BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Arsip dan Kearsipan
Setiap organisasi pasti memerlukan data untuk mendukung setiap kegiatan administrasi yang diperlukan. Sumber data bisa merupakan sebuah informasi, baik itu bentuk fisik maupun lisan, baik itu informasi terkini maupun rekaman kegiatan yang terjadi di masa lalu. Sumber data tersebut sangat berguna bagi sebuah organisasi dalam mengerjakan berbagai kegiatan, dari mulai sebagai bahan rujukan, bukti tertulis, maupun sebagai bahan pengambilan keputusan. Rekaman dari berbagai kegiatan atau transaksi itu disebut arsip.
2.1.1 Pengertian Arsip
Kata arsip berasal dari bahasa Yunani, yaitu arche, kemudian berubah menjadi archea dan selanjutnya mengalami perubahan menjadi archeon. Arche mempunyai arti permulaan, jabatan, atau fungsi kekuasaan peradilan dan archea artinya dokumen atau catatan mengenai permasalahan. Dalam Bahasa Indonesia arsip berarti tempat penyimpanann naskah atau dokumen penting.
Menurut Barthos (2007), arsip (record) yang dalam istilah Bahasa Indonesia ada yang menyebutnya sebagai “warkat”, pada pokoknya dapat diberikan pengertian sebagai: setiap catatan tertulis baik dalam bentuk gambar ataupun bagan yang memuat keterangan-keterangan mengenai sesuatu subyek (pokok persoalan) ataupun peristiwa yang dibuat orang untuk membantu daya ingatan orang (itu) pula.
Menurut Sedarmayanti (2008), arsip adalah setiap catatan tertulis atau bergambar yang memuat sesuatu hal atau peristiwa yang dibuat untuk sesuai keperluan. Sedangkan menurut The (2007:118), arsip adalah suatu kumpulan dokumen yang disimpan secara sistematis karena mempunyai kegunaan agar setiap kali diperlukan dapat secara cepat ditemukan kembali.
Peraturan Presiden RI No. 19 Tahun 1961 pasal 1 menyatakan sebagai berikut:
a. Pengertian arsip secara umum adalah wujud tulisan dalam bentuk corak teknis, bagaimanapun juga dalam keadaan tunggal, berkelompok, atau dalam satu kesatuan bentuk fungsi dari usaha perencanaan, pelaksanaan, dan penyelenggaraan kehidupan umumnya.
b. Pengertian arsip secara khusus adalah kumpulan surat atau bahan penolong lainnya dengan memastikan suatu ingatan dalam administrasi negara, dibuat secara fisik (kasat mata) atau yuridis (sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku) dengan perkembangan organisasi, yang disimpan dan dipelihara selama diperlukan.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan dikatakan bahwa arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa arsip adalah sekumpulan rekaman peristiwa yang tersedia dalam berbagai bentuk yang mempunyai nilai kegunaan dan disimpan secara sistematis untuk memudahkan penemuan kembali serta dapat melayani berbagai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan perusahaan/organisasi.
2.1.2 Pengertian Kearsipan
Menurut Yatimah (2009), kearsipan adalah proses pengklasifikasian dan mengatur arsip dalam suatu tatanan yang sistematis, logis serta menyimpan dalam suatu tempat yang aman agar arsip tersebut dapat ditemukan saat dibutuhkan.
Sedangkan menurut Sedarmayanti (2003), kearsipan adalah segenap rangkaian pembuatan penyelenggaraan kearsipan sejak saat dimulainya pengumpulan, pengelolaan, pencatatan, sampai dengan penghapusan. Barthos (2007) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kearsipan adalah proses pengaturan
dan penyimpanan bahan-bahan secara sistematis, sehingga bahan-bahan tersebut dengan mudah dan cepat dapat ditemukan kembali setiap kali diperlukan.
Berdasarkan pendapat diatas maka pengertian kearsipan dapat disimpulkan adalah proses penanganan arsip yang diatur dengan sistem tertentu sehingga arsip- arsip tersebut dapat ditemukan kembali apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.
2.2 Peran Arsip
Menurut Sedarmayanti (2008:43), peranan arsip adalah sebagai berikut:
1. Alat utama ingatan suatu organisasi 2. Bahan atau alat pembuktian otentik
3. Bahan dasar perencanaan dan pengambilan keputusan.
4. Barometer kegiatan suatu organisasi mengingat setiap kegiatan pada umumnya menghasilkan arsip.
5. Bahan informasi kegiatan ilmiah lainnya.
2.3 Tujuan Kearsipan
Menurut Barthos (2007:12), tujuan kearsipan adalah untuk menjamin keselamatan bahan pertanggungjawaban nasional tentang perencanaan pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan kebangsaan serta untuk menyediakan bahan pertanggungjawaban tersebut bagi kegiatan pemerintah.
Menurut Sedarmayanti (2008:93) tujuan penataan arsip (berkas) adalah:
Agar arsip dapat disimpan dan diketemukan kembali dengan cepat dan tepat.
Menunjang terlaksananya penyusutan arsip dengan berdaya guna dan berhasil guna.
2.4 Siklus Hidup Arsip
Menurut Nuraida (2008:93), untuk mencapai tujuan manajemen arsip, maka perusahaan harus mengetahui siklus hidup arsip. Pada umumnya setiap jenis akan melewati siklus hidup, yaitu sebagai berikut.
Tahap penciptaan
Pada tahap ini dokumen diciptakan/dibuat, lalu digunakan sebagai media penyampai informasi atau dasar dalam pengambilan keputusan. Pada tahap ini dokumen belum dapat dikategorikan sebagai arsip.
Tahap penggunaan
Meskipun dokumen telah selesai digunakan, dokumen masih diperlukan untuk waktu yang akan datang. Pada tahap ini dokumen dapat dikategorikan sebagai arsip.
Tahap penyimpanan aktif
Arsip yang masih sering dipergunakan dalam berbagai kegiatan perusahaan disimpan di tempat penyimpanan dengan status aktif.
Tahap pemindahan menjadi penyimpanan in-aktif
Meskipun arsip sudah tidak diperlukan dalam kegiatan perusahaan, tetapi masih perlu disimpan apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan yang relevan dengan kegiatan saat ini. Arsip tersebut kemudian dipindahkan menjadi arsip in-aktif.
Tahap pemusnahan atau pemindahan menjadi arsip historis
Arsip dimusnahkan apabila arsip tersebut sudah tidak berguna lagi bagi kegiatan perusahaan. Dengan pertimbangan dan alasan tertentu arsip yang tidak terpakai tetap disimpan sebagai arsip kuno, misalnya karena alasan historis.
Kelima tahap ini hendaknya dilalui oleh setiap jenis arsip. Bila salah satu atau beberapa tahap di atas kurang mendapat penanganan yang serius/tidak efektif, maka sistem kearsipan secara keseluruhan menjadi tidak efektif pula.
2.5 Jenis-Jenis Arsip
Secara garis besar jenis arsip dapat digolongkan menjadi beberapa macam.
Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009, jenis-jenis arsip adalah:
a. Arsip dinamis
Arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara langsung dalam kegiatan pencipta arsip dan disimpan selama jangka waktu tertentu. Arsip dinamis terdiri dari dua macam, yaitu:
Arsip aktif, adalah arsip yang frekuensi penggunaannya tinggi dan/atau terus menerus.
Arsip in-aktif, adalah arsip yang frekuensi penggunaannya telah menurun.
b. Arsip statis
Adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.6 Sistem Pengorganisasian Arsip
Menurut Amsyah (2005:15), terdapat tiga macam sistem pengorganisasian arsip yaitu sentralisasi, desentralisasi, dan kombinasi sentralisasi dan desentralisasi. Untuk lebih jelasnya berikut penjelasan mengenai ketiga sistem tersebut.
a. Sentralisasi
Sistem pengorganisasian arsip secara sentralisasi adalah penyimpanan arsip dipusatkan di satu unit khusus, yaitu pusat penyimpanan arsip atau disebut juga sebagai sentral arsip. Sistem ini mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
Keuntungan dari sentralisasi arsip adalah:
Ruang dan peralatan arsip dapat dihemat.
Petugas dapat mengkonsentrasikan diri khusus pada pekerjaan kearsipan.
Kantor hanya menyimpan 1 (satu) arsip, duplikasinya dapat dimusnahkan.
Sistem penyimpanan dari berbagai macam arsip dapat diseragamkan.
Kerugian dari sentralisasi arsip adalah:
Sentralisasi arsip hanya efisien dan efektif untuk organisasi yang kecil.
Tidak semua jenis arsip dapat disimpan dengan satu system penyimpanan yang seragam.
Unit kerja yang memerlukan arsip akan memakan waktu lebih lama untuk memperoleh arsip yang diperlukan.
b. Desentralisasi
Menurut Amsyah (2005:17), bilamana suatu kantor atau organisasi menganut sistem desentralisasi berarti bahwa semua unit kerja mengelola arsipnya masing-masing. Dalam sistem ini semua kegiatan kearsipan mulai dari pencatatan, penyimpanan, peminjaman, pengawasan, pemindahan, dan pemusnahan dilakukan oleh unit kerja masing-masing.
Keuntungan dari desentralisasi arsip adalah:
Pengelolaan arsip dapat dilakukan sesuai kebutuhan unit kerja masing-masing.
Keperluan akan arsip mudah terpenuhi, karena berada pada unit kerja sendiri.
Penanganan arsip lebih mudah dilakukan, karena arsipnya telah dikenal baik.
Kerugian dari desentralisasi arsip adalah:
Penyimpanan arsip tersebar di berbagai lokasi, dan dapat menimbulkan duplikasi arsip yang disimpan.
Kantor harus menyediakan peralatan dan perlengkapan arsip di setiap unit kerja sehingga penghematan dalam pemakaian peralatan dan perlengkapan sukar dijalankan.
Penataan dan latihan kearsipan perlu diadakan karena para petugas- petugas umumnya bertugas rangkap dan tidak mempunyai latar belakang pendidikan kearsipan.
Kegiatan pemusnahan arsip harus dilakukan setiap unit kerja, dan ini merupakan pemborosan.
c. Kombinasi sentralisasi dan desentralisasi
Sistem pengorganisasian secara kombinasi merupakan perpaduan antara sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dimana sistem ini berfungsi untuk mengatasi kekurangan dari kedua sistem tersebut. Sitem ini dilakukan dengan cara arsip yang masih aktif dipergunakan dikelola di unit kerja masing-masing
pengolah, dan arsip yang sudah tidak aktif dipergunakan dikelola di sentral arsip, sehigga sistem sentralisasi dan desentralisasi digunakan dalam sistem kombinasi ini.
2.7 Sistem Penyimpanan Arsip
Sistem penyimpanan arsip menurut Amsyah (2005:71), adalah sistem yang dipergunakan pada penyimpanan warkat agar kemudahan kerja penyimpanan dapat diciptakan dan penemuan warkat yang sudah disimpan dapat dilakukan dengan cepat bilamana warkat tersebut sewaktu-waktu diperlukan.
Sistem penyimpanan arsip dibagi menjadi lima, yaitu sistem abjad (Alfabetic Filing System), sistem kronologis (Chonorogical Filing System), sistem nomor (Numeric Filing System), sistem subjek/perihal (Subject Filing System), dan sistem geografis (Geographical Filing System). Berikut penjelasan mengenai kelima sistem tersebut:
2.7.1 Sistem Abjad
Menurut Amsyah (2005:83), sistem abjad adalah sistem penyimpanan dokumen yang berdasarkan urutan abjad dari kata tangkap (nama) dokumen yang bersangkutan. Pada umumnya sistem ini dipakai untuk arsip yang penyusunannya berdasarkan nama orang dan nama badan/organisasi/perusahaan. Sistem abjad umumnya dipilih sebagai sistem penyimpanan arsip karena:
a. Dokumen-dokumen cenderung dicari atau diminta melalui nama.
b. Dokumen-dokumen dari nama yang sama, akan berkelompok dibawah satu nama dan satu tempat.
c. Dokumen berasal dari banyak koresponden dengan nama yang bervariasi.
d. Unit kerja atau sekretaris biasanya hanya menerima dan menyimpan dokumen yang berhubungan dengan fungsi/tugas masing-masing, sehingga isi dokumen lebih cenderung mengenai masalah yang sama.
e. Nama lebih mudah diingat oleh siapapun.
Keuntungan pemakaian sistem abjad adalah:
a. Dokumen yang berasal dari satu nama (individu atau badan) yang sama, akan berkelompok menjadi satu.
b. Pemahaman dan pelaksanaannya mudah dan sederhana.
c. Pencarian dokumen dapat dilakukan secara langsung melalui nama pengirim, tanpa harus mempergunakan indeks.
d. Susunan guide dan folder sederhana.
Adapun kerugian dari sistem abjad adalah:
a. Pencarian dokumen untuk nama yang tidak dapat dilakukan melalui bagian melalui bagian nama yang lain seperti nama depan atau panggilan, tetapi harus melalui nama belakang.
b. Surat-surat atau dokumen-dokumen yang ada hubungan satu sama lain tetapi berbeda nama pengirimnya akan terletak terpisah di dalam penyimpanan.
c. Ejaan huruf sering berubah seperti oe-u, dj-j, ck-kh, tj-c, sedangkan nama orang ditulis berdasarkan keinginan ejaan masing-masing.
Sumber: Nuraida (2008)
Gambar 2.1
Penataan arsip berdasarkan sistem abjad
2.7.2 Sistem Subjek/Perihal
Menurut Amsyah (2005:148), sistem subjek adalah sistem penyimpanan dokumen yang berdasarkan kepada isi dari dokumen bersangkutan. Isi dokumen
sering juga disebut sebagai perihal atau pokok masalah. Sistem subjek memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu:
Kelebihan sistem subjek adalah:
a. Mempermudah pencarian arsip jika hanya perihal dokumen yang diketahui.
b. Dapat diperluas dengan cara menambahkan sub-subjek pada subjek utama.
c. Semua materi yang berkaitan mengelompok dengan satu kegiatan.
d. Informasi lengkap dari awal sampai akhir.
Adapun kekurangan dari sistem subjek adalah:
a. Ada kecenderungan daftar subjek atau daftar klasifikasi tumbuh tidak terkendali.
b. Subjek yang berkembang pasti akan mempersulit penentuan indeks dalam pola klasifikasi dan memerlukan alat bantu seperti buku indeks.
c. Pengembangan atau perluasan daftar klasifikasi memerlukan bantuan analis arsip yang berpengalaman.
Sumber: Nuraida (2008)
Gambar 2.2
Penataan arsip berdasarkan sistem subjek
2.7.3 Sistem Nomor
Menurut (Amsyah, 2005:100), sistem nomor hampir sama dengan sistem abjad yang penyimpanannya berdasarkan pada nama, namun pada sistem nomor nama diganti dengan kode nomor. Sistem nomor disebut sistem peyimpanan tidak langsung (indirect filing system), karena pada sistem nomor kita tidak dapat langsung mencari penyimpanan tanpa mengetahui nomor, tetapi harus melalui indeks dulu agar nomor dari sesuatu nama yang dicari dapat diketahui. Di bawah ini terdapat contoh daftar indeks.
Tabel 2.1 Contoh Daftar Indeks
Kode Masalah
KP KEPEGAWAIAN
01 Pengadaan
02 Pengangkatan dan Mutasi
03 Kedudukan
04 Kesejahteraan Pegawai
05 Cuti
06 Penilaian 07 Pendidikan 08 Pemberhentian
KU KEUANGAN
01 Gaji
02 Biaya Perjalanan 03 Pendapatan
04 Pajak
05 Tagihan
06 Laporan Keuangan 07 Perbendaharaan Sumber: Sedarmayanti (2008)
Sumber: Nuraida (2008)
Gambar 2.3
Penataan arsip berdasarkan sistem nomor
Kelebihan sistem nomor adalah:
a. Penyimpanan lebih teliti.
b. Kode nomor dapat disamakan untuk semua unti kerja.
c. Perluasan nomor tidak terbatas.
d. Indeks memuat seluruh nama koresponden.
Adapun kerugian dari sistem nomor adalah:
a. Filing tidak langsung, karena untuk dapat menemukan dokumen diperlukan alat bantu berupa indeks nomor.
b. Untuk map campuran diperlukan file tersendiri.
c. Indeks yang disusun alfabetis harus mengikuti ketentuan peraturan mengindeks.
d. Ongkos agak tinggi.
2.7.4 Sistem Geografis
Menurut Amsyah (2005:124), sistem geografis adalah sistem penyimpanan dokumen yang berdasarkan kepada pengelompokan menurut nama tempat. Sistem ini sering disebut juga sistem lokasi atau sistem nama tempat.
Sistem ini dapat dikelola menurut tiga tingkatan yaitu menurut nama negara, nama pembagian wilayah administrasi negara, dan nama pembagian wilayah adaministrasi khusus.
Sistem geografis memiliki kelebihan dan kekurangan yaitu sebagai berikut:
Kelebihan sistem geografis adalah:
a. Mempermudah pencarian kembali suatu arsip jika wilayahnya diketahui.
b. Dapat cepat melihat volume arsip disuatu lokasi atau daerah.
Adapun kekurangan geografis adalah:
a. Kemungkinan terdapat kesalahan bila tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang pembagian wilayah.
b. Kompleksitas guide atau folder jika memiliki banyak relasi.
c. Diperlukan indeks yang tepat dan teliti.
d. Kemiripan nama lokasi kemungkinan misfiling.
Sumber: Nuraida (2008)
Gambar 2.4
Penataan arsip berdasarkan sistem geografis
2.7.5 Sistem Kronologis
Menurut Amsyah (2005:76), sistem kronologis adalah sistem penyimpanan warkat yang didasarkan kepada urutan waktu surat diterima atau waktu dikirim ke luar. Dalam sistem kronologis ini terdapat tiga kata tangkap yaitu subjek utama, subjek kedua, dan subjek ketiga. Subjek utama dari sistem ini adalah tahun, subjek kedua adalah bulan, dan ketiga adalah tanggal.
Sistem kronologis ini terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
Kelebihan sistem kronologis adalah:
a. Memudahkan pencarian jika waktunya telah diketahui.
b. Sangat tepat digunakan pada dokumen yang pencariannya mengacu pada urutan tanggal, bulan, dan tahun.
Adapun kekurangan dari sistem kronologis ini adalah:
a. Dokumen-dokumen sejenis tidak dapat disatukan dan bisa tercampur dengan dokumen-dokumen lain.
b. Pada umumnya pemakaian arsip jarang meminta arsip dengan mengambil waktunya, karena mengingat waktu jauh lebih sulit daripada mengingat nama atau subjek.
Sumber: Nuraida (2008)
Gambar 2.5
Penataan arsip berdasarkan sistem kronologis
2.8 Peralatan dan Perlengkapan Arsip
Untuk dapat menata arsip dengan kecepatan tinggi dan sedikit kesalahan diperlukan peralatan dan perlengkapan yang sesuai. Saat ini tersedia banyak peralatan dan perlengkapan untuk arsip, dapat langsung dibeli atau dipesan sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Menurut Amsyah (2008:178), ada beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memilih peralatan dan perlengkapan arsip, yaitu:
Bentuk alami dari arsip yang akan disimpan, termasuk ukuran, jumlah, berat, komposisi fisik, dan nilainya.
Frekuensi penggunaan arsip.
Lama arsip disimpan di file aktif dan file in-aktif.
Lokasi dari fasilitas penyimpanan (sentralisasi dan desentralisasi).
Besar ruangan yang disediakan untuk penyimpanan dan kemungkinan untuk perluasannya.
Tipe dan letak tempat penyimpanan untuk arsip inaktif.
Bentuk organisasi.
Tingkat perlindungan terhadap arsip yang disimpan.
Menurut Nuraida (2008:96-101), peralatan dan perlengkapan arsip antara lain sebagai berikut:
a. Filing Cabinet
Filing cabinet adalah lemari arsip yang terdiri dari laci-laci besar untuk menyimpan arsip secara vertikal. Filing cabinet yang standar terdiri dari dua-empat laci. Ada dua macam filing cabinet yaitu untuk folder biasa dan untuk folder gantung.
Sumber: Nuraida (2008)
Gambar 2.6 Filing Cabinet
b. Hanging Folder (map gantung),
Hang folder adalah sejenis map yang dilengkapi dengan tembaga pada bagian atasnya guna menggantungkan arsip di dalam laci filing cabinet, dan berfungsi untuk meletakkan tab.
c. Schnelchecter map,
Schnelchecter map adalah map untuk menyimpan berkas yang telah dilubangi dengan menggunakan perforator terlebih dahulu sehingga berkas tersebut tidak dapat lepas dari kaitan.
Sumber: Nuraida (2008)
Gambar 2.7 Tab, Folder, dan Guide d. Folder (sampul arsip),
Folder adalah map tanpa daun penutup pada sisinya dan dilengkapi dengan tab/tonjolan untuk menempatkan kode arsip.
e. Guide (sekat atau petunjuk),
Guide merupakan lembar pemisah yang terbuat dari karton tebal dan merupakan petunjuk serta pemisah antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, sesuai dengan pengelompokkan yang dipilih pada klasifikasi arsip.
f. Tab,
Tab adalah bagian menonjol berukuran kurang lebih 1x3 cm untuk menempatkan kode dan indeks arsip.
g. Ordner,
Ordner adalah semacam map dari karton tebal dan dapat menampung banyak arsip serta di dalamnya terdapat besi untuk mengkait arsip yang telah diperforator/dilubangi pada bagian pinggir arsip tersebut.
Sumber: Nuraida (2008)
Gambar 2.8
Contoh klasifikasi arsip dalam Ordner h. Letter tray (baki surat),
Letter tray adalah semacam baki yang terbuat dari plastic atau metal yang berguna untuk meletakkan/menyimpan surat yang biasanya disimpan di atas meja.
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012) Gambar 2.9 Letter tray (baki surat)
i. Safe keeping document (brankas),
Safe keeping document adalah lemari besi dengan bermacam-macam ukuran dan dilengkapi dengan kunci pengaman. Brankas biasanya digunakan untuk menyimpan arsip penting/rahasia.
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012)
Gambar 2.10
Safe keeping document (brankas) j. Rak buku (lemari terbuka),
Rak buku adalah rak untuk menyimpan buku-buku, seperti di perpustakaan atau untuk menyimpan ordner.
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012)
Gambar 2.11 Rak buku (lemari terbuka) k. Lemari arsip,
Lemari arsip dalah lemari yang terbuat dari kayu yang berfungsi untuk menyimpan berbagai macam bentuk arsip, seperti rol film dan ordner.
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012)
Gambar 2.12 Lemari Arsip l. Visible record cabinet,
Visible record cabinet adalah tempat penyimpanan arsip dengan menggunakan kantong-kantong kartu tersusun yang disimpan dan dijepit di dalam laci atau bak, kemudian disusun dalam satu cabinet.
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012)
Gambar 2.13 Visible record cabinet m. Compact Rolling Shelving (Roll-o-pact/lemari geser),
Compact Rolling Shelving adalah lemari penyimpanan arsip yang disusun sejajar di atas rel dan dapat digerakkan dengan bantuan roda sehingga dapat dirapatkan satu sama lain dengan ringan dan mudah.
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012)
Gambar 2.14
Compact Rolling Shelving (Roll-o-pact/lemari geser) n. Rotary filing system,
Rotary filing system adalah sistem file bertingkat (vertikal) yang dilengkapi dengan sistem kode, angka, abjad, dan warna, berpola tingkat, berbentuk bundar serta dapat berputar untuk mendeteksi lebih awal bila terjadi kekeliruan, memakai sistem pintu bergeser ke dalam sehingga tidak menyita tempat.
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012)
Gambar 2.15 Rotary Filing System o. Mobiplan filing system,
Mobiplan filing system adalah alat untuk menyimpan gambar, kartu, map cetakan, dan lain-lain secara vertikal/digantungkan. Alat ini mudah dipindahkan karena ringan dan dilengkapi dengan roda sehingga mempercepat dan mempermudah pelaksanaan tugas.
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012)
Gambar 2.16 Mobiplan Filing System p. Vertical plan filing system,
Vertical plan filing system adalah lemari yang terbuat dari besi plat untuk menyimpan gambar dengan sistem penyimpanan yang vertikal/digantungkan.
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012)
Gambar 2.17 Vertical Plan Filing System q. Data plan tray filing system (kardek),
Data plan tray filing system adalah semacam baki yang terbuat dari plastk atau metal untuk menyimpan arsip secara horizontal, vertikal, atau kombinasi keduanya. Alat ini mudah disesuaikan dengan ruangan yang tersedia.
r. Retrix,
Retrix adalah alat penyimpan arsip yang dilengkapi dengan sistem pencari letak nomor arsip yang dibutuhkan sehingga jika nomor arsip yang dibutuhkan telah dipasang dan diproses, maka arsip yang dibutuhkan akan muncul di antara permukaan arsip lainnya.
s. Memory writer (mesin tik elektronik),
Memory writer adalah mesin tik yang menyediakan tempat untuk menyimpan data dengan kapasitas terbatas. Untuk menyimpan/menemukan kembali data yang diperlukan, maka kunci tertentu harus ditekan.
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012)
Gambar 2.18
Memory writer (mesin tik elektronik) t. Microfilm,
Microfilm adalah suatu alat untuk memproses fotografi di mana arsip direkam pada film dalam ukuran yang diperkecil untuk memudahkan penyimpanan dan penggunaan.
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012)
Gambar 2.19 Microfilm u. Computer,
Computer adalah rangkaian peralatan elektronik yang dapat melakukan pekerjaan secara sistematis, berdasarkan instruksi/program yang diberikan, serta dapat menyimpan dan menampilkan keterangan bilamana diperlukan.
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012)
Gambar 2.20 Computer
2.9 Prosedur Penyimpanan Arsip
Menurut Amsyah (2005:62), prosedur penyimpanan arsip adalah langkah- langkah pekerjaan yang dilakukan sehubungan dengan akan disimpannya suatu warkat. Ada 2 (dua) macam penyimpanan, yaitu penyimpanan warkat yang belum selesai diproses (file pending) dan penyimpanan warkat yang sudah diproses (file permanent).
a. Penyimpanan Sementara (File Pending)
Penyimpanan sementara adalah file yang digunakan untuk menyimpan sementara sebelum suatu warkat selesai diproses. File ini terdiri dari map-map yang diberi label tanggal yang berlaku untuk tiga bulan. Arsip yang pending sampai waktu tertentu dapat dimasukkan kedalam map yang dikehendaki. Setelah selesai diproses warkat dapat disimpan pada file penyimpanan. File pending biasanya ditempatkan pada salah satu laci dari lemari arsip yang digunakan. File ini terdiri dari map-map yang diberi label tanggal yang berlaku untuk tiga bulan.
Setiap bulan terdiri dari 31 map tanggal, yang meliputi 31 map bulan sedang berlangsung, 31 map bulan berikutnya, dan 31 map bulan berikutnya lagi.
Pergantian bulan ditunjukkan dengan pergantian guide bulan yang berjumlah 12.
b. Penyimpanan Tetap (permanent file)
Penyimpanan arsip yang dilakukan oleh setiap organisasi/perusahaan akan berbeda-beda disesuaikan dengan sistem yang berlaku pada organisasi tersebut.
Penyimpanan tetap merupakan kelanjutan dari penyimpanan sementara arsip,
dimana warkat yang telah selesai diproses disimpan dalam penyimpanan tetap tersebut.
Mulai
Pemeriksaan (Inspecting)
Memberi Tanda (Coding)
Menyimpan (Placing) Penentuan Kata Tangkap (Indexing)
Menyortir (Sorting)
Selesai
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012)
Gambar 2.21
Prosedur Penyimpanan Arsip
Terdapat lima langkah dalam prosedur penyimpanan tetap, yaitu:
Pemeriksaan (Inspecting)
Langkah ini adalah langkah persiapan menyimpan warkat dengan cara memeriksa setiap lembar warkat untuk memperoleh kepastian bahwa warkat-warkat bersangkutan memang sudah siap untuk disimpan.
Apabila terdapat warkat yang belum ditandai dengan tanda tertentu yang menyatakan bahwa warkat siap untuk diarsipkan maka perlu diminta kejelasannya terlebih dahulu.
Penentuan Kata Tangkap (Indexing)
Kegiatan menentukan kata tangkap atau biasa disebut mengindeks adalah pekerjaan menentukan pada nama apa atau subjek apa, atau kata tangkap lainnya warkat akan disimpan. Penentuan kata tangkap ini tergantung kepada sistem penyimpanan yang digunakan. Apabila organisasi/perusahaan menggunakan sistem nomor maka kata tangkapnya adalah nomor yang dianggap penting, sedangkan pada sistem abjad kata tangkapnya adalah nama pengirim, baik nama badan atau nama individu yang tertera dalam warkat tersebut.
Memberi Tanda (Coding)
Pemberian kode dilakukan secara sederhana yaitu dengan memberi tanda atau kode tertentu seperti garis atau lingkaran pada kata tangkap yang akan digunakan. Hal ini akan mempermudah dalam langkah penyortiran dan penyimpanan.
Menyortir (Sorting)
Menyortir adalah mengelompokan warkat-warkat untuk persiapan penyimpanan. Langkah ini digunakan khusus untuk volume warkat yang banyak, sehingga memudahkan dalam penyimpanan tetapi perlu dikelompokan terlebih dahulu sesuai dengan pengelompokan sistem penyimpanan yang dipergunakan.
Menyimpan (Placing)
Penyimpanan sebagai langkah terakhir adalah menempatkan dokumen sesuai dengan kode atau kata tangkap yang telah ditentukan dan peralatan yang dipergunakan. Sistem penyimpanan akan menjadi efektif dan efisien apabila didukung oleh peralatan dan perlengkapan yang memadai dan sesuai. Hal ini dimaksudkan agar dokumen dapat tetap terpelihara, terawat, aman, mudah, dan cepat ditemukan kembali apabila diperlukan.
2.10 Penemuan Kembali Arsip
Penemuan kembali arsip merupakan salah satu kegiatan dari kearsipan.
Terdapat beberapa langkah dalam prosedur penemuan kembali arsip, dapat dilihat pada gambar.
Mulai
Permintaan Arsip
Penentuan Kode Arsip
Pencarian Arsip Penentuan Kata
Tangkap
Selesai
Sumber: Hasil Olahan Penulis (2012)
Gambar 2.22
Prosedur Penemuan Kembali Arsip
Permintaan arsip
Pada langkah awal ini terdapat permintaan dari pihak yang membutuhkan arsip baik itu dari dalam perusahaan (bagian lain) atau luar perusahaan.
Pihak yang membutuhkan arsip tersebut harus mengisi buku/formulir peminjaman arsip.
Penentuan kata tangkap
Setelah pihak yang membutuhkan arsip mengisi formulir peminjaman, maka petugas menentukan kata tangkap dari arsip yang dibutuhkan tersebut. Kata tangkap dapat berupa nama orang, nama badan/organisasi/perusahaan, pokok masalah, dan nama tempat/waktu tergantung pada sistem penyimpanan yang dipergunakan.
Penentuan kode arsip
Langkah selanjutnya adalah menentukan kode arsip. Kode tersebut dapat berupa huruf, angka, atau kombinasi huruf dan angka.
Pencarain arsip di tempat penyimpanan
Langkah terakhir yaitu pencaraian arsip di tempat penyimpanan sesuai dengan kata tangkap dari arsip yang dibutuhkan.
2.11 Peminjaman Arsip
Menurut Amsyah (2005:202), peminjaman arsip adalah keluarnya arsip dari tempat penyimpanan karena dipinjam baik oleh atasan sendiri, teman seunit kerja, ataupun oleh kolega sekerja dari unit kerja lain dalam organisasi. Keluarnya dokumen atau arsip dari tempat penyimpanan arsip memerlukan suatu pengendalian dengan baik, sehingga apabila arsip sedang dipergunakan oleh pihak lain, petugas arsip dapat mengetahuinya. Oleh karena itu diperlukan prosedur peminjaman arsip, agar arsip dapat dikendalikan dengan baik. Ada berbagai cara permintaan peminjaman arsip antara lain melalui telepon, menitipkan pesan, atau datang sendiri.
Terdapat beberapa hal yang perlu diatur dalam peminjaman arsip antara lain (Sedarmayanti, 2008:102):
Siapa yang berwenang memberi izin meminjam arsip
Siapa yang diperbolehkan meminjam arsip
Menetapkan jangka waktu meminjam arsip
Menentukan tata cara meminjam arsip
Apabila arsip tidak ada ditempat penyimpanan, maka harus ada tanda yang mengidentifikasikan bahwa arsip tertentu sedang dipinjam dan harus diketahui data peminjaman arsip, sehingga memudahkan untuk menyimpan kembali arsip pada tempatnya.
Pencatatan keluarnya arsip dari tempat penyimpanan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara yang dapat digunakan dengan penggunaan buku peminjaman, atau dengan formulir peminjaman.
Menurut Sugiarto (2005), dalam penggunaan buku peminjaman, diperlukan format peminjaman buku yang mencakup data-data tentang peminjaman arsip.
Data yang diperlukan berupa: tanggal peminjaman, identitas peminjam, data arsip yang dipinjam, lama peminjaman, tanda tangan peminjam, tanggal kembali, tanda tangan peminjam arsip.
Tabel 2.2
Format Dalam Buku Peminjaman
No. Tgl
Pinjam
Data Arsip
yang Dipinjam Lama Pinjam
Tanda Tangan Peminjam
Tanggal Kembali
Tanda Tangan Penerima Indeks Subjek
Sumber: Sugiarto (2005)
Pencatatan dengan menggunakan buku peminjaman akan efektif apabila frekuensi apabila frekuensi peminjaman tidak terlalu tinggi, dan jumlah peminjaman tidak terlalu banyak. Tetapi apabila frekuensi peminjaman tinggi dan jumlah peminjam sangat banyak, peran buku peminjaman kurang dapat membantu dalam hal pelacakan suatu arsip yang dipinjam dan pengendalian peminjam.
Karena urutan buku peminjaman didasarkan pada urutan tanggal pinjam atau secara kronologis.
Apabila arsip sudah dikembalikan maka data yang ada di buku peminjaman harus dihapus atau diberi tanda dokumen telah dikembalikan pada tanggal sekian.
Apabila sampai pada waktu peminjaman, arsip tidak dikembalikan maka petugas harus mengingatkan peminjam untuk mengembalikan dokumen tersebut. Tetapi jika peminjam masih membutuhkan arsip tersebut maka dapat memperpanjang
masa pinjaman dengan mengkomunikasikannya dengan petugas arsip untuk dicatat kembali di buku peminjaman.
Apabila frekuensi peminjaman tinggi dan jumlah peminjam banyak, pencatatan melalui formulir peminjaman lebih efektif karena dengan formulir peminjaman petugas arsip memiliki informasi dengan baik dimeja petugas maupun dalam tempat penyimpanan.
Menurut Sedarmayanti (2008:102), dalam tata cara meminjam arsip, semua arsip yang dipinjam harus dicatat pada lembar peminjaman arsip rangkap tiga dengan fungsi masing-masing rangkap sebagai berikut:
a. Lembar peminjaman arsip I (berwarna putih) disimpan oleh penyimpan arsip berdasarkan tanggal pengembalian arsip, berfungsi sebagai bukti peminjaman,
b. Lembar peminjaman arsip II (berwarna hijau) disimpan oleh penyimpan arsip, dan diletakkan ditempat arsip yang dipinjam, berfungsi sebagai pengganti arsip yang dipinjam,
c. Lembar peminjaman arsip III (berwarna biru) diserahkan kepada peminjam, sebagai catatan untuk mengingatkan peminjam.
Contoh lembar peminjaman arsip dapat dilihat pada gambar.
Sumber: Sedarmayanti (2005)
Gambar 2.23 Lembar Peminjaman Arsip
Arsip yang dipinjam hendaknya dikembalikan agar menjaga keamanan informasi dan mencegah penyalahgunaan dari arsip tersebut. Dalam hal ini peran petugas arsip sangat penting untuk terus mengingatkan peminjam arsip untuk mengembalikan arsip yang dipinjam. Selain itu lembar peminjaman arsip juga mempunyai peran sebagai bukti fisik peminjaman arsip.
Jika peminjam hendak mengembalikan arsip ke petugas arsip, ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh petugas dalam menangani lembar peminjaman arsip, yaitu:
a. Lembar peminjaman I (yang disimpan oleh petugas arsip) diberikan ke peminjam arsip sebagai bukti bahwa arsip telah dikembalikan.
b. Lembar peminjaman III (yang disimpan oleh peminjam arsip) disimpan oleh petugas arsip sebagai bahan evaluasi nilai guna arsip.
c. Lembar peminjaman II (sebagai pengganti arsip yang dipinjam) ditukar dengan arsip yang telah dikembalikan, untuk selanjutnya bisa dimusnahkan.