• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGGUNAAN ALAT PERAGA PACAPI (PAPAN PECAHAN PIZZA) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA UNTUK SEKOLAH DASAR PADA MATERI PECAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGGUNAAN ALAT PERAGA PACAPI (PAPAN PECAHAN PIZZA) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA UNTUK SEKOLAH DASAR PADA MATERI PECAHAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MAJU, p-ISSN: 2355-3782

Volume 8 No. 2, September 2021 e-ISSN: 2579-4647

Page : 301-309

301

ANALISIS PENGGUNAAN ALAT PERAGA PACAPI (PAPAN PECAHAN PIZZA) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA UNTUK

SEKOLAH DASAR PADA MATERI PECAHAN

Nur Ainun Siti Fadilah, Rina Marlina

Mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang, Jl. HS. Ronggo Waluyo, Puseurjaya, Kec. Telukjambe Timur, Kab.

Karawang, Jawa Barat 41361, E-mail: 1810631050126@student.unsika.ac.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar terhadap hasil belajar pada materi Pecahan dengan membandingkan hasil dari pretest dan posttest dengan jenis penelitian Pre-Eksperimental. Penelitian deskriptif kualitatif ini menggunakan subjek sebanyak lima orang siswa SD kelas III di kabupaten Karawang yang telah dipilih secara purposive sampling.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika berbeda secara signifikan yang dapat dilihat dari hasil pretest dan posttest dari masing-masing siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika berdampak baik pada hasil belajar siswa.

Kata-kata kunci: Alat Peraga Matematika, Hasil Belajar, Pecahan PENDAHULUAN

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari SD untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif serta kemampuan bekerja sama (Fais et al., 2019). Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Konsep-konsep dasar Matematika hendaknya dipahami siswa dengan baik. Seperti halnya pada aspek bilangan,

hendaknya konsep pecahan dipahami dengan baik sebelum siswa dilibatkan dengan operasi aritmatika (Sukayati & Suharjan, 2009).

Permasalahan yang terjadi saat ini adalah guru lebih dominan menggunakan metode ceramah sehingga membuat siswa merasakan bosan dalam belajar. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Seika Ayuni, Kusmariyatni, & Japa, 2017;

Sulfemi & Desmiati, 2018 [dalam Zumrotun &

Attalina, 2020]) yang menyatakan bahwa penggunaan metode belajar yang kurang sesuai seperti lebih dominan aktifitas guru dalam belajar dibandingkan dengan aktifitas siswa maka akan membuat siswa tidak aktif dalam proses pembelajaran. Padahal kurikulum 2013 menuntun pembelajaran berpusat pada siswa sehingga dapat membangkitkan ketertarikan

(2)

302 siswa pada materi pembelajaran. Seharusnya

guru dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa sehingga siswa dapat lebih cepat memahami materi pembelajaran (DR. I Wayan Dasna, M.Pd., n.d.)

Realita yang ada, sering kita jumpai anak salah dalam membaca dan menulis pecahan. Jika membaca dan menulis saja salah, tentunya pemahaman tentang konsep pecahan menjadi lebih parah. Keadaan tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor, yang salah satunya adalah media pembelajaran atau tidak tersedianya alat peraga (Sugiarto et al., 2018 dan (Dr. Nurdyansyah, S.Pd., 2019). Selama ini masih banyak dijumpai pembelajaran Matematika yang sifatnya verbal dan prosedural. Dalam pembelajaran Matematika siswa nampak pasif dan menerima pengetahuan sesuai dengan yang diberikan guru. Hal ini berdampak pada lemahnya siswa dalam memahami konsep-konsep dasar Matematika (Kasri, 2018).

Kata puzzle berasal dari bahasa Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan dengan cara bongkar dan pasang.

Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa media puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan matematika anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya. Manfaat media puzzle dalam pembelajaran meningkatkan keterampilan kognitif keterampilan kognitif berhubungan dengan kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah (M.Pd & M.Pd, 2019, dan DR. I Wayan Dasna, M.Pd., n.d.) . Melalui

puzzle, anak-anak akan mencoba memecahkan masalah yaitu menyusun gambar menjadi utuh, mengembangkan kemampuan kognitifnya dengan cara mencoba menyesuaikan bentuk, menyesuaikan warna, atau logika, meningkatkan keterampilan motorik halus, melatih kemampuan nalar dan daya ingat dan konsentrasi, melatih kesabaran, pengetahuan melalui puzzle, dan meningkatkan keterampilan sosial (Shoimin, 2014:78 [dalam Kasri, 2018]).

Gambar 1. Alat peraga Pacapi

Media pembelajaran berupa alat peraga Pacapi ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan alat peraga, diharapkan siswa mampu memahami konsep pecahan dengan mudah dan siswa mendapatkan pengalaman berkesan sehingga konsep pecahan dapat dipahami dan diingat dalam jangka panjang. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan media pembelajaran berupa alat peraga Pacapi dari hasil Pretest dan Posttes.

Hasil belajar merupakan hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar karena kegiatan belajar merupakan proses sedangkan

(3)

303 hasil belajar adalah sebagian hasil yang dicapai

seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengandakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan.

Menurut Sardiman (2004: 21) belajar akan membawa suatu perubahan pada individu- individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri.

Sudjana (2000: 5) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.

Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu belajar. Whittaker dalam Djamarah (2002: 12) merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

Setiap individu pasti mengalamai proses belajar. Belajar dapat dilakukan oleh siapapun, baik anak-anak, remaja, orang dewasa, maupun orang tua, dan akan berlangsung seumur hidup. Dalam pendidikan disekolah belajar merupakan kegiatan yang pokok yang harus dilaksanakan. Tujuan pendidikan akan tercapai apabila proses belajar dalam suatu sekolah dapat berlangsung dengan baik, yaitu proses belajar yang melibatkan siswa secara aktif dalam prosses pembelajaran.

Djamarah (2002: 15-16) menjelaskan bahwa ciri-ciri belajar sebagai berikut.

1. Perubahan yang terjadi secara sadar.

2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional.

3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.

4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.

5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.

6. Perubahan mencangkup seluruh aspek tingkah laku.

Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku pada diri seseorang dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Di dalam belajar terdapat prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan

Salah satu indikator tercapai atau tidaknya suatu proses pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar merupakan cerminan tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan dari proses belajar yang telah dilaksanakan yang pada puncaknya diakhiri dengan suatu evaluasi.

Hasil belajar diartikan sebagai hasil ahir pengambilan keputusan tentang tinggi rendahnya nilai siswa selama mengikuti proses belajar mengajar, pembelajaran dikatakan berhasil jika tingkat pengetahuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya (Djamarah, 2000: 25).

Hasil belajar dapat dikatakan tuntas apabila telah memenuhi kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan oleh masing-masing guru mata pelajaran. Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacam-macam aturan terdapat apa yang telah dicapai oleh murid, misalnya

(4)

304 ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah,

tes lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, tes ahir catur wulan dan sebagainya.

Hasil belajar adalah suatu pencapaian yang diperoleh oleh siswa dalam proses pembelajaran yang dituangkan dengan angka maupun dalam pengaplikasian pada kehidupan sehari-hari atas ilmu yang didapat. Hasil belajar yang tinggi atau rendah menunjukkan keberhasilan guru dalam menyampaikan materi pelajaran dalam proses pembelajaran.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil pembelajaran. Ada faktor yang dapat diubah (seperti cara mengajar, mutu rancangan, model evaluasi, dan lain-lain), adapula faktor yang harus diterima apa adanya (seperti: latar belakang siswa, gaji, lingkungan sekolah, dan lain-lain) Suhardjono dalam Arikunto (2006: 55).

Suparno dalam Sardiman (2004: 38) mengatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.

Djaali (2008: 99) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar antara lain sebagai berikut.

1. Faktor Internal (yang berasal dari dalam diri)

a. Kesehatan b. Intelegensi

c. Minat dan motivasi d. Cara belajar

2. Faktor Eksternal (yang berasal dari luar diri)

a. Keluarga b. Sekolah c. Masyarakat d. Lingkungan

Untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran, dibagi atas beberapa tingkatan taraf sebagai berikut.

1. Istimewa/maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh siswa.

2. Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar bahan pelajaran dapat dikuasai 76%-99%.

3. Baik/minimal, apabila bahan pelajaran hanya dikuasai 60%-75%.

4. Kurang, apabila bahan pelajaran yang dikuasai kurang dari 60%. (Djamarah, 2006:

107).

Sehubungan dengan hal di atas, adapun hasil pengajaran dikatakan betul-betul baik apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa.

2. Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik.

Pengetahuan hasil proses belajar mengajar itu bagi siswa seolah-olah telah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan dapat mempengaruhi pandangan dan caranya mendekati suatu permasalahan. Sebab pengetahuan itu dihayati dan penuh makna bagi dirinya (Sardiman, 2008: 49). Hasil belajar pada satu sisi adalah berkat tindakan guru, suatu pencapaian tujuan pembelajaran. Pada sisi lain, merupakan peningkatan mental siswa. Hasil belajar dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut sangat berguna bagi guru dan juga siswa.

Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat

(5)

305 diukur, seperti tertuang dalam angka rapot,

sedangkan dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 4).

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian Pre-Eksperimental yang dilaksanakan tanpa adanya kelompok perbandingan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penelitian ini dilakukan tatap muka secara langsung di rumah penelit. Penelitian dilakukan pada Semester II Tahun Pelajaran 2020/2021 selama satu hari. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas III SD yang dipilih secara purposive sampling sebanyak lima orang siswa.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tujuannya yaitu untuk menganalisis penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika terhadap hasil belajar siswa yang dilihat dari hasil pretest dan posttest. Metode pengumpulan data meliputi data aktivitas siswa yang diperoleh dari observasi serta hasil pengerjaan soal pretest dan posttest. Peralatan yang digunakan untuk observasi yaitu alat peraga Pacapi (Papan Pecahan Pizza), papan tulis, serta alat tulis.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis jawaban siswa dari hasil pretest dan posttest, serta saat kegiatan pembelajaran berlangsung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilaksanakannya implementasi, peneliti mengamati proses saat pembelajaran berlangsung dan hasil dari pengerjaan pretest dan posttest yang sudah dikerjakan. Dari hasil

pretest (Soal 1) dan posttest (Soal 2) yang telah siswa kejakan, terlihat bahwa para siswa menjawab dengan benar semua soal pada posttest (Soal 2), yaitu setelah dilakukannya pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Pacapi. Ketika proses pelaksanaannya pun, siswa terlihat antusias saat menggunakan alat peraga dan mereka memahami konsep pecahan saat menggunakan alat peraga.

Tabel 1. Hasil Pretest dan Posttest.

No Nama Siswa

Jumlah Jawaban Benar Pretest (4

buah soal)

Posttest (5 buah soal)

1 Dziha Wulan P 2 5

2 Fitria Deestianti 0 4

3 Rahma Daniah 2 5

4 Aiera Nadia 3 5

5 Uliyani Pardah 1 5

Gambar 2. Hasil Pretest (Soal 1).

Hasil Pretest siswa pada Gambar 2 sesuai urutan data siswa pada tabel di atas yaitu Tabel 1.

Berdasarkan gambar 2 di atas, terlihat bahwa siswa belum memahami konsep pada materi pecahan. Siswa 1 menjawab 2 soal secara benar dari 4 soal yang diberikan. Saat implementasi berlangsung, peneliti memberi catatan aktivitas pada siswa 1 yaitu pada saat

(6)

306 mengerjakan ia melihat jawaban dari teman di

sebelahnya. Ini berarti siswa 1 belum memahami betul konsepan pada materi pecahan.

Siswa 2 menjawab 0 soal secara benar dari 4 soal yang diberikan. Saat implementasi berlangsung, peneliti memberi catatan aktivitas pada siswa 2 yaitu pada saat mengerjakan ia melihat jawaban dari teman di sebelahnya. Ini berarti siswa 2 juga belum memahami betul konsepan pada materi pecahan.

Siswa 3 menjawab 2 soal secara benar dari 4 soal yang diberikan. Saat implementasi berlangsung, peneliti memberi catatan aktivitas pada siswa 3 yaitu sama dengan siswa 1 dan siswa 2, pada saat mengerjakan ia melihat jawaban dari teman di sebelahnya. Ini berarti siswa 3 juga belum memahami betul konsepan pada materi pecahan.

Siswa 4 menjawab 3 soal secara benar dari 4 soal yang diberikan. Saat implementasi berlangsung, peneliti memberi catatan aktivitas pada siswa 4, berbeda dengan temannya yaitu siswa 1, 2, dan 3, siswa 4 memiliki kepercayaan diri dalam menjawab soal yang diberikan dan jawabannya pun nyaris benar semua hanya keliru pada 1 soal saja. Ini berarti siswa 4 sudah memiliki pemahaman konsepan pada materi pecahan.

Siswa 5 menjawab 1 soal secara benar dari 4 soal yang diberikan. Saat implementasi berlangsung, peneliti memberi catatan aktivitas pada siswa 5 yaitu pada saat mengerjakan ia melihat jawaban dari teman di sebelahnya. Ini berarti siswa 5 juga belum memahami betul konsepan pada materi pecahan.

Berikut adalah hasil pengerjaan soal posttest (Soal 2) yang diberikan setelah pembelajaran menggunakan alat peraga Pacapi.

Gambar 3. Hasil Posttest (Soal 2).

Hasil Posttest siswa pada Gambar 3 sesuai urutan data siswa pada tabel di atas yaitu Tabel 1.

Berdasarkan gambar 3 di atas, terlihat bahwa siswa sudah mulai memahami konsep pada materi pecahan berdasarkan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Pacapi. Siswa 1 menjawab 5 soal secara benar dari 5 soal yang diberikan. Saat implementasi berlangsung, peneliti memberi catatan aktivitas pada siswa 1 yaitu pada saat mengerjakan ia memiliki kepercayaan diri dan tidak melihat jawaban teman di sebelahnya. Juga saat pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Pacapi, siswa 1 sangat aktif dan antusias ketika menggunakan alat peraga yang diberikan. Berasarkan tingkatan taraf keberhasilah proses pembelajaran yang dikemukakan oleh Djamarah, siswa 1 menduduki tingkat istimewa/maksimal karena seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh siswa 1.

Siswa 2 menjawab 4 soal secara benar dari 5 soal yang diberikan. Saat implementasi berlangsung, peneliti memberi catatan aktivitas

(7)

307 pada siswa 2 yaitu pada saat mengerjakan ia

memiliki kepercayaan diri dan tidak melihat jawaban teman di sebelahnya. Saat pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Pacapi, siswa 2 antusias ketika menggunakan alat peraga yang diberikan. Berasarkan tingkatan taraf keberhasilah proses pembelajaran yang dikemukakan oleh Djamarah, siswa 2 menduduki tingkat baik sekali/optimal karena sebagian besar bahan pelajaran dapat dikuasai 76%-99% oleh siswa 2.

Siswa 3 menjawab 5 soal secara benar dari 5 soal yang diberikan. Saat implementasi berlangsung, peneliti memberi catatan aktivitas pada siswa 3 yaitu ia memiliki kepercayaan diri dan tidak melihat jawaban teman di sebelahnya.

Saat pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Pacapi pun, siswa 3 aktif dan antusias ketika menggunakan alat peraga yang diberikan. Berasarkan tingkatan taraf keberhasilah proses pembelajaran yang dikemukakan oleh Djamarah, siswa 3 menduduki tingkat istimewa/maksimal karena seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh siswa 3.

Siswa 4 menjawab 5 soal secara benar dari 5 soal yang diberikan. Saat implementasi berlangsung, peneliti memberi catatan aktivitas pada siswa 4 yaitu kepercayaan diri secara penuh kala mengerjakan soal karena ia sudah menguasai konsepan pecahan. Saat pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Pacapi, siswa 4 sangat antusias ketika menggunakan alat peraga yang diberikan.

Berasarkan tingkatan taraf keberhasilah proses pembelajaran yang dikemukakan oleh Djamarah, siswa 4 menduduki tingkat

istimewa/maksimal karena seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh siswa 4.

Siswa 5 menjawab 5 soal secara benar dari 5 soal yang diberikan. Saat implementasi berlangsung, peneliti memberi catatan aktivitas pada siswa 5, berbeda dengan temannya yang lain yaitu siswa 1, 2, 3, dan 4, kurangnya kepercayaan diri dalam mengerjakan soal.

Dapat dilihat ketika ia selesai memberikan jawaban, ia melihat jawaban teman di sebelahnya hanya untuk memastikan jawaban yang ia berikan sudah benar. Saat pembelajaran dengan menggunakan alat peraga Pacapi, siswa 5 kurang aktif namun antusias, dilihat dari kepahaman konsepan saat pembelajaran berlangsung dengan menggunkan alat peraga namun ia kurang aktif (malu) saat mencoba menggunakan alat peraga. Berasarkan tingkatan taraf keberhasilah proses pembelajaran yang dikemukakan oleh Djamarah, siswa 5 menduduki tingkat istimewa/maksimal karena seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh siswa 5.

KESIMPULAN

Berdasarkan observasi yang telah dilaksanakan, peneliti menyimpulkan bahwa hasil analisis mengenai penggunaan alat peraga terhadap pembelajaran matematika berdampak baik. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya hasil jawaban benar siswa antara soal pretest (Sola 1) dan soal postest (Soal 2). Jika ditinjau berdasarkan tingkatan taraf keberhasilan proses pembelajar yang dikemukakan oleh Djamarah, rata-rata siswa menduduki tingkat pertama yaitu istimewa/maksimal yang artinya hampir semua siswa yang bertindak sebagai subjek menguasai seluruh bahan pelajaran. Karena dengan alat

(8)

308 peraga, pembelajaran yang dilaksanakan akan

membuat siswa bersemangat. Mereka dapat menemukan hal baru dan memberikan pengalaman berkesan sehingga memudahkan mereka untuk memahami dan mengingat konsep yang telah diberikan dengan menggunakan alat peraga. Hal tersebut terlihat dari antusiasme siswa kala mencoba menggunakan alat peraga Pacapi secara individu saat pembelajaran berlangsung yaitu kala peneliti melaksanakan observasi.

Jadi, kesimpulan dari peneliti yaitu guru harus memberikan pembelajaran yang berkesan kepada siswa agar siswa dapat memahami konsep matematika secara benar dan mudah juga membuat siswa tidak merasa bosan dalam belajar, salah satunya dengan menggunakan alat peraga matematika, contohnya Pacapi (Papan Pecahan Pizza).

SARAN

Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan agar lebih banyak mengambil subyek sehingga data yang diperoleh lebih akurat, dan juga alat peraga yang dibuat harus diperbaiki dan dibuat lebih menarik lagi.

Sebagai tenaga kependidikan, guru harus kreatif dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Baik itu secara diskoveri, invansi, maupun inovasi. Guru juga harus memperbaiki cara mengajar sesuai dengan kurikulum terbaru yang salah satunya mengharuskan pembelajaran berpusat pada siswa. Lebih bagus lagi apabila guru memanfaatkan teknologi yang saat ini semakin berkembang untuk diaplikasikan kepasa siswa saat proses pembelajaran matematika.

Setidaknya, guru tidak boleh gagap teknologi, karena akan berdampak pada siswa pula.

DAFTAR PUSTAKA

DR. I Wayan Dasna, M.Pd., M. E. (n.d.).

Hakikat Pembelajaran Inovatif dan Interaktif.

Dr. Nurdyansyah, S.Pd., M. P. (2019). Media Pembelajaran Inovatif (M. P. Pandi Rais, S.Pd. (ed.)). UMSIDA Press.

Fais, M. Z., Listyarini, I., & Tsalatsa, A. N.

(2019). Pengembangan Media Papin dan Koja ( Papan Pintar dan Kotak Ajaib ) Sebagai Media Pembelajaran Matematika.

Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan, 3(1), 26–30.

Kasri. (2018). Peningkatan Prestasi Belajar Matematika melalui Media Puzzle Siswa Kelas I SD. Jurnal Pendidikan: Riset Dan Konseptual, 2(3), 320–325.

M.Pd, N., & M.Pd, M. S. L. (2019). Media Pembelajaran Matematika (Issue May).

Sugiarto, S., Nugraha, A., & Aprinastuti, C.

(2018). Pengembangan Media Pembelajaran Matematika untuk Siswa Kelas II SD Materi Penjumlahan dan Pengurangan Berbasis Metode Montessiori. Prosiding Seminar Nasional FKIP 2018, 229–234.

Sukayati, & Suharjan, A. (2009).

PEMANFAATAN ALAT PERAGA

MATEMATIKA DALAM

(9)

309 PEMBELAJARAN DI SD.

Zumrotun, E., & Attalina, S. N. C. (2020).

Media Pembelajaran Tutup Botol Pintar Matematika Meningkatkan Hasil Belajar Matematik. Mimbar PGSD Undiksha, 8(3), 499–507.

Dahlan, H. (2012). Pengertian, Faktor, dan Indikator Hasil Belajar Siswa. retrieved from

http://hendriansdiamond.blogspot.com/201 2/01/pengertian-faktor-dan-indikator- hasil.html?m=1.

Gambar

Gambar 1. Alat peraga Pacapi
Tabel 1. Hasil Pretest dan Posttest.
Gambar 3. Hasil Posttest (Soal 2).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menyimpulkan bahwa media alat peraga dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada materi pecahan. Kata kunci :

Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaborasi antara peneliti, guru kelas dan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa pada materi

Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa melalui penggunaan alat peraga gambar dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika pada siswa kelas II

berikutnya menentukan pembilang yang lebih besar adalah pecahan yang memiliki nilai lebih besar. Hal ini dapat dibenarkan bila guru telah memberikan konsep atau nalarnya, sehingga

Hasil belajar matematika di tingkat sekolah dasar dan menengah umumnya dinyatakan dengan nilai (angka), sehingga siswa yang belajar matematika akan mempunyai kemampuan

Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain: (1) sebagian siswa beranggapan matematika merupakan pela- jaran yang tidak menarik, sulit dan membo- sankan

Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika jaring-jaring bangun ruang dengan menggunakan media

Berdasarkan uraian di atas, maka untuk meningkatkan hasil belajar Matematika tentang pecahan sederhana bagi siswa kelas III, peneliti melakukan penelitian tindakan