• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PERTEMUAN 14 a. TOPIK/SUB TOPIK b. Refraksi Subjektif. b. PENGANTAR TOPIK. c. OBJEKTIF PERKULIAHAN. pengukuran jarak antar pupil jauh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1. PERTEMUAN 14 a. TOPIK/SUB TOPIK b. Refraksi Subjektif. b. PENGANTAR TOPIK. c. OBJEKTIF PERKULIAHAN. pengukuran jarak antar pupil jauh"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1. PERTEMUAN 14

a. TOPIK/SUB TOPIK b. Refraksi Subjektif

1) Prosedur Pemeriksaan PD Jauh 2) Menentukan Status Refraksi

b. PENGANTAR TOPIK

Sebelum memulai perkuliahan dosen memulai kuliah dengan membac doa bersama dan memperkenalkan diri serta materi yang akan diulas selama proses belajar pembelajaran berjalan

c. OBJEKTIF PERKULIAHAN

Mahasiswa mengerti dan mampu memahami melakukan penentuan pengukuran jarak antar pupil jauh

Mahasiswa mengerti dan mampu memahami melakukan penentuan pengukuran jarak antar pupil dekat

Mahasiswa mengerti dan mampu memahami menentukan kelainan status refraksi

Mahasiswa memahami dan mampu melakukan pemeriksaan pengukuran antar pupil jauh dan dekat serta menentukan kelainan status refraksinya

d. ISI/ KONTEN

1)Prosedur Pemeriksaan Jarak Antar pupil Jauh Jarak Antar Pupil

(Inter Pupillary Distance)

 Jarak antar Pupil (Pupil Distance) diukur mulai dari :

A. Pusat Pupil mata kanan hingga pusat Pupil mata kiri, B. Pinggir Pupil temporal OD hingga pinggir Pupil nasal OS

C. Limbus temporal OD hingga Limbus nasal OS/ Limbus nasal OD hingga Limbus temporal OS

 Sarana :

(2)

A. Penggaris B. Penggaris PD C. Pupilometer

dengan satuan mm

 MetodaPengukuran PD

 PD Binokuler

 PD Monokuler

 Tujuan Umum pengukuran PD :

 Penentuan letak sumbu penglihatan pd bidang lensa kacamata

 Pusat Optik lensa kacamata hendaknya tepat berada didepan pusat Pupil Klien

 Untuk menghindari efek Prisma yang tidak diinginkan, akibat ketidak-samaan sentrasi thd pusat Pupil

 Terutama untuk lensa Kacamata ukuran tinggi

 Memposisikan koridor PAL

 Tujuan pengukuran PD Binokuler :

 Pemasangan lensa Kacamata pd wajah yg simetris

 Pemasangan lensa Kacamata Bifocal/ Trifocal

 Tujuan pengukuran PD Monokuler

(3)

 Pemasangan lensa Kacamata Single Vision

 Untuk jauh (terutama pd Rx tinggi)

 Untuk dekat (Kacamata Baca)

 Pemasangan lensa Kacamata Aspheric

 Pemasangan lensa Kacamata PAL Pengukuran pupil binokuler jauh

 Dilakukan dgn cara :

 Mengukur jarak dari pusat Pupil OD hingga pusat Pupil OS, atau

 Mengukur jarak dari pinggir Pupil OD hingga pinggir Pupil OS, atau

 Mengukur jarak dari Limbus Lateral OD hingga Limbus Nasal OS

 Bagi orang dgn Iriswarna gelap disarankan menggunakan metoda Refleksi cahaya pd Kornea (Refleksi Kornea)

 Fiksasi Klien pd tempat yg jauh

Pengukuran PD Jauh Monokuler

 Pemeriksa duduk berhadapan dengan klien dgn posisi sama tingginya

 Tempatkan penggaris PD bertumpu pada hidung klien

 Pemeriksa memposisikan senter dibawah mata kirinya dan mengarahkan cahaya ke mata kanan klien, sedikit agak keatas

 Pemeriksa menutup mata kanannya dan minta klien memandang mata kiri pemeriksa yg

terbuka

(4)

 Dengan mata kiri, pemeriksa mengamati refleksi Kornea pada mata kanan klien menunjuk pd skala berapa

 Dengan mata kiri, pemeriksa mengamati refleksi kornea pada pupil kanan klien menunjuk pada skala berapa (36 mm)

 Kemudian tutup mata kiri anda dan minta klien memandang mata kanan anda yg terbuka dan dalam waktu bersamaan pindahkan lampu fiksasi dibawah mata kanan

 Dengan mata kanan, pemeriksa mengamati refleksi kornea pada pupil kiri klien menunjuk pd skala berapa (34 mm)

Pengukuran PD Dekat Binokuler

 Pengukuran dilakukan secara Monokuler. Pemeriksa menggunakan mata kanan atau menggunakan mata kiri dlm melakukan pengukuran

 Pemeriksa memposisikan diri berhadapan dgn Klien, sehingga mata yg digunakan untuk mengukur tepat berada didepan batang hidung klien, dan mata yg lain terpejam/ tertutup

 Obyek Fiksasi dekat

 30–40 Cm

 50 Cm tergantung kebutuhan

 60 Cm

 Mata pemeriksa yg terbuka bisa menjadi obyek fiksasi

(5)

  ADF  AEF

 Hukum Pitagoras : AG : AF = CB : ED

400:(400+12+13.5) = CB : ED

 CB = PD dekat

 ED = PD jauh

 VD = 12 mm

 E & D = noodle point (N)

 Jarak N – Kornea depan =13.5 mm

 Misalkan PD dekat = 60 mm

 400 : 425.5 = 60 : PD jauh

 PD Jauh = (60 X 425.5) : 400

(6)

= 63.825 64 mm

3) Menentukan Status Refraksi

Prosedur pemeriksaan awal refraksi subyektif harus terlebih dahulu menentukan visus /tajam penglihatan awal sebelum koreksi (SC).Yang mana kita dapat dalam pemeriksaan refraksi subyektif ini.

Definisi/ pengertian Refraksi Subyektif

Adalah suatu pemeriksaan Refraksi, dimana hasil pemeriksaan ditentukan oleh respons pasien terhadap pemeriksaan/ tindakan yang dilakukan oleh pemeriksa.

Interaktif positif antara pasien dan pemeriksa merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik dan benar, disamping prosedur/ tehnik pemeriksaan yang baik yang harus dikuasai oleh pemeriksa.

Dalam pemeriksaan Refraksi dengan metode Subyektif, kita mengenal tahapan-tahapan

berikut :

(7)

Tahap tentative

Dalam tahap ini, kita mendapatkan perkiraan berapa besar lensa koreksi yang diperlukan.

Sebagai contoh : “ Seseorang datang dengan keluhan rabun jauh, maka kita akan dengan segera berfikir kelainan refraksinya adalah Miopia”.S

Selanjutnya apabila Tajam-penglihatan tanpa koreksi (Visus S.C.) = 6/12 (20/40), maka tentative atau perkiraan derajad kelainannya adalah = - 0.75 (lihat tabel Bennet &

Rabbetts).

Nilai-nilai tentative tersebut hanya merupakan pegangan untuk pemeriksaan selanjutnya, dan belum bisa langsung diberikan sebagai koreksi definitif.

Visus Sine Correctio Besaran Koreksi Lensa Sferis

6/6 20/20 1.00 < ± 0.50

6/9 20/30 0.66 ± 0.50

6/12 20/40 0.50 ± 0.75

6/18 20/60 0.33 ± 1.00

6/24 20/80 0.25 ± 1.50

6/36 20/120 0.17 ± 2.00

6/60 20/200 0.10 ± 2.00 – ± 3.00

________________________________________________________________________

Bennet & Rabbetts,1984

Tahap pengukuran

(8)

Dalam tahap ini kita mencari ukuran koreksi yang memberi Visus terbaik berdasarkan respons pasien terhadap lensa-lensa koreksi yang kita berikan, sesuai dengan kriteria tertentu.

Untuk Miopia diberikan koreksi lensa minus terlemah/ terkecil dan untuk Hipermetropia diberikan koreksi lensa plus terkuat/ terbesar.Sedangkan untuk Presbiopia diberikan Addisi baca dengan lensa plus terlemah/ terkecil.

o Status Refraksi :

Emmetropia

Ametropia

 Hipermetropia

 Miopia

 Astigmat

 Hipermetrop Astigmat Simplek

 Hipermetrop Astigmat Kompositus

 Astigmat Miktus

 Miop Astigmat Simplek

 Miop Astigmat Kompositus

Penentuan Status Refraksi Emmetropia _______________________________________

Seseorang dikatakan berpenglihatan normal (Emmetropia) apabila sinar-sinar sejajar sumbu utama mata, tanpa akomodasi dibias tepat pada Retina.

Di klinis, apabila seseorang mampu mengenal/ menterjemahkan obyek Kartu Snellen/

Optotype dengan D = 6 (20) pada jarak baku 6 Meter (20 feet) dalam keadaan tanpa Akomodasi, maka orang tersebut dikatakan berpenglihatan normal.

Walaupun Visus = 6/6, akan tetapi masih perlu untuk dilakukan uji beban Akomodasi, untuk memastikan apakah pasientersebut melihat dengan rileks atau dengan ber- Akomodasi.

o Metode Coba-coba (Trial and Error) Acuan :

Anamnesa

Memperhatikan keadaan fisik pasien

Tehnik Pemeriksaan :

(9)

 Kepada pasien diperlihatkan Kartu Snellen dengan jarak pemeriksaan baku.

Emmetropia

VisusSC = 6/6 (20/20)

Hipermetropia + Akomodasi

Dicoba dikoreksi dengan lensa S + 0.25 (acuan table Bennet & Rabbetts)

 Apabila Visus CC S + 0.25 menurun, berarti Status Refraksi = Emmetropia

 Apabila Visus CC S + 0.25 tetap/ bertambah baik, berati Status Refraksi = Hipermetropia

Diupayakan koreksi dengan lensa Spheris Plus terkuat (terbesar), mencapai Visus terbaik

Pemeriksaan/ Penentuan Status Refraksi Ametropia __________________________________________________

Seseorang dikatakan berpenglihatan tidak normal (Ametropia) apabila sinar-sinar sejajar sumbu utama mata tanpa Akomodasi dibiaskan pada satu titik bias, akan tetapi titik bias tersebut tidak terletak di Retina dan atau dibiaskan pada lebih dari satu titik bias.

Di klinis, apabila seseorang tidak mampu mengenal/ menterjemahkan obyek pada Kartu Snellen dengan D = 6 (20) pada jarak baku 6 Meter (20 feet) dalam keadaan tanpa Akomodasi, maka orang tersebut dikatakan “berpenglihatan tidak normal”.

Hypermetropia

o Metode Coba-coba (Trial and Error) Acuan :

Anamnesa

Memperhatikan keadaan fisik pasien

Tehnik Pemeriksaan :

 Kepada pasien diperlihatkan Kartu Snellen dengan jarak pemeriksaan baku.

Hipermetropia

VisusSC = < 6/6 (20/20) Miopia Astigmat

Misalkan Visus SC = 6/9

(10)

Dicoba dikoreksi dengan lensa S + 0.50 (acuan table Bennet & Rabbetts)

 Apabila Visus CC S + 0.50 lebih baik, berarti Status Refraksi = Hipermetropia o Metode Coba-coba (Trial and Error + Red-Green Test)

Acuan :

Anamnesa

Memperhatikan keadaan fisik pasien

Red-Green Test Tehnik Pemeriksaan :

 Kepada pasien diperlihatkan Kartu Snellen dengan jarak pemeriksaan baku.

Hipermetropia

VisusSC = < 6/6 (20/20) Miopia Astigmat

Misalkan Visus SC = 6/9

 Red-Green Test : Obyek pada warna dasar Hijau terlihat lebih hitam/jelas dibandingkan dengan Obyek pada warna dasar Merah

 Dicoba dengan koreksi lensa Sferis Plus, visus akan bertambah baik/ tetap

 Diupayakan koreksi dengan lensa Spheris Plus terkuat (terbesar), mencapai Visus terbaik

Myopia

o Metode Coba-coba (Trial and Error) Acuan :

Anamnesa

Memperhatikan keadaan fisik pasien Tehnik Pemeriksaan :

 Kepada pasien diperlihatkan Kartu Snellen dengan jarak pemeriksaan baku.

Hipermetropia

VisusSC = < 6/6 (20/20) Miopia Astigmat

Misalkan Visus SC = 6/9

Dicoba dikoreksi dengan lensa S + 0.50 (acuan tabel Bennet & Rabbetts)

 Apabila Visus CC S + 0.50 lebih baik, berarti Status Refraksi = Hipermetropia

(11)

 Apabila Visus CC S + 0.50 menurun, berarti Status Refraksi = bukan Hipermetropia.

Visus Visus Keterangan

SC Pada Trial Frame Tambahan CC

Lensa Koreksi

6/9

6/9

6/9

6/9 ---

---

---

S - 0.50

---

S + 0.50

S – 0.50

S - 0.25

6/12

6/6

6/6 f

Lihat Tabel Bennet&Rabbetts Koreksi yg diperlukan S

±0.50

Visus CC S + 0.50 = 6/12 Status Refraksi = bukan Hipermetropia

Visus CC S - 0.50 = 6/6 (lebih baik/jelas), Status Refraksi = Miopia Koreksi yg diperlukan = S - 0.50

 VisusSC : < 6/6 (20/20) - ≤ 6/6 (20/20)

 Red-Green Test : Obyek pada warna dasar Merah terlihat lebih hitam/jelas dibandingkan dengan Obyek pada warna dasar Hijau

 Dicoba dengan koreksi lensa Sferis Minus, visus akan bertambah baik

 Diupayakan koreksi dengan lensa Spheris Minus terkuat (terbesar), mencapai Visus terbaik

Astigmatisme

o Metode Pengaburan (Fogging technic)

Koreksi Kelainan Refraksi dengan metoda Subyektif, pada :

 Hypermetropia

 Tanpa Astigmat

 Dengan Astigmat

 Tehnik Pengaburan (Fogging Tehnique)

(12)

 Tehnik Cilinder Silang Primer (Cross Cylinder Primer Tehnique)

 Dengan kelainan posisi Bola mata

 Esotropia/ Esophoria

Dikoreksi dengan metoda Obyektif (Retinoskopi dengan menggunakan Cycloplegia), sehingga menghasilkan posisi Bola mata yang Ortho.

Bilamana perlu berikan lensa Bi-Fokus/ Multi-Fokus.

 Exotropia/ Exophoria Tidak diberikan koreksi

 Miopia

 Tanpa Astigmat

Dikoreksi dengan lensa Spheris Minus terlemah (terkecil), mencapai Visus terbaik.

 Dengan Astigmat

 Tehnik Pengaburan (Fogging Tehnique)

 Tehnik Cilinder Silang Primer (Cross Cylinder Primer Tehnique)

 Dengan kelainan posisi Bola mata

 Esotropia/ Esophoria

 Exotropia/ Exophoria

Dikoreksi dengan lensa Spheris Minus terlemah (terkecil), mencapai Visus terbaik dan menghasilkan posisi Bola mata yang Ortho.

 Astigmatismus

 Tehnik Pengaburan (Fogging Tehnique)

 Tehnik Cilinder Silang Primer (Cross Cylinder Primer Tehnique)

d. Kesimpulan

Dalam melakukan pemeriksaan subyektif perlu ditentukan lebih awal pengukur jarak antar pupil mata kanan dan mata kiri sebagai titik focus melihatnya. Pengukuran jarak pupil yang dikenal PD ini akan menjadi acuan penempatan titik focus lensa koreksinya.

Pada pemeriksaan subyektif yang dilakukannya, pemeriksa harus dapat menentukan kelainan status refraksinya. Apakah status refraksi myopia, hypermetropia atau astigmat untuk koreksi jauhnya.

e. Daftar Pustaka

(13)

1. Natchiar G. A Text Book on Optics and Refraction. Aravind Eye Hospital and Postgraduate institute of Opthalmology. Tamilnadu India.

September 2010.p46-52.

2. Stenberg Li. Correlation between Retinoscopy and Monocular and Binocular Subjective Refraction. Sweden: University of Kalmar.2009.p1

3. Khurana A.K. Comprehensive Ophthalmology . 4thedition. New Delhi: New age international.2008.p547-53.

4. Grosvenor T. Retinoscopy in Primary Care Optometry. 5th edition. St.Louis, Missouri: Butterworth Heinemann Elseiver.2007. p.191-200.

5. Furlan W D. Muñoz-Escrivá L, et al. Analysis of lens aberrations using a retinoscope as a Foucault test. Burjassot Spain: Universitat de València.

2000. P:408-411

6. Gallimore, Gary. Basic consept in retinoscopy in Retinoscopy in minus cylinder. 2014. Available from http://www.eyetec.net/group2/M6s1.htm.

Accessed on July 5th 2014.

7. Duckman Robert. Quantification of refractive error in visual development, diagnosis and treatment of the pediatric patient. 3rd edition. New York : Lippincott Williams and Wilkins. 2010.

8. Madge S.N. Clinical techniques in Ophthalmology. Philadelphia: Churchil Livingstone Elsevier.2006.p:30-35

9. Skuta L Gregory, et.al. Retinoscopy in Clinical Optics Basic and Clinical Science Course. Section 3. San Francisco : American Academy of Ophthalmology. 2011.p.125-34.

10. Jonathan D. Retinoscopy in : Duane’s Clinical Ophalmologi (CD-ROM).

Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher. 2013.

11. Harvey B, Franklin A. Retinoscopy in Routine eye examination. Toronto:

Butterworth Heineman Elseiver. 2009.p.81-91.

12. Paul Riordan Eva. Optic an refraction in Vaughan and Asbury’s general ophthalmology. 14th edition. London: Mc Graw-Hill. 2004.p.405.

13. McClelland JF,Saunders JK. Accommodative Lag Using Dynamic Retinoscopy: Age Norms

for School₋Age Children. Optometry and Vision Science. December 2010;81(12):929-33

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, buah stroberi yang ditanam di lapang dan sungkupan pada penyimpanan suhu 0°C–4°C nyata lebih tinggi dibandingkan stroberi yang

Number of small cattle population by type in Panggang District 2010 .…… 53 6.3 Banyaknya Populasi Unggas menurut Jenisnya dan Anjing di Kecamatan. Panggang Number of

Selama kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan, Pemerintah Kecamatan Bandung Kidul Kota Bandung dituntut lebih responsif, kreatif dan inovatif dalam menghadapi

CATUR DAYA SUKSES dapat ditanggulangi ataupun dikurangi resikonya dengan diusulkannya sebuah sistem yang dapat mendukung proses terintegrasi antara kantor pusat dan

16) Warna tanah merupakan petunjuk untuk menentukan sifat Warna tanah merupakan petunjuk untuk menentukan sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi tanah, karena warna

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dengan menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap agen infeksi.. Leukosit dibagi

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh Ketua dan wakil ketua seluruh anggota Komisi III Pak Saudara calon kaporli beserta jajarannya. Dari fraksi PAN saya Yandri

Terlepas dari usaha-usaha yang sedang dilakukan oleh pemerintah, ternyata beberapa produsen barang jadi sudah mulai berupaya mengurangi emisi CO2 dengan