• Tidak ada hasil yang ditemukan

Survei Entomologi, Kerentanan Aedes aegypti terhadap Insektisida Organofosfat, dan Identifikasi Gen VGSC di Dusun Malangrejo, Sleman, Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Survei Entomologi, Kerentanan Aedes aegypti terhadap Insektisida Organofosfat, dan Identifikasi Gen VGSC di Dusun Malangrejo, Sleman, Yogyakarta"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ASPIRATOR, 11(1), 2019, pp. 3744

Diterbitkan oleh Loka Litbang Kesehatan Pangandaran

Survei Entomologi, Kerentanan Aedes aegypti

terhadap Insektisida Organofosfat, dan Identifikasi Gen VGSC di Dusun Malangrejo, Sleman, Yogyakarta

Entomological survey, susceptibility of Aedes aegypti against organophosphate insecticide and identification of VGSC gene in Dusun Malangrejo, Sleman Yogyakarta

Novyan Lusiyana1, Siti Fitiah 1, Andrias Atmaja Putri1, Muthia Tsabita Rahmi1, Dian Maknalia Ilham1

1Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia

Abstract. Control and prevention effort of dengue haemorhagic fever relies on the application of insecticides to control vector mosquito. In Indonesia, application of organophosphate insecticide (temephos and malathion), and pyrethroid is a key part of the dengue control strategy. This study aimed to determine the entomological survey, susceptibility of Aedes aegypti against organophosphate insecticide and identification of VGSC gene in Dusun Malangrejo, Sleman Yogyakarta. This study is an observational with a cross sectional design. The entomology survey procedure used a single larvae technique, biological susceptibility test of Ae.

aegypti against organophosphate insecticides using WHO (temephos), CDC (malathion), biochemistry and VGSC genes detection using PCR method. Results of this study showed that bath tub was potential breeding place for Ae. aegypti. Susceptibility status of temephos was still tolerant (95.4%), while malathion shows resistance (13.75%). Bioassay and biochemical test shows potential resistant to insecticides due to elevated activity of esterase non specific enzyme. Detection of the VGSC gene shows positive for both genes (V1016G;

S989P) and F1534C. Furthermore, regularly assessment of insecticide resistance status will hopefully assist the local public health authorities to assign policy for managing mosquito control such as by rotation of different routinely used insecticide to delay Ae. aegypti resistance development.

Keywords: Organophosphat, bioassay, biochemistry, VGSC, Aedes aegypti

Abstrak. Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit demam berdarah masih bergantung pada penggunaan insektisida untuk mengendalikan nyamuk vektor. Di Indonesia, penggunaan insektisida golongan organofosfat (temefos dan malation), dan piretroid merupakan kunci penting dalam pengendalian penyakit dengue. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status entomologi, kerentanan Ae. aegypti terhadap insektisida organofosfat dan identifikasi gen VGSC di Dusun Malangrejo, Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan desain cross sectional. Prosedur survei entomologi menggunakan teknik single larvae, uji hayati kerentanan Ae. aegypti terhadap insektisida organofosfat menggunakan teknik WHO (temefos), CDC (malation), biokimia, dan deteksi gen VGSC menggunakan metode PCR. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bak mandi merupakan tempat perkembangbiakan potensial untuk Ae. aegypti. Status kerentanan Ae. aegypti terhadap temefos masih toleran (95,4%), sedangkan malation menunjukkan resisten (13,75%). Uji hayati dan uji biokimia menunjukkan potensi resistensi terhadap insektisida yang berkaitan dengan peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik. Deteksi gen VGSC menunjukkan hasil positif pada kedua gen yaitu (V1016G; S989P) dan F1534C. Untuk selanjutnya, penilaian status resistensi secara rutin dapat membantu pemerintah daerah untuk menetapkan kebijakan pengelolaan pengendalian vektor seperti dengan melakukan rotasi penggunaan insektisida guna mencegah perkembangan resistensi pada nyamuk Ae. aegypti.

Kata Kunci: Organofosfat, bioassay, biokimia, VGSC, Aedes aegypti

Naskah masuk: 13 September 2018 | Revisi: 08 April 2019 | Layak terbit: 10 Juni 2019

Korespondensi: 107110411@uii.ac.id | Tel./Faks : +62 274 898470

PENELITIAN |RESEARCH

(2)

PENDAHULUAN

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan satu di antara provinsi dengan kasus DBD tertinggi di Indonesia. Pada tahun 2016, provinsi DIY menduduki urutan ke-4 dari 34 provinsi di Indonesia dengan IR 167,89 atau sebanyak 6.247 kasus/100.000 penduduk dan 26 kasus di antaranya meninggal dunia (CFR 0,24%).1 Penyakit ini pun sangat mudah ditemui di setiap Kabupaten/Kota di DIY, termasuk Kabupaten Sleman.2

Kasus DBD di Kabupaten Sleman mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun dan puncaknya terjadi pada tahun 2016 dengan 880 kasus (IR 50,6/100.000 penduduk) dan 4 pasien meninggal dunia (CFR 1%). Jumlah kasus DBD pada tahun berikutnya mengalami penurunan hingga mencapai 427 kasus (IR 40,2/100.000 penduduk) dengan 3 kasus kematian (CFR 1%).

Kabupaten Sleman merupakan satu di antara 5 kabupaten endemik DBD di Yogyakarta dengan indikator transmisi penularan DBD yang cukup tinggi.2 Indikator peningkatan transmisi penyebaran penyakit DBD di Kabupaten Sleman adalah ABJ (Angka Bebas Jentik) yaitu < 90%.

Nilai tersebut masih jauh dari batas minimal yang ditetapkan oleh WHO yaitu sebesar > 95%3, sehingga pengendalian nyamuk vektor tetap sebagai pilihan utama untuk menekan insidensi penyakit DBD.

Upaya yang paling masif untuk mengendalikan nyamuk Ae. aegypti yaitu dengan menggunakan insektisida kimiawi, baik untuk stadium larva maupun dewasa.4 Organofosfat dan piretroid merupakan insektisida yang banyak digunakan oleh masyarakat karena efektivitas dan kemudahan dalam penggunaannya.5 Akibat penggunaan yang luas, resistensi terhadap insektisida tersebut juga telah banyak dilaporkan.6,7 Insektisida temefos merupakan pilihan terbaik sebagai larvasida, sedangkan malation (organofosfat) dan piretroid dapat digunakan untuk mengendalikan nyamuk dewasa. 8

Resistensi insektisida organofosfat di Indonesia telah banyak dilaporkan,7,9 dan berhubungan dengan adanya peningkatan aktivitas enzim detoksifikasi seperti esterase, oxidase, dan glutation S-transferase (GSTs).10 Perubahan genom pada nyamuk khususnya pada Voltage Gated Sodium Channel (VGSC) juga menjadi penyebab munculnya resistensi pada insektisida piretroid.11

Penelitian yang melakukan survei entomologi dan status kerentanan terhadap beberapa jenis insektisida cukup banyak dilakukan, akan tetapi yang melihat aspek survei, kerentanan, dan deteksi gen di satu wilayah belum banyak

dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi habitat perkembangbiakan Ae.

aegypti, status kerentanannya terhadap insektisida organofosfat dengan metode hayati (temefos dan malation), metode biokimia, dan identifikasi gen VGSC untuk insektisida piretroid.

BAHAN DAN METODE Koleksi Sampel dan Rearing

Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan desain potong lintang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2018 di wilayah endemis DBD di Kabupaten Sleman, Yogyakarta yaitu Dusun Malangrejo.

Sampel rumah terpilih adalah rumah yang berada pada radius 100 meter dari rumah penderita DBD di Dusun Malangrejo pada tahun 2018.12 Sampel penelitian ini terdiri dari nyamuk Ae. aegypti stadium larva dan dewasa. Kegiatan survei entomologi ini berupa pengambilan larva pada tempat-tempat perkembangbiakan dan pemasangan ovitrap di rumah warga untuk mendapatkan telur. Ovitrap dipasang selama 7 hari baik di dalam maupun luar rumah. Survei larva dilakukan dengan pengamatan pada kontainer air di dalam dan luar rumah.

Pencatatan dilakukan berdasarkan pada jenis kontainer positif maupun negatif.

Sampel larva dan telur nyamuk kemudian dipelihara di laboratorium parasitologi FK UII (Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia). Larva dan nyamuk dewasa kemudian diidentifikasi guna memastikan spesies Ae.

aegypti-nya, dan kemudian dikembangbiakkan menjadi nyamuk generasi pertama yang akan dilanjutkan dengan pengujian. Kondisi insektarium dipertahankan pada suhu 24,9‒

270C, kelembapan 72‒90%, siklus gelap terang 12:12 jam, dan pH 7,4.13

Uji Kerentanan Metode Hayati Insektisida Temefos

Larva Ae. aegypti yang digunakan dalam pengujian ini adalah larva instar 3.14 Pengujian terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok Ae.

aegypti dari Dusun Malangrejo dan kelompok kontrol. Jumlah larva yang digunakan untuk setiap kelompok adalah 25 ekor dengan pengulangan sebanyak 9 kali, sehingga total larva adalah 450 ekor larva. Konsentrasi temefos dalam uji adalah 0,02 ppm. Konsentrasi temefos 0,02 ppm didapatkan dengan cara membuat beberapa konsentrasi dari abate yang berisi temefos 1%. Langkah awal dimulai dengan menimbang abate sebanyak 10 mg yang

(3)

ASPIRATOR, 11(1), 2019, pp. 3744

Hak cipta ©2019 - Loka Litbang Kesehatan Pangandaran dilarutkan dalam 5 ml etanol 70% untuk mendapatkan temefos 200 ppm. Larutan temefos 200 ppm kemudian dipipet sebanyak 0,5 ml dan dicampur dalam 4,5 ml etanol 70% untuk mendapatkan temefos 2 ppm. Larutan temefos 2 ppm dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan dalam 100 air sehingga didapatkan temefos dengan konsentrasi 0,02 ppm. Langkah selanjutnya adalah uji larvasida dengan menggunakan temefos tersebut. Sebanyak 25 larva dimasukkan dalam larutan temefos 0,02 ppm, kemudian dibiarkan kontak selama 24 jam.

Pada jam ke-24 dilakukan pengamatan dan pencatatan terhadap larva yang mati dan masih hidup. Data kematian larva terhadap insektisida temefos setelah 24 jam digunakan untuk menentukan status kerentanan nyamuk Ae.

aegypti terhadap insektisida temefos.

Uji Kerentanan Metode CDC terhadap Insektisida Malation

Uji kerentanan terhadap insektisida malation menggunakan metode yang dikembangkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yaitu menggunakan botol kaca berukuran 250 ml.15 Nyamuk jantan dan betina yang digunakan dalam uji ini adalah nyamuk dewasa berusia 3‒4 hari, dalam keadaan kenyang larutan gula.

Pengulangan dilakukan sebanyak 4 kali dan 1 kontrol aseton. Nyamuk dewasa kemudian dipaparkan dengan insektisida malation (50 µg/botol) selama 30 menit dan dilanjutkan hingga 2 jam. Knockdown nyamuk diamati setiap 15 menit hingga 2 jam dan mortalitas dihitung setelah 2 jam untuk menentukan status kerentanan nyamuk Ae. aegypti terhadap insektisida malation.

Uji Kerentanan Metode Biokimia terhadap Insektisida Organofosfat

Uji aktivitas enzim esterase non spesifik dilakukan di laboratorium riset Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia menggunakan metode biokimia.16 Sampel nyamuk dibuat homogenat secara individual dalam 500 µl PBS. Homogenat diambil 50 µl kemudian dimasukkan dalam sumuran.

Ditambahkan 50 µl substrat lalu didiamkan selama 60 detik. Langkah berikutnya adalah penambahan coupling reagen pada masing- masing sumuran, didiamkan 10 menit lalu ditambahkan 50 µl asam asetat 10%. Intensitas warna diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm.

Identifikasi Gen VGSC Insektisida Piretroid Nyamuk Ae. aegypti

Polymerase chain reaction merupakan suatu metode yang ditujukan untuk mengamplifikasi

DNA.17 Penelitian ini dilakukan di laboratorium riset Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia menggunakan metode nested PCR pada DNA nyamuk. Sampel DNA dari lokasi diisolasi dengan metode kolom (GeneJET®). Dua puluh ekor nyamuk uji yang berasal dari Dusun Malangrejo dipilih secara acak lalu dimasukkan dalam tabung ependorf 1,5 ml yang telah berisi PBS 200 µl, sampel lalu digerus hingga hancur.

Digestion solution ditambahkan sebanyak 180 µl kemudian diinkubasi selama 2 jam pada suhu 560C yang dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 250C selama 10 menit. Lysis solution ditambahkan sebanyak 200 µl lalu divortek.

Ditambahkan 400 µl etanol 50% untuk mendapatkan lysate. Lysate dipindahkan dalam tabung kolom yang telah dipasang collection tube lalu disentrifus pada 12.000 rpm selama 1 menit, lalu dibuang cairan dalam collection tube. Wash buffer ditambahkan sebanyak 500 µl, lalu disentrifus dengan kecepatan 15.000 rpm, buang cairannya lalu ulangi kembali. Tabung kolom dipindahkan di atas tabung ependorf 1,5 ml baru, lalu ditambahkan elution buffer 200 µl dan diinkubasikan selama 2 menit pada suhu ruang, lalu disentrifus dengan kecepatan 15.000 rpm sehingga didapatkan sampel DNA yang kemudian disimpan pada -200C.

Amplifikasi DNA sampel menggunakan primer AaSCF1 (AGACAATGTGGATCGCTTCC), AaSCR4 (GGACGCAATCTGGCTTGTTA), untuk gen S989P dan V1016G; AaSCF7 (GAGAACTGG CCGATGAACTT), AaSCR7 (GACGACGGAATCG AACAGGT) untuk gen F1534C.17 Polymerase Chain Reaction (PCR) mix terdiri atas master mix (Sigma) 15 µl, dH2O 11 µl, primer 2 µl, sampel DNA 2 µl. Mesin PCR diatur pada kondisi pra- denaturasi 940C selama 3 menit, denaturasi 940C selama 1 menit, annealing 550C selama 30 detik, elongasi 720C selama 30 detik, dan keseluruhan proses sebanyak 35 siklus ditambah elongasi akhir pada suhu 720C selama 10 menit. Proses dilanjutkan dengan elektroforesis pada agarose 1,5% selama 30 menit.

Etik Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (Nomor: 09/

Ka.Kom.Et/70/KE/ XI/2017).

Metode Analisis

Data survei entomologi didapatkan dari survei langsung untuk mengetahui habitat perkembangbiakan Ae. aegypti. Hasil survei kemudian dikelompokkan menjadi jenis kontainer controllable site dan disposible site.8

Data hasil uji kerentanan dengan metode hayati digunakan untuk menentukan status

(4)

kerentanan larva Ae. aegypti terhadap insektisida temefos dan malation, dengan klasifikasi: rentan [kematian 98‒100%]; toleran [80‒97%]; dan resisten [kematian < 80%].15

Aktivitas enzim esterase non spesifik yang diukur dengan uji biokimia secara kuantitatif diukur dengan nilai Absorbance Value (AV) menggunakan ELISA reader pada λ 450 nm. Nilai AV < 0,482 (rentan); dan AV ≥ 0,482 (resisten).

Identifikasi gen VGSC dilakukan dengan pengamatan di bawah sinar UV paska elektroforesis. Hasil positif menunjukkan adanya pita DNA pada posisi 619 bp untuk kedua primer.17

HASIL

Hasil Survei Entomologi

Berdasarkan hasil pemantauan habitat perkembangbiakan Ae. aegypti di Dusun Malangrejo diketahui bahwa ember merupakan kontainer yang paling banyak ditemukan larva Ae. aegypti (Tabel 1).

Table 1. Infestasi Larva Ae. aegypti Berdasarkan Jenis Kontainer di Dusun Malangrejo Jenis

Kontainer Total Kontainer n (%) Positif Negatif Controllable site

Bak mandi 20 3 17

Tempayan 2 1 1

Ember 24 17 7

Pot tanaman 9 3 6

Kolam ikan 3 2 1

Dispenser 2 2 0

Disposible site

Kaleng bekas 1 1 0

Akuarium 2 2 0

Genangan air 10 1 9

Status Kerentanan Ae. aegypti terhadap Temefos 0,02 ppm dan Malation 50 mg/ml

Status kerentanan larva Ae. aegypti terhadap insektisida temefos dan malation disajikan pada Tabel 2. Hasil uji kerentanan terhadap insektisida temefos menunjukkan larva Ae. aegypti masih toleran dengan angka kematian sebesar 95,4%, sedangkan untuk insektisida malation nyamuk dewasa Ae. aegypti telah resisten dengan angka kematian sebesar 13,75%.

Table 2. Status Kerentanan Ae. aegypti terhadap Insektisida Organofosfat di Dusun Malangrejo

Pengujian Dosis Hasil Interpretasi Uji hayati

Temefos 0,02 ppm 95,4% Toleran Malation 50 mg/ml 13,75% Resisten

Uji biokimia organofosfat AV ≥ 0,482

AV < 0,482 87,53%

13,47% Resisten Rentan Status Kerentanan Larva Ae. aegypti terhadap Insektisida Organofosfat secara Biokimia

Hasil pembacaan Adsorbance Value dari nyamuk laboratorium berada pada kisaran 0,201‒0,500, sedangkan untuk nyamuk uji didapatkan pada kisaran 0,101‒1,500.

Berdasarkan perhitungan angka absorbansi (OD) pada ELISA reader didapatkan Cut off positive sampel uji adalah 0,482. Berdasarkan nilai tersebut, hasil uji ini menunjukkan bahwa 87,5%

sampel nyamuk uji berpotensi menjadi resisten terhadap insektisida yang berkaitan dengan aktivitas enzim esterase non spesifik yang mampu menghidrolisis α-naphthyl acetat, sedangkan 13,47% lainnya rentan (Tabel 2).

Hasil ini juga didukung dengan pengamatan secara kualitatif yang menunjukkan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi hijau kebiruan pada mikroplat (Gambar 1).

Gambar 1. Hasil Reaksi Biokimia Berupa Perubahan Warna untuk Melihat Aktivitas Enzim

Esterase

Identifikasi Gen VGSC pada Nyamuk Ae.

aegypti

Hasil isolasi DNA metode kolom diperiksa menggunakan spektrofotometer diperoleh konsentrasi DNA sampel adalah 23,37 µg/µL dan kemurnian pada A260/280 yaitu sebesar 0,908.

Hasil isolasi DNA tersebut dilanjutkan dengan amplifikasi menggunakan metode nested PCR dan didapatkan hasil berupa target band gen VGSC pada kisaran 600 bp (Tabel 3; Gambar 2).

Kontrol (-)

(5)

ASPIRATOR, 11(1), 2019, pp. 3744

Hak cipta ©2019 - Loka Litbang Kesehatan Pangandaran

Gambar 2. Hasil deteksi gen VGSC di dusun Malangrejo

Tabel 3. Elektroforesis Gen VGSC Ae. aegypti dari Dusun Malangrejo

Keterangan Gen Interpretasi A V1016G dan S989P Positif

B F1534C Positif

E DNA ladder

PEMBAHASAN

Dusun Malangrejo merupakan salah satu daerah endemik DBD di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman Yogyakarta. Dusun Malangrejo adalah perkampungan padat penduduk dengan mobilitas penduduk yang cukup tinggi dan penduduknya beragam dari penduduk asli hingga pendatang. Kasus DBD juga selalu ada setiap tahunnya dan pada tahun 2016 tercatat 1 penderita DBD meninggal.

Hasil survei entomologi di Dusun Malangrejo menunjukkan bahwa jenis kontainer yang paling banyak ditemukan larva nyamuk adalah jenis ember. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa ember merupakan kontainer terbanyak untuk tempat perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti.18 Hal ini disebabkan karena sebagian besar warga memiliki kebiasaan menampung air sumur di dalam ember untuk keperluan sehari-hari.

Himbauan untuk menguras bak mandi juga menjadi alasan jarang ditemukannya larva nyamuk di dalam bak mandi, akan tetapi warga dusun kurang waspada dengan keberadaan tempat penampungan air lain yang dapat dijadikan tempat perkembangbiakan nyamuk seperti dispenser, kaleng, dan akuarium bekas.

Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa nyamuk Ae. aegypti lebih banyak ditemukan pada

kontainer buatan manusia dibandingkan yang alami.18 Berdasarkan hasil tersebut Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di Dusun Malangrejo masih harus rutin dilakukan.

Uji resistensi pada nyamuk Ae. aegypti di Yogyakarta pada tahun 1996 menunjukkan bahwa nyamuk masih rentan terhadap insektisida organofosfat,16 akan tetapi 2 dekade kemudian dengan adanya penelitian ini membuktikan bahwa nyamuk di wilayah Yogyakarta telah menunjukkan adanya potensi resisten terhadap insektisida organofosfat.

Resistensi dapat terjadi akibat adanya resistensi silang dalam satu golongan insektisida.19 Kondisi ini juga akan menyebabkan wilayah dengan resistensi semakin meluas seperti di beberapa Provinsi lainnya di Indonesia.7,9,20

Dosis rekomendasikan WHO untuk uji resistensi hayati temefos sebesar 0,02 ppm yang diaplikasikan pada nyamuk uji, menunjukkan bahwa nyamuk Ae. aegypti di Dusun Malangrejo, Sleman masih toleran terhadap insektisida temefos. Hasil yang berkebalikan terjadi pada uji resistensi terhadap insektisida organofosfat jenis malation dimana telah terjadi resistensi terhadap nyamuk Ae. aegypti. Kondisi ini mengindikasikan bahwa di lokasi penelitian sudah terdapat populasi nyamuk Ae. aegypti yang kebal terhadap insektisida dari golongan organofosfat. Kondisi resistensi ini dapat diturunkan dari generasi sebelumnya,21 akan tetapi juga dapat disebabkan karena adanya mutasi pada gen VGSC yang berhubungan dengan aktivitas enzim.10,11

Telah banyak penelitian yang menguji mekanisme penyebab terjadinya resistensi terhadap insektisida organofosfat. Penelitian di Kolombia menyatakan bahwa proses metabolik merupakan penyebab munculnya resistensi insektisida temefos.22 Hal ini berkaitan dengan kerja enzim karboksilesterase inhibitor, yang terkait dengan gen sitokrom p450, CYP6N12.23 Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa mekanisme resistensi insektisida organofosfat juga berkaitan dengan peningkatan aktivitas enzim oxidase, p-nitro phenylacetat esterase,17,18 dan glutation-S-tranferase.10

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada 87,5% sampel nyamuk uji menunjukkan adanya peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik. Hasil ini membuktikan bahwa sebagian besar populasi sampel nyamuk telah terjadi resistensi khususnya pada insektisida golongan organofosfat. Esterase adalah salah satu enzim di dalam tubuh serangga yang berperan dalam proses detoksifikasi (metabolisme xenobiotik).24 Peningkatan aktivitas terhadap enzim tersebut berarti menunjukkan telah terjadi mekanisme resistensi terhadap insektisida organofosfat.

Penelitian aktivitas enzim esterase pada nyamuk

(6)

lapangan telah banyak dikaji terutama pada nyamuk Ae. aegypti.9

Resistensi yang terjadi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah faktor lama penggunaan insektisida dan dosis yang tidak tepat serta penggunaan insektisida sejenis atau memiliki aktivitas yang sama secara terus- menerus.25 Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukannya rotasi terhadap penggunaan insektisida yang memiliki jenis serta cara kerja yang sama.26

Insektisida piretroid merupakan salah satu insektisida yang paling banyak digunakan oleh masyarakat karena kemudahannya dalam aplikasi.20 Resistensi insektisida piretroid ter- hadap Ae. aegypti juga telah banyak dilapor- kan.9,27 Munculnya resistensi pada insektisida jenis ini berkaitan dengan paparan yang tinggi akibat penggunaan dari insektisida rumah tangga.28 Mekanisme resistensi tersebut dikaitkan dengan adanya peningkatan aktivitas enzim monooksigenase pada populasi nyamuk Ae. aegyti.27

Hasil uji kerentanan vektor di dusun endemik DBD Sleman, Yogyakarta menunjukkan bahwa pada sampel nyamuk Ae. aegypti positif terdapat gen VGSC. Gen VGSC merupakan target utama dari insektisida piretroid. Beberapa penelitian juga telah membuktikan keberadaan gen penyandi resistensi insektisida piretroid ini.7 Resistensi insektisida jenis piretroid ini sangat berkaitan dengan adanya mutasi pada gen VGSC.10,17,29 Adanya akumulasi mutasi pada alel gen resisten juga akan mempercepat terjadinya resistensi.30 Resistensi terhadap insektisida piretroid dapat terjadi jika paparan terhadap insektisida dilakukan dalam jangka panjang lebih dari 5 generasi.25,31

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi nyamuk uji dari dusun endemik DBD Sleman telah menunjukkan adanya indikasi resistensi pada dua golongan isektisida, yaitu malation dan piretroid, sehingga penggunaan insektisida tersebut haruslah bijaksana. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan resistensi adalah dengan rotasi insektisida organofosfat dengan insektisida jenis lain dan tentunya monitoring penggunaan insektisida.

Selain itu, masyarakat juga sebaiknya dilibatkan secara komprehensif dalam upaya pengendalian terhadap nyamuk vektor baik dalam hal penggunaan insektisida ataupun pengendalian kontainer yang dapat dijadikan tempat perkembangbiakan nyamuk khususnya untuk penyakit DBD untuk dapat mencegah transmisi penyakit ini.32

KESIMPULAN

Survei habitat Ae. aegypti di Dusun Malangrejo menunjukkan bahwa ember merupakan kontainer potensial sebagai tempat perkembangbiakan. Nyamuk Ae. aegypti masih toleran terhadap insektisida temefos dan telah resisten terhadap insektisida malation. Potensi resistensi nyamuk Ae. aegypti terhadap insektisida berkaitan dengan peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik serta terdapatnya gen VGSC yang berkaitan dengan resistensi insektisida piretroid.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh peneliti dan staf laboratorium terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia yang telah membantu dalam penelitian ini.

Terima kasih juga tidak lupa kami sampaikan kepada seluruh jajaran pemerintahan Desa Malangrejo, Sleman Yogyakarta yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

KONTRIBUSI PENULIS

Peran penulis pada artikel ini, yaitu Novyan Lusiyana sebagai kontributor utama. Siti Fitiah, Andrias Atmaja Putri, Muthia Tsabita Rahmi, dan Dian Maknalia Ilham sebagai kontributor anggota. Kontribusi penulis dapat dilihat pada rincian berikut:

Konsep : Novyan Lusiyana Kurasi Data : Semua Penulis Analisis Data : Semua Penulis Sponsor

Pendanaan : Semua Penulis Visualisasi : Novyan Lusiyana Menulis-

Pembuatan : Novyan Lusiyana Menulis-Mengkaji

& Mengedit : Novyan Lusiyana

(7)

ASPIRATOR, 11(1), 2019, pp. 3744

Hak cipta ©2019 - Loka Litbang Kesehatan Pangandaran DAFTAR RUJUKAN

1. Sutarjo US, Budijanto D, Budiono CS, et al.

Profil Kesehatan Indonesia 2016. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2017. http://www.

depkes.go.id/resources/download/pusdatin /profil-kesehatan-indonesia/Profil-

Kesehatan-Indonesia-tahun-2017.pdf.

Diakses pada 3 Februari 2019.

2. Dinkes. Profil Kesehatan Kabupaten Sleman Tahun 2018; 2018. Dinas Kesehat. Sleman.

https://dinkes.slemankab.go.id/wp-content /uploads/2018/09/PROFIL-KESEHATAN- 2018-1.pdf. Diakses pada 13 Desember 2018.

3. Astuti FD, Susanti A. Perbedaan Indeks Entomologis Pemantauan Jumantik Dewasa dan Jumantik Anak di Dusun Meji Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Jurnal Vektor Penyakit. 2017;

11(1):33–42.

4. Hamid PH, Prastowo J, Ghiffari A, Taubert A, Hermosilla C. Aedes aegypti Resistance Development to Commonly Used Insecticides in Jakarta, Indonesia. PLoS One.

2017; 12(12) e189680.

5. Prasetyowati H, Astuti EP, Ruliansyah A.

Penggunaan Insektisida Rumah Tangga dalam Pengendalian Populasi Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jakarta Timur. Aspirator.

2016;8(1):29–36.

6. Fuadzy H, Wahono T, Widawati M.

Susceptibility of Aedes aegypti Larvae against Temephos in Dengue Hemorrhagic Fever Endemic Area Tasikmalaya City.

Aspirator. 2017; 9(1):29–34.

7. Yudhana A, Praja RN, Yunita MN. Deteksi Gen Resisten Insektisida Organofosfat pada Aedes aegypti di Banyuwangi, Jawa Timur Menggunakan Polymerase Chain Reaction.

Jurnal Veteriner. 2017;18:(3):446–452.

8. WHO. Guidelines for Dengue Surveilance and Mosquito Control. Manila; 2003.

https://apps.who.int/iris/bitstream/handle /10665/206987/9290610689_eng.pdf?seq uence=1&isAllowed=y. Diakses pada 13 Desember 2018.

9. Putra RE, Ahmad I, Prasetyo DB, Susanti S, Rahayu R, Hariani N. Detection of Insecticide Resistance in the Larvae of Some Aedes aegypti (Diptera : Culicidae) Strains from Java, Indonesia to Temephos, Malathion and Permethrin. International Journal of Mosquito Research. 2016;3(3):23–28.

10. Francis S, Saavedra-Rodriguez K, Perera R, Paine M, Black WC, Delgoda R. Insecticide Resistance to Permethrin and Malathion and

Associated Mechanisms in Aedes aegypti Mosquitoes from St. Andrew Jamaica. PLoS ONE. 2017;12:1-13. (e0179673). doi:

10.1371/ journal.pone.0179673.

11. Campbell CL, Saavedra-Rodriguez K, Kubik TD, Lenhart A, Lozano-Fuentes S, Black WC.

Vgsc-interacting Proteins are Genetically Associated with Pyrethroid Resistance in Aedes aegypti. PLoS One. 2019. 14(1): 1–20.

12. Kemenkes. Pedoman Epidemiologi Penyakit.

Jakarta; 2011. http://ppid.kemendagri.go .id/index.php/front/dokumen/download/3 00007625. Diakses pada 28 Mei 2019.

13. Ote M, Kanuka HA. Highly Secure Method for Rearing Aedes aegypti Mosquitoes. Tropical Medicine and Health. 2018; 46(16):1–7.

14. Mnzava A. Pinzon MQ. Monitoring and Managing Insecticide Resistance in Aedes Mosquito Populations Interim Guidance for Entomologists. Genewa; 2016. https://apps.

who.int/iris/bitstream/handle/10665/204 588/WHO_ZIKV_VC_16.1_eng.pdf;jsessionid

=741E82789A036A16FAE43EB14104FF53?

sequence=2. Diakses pada 13 Desember 2018.

15. CDC. Guideline for Evaluating Insecticide Resistance in Vectors Using the CDC Bottle Bioassay. 2010;1–28. https://www.cdc.gov /malaria/resources/pdf/fsp/ir_manual/ir_c dc_bioassay_en.pdf. Diakses pada 13 Desember 2018

16. Juwono MS. Application of Non-specific Esterase Enzyme Microassays to Detect Potential Insecticide Resistance of Aedes aegypti Adults in Yogyakarta, Indonesia.

Berkala Ilmu Kedokteran. 1996; 28(4): 167–

171.

17. Kawada H, Oo SZM, Thaung S, et al. Co- occurrence of Point Mutation in the Voltage- Gated Sodium Channel of Pyretroid- Resistance Aedes aegypti Population in Myanmar. PLoS Neglected Tropical Diseases. 2014;8:e3032.

18. Getachew D, Tekie H, Gebre-Michael T, Balkew M, Mesfin A. Breeding Sites of Aedes aegypti: Potential Dengue Vectors in Dire Dawa, East Ethiopia. Interdisciplinary Perspectives on Infectious Diseases. 2015;

1‒8.

19. Cattel J, Monchal M, Grillet L, Gaude T, Laporte F, Dusfour I, et al.. Combining Genetic Crosses and Pool Targeted DNA-seq for Untangling Genomic Variations Associated with Resistance to Multiple Insecticides in the Dengue Vector Aedes aegypti. BioRxiv. 2019;1–25 .

20. Hendri J, Kusnandar AJ, Astuti EP.

Identifikasi Jenis Bahan Aktif dan Penggunaan Insektisida Antinyamuk serta

(8)

Kerentanan Vektor DBD terhadap Organofosfat pada Tiga Kota Endemis DBD di Provinsi Banten. Aspirator. 2016;

8(2):77–86.

21. Shetty V, Sanil D, Shetty NJ. Inheritance Pattern of Temephos Resistance, an Organophosphate Insecticide, in Aedes aegypti (L). Genetics Research International.

2015:1‒6, e181872.

22. Moyes CL, Vontas J, Martins AJ, et al.

Contemporary Status of Insecticide Resistance in the Major Aedes Vectors of Arboviruses Infecting Humans. PLoS Neglected Tropical Diseases. 2017; 11(7):1–

20.

23. Ishak IH, Riveron JM, Ibrahim SS, et al. The Cytochrome P450 Gene CYP6P12 Confers Pyrethroid Resistance in kdr Free Malaysian Populations of the Dengue Vector Aedes albopictus. Nature. 2016;6:1–13.

24. Tokudome Y, Katayanagi M, Hashimoto F.

Esterase Activity and Intracellular Localization in Reconstructed Human Epidermal Cultured Skin Models. Annals of Dermatology. 2015;27(3):269–274.

25. Viana-medeiros PF, Bellinato DF, Valle D.

Laboratory Selection of Aedes aegypti Field Populations with the Organophosphate Malathion : Negative Impacts on Resistance to Deltamethrin and to the Organophosphate Temephos. PLoS Neglected Tropical Diseases. 2018;12(8):1–

26. Sudo M, Takahashi D, Andow DA, Suzuki Y, 20.

Yamanaka T. Optimal Management Strategy of Insecticide Resistance under Various Insect Life Histories : Heterogeneous Timing of Selection and Interpatch Dispersal.

Evolutionary Application. 2018;11:271–

283..

27. Widiastuti D, Sunaryo, Pramestuti N, Martini. Aktivitas Enzim Monooksigenase pada Populasi Nyamuk Aedes aegypti di Kecamatan Tembalang-Kota Semarang.

Aspirator. 2015; 7(1):1–6.

28. Sunaryo, Astuti P, Widiastuti D. Gambaran Pemakaian Insektisida Rumah Tangga di Daerah Endemis DBD Kabupaten Grobogan Tahun 2013. Balaba 2015;11(1):9–14.

29. Du Y, Nomura Y, Zhorov BS, Dong K. Sodium Channel Mutations and Pyrethroid Resistance in Aedes aegypti. Insects. 2016;

7(60):1–11.

30. Mavridis, K, Wipf N, Muller P, Traore MM, Muller G, Vontas J. Detection and Monitoring of Insecticide Resistance Mutations in Anopheles gambiae: Individual vs. Pooled Specimens. Genes. 2018;9:(479):1–11.

31. Isfanda, Hadi UK, Soviana S. Determinasi Strain Aedes aegypti yang Rentan Homozigot dengan Metode Seleksi Indukan Tunggal.

Aspirator. 2017; 9(1):21–28.

32. Elsinga J, van derr Veen HT, Gerstenbluth I, et al. Community Participation in Mosquito Breeding Site Control : an Interdisciplinary Mixed Methods Study in Curaçao. Parasites and Vectors. 2017;10(434):1–14.

Gambar

Table 2.  Status Kerentanan Ae. aegypti terhadap  Insektisida Organofosfat di Dusun  Malangrejo
Gambar 2. Hasil deteksi gen VGSC di dusun  Malangrejo

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian skripsi ini menunjukkan bahwa penentuan arah kiblat Ahmad Dahlan dalam kitab Natijat al-Miqāt dengan menggunakan alat bantu tongkat istiwa’,

(Virkkunen 1971, 32-34.) Vesa Nikunen ja tunnustuksellisuus uskonnonopetuksen näkökulmana Rehtori Vesa Nikunen (1973) näki, että tunnustuk- sellisuuden takia uskonnonopetus

5ermasalahan yang mungkin ter#adi pada kabel #enis @,5 adalah berikut ini&#34; ke!uali$ A. Crimping kabel

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa bahwa baik pe- tugas halte Transjakarta Busway baik pria maupun wanita memiliki rerata ko- mitmen organisasi, rerata

Adanya keinginan yang kuat dari anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan

7 Acep Hermawan, Metodologi Pembelajar.an Bahasa Arab ,.... 4 ةعماج لىاو سا ڠ ا ةيملاسلإا ةيموكلحا ةعمالجا ىدحإ يه في ةدوجولما اراسم ڠ ةيبرعلا ةغللا ميلعت في صصتخ

Kitab-kitab berbahasa arab yang diajarkan di pesantren biasa disebut dengan kitab kuning, para santri tidak bisa memahami kitab-kitab tersebut tampa memahami ilmu alat

Pada variabel paritas didapatkan hasil p value 0,001 &lt; dari α = 0,05 , yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian eklampsia.. Pada