• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu memudahkan peneliti dalam menentukan langkah-langkah yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu memudahkan peneliti dalam menentukan langkah-langkah yang"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai tolak ukur dan acuan untuk menyelesaikannya, penelitian terdahulu memudahkan peneliti dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis untuk penyusunan penelitian dari segi teori maupun konsep.

Dalam penelitian, peneliti harus belajar dari peneliti lain, untuk menghindari duplikasi dan pengulangan penelitian atau kesalahan yang sama seperti yang dibuat oleh peneliti sebelumnya. (Masyhuri dan Zainuddin, 2008: 100

).

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu referensi peneliti dalam melakukan penelitian, yang dimana penelitian terdahulu memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya namum memiliki persamaan tema dan konterks yang saling berkesinambungan.

Adapun beberapa penelitian terdahulu yang bertemakan peran pekerja

sosial dalam upaya meningkatkan keberfungsian pasien skizofrenia

berbasis terapi okupasi, yaitu :

(2)

12 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian

1. Rendra Sukmana dan Nawang Wulandari (2014)

Pengaruh Terapi Okupasi Terhadap Kemampuan Sosial pada Klien

Skizofrenia dengan Isolasi Sosial

Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh Terapi Okupasi pada keterampilan sosial dalam skizofrenia dengan isolasi sosial, menggunakan Quasy Control Group Pre-test Posttest Design.

Hasil penelitian ini menunjukkan ada peningkatan tingkat keterampilan sosial sesudah diberikan Okupasi Terapi. Dengan hasil ini Terapi Okupasi dapat meningkatkan keterampilan sosial klien dengan isolasi sosial.

2. Ajruni Wulandestie Arifin, & Soni A.

Nulhakim (2015)

Peran Pekerja Sosial Medis Dalam

Menangani Orang Dengan Skizophrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

Untuk mengetahui tentang bagaimana pekerja sosial medis dalam melakukan peran pendampingan terhadap pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran pekerja sosial medis dalam melakukan pendampingan terhadap pasien skizofrenia sangatlah dibutuhkan melalui metode praktik pekerjaan sosial. Pekerja sosial ternyata tidak hanya bekerja pada bidang pendampingan saja, akan tetapi jauh lebih luas dari pada itu.

Pekerja sosial yang melakukan pendampingan hanya ketika melakukan bimbingan konseling dan pendampingan keterampilan. Pekerja sosial di RS Jiwa Provinsi Jawa Barat melakukan pelayanan dalam aspek preventif, promotif, dan rehabilitatif sebagai upaya untuk memaksimalkan keberfungsian sosial pasien Skizofrenia di tengah masyarakat.

3. Karnia Dewi (2017) Kinerja Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

Untuk memperoleh gambaran secara empiris tentang : 1) karakteristik informan

2) kualitas layanan pekerja sosial medis 3) ketepatan waktu kerja pekerja sosial medis 4) Inisiatif kerja dari pekerja sosial medis 5) kemampuan pekerja sosial medis 6) komunikasi pekerja sosial medis.

Menunjukkan bahwa kinerja pekerja sosial

dilihat dari aspek kualitas layanan, ketepatan

waktu, inisiatif, kemampuan, dan komunikasi

sudah baik namun masih terdapat kekurangan

pada beberapa aspek.

(3)

13

Dari ketiga penelitian diatas dapat peneliti jabarkan yang pertama yaitu penelitian yang dilakukan Rendra Sukmana dan Nawang Wulandari (2014) yang berjudul Pengaruh Terapi Okupasi Terhadap Kemampuan Sosial pada Klien Skizofrenia dengan Isolasi Sosial. Fokus penelitian ini terletak pada seberapa banyak pengaruh terapi okupasi pada pasien.

Kemudian tujuannya untuk mengetahui pengaruh Terapi Okupasi pada keterampilan sosial dalam skizofrenia dengan isolasi sosial, menggunakan Quasy Control Group Pre-test Posttest Design. Sedangkan tujuan peneliti adalah untuk mengetahui bagaimana peran pekerja sosial dalam megembalian keberfungsian sosial pasien berbasis terapi okupasi di Unit Rehabilitasi Mental RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang. Yang berfokus pada penerapan metode praktik pekerja sosial dalam upaya mengembalikan keberfungsian sosial pasien skizofrenia berbasis terapi okupasi. Persamaan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah sama- sama fokus terhadap upaya meningkatkan keberfungsian sosial pasien skizofrenia melalui terapi okupasi.

Kedua, penelitian yang dilakukan Ajruni Wulandestie Arifin, & Soni

A. Nulhakim (2015), yang berjudul Peran Pekerja Sosial Medis dalam

Menangani Orang Dengan Skizophrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Jawa Barat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tentang bagaimana

pekerja sosial medis dalam melakukan peran pendampingan terhadap

pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini

berfokus pada bagaimana peran pekerja sosial medis medis dalam

melakukan pendampingan pasien skizofrenia. Sedangkan tujuan penelitian

(4)

14

peneliti adalah untuk mengetahui peran pekerja sosial peran pekerja sosial dalam megembalian keberfungsian sosial pasien berbasis terapi okupasi di Unit Rehabilitasi Mental RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang dan mengetahui apa saja faktor penghambat yang dialami dalam megembalian keberfungsian sosial pasien berbasis terapi okupasi di Unit Rehabilitasi Mental RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang. Fokus penelitian peneliti adalah peran pekerja sosial dalam penerapan terapi okupasi berdasarkan metode pekerja sosial dan mencari hambatan pekerja sosial dalam melakukan praktiknya dalam upaya meningkatkan keberfungsian pasien berbasis terapi okupasi. Persamaan dari penelitian kedua dengan penelitian peneliti adalah sama-sama fokus pada peran pekerja sosial di rumah sakit jiwa.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Karnia Dewi (2017), yang berjudul Kinerja Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini berfokus pada kinerja pekerja sosial medis, dimana kinerja yang dilakukan pekerja sosial telah sesuai ataupun tidak. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran secara empiris tentang:

karakteristik informan, kualitas layanan pekerja sosial medis, ketepatan waktu kerja pekerja sosial medis, inisiatif kerja dari pekerja sosial medis, kemampuan pekerja sosial medis, dan komunikasi pekerja sosial medis.

Sedangkan tujuan peneliti adalah untuk mengetahui peran pekerja sosial

peran pekerja sosial dalam megembalian keberfungsian sosial pasien

berbasis terapi okupasi di Unit Rehabilitasi Mental RSJ Radjiman

Wediodiningrat Lawang dan mengetahui apa saja faktor penghambat yang

(5)

15

dialami dalam megembalian keberfungsian sosial pasien berbasis terapi okupasi di Unit Rehabilitasi Mental RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang. Dengan fokus pada metode praktik pekerja sosial dalam meningkatkan keberfungsian sosial melalui rehabilitasi mental berbasis okupasi. Jadi, peneliti tidak membahas tentang bagaimana kinerja pekerja sosial melainkan berfokus pada perannya pekerja sosial pada pasien skizofrenia. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama berfokus pada bagaimana peran pekerja sosial dirumah sakit , namun tidak pada kinerja peksos yang terkait dengan supervisi.

Dari ketiga penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa ketiga

penelitian diatas memiliki topik yang sama yaitu terkait dengan peran

pekerja sosial di rumah sakit jiwa dan pengembalian keberfungsian sosial

pasien skizofrenia namun memliki hasil yang berbeda. Persamaan objek

dapat menghasilkan penelitian yang berbeda, tergantung bagaimana cara

kita memandang dari berbagai perspektif. Dari penelitian pertama yang

menjelaskan tentang pengaruh terapi okupasi terhadap keberfungsian

sosial pasien skizofrenia. Kemudian penelitian yang kedua, mengenai

peran pekerja sosial dalam menangani orang dengan gangguan jiwa dan

yang ketiga yaitu kinerja pekerja soial medis di rumah sakit. Relevansi

dari ketiga penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan

adalah sama-sama fokus dalam proses upaya meningkatkan keberfungsian

sosial pasien skizofrenia melalui terapi okupasi di rumah sakit jiwa. Tetapi

penelitian yang pertama tidak menguji peran pekerja sosial tetapi fokus

(6)

16

pada pengaruh dari terapi okupasi. Kemudian penelitian yang kedua hanya

menguji bagaimana peran pekerja sosial dalam mendampingi pasien

skizofrenia. Dan penelitian yang ketiga, tidak menguji bagaimana proses

pekerja sosial dalam mengembalikan fungsi sosial pasien, malainkan lebih

melihat pada peran pekerja sosial dalam supervisi di rumah sakit. Dalam

penelitian yang peneliti akan lakukan ditargetkan menghasilkan tentang

bagaimana proses peran pekerja sosial dalam upaya meningkatkan

keberfungsian sosial pasien skizofrenia berbasis terapi okupasi. Jadi

peneliti lebih fokus terhadap bagaimana peran pekerja sosial dalam

meningkatkan keberfungsian sosial pasien yang mengacu pada metode

serta teknik pekerjaan sosial.

(7)

17

B. Konsep Pekerja Sosial

1. Definisi Pekerja Sosial

Menurut Walter A. Friedlander (1961) dalam bukunya yang berjudul Introduction to Social Welfare mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai suatu pelayanan professional yang didasarkan pada pengetahuan ilmiah dan keterampilan dalam hubungan kemanusiaan yang membantu individu-individu, baik secara perorangan maupun dalam kelompok untuk mencapai kepuasan dan kebesasan sosial dan pribadi. dari definisi ini menekankan bahwa pekerjaan sosial merupakan suatu profesi pelayanan sosial kepada individu, kelompok, dan masyarakat dengan didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan ilmiah tentang relasi manusia, serta bertujuan untuk mencapai kepuasan pribadi, kepuasan sosial, dan kebebasan. Jadi yang menjadi inti profesi pekerjaan sosial menurut Friedlander adalah relasi atau interaksi antarmanusia.

Dalam buku yang berjudul Social Work Practice, Model and Method, Pincus (1973:9), mengemukakan bahwa pekerjaan sosial

menitikberatkan pada permasalahan interaksi manusia dengan

lingkungan sosialnya sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-

tugas kehidupan, mengurangi ketegangan, serta mewujudkan aspirasi

dan nilai-nilai mereka. Menurut Pincus dan Minahan fokus dari

pekerjaan sosial merupakan interaksi orang dengan lingkungan sosial

sehingga mampu menyelesaikan tugas kehidupan mereka, mengatasi

(8)

18

kesulitan-kesulitan yang dihadapi, serta mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai mereka.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan sosial menegaskan bahwa Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial.

Seperti tercantum dalam Permensos No. 03 Tahun 2015 bahwa

“Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada Pekerja Sosial setelah lulus uji kompetensi”. Kepentingan lainnya adalah seperti yang tercantum dalam Permensos No. 03 Tahun 2015 bahwa sertifikasi bertujuan untuk :

a. memberikan pengakuan atas kualifikasi dan kompetensi Pekerja Sosial

b. meningkatkan tanggung jawab Pekerja Sosial

c. memberikan kepastian hukum dalam praktik profesional bagi Pekerja Sosial dan

d. melindungi masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesejahteraan sosial yang berkualitas

.

Pekerjaan sosial menurut Ikatan Pekerja Sosial Nasional Indonesia

merumuskan pekerjaan sosial sebagai aktivitas yang ditujukan kepada

(9)

19

usaha mempertahankan dan memperkuat kesanggupan manusia sebagai perseorangan dalam kehidupan kelompok maupun antar kelompok agar manusisa itu tetap dapat berfungsi dalam tata kehidupan sosial dan kebudayaan masyarakat yang sedang membangun guna mencapai kesejahteraan bersama.

Definisi pekerja sosial yang banyak digunakan dalam Curriculumer Study, yang disponsori oleh the Council on Social Work Education :

“Social work seeks to enhance the social functioning of individuals, singly and in groups, by activities focused upon their social relationships which constitute the interaction between man and his environment.”

Artinya : Pekerja Sosial berusaha untuk meningkatkan fungsi sosial individu, secara sendiri-sendiri dan kelompok dengan kegiatan yang berfokus pada hubungan sosial mereka yang kontra interaksi antara manusia dan lingkungannya.

Kegiatan-kegiatan ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga fungsi yaitu pemulihan kapasitas yang rusak, penyediaan sumberdaya individu dan sosial, dan pencegahan disfungsi sosial.

Asumsi yang mendasari pekerjaan sosial seperti :

a. Pekerjaan sosial sama seperti profesi lainnya yang memiliki fungsi penyelesaian masalah.

b. Praktik pekerja sosial adalah sebagai seni dengan dasar ilmiah dan nilai.

c. Pekerjaan sosial sebagai sebuah profesi yang muncul dan terus

berkembang karena kebutuhan manusia dan aspirasi manusia

yang telah diakui oleh masyarakat.

(10)

20

d. Praktik kerja sosial mengambil nilai-nilainya dari yang dipegang oleh masyarakat yang menjadi bagiannya. Namun, nilai-nilainya tidak harus secara keseluruhan merupakan nilai-nilai yang secara universal atau dominan dipegang atau di praktikkan dalam masyarakat.

e. Basis pekerjaan sosial terdiri dari tiga jenis pengetahuan : a) pengetahuan yang telah diuji, b) pengetahuan hipotesis yang membutuhkan transformasi kedalam pengujian pengetahuan, dan c) pengetahuan asumsi (atau praktik kebijaksanaan yang membutuhkan transformasi menjadi kebutuhan hipotetisdan dari situ mulai diuji)

f. Pengetahuan oleh praktik kerja sosial ditentukan oleh tujuannya.

g. Internalisasi pengetahuan dan nilai-nilai professional adalah karakteristik penting dari pekerja sosial profesional karea ia sendiri adalah instrumen bantuan profesional.

h. Keterampilan profesional di ekspresikan dalam kegiatan pekerja sosial.

Studi Kurikulum menjelaskan beberapa nilai penting pekerjaan sosial yang penting dalam mendefinisikan profesi ini:

1) Setiap orang memiliki hak untuk pemenuhan diri, berasal dari kapasitas bawaannya dan didorong ke arah tujuan itu.

2) Setiap orang memiliki kewajiban, sebagai anggota masyarakat,

untuk mencari cara pemenuhan diri yang berkontribusi pada

kebaikan bersama.

(11)

21

3) Masyarakat memiliki kewajiban untuk memfasilitasi pemenuhan diri individu dan hak untuk pengayaan melalui kontribusi anggota individu.

4) Setiap orang membutuhkan perkembangan harmonis kekuatannya yang disediakan secara sosial dan kesempatan sosial yang dijaga secara sosial untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam bidang fisik, psikologis, ekonomi, budaya, estetika, dan spiritual.

5) Ketika masyarakat menjadi lebih kompleks dan saling tergantung, organisasi sosial yang semakin terspesialisasi diperlukan untuk memfasilitasi upaya individu pada realisasi diri.

Untuk memungkinkan realisasi diri dan kontribusi kepada masyarakat oleh individu, organisasi sosial harus menyediakan perangkat yang disetujui secara sosial dan disediakan secara sosial untuk kepuasan kebutuhan dalam jangkauan, variasi, dan kualitas yang seluas mungkin sesuai dengan kesejahteraan umum.

Pekerjaan sosial dapat didefinisikan sebgai seni, ilmu, profesi yang

membantu orang untuk menyelasaikan masalah individu, kelompok

(terutama keluarga), dan komunitas dan untuk mencapai hubungan

pribadi, kelompok dan masyarakat yang memuaskan melaui praktik

pekerja sosial, termasuk kasus kerja, kerja kelompok, organisasi

masyarakat, administrasi dan penelitian. Praktik kerja sosial saat ini

sering bersifat generik, yang melibatkan ketiga metode tradisional.

(12)

22

Fokus utama adalah pengurangan masalah dalam hubungan manusia pada pengayaan hidup melalui peningkatan interaksi manusia dengan sungguh-sungguh. Fokus utama pekerja sosial adalah pada cara mendorong orang orang untuk meningkatkan fungsi sosial klien, kemampuan mereka untuk berinteraksi, dan berhubungan dengan orang lain. Selain itu, pekerja sosial terkadang membantu, individu untuk menyelesaikan masalah individu dan masalah pribadi. Pekerja sosial biasanya bekerja dengan klien pada level kontra, membatu mereka untuk menghadapi kenyataan dan untuk memecahkan maslah tanpa mempelajari bidang kerja sosial yang tidak sadar adalah seni;

dibutuhkan untuk memahami orang dan membantu klien membantu dirinya sendiri .

Pekerjaan sosial merupakan suatu profesi yang utama dalam mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh anggota masyarakat.

Profesi ini berfungsi untuk melakukan analisis kebijakan dan perencanaan kesejahteraan sosial, memperbaiki dan meningkatkan kehidupan sosial, mengembangkan sumber daya manusia, melakukan penyembuhan sosial, rehabilitasi sosial, mencegah timbulnya masalah sosial, memberdayakan kelompok rentan, dan lain sebagainya.

Selain hal tersebut profesi pekerjaan sosial juga befungsi mencegah

(preventif) terhadap timbulnya masalah sosial dari interaksi antar

anggota masyarakat, mengembangkan dan memelihara serta

memperkuat sistem usaha kesejahteraan sosial, menjamin terpenuhinya

kebutuhan dasar manusia, meningkatkan keberfungsian sosial

(13)

23

masyarakat, mengenali dan menumbuhkembangkan potensi anggota masyarakat, menjaga ketertiban sosial, dan berbagai kegiatan lainnya yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Dengan kata lain, bahwa pekerjaan sosial berupaya untuk mendayagunakan semua potensi yang ada guna mencapai kesejahteraan hidup masyarakat.

Pada awal perkembangannya profesi pekerjaan sosial dikenal sebagai profesi pelayanan sosial untuk membantu pasien dan keluarganya di rumah sakit dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial dan emosional yang diderita pasien atau proses penyembuhannya.

Pengertian lain diberikan oleh Barker (Fachrudin,2009) yang mendefinisikan pekerjaan sosial medis sebagai berikut:

“the social work practice that occurs in hospital and others health care setting to facilitate good health, prevent illness, and aid physically patients and their families to resolve the social and psychological problems related to the illness”.

Artinya: "Praktik kerja sosial yang terjadi di rumah sakit dan pengaturan perawatan kesehatan lainnya untuk memfasilitasi kesehatan yang baik, mencegah penyakit, dan membantu pasien secara fisik dan keluarga mereka untuk menyelesaikan masalah sosial dan psikologis yang berkaitan dengan penyakit"

Pengertian tersebut pada prinsipnya mengandung lima unsur pokok sebagai berikut :

a. Pekerjaan sosial medis merupakan praktik pekerjaan sosial. Hal

ini menunjukkan bahwa keterlibatan pekerjaan sosial di bidang

medis terutama untuk melaksanakan intervensi penyembuhan

terhadap penyakit pasien sesuai dengan domain pekerjaan sosial.

(14)

24

b. Setting pekerjaan sosial medis di rumah sakit maupun di tempat- tempat pelayanan kesehatan yang lain. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa praktik pelayanan pekerjaan sosial medis tidak hanya dilakukan di rumah sakit, tetapi juga di tempat- tempat lain, seperti keluarga, panti sosial, rumah singgah, ketetanggaan dan sebagainya.

c. Intervensinya diarahkan untuk memberikan fasilitas pelayanan yang memadai, mencegah penyakit dan memberikan bantuan.

d. Sasarannya adalah pasien, keluarga dan lingkungan masyarakat . e. Tujuannya untuk meningkatkan kehidupan yang sehat, mencegah timbulnya berbagai penyakit serta memecahkan masalah sosial dan psikologis yang berkaitan dengan penyakit.

Sebagaimana dipaparkan di atas, bahwa pekerjaan sosial medis bukan hanya diperlukan di rumah sakit, tetapi juga diperlukan dalam program-program pelayanan kesehatan lainnya, baik yang berhubungan dengan pencegahan penyakit maupun pengembangan kesehatan masyarakat. Praktik pekerjaan sosial dalam bidang pelayanan kesehatan mengarah pada penyakit yang disebabkan atau berhubungan dengan tekanan-tekanan sosial yang mengakibatkan kegagalan-kegagalan dalam pelaksanaan fungsi relasi-relasi sosial.

2. Peran-Peran Pekerja Sosial Pekerja

Dalam menjalankan fungsi sebagai pekerja sosial, ada peran-peran

yang dapat dijalankan dalam proses pemberian bantuan terhadap klien.

(15)

25

Secara umum peran-peran yang dijalankan oleh pekerja sosial menurut Zastrow (1985:13) adalah:

a. Enabler (Pemercepat Perubahan)

Sebagai enabler, seorang pekerja sosial menolong individu atau kelompok untuk menentukan kebutuhan, melakukan klarifikasi dan identifikasi permasalahan, mengeksplorasi strategi perubahan, memilih dan menerapkan strategi, serta mengembangkan kapasitas untuk menghadapi permasalahan secara lebih efektif.

b. Broker (Perantara)

Seorang broker menghubungkan individu atau kelompok yang membutuhkan pertolongan (dan tidak mengetahui dimana pertolongan itu tersedia) dengan pelayanan-pelayanan masyarakat.

c. Advocate (Advokat)

Peran ini merupakan peran di mana Pekerja Sosial membela individu atau masyarakat yang memerlukan pertolongan dengan meminjam cara-cara pembelaan menurut profesi hukum.

d. Empowerer (Pemberdaya)

Mengembangkan kapasitas klien untuk mengerti lingkungan

mereka, membuat pilihan, bertanggung-jawab terhadap pilihannya

tersebut, dan mempengaruhi situasi kehidupan mereka melalui

organisasi dan advokasi. Selain itu, untuk mencari pendistribusian

yang seimbang dari sumber-sumber yang ada dan kekuatan yang

berbeda dari setiap kelompok di dalam masyarakat.

(16)

26

e. Activist (Aktifis)

Seorang aktifis berperan untuk mencari perubahan kelembagaan (institusional) yang mendasar, seringkali objeknya meliputi perubahan pada kekuasaan dan sumber-sumbernya yang merugikan kelompok. Seorang aktifis memberikan perhatian kepada keadilan sosial, ketidakadilan, dan perampasan.

f. Mediator (Penengah)

Peran mediator meliputi intervensi dalam menangani perselisihan yang terjadi diantara beberapa pihak untuk membantu mereka mencari persetujuan, mendamaikan perbedaan atau mencapai kesepakatan yang memuaskan semua pihak yang terlibat.

g. Negotiator

Seorang negosiator mengajukan kerja sama diantara orang yang terlibat dalam satu konflik atau beberapa isu dan mencoba untuk mencapai penawaran untuk mencap ai persetujuan yang dapat saling diterima.

h. Educator

Peran pendidik yaitu memberikan informasi kepada klien dan mengajarkan mereka keterampilan untuk beradaptasi.

i. Initiator

Seorang inisiator menunjukkan perhatian pada suatu masalah atau

bahkan pada hal-hal yang berpotensi menjadi masalah.

(17)

27

j. Coordinator

Sebagai koordinator seorang pekerja sosial melakukan koordinasi upaya-upaya pertolongan terhadap individu atau masyarakat yanag membutuhkan.

k. Researcher

Setiap pekerja sosial adalah peneliti, meliputi kegiatan mempelajari literatur, mengevaluasi hasil dari praktek yang dilakukan, menilai kelebihan dan kekurangan program dan mempelajari kebutuhan masyarakat.

l. Group Facilitator

Grup fasilitator adalah orang yang menjalankan peran sebagai pemimpin dalam aktivitas kelompok. Kelompok tersebut dapat berupa kelompok terapi, kelompok pendidikan, kelompok pertolongan terhadap diri sendiri atau kelompok dengan fokus lainnya.

m. Public Speaker

Pekerja sosial adakalanya direkrut untuk berbicara kepada berbagai

kelompok (contoh: kelas-kelas di sekolah, organisasi pelayanan

umum seperti Kiwanis, petugas kepolisian, staf dari organisasi

lain) untuk menginformasikan kepada mereka pelayanan yang

tersedia atau menganjurkan pelayanan baru.

(18)

28

1. Tujuan dan Fungsi Pekerjaan Sosial

Dalam buku yang berjudul Social Work Practice, Model and Menthod, Pincus (1973:9) merumuskan tujuan pekerjaan sosial sebagai

berikut:

a. Meningkatkan kemampuan orang untuk menghadapi tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Mengaitkan orang dengan sistem yang dapat menyediakan sumber pelayanan dan kesempatan yang dibutuhkan.

c. Meningkatkan pelaksanaan sistem tersebut secara efektif dan berperikemanusiaan.

d. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, serta perkembangan kebijakan dan perundang-undangan sosial.

Dari keempat tujuan tersebut dapat dikatakan bahwa pekerjaan sosial merupakan suatu bidang profesi yang bertanggung jawab untuk memoerbaiki dan membantu mengembalikan fungsi sosial seseorang sehingga orang tersebut dapat melaksanakan tugas hidupnya tanpa bantuan orang lain.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pekerjaan sosial melaksanakan fungsi sebagai berikut:

1) Membantu orang meningkatkan dan menggunakan kemampuan secara lebih efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah mereka.

2) Mengaitkan orang dengan sistem sumber.

(19)

29

3) Mempermudah interaksi, mengubah, dan menciptakan hubungan baru antar orang dan sistem sumber kemasyarakatan.

4) Mempermudah interaksi, mengubah, dan menciptakan relasi antar orang di lingkungan sistem sumber.

5) Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan, serta perkembangan kebijakan dan perundang-undangan.

6) Meratakan susmber material.

C. Skizofrenia

1. Pengertian Skizofrenia

Menurut Undang-Undang Kesehatan Jiwa Nomor 18 Tahun 2014, Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Undang-Undang Kesehatan jiwa ini berisi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Menurut Keliat (Kurniawan,2016:18) jenis-jenis orang dengan gangguan jiwa terdiri dari skizofrenia, depresi, kecemasan, gangguan kepribadian, gangguan mental organic, gangguan kepsikomatik, retardasi mental, gangguan perilaku anak dan remaja. Dalam penelitian ini peneliti berfokus pada gangguan jiwa dengan jenis skizofrenia.

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yaitu “Schizein” yang

artinya retak atau pecah (split), dan “phren” yang artinya pikiran, yang

(20)

30

selalu dihubungkan dengan fungsi emosi. Dengan demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian serta emosi (Sianturi, 2014).

Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala psikotik yang khas dan ditandai oleh kemunduran funsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri.

Menurut Arif (2006:17) mendefinisikan bahwa skizofrenia termasuk dalam salah satu gangguan mental yang disebut psikosis.

Skizofrenia tidak dapat mengenali atau tidak memiliki kontak dengan realitas. Gejala skizofrenia selanjutnya dibagi menjadi dua (2) yaitu gejala positif dan gejala negatif.

Gejala Positif merupakan gejala-gejala yang tampak pada diri skizofrenia. Adapun gejala-gejala tersebut yaitu delusi (Waham).

Suatu delusi (waham) adalah suatu keyakinan yang salah yang tidak dapat dijelaskan oleh orang lain bahwa keyakinannya salah, meskipun banyak bukti yang kuat yang dapat diajukan untuk membantah keyakinan pasien tersebut. Berikut macam-macam skizofrenia, yakni : a) Grandeur (Waham Kebesaran) merupakan yang dimiliki

individu yang mengalami skizofrenia bahwa mereka adalah sesorang yang luar biasa.

b) Jealousy (Waham Cemburu) merupakan keyakinan yang dimiliki

oleh individu yang mengalami skizofrenia bahwa pasangan

mereka tidak setia.

(21)

31

c) Persecution (Waham Kejar) merupakan keyakinan bahwa individu yang mengalami skizofrenia dikejar-kejar oleh pihak- pihak tertentu yang ingin mencelakainya.

d) Passivity (Waham Pasif) merupakan keyakinan individu dengan skizofrenia bahwa mereka telah dikendalikan oleh berbagai kekuatan dari luar.

e) Poverty (Waham Kemiskinan) merupakan keyakinan individu dengan skizofrenia bahwa mereka takut mengalami kebangkrutan, padahal kenyataannya tidak demikian.

f) Reference (Waham Rujukan) merupakan keyakinan individu dengan skizofrenia bahwa mereka dibicarakan masyarakat luas.

2. Tipe-tipe Skizofrenia

Kraeplin (Maramis,2009) membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis. Penderita digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batasbatas golongan- golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang penderita tidak dapat digolongkan ke dalam satu jenis.

a. Skizofrenia Tipe Paranoid

Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah mulai 30 tahun.

Permulaanya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut.

Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan

schizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak

congkak dan kurang percaya pada orang lain.

(22)

32

b. Skizofrenia Tipe Hebefrenik

Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15 – 25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia heberfrenik, waham dan halusinasinya banyak sekali.

c. Skizofrenia Tipe Katatonik

Timbulnya pertama kali antara usia 15 sampai 30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

d. Skizofrenia Tipe Simplex

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan.

Waham dan halusinasi jarang sekali ditemukan.

e. Skizofrenia Tipe Residual

Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat

sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala

berkembang kearah gejala negative yang lebih menonjol. Gejala

negative terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas,

penumpukan afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan

(23)

33

pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.

D. Konsep Terapi Okupasi 1. Definisi Terapi Okupasi

Terapi okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan suatu tugas terpilih yang telah ditemukan, dengan maksud mempermudah belajar fungsi dan keahlihan yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal yang perlu ditekankan dalam terapi okupasi adalah bahwa pekerjaan atau kegiatan yang dilaksanakan oleh klien bukan sekedar memberi kesibukan pada klien saja, akan tetapi kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan dapat menyalurkan bakat dan emosi klien, mengarahkan ke suatu pekerjaan yang berguna sesuai kemampuan dan bakat, serta meningkatkan prokdutivitas (Kusumawati, F & Hartono, Y. 2010: 149).

Terapi okupasi berasal dari kata Occupational Therapy.

Occupational berarti suatu pekerjaan, therapy berarti pengobatan. Jadi,

Terapi Okupasi adalah perpanduan antara seni dan ilmu pengetahuan

untuk mengarahkan penderita kepada aktivitas selektif, agar kesehatan

dapat ditingkatkan dan dipertahankan, serta mencegah kecacatan

melalui kegiatan dan kesibukan kerja untuk penderita cacat mental

maupun fisik. (American Occupational Therapist Association). Terapis

okupasi membantu individu yang mengalami gangguan dalam fungsi

(24)

34

motorik, sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan individu tersebut. mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas perawatan diri, aktivitas produktivitas, dan dalam aktivitas untuk mengisi waktu luang. Tujuan dari pelatihan terapi okupasi itu sendiri adalah untuk mengembalikan fungsi penderita semaksimal mugkin, dari kondisi abnormal ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan aktivitas yang terencana dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat (Nasir & Muhith, 2011:

259).

2. Macam-macam Terapi Okupasi

a. Produktifitas : Kegiatan yang dikerjakan individu yang memungkinkan seseorang dapat menghidupi dirinya, keluarga dan orang lain dengan cara mennghasilkan barang atau jasa untuk menunjang kesehatan atau kesejahteraan. Contoh : bertani, kerajinan, bertukang, berkebun, menjahi dan lain-lain.

b. Perawatan Diri : Kegiatan yang dikerjakan individu secara rutin untuk memelihara kesehtan dan kesejahteraan dalam lingkungannya. Contoh : makan, minum, berpakaian, mandi, dan lain-lain.

c. Mengisi Waktu Luang : Kegiatan yang dikerjakan untuk tujuan mendapatkan kesenangan, gembira, kepuasan atau selingan.

Contoh: menonton televisi, bermain, membaca koran atau buku,

olahraga, mendengarkan musik, dan lain-lain.

(25)

35

3. Fungsi dan Tujuan Terapi Okupasi

Tujuan Terapi Okupasi secara umum menurut Astati adalah mengembalikan fungsi fisik, mental, sosial, dan emosi dengan mengembangkannya seoptimal mungkin serta memelihara fungsi yang masih baik dan mengarahkannya sesuai dengan keadaan individu agar dapat hidup layak di mayarakat.

Fungsi dan tujuan terapi okupasi terapi okupasi adalah terapan medis yang terarah bagi pasien fisik maupun mental dengan menggunakan aktivitas sebagai media terapi dalam rangka memulihkan kembali fungsi seseorang sehingga dia dapat mandiri semaksimal mungkin. Aktivitas tersebut adalah berbagai macam kegiatan yang direncanakan dan disesuaikan dengan tujuan terapi.

Pasien yang dikirimkan oleh dokter, untuk mendapatkan terapi okupasi adalah dengan maksud sebagai berikut:

a. Terapi khusus untuk pasien mental atau jiwa.

1) Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat mengembangkan kemampuan untuk dapat berhubungan tanggalan orang lain dan masyarakat sekitarnya.

2) Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan keadaannya.

3) Membantu dalam pengumpulan data guna menegakkan diagnosis dan penetapan terapi lainnya.

b. Terapi khusus untuk pasien mental atau jiwa.

(26)

36

1) Menciptakan Membantu dalam melampiaskan gerakan- gerakan emosi secara wajar dan produktif.

2) Membantu dalam pengumpulan data guna menegakkan diagnosis dan penetapan terapi lainnya.

3) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi, kekuatan otot, dan koordinasi gerakan.

4) Mengajarkan Aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan, berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum (telepon, televisi, dan lain-lain), baik dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dan lain-lain.

5) Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di rumahnya, dan memberi saran penyederhanaan (silifikasi) ruangan maupun letak alat-alat kebutuhan sehari hari.

6) Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan kemampuan yang masih ada.

7) Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk dijajaki oleh pasien sebagai langkah dalam pre-cocational training.

Berdasarkan aktivitas ini akan dapat diketahui kemampuan

mental dan fisik, kebiasaan kerja, sosialisasi, minat, potensi

(27)

37

dan lainnya dari pasien dalam mengarahkannya pada pekerjaan yang tepat dalam latihan kerja.

8) Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan menggunakan waktu selama masa rawat dengan berguna.

9) Mengarahkan minat dan hobi agar dapat digunakan setelah kembali ke keluarga.

Program terapi okupasi adalah bagian dari pelayanan medis untuk tujuan rehabilitasi total seorang pasien melalui kerjasama dengan petugas lain di rumah sakit. Dalam pelaksanaan terapi okupasi kelihatannya akan banyak overlapping dengan terapi lainnya sehingga dibutuhkan adanya kerjasama yang terkoordinir dan terpadu (Nasir &

Muhith, 2011: 262).

4. Indikasi Terapi Okupasi

Menurut Nasir (2011:266) ada beberapa indikasi pada terapi okupasi yaitu:

a. Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pengintergrasian perkembangan psikososialnya.

b. Kelainan tingkah laku yang terlibat dalam mengekspresikan perasaan atau kebutuhan yang primitif.

c. Tingkah laku yang tidak wajar dalam mengekspresikan perasaan

atau kebutuhan yang primitif.

(28)

38

d. Ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan sehingga reaksinya terhadap rangsangan tersebut tidak wajar pula.

e. Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tersebut atau seseorang yang mengalami kemunduran.

f. Mereka yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui suatu aktivitas dari pada dengan percakapan.

g. Mereka yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan cara mempraktikkannya dari pada dengan membayangkan.

h. Pasien cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam kepribadiannya.

E. Konsep Keberfungsian Sosial 1. Definisi Keberfungsian Sosial

Kata fungsi berasal dari bahasa latin Functus yang secara harfiah:

untuk melakukan atau untuk beroperasi. Menurut Tyrer dan Casey (1993) dalam psikiatri fungsi sosial didefinisikan sebagai, “tingkat dimana suatu fungsi individu dalam konteks sosialnya, fungsi tersebut berkisar antara pelestarian diri dan keterampilan hidup dasar bagi hubungan dengan orang lain dalam masyarakat.” Keberfungsian sosial menurut Morales dan Sheafor (Fachrudin, 2012) bahwa:

“social fungtioning is a helpful concept because it takes into

consideration both the environment. It suggests they a person brings

to the situation a set of behaviors, needs, and belief that are the result

of his or her uniqueexperiences from birth. Yet it also recognizes that

whatever is brough to the situation must be transaction between the

personand the parts of that person’s world that the quality of life can

be enhanced or damaged.”

(29)

39

Keberfungsian sosial memiliki kemampuan atau kapasitas dalam hal memenuhi atau merespon kebutuhan dasarnya (pendapatannya, pendidikan, kesehatan), melaksanakan peran sosial sesuai dengan status dan tugas– tugasnya serta dalam hal menghadapi goncangan dan tekanan, misalnya, masalah psikososial, krisis ekonomi. Fokus utama pekerjaan sosial adalah meningkatkan keberfungsian sosial untuk melakukan intervensi yang bertujuan atau bermakna.

Keberfungsian sosial merupakan konsepsi penting bagi pekerjaan sosial. Ia merupakan pembeda antara pekerjaan sosial dan profesi lainnya. Menurut Soeharto, (2014:28), definisi keberfungsian sosial adalah:

Kemampuan orang (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) dan sistem sosial (lembaga dan jaringan sosial) dalam memenuhi atau merespon kebutuhan dasar, menjalankan peranan sosial, serta menghadapi goncangan dan tekanan (shock and stresses)”.

Dari pernyataan di atas bahwa keberfungsian sosial ini bertujuan

dalam hal melaksanakan peranan orang (individu, kelompok maupun

masyarakat) sesuai status dan tujuan pada hidupnya sehingga tercapai

suatu tujuan tertentu dengan memecahkan masalah sosial yang ada

pada kehidupannya. Keberfungsian sosial yang diperlukan dalam

meningkatkan kualitas hidup manusia karena setiap orang mempunyai

prinsip dan dasar pada kehidupannya akan tetapi banyak orang yang

mengalami masalah sosial akan tetapi ia tidak mampu dalam

(30)

40

memecahkan masalah tersebut maka dalam hal ini dibutuhkan pekerja sosial untuk melakukan pertolongan pada orang tersebut.

Konsep keberfungsian sosial tidak terlepas dari karakterisitk orang dalam konteks lingkungan sosialnya. Konsep keberfungsian sosial Menurut Siporin (Fachrudin : 2014:42), yaitu: “Keberfungsian sosial menunjuk pada cara–cara individu–individu maupun kolektivitas dalam rangka melaksanakan tugas-tugas kehidupannya dan memenuhi kebutuhannya”.

Pada pernyataan di atas dijelaskan bahwa keberfungsian seseorang sangat berkaitan dengan peranan-peranan sosialnya, keberfungsian sosial juga dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dianggap penting dalam menampilkan beberapa peranan yang diharapkan oleh anggota atau yang dapat ditampilkan oleh setiap orang. Setiap individu mempunyai cara tersendiri untuk melaksanakan tugas-tugasnya dalam menjalanakan suatu kehidupannya untuk memenuhi kebutuhannya, akan tetapi akan ada masalah – masalah yang akan menghambat dalam proses yang akan dicapainya itu maka dalam hal ini peran individu tersebut dengan bantuan pertolongan pekerja sosial dibutuhkan.

Pekerja sosial berhubungan dengan keberfungsian sosial semua

orang tapi prioritasnya yaitu pada masalah pemenuhan kebanyakan

anggota-anggota masyarakat yang rentan. Pada dasarnya masyarakat

yang rentan ini adalah korban situasi pengabaian, ketidakadilan sosial,

diskriminasi dan penindasan.

(31)

41

2. Indikator Keberfungsian Sosial

Menurut Achlis indikator seseorang mampu berfungsi sosial, yaitu :

a. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan dalam melaksanakan peranan sosial .

1) Individu mampu melaksanakan tugas, peran, serta fungsinya.

2) Individu dapat bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban.

b. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan.

1) Individu bersikap afeksi terhadap diri, orang lain dan lingkungan.

2) Individu dapat menekuni hobi serta minatnya.

3) Individu mempunyai daya kasih sayang yang besar.

4) Individu menghargai dan menjaga persahabatan.

c. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan dalam memecahkan permasalahan sosial yang dihadapi. Individu memperjuangkan tujuan, harapan, cita-cita di hidupnya. Apabila indikator keberfungsian sosial tersebut tidak terpenuhi maka seseorang dapat dikatakan mengalami disfungsi sosial.

F. Konsep Disfungsi Sosial Pada Skizofrenia

Pandangan Fungsionalisme memandang kompetensi sosial disebut

dengan penyesuaian sosial, yaitu partisipasi dalam kehidupan sosial yang

sesuai dengan norma yang berlaku, dengan cara berperilaku seperti yang

(32)

42

orang lain harapkan. Disfungsi sosial merupakan ketidakmampuan untuk memenuhi tuntutan sosial dan untuk melakukan peran sosial secara tepat.

Disfungsi sosial merupakan seseorang yang menyimpang sikap dan perilaku pribandinya tidak terpenuhinya kebutuhan dasar secara fisik, mental, dan sosial.

Gangguan skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi area fungsi individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima, dan menginterprestasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, dan berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial, Issacs (Fachrudin,2012). Pasien skizofrenia akan mengalami gangguan fungsi dalam satu atau lebih bidang kegiatan hidup yang penting seperti hubungan antarpribadi, pekerjaan atau pendidikan, kehidupan keluarga, komunikasi, dan perawatan diri.

Apabila dikaitkan dengan indikator keberfungsian sosial menurut Achlis maka dapat dikatakan penderita skizofrenia mengalami disfungsi sosial. Hal ini dapat dilihat dari fakta dilapangan bahwa skizofrenia biasanya mengalami gejala ataupun tanda-tanda seperti halusinasi, delusi, pikiran kacau atau ucapan yang membingungkan, sulit konsentrasi dan gerakan yang berbeda sehingga mereka mengalami keterhambatan dalam berhubungan secara sosial.

Untuk mengatasi masalah disfungsi sosial maka perlu dilakukan

pemecahan masalah oleh pekerja sosial. Pekerja sosial membantu

memperbaiki, mengembangkan potensi diri klien agar dapat menolong

(33)

43

dirinya sendiri. Pasien skizofrenia menghadapi kondisi dimana aspek biologis dan aspek sosial yang merupakan dua hal yang tidak dapat kita pisahkan. Oleh sebab itu, dibutuhkan pelayanan yang holistik terhadap kondisi pasien skizofrenia, yang tidak hanya sebatas kepada kondisi rehabilitasi medis saja. Disebutkan dalam UU No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa bahwa, “Yang dimaksud dengan tenaga profesional lainnya adalah tenaga profesional di luar tenaga kesehatan yang menggunakan keilmuan dan keterampilannya sebagai profesi untuk melakukan pelayanan di bidang Kesehatan Jiwa, antara lain pekerja sosial, terapis okupasi, terapis wicara, guru tertentu, dan lain-lain”. Pekerja sosial sebagai salah satu profesi yang bertujuan untuk meningkatkan keberfungsian bagi klien. Kemudian di dalam rehabilitasi mental pasien skizofrenia juga mendapatkan terapi okupasi dimana terapi ini sangat penting untuk membantu pengembalian keberfungsian sosial pasien melalui kegiatan produktivitas, perawatan, dan mengisi waktu luang.

Disini tentu akan banyak hal yang dapat pekerja sosial lakukan dalam upaya meningkatkan keberfungsian sosial pasien skizofrenia berbasis terapi okupasi.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa investor kemungkinan masih memberikan respon yang lebih besar terhadap informasi laba daripada laporan pertanggungjawaban sosial dalam pengambilan

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Muhammadiyah Surakarta Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non- exclusive

Menurut ISO 14001 dalam Kuhre (1996), Tim Respon Gawat Darurat harus terdiri dari para pekerja yang memiliki pengetahuan atau sudah terlatih untuk bertindak dalam keadaan

Bagi yang dak membawa salah satu poin 1 & 2 maka mahasiswa wajib minta surat kasus diloket akademik dan wajib diselesaikan.. Bila mahasiswa yang dak menyelesaikan

Dalam hal ini pelatih sangat berperan penting, maka dari itu peneliti berusaha untuk merubah pandangan beberapa pelatih bahwa komponen biomotor khususnya

Kelompok unsur logam tanah jarang pertama kali ditemukan pada tahun 1787 oleh seorang letnan angkatan bersenjata Swedia bernama Karl Axel Arrhenius, yang

Hasil proyeksi juga menunjukkan bahwa dalam periode 2002-2010 jumlah permintaan selalu lebih besar dari produksi dalam negeri, bahkan perbedaan itu semakin melebar, sehingga

Jika david sedang bermain di kolam maka david tidak sedang tidak sedang mengerjakan PR atau Jika david ada di dalam rumah maka david sedang mendengarkan radio.. Jika saya