahmawati, 2006) menyebut masa ini sebagai masa “Strom Anda Stress”.

Menurut Rumini & Sundari (2004), remaja adalah peralihan dari masa

kanak-kanak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan

semua aspek ataub fungsi untuk memasuki masa dewasa. masa remaja

berlangsung antara usia 12-21 tahun bagi wanita, 13-22 tahun bagi pria.

(30)

18

Secara tradisional, masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi pada masa remaja karena mereka banyak mengalami tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan masa kanak-kanak kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan itu (Hurlock, 2004).

Cros & Cros dalam Hurlock (2004) mengatakan daya tarik fisik sangat penting bagi remaja karena daya tarik fisik akan mempengaruhi dukungan sosial, popularitas dan teman yang didapat oleh remaja.

Remaja yang dimiliki daya tarik fisik akan lebih disukai dan disenangi oleh teman-temannya. Kesadaran akan adanya reaksi sosial terhadap penampilan dan daya tarik fisiknya menyebabkan remaja prihatin akan pertumbuhan tubuhnya yang kurang ideal.

Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dari pertumbuhan dan pematangan fisik. Pada saat yang sama, penerimaan dari kelompok sebaya sangatlah penting. Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dari pertumbuhan dan pematangan fisik.

Pada saat yang sama, penerimaan dari kelompok sebaya sangatlah

penting. Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya

pertumbuhan pubertas, timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir

yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dan

(31)

19

keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orangtua.Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai orang dewasa, termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu sistem nilai pribadi (Pardede, 2002).

1.1 Perkembangan Remaja

Al-Mighwar (2006) menyatakan bahwa remaja yang berumur 12-18 tahun merupakan masa kritis, memiliki emosi yang masih tidak stabil, bimbang akan statusnya dalam masyarakat termasuk kekhawatiran terhadap bentuk tubuh.

Sedangkan pada remaja yang berusia 19-21 tahun aspek fisik dan emosinya mulai stabil, sehingga perasaan lebih tenang, lebih realistis artinya remaja pada usia ini menilai dirinya apa adanya, sehinggatimbul perasaan positif terhadap dirinya.

Monk, 1998 dalam Sari, 2006, mengungkapkan bahwa pada masa puber perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya. Terdapat empat perubahan tubuh yang paling menonjol pada remaja putri antara lain pertambahan tinggi badan yang cepat, menarche, pertumbuhan buah dada, pertumbuhan rambut kemaluan. Perubahan fisik ini membuat remaja sibuk dengan tubuhnya dan mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh remaja (Santrock, 2002).

Menurut Monk dalam Sari (2006), penyimpangan dari bentuk badan

menimbulkan kegurasan batin yang cukup mendalam karena pada masa ini

(32)

20

perhatian terhadap penampilan diri sangat besar. Pada reamaj putri, penampilan sangat penting untuk menunjang kepercayaan diri karena pada masa ini remaja mengalami karakteristik fisik dengan lawan jenis dan adanya pengaruh popularitas pada remaja yang memiliki penampilan menarik.

Perasaan gembira yang didapat remaja akibat penghargaan terhadap diri, penting dalam menumbuhkan rasa percaya diri remaja (Mappiare, 1982 dalam Sari, 2006). Sedangkan seseorang yang mengalami ketidakpuasan pada bentuk tubuh akan mempunyai rasa kursng percaya diri (Brehm dalam Asri, 2004). Pada perkembangannya sampai remaja memasuki tahap akhir remaja, kepribadian remaja dipengaruhi oleh faktor internal, terutama citra diri dan kepercayaan diri, dan faktor eksternal terutama lingkungan sosial (Al-Mighwar, 2006).

1.2 Rentang Usia Remaja

Deswita (2006) Masa remaja dibagi menjadi empat, yaitu : 1) Masa pra remaja antara 10-12 tahun

2) Masa remaja awal 12-15 tahun

3) Masa remaja pertengahan 15-18 tahun 4) Masa remaja akhir 18-21 tahun

Konopka (Yusuf, 2004) usia remaja di bagi menjadi 3 :

1) Remaja awal : 12-15 tahun

2) Remaja madya : 15-18 tahun

3) Remaja akhir : 19-22 tahun

(33)

21

2. Kebugaran Fisik

Corbin et al (1990) menyatakan bahwa kebugaran adalah serangkaian karakteristik fisik yang di miliki atau dicapai seseorang yang berkaitan dengan kamampuan untuk melakukan aktivitas fisik (Haskell & Kiernan, 2000). Adapun “seseorang yang bugar” dalam Sports And Recreational Activities, diartikan sebagai orang yang mampu menjalankan kehidupan sehari-hari tanpa melampaui batas daya tahan stress pada tubuh dan memiliki tubuh yang sehat serta tidak berisiko mengalami penyakit yang disebabkan rendahnya tingkat kebugaran atau kurangnya aktivitas fisik (Mood et al, 2003).

Menurut American College Of Sport Medicine (ACSM) (2008), kebugaran fisik adalah kemampuan jantung, pembuluh darah, paru-paru dan otot untuk bekerja dengan efisiensi yang optimal. Kebugaran fisik juga terkait dengan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas fisik pada level sedang hingga berat tanpa mengalami kelelahan yang semestinya serta kemampuan untuk mempertahankannya sepanjang hidup. Dengan adanya kebugaran fisik, tubuh kita sanggup untuk melakukan penyesuaian terhadap beban beban fisik yang diberikan kepadanya sehingga dapat menghindari kelelahan yang berlebihan.

2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebugaran

(34)

22

1) Genetic

Level kemampuan fisik seseorang dipengaruhi oleh gen yang ada dalam tubuhnya. Keadaan tersebut dominan sebelum mengalami masa puber fisik.

Sifat genetic mempengaruhi perbedaan dalam ledakan kekuatan, pergerakan anggota tubuh, kecepatan lari, kecepatan reaksi, fleksibelitas dan keseimbangan pada setiap orang (Montgomery, 2001).

2) Jenis kelamin

Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan perbedaan kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, kapasitas paru-paru dan sebagainya (Jensen, 1979, Sharkey, 1979, Moeloek, 1984 dalam Permaesih, 2000).

3) Usia

Penelitian mengenai pengaruh usia terhadap kebugaran telah dilakukan sejak tahun 1938 oleh Robinson. Penelitian tersebut mempelajari pengaruh usia terhadap level maksimum pengambilan oksigen oleh paru-paru saat berolahraga pada pria. Penelitian tersebut membuktikan bahwa nilai kapasitas tertinggi terdapat pada level usia 20 hingga 30 tahun (Andersen et al, 1978).

4) Status gizi

Status gizi adalah kesehatan gizi seseorang yang ditentukan dengan

pengukuran antropometri (tinggi badan, berat badan dan lingkar bagian

tubuh), pengukuran biokimia kadar zat gizi atau zat sisanya dalam darah

(35)

23

dan urin, pemeriksaan klinis (fisik), analisa pola makan serta evaluasi kondisi ekonomi (Wardlaw & Hampl, 2007).

Kelebihan lemak tubuh meningkatkan massa tubuh sehingga menurut hokum II Newton akan menurunkan percepatan (gerak). Peningkatan berat badan akan membawa pada kebutuhan energy yang lebih besar pada sistem aerobic untuk melakukan dan melangsungkan pergerakan badan. Oleh karena itu, kelebihan berat badan umumnya menyebabkan kelelahan yang jauh lebih dini (Woolford et al, 1993 dalam Wijayanti, 2006).

Ketidakmampuan tubuh dalam melakukan aktifitas sering dikaitkan dengan penimbunan lemak (Marley, 1988 dalam Permaesih, 2000). Jumlah energy panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperature lemak jaringan lebih sedikit dibandingkan yang dibutuhkan untuk menaikkan temperature massa bukan lemak (lean body-mass). Oleh karena itu, dengan persen lemak yang besar, suhu tubuh akan meningkat lebih banyak (Woolford et al, 1993 dalam Wijayanti, 2006).

Sebuah penelitian yang dilakukan di Maputo, Mozambik sari 2316 orang

anak-anak dan remaja berusia 6-18 tahun menyatakan bahwa kelompok

gizi lebih (Overweight) tergolong paling rendah dalam hampir seluruh tes

kebugaran. Sementara itu, dibandingkan dengan kelompok normal,

kelompok gizi kurang (underweight) lebih buruk dalam tes kekuatan, sama

baiknya dalam aspek kelenturan dan ketangkasan, namun jutru lebih baik

dalam daya tahan kardiovaskuler (Prista et al, 2003).

(36)

24

5) Aktivitas fisik

Aktivitas fisik merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa latihan fisik merupakan salah satu hal yang menghambat penuaan ditandai dengan penurunan kapasitas aerobic dan kekuatan otot yang akan menurunkan tingkat kebugaran (Astrand, 1992). Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, diantarantya yaitu :

a) Peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung

b) Penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung

c) Mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung d) Peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik

e) Peningkatan metabolisme tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh)

f) Meningkatkan kemampuan otot g) Mencegah obesitas (Astrand, 1992)

3. Harga Diri

Harga diri rendah adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan

yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan

mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Harga diri tidak

(37)

25

terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia (Stuarth & Gail, 2006).Harga diri rendah dapat di gambarkan sebagai perasaan negativ terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis (kritik diri yang telah berlangsung lama) dapat diekspresikan secara langsung atau tidak langsung (Stuarth Dan Sundeen, 2006).

Harga diri juga merupakan evaluasi seseorang akan dirinya sendiri. Harga diri berkaitan dengan bagaimana individu mempersepsikan dirinya secara keseluruhan.Penilaian seseorang atas dirinya dapat berbeda dengan persepsi ideal yang diinginkannya yang kemudian dapat berpengaruh pada harga dirinya. Apabila perbedaan antara keadaan sebenarnya dengan persepsi idealnya besar, maka individu tersebut akan memiliki harga diri yang rendah. Sebaliknya, apabila perbedaan antara keadaan diri sebenarnya dengan keadaan idealnya kecil, maka individu tersebut akan memiliki harga diri yang tinggi (Baron &Byrne, 2004).

Asmaradewi (2002) mendefinisikan harga diri sebagai suatu penilaian

yang dilakukan oleh individu terhadap dirinya sendiri.Penilaian tersebut

mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan

seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil

(38)

26

dan berharga. Kesadaran tentang diri dan perasaan terhadap diri sendiri itu akan menimbulkan suatu penilaian terhadap diri sendiri baik itu positif maupun negatif. Individu yang mampu menilai dirinya sebagaimana adanya menunjukkan yang baik pada dirinya.Individu yang dapat menghargai dirinya adalah individu yang memiliki harga diri yang positif.individu yang memiliki harga diri yang positif akan menghargai dirinya, merasa dirinya berharga sebagai orang yang memiliki keterbatasan serta berusaha untuk mengembangkan dirinya.

Sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah atau negatif biasanya akan merasa kurang puas, kurang mampu, kurang berharga, kurang berdaya, dan rendah diri serta merasa bersalah, malu dan depresi (Asmaradewi, 2002).

3.1. Komponen-Komponen Dalam Harga Diri

Menurut Felker dalam Asmaradewi (2002) ada 3 komponen dalam pembentukan harga diri, yaitu :

a. Feling of belonging, perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dan bahwa ia diterima serta dihargai oleh anggota kelompoknya. Individu akan memiliki nilai positif akan dirinya bila mengalami perasaan diterima atau menilai dirinya bagian dari kelompoknya.

Begitu juga sebaliknya, individu akan merasa memiliki nilai yang negatif

apabila mengalami perasaan tidak terima.

(39)

27

b. Feeling of competence, yaitu perasaan individu bahwa ia mampu mencapai suatu hasil yang di harapkannya. Bila individu merasa telah mencapai tujuan secara efisien, maka individu tersebut akan memberikan penilaian yang positif pada dirinya.

c. Feeling of worth, perasaan individu bahwa dirinya berharga. Perasaan ini seringkali muncul dalam bentuk pertanyaan yang sifatnya pribadi seperti pandai, cantik, menawan, langsing dan lain-lain. Individu yang mempunyai perasaan berharga akan menilai dirinya positif daripada yang tidak berharga.

3.2. Karakteristik Harga Diri

Coopersmith dalam Dusek (1996) membedakan tiga jenis harga diri menurut karakteristik individu, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Karakteristik- karakteristik tersebut adalah :

a. Individu dengan harga diri tinggi

- Aktif dan mengekspresikan diri dengan baik.

- Berhasil dalam bidang akademik, terlebih dalam mengadakan hubungan sosial.

- Dapat menerima kritik dengan baik.

- Percaya terhadap persepsi dirinya sendiri.

- Tidak terpaku pada dirinya sendiri atau tidak hanya memikirkan kesulitannya sendiri.

- Tidak terpengaruh pada penilaian dari orang lain tentang sifat atau

kepribadiannya, baik itu positif atau negative.

(40)

28

- Akan menyesuaikan diri dengan mudah pada suatu lingkungan yang belum jelas.

b. Individu dengan harga diri sedang

- Karakteristik individu dengan harga diri sedang hampir sama dengan yang memiliki harga diri tinggi, terutama dalam kualitas, perilaku dan sikap. Pernyataan diri mereka memang positif, namun cenderung kurang moderat. Menurut Coopersmith dalam Asmaradewi (2002), individu dengan harga diri sedang cenderung memandang dirinya lebih baik dari kebanyakan orang.

c. Individu dengan harga diri rendah - Memiliki perasaan yang inferior

- Takut dan mengalami kegagalan dalam mengadakan hubungan sosial - Terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi

- Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan - Kurang dapat mengekspresikan diri - Sangat tergantung kepada lingkungan - Tidak konsisten

- Secara pasif akan selalu mengikuti apa yang ada di lingkungannya

3.3. Faktor-Faktor Mempengaruhi Harga Diri

Dusek (1996), ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya harga diri seseorang antara lain :

a. Jenis kelamin

(41)

29

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja putrid mudah terkena gangguan terhadap bentuk tubuh dibanding dengan kelompok usia lainnya.

Secara khusus harga diri mereka cenderung rendah (Rosenberg & Simmons dalam Asmaradewi, 2000).

b. Kelas sosial

Penelitian menunjukkan bahwa kelas sosial remaja yang ditandai oleh pekerjaan, pendidikan dan penghasilan orangtua merupakan penentu yang penting dari harga diri, khususnya individu yang berpindah dari tahap remaja menengah ke remaja akhir.Pada umumnya, remaja dengan kelas sosial menengah memiliki harga diri yang lebih tinggi dibandingkan kelompok remaja menengah ke bawah.

4. Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang di bentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Daras dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari (Agustiani, 2009)

Menurut Sunaryo (2004) konsep diri adalah cara individu dalam melihat

pribadinya secara utuh, menyangkut fisik,. Emosi, intelektual, sosial dan

(42)

30

spiritual. Termasuk di dalamnya adalah persepsi individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksi individu dengan orang lain maupun lingkungannya, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek serta tujuan, harapan dan keinginannya.

Menurut Stuart & Laraia(2005), konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Sedangkan menurut Suliswati (2005), Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap dimulai dari bayi dapat mengenali dan membedakan orang lain.

4.1 Komponen-Komponen Konsep Diri

Konsep diri terdiri dari lima komponen yaitu citra tubuh, ideal diri, harga diri, peran dan identitas personal.

a) Citra tubuh adalah kumpulan diri dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi.

b) Ideal diri adalah persepsi bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, tujuan atau nilai personal tertentu.

c) Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai

(43)

31

dengan ideal diri. Sedangkan Harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan dengan tingkat kecemasan yang berbeda dari yang sedang sampai yang berat, gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal mencapai keinginan. Umumnya disertai dengan evaluasi diri yang negatif, membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri ( Keliat. 2006 ).

d) Peran diri adalah serangkaian pola perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri.

e) Identitas personal adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggng jawab kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan keunikan individu. Pada identitas personal, seseorang akan mendefinisikan dirinya berdasarkan atribut atau trait yang membedakan diri dengan orang lain dan hubungan interpersonal yang dimiliki.

Menurut Brewer & Gardiner dalam (Sarwono, 2009), tiga bentuk diri yang menjadi dasar bagi seseorang dalam mendefinisikan dirinya adalah sebagai berikut :

- Individual self, yaitu diri yang didefinisikan berdasarkan trait pribadi

yang membedakan dengan orang lain. Contohnya, “Saya adalah

seorang pekerja keras yang pantang menyerah ketika menghadapi

tantangan”.

(44)

32

- Relational self, yaitu diri yang didefinisikan berdasarkan hubungan interpersonal yang dimiliki dengan orang lain. Contohnya, “Saya temannya anak mantan presiden”.

- Collective self, yaitu diri yang didefinisikan berdasarkan keanggotaan dalam suatu kelompok sosial. Contohnya, “Saya mahasiswa UI angkatan tahun 1995”.

Rentang Respon Konsep Diri

RENTANG RESPON KONSEP DIRI

(Stuart & Laraia, 2005)

1. Komponen Konsep Diri

Komponen konsep diri menurut Suliswati,et al. (2005), dan Kusumawati

&Hatono, (2010), menjelaskan bahwa komponen konsep diri terdiri dari citra tubuh (body image), ideal diri (self-ideal), harga diri (self-esteem), peran (self-role), dan identitas diri (self-identity).

Respon maladaptif Respon adaptif

Aktualisasi Diri

Konsep Diri Positif

Harga Diri Rendah

Keracunan Identitas

Depersonalisasi

(45)

33

a. Citra tubuh (body image)

Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Individu yang menerima tubuhnya apa adanya biasanya memiliki harga diri tinggi dari pada individu yang tidak menyukai tubuhnya.

b. Ideal diri (self-ideal)

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai standar pribadi, dibentuk oleh gambaran tipe orang yang diinginkan; sejumlah aspirasi, nilai, dan tujuan yang ingin dicapai berdasarkan norma masyarakat.

c. Harga diri (self-esteem)

Harga diri merupakan penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati, dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalamai keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima lingkungan.

d. Peran (self-role)

Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang

dihapakan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam

kelompok sosialnya.

(46)

34

e. Identitas diri (self-identity)

Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai sesuatu kesatuan yang utuh, berhubungan dengan perasaan berbeda dengan orang lain, dan berhubungan dengan jenis kelamin.

4.2 Konsep Diri Negatif Dan Positif Konsep diri di bagi menajadi 2 yaitu :

a. Konsep diri negatif

Ada dua jenis konsep diri negative yang pertama, pandangan seseorang

tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, dia tidak memiliki

perasaan kestabilan dan keutuhan diri, dia benar-benar tidak tahu siapa

dia, apa kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dia hargai dalam

hidupnya. Kondisi ini umumdan normal di antara para remaja. Tipe

kedua dari konsep diri negatif hampir merupakan lawan dari yang

pertama. Di sini konsep diri itu terlalu stabil dan terlalu teratur, dengan

kata lain (kaku). Mungkin karena dididik dengan sangat keras, individu

tersebut menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya

penyimpangan dari seperangkat hukum besi yang dalam pikirannya

merupakan cara hidup yang tepat. Pada kedua tipe konsep diri negatif,

informasi baru tentangdiri hampir pasti menjadi penyebab kecemasan,

rasa ancaman terhadap diri(Calhoun,1990).

(47)

35

William D. Brooks &Philip Emmert (dalam Rakhmat, 2005), mengungkapkan ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif, yaitu:

a) Ia peka pada kritik

b) Responsif sekali terhadap pujian c) Merasa tidak disenangi orang lain d) Bersikap pesimis terhadap kompetisi

Konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepadakemampuan sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya merasa bahwa dirinyatidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang kurang percaya diri akancenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi.Ia takut orang lainakan mengejeknya atau menyalahkannya.

Orang yang takut dalam interaksi sosial akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi, danakan berbicara apabila terdesak saja. Tentu tidak semua ketakutan komunikasidisebabkan kurangnya percaya diri, tetapi di antara berbagai faktor, percaya diriadalah yang paling menentukan (Rakhmat, 2005).

b. Konsep diri positif

Dasar dari konsep diri yang positif bukanlah kebanggaan yang

besar tentang diri tetapi lebih berupa penerimaan diri, dan kualitas

ini lebih mungkin mengarah pada kerendahan hati dan

kedermawaan daripada keangkuhan dan ke keegoisan. Orang

dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima

(48)

36

sejumlah fakta yang sangat bermacam - macam tentang dirinya sendiri; karena secara mental mereka dapat menyerap semua informasi ini, tidak satupun dari informasi tersebut yang merupakan ancaman baginya. Konsep diri positif cukup luas untuk menampung seluruh pengalaman mental seseorang, evaluasi tentang dirinya sendiri menjadi positif, dan dapat menerima dirinya sendiri secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahawa mereka tidak pernah kecewa terhadap dirinyasendiri atau bahwa mereka gagal mengenali kesalahannya sebagai suatukesalahan, mereka merasa tidak perlu meminta maaf untuk eksistensinya, dan dengan menerima dirinya sendiri mereka juga dapat menerima orang lain (Calhoun,1990).

Menurut Rakhmat (2005) orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal, yaitu:

a) Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah b) Ia merasa setara dengan orang lain

c) Ia menerima pujian tanpa rasa malu

d) Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,

keinginandan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat

e) Ia mampu memperbaiki dirinya karena sanggup mengungkapkan

aspek-aspekkepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha

mengubahnya.

(49)

37

5. Obesitas

Obesitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya kelebihan berat badan. Kata obesitas berasal dari bahasa latin yang berarti makan berlebihan. Paplia, Olds & Feldman, (2007) menyatakan bahwa obesitas atau kegemukan terjadi jika individu mengkonsumsi kalori yang berlebihan dari yang mereka butuhkan. Obesitas ini timbul karena seseorang kelebihan energy yang berasal dari makanan yang dikonsumsi yang melebihi energi yang digunakan oleh tubuh sehingga kelebihannya disimpan dalam tubuh menjadi timbunan lemak (Wiramihardja, 2004). Timbunan lemak terbesar di bagian-bagian tertentu, seperti pinggan, perut, lengan bagian atas, dan bagian tubuh lainnya yang dapat berdampak buruk terhadap kesehatan.

Obesitas atau kegemukan didefinisikan pula sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandi oleh penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan (Sarafino, 2002).

Seseorang dikatakan obesitas atau kegemukan bila lemak didalam tubuh berakumulasi lebih dari 20% di atas jumlah normal. Bila jumlah lemak yang berlebih itu antara 10-20% diatas jumlah normal, keadaan itu disebut kelebihan berat atau overweight (Wiramihardja, 2004).

Obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat badan yang lebih

berat dibandingkan berat badan idealnya yang disebabkan terjadinya

(50)

38

penumpukan lemak di tubuhnya. Sedangkan overweight adalah kelebihan berat badan di bandingkan berat ideal yang terjaid akibat penimbunan jaringan lemak atau non lemak meliputi otot, tulang, lemak dan air, secara umum obesitas adalah kelebihan berat badan yang lebih jauh melebihi berat badan normal (Proverawati, 2010). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obesitas adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak yang berlebih, sehingga berat badan seseorang jauh di atas normal. Obesitas terjadi ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar.

Suatu epidemi global akibat gaya hidup sedentary (tidak banyak aktifitas fisik), meningkatnya kondisi sosioekonomi, dan tersedianya makanan olahan berkalori tinggi serta minuman ringan di Negara-Negara industri. Obesitas bersifat kompleks dan belum sepenuhnya dipahami. Terdapat faktor genetik, lingkungan, dan psikologis yang berperan. Dan suatau gangguan keseimbangan energi. Apabila energi yang berasal dari makanan terus menerus melebihi energi yang dikeluarkan, kelebihan kalori akan disimpan sebagai trigliresida jaringan lemak (Kumar, 2006). Kelebihan intake kalori yang berlangsung lama, baik disertai atau tanpa disertai pengurangan penggunaan energy (Misnadiarly, 2007).

Biasanya seseorang yang mengalami kegemukan cenderung malas bergerak dan

beraktivitas jasmani (manja) sehingga akan berakibat pada pengalaman dan

keterampilan motoriknya serta kebugaran jasmaninya menjadi terbatas, kurang

baik dan kurang berkembang. Menurut Mutohir dan Gusril (2004) gerak dasar

utama merupakan pola gerak yang inherent yang membentuk dasar untuk

(51)

39

gerak-gerak terampil yang kompleks dan khas. Gerak dasar inherent tersebut mencangkup tiga hal yaitu :

1) Keterampilan gerak dasar lokomotor yaitu perilaku gerak yang mengubah atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain, contoh; berjalan, berlari, melompat, berguling, dan memanjat.

2) Keterampilan gerak dasar nonkomotor yaitu perilaku gerak yang melibatkan anggota badan atau bagian togok di dalam gerak yang mengitari sandi atau poros tetapi posisi badan tetap berada satu tempat dan melakukan pola gerak yang dinamis, contoh; menarik, mendorong, mengulur, menekuk, meliuk, dan memutar.

3) Keterampilan gerak dasar manipulatif yaitu perilaku gerak yang digambarkan dan mengkobinasikan gerak-gerak dari tangan, mata (visual), dan kaki, serta kadang-kadang dengan modalitas sentuhan (tactile modality) yang dilakukan secara terkoodinir, contoh; menendang, menangkap, memukul, dan menggenggam.

B. Klasifikasi Obesitas

1. Cara untuk menentukan seseorang menderita obesitas dapat dilakukan dengan menghitung berat badan ideal :

2. Indeks Massa Tubuh

BBI = (TB - 100) ± 10% (TB - 100)

(52)

40

Obesitas dan kegemukan dapat dinilai paling mudah dengan berat dan tinggi badan. Salah satunya adalah menghubungkan berat badan dengan rentang tinggi badan rata-rata dan umur. Namun pengukuran ini bersifat relatif, karena ukuran tubuh rata-rata setiap negara berbeda-beda. Sebuah metode lainnya yang dapat digunakan untuk memperkirakan obesitas adalah BMI (Body Mass Index) atau indeks masa tubuh (IMT).Indeks massa tubuh (IMT) adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m

2

) (Sugondo, 2006). IMT dapat memperkirakan jumlah lemak tubuh yang dapat dinilai dengan menimbang di bawah air (r2 =79%) dengan kemudian melakukan koreksi terhadap umur dan jenis kelamin (Sugondo, 2006).

Menurut Depkes (2002), kombinasi pengukuran BB dan tinggi badan untuk menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus:

Tabel 2.0 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (WHO, 2004)

Klasifikasi IMT

Berat badan rendah < 18,5

Kurus berat <16,00

Kurus sedang 16,00 - 16.99

Kurus ringan 17,00 - 18,49

Normal 18,50 - 24,99

Overweight

IMT =

Berat Badan (Kg)

[ Tinggi Badan (m) ]

2

(53)

41

Pre Obese 25.00 - 29.99

Obese

Obese I 30.00 - 34.99

Obese II 35,00 - 39,99

Obese III

(Sumber: WHO, 1995, WHO, 2000, dan WHO 2004)

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Menurut IMT Pada Orang Asia Pasifik

Klasifikasi IMT

Berat badan kurang Kisaran normal Berat badan lebih

Berat badan lebih dengan resiko Obese I

Obese II

< 18,5 18,5 - 22,99

23 - 24,99 25 - 29,99

C. Gejala Dan Tanda-Tanda Obesitas

Salah satu tanda-tanda dari obesitas adalah penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan didalam dinding dada menekan paru-paru sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktifitas yang ringan.

Biasanya gangguan pernafasan itu terjadi pada saat tidur dan menyebabkan

terhentinya pernafasan untuk sementara (tidur apnea), sehingga pada siang

hari penderita sering merasakan ngantuk, obesitas juga sering ditemukan

pada berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan

Referensi

Dokumen terkait