• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gurami merupakan ikan asli perairan Indonesia yang mempunyai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gurami merupakan ikan asli perairan Indonesia yang mempunyai"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Gurami

Gurami merupakan ikan asli perairan Indonesia yang mempunyai nama berbeda-beda di setiap daerah yaitu gurameh, gurame, kalau dan kala. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama giant gouramy (Anonim, 2007). Di Jawa ikan ini dikenal dengan nama gurami, grameh, atau brami. Sedangkan di Sumatera dan KaIimantan biasanya dikenal dengan nama kalui, sialui, kalaa, kalau dan kalwe. Ikan gurami menyebar dengan daerah penyebrangan antara lain Thailand, Sri Lanka, Malaysia, Australia, Cina, India, dan Indonesia (Jangkaru, 1999). Menurut Saanin (1984) klasifikasi ikan gurami adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopiterygii Ordo : Perciformes Famili : Osphronemidae Genus : Osphronemus

(2)

mata Insang Batang ekor Mulut Sirip ganda Sirip ekor Sisik Sirip perut Sirip dubur

Gambar 2.1 Morfologi ikan gurami

Secara morfologi dari ikan gurami mempunyai bentuk badan yang lebar dan pipih, garis rusuk lengkap tidak terputus, sepasang sirip perut yang telah mengalami modifikasi menjadi sepasang cambuk yang berfungsi sebagai alat peraba, serta mempunyai sirip ekor membulat dan di daerah pangkal ekor terdapat titik – titik hitam bulat. Ikan gurami mempunyai mulut yang kecil dan letaknya miring serta dapat disembulkan sehingga sedikit lebih panjang (Sumantadinata, 1983).

Selain itu ikan gurami pada saat masih muda kepalanya lancip kedepan dan berubah menjadi tumpul setelah dewasa. Pada bagian punggung berwarna merah kecoklatan sedangkan pada bagian perut berwarna kekuning- kuningan atau keperak-perakan. Pertumbuhan ikan gurami dapat mencapai panjang 65 cm dan berat badan lebih dari 10 kg (Respati & Santoso, 1993).

Menurut Afrianto & Liviawaty (1992), perkembangbiakan ikan gurami di perairan tawar. Ikan gurami menyukai perairan yang dalam, jernih, dan tenang. Ikan gurami dapat hidup dengan baik pada suhu 24 – 28˚C pada

(3)

pH air antara 5 sampai 9. Ikan gurami dapat hidup baik di daerah tropis dan pada ketinggian tempat antara 0 – 800 m dari permukaan laut. Ikan ini biasa hidup di habitat sungai, rawa dan danau serta cocok dipelihara di air tenang. Selain di air tawar, ikan gurami dapat pula berkemampuan hidup di perairan payau yang kadar garamnya rendah (Sitanggang, 1987).

2.2 Alga Cokelat (Padina sp.)

Rumput laut dikenal dengan nama alga dan berdasarkan ukurannya dibedakan dua golongan yaitu mikroalga dan makroalga. Kedua kelompok alga tersebut sebagian besar hidup di laut. Alga atau ganggang terdiri dari 4 kelas yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang cokelat), Chlorophyceae (ganggang hijau), dan Cyanophyceae (ganggang hijau biru). Pembangian kelas pada ganggang ini berdasarkan pigmen yang dikandungnya. Chlorophyceae dan Cyanophyceae terdapat di air laut, air tawar, dan tanah, sedangkan Phaeophyceae dan Rhodophyceae pada umumnya terdapat dilaut. Bila dilihat dari ukurannya, ganggang bisa dikelompokkan menjadi ganggang mikroskopik dan ganggang makroskopik. Ganggang makroskopik inilah yang selanjutnya kita kenal sebagai rumput laut (Anonim, 1997).

Alga adalah tanaman ganggang multiselular yang hidup di laut dan tergolong dalam divisi Thallophyta. Tubuh tanaman Alga belum berdiferensi menjadi akar, batang, dan daun seperti lazimnya tanaman tingkat tinggi. Struktur tanaman secara keseluruhan dikenal sebagai thallus.

(4)

Bentuk thallus Alga tergantung jenisnya, yaitu pipih, bulat, berbentuk tabung, seperti kantung atau seperti rumput (Prasetya, 2009).

Jenis-jenis Alga dari golongan Alga hijau, merah, dan cokelat tersebut mempunyai potensi ekonomis penting. Salah satunya adalah dari jenis alga cokelat (Padina sp). Menurut Cronquist (1981) klasifikasi Padina sp. adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Filum : Phaeophyta Class : Phaeophyceae Ordo : Dictyotales Famili : Dictyotaceae Genus : Padina Spesies : Padina sp.

Padina sp. merupakan alga yang berasal dari kelas Phaeophyta yang

memiliki pigmen berupa karoten, fucoxanthin serta klorofil a dan b. Padina sp. memiliki habitat di sekitar genangan air di atas batu karang pantai. Morfologinya berbentuk seperti kipas dengan diameter 3-4 cm yang tumbuh dalam lingkaran konsentris. Warnanya cokelat kekuning-kuningan atau kadang-kadang memutih karena terdapat perkapuran. Pigmen warna cokelat pada kelas alga cokelat disebabkan adanya pigmen dominan yaitu fucoxanthin dan pigmen-pigmen xanthophyll (Galeotti, 1998). Menurut Ragap et al. (2012) terdapat empat spesies Padina sp. di Indonesia yang telah diidentifikasi, antara lain Padina javonica, Padina australis, Padina

(5)

commersonii, dan Padina tetrastomatica. Beberapa penelitian menyatakan

bahwa Padina sp. memiliki aktivitas dalam meningkatkan kekebalan nonspesifik. Penelitian yang telah dilakukan Ridlo dan Pramesti (2009) menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak rumput laut Padina sp pada dosis 10g/kg pakan mampu meningkatkan jumlah total hemosit dan aktivitas fagositosis udang L. vannamei.

2.3 Sistem Pertahanan Tubuh Ikan 2.3.1 Sistem Pertahanan Non Spesifik

Sistem pertahanan non spesifik berfungsi untuk melawan segala jenis patogen, bersifat permanen, diturunkan kepada anaknya, dan tidak perlu adanya rangsangan (Scaperclaus, 1992 dalam Mulia, 2012). Pada ikan, petahanan pertama untuk melawan pathogen terdapat pada permukaan tubuh. Menurut Maswan (2009), sistem imun non spesifik ikan meliputi penghalang fisik (mukus, kulit, sisik dan insang), pertahanan humoral dan sel-sel fagositik.

Mekanisme fisiologik imunitas nonspesifik berupa komponen normal tubuh yang selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkan mikroba tersebut. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi, misalnya jumlah sel darah putih meningkat selama fase akut pada banyak penyakit. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi

(6)

tubuh terhadap banyak patogen potensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon langsung (Baratawijaya, 2004).

Pada mamalia, respons nonspesifik utamanya dilakukan oleh cytotoxic cells atau natural killer cells (sel NK) (Sohne et al., 2000). Sel tersebut berfungsi dalam imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor. Secara morfologis, sel NK merupakan limfosit dengan granul besar (Large Granular Lymphocyte/ LGL). Ciri-cirinya yaitu memiliki banyak sekali sitoplasma, granul sitoplasma azurofilik, pseudopodia dan nukleus eksentris (Baratawijaya, 2004). Sel NK membunuh langsung sel pejamu yang terinfeksi virus/ mikroba intraseluler sehingga sumber infeksi dapat disingkirkan. Sel NK juga bekerja sama dengan makrofag yang saling mengaktifkan. Atas rangsangan interleukin-12 (IL-12) yang diproduksi makrofag, sel NK memproduksi dan melepas interferon-γ (IFN-γ). Selanjutnya IFN-γ mengaktifkan makrofag juga untuk membunuh mikroba yang dimakannya (Baratawijaya, 2004).

Pada ikan pertahanan pertama untuk melawan patogen terdapat pada permukaan tubuh. Selain fisik, daerah permukaan tubuh dapat menghambat masuknya patogen ke dalam tubuh ikan, yang meliputi mukus, insang, dan saluran gastrointestinal. Sistem pertahanan nonspesifik kimiawin meliput komponen-komponen dalam serum darah yang berfungsi menghambat pertumbuhan mikroba (Mulia, 2012). Sistem pertahanan nonspesifik menggunakan mekanisme efektor seluler berupa

(7)

aktivitas fagositosis yang melibatkan sel-sel organ dan sel-sel motil. Sel- sel organ meliputi sel jaringan penghubung (fibroblast), jaringan lymphoid dari saluran pencernaan, sel reticuloendothelial, sel dinding kapiler, dan jaringan monosit. Sel motil terdiri dari makrofag, leukosit nongranular (monosit dan limfosit), dan leukosit granular (neutrofil, eosinofil, dan basofil) (Scaperclaus 1982 dalam Mulia 2012)

2.3.2 Sistem Pertahanan Spesifik

Sistem pertahanan spesifik berfungsi untuk mempertahankan diri terhadap penyakit tertentu dan pembentukannya memerlukan rangsangan terlebih dahulu. Sistem pertahanan spesifik mampu mengenal benda asing yang pertama kali muncul dalam tubuh ikan. Benda asing yang masuk kembali akan lebih cepat dikenal kemudian dihancurkan oleh imun spesifik (Baratawidjaja, 2004). Sistem pertahanan spesifik dibagi menjadi dua yaitu sistem pertahanan seluler dan humoral. Sistem pertahanan seluler dihasilkan oleh aktivitas limfosit disebut sel-sel T, yang berlangsung dalam kelenjar timus. Bila terjadi kontak dengan antigen spesifik, sel-sel T berdiferensiasi menjadi sel-sel yang mampu mengadakan interaksi langsung dengan sel atau jaringan asing dan kemudian merusaknya. Oleh karena itu, sel-sel T disebut sel pembunuh. Fungsi sel pembunuh ditingkatkan melalui kontak langsung antara sel-sel T efektor dengan membran permukaan sel sasaran, atau melalui pelepasan mediator yang bersifat larut non spesifik dan non antibodi yang disebut lymphokones (Mulia, 2012).

(8)

Sel T berperan pada sistem imun spesifik seluler. Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa sel subset dengan fungsi yang berlainan yaitu sel T helper1 (Th1), T helper2(Th2), T Delayed Type

Hypersensitivity (Tdth), Cytotoxic T Lymphocyte (CTL) atau T cytotoxic atau T cytolytic (Tc) dan Ts (supresor) atau Tr (regulator) atau T helper3 (Th3).

Fungsi utama sistem imun spesifik selular ialah untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, dan parasit. Cytotoxic

Delayed (CD4+) berperan pada imunitas seluler dengan mengaktifkan sel

Th1 yang selanjutnya mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba dan sel CD8+ yang membunuh sel yang terinfeksi (Baratawijaya, 2004).

Sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral sehingga sel tersebut akan berproliferasi, berdiferensiasi, dan berkembang menjadi sel plasma yang membentuk antibodi. Fungsi utama antibodi ialah menjadi pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya. Immunoglobulin (antibodi) yang paling banyak terdapat pada teleostei yaitu tetramer IgM yang terdiri atas delapan sisi antigenik. Respon imun pada kulit dan insang penting karena kedua organ tersebut berhubungan langsung dengan lingkungan. Antibodi spesifik terdapat pada kulit, usus besar, dan insang tanpa membutuhkan adanya rangsangan terlebih dahulu. Ikan memiliki suatu memori yang dapat mengingat paparan antigen sebelum antigen tersebut menyerang untuk kedua kalinya (Austin et al., 1993).

(9)

2.4 Imunostimulan

Imunostimulan merupakan senyawa kimia, obat atau bahan lainnya yang mampu meningkatkan mekanisme respon imunitas ikan (Anderson, 1992), baik seluler maupun humoral. Galleotti (1998) dan Anderson (1992) telah mengungkap jenis, berbagai aspek dan aplikasi imunostimulan berkaitan dengan budidaya perikanan. Lipopolisakarida (LPS) merupakan salah satu imunostimulan yang digunakan untuk stimulasi sel B. Kajita et al., (1990) telah mengevaluasi efek levamisole terhadap peningkatan aktivitas fagositik ikan rainbow trout (Onchorhynchus mykiss). Anderson & Rumsey (1995) mengemukakan, bahwa Candida utilis dan Saccharomyces cerevisiae dapat meningkatkan produksi radikal oksidatif, aktivitas fagositik, produksi mieloperoksidase dan imunoglobulin plasma ikan rainbow trout.

Berbeda dengan vaksin, imunostimulan tidak direspon ikan dengan mensintesis antibodi, melainkan peningkatan aktivitas dan reaktivitas sel pertahanan seluler ataupun humoral. Secara in vitro peningkatan respon seluler ditujukkan oleh aktivitas fagositik yang diukur melalui uji nitro blue

tetrazolium (NBT) (Anderson & Siwicki, 1993). Peningkatan ini didasarkan

atas kemampuan imunostimulan menginduksi berlangsungnya transformasi limfoblastik yang ditunjukkan dengan memakai isotop tritium (H3) (Alifuddin, 1999). Aktivitas fagositik ini merupakan manifestasi peningkatan respon seluler dan pada akhirnya akan meningkatkan respon humoral. Imunotimulan yang sering dipakai untuk imunostimulasi adalah

(10)

LPS (lipopolisakarida), dan 1,3 glukan yang diperoleh dari Saccharaomyces

cerevisiae, dan Levamisol (Hastuti, 2012).

Beberapa vitamin seperti vitamin A, B dan vitamin C juga dapat digunakan sebagai imunostimulan (Sohne et al., 2000; Galeotti, 1998). Seperti halnya dengan vaksin, imunostimulan dapat diberikan melalui injeksi, bersama pakan (per oral) dan perendaman (Anderson, 1992). Dosis imunostimulan yang digunakan sebesar 100-200 ppm. Imunostimulan ini dapat diberikan secara terus menerus selama 1 minggu kepada larva ikan ketika masih dalam hapa pendederan; kemudian dihentikan pemberiannya, diberikan kembali pada minggu ke 3 selama satu minggu. Karena itu, pada tahap awal, imunostimulan diberikan melalui perendaman, dan pada pemberian selanjutnya dapat diberikan bersama pakan. Pemilihan cara aplikasi imunostimulan didasarkan atas kepraktisan dan efisiensi dalam kegiatan budidaya. Mengingat keragaman patogen yang ada dalam media budidaya ikan, imunostimulan merupakan alternatif upaya pengendalian penyakit infeksi yang harus dilakukan bersama dengan vakinansi. Pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya dapat mengoptimalkan produksi budidaya melalui peningkatan ketahanan tubuh ikan atau udang windu terhadap penyakit infeksi (Pujiharto, 1998; Alifuddin, 1999; Bagni et al., 2000; Sohne et al., 2000).

(11)

2.5 Hematokrit

Hematokrit merupakan persentase volume eritrosit dalam darah ikan. Hasil pemeriksaan terhadap hematokrit dapat dijadikan sebagai salah satu patokan untuk menentukan keadaan kesehatan ikan, nilai hematokrit kurang dari 22% menunjukkan terjadinya anemia. Perubahan kondisi lingkungan atau pencemaran lingkungan akan menyebabkan nilai hematokrit mengalami penurunan akibat respon stress pada ikan (Tsuzuki et al., 2001).

Kadar hematokrit ini juga bervariasi tergantung pada faktor nutrisi, umur ikan, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan masa pemijahan. Hematokrit adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan memutarnya di dalam tabung khusus yang nilainya dinyatakan dalam persen. Hematokrit didefinisikan sebagai perbandingan antara sel darah merah dengan seluruh volume darah. Presentase kadar hematokrit berhubungan dengan jumlah sel darah merah (Kuswardani, 2006).

Menurut Marthen (2005) nilai hematokrit tidak selalu tetap hasilnya dan pada ikan nilainya antara 5 – 60 %. Selanjutnya dikatakan bahwa nilai hematokrit dapat juga digunakan untuk mendeteksi terjadinya animea dan ikan terkena penyakit apabila ikan kehilangan nafsu makan karena sebab yang tidak jelas dan ditunjukkan dengan rendahnya nilai hematokrit.

Eritrosit pada ikan merupakan jenis sel darah yang paling banyak jumlahnya. Bentuk eritrosit pada semua jenis ikan hampir sama. Eritrosit pada ikan memiliki inti, seperti pada bangsa burung dan reptil. Jumlah

6

(12)

2014). Eritrosit berwarna kekuningan, berbentuk lonjong, kecil, dengan ukuran berkisar antara 7 - 36 μm. Eritrosit yang sudah matang berbentuk oval sampai bundar, inti berukuran kecil dengan sitoplasma besar. Rendahnya eritrosit merupakan indikator terjadinya anemia, sedangkan tingginya jumlah eritrosit menandakan ikan dalam keadaan stres (Wedemeyer & Yasutake, 1977).

Hemoglobin (Hb) merupakan pigmen eritrosit yang terdiri dari protein kompleks terkonyugasi yang mengandung besi. Protein Hb adalah globin, sedangkan warna merah hemoglobin disebabkan oleh adanya heme. Heme adalah suatu senyawa metalik yang mengandung satu atom besi (Guyton et

al., 1997). Hemoglobin secara fisik mempunyai hubungan yang penting

dengan oksigen. Pada saat eritrosit melalui kapiler paru – paru, hemoglobin mengikat oksigen membentuk oksihemoglobin. Sebaliknya pada saat melewati kapiler sistemik, hemoglobin akan melepas oksigen ke jaringan dan menjadi hemoglobin kembali (Swenson, 1977). Kebanyakkan ikan teleostei (ikan bertulang keras) memiliki hemoglobin dalam eritrosit yang sama seperti pada vetebrata lainnya. Ikan merupakan hewan poikilotermal yaitu suhu tubuh tergantung pada suhu di lingkungan sekelilingnya. Fungsi utama dari darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolism dan mengandung berbagai bahan penyusun system imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit (Sutrisno, 1989).

(13)

2.6 Leukokrit

Leukosit adalah sel darah yang berinti dengan ukuran sel lebih besar dan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit (Bacha & Bacha, 2000). Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dengan menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap agen infeksi. Leukosit dibagi menjadi dua kelompok yaitu granulosit yang terdiri dari heterofil, eosinofil, basofil dan kelompok agranulosit terdiri dari monosit dan limfosit (Cahyaningsih et al., 2007).

Leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap kuman-kuman penyakit yang menyerang tubuh dengan cara fagosit, menghasilkan antibody (Junguera, 1997). Peningkatan jumlah leukosit dapat digunakan sebagai indikasi adanya atau terjadinya suatu infeksi dalam tubuh. Fungsi leukosit adalah untuk pertahanan tubuh suatu organisme. Pertahanan ini dilakukan dengan cara menghancurkan agen penyerang dengan proses fagositosis atau dengan pembentukan antibodi. Sistem pertahanan ini sebagian terbentuk didalam sumsum tulang dan sebagian lagi di dalam organ limfosit termasuk kelenjar limfe, timus, tonsil dan sel-sel limfoid lain. Leukosit yang telah dibentuk akan diangkut dalam darah menuju ke bagian tubuh untuk digunakan (Guyton & Hall, 1997).

Selain itu makrofag dapat diisolasi dari beberapa sumber seperti, darah (monosit), organ limfoid (terutama ginjal), dan peritoneal cavity. Berdasarkan hasil isolasi dapat diketahui bahwa makrofag merupakan sel mononuklear,

(14)

dapat hidup lama, mempunyai beberapa granul dan melepas berbagai bahan antara lain lisozim, komplemen, interferon, dan sitokin yang semuanya memberikan kontribusi dalam pertahanan nonspesifik dan spesifik (Bartawijaya, 2004).

2.7 Aglutinasi

Aglutinasi adalah salah satu cara di mana antibodi menandai antigen untuk dihancurkan. Antibodi memiliki setidaknya dua lokasi di mana antigen dapat mengikat, sehingga mereka mampu mengikat dengan lebih dari satu bakteri atau virus. Ketika ini terjadi, partikel menyerang mulai menggumpalkan, atau membentuk gumpalan, melalui jaringan antibodi. Gumpalan akhirnya menjadi terlalu besar untuk tetap dalam larutan dalam aliran darah, dan mengendap dari larutan ( Tizard, 1998).

Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam merespon inflamasi. Komplemen dengan spektrum aktivitas yang luas diproduksi oleh hepatosit dan monosit. Komplemen dapat diaktifkan secara langsung oleh mikroba atau produknya (jalur alternatif dalam imunitas nonspesifik) atau oleh antibodi (jalur klasik dalam imunitas spesifik). Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, sebagai faktor kemotaksis dan juga menimbulkan dektruksi/ lisis bakteri dan parasit. Antibodi dan komplemen dapat menghancurkan membran lapisan lipopolisakarida (LPS) dinding sel. Diduga komplemen mempunyai sifat esterase yang berperan pada lisis tersebut. Bila lapisan LPS menjadi lemah, lisozim, mukopeptida

(15)

dalam serum dapat masuk menembus membran bakteri dan menghancurkan lapisan mukopeptida. Membran Attack Complex (MAC) dari sistem komplemen dapat membentuk lubang-lubang kecil dalam sel membran bakteri sehingga bahan sitoplasma yang mengandung bahan-bahan vital keluar sel dan menimbulkan kematian mikroba. (Baratawijaya, 2004).

Hemaglutinins atau lektin ditemukan di dalam mucosa kulit ikan, dan berperan dalam sistem imun non spesifik. Lektin berinteraksi dengan permukaan dari patogen dan membuat opsonisasi, meningkatkan aktivitas fagositosis, atau mengaktifkan komplemen (Esteban, 2012).

2.8 SOA (Superoksida Anion)

SOA terbentuk oleh aktivitas fagosit yang selanjutnya disebut sebagai ledakan respirasi (Irani et al., 1997; Joneson & Sagi, 1998; Arnold

et al., 2001). Fagosit mengekspresikan multikomponen oksidase NADPH

(NOX) yang dipisahkan oleh sitosol dan membran plasma. Rangkaian oksidasi tersebut kemudian memanfaatkan sitosol NADPH untuk membatasi produksi O2 menjadi O2- (Superoxid anion) (Lassegue et al., 2004; Cheng et

al., 2001; Arnold et al., 2001).

Ketika terjadi ekspresi yang berlebih, NOX mampu meningkatkan produksi O2- (Suh et al., 1999; Lambeth et al., 2000). Sebagai NADPH oksidase fagosit, NOX merupakan komponen protein yang berperan dalam membunuh mikroba dan dapat juga berperan penuh sebagai makrofag dan menjadi sumber kedua dalam menerima sinyal sel (Griendling et al., 2000).

(16)

Fagositosis adalah salah satu dari sekian banyak proses penting dalam tubuh hewan poikiloterm karena hewan tersebut dipengaruhi oleh temperatur (Magnadottir, 2006). Sel yang berperan utama pada proses fagositosis yaitu neutrofil dan makrofag (Secombes & Flecher, 1992). Sel tersebut menghilangkan bakteri dengan memproduksi reaktive oksigen selama proses respiratory burst. Serta, neutrofil memiliki myeloperoxidase dalam granula sitoplasmik, yang dapat mengeluarkan halidedan hidrogen peroksida sehingga dapat menghalogenasi dinding sel bakteri (Fischer et al.,

2006).

Rea, (1996) menyatakan bahwa makrofag memproduksi interkulin yang menjadikan limfosit membelah menjadi lomfosit T dan limfosit B, serta membuat limfosit B menjadi lebih aktif dalam memproduksi antibodi.

Limfosit T memproduksi interferon yang mengaktifkan kembali

(meningkatkan kemampuan) makrofag sehingga dapat memakan dan membunuh bakteri, virus, dan partikel asing lainnya. Di dalam makrofag, bakteri akan masuk dalam fagolisosom dan dimatikan oleh radikal oksigen dan nitrogen.

Gambar

Gambar 2.1 Morfologi ikan gurami

Referensi

Dokumen terkait

pengalaman nyeri. 4) Ajarkan pasien pengobatan non farmakologi. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. 2) Mampu mencegah timbulnya infeksi. 3) Jumlah leukosit

Kandungan hidrogen peroksida dapat memutihkan gigi karena merupakan oksidator kuat untuk mendegradasi agen penghasil warna gigi penyebab diskolorisasi dengan cara

Pada Diabetes Melitus Tipe 1 diduga berkaitan dengan faktor genetik, pada DM tipe ini disebabkan oleh reaksi dari autoimun yang mana sistem pertahanan tubuh menyerang

Perilaku yang diobservasi pada usia prasekolah pada fase putus asa yaitu: anak menjadi tidak aktif, anak menarik diri dari orang lain, anak terlihat depresi atau sedih, anak

Prinsip dasar dalam vaksinasi adalah proses imunisasi aktif, dimana agen penyakit yang dimasukkan ke dalam tubuh, baik yang hidup maupun yang sudah... diinaktifkan, akan

Respons imun spesifik merupakan suatu mekanisme yang kompleks dari protein, respon biokimia, sel tertentu, dan gen yang berfungsi untuk memberikan pertahanan tubuh terhadap

Tubuh lebih cepat kehilangan panas dalam air dingin dari pada dalam udara yang suhunya sama, akan tetapi kehilangan panas tubuh dengan konduksi sangat sedikit, pengaruh

Faktor resiko pada sel sehat berasal dari kontaminasi neutron cepat yang berlebih sehingga menimbulkan banyaknya reaksi tangkapan neutron cepat oleh atom tubuh,