• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN SISWA KELAS III SD NEGERI BENDUNGAN III DENGAN ALAT PERAGA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN SISWA KELAS III SD NEGERI BENDUNGAN III DENGAN ALAT PERAGA."

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGK PADA SD NEGERI

Di

Guna

PROGRAM S JURU

UN

GKATKAN HASIL BELAJAR MATEMAT A MATERI PECAHAN SISWA KELAS II RI BENDUNGAN III DENGAN ALAT PE

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Irvan Setiawan NIM 09108244056

STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH RUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN NIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

JANUARI 2016

ATIKA III PERAGA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka

(6)

PERSEMBAHAN

Ucapan terimakasih kupersembahkan kepada:

1. Ayah dan Alm. Ibu yang selalu memberikan motivasi dan doa.

2. Almamater yang telah memberikan pengalaman berharga untuk masa depan.

(7)

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN SISWA KELAS III SD NEGERI BENDUNGAN III DENGAN ALAT PERAGA

Oleh Irvan Setiawan NIM 09108244056

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Matematika pada materi pecahan siswa kelas III SD Negeri Bendungan III, dengan menggunakan alat peraga.

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dengan subjek penelitian siswa kelas III SD Negeri Bendungan III semester genap tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 15 siswa. Adapun objeknya adalah hasil belajar Matematika siswa. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus dan setiap siklus memiliki komponen tindakan yaitu, perencanaan, tindakan dan observasi, serta refleksi sesuai dengan model Kemmis dan Mc Taggart. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan tes dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga dapat meningkatkan efisiensi waktu dan keefektifan tujuan, sehingga hasil belajar Matematika siswa kelas III SD Negeri Bendungan III meningkat. Meningkatnya hasil belajar siswa dapat dilihat dari ketuntasan belajar sebelum tindakan sebesar 26,7%, ketuntasan belajar siklus I sebesar 61,5% dan ketuntasan belajar siklus II sebesar 92,3%. Pada aspek afektif dan psikomotor ditunjukkan dengan perubahan kegiatan guru dan siswa ke arah yang lebih baik. Guru melakukan pembelajaran sesuai dengan RPP dan hasil refleksi siklus I. S iswa mengikuti pembelajaran dengan penuh perhatian, menggunakan alat peraga dengan baik, aktif, bekerjasama dengan baik serta lebih tekun.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur hanya untuk-Mu ya Rabb penguasa raga dan jiwa ini dan yang telah memberikan keteguhan hati serta semangat sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN SISWA KELAS III SD NEGERI BENDUNGAN III DENGAN ALAT PERAGA”. Penulisan ini ditujukan untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar sarjana Pendidikan jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan meski dengan kekurangan dan keterbatasan pengalaman.

Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan perhatian, bantuan, bimbingan, motivasi, arahan, serta nasihat kepada penulis. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan FIP Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakasanakan penelitian ini.

2. Ketua Jurusan PSD FIP yang membantu memperlancar proses penelitian. 3. Bapak T. Wakiman, M. Pd. dan Ibu Rahayu Condro Murti, M. Si. selaku

dosen pembimbing yang telah berkenan memberikan petunjuk, bimbingan, dorongan, dan nasihat dengan penuh keikhlasan dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Kepala dan guru SD Negeri Bendungan III yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.

(9)

6. Teman-teman program studi PGSD angkatan 2009 atas kebersamaannya dalam menyelesaikan studi di UNY.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.

Semoga amal baik yang telah mereka berikan senantiasa mendapat rahmat dari Allah SWT. Amiin. Semoga skripsi ini dapat lebih bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya. Amiin.

Yogyakarta, Desember 2015

(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN. ... vi

ABSTRAK ... ... vii

KATA PENGANTAR ... ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 4

C. Batasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Matematika Sekolah Dasar ... 6

1. Pengertian Matematika Sekolah Dasar ... 6

2. Pecahan ... 8

B. Hasil Belajar ... 18

1. Definisi Hasil Belajar... 18

2. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 19

3. Klasifikasi Hasil Belajar ... 20

C. Alat Peraga Matematika... 21

(11)

2. Pengertian Alat Peraga Matematika... 22

3. Fungsi Alat Peraga Matematika ... 22

4. Wujud Alat Peraga Matematika ... 23

5. Persyaratan Alat Peraga Matematika ... 24

6. Pemilihan Alat Peraga Matematika... 25

7. Kriteria Penggunaan Alat Peraga Matematika... 26

8. Kegagalan Penggunaan Alat Peraga Matematika ... 27

9. Alat Peraga Kertas Berbentuk Bangun Datar... 28

10. Model Pembelajaran dengan Alat Peraga (Cooperative Learning) ... 29

D. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 31

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 32

F. Penelitian Yang Relevan... 33

G. Kerangka Pikir ... 34

H. Hipotesis Tindakan ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 36

B. Setting Penelitian ... 37

C. Desain Penelitian ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data... 41

E. Instrumen Penelitian ... 42

F. Analisis Data ... 45

G. Kriteria Keberhasilan Tindakan ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi .. ... 47

B. Hasil Penelitian .. ... 49

1. Deskripsi Penelitian Siklus I... ... 49

a. Perencanaan .. ... 49

b. Pelaksanaan Tindakan.. ... 51

2. Deskripsi Penelitian Siklus II... 60

(12)

b. Perencanaan Khusus .. ... 62

c. Pelaksanaan Tindakan.. ... 64

C. Pembahasan... 72

D. Keterbatasan Penelitian... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .. ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(13)

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Komparasi Kelompok Belajar Konvensional versus Kelompok

Belajar Kooperatif Learning ... 31

Tahap 2. Perkembangan Kognitif Anak... 31

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Observasi Guru ... 43

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Observasi Siswa ... 44

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Butir SoalPost Test... 44

Tabel 6. Kriteria Penilaian ... 45

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ... 82

2. Lembar Kerja Siswa Siklus I ... 92

3. Lembar Evaluasi Siklus I ... 96

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 99

5. Lembar Kerja Siswa Siklus II ... 110

6. Lembar Evaluasi Siklus II ... 112

7. Contoh Hasil Evaluasi Siswa Siklus I ... 114

8. Contoh Hasil Evaluasi Siswa Siklus II ... 116

9. Hasil Belajar Pratindakan ... 117

10. Hasil Belajar Siswa Siklus I... 118

11. Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 119

12. Hasil Observasi Guru Siklus I... 120

13. Hasil Observas Guru Siklus II ... 122

14. Hasil Observasi Siswa Siklus I ... 124

15. Hasil Observasi Siswa Siklus II ... 126

16. Surat Izin Penelitian dari FIP 17. Surat Izin Penelitian Sekretaris Daerah 18. Surat Izin Penelitian Pemkab Gunung Kidul 19. Surat Keterangan Penelitian SDN Bendungan III 20. Dokumentasi Penelitian 21. Revisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I... 133

22. Revisi Lembar Kerja Siswa Siklus I ... 143

23. Revisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 147

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara umum komponen suatu pendidikan terdiri dari tujuan pendidikan, siswa, guru, isi pendidikan, metode pendidikan, alat pendidikan, dan lingkungan pendidikan (Dwi Siswoyo, dkk. 2007: 33). Ketujuh komponen tersebut saling berkaitan antara komponen satu dengan yang lain. Jika ketujuh komponen pendidikan berfungsi dengan baik, akan menghasilkan output yang maksimal sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Berbagai usaha pembaharuan kurikulum, perbaikan sistem pengajaran, peningkatan kualitas kemampuan guru, dan lain sebagainya, merupakan suatu upaya ke arah peningkatan mutu pembelajaran. Banyak hal yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya adalah bagaimana cara menciptakan suasana belajar yang baik, mengetahui kebiasaan dan kesenangan belajar siswa agar siswa bergairah dan berkembang sepenuhnya selama proses belajar berlangsung. Untuk itu seharusnya guru mencari informasi tentang kondisi mana yang dapat meningkatkan pembelajaran di sekolah dasar.

(17)

menjadi fasilitator yang memiliki peran memfasilitasi siswa untuk belajar secara maksimal dengan mempergunakan strategi, metode, media, dan sumber belajar (Martinis Yamin, 2011: 10).

Salah satu bentuk media pembelajaran yaitu alat peraga. Alat peraga bertujuan memberikan motivasi, meningkatkan konsep, mempermudah abstraksi, efisiensi waktu, mengembangkan suatu topik, dan memberikan variasi pengajaran sehingga siswa tidak bosan. Oleh karena itu proses pembelajaran memerlukan alat peraga yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan, materi pelajaran, strategi belajar mengajar, kondisi lingkungan, dan siswa yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan pencapaian suatu tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.

(18)

memanfaatkan alat peraga yang ada sehingga membuat siswa kurang paham akan materi yang diajarkan. Jadi proses pembelajaran matematika selama ini kurang efektif karena proses belajar yang konvensional serta kurangnya pemanfaatan alat peraga sehingga kurang menarik minat siswa untuk belajar matematika secara sungguh-sungguh.

Menurut tahap perkembangan kognitif Piaget (Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 35), siswa SD kelas III atau rentang usia 6 tahun-12 tahun merupakan tahap operasional konkret. Dalam tahap tersebut, siswa memunculkan ide berdasarkan pemikiran, masih membatasi pemikiran pada benda dan kejadian yang akrab, mencari hubungan timbal balik antara beberapa hal, kurang egosentris dan belum bisa berpikir abstrak. Sesuai dengan karakteristik tersebut, dalam proses pembelajaran siswa membutuhkan hal-hal yang konkret seperti alat peraga sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa.

(19)

Belajar Matematika pada Materi Pecahan Siswa Kelas III SD Negeri Bendungan III dengan Alat Peraga”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan, maka identifikasi masalah yang disajikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Guru kelas III kurang memanfaatkan alat peraga matematika selama proses pembelajaran.

2. Guru kelas III sering kali mengajar secara konvensional.

3. Siswa kelas III kurang bersemangat dan kurang memperhatikan penjelasan guru pada saat pembelajaran matematika.

4. 26,7% siswa mencapai KKM sehingga nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas III masih rendah.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka peneliti membatasi permasalahan pada kurangnya pemanfaatan alat peraga matematika selama proses pembelajaran dan masih banyaknya siswa yang belum mencapai KKM.

D. Rumusan Masalah

(20)

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III SD Negeri Bendungan III materi pecahan dengan alat peraga.

2. Tujuan Khusus

Menciptakan alat peraga yang sesuai dengan materi pecahan kelas III SD Negeri Bendungan III.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Diharapkan bisa menambah pengetahuan guru dalam pembelajaran menggunakan alat peraga.

2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa

Siswa bisa mengikuti dan memahami pembelajaran matematika dengan lebih mudah melalui alat peraga.

b. Bagi guru

Guru dapat menggunakan alat peraga sebagai alternatif media untuk membuat pembelajaran matematika menjadi lebih menarik, menyenangkan, dan mudah dipahami siswa.

c. Bagi sekolah

(21)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Matematika-Sekolah Dasar 1. Pengertian Matematika-Sekolah Dasar

Menurut Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta dimulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama.

Ebbutt dan Straker (Marsigit, 2003: 2-3) memberikan definisi matematika sekolah yang selanjutnya disebut Matematika sebagai berikut:

a. Matematika merupakan kegiatan penelusuran pola dan hubungan.

b. Matematika merupakan kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi, dan penemuan.

c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving). d. Matematika sebagai alat berkomunikasi.

(22)

fakta konsep, operasi, dan prinsip. Ciri keabstrakan matematika beserta dengan ciri lainnya yang tidak mudah untuk dipelajari, sehingga banyak siswa yang kurang tertarik terhadap matematika.

Tujuan umum diberikannya matematika di jenjang pendidikan dasar menurut R. Soejadi (2000: 43) yaitu yang pertama untuk mempersiapkan siswa agar dapat menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, efektif dan efisien. Tujuan yang kedua yaitu mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Sedangkan menurut Kurikulum KTSP Matematika 2006, Matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

(23)

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Sesuai dengan pengertian, karakteristik dan tujuan matematika SD tersebut, maka secara langsung siswa dilatih bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, efektif dan efisien, sehingga siswa dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mata pelajaran matematika SD terdapat beberapa materi, yang kesemuanya memiliki tujuan sesuai dengan uraian tersebut. Namun, tidak semua materi dalam matematika SD dapat dengan mudah dipahami oleh siswa. Salah satunya adalah materi pecahan yang dipelajari di kelas III SD.

Di dalam materi pecahan yang dipelajari di kelas III SD terdapat kompetensi dasar yaitu mengenal pecahan, membandingkan pecahan dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan pecahan sederhana. Pada penelitian ini peneliti membatasi pada kompetensi dasar mengenal pecahan dan membandingkan pecahan. Kompetensi dasar tersebut merupakan materi dasar yang menentukan pemahaman untuk materi-materi lanjutan yang diajarkan pada jenjang kelas berikutnya. Pada materi ini siswa dikenalkan lambang bilangan baru yang belum pernah mereka ketahui dalam materi pembelajaran sebelumnya.

2. Pecahan

a. Mengenal Pecahan

1) Definisi dari segi ilmiah

Pecahan yang dipelajari anak ketika di SD, sebetulnya merupakan

(24)

b merupakan bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol, contohnya pecahan

ଶ. Secara simbolik pecahan dapat dinyatakan sebagai salah satu dari: 1)

pecahan biasa, 2) pecahan desimal, 3) pecahan persen, dan 4) pecahan campuran. Begitu pula pecahan dapat dinyatakan menurut kelas ekuivalen yang tidak terhingga banyaknya: ଵ

ଶ= ଶ ସ=

ଷ ଺=

଼ = ⋯(Sukayati, 2003: 1).

2) Definisi dari segi pembelajaran

Menurut Kennedy (dalam Sukayati, 2005: 2), makna dari pecahan dapat muncul dari situasi-situasi sebagai berikut.

a) Pecahan sebagai bagian yang berukuran sama dari yang utuh.

Bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan yang biasanya ditandai dengan arsiran sedangkan yang utuh adalah yang menunjukkan 1.

Contoh :

Bagian yang diarsir menunjukkan pecahan ଷ

ସ karena bagian yang diarsir

(25)

b) Pecahan yang menyatakan pembagian.

Apabila sebuah roti dibagikan kepada 4 orang anak yang masing-masing mendapat potongan roti yang berukuran sama, maka dalam penyelesaiannya akan melalui operasi hitung pembagian yaitu 1 : 4. Dalam bentuk pecahan, 1 : 4 juga dapat ditulisଵ

ସ. Maka setiap bagian yang diperoleh masing-masing anak

menyatakan pecahanଵ

ସ.

Contoh berikutnya, apabila sehelai kain yang panjangnya 3 meter dipotong menjadi 4 bagian yang berukuran sama, maka dalam penyelesaiannya akan melalui proses hitung pembagian yaitu 3 : 4. Dalam bentuk pecahan, 3 : 4 juga dapat ditulis ଷ

ସ. Maka setiap potong kain masing-masing menyatakan

pecahan ଷ

ସ. Dari 2 contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa pecahan juga

dapat meyatakan pembagian.

c) Pecahan sebagai perbandingan (rasio)

Hubungan antara sepasang bilangan sering dinyatakan sebagai sebuah perbandingan. Contoh : Sebuah tali A yang panjangnya 10 m dibandingkan dengan tali B yang panjangnya 30 m. Rasio panjang tali A terhadap panjang tali B tersebut adalah 10 : 30. Dalam bentuk pecahan, rasio 10 : 30 juga dapat ditulis sebagai pecahanଵ଴

ଷ଴.

(26)

utuh, kemudian pecahan yang menyatakan pembagian. Selanjutnya pecahan sebagai perbandingan (rasio).

b. Membandingkan Pecahan

Kemampuan membandingkan pecahan adalah kemampuan menunjukkan pecahan yang satu lebih besar atau lebih kecil dari yang lainnya, kemudian mengurutkannya.

Karim (2009: 18) mengemukakan bahwa dengan pemahaman konsep pecahan senama dengan baik, akan membantu anda dalam pemahaman tentang membandingkan pecahan. Untuk membandingkan dua pecahan dengan memberi tanda <, >, atau =, perlu mengetahui teknik-teknik membandingkan sehingga mudah diurutkan.

Pada saat anak membandingkan pecahan, mereka perlu pengalaman pengalaman sehingga menghasilkan temuan-temuan khusus (Sukayati, 2005: 7-9). Alternatif kegiatan membandingkan pecahan dapat dilakukan peragaan dengan menggunakan bangun-bangun geometri.

Bangun-bangun geometri dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk membandingkan pecahan biasa. Bahan yang digunakan harus mudah dilipat, diwarnai atau diarsir untuk membandingkan luasan dari bangun-bangun tersebut sehingga dapat dilihat urutan dari luasan bangun yang mewakili urutan dari bilangannya.

1 ଵ

ଷ ସ

(27)

Dari peragaan bangun yang diarsir bila dibanding-bandingkan luasnya akan

a. Membandingkan pecahan yang pembilangnya sama

Membandingkan pecahan yang pembilangnya sama dapat dilakukan dengan peragaan menggunakan bangun-bangun geometri. Sebagai contoh peragaan pecahan dengan menggunakan bangun geometri yang menyatakan pecahan berpembilang sama, yaituଶ

ହ,

Dari peragaan pecahan dengan menggunakan bangun geometri tersebut, dapat ditentukan manakah pecahan yang nilainya lebih besar atau lebih kecil dengan cara membandingkan luas daerah yang diarsir. Pecahan ଶ

ଵଶ dibandingkan

଻ karena luas daerah yang diarsir pada peragaan ଶ ଵଶ lebih

sempit dari luas daerah yang diarsir pada peragaan ଶ

଻. Pecahan

ହ karena luas daerah yang diarsir pada peragaan ଶ

଻lebih sempit

dari luas daerah yang diarsir pada peragaan ଶ

ହ. Pecahan

ଷ karena luas daerah yang diarsir pada peragaan ଶ

ହ lebih sempit dari luas

daerah yang diarsir pada peragaanଶ

(28)

Dari kegiatan membandingkan dua pecahan dengan menggunakan bangun geometri tersebut, ketiga contoh telah menunjukkan bahwa antara dua pecahan berpembilang sama, yang penyebutnya lebih besar maka nilai pecahannya lebih kecil, sebaliknya yang penyebutnya lebih kecil maka nilai pecahannya lebih besar.

Karim (2009: 19) mengemukakan bahwa untuk menemukan pecahan yang lebih besar atau lebih kecil dari dua pecahan berpembilang sama adalah dengan melihat penyebutnya. Pecahan yang penyebutnya lebih kecil memiliki nilai pecahan lebih besar dan sebaliknya pecahan yang penyebutnya lebih besar memiliki nilai pecahan lebih kecil.

Kegiatan membandingkan dua pecahan yang berpembilang sama dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam kegiatan mengurutkan pecahan. Dari contoh yang telah dibahas pada konsep, maka diperoleh urutan pecahan dari yang terkecil hingga terbesar yaitu; ଶ

ଵଶ <

ଷ. Jika dilihat dari penyebutnya,

besarnya penyebut berbanding terbalik dengan nilai pecahannya. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan mengurutkan pecahan berpembilang sama, makin besar penyebutnya maka makin kecil nilai pecahannya, sebaliknya makin kecil penyebutnya maka makin besar nilai pecahannya.

b. Membandingkan pecahan yang penyebutnya sama

(29)

Dari peragaan pecahan menggunakan bangun geometri tersebut, dapat ditentukan manakah pecahan yang nilainya lebih besar atau lebih kecil dengan cara membandingkan luas daerah yang diarsir. Pecahan ଶ

଺ dibandingkan dengan

଺ karena luas daerah yang diarsir pada peragaan ଶ

଺ lebih sempit dari luas

daerah yang diarsir pada peragaanଷ

଺. Pecahan

karena luas daerah yang diarsir pada peragaanଷ

଺lebih sempit dari luas daerah yang

diarsir pada peragaanସ

଺. Pecahan

daerah yang diarsir pada peragaan ସ

଺ lebih sempit dari luas daerah yang diarsir

pada peragaanହ

଺.

Dari kegiatan membandingkan dua pecahan dengan menggunakan bangun geometri tersebut, ketiga contoh telah menunjukkan bahwa antara dua pecahan berpenyebut sama, yang penyebutnya lebih besar maka nilai pecahannya juga lebih besar, sebaliknya yang penyebutnya lebih kecil maka nilai pecahannya juga lebih kecil.

(30)

pembilang lebih besar maka nilai pecahannya juga lebih besar, sebaliknya jika pembilang lebih kecil maka nilai pecahannya juga lebih kecil.

Kegiatan membandingkan dua pecahan yang berpenyebut sama dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam kegiatan mengurutkan pecahan. Dari contoh yang telah dibahas pada konsep, maka diperoleh urutan pecahan dari yang terkecil hingga terbesar yaitu; ଶ

଺ <

଺. Jika dilihat dari pembilangnya,

besarnya pembilang berbanding lurus dengan nilai pecahannya. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan mengurutkan pecahan berpenyebut sama, makin besar pembilangnya maka makin besar nilai pecahannya, sebaliknya makin kecil pembilangnya maka makin kecil nilai pecahannya.

c. Membandingkan pecahan yang pembilang dan penyebutnya tidak sama

Membandingkan pecahan yang pembilang dan penyebutnya tidak sama dapat dilakukan dengan peragaan menggunakan bangun-bangun geometri. Sebagai contoh peragaan pecahan menggunakan bangun geometri yang menyatakan pecahan berpembilang dan berpenyebut tidak sama, yaituଶ

ହ,

Dari peragaan pecahan menggunakan bangun geometri tersebut, dapat ditentukan manakah pecahan yang nilainya lebih besar atau lebih kecil dengan cara membandingkan luas daerah yang diarsir. Pecahan ଶ

(31)

maka ଶ

ହ < ଵ

ଶ karena luas daerah yang diarsir pada peragaan ଶ

ହ lebih sempit dari luas

daerah yang diarsir pada peragaan ଵ

ଶ. Pecahan

karena luas daerah yang diarsir pada peragaanଵ

ଶlebih sempit dari luas daerah yang

diarsir pada peragaanସ

଺. Pecahan

daerah yang diarsir pada peragaan ସ

଺ lebih sempit dari luas daerah yang diarsir

pada peragaanଷ

ସ.

Dari kegiatan membandingkan dua pecahan dengan menggunakan bangun geometri tersebut, ketiga contoh telah menunjukkan bahwa antara dua pecahan berpembilang dan berpenyebut berbeda tidak dapat kita bandingkan hanya dengan melihat pembilangnya saja atau penyebutnya saja. Dalam menentukan mana yang lebih besar atau yang lebih kecil harus melihat pembandingan luas arsiran pada bangun geometri yang mewakili pecahan tersebut.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk membandingkan dua pecahan yang berpembilang dan berpenyebut tidak sama tanpa harus menggunakan peragaan pecahan dengan menggunakan bangun geometri. Mulyati dkk (2005: 36) mengemukakan bahwa untuk membandingkan pecahan yang pembilang dan penyebutnya tidak sama, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu. 1) Menyamakan penyebut kedua pecahan tersebut, dengan cara menentukan

pecahan senilai lebih dulu. Contoh : ଶ

ହ dan ଵ

ଶ, langkah pertama adalah menyamakan penyebutnya dengan

menentukan pecahan senilai lebih dulu. Pecahan ଶ

ହ senilai dengan

(32)

sama, yaitu ସ

ଵ଴ dan ହ

ଵ଴. Setelah memiliki penyebut yang sama, langkah

berikutnya menentukan pembilang yang lebih besar adalah pecahan yang memiliki nilai lebih besar. Sehingga diperoleh kesimpulan ସ

ଵ଴<

2) Dengan perkalian silang

Bila pembilang dan penyebutnya tidak sama, maka guru sering kali menggunakan cara perkalian silang. Hal ini dapat dibenarkan bila guru telah memberikan konsep atau nalarnya, sehingga siswa mengetahui alasan dari perkalian silang tersebut. Meskipun demikian perkalian silang ini semata-mata hanya teknik supaya siswa cepat dapat menentukan hasil.

Contoh :

ଶ diperoleh hasil dari perkalian silang yaitu

4 ... 5. Nilai 4 mewakili pecahan ଶ

ହ, sedangkan 5 mewakili pecahan ଵ

Teknik-teknik tersebut sering diajarkan kepada siswa untuk membandingkan dua pecahan yang berpembilang dan berpenyebut tidak sama oleh guru. Selain itu masih ada lagi teknik lain yang dapat digunakan untuk membandingkan dua pecahan yang berpembilang dan berpenyebut tidak sama, yaitu :

(33)

Contoh :ଶ

ହdan ଵ

ଶ, langkah pertama adalah menyamakan pembilangnya dengan

menentukan pecahan senilai lebih dulu. Pecahan ଵ

ଶ senilai dengan ଶ

ସ, maka

sudah diperoleh pembilang yang sama, yaitu ଶ

ହ dan ଶ

ସ. Setelah memiliki

pembilang yang sama, langkah berikutnya menentukan penyebut yang lebih besar adalah pecahan yang memiliki nilai lebih kecil. Sehingga diperoleh kesimpulanଶ

Hasil yang diperoleh dalam kegiatan membandingkan pecahan dengan menggunakan teknik dan hasil yang diperoleh dalam kegiatan membandingkan pecahan dengan konsep menunjukkan kesimpulan yang sama dalam kegiatan membandingkan pecahan berpembilang dan berpenyebut berbeda. Sehingga teknik-teknik tersebut dapat diajarkan kepada siswa setelah siswa memahami konsepnya. Bagi siswa sekolah dasar khususnya siswa kelas III, konsep dan teknik dalam kompetensi dasar mengenal pecahan dan membandingkan pecahan tersebut tentu tidak dapat dengan mudah untuk dipahami. Oleh karena itu guru membutuhkan sebuah alat maupun media yang dapat digunakan untuk menjembatani pemahaman siswa, salah satunya adalah dengan menggunakan alat peraga matematika.

B. Hasil Belajar

1. Definisi Hasil Belajar

(34)

kegiatan belajar. Hasil belajar adalah pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar (Purwanto, 2010: 46). Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 2012: 22). Dari beberapa pengertian hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar.

2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar dapat diperoleh melalui proses belajar mengajar. Selain ditentukan oleh siswa sebagai subjek belajar dengan berbagai latar belakang, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Sehubungan dengan ini beberapa ahli mengemukakan adanya faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa atau kemampuan dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan (Nana Sudjana, 2002: 39).

Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Soedijarto (1981 : 61) menyatakan ada 2 faktor yaitu :

a. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar subjek belajar. Faktor ini terdiri atas: 1) faktor lingkungan yang terdiri dari lingkungan alam dan lingkungan sekitar dan 2) faktor instrumental, yang terdiri dari kurikulum, guru, media, metode mengajar, sarana dan fasilitas, serta administrasi.

(35)

subjek dan 2) faktor psikologi, yaitu minat, kecerdasan, motivasi, kemampuan kognitif, dan sebagainya.

Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar, menurut Depdikbud (1991: 14) digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu : 1) bahan atau hal yang harus dipelajari, yang mempunyai input pokok dalam belajar, 2) faktor lingkungan, 3) faktor instrumental; dan 4) kondisi individu si pelajar.

Berdasarkan penjabaran di atas ada keterkaitan antara faktor eksternal dan faktor internal yang dapat lebih meningkatkan hasil belajar apabila dilaksanakan dengan baik. Salah satunya adalah faktor instrumental yaitu penggunaan alat peraga. Penggunaan alat peraga selain dapat meningkatkan pemahaman siswa juga dapat meningkatkan faktor internal yaitu minat dan motivasi belajar, sehingga akan lebih mengoptimalkan hasil belajar siswa.

3. Klasifikasi Hasil Belajar

(36)

psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Di antara tiga ranah itu, menurut Nana Sudjana (2012: 23), ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Dalam hal ini peneliti membatasi klasifikasi hasil belajar yang akan ditingkatkan adalah ranah kognitif. Dari ranah kognitif tersebut, aspek yang akan diukur oleh peneliti yaitu, pengetahuan atau ingatan, pemahaman dan aplikasi.

C. Alat Peraga Matematika

1. Pengertian Media Pembelajaran

Menurut Arief S. Sadiman dkk (2009: 7), media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat meragsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien.

(37)

2. Pengertian Alat Peraga Matematika

Alat peraga matematika adalah sebuah atau seperangkat benda konkret yang dibuat, dirancang, dihimpun, atau disusun secara sengaja, yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika (Djoko Iswadji, 2003: 1).

Sesuai dengan pengertian alat peraga tersebut, contoh alat peraga matematika yang dibuat diantaranya bangun geometri datar, bangun geometri ruang, jaring-jaring bangun ruang, papan berpaku, dll. Contoh alat peraga matematika yang dirancang diantaranya dekak-dekak, timbangan bilangan, dll. Contoh alat peraga yang dihimpun diantaranya himpunan potongan lidi, himpunan alat tulis, dll. Contoh alat peraga yang disusun diantaranya puzzle, menara hanoi, dll.

Alat peraga matematika yang dibuat, dirancang, dihimpun atau disusun tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda. Sehingga dalam penyampaian materi matematika SD memerlukan alat peraga matematika yang bermacam-macam sesuai dengan materinya, supaya siswa lebih mudah mengabstraksi konsep.

Alat peraga yang akan peneliti pergunakan dalam penelitian ini adalah alat peraga berupa kertas berbentuk bangun datar yang diharapkan dapat lebih mempermudah pemahan siswa tentang materi pecahan.

3. Fungsi Alat Peraga Matematika

Alat peraga matematika memiliki fungsi khusus (Ahmadin Sitanggang, 2013: 4), yaitu:

(38)

b. memperkenalkan, memperbaiki, meningkatkan konsep dan fakta. c. mempermudah abstraksi.

d. memberikan variasi pengajaran sehingga siswa tidak bosan dengan teori selalu.

e. efisiensi waktu dalam mengajar karena siswa lebih mudah mengerti. f. mengembangkan suatu topik.

Fungsi utama dari alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan konsep agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya konsep tersebut. Dengan melihat, meraba, dan memanipulasi obyek/alat peraga maka siswa mempunyai pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti dari konsep (Sukayati, 2003: 2).

Dengan alat peraga berupa kertas berbentuk bangun datar, siswa akan memperoleh semua fungsi alat peraga matematika sesuai dengan penjabaran di atas, sehingga pengalaman-pengalaman yang dilakukan oleh siswa melalui alat peraga tersebut mampu meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada materi pecahan.

4. Wujud Alat Peraga Matematika

Dari segi wujudnya, alat peraga matematika dapat dikelompokkan menjadi dua (Pujiati, 2006: 4), yaitu:

a. Alat peraga benda asli: benda asli yang digunakan sebagai alat peraga. Contoh: daun, lidi, ubin, kertas dll.

(39)

Contoh: patung, gambar, puzzle, dll.

Dari segi pengadaannya alat peraga dapat dikelompokkan sebagai alat peraga sederhana dan alat peraga buatan pabrik. Pembuatan alat peraga sederhana biasanya memanfaatkan lingkungan sekitar, menggunakan bahan-bahan yang sederhana, menggunakan bahan-bahan yang ringan dan dapat dibuat sendiri. Sedangkan alat peraga buatan pabrik pada umumnya berupa perangkat keras dan lunak yang pembuatannya memiliki ketelitian ukuran serta memerlukan biaya yang tinggi (Pujiati, 2004 : 3). Alat peraga berupa kertas berbentuk bangun datar dari segi wujudnya merupakan alat peraga benda asli karena berbahan dasar kertas, dan dari segi pengadaannya termasuk dalam alat peraga sederhana.

5. Beberapa Persyaratan Alat Peraga Matematika

Agar fungsi atau manfaat dari alat peraga sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh alat peraga. Menurut Pujiati (2006: 4), beberapa persyaratan yang harus dimiliki alat peraga sebagai berikut.

a. Tahan lama (terbuat dari bahan-bahan yang tidak cepat rusak).

b. Bentuk dan warnanya menarik sehingga lebih menarik perhatian siswa.

c. Sederhana dan mudah dikelola baik penyimpanan maupun dalam penggunaannya.

d. Ukuran sesuai (seimbang) dengan ukuran fisik anak.

e. Dapat menyajikan konsep matematika, baik dalam bentuk real, gambar atau diagram.

(40)

g. Dapat memperjelas konsep matematika dan bukan sebaliknya (mempersulit pemahaman konsep matematika).

h. Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir abstrak bagi siswa.

i. Alat peraga itu dapat dimanipulasi (dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dipasangkan, dan sebagainya) agar siswa dapat belajar secara aktif baik secara individual maupun kelompok kecil.

j. Bila mungkin alat peraga tersebut dapat berfaedah banyak, sehingga dapat digunakan untuk beberapa topik atau materi yang lain.

Alat peraga berupa kertas berbentuk bangun datar memenuhi persyaratan alat peraga matematika di atas kecuali point pertama, yaitu tahan lama. Dalam kaitannya dengan materi pecahan tentu alat peraga yang digunakan tidak bisa bersifat tahan lama karena dalam proses penggunaan alat peraga, kertas berupa bangun datar tersebut dikenai arsiran maupun lipatan yang dilakukan saat meragakan konsep pecahan.

6. Pemilihan Alat Peraga Matematika

Menurut Pujiati (2006: 5), pemilihan alat peraga yang tepat dan penggunaannya secara benar diharapkan dapat:

a. Mempermudah abstraksi.

b. Memudahkan, memperbaiki, atau meningkatkan penguasaan konsep atau fakta.

c. Memberikan motivasi.

(41)

e. Meningkatkan efisiensi waktu.

f. Menunjang kegiatan matematika di luar kelas yang menunjukkan penerapan matematika pada peristiwa nyata.

g. Meningkatkan ketertiban siswa dalam pembelajaran.

Pemilihan alat peraga matematika tentu saja harus sesuai dengan fungsi alat peraga matematika serta materi yang akan diajarkan, sehingga alat peraga berupa kertas berbentuk bangun datar yang peneliti gunakan dalam penelitian telah memenuhi beberapa persyaratan dalam pemilihan alat peraga matematika di atas.

7. Kriteria Penggunaan Alat Peraga Matematika

Supaya tidak terjadi kegagalan dalam penggunaan alat peraga matematika, maka kita perlu hati-hati dan cermat dalam memilih alat peraga. Menurut Darhim (dalam Pujiati, 2006: 5-6), kriteria yang harus dipenuhi dalam penggunaan alat peraga adalah sebagai berikut:

a. Tujuan

Tujuan yang dimaksud adalah tujuan dari pengajaran matematika itu sendiri, apakah pembelajaran untuk penanaman konsep, pemahaman konsep atau pembinaan ketrampilan.

b. Materi Pelajaran

(42)

untuk materi lainnya. Peragaan materi yang menjadi dasar itulah yang harus diutamakan dari pada materi atau topik lanjutannya. Perlu pula diingat bahwa tidak setiap materi atau topik dalam pembelajaran matematika dapat dibuat alat peraganya, dan jika diperagakan justru akan mempersulit siswa dalam memahaminya. Misalnya pada kompetensi dasar mengubah bentuk pecahan ke bentuk desimal.

c. Strategi belajar mengajar

Untuk menunjukkan bahwa volume balok adalah p x l x t, dengan menggunakan model alat peraga akan lebih mempermudah pemahaman siswa apabila dibandingkan dengan menjelaskannya melalui ceramah saja.

d. Kondisi

Yang dimaksudkan dengan kondisi adalah lingkungan/keadaan di mana siswa berada, misalnya ruangan kelas, banyaknya siswa, dan di luar kelas.

e. Siswa

Memilih alat peraga hendaknya juga disesuaikan dengan kesenangan siswa, tanpa merubah aspek yang telah ditentukan secara khusus dalam pembuatan maupun pemilihan alat peraga. Sehingga pada diri siswa timbul gairah belajar yang tinggi dan dapat memahami materi dengan lebih mudah.

8. Kegagalan Penggunaan Alat Peraga Matematika

(43)

hal yang sebaliknya, yaitu menyebabkan kegagalan siswa dalam belajar. Kegagalan itu akan nampak bila:

a. Generalisasi konsep abstrak dari representasi hal-hal yang konkret tidak tercapai.

b. Alat peraga yang digunakan hanya sekedar sajian yang tidak memiliki nilai-nilai yang tidak menunjang konsep-konsep dalam matematika.

c. Tidak disajikan pada saat yang tepat. d. Memboroskan waktu.

e. Diberikan pada anak yang sebenarnya tidak memerlukan. f. Tidak menarik dan mempersulit konsep yang dipelajari.

g. Salah dalam menggunakan alat peraga, hal ini berkaitan dengan tingkat penguasaan guru terhadap alat peraga yang digunakan.

Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa alat peraga matematika merupakan sebuah atau seperangkat benda konkret yang sengaja dibuat untuk membantu menanamkan dan mengembangkan konsep matematika. Konsep dalam matematika itu sendiri sangat banyak dan memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda, sehingga agar konsep tersebut dapat dipahami dengan baik oleh siswa maka dalam penggunaan maupun pembuatan alat peraga harus sesuai dengan fungsi serta karakteristik siswa SD.

9. Alat Peraga Kertas Berbentuk Bangun Datar

(44)

alat peraga karena berkaitan dengan materi pecahan yang diajarkan pada siswa kelas III, di mana dalam penanaman konsep materi tersebut terdapat kegiatan menyekat, melipat, serta mengarsir, sehingga alat peraga kertas efektif sesuai tujuannya yaitu menanamkan konsep kepada siswa. Kertas juga merupakan bahan yang mudah diperoleh dan dimanipulasi baik oleh guru maupun siswa, sehingga akan lebih meningkatkan evisiensi waktu saat memperagakannya.

10. Model Pembelajaran dengan Alat Peraga (Cooperative Learning)

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning ) berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2007:15). Menurut Johnson & Johnson dalm bukunya Isjoni (2007: 30), pembelajaran kooperatif adalah satu pendekatan di mana murid bekerjasama di antara satu sama lain dalam kumpulan belajar yang kecil untuk memenuhi kehendak tugasan indivdu atau kumpulan yang diberikan oleh guru. Sedangkan menurut Nur Asma (2006:12) belajar kooperatif mendasarkan pada suatu ide bahwa siswa bekerja sama dalam belajar kelompok dan sekaligus masing-masing bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik.

(45)

a. Saling Ketergantungan Positif

Kegagalan dan keberhasilan kelompok merupakan tanggungjawab setiap anggota kelompok oleh karena itu sesama anggota kelompok harus merasa terikat dan saling tergantung positif.

b. Tanggung Jawab Perseorangan

Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk menguasi materi pelajaran karena keberhasilan belajar kelompok ditentukan dari seberapa besar sumbangan hasil belajar secara perorangan.

c. Tatap Muka

Interaksi yang terjadi melalui diskusi akan memberikan keuntungan bagi semua anggota kelompok karena memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing anggota kelompok.

d. Komunikasi Antaranggota

Karena dalam setiap tatap muka terjadi diskusi, maka keterampilan berkomunikasi antar anggota kelompok sangat penting.

e. Evaluasi Proses Kelompok

(46)

Tabel 1. Komparasi Kelompok Belajar pada belajar kooperatif versus Kelompok belajar pd belajar konvensional (Nur Asma, 2006:22).

Kelompok belajar pada belajar kooperatif

Kelompok belajar pada belajar konvensional

 Kepemimpinan bersama

 Saling ketergantungan yang positif  Keanggotaan yang heterogen  Mempelajari

keterampilan-keterampilan kooperatif

 Tanggung jawab terhadap hasil belajar seluruh anggota

 Menekankan pada tugas dna hubungan kooperatif

 Ditunjang oleh guru  Satu hasil kelompok  Evaluasi kelompok

 Satu pemimpin

 Tidak saling tergantung  Keanggotaan homogen  Asumsi adanya keterampilan

sosial

 Tanggung jawab terhadap hasil belajar sendiri

 Hanya menekankan pada tugas  Diarahkan oleh guru

 Beberapa hasil individual  Evaluasi individual

D. Karakterisitik Siswa Sekolah Dasar

Piaget adalah psikolog perkembangan dari Swiss yang meneliti tentang tahap-tahap perkembangan kognitif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Piaget (dalam Fadjar, 2011: 42) membagi perkembangan kognitif dari bayi sampai dewasa atas tahap seperti ditunjukkan tabel berikut:

Tabel 2. Perkembangan Kognitif Anak

No. Umur (Tahun) Tahap

1. 0-2 Sensori motor

2. 2-7 Pra operasional

3. 7-11 Operasional konkret

4. 11+ Operasional formal

(47)

penggunaan alat peraga matematika. Penggunaan alat peraga matematika tersebut dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penggunaan alat peraga matematika juga membantu guru menyajikan pembelajaran yang lebih bermakna, melibatkan siswa secara aktif dalam mengkonstrusikan apa yang dipelajarinya.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat tiga variabel yang akan diteliti. Berikut adalah definisi operasional variabel penelitian :

1. Hasil belajar merupakan tingkat kemampuan siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Hasil belajar memiliki peranan penting yaitu memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Dalam hal ini yang dimaksud adalah hasil belajar kognitif matematika materi pecahan berupa nilai hasil tes. 2. Pecahan adalah bagian dari bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk

௕ dengan a dan b merupakan bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol.

(48)

3. Alat peraga matematika adalah sebuah atau seperangkat benda konkret yang dibuat, dirancang, dihimpun, atau disusun secara sengaja, yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika. Alat peraga yang akan peneliti pergunakan dalam penelitian ini adalah alat peraga berupa kertas berbentuk bangun datar yang terdiri dari bangun datar segitiga sama sisi, jajargenjang, persegi, persegi panjang, segilima beraturan, segienam beraturan, segidelapan beraturan, segisepuluh beraturan, dan lingkaran. Alat peraga tersebut diharapkan dapat lebih mempermudah pemahaman siswa tentang materi pecahan.

F. Penelitian Yang Relevan

Dalam penelitian ini, peneliti melihat hasil penelitian yang telah dilakukan dan memiliki beberapa kesamaan variabel, yaitu:

1. Hasil penelitian Kristanti Widyastuti dalam skripsinya yang berjudul “Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Materi Pecahan Melalui Pembelajaran Dengan Bantuan Alat Peraga Teropong Pecahan Bagi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Temanggung Kabupaten Temanggung Tahun Ajaran 2011/2012” menyimpulkan

bahwa dengan menggunakan alat peraga teropong pecahan dapat meningkatkan kualitas proses yang ditandai dengan partisipasi siswa yang meningkat dibandingkan sebelum diberi tidakan serta meningkatnya prestasi belajar matematika siswa.

(49)

Panjang Pada Siswa Kelas III Di SDN Rejowinangun III Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013” menyimpulkan bahwa dengan menggunakan alat peraga balok satuan panjang dapat menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar matematika.

G. Kerangka Pikir

Pembelajaran Matematika yang berlangsung di kelas III SD Negeri Bendungan 3 masih bersifat “teacher centered”. Materi disampaikan kepada siswa melalui metode caramah, tanya jawab dan sesekali diskusi kelompok sehingga siswa lebih dituntut untuk menghafal materi yang setiap hari disampaikan oleh guru. Menurut siswa materi matematika dianggap sulit dan tidak mudah untuk dihafal maupun dipahami. Siswa menjadi kurang berperan aktif dan mudah bosan pada saat kegiatan pembelajaran karena hanya berfikir abstrak dan mencatat apa yang disampaikan guru. Untuk itu diperlukan adanya variasi dalam pembelajaran salah satunya dengan penggunaan alat peraga.

(50)

H. Hipotesis Tindakan

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas (Zainal Aqib, 2009: 13). Penelitian jenis ini memiliki karakteristik adanya kolaborasi (kerja sama) antara guru dan peneliti. Guru dan peneliti memiliki kedudukan yang setara di mana adanya hubungan yang saling melengkapi dan membutuhkan mulai dari awal menemukan masalah, merencanakan tindakan, melaksanakan tindakan, sampai pada menyusun laporan hasil.

Siklus pada Penelitian Tindakan Kelas terdapat tiga komponen yaitu: 1. Perencanaan (planning)

Pada tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan.

2. Tindakan (acting) dan Observasi (Observing)

Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini yaitu penerapan isi rancangan meliputi kegiatan pratindakan, kegiatan siklus I, dan kegiatan siklus II dan seterusnya. Pada tahap ini juga sekaligus dilakukan pengamatan. Peneliti mengamati secara langsung kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Catatan tersebut dijadikan sebagai data yang akurat untuk memperbaiki siklus berikutnya.

3. Refleksi (reflecting)

(52)

telah dilakukan. Berdasarkan hasil refleksi, peneliti akan mengetahui sejauh mana hasil dari tindakan yang telah dilakukan (Suharsimi Arikunto, 2006: 92).

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan dalam bidang pendidikan yang dilaksanakan di dalam kelas dengan cara mengumpulkan data tentang pelaksanaan kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, untuk kemudian menganalisanya serta menyusun rencana dan melakukan kegiatan-kegiatan penyempurnaan dengan maksud tujuan untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalam kelas sehingga dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas III SD Negeri Bendungan III.

B. SettingPenelitian

1. Suasana di dalam kelas

Suasana di dalam kelas sedikit banyak dapat mempengaruhi kenyamanan belajar siswa. Oleh karena itu, peneliti mengkondisikan agar suasana kelas nyaman untuk dilakukan proses pembelajaran. Dalam penelitian ini, terlebih dahulu peneliti mengacak tempat duduk siswa. Ini bertujuan agar tempat duduk siswa tidak monoton dan agar siswa mencoba tempat baru yang dapat menambah konsentrasi siswa.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

(53)

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III di SD Negeri Bendungan III, Karangmojo, Gunungkidul yang terlibat penuh dalam pembelajaran Matematika. Jumlah siswa di kelas tersebut adalah 15 siswa, yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan. Alasan peneliti memilih kelas tersebut karena hasil belajar siswa mata pelajaran matematika masih belum mencapai target ketuntasan, yaitu ≥75% hasil belajar siswa mencapai KKM. Objek penelitian pada penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar Matematika pada materi pecahan.

C. Desain Penelitian

Terdapat beberapa desain atau model yang dapat diterapakan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pada penelitian ini, peneliti memilih model Kemmis dan McTaggart. Berikut ini gambaran dari model tersebut.

Keterangan:

Siklus 1 : Siklus 2 :

1. Perencanaan (plan) 4. Perencanaan (plan) 2. Perlakuan dan 5. Perlakuan dan

Pengamatan (act and Pengamatan (act and

observe) observe)

3. Refleksi ( reflect) 6. Refleksi (reflect) Gambar 1. Penelitian Tindakan Model Spiral Kemmis dan Mc Taggart. (Suharsimi Arikunto, 2006: 93)

(54)

perencanaan, perlakuan/tindakan dan pengamatan/observasi yang dilakukan secara bersamaan, kemudian refleksi yang dilaksanakan dalam suatu spiral yang terkait (Asyraf Suryadin dan Tien Rostina, 2011: 33-34). Banyaknya siklus tergantung pada keberhasilan guru dalam melaksanakan penelitian tindakan tersebut. Apabila pada siklus pertama penelitian sudah berhasil maka penelitian berhenti pada siklus tersebut. Sebaliknya, jika pada siklus pertama belum berhasil maka dilanjutkan siklus kedua dan seterusnya.

Langkah-langkah siklus dalam penelitian ini adalah: 1. Perencanaan (planning)

Pada tahap ini, guru dan peneliti merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau mengubah perilaku dan sikap sebagai pemecahan masalah. Berikut ini tindakan-tindakan yang dilaksanakan pada tahap perencanaan.

a. Peneliti dan guru menetapkan waktu pelaksanaan penelitian tindakan kelas.

b. Menentukan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat pada pokok bahasan mata pelajaran Matematika. Selanjutnya peneliti dan guru menentukan indikator-indikator pada Kompetensi Dasar (KD) tersebut.

c. Membuat alat peraga sesuai dengan materi yang dipelajari.

(55)

pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

e. Diskusi dengan guru untuk menyamakan persepsi mengenai pembelajaran menggunakan alat perga.

f. Diskusi dengan teman sejawat untuk menyamakan persepsi mengenai pembelajaran menggunakan alat peraga.

g. Menyusun lembar observasi partisipasi pembelajaran siswa.

h. Menyiapkan kamera untuk mendokumentasikan kegiatan pembelajaran. i. Mempersiapkan soal pre test dan post test untuk siswa. Pre test

dilaksanakan sebelum tindakan (proses pembelajaran Matematika menggunakan alat peraga) diberikan, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Sedangkan post test diberikan pada akhir setiap siklus.

2. Pelaksanaan Tindakan (Acting) dan Observasi (Observing)

Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan panduan perencanaan yang telah dibuat dan dalam pelaksanaannya bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan-perubahan. Selama proses pembelajaran berlangsung, guru mengajar dengan menggunakan RPP yang telah disusun dan sekaligus peneliti mengamati aktivitas pembelajaran dengan menggunakan alat peraga tersebut serta mendokumentasikannya. Hal yang dicatat dalam kegiatan observasi adalah proses tindakan, pengaruh tindakan yang disengaja maupun tidak sengaja, situasi tempat dan tindakan, dan kendala yang dihadapi. Semua hal tersebut dicatat dalam kegiatan observasi yang terencana secara fleksibel dan terbuka. 3. Refleksi (reflecting)

(56)

kemudian dilakukan refleksi berupa diskusi antara peneliti dengan guru Matematika yang bersangkutan. Diskusi tersebut bertujuan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan dengan cara melakukan penilaian terhadap proses yang terjadi, masalah yang muncul, dan segala yang berkaitan dengan tindakan yang dilakukan.

Jika refleksi siklus I tujuan belum berhasil, maka peneliti dan guru kelas yang bersangkutan sepakat akan mengadakan siklus II untuk memperbaiki tahapan dan hasil yang diperoleh. Hasil refleksi siklus I akan menjadi acuan untuk membuat rencana perbaikan pada siklus berikutnya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah memperoleh data (Sugiyono, 2009: 308). Peneliti tidak akan mendapatkan data yang sesuai standar yang ditetapkan jika tidak mengetahui teknik pengumpulan data. Suharsimi Arikunto (2006: 185) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data dapat diartikan sebagai cara yang dipakai dalam mengumpulkan data, seperti melalui observasi, tes, dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti yaitu melalui observasi dan tes.

1. Observasi

(57)

Suharsimi Arikunto (2006: 156) observasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan strategi observasi partisipan sehingga siswa dan penilai sama-sama melakukan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

Dalam penelitian ini observasi digunakan untuk mengetahui: 1) aktivitas guru dalam mengajarkan materi pelajaran kepada siswa dengan menggunakan alat peraga, dan 2) aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran.

2. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Suharsimi Arikunto, 2006: 150). Setelah dilaksanakan tindakan, siswa dites dengan soal untuk mengukur kemampuan siswa dalam aspek kognitif. Sebagai alat ukur dalam proses evaluasi, tes harus memiliki kriteria validitas dan reliabilitas (Wina Sanjaya, 2011: 99).

Tes sebagai alat ukur dikatakan memiliki tingkat validitas seandainya dapat mengukur apa yang hendak diukur. Tes memiliki reliabilitas atau keandalan jika tes tersebut dapat menghasilkan informasi yang konsisten. Misalkan jika instrument tes diberikan kepada sekelompok siswa, kemudian diberikan lagi pada sekelompok siswa yang sama pada saat yang berbeda, maka hasilnya akan relatif sama.

E. Instrumen Penelitian

(58)

data dalam penelitian. Adapun instrumen yang digunakan untuk mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data meliputi:

1. Lembar Observasi

Observasi dilakukan ketika proses pembelajaran Matematika menggunakan alat peraga berlangsung. Pada penelitian ini, akan digunakan dua lembar observasi. Lembar observasi pertama yang digunakan yaitu lembar observasi kegiatan belajar mengajar yang digunakan sebagai pedoman untuk mengamati aktivitas guru saat pembelajaran. Lembar observasi kedua berisi partisipasi siswa untuk mengamati perhatian, komunikasi, partisipasi, ketekunan, kerjasama, dan efektivitas waktu siswa saat pembelajaran Matematika menggunakan alat peraga.

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Observasi Guru

No. Indikator Skor

1. Melakukan persiapan prapembelajaran

a. Menyiapkan ruang kelas, alat, dan alat peraga pembelajaran b. Memeriksa kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran 2. Membuka pembelajaran

a. Melakukan apersepsi

b. Menyampaikan kompetensi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai 3. Melaksanakan inti pembelajaran

a. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai

b. Menjelaskan materi pembelajaran 4. Menggunakan alat peraga

a. Sesuai dengan konsep matematika b. Memperjelas konsep matematika c. Dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dsb. d. Alat peraga dapat digunakan untuk materi lain e. Ukuran alat peraga sesuai dengan ukuran fisik siswa

f. Sederhana dan mudah dikelola baik penyimpanan maupun penggunaannya g. Meningkatkan efisiensi waktu

h. Memberikan variasi pembelajaran

i. Meningkatkan ketertiban siswa dalam pembelajaran 5. Memantau kemajuan belajar siswa

6. Melakukan evaluasi pembelajaran 7. Menutup pembelajaran

a. Menyusun rangkuman pembelajaran dengan melibatkan siswa b. Menindaklanjuti hasil pembelajaran

(59)

Tabel 4 . Kisi-kisi Observasi Siswa

No. Aspek Pengamatan Skor

1. Memahami konsep pecahan melalui alat peraga 2. Efektivitas waktu saat memperagakan alat peraga 3. Memperagakan pecahan dengan alat peraga 4. Bekerjasama dengan kelompok

Keterangan : 1=kurang, 2=cukup, 3=baik, 4=baik sekali

2. Tes Hasil Belajar

Tes diberikan pada akhir siklus, bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar Matematika pada siswa setelah menggunakan alat peraga berupa kertas berbentuk bangun datar. Post test ini berbentuk soal isian. Berikut Kisi-kisi butir soal post test(Nana Sudjana, 2012: 11).

Tabel 5. Kisi-kisi Butir Soal post test

F. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini akan digunakan teknik analisis data kuantitatif dan kualitatif. Analisis data kuantitatif digunakan untuk menganalisis hasil tes

Kompetensi

Dasar Indikator

Nomor Soal

3. 1 Mengenal pecahan sederhana

1. Pecahan sebagai bentuk perbandingan 16-20 2. Membaca serta menuliskan pecahan 1-5 3. Mengenal pecahan sebagai bagian

dari yang utuh, bentuk hasil 6-15

4. Menyajikan pecahan dalam bentuk

gambar 21-25

3. 2 Membandingkan pecahan

1. Membaca serta menuliskan lambang

<, >, dan = 1,2,3

(60)

peningkatan hasil belajar siswa dan partisipasi belajar siswa. Data penelitian kuantitatif dianalisis secara deskripsi dengan penyajian tabel dan persentase. Data dalam bentuk persentase dideskripsikan dan diambil kesimpulan tentang masing-masing komponen dan indikator berdasarkan kriteria yang ditentukan. Penentuan kriteria pada penelitian ini mengacu pada rumus yang dikembangkan oleh Saifuddin Azwar (1998: 163). Rentang skor untuk masing-masing kategori dihitung sebagaimana rumus pada tabel dibawah ini:

Tabel 6. Kriteria Penilaian

No. Rentang Skor Kategori

1. X> (M+1,5 S) Sangat baik

2. (M+0,5 S) < X(M+1,5S) Baik

3. (M-0,5S) < X(M+0,5S) Cukup

4. (M-1,5 S) < X(M-0,5 S) Kurang

5. X(M-1,5 S) Sangat Kurang

Keterangan:

M = Mean (rata-rata) Ideal = ½ skor maksimum

S = Standar Deviasi / Simpangan Baku = 1/3 x M X = Skor Siswa 1. Analisis data observasi aktivitas guru

Analisis data observasi aktivitas guru untuk mengamati penerapan pembelajaran menggunakan alat peraga berupa kertas berbentuk bangun datar terdiri dari 19 butir dengan skor dan pilihan jawaban 1 - 4. Analisis data ini diukur menggunakan rumus kriteria penilaian dari Saifuddin Azwar.

2. Analisis data observasi aktivitas siswa

Analisis data observasi siswa terdiri dari 4 pernyataan dengan rentang skor 1-4. Analisis data ini diukur menggunakan rumus kriteria penilaian dari Saifuddin Azwar.

3. Analisis hasil belajar siswa

(61)

Perhitungan skor diperoleh dari:

Skor = (jumlah soal yang dijawab benar/ Jumlah soal seluruhnya) x 100 Berdasarkan perhitungan dengan rumus di atas diperoleh, skor ideal terendah = 0 dan skor tertinggi (Skor Maksimum) = 100. Sehingga mean ideal (M) = ½ x Skor Maksimum = ½ x 100 = 50; dan standar deviasi ideal = 1/3 x M = 1/3 x 50 = 16, 67

G. Kriteria Keberhasilan Tindakan

Penelitian ini dikatakan berhasi jika 75% siswa yang mengikuti pembelajaran Matematika pada materi pecahan menggunakan alat peraga berupa

(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dekripsi Lokasi 1. Kondisi Fisik

SD Negeri Bendungan III terletak di dusun Karangnongko RT 04 RW 04, Desa Wiladeg, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DI Yogyakarta. SD Negeri Bendungan III nyaman untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) karena berbatasan langsung dengan area persawahan dan pemukiman penduduk yang tidak padat. Selain itu SD Negeri Bendungan III tidak berada di pinggir jalan raya sehingga tidak terganggu suara bising kendaraan. SD yang berdiri sejak tahun 1968 ini memiliki luas tanah 2120m² dan luas bangunan 458m². Dengan tanah seluas itu, SD Negeri Bendungan III memiliki halaman yang luas sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan olahraga maupun tempat bermain siswa pada jam istirahat.

Kondisi perlengkapan pembelajaran di kelas III SD Negeri Bendungan III memadai. Meja, kursi, papan tulis, dan lemari penyimpanan buku dalam keadaan layak pakai, hanya saja kurang tertata dengan rapi. Banyak buku pelajaran yang ditumpuk di meja guru sedangkan lemari penyimpanan jarang digunakan.

2. Kondisi Non Fisik a. Kondisi Guru

(63)

Tabel 7. Kondisi Guru dan Karyawan SD Negeri Bendungan III

Jumlah siswa secara keseluruhan adalah 8 6 anak, dengan rincian siswa kelas I sebanyak 11 anak, siswa kelas II sampai dengan kelas VI masing-masing sebanyak 15 anak. Setiap kelas terdiri dari 1 rombongan belajar. Mayoritas siswa di SD tersebut bertempat tinggal di sekitar SD.

c. Visi dan Misi

Visi SD Negeri Bendungan III yaitu:

“Unggul dalam Prestasi, Kuat dari Iman dan Tanggungjawab” Visi tersebut diaplikasikan dalam misi berikut ini.

1) Unggul dalam pencapaian

2) Membentuk insan sekolah yang beriman, cerdas, cinta lingkungan, berjiwa mandiri dan kompetitif

3) Mewujudkan iklim komunikasi internal dan eksternal yang kondusif.

B. Hasil Penelitian

(64)

indikatornya.

1. Deskripsi Penelitian Siklus I a. Perencanaan

Tahap perencanaan untuk siklus I merupakan tindak lanjut

permasalahan yang ditemukan oleh peneliti pada saat observasi pratindakan di kelas III. Peneliti bersama dengan guru kelas merancang tindakan yang akan dilakukan untuk menangani masalah rendahnya hasil belajar siswa kelas III.

Adapun langkah-langkah dalam merencanakan tindakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa yaitu sebagai berikut.

1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Peneliti menyusun RPP sesuai dengan silabus dan KTSP di SD. RPP pada siklus I terdiri dari dua pertemuan. RPP pada pertemuan pertama mencakup indikator :

a) Mengenal pecahan sebagai bagian dari yang utuh (kognitif) b) Membaca serta menuliskan pecahan (kognitif)

c) Mengikuti pembelajaran dengan baik dan aktif ( afektif) d) Bekerjasama dengan baik dalam kerja kelompok (afektif)

e) Menyajikan gambar dengan menuliskan pecahannya (psikomotor) f) Menunjukkan pecahan dari suatu daerah berbayang (psikomotor) g) Memperagakan konsep pecahan dengan alat peraga (psikomotor)

(65)

2) Pembuatan alat peraga

Alat peraga terbuat dari kertas berbentuk bangun datar dibuat oleh peneliti sesuai dengan petunjuk dan saran dari dosen pembimbing beliau Bapak Drs. T. Wakiman, M.Pd.

Peneliti membuat alat peraga dari kertas lipat atau kertas origami berukuran 16cm x 16cm yang terdiri dari 10 warna. Peneliti hanya menggunakan 9 dari 10 warna dalam kertas lipat tersebut karena terdapat warna hitam. Kertas berwarna hitam tidak digunakan karena nanti pada saat penggunaannya kertas tersebut tidak bisa dikenai arsiran dengan jelas. Peneliti kemudian membuat bangun datar dari kertas tersebut sebanyak 9 macam dengan menggunakan gunting, pulpen dan penggaris. Macam-macam bangun datar yang dibuat adalah:

a) Lingkaran b) Persegi

c) Persegi panjang d) Jajargenjang e) Segitiga sama sisi f) Segilima beraturan g) Segienam beraturan h) Segidelapan beraturan i) Segisepuluh beraturan

Setiap bangun datar dibuat minimal 16 buah sesuai dengan banyak siswa kelas III ditambah untuk guru.

(66)

Peneliti menyiapkan dua macam lembar observasi yaitu lembar observasi guru dan lembar observasi untuk siswa. Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati aktivitas guru dan siswa pada saat pembelajaran berlangsung sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan perbaikan pada pertemuan selanjutnya.

4) Menyiapkan lembar evaluasi

Lembar evaluasi ini berupa soal isian yang berjumlah 25 butir. Dalam lembar ini berisi soal tentang materi mengenal pecahan sederhana.

5) Mendiskusikan langkah-langkah pembelajaran dengan guru

Untuk mencegah adanya perbedaan pendapat antara peneliti dengan guru kelas III sebelum dilaksanakan tindakan, peneliti mendiskusikan dengan guru tentang langkah-langkah pembelajaran pecahan dengan menggunakan alat peraga dari kertas berbentuk bangun geometri.

6) Menyiapkan alat dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan membawa kamera digital dan digunakan pada saat KBM sedang berlangsung.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanakan PTK pada siklus I yaitu pada tanggal 25 Mei 2015 pada jam pelajaran keempat (09.00-10.10) dan 27 Mei 2015 pada jam pelajaran pertama (07.00-08.10).

1) Pertemuan Pertama Siklus I

(67)

jam pelajaran) yang dilaksanakan oleh guru kelas. Peneliti sebagai observer dibantu oleh rekan untuk mendokumentasikan proses pembelajaran.

Kegiatan awal, guru menyiapkan ruang kelas dan alat pembelajaran. Observer dan rekan melakukan perkenalan singkat kemudian duduk di kursi belakang. Guru membuka pelajaran dengan mengucap salam dan dilanjutkan dengan apersepsi. Guru melakukan apersepsi dengan menggunakan seikat pulpen berisi 15 yang ukurannya sama besar. Kemudian guru mengambil 5 pulpen dan diletakkan di tangan kiri, sedangkan sisanya ada di tangan kanan. Siswa ditanya oleh guru, “Berapa banyak pulpen yang ada di tangan kiri bu guru? Berapa sisa pulpen setelah ibu ambil 5?” Setelah siswa menjawab guru langsung membagikan pulpen kepada masing-masing siswa sebagai reward. Siswa sangat antusias dalam kegiatan apersepsi. Kondisi kelas menjadi kurang kondusif untuk memulai materi pembelajaran karena siswa lebih terpusat perhatiannya pada pulpen yang telah diberikan.

(68)

suatu keseluruhan, maka nilai pecahannya adalah satuperdua atau setengah, dan ditulis dengan lambang pecahan yaituଵ

ଶ.

Guru kemudian membuat kelompok untuk mengerjakan LKS (lampiran 2 hlm 92-93). Masing-masing kelompok beranggotakan 3 anak dan diberi waktu untuk mengerjakan 25 menit. Perwakilan kelompok mengambil LKS di meja guru lalu memulai membaca langkah kerja. Setiap kelompok melipat kertas sesuai yang ada di LKS kemudian mengarsirnya kertas yang sudah dilipatnya. Setelah itu, siswa menuliskan pecahan sesuai arsiran yang ada pada kertas lipat. Jika telah selesai, siswa mendemonstrasikan hasil kerja secara bergantian. Guru melakukan tanya jawab bergantian lalu guru memberikan reward kepada kelompok yang memiliki keterlibatan anggota paling baik.

Dalam pembelajaran ini guru kurang dapat memantau siswa secara keseluruhan sehingga kondisi kelas kurang kondusif serta ada beberapa siswa yang membuat kegaduhan. Hal tersebut membuat kurang efektifnya waktu. Siswa dan guru kemudian bertanya jawab untuk memperdalam pengetahuan materi ini. Namun pada sesi tanya jawab, hanya sedikit siswa yang aktif bertanya. Setelah selesai, guru menyimpulkan materi dengan melibatkan siswa. Selanjutnya guru menutup pelajaran dengan salam.

2) Pertemuan Kedua Siklus I

(69)

Selanjutnya guru mengecek kehadiran siswa, dan dalam pertemuan kali ini ada dua siswa yang tidak hadir, yaitu Dicky dan Dicko. Setelah itu guru dan siswa melakukan tanya jawab mengenai materi pada pertemuan sebelumnya. Tanya jawab tersebut menggunakan alat peraga kertas berbentuk segitiga sama sisi, persegi panjang, dan segi lima beraturan yang digunakan pada pertemuan sebelumnya. Tujuan tanya jawab itu untuk mengingat kembali materi yang sudah diajarkan, disamping itu materi pada pertemuan kedua masih berkaitan dengan materi pertemuan pertama.

Setelah siswa paham, guru melanjutkan indikator berikutnya yaitu pecahan sebagai bentuk hasil bagi. Guru menyampaikan materi dengan bantuan alat peraga kertas berbentuk bangun datar segi delapan beraturan. Guru melipat segi delapan beraturan menjadi delapan bagian yang sama besar. Setelah selesai melipat, guru kemudian mengarsir dua bagian, sehingga hanya tersisa enam bagian yang tidak diarsir. Bagian yang diarsir dipotong menggunankan gunting oleh guru kemudian diberikan kepada ketua kelas yaitu Rozaq. Guru memberi penjelasan bahwa bagian yang diarsir kemudian dipotong dan dibagikan kepada rozaq tersebut adalah yang mewakili nilai pecahan. Karena bagian yang diarsir atau diberikan adalah dua bagian dari delapan bagian yang sama besar suatu keseluruhan, maka nilai pecahannya adalah dua per delapan, dan ditulis dalam lambang pecahan yaitu ଶ

଼.

Gambar

Tabel 1. Komparasi Kelompok Belajar pada belajar kooperatif versus Kelompokbelajar pd belajar konvensional (Nur Asma, 2006:22).
Gambar 1. Penelitian Tindakan Model Spiral Kemmis
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Observasi Guru
Tabel 4 . Kisi-kisi Observasi Siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk meningkatkan hasil belajar matematika konsep pecahan siswa kelas III SD N 1 Mento Wonogiri dengan menggunakan media kartu

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa alat peraga tangram berpengaruh secara signifikan terhadap pemahaman konsep matematika pecahan untuk anak

Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah: untuk mengetahui meningkatnya prestasi belajar matematika pada aspek bilangan pecahan dalam pembelajaran dengan

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, sehingga skripsi yang berjudul: ”Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Materi Pecahan

(1) Aktivitas guru selama proses pembelajaran dengan menggunakan media blok pecahan pada siklus II diperoleh presentase 92,5% ini menunjukkan bahwa aktivitas guru

Jadi, kesimpulan dari peneliti yaitu guru harus memberikan pembelajaran yang berkesan kepada siswa agar siswa dapat memahami konsep matematika secara benar dan mudah

Peningkatan hasil belajar peserta didik melalui Media Kartu Pecahan materi Pecahan dalam pembelajaran Matematika kelas III di SDN 02 Balai Sepuak, Kabupaten

Selain itu, bagi siswa diharapkan lebih aktif dalam pembelajaran sehingga guru tidak menjadi pusat pembelajaran dan bagi kepala sekolah diharapkan dapat memberikan