• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SEBAGAI MAKANAN SUMBER PROTEIN DAN TINGGI

KALSIUM

NURHIDAYAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

SEBAGAI MAKANAN SUMBER PROTEIN DAN TINGGI KALSIUM

NURHIDAYAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(3)

Nama : Nurhidayah

NIM : I14062804

Disetujui : Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS. NIP. 19621204 198903 2 002

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001

(4)

Physicochemical and Sensory Qualities of Freshwater Snail (Bellamnya javanica) Nuggets as Protein and High Calcium Food Source. Under

direction of EVY DAMAYANTHI.

Sweet potato flour has high water binding capacity that can be used as binder in nugget processing. In the other hand, utilization of freshwater snail as a cheap protein and high calcium source (due to its abundant availibility in indonasia paddy field water) with low fat content is still low. Making of this freshwater snail nugget expected to optimize the freshwater snail and sweet potato consumption as local food. The objective of this research was to study the effect of using sweet potato flour in physicochemical and sensory properties of freshwater snail nugget. Sweet potato flour substitition level toward tapioca and wheat flour was 0%, 25%, 50%, 75% and 100%. The Determination of freshwater snail nugget formula was done by trial and error in order to find the right composition. Nugget then be analysed for its sensory and physical properties. The best product was choosen by the consideration of the sensory evaluation. This best product then analysed for its chemical properties, protein digestibility and water holding capacity (WHC). A nugget without the substitution of sweet potato flour was used as control. Results showed that there is no significant influence (p>0,05) of sweet potato flour substitution in colour, odor, taste, overall and hardness evaluation of nugget but give the significant influence (p<0,05) in texture and pH value. The 75% sweet potato flour substitution formula was the best product choosen based on the sensory evaluation. Significant differences (p<0,05) showed in WHC, energy content, calcium content and protein digestibility between the the best product and control, but there are no significant difference (p>0,05) in water, ash, protein, fat and carbohydrate content. The 75% sweet potato flour substitution freshwater snail nugget can be claimed as protein and high calcium source (protein 17%, and calcium 20% from the Indonesia Recommended Dietary Allowance). For common health purpose, the 75% sweet potato flour substitution seem to be more potential than wheat flour as nutritious nugget not only due to it’s protein, high calcium source but also due to dietary fiber source.

Keywords: sweet potato flour, freshwater snail, nugget, protein digestibility, calcium

(5)

terhadap Mutu Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Keong Tutut (Bellamnya javanica) sebagai Makanan Sumber Protein dan Tinggi Kalsium. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI

Ubi jalar memiliki prospek yang baik sebagai komoditas unggulan. Selama ini pemanfaatan ubi jalar menjadi bahan olahan yang memiliki masa simpan relatif lama dan bernilai ekonomis masih terbatas. Diversifikasi pemanfaatan dan peningkatan nilai tambah ubi jalar, antara lain dapat dilakukan melalui pengolahan tepung ubi jalar yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan substitusi terigu pada produk roti, cookies, kue dan mi. Tepung ubi jalar juga berfungsi sebagai bahan pengikat dan penstabil karena daya ikat airnya yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam pembuatan nugget. Nugget pada umumnya terbuat dari daging ayam. Substitusi daging ayam dengan daging keong tutut sebanyak 60% memberikan hasil nugget yang dapat disukai dan menjadi sumber protein serta tinggi kalsium. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan pengikat diharapkan dapat memberikan mutu fisiko-kimia yang baik pada nugget dan dapat diterima oleh konsumen.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar dalam pembuatan nugget keong tutut. Tujuan Khusus penelitian ini adalah (1) menentukan formula yang tepat dalam pembuatan produk nugget, (2) mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat organoleptik nugget keong tutut, (3) mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat fisik nugget keong tutut, (4) mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat kimia nugget keong tutut, (5) Menilai kontribusi zat gizi nugget terpilih terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG).

Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai Oktober 2010. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan formula terbaik dalam pembuatan nugget dan menentukan persentase substitusi tepung ubi jalar yang tepat. Pembuatan nugget keong tutut menggunakan proses pengolahan nugget modifikasi Patriani (2010). Pembuatan nugget keong tutut menggunakan persentase daging keong tutut dan daging ayam 60:4 dari total berat daging. Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka yaitu 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%. Penetapan formula nugget keong tutut dilakukan secara trial and error, yaitu mencari komposisi yang tepat, kemudian dilakukan uji organoleptik oleh 30 orang panelis untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap nugget. Selanjutnya dilakukan uji sifat fisik, yaitu kekerasan dan pH adonan. Formula nugget yang disukai panelis kemudian digunakan dalam penelitian selanjutnya, yaitu uji sifat kimia (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, energi, serat pangan, kalsium dan daya cerna protein) dan sifat fisik (daya mengikat air).

Pembuatan nugget diawali dengan penggilingan daging keong tutut dan daging ayam. Daging keong tutut yang telah dikeluarkan dari cangkang dan dibersihkan bersama daging ayam, digiling menggunakan es dan garam. Penggilingan kedua menggunakan campuran susu fullcream bubuk, bumbu dan serpihan es. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula, bawang putih, bawang merah, bawang bombay, penyedap rasa, lada dan jahe. Penggilingan terakhir menggunakan campuran tepung terigu, tapioka dan tepung

(6)

tepung (tepung terigu, tepung maizena dan tepung bumbu), kocokan telur (batter), dan tepung roti (breading). Setelah itu nugget dimasukkan kedalam freezer selama 30 menit. Kemudian dilakukan penggorengan awal (pre-frying) dengan mengatur suhu minyak sekitar 1600C selama 30 detik selanjutnya dilakukan pembekuan. Data hasil uji organoleptik dan sifat fisik dianalisis secara statistik menggunakan uji ragam (ANOVA) untuk melihat pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat organoleptik dan sifat fisik nugget. Hasil uji ANOVA yang berbeda nyata kemudian dilanjutkan dengan Uji Lanjut Wilayah Berganda Duncan untuk mencari perlakuan yang berbeda. Data sifat kimia dianalisis secara statistik menggunakan independent samples t-test untuk melihat perbedaan produk terpilih dan kontrol.

Mutu hedonik nugget keong tutut menunjukkan bahwa substitusi tepung ubi jalar dengan tepung terigu dan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap warna, aroma dan rasa, nugget tetapi memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap mutu tekstur nugget. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat substitusi tepung ubi jalar maka tekstur nugget semakin empuk. Tingkat kesukaan nugget keong tutut menunjukkan bahwa substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan nugget. Produk terpilih ditentukan berdasarkan penerimaan panelis terhadap karakteristik organoleptik nugget secara keseluruhan. Nilai tertinggi persentase penerimaan panelis terhadap nugget secara keseluruhan dimiliki oleh nugget keong tutut dengan tingkat substitusi tepung ubi jalar 75%. Oleh karena itu, produk terpilih yang digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya adalah nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar sebesar 75%.

Nilai pH adonan nugget berkisar antara 7,463-8,301. Nilai pH adonan cenderung basa diduga karena kandungan mineral terutama kalsium yang cukup tinggi yang terdapat dalam keong tutut. Tingkat substitusi tepung ubi jalar berpengaruh nyata terhadap nilai pH adonan (p<0,05). Substitusi tepung ubi jalar menurunkan pH adonan nugget secara nyata. Nilai kekerasan nugget berkisar antara 8,40-11,32 mm. Semakin besar nilai kekerasan yang diperoleh maka produk akan semakin empuk. Substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap kekerasan nugget. Nilai Daya Mengikat Air (DMA) adonan nugget substitusi tepung ubi jalar 75% adalah 60,93%.

Nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% mengandung air sebesar 48,14%, abu 2,59%, protein 10,16%, lemak 11,56%, karbohidrat 27,56%, serat pangan total 9,89% dan kalsium 157,60 mg/100 gram serta nilai daya cerna protein 77,98%. Nugget keong tutut formula terpilih memenuhi 13% AKG energi, 9% AKG karbohidrat, 19% AKG lemak, 17% AKG protein dan 20% AKG kalsium. Nugget ini dapat diklaim sebagai sumber protein dan tinggi kalsium.

(7)

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) terhadap Mutu Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Keong tutut (Bellamnya javanica) sebagai Makanan Sumber Protein dan Tinggi Kalsium”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibunda dan seluruh keluarga penulis atas kasih sayang, perhatian dan dukungan dalam bentuk materi maupun moral. Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, kritik dan saran serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

2. Ir. Eddy Setyo Mudjajanto selaku dosen pemandu seminar.

3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen penguji atas segala saran dan masukkan yang diberikan.

4. Dr. Ir. Drajat Martianto, MS selaku dosen pembimbing akademik.

5. Bapak Mashudi atas segala bantuan, masukan dan saran yang diberikan. 6. Para Laboran (Ibu Rizky, Pak Basri, Ibu Titi dan Ibu Nina serta Ibu Rubiyah). 7. Sahabat seperjuangan: Miftakhurrahmah dan Eva Fitrina P, serta

teman-teman pembahas: Desy Afriyanti, Oktarina dan Yustika Segar Negari.

8. Yulaika Widhiastuti, Dianita Yuliani, Diniarti Prayuni, Lely Martina, Nurlailati Ramdhani, Kustiyana dan Catur Wulandari DS atas segala perhatian dan dukungan yang telah diberikan.

9. Semua sahabat Gizi Masyarakat ’43, ‘42, ’44 dan Pondok Amany atas dukungan dan semangat yang diberikan.

10. Keluarga Besar Gizi Masyarakat: para pengajar, staf TU atas segala bantuannya.

11. Rekan-rekan di Laboratorium (KOPLAG).

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, namun tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2011 Nurhidayah

(8)

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 10 November 1988 dari Bapak (Alm) Abdul Hamid dan Ibu Maimunah. Penulis merupakan anak ke-9 dari sembilan bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di Sekolah dasar Islam (SDI) Daarul Falah, Tangerang (1994-2000), kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI) Daarul Falah, Tangerang (2000-2003). Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 10 Jakarta dan selesai pada tahun 2006.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Selama penulis melaksanakan pendidikan di IPB, penulis mengikuti organisasi kemahasiwaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) sebagai anggota divisi Organoleptik tahun 2007/2008, Forum Syiar Islam FEMA (FORSIA) tahun 2007/2008 sebagai anggota divisi keputrian dan tahun 2008/2009 sebagai Bendahara Umum. Selain itu, penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang kewirausahaan yang dibiayai oleh DIKTI pada tahun 2008/2009 dengan judul Diet Sehat dengan Jajanan Jelly Kettel (Jelly Ketimun Wortel). Penulis juga mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Cikarawang pada bulan Juli-Agustus 2008 serta Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong pada tahun 2009.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….. iii

DAFTAR GAMBAR………. iv DAFTAR LAMPIRAN……….. v PENDAHULUAN Latar Belakang……….. 1 Tujuan ……… 3 Kegunaan ……….. 3 TINJAUAN PUSTAKA Nugget……… 4

Bahan Pembuatan Nugget……….. 4

Keong Tutut……….. 4

Daging Ayam……… 6

Bahan Pengikat……… 6

Tepung Ubi Jalar………. 7

Tepung Tapioka……….. 9

Tepung Terigu………. 10

Batter dan Breader……….. 11

Bahan Pembantu………... 12

Proses Pembuatan Nugget………. 13

Penggilingan dan Pencampuran………... 13

Pengukusan dan Pencetakkan……….. 13

Battering dan Breading………... 14

Pre-frying dan Frying………... 14

Pembekuan………... 15 Uji Organoleptik………. 15 Warna……… 15 Aroma……… 16 Rasa………... 16 Tekstur………... 16 METODE Waktu dan Tempat………... 17

Bahan dan Alat……….. 17

Metode ……….. 17

Penelitian Pendahuluan……….. 18

Bahan Pembuatan Nugget……… 18

Proses Pembuatan Nugget……… 19

Penelitian Lanjutan……….. 21

Uji Organoleptik Nugget………. 21

Uji Sifat Fisikokimia Nugget……….. 21

Rancangan Percobaan……… 21

Pengolahan dan Analisis Data……… 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Nugget……….. 23

Sifat Organoleptik………. 26

Mutu Hedonik……… 26

(10)

Aroma……… 28 Rasa……….. 28 Tekstur……….. 28 Hedonik (Kesukaan)………. 29 Warna……… 30 Aroma……… 30 Rasa……….. 31 Tekstur……….. 31 Keseluruhan………. 32 Sifat Fisik……… 33 Nilai pH adonan……… 33 Kekerasan………. 35

Daya Mengikat Air……… 36

Sifat Kimia……….. 36 Kadar Air……… 37 Kadar Abu………. 38 Kadar Protein……… 39 Kadar Lemak……… 39 Kadar Karbohidrat……… 40 Nilai Energi……… 40

Kadar Serat Pangan……… 41

Kadar Kalsium……….. 42

Daya Cerna Protein………. 43

Kontribusi Zat Gizi Nugget Formula Terpilih terhadap AKG………... 43

Harga Nugget Formula Terpilih……….. 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan……… 45 Saran……….. 46 DAFTAR PUSTAKA……… 47 LAMPIRAN………... 51  

 

 

 

 

 

 

 

 

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Klasifikasi keong tutut... 5

2 Komposisi daging keong tutut per 100 gram BDD... 5

3 Kandungan zat gizi ubi jalar per 100 gram... 8

4 Komposisi kimia tepung ubi jalar per 100 gram... 9

5 Komposisi kimia tepung tapioka per 100 g... 10

6 Komposisi kimia tepung terigu per 100 g... 11

7 Formulasi nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar yang bertingkat dalam 105 g adonan... 19

8 Nilai rata-rata mutu hedonik dan hedonik nugget keong tutut pada berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka... 26

9 Persentase penerimaan panelis pada nugget keong tutut dengan berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka... 30

10 Sifat kimia nugget keong tutut setengah matang substitusi tepung ubi jalar 75% dan substitusi tepung ubi jalar 0%... 37

11 Kandungan zat gizi dan persentase AKG pada nugget keong tutut setengah matang dengan substitusi tepung ubi jalar 75% per takaran saji... 44 12 Harga nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% serta harga produk nugget ayam komersil... 44

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Keong tutut... 4 2 Skema penelitian... 18 3 Proses pembuatan nugget keong tutut modifikasi

Patriani... 20 4 Tepung ubi jalar dan tepung terigu... 23 5 Adonan nugget sebelum dan sesudah dikukus... 25 6 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap nilai rata-rata mutu

hedonik nugget keong tutut matang... 27 7 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap nilai rata-rata

hedonik nugget keong tutut matang... 29 8 Nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar

75%... 33 9 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap pH adonan nugget

keong tutut... 34 10 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap kekerasan nugget

keong tutut setengah matang... 35

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Formulir uji organoleptik mutu hedonik produk nugget keong tutut

dengan substitusi tepung ubi jalar... 52

2 Formulir uji organoleptik hedonik produk nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar... 53

3 Prosedur analisis sifat fisik... 54

4 Prosedur analisis sifat kimia... 55

5 Hasil uji organoleptik... 59

6 Hasil sidik ragam mutu hedonik nugget keong tutut matang pada berbagai substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka... 64

7 Hasil uji lanjut Duncan mutu tekstur nugget keong tutut matang dengan berbagai substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka... 64

8 Hasil sidik ragam hedonik nugget keong tutut dengan berbagai substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka... 64

9 Hasil analisis sifat fisik... 65

10 Hasil sidik ragam pH adonan nugget keong tutut dengan berbagai substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka... 65

11 Hasil uji lanjut Duncan pH adonan nugget keong tutut dengan berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka... 66

12 Hasil sidik ragam kekerasan nugget keong tutut dengan berbagai substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka... 66

13 Hasil uji independent samples t-test daya mengikat air adonan nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% dan substitusi tepung ubi jalar 0%... 66

14 Hasil analisis sifat kimia nugget keong tutut setengah matang substitusi tepung ubi jalar 75%... 66

15 Hasil uji independent samples t-test sifat kimia nugget keong tutut setengah matang substitusi tepung ubi jalar 75% dan substitusi tepung ubi jalar 0%... 69

16 Rincian analisis biaya nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%... 71

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Makanan pokok untuk masyarakat idealnya bersumber dari bahan baku lokal agar biayanya dapat ditekan. Saat ini, masyarakat Indonesia menjadi salah satu pengonsumsi tepung terigu terbesar, padahal bahan baku tepung terigu sulit untuk tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Tepung terigu berasal dari gandum yang diperoleh dari hasil impor padahal masih banyak pangan sumber karbohidrat selain gandum yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia, salah satu contohnya adalah ubi jalar.

Ubi jalar memiliki prospek yang bagus sebagai komoditas unggulan. Tanaman ini dapat tumbuh di sembarang tanah, mudah dalam pemeliharaannya, tahan terhadap kering dan biaya produksi yang murah. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2009 telah mencapai 2.057.913 ton/tahun (BPS 2009). Selain itu, ubi jalar mengandung zat gizi yang berpengaruh positif pada kesehatan. Hasil penelitian di North Caroline Stroke Assosiation, American Cancer Society dan American Heart Association menyatakan bahwa ubi jalar merupakan salah satu jenis makanan bergizi dengan banyak manfaat dan dapat mencegah berbagai penyakit. Serat pangan (dietary fiber) ubi jalar, merupakan polisakarida bukan pati dan dalam sistem pencernaan yang tidak tercerna dan tidak terabsorbsi dalam usus halus, tetapi terfermentasi dalam usus besar (Cordell 2010).

Selama ini pemanfaatan ubi jalar menjadi bahan olahan yang memiliki masa simpan relatif lama dan bernilai ekonomis masih terbatas. Sebagian besar produksi ubi jalar masih digunakan sebagai bahan pangan, baik sebagai makanan pokok maupun makanan sampingan. Sebagian lainnya telah digunakan untuk pakan dan bahan baku industri, terutama saos. Diversifikasi pemanfaatan dan peningkatan nilai tambah ubi jalar, antara lain dapat dilakukan melalui pengolahan menjadi bentuk setengah jadi, seperti tepung ubi jalar yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan substitusi terigu pada produk roti, biskuit, cookies, kue dan mi. Hal ini dapat terjadi karena sifat fungsional dari tepung ubi jalar terutama gelatinisasi pati. Selain itu, tepung ubi jalar juga berfungsi sebagai bahan pengikat dan penstabil karena daya ikat airnya yang tinggi (Pusbangtepa 1999). Karena kemampuan mengikat airnya yang tinggi, maka tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam pembuatan produk olahan pangan. Salah satu produk olahan pangan yang

(16)

memerlukan bahan pengikat dalam pengolahnnya adalah nugget. Nugget merupakan salah satu produk olahan pangan yang cukup digemari oleh masyarakat Indonesia dan cara pengolahannya pun cukup mudah.

Menurut SNI 01-6683-2002 tentang nugget ayam, nugget adalah produk olahan yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging giling yang diberi bahan pelapis (batter dan breader) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (BSN 2002). Selama ini, bahan baku pembuatan nugget pada umumnya berasal dari daging ayam. Penelitian mengenai nugget juga telah banyak dilakukan seperti nugget hati, nugget lele dumbo dan nugget ikan sapu-sapu. Komposisi nugget yang sebagian besar daging menjadikan nugget sebagai salah satu alternatif untuk pemenuhan zat gizi masyarakat terutama kebutuhan akan protein hewani.

Protein merupakan suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh. Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam tubuh serta sebagai sumber energi. Salah satu sumber protein hewani yang berasal dari moluska adalah keong tutut. Keong tutut hidup di perairan dangkal yang berdasar lumpur dan ditumbuhi rerumputan air, dengan aliran air yang lamban, seperti sawah, rawa-rawa, pinggir danau, sungai kecil, lebih menyukai perairan yang jernih dan bersih. Di Indonesia keong ini tersebar dari Sumatera sampai Irian Jaya (LIPI 1977).

Keong tutut merupakan pangan inferior sehingga pemanfaatannya sebagai makanan masih relatif rendah, padahal keong tutut merupakan salah satu sumber protein yang murah (karena ketersediaanya berlimpah di Indonesia) serta tinggi kalsium dan rendah lemak. Masyarakat Sunda biasanya mengonsumsi keong tutut hanya dalam bentuk dipindang. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengkonsumsi keong tutut dikarenakan perasaan jijik yang menghinggapi sebagian besar masyarakat terkait dengan hasil olahan keong tutut, padahal setiap 100 gram BDD (berat dapat dimakan) keong tutut mengandung 64 kkal energi, 11,8 g protein, 5,3 g lemak, 3,0 g karbohidrat, 75,8 g air, 122,5 mg fosfor dan 299,2 mg kalsium (Risjad 1996). Oleh karena itu, pengolahan keong tutut menjadi nugget diharapkan dapat menarik perhatian masyarakat untuk mengkonsumsi keong tutut sehingga akan memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat.

Bahan pembantu dalam pembuatan nugget seperti bahan pengikat dapat mempengaruhi mutu nugget. Bahan pengikat sagu, tapioka dan terigu

(17)

merupakan hal yang umum digunakan dalam pembuatan nugget. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan pengikat diharapkan dapat memberikan mutu fisiko-kimia yang baik dan dapat diterima oleh konsumen. Pembuatan nugget ini diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan keong tutut dan ubi jalar sebagai bahan pangan lokal. Hingga saat ini penelitian yang menunjukkan pengaruh pemanfaatan tepung ubi jalar sebagai bahan pengikat dalam pembuatan nugget keong tutut belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut.

Tujuan Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar dalam pembuatan nugget keong tutut.

Tujuan Khusus

1. Menentukan formula yang tepat dalam pembuatan produk nugget.

2. Mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat organoleptik nugget keong tutut.

3. Mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat fisik nugget keong tutut.

4. Mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat kimia nugget keong tutut.

5. Menilai kontribusi zat gizi nugget terpilih terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) dengan menggunakan angka Acuan label Gizi (ALG) tahun 2007.

Kegunaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi bahan pangan lokal yaitu keong tutut dan ubi jalar yang belum termanfaatkan secara optimal, sehingga menjadi bahan pangan yang lebih bermutu dan bernilai ekonomis. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pendukung dalam program diversifikasi pangan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Nugget

Menurut BSN (2002) nugget adalah produk olahan yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging giling yang diberi bahan pelapis (batter dan breader) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Menurut Tanoto (1994) nugget adalah suatu bentuk produk olahan dari daging giling yang merupakan emulsi minyak dalam air. Daging giling diberi bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan pengikat kemudian dicetak menjadi bentuk-bentuk tertentu selanjutnya dilumuri dengan tepung roti dan digoreng. Rasa nugget lebih gurih dibandingkan daging utuh. Produk nugget yang dijual secara komersial pada umumnya terbuat dari daging ayam.

Nugget pada umumnya berbentuk persegi panjang, ketika digoreng warna nugget menjadi kekuningan dan kering. Hal yang terpenting dari nugget adalah penampakan produk akhir, warna, tekstur dan aroma (Owens 2001). Pembuatan nugget pada dasarnya mencakup lima tahap, yaitu: penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu dan bahan pengikat; pencetakkan; breading; pre-frying dan pembekuan (Tanoto 1994).

Bahan Pembuatan Nugget Keong Tutut

Keong tutut (Bellamnya javanica van den Bush), termasuk filum Mollusca dengan famili Viviparidae. Keong tutut hidup di perairan dangkal yang berdasar lumpur dan ditumbuhi rerumputan air, dengan aliran air yang lamban, seperti sawah, rawa-rawa, pinggir danau, sungai kecil, lebih menyukai perairan yang jernih dan bersih. Di Indonesia keong ini tersebar dari Sumatera sampai Irian Jaya (LIPI 1977).

(19)

Klasifikasi keong tutut menurut Suwignyo et al. (2005) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi keong tutut

Kingdom Animalia

Phylum Mollusca

Kelas Gastropoda

Sub Kelas Prosobranchia

Ordo Mesogastropoda

Family Viviparidae

Genus Bellamnya

Species Bellamnya javanica van den Bush

Keong air tawar ini mudah dikenal karena bentuk cangkangnya seperti kerucut, meruncing ke belakang dan berwarna hijau kehitaman. Ukurannya dapat mencapai sebesar biji pala. Bagi penduduk Indonesia bagian barat, terutama yang tinggal atau berasal dari Jawa, tutut merupakan sumber protein yang sudah banyak dikonsumsi. Daging yang dapat dimakan beratnya sekitar 4-5 g dari berat total. Keong tutut hanya memakan tanaman air seperti jenis lumut, ganggang, dan bahan organik. Cara pengambilan tutut mudah dan sudah umum diperdagangkan. Keong ini berkembang biak dengan telur, akan tetapi seluk beluk daur hidupnya belum banyak diketahui (LIPI 1997).

Tabel 2 komposisi kimia daging keong tutut per 100 g BDD

Komponen Tutut 1 Sapi 2 Ayam2 Ikan Mas2 Telur ayam2

Energi (Kalori) 64 273 298 86 154 Protein (g) 11,8 17,5 18,2 16,0 12,4 Lemak (g) 5,3 22,0 25,0 2,0 10,8 Karbohidrat (g) 3,0 0 0 0 0,7 Kalsium (mg) 299,2 10,0 14,0 20,0 86,0 Fosfor (mg) 122,5 150,0 200,0 150,0 258,0 Besi (mg) 11,7 2,6 1,5 2,0 3,0 Air (g) 75,8 60,0 55,9 80,0 74,3 Sumber :1 Risjad (1996) 2 Persagi (2008)

Tabel 2 menunjukkan bahwa daging keong tutut memiliki beberapa kelebihan zat gizi, seperti kandungan lemak yang rendah, sehingga dapat digunakan sebagai menu bagi orang yang sedang menjalankan diet rendah lemak. Tingginya kalsium dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam pembentukan tulang dan gigi. Kandungan zat besi yang tinggi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam pembentukan sel darah merah.

(20)

Daging Ayam

Daging ayam merupakan bahan makanan yang mengandung gizi tinggi, memiliki rasa dan aroma yang enak, tekstur yang lunak dan harga yang relatif murah, sehingga disukai hampir semua orang. Komposisi kimia daging ayam terdiri atas protein 18,2% , lemak 25%, air 55,9%, energi 298%, kalsium 14%, dan besi 1,5% (Persagi 2008).

Komponen daging ayam yang paling mahal adalah otot. Otot dada terdiri atas serabut putih sedangkan otot paha selain serabut putih juga mengandung serabut merah atau gelap. Perbedaan serabut ini akan berpengaruh terhadap komposisi daging, sifat biokimia dan karakteristik sensori serta nilai ekonomis. Daging putih mengandung kadar protein lebih tinggi daripada daging merah, akan tetapi kadar lemaknya lebih rendah dan sebagian besar terdiri atas lemak jenuh. Daging dada memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian-bagian lainnya, tetapi memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian-bagian lainnya (Soeparno 2005).

Menurut Lawrie (2003), protein daging terdiri atas miofibrilar, sarkoplasmik, mitokondria dan jaringan ikat. Beberapa parameter yang menentukan sifat fisik daging adalah kekenyalan, kekerasan, daya iris dan daya mengikat air. Berdasarkan hasil penelitian Ertiningsih (1993), ayam ras memiliki kekenyalan, kekerasan dan daya iris yang lebih rendah dibanding dengan ayam buras sedangkan daya mengikat airnya lebih tingi.

Bahan Pengikat

Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam industri makanan untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan. Salah satu bahan yang digunakan sebagai pengikat adalah tepung. Fungsi bahan pengikat adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur yang padat dan menarik air dari adonan (Branen et al. 1990).

Tepung pati dapat meningkatkan daya mengikat air karena kemampuan menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan. Tepung dapat mengabsorpsi air 2-3 kali lipat dari berat semula. Oleh karena sifat tersebut, maka adonan akan menjadi lebih besar (Ockerman 1983). Salah satu tepung yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat adalah tepung ubi jalar karena daya mengikat airnya yang tinggi (Pusbangtepa 1999).

(21)

Tepung Ubi Jalar. Ubi jalar termasuk ke dalam famili Convolvulaceae

dan mempunyai nama botani Ipomoea batatas. Pola pertumbuhannya ada dua, yaitu berbentuk tegak dan menjalar. Tanaman ubi jalar dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh karena daerah penyebarannya terletak pada 300 Lintang Utara dan 300 Lintang Selatan. Daerah yang paling ideal untuk mengembangkan ubi jalar adalah daerah bersuhu antara 21-270C yang mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari, kelembaban udara (Rh) 50-60%, dengan curah hujan 750 – 1500 mm per tahun. Pertumbuhan dan produksi yang optimal untuk usaha tani jalar tercapai pada musim kemarau (Rukmana 1997).

Menurut Kay (1973), umbi tanaman ubi jalar dibentuk dari penebalan lapisan luar akar yang dekat dengan batang dan berada di dalam tanah atau bongkol yang tertinggal di dalam tanah. Umbi tanaman ubi jalar adalah akar yang membesar untuk menyimpan cadangan makanan, dengan bentuk antara lonjong sampai agak bulat. Warna kulit putih kotor, kuning, jingga, merah muda dan ungu tua. Warna daging putih, krem, kuning, merah muda, kekuning-kuningan dan jingga tergantung jenis dan banyaknya pigmen yang terkandung di dalamnya. Pigmen yang terdapat pada ubi jalar adalah karotenoid dan antosianin.

Menurut Lingga et al. (1986) ubi jalar digolongkan sebagai tanaman merambat dengan batang tidak berkayu, berbentuk bulat dan bagian tengah terdiri atas gabus. Setiap ruas tumbuh daun, akar, batang, dan tunas cabang. Batang ubi jalar dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu batang besar; biasanya terdapat pada varietas dengan tipe menjalar, mempunyai panjang batang 1-3 m. Golongan kedua berbatang sedang, terdapat pada varietas yang bertipe agak tegak dengan panjang batang 1-2 m. Golongan ketiga berbatang kecil, terdapat pada varietas yang bertipe merambat dengan panjang batang 2-3 m. Umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan, yaitu ubi jalar yang berumbi lunak karena banyak mengandung air dan ubi jalar yang berumbi keras karena banyak mengandung pati.

Tanaman ubi jalar lebih efektif sebagai penghasil karbohidrat dibandingkan dengan ubi kayu. Ubi jalar mampu menghasilkan 48000 kalori per hektar per hari, sedangkan ubi kayu hanya 35000 kalori per hektar per hari. Hal ini disebabkan oleh umur panen tanaman ubi jalar yang lebih pendek dari ubi kayu yakni sekitar 4 bulan. Nilai gizi ubi jalar dipengaruhi oleh varietas, lokasi penanaman dan musim tanamnya. Terdapat variasi komposisi pada ubi jalar antara varietas yang sama yang ditanam pada lokasi yang berbeda dan antara

(22)

varietas yang berbeda yang ditanam pada lokasi yang sama (Pusbangtepa 1999). Kandungan zat gizi ubi jalar disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan Zat Gizi Ubi Jalar per 100 gram

Zat Gizi Ubi jalar merah Ubi jalar Putih Ubi jalar kuning

Energi (kal) 151 88 119 Protein (g) 1,6 0,4 0,5 Karbohidrat (g) 35,4 20,6 25,1 Lemak (g) 0,3 0,4 0,4 Kalsium (mg) 29,0 30,0 30,0 Besi (mg) 0,7 0,5 0,4 Fosfor (mg) 74,0 10,0 40,0 Vitamin C (mg) 10,5 36,0 21,0 Tiamin (mg) 0,13 0,25 0,06 Air (g) 61,9 77,8 70,9 Karoten total (μg) 1208,0 264,0 4948,0 Serat (g) 0,7 4,0 4,2 Abu (g) 0,6 0,8 1,0 Riboflavin (mg) 0,08 0,06 0,07 Niacin (mg) 0,7 - 0,7 Sumber: Persagi (2008)

Sebagian besar karbohidrat pada ubi jalar terdapat dalam bentuk pati. Komponen lain adalah serat pangan dan beberapa jenis gula yang bersifat larut seperti maltosa, sukrosa, fruktosa dan glukosa. Sukrosa merupakan gula yang banyak terdapat dalam ubi jalar. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 5,64% hingga 38% (bb). Kandungan gula dalam ubi jalar yang telah dimasak jumlahnya meningkat bila dibandingkan dengan jumlah gula pada ubi jalar mentah (Sulistiyo 2006).

Karakteristik ubi jalar yang berhubungan dengan karbohidrat adalah kecenderungan timbulnya flatulensi setelah mengonsumsi ubi jalar. Flatulensi disebabkan oleh gas H2, CH4 dan CO2 yang bersama-sama membentuk gas flatus yang merupakan hasil samping fermentasi karbohidrat yang tidak tercerna dalam tubuh yang dilakukan oleh mikroflora usus. Karbohidrat yang tidak tercerna menyediakan substrat bagi pertumbuhan dan metabolisme mikroflora usus. Substrat tersebut mempercepat pertumbuhan bakteri sehingga menghasilkan metabolit yang berfungsi sebagai penjaga kesehatan bagi usus halus dan kolon (Johnson & Southgate 1994).

Salah satu produk ubi jalar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri pangan adalah tepung ubi jalar. Hasil penelitian Suismono (1995) menunjukkan bahwa untuk menghasilkan tepung ubi jalar yang baik, maka ubi diproses melalui beberapa tahap yaitu pengupasan, penyawutan, perendaman di dalam larutan bisulfit 0,2%, pengepresan, pengeringan dan penepungan. Sammy

(23)

(1970) menyatakan bahwa untuk memperbaiki warna tepung ubi jalar dapat dilakukan dengan cara ubi diiris dengan ketebalan 2-3 mm, dicelupkan ke dalam larutan sodium metabisulfit, kemudian dicuci 2 kali sebelum dikeringkan.

Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode pengeringan, diantaranya pengeringan dengan menggunakan bantuan sinar matahari (Santosa et al. 1994) dan menggunakan alat pengering seperti mesin pengering sawut ubi jalar (Sutrisno & Ananto 1999), oven dan drum dryer. Ubi jalar banyak mengandung senyawa fenol sehingga pada proses pembuatan (pengupasan, pemotongan dan pengeringan) terjadi proses pencoklatan enzimatis. Di samping itu, tingginya kadar gula dan serat pada ubi jalar dapat mempengaruhi warna tepung (Antarlina 2003).

Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan makaroni dan kue, sebagai bahan pengisi, pengikat dan penstabil karena daya mengikat airnya tinggi (Pusbangtepa1999). Karakteristik kimia tepung ubi jalar berbeda antar varietas. Komposisi kimia tepung ubi jalar antara varietas ubi jalar disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi kimia tepung ubi jalar per 100 g Komponen

Tepung ubi jalar

Putih Kuning Merah

Air (g) 6,40 4,50 4,25 Abu (g) 1,78 2,05 2,92 Protein (g) 2,35 2,85 2,36 Lemak (g) 0,75 0,45 0,76 Karbohidrat (g) 79,41 79,36 65,93 Serat kasar (g) 2,45 3,31 4,19 Pati (g) 80,46 79,81 85,32 Gula (g) 5,23 5,51 18,38 β-karoten (μg) 303,00 909,00 794,10 Amilosa 26,55 25,00 24,50 Sumber : Marahastuti (1993)

Menurut Honestin (2007), granula pati tepung ubi jalar memiliki bentuk poligonal, bulat, hingga lonjong dengan ukuran granula tidak seragam. Ukuran granula pati ubi jalar yang belum tergelatinisasi berkisar antara 2-10 µm, sedangkan granula pati ubi jalar dengan perlakuan pemasakan berkisar antara 20-60 µm. Menurut Iwansyah (2005), tepung ubi jalar memiliki suhu gelatinisasi awal 76,50C dan suhu gelatinisasi maksimum 106,50C. Suhu gelatinisasi tepung ubi jalar lebih tinggi jika dibandingkan dengan tapioka dan terigu.

Tepung Tapioka. Ubi kayu adalah tanaman yang dapat tumbuh subur di

Indonesia. Ubi kayu menghasilkan umbi yang mengandung pati (karbohidrat) sebanyak 32,4 g per 100 gram ubi kayu. Salah satu bentuk olahan dari umbi

(24)

kayu adalah tapioka. Tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari hasil ekstraksi ubi kayu (Manihot utilissima), yang telah mengalami pencucian, pemarutan, pengendapan dan pengeringan pati (BPPT 2000).

Beberapa sifat pati yang penting adalah tidak berasa manis, tidak mudah larut dalam air dingin, membentuk pasta dan gel dalam air panas, sebagai sumber cadangan energi dalam tanaman. Hidrolisa pati akan menghasilkan glukosa dan bila hidrolisa tidak sempurna akan menghasilkan dekstrin dan sifat viskositasnya yang besar dapat digunakan untuk mengentalkan makanan (Potter & Hotckiss 1995).

Tepung tapioka memberikan cita rasa yang lunak dan dapat digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi serta bahan pengikat dalam industri makanan seperti dalam pembuatan puding, makanan bayi dan sosis (Matz 1997). Menurut Fennema (1996), kandungan amilosa tapioka sebanyak 17%. Komposisi kimia tepung tapioka dalam 100 g dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi kimia tepung tapioka per 100 g

Komponen Jumlah Air (g) 9,1 Karbohidrat (g) 88,2 Protein (g) 1,1 Lemak (g) 0,5 Abu (g) 1,1 Serat (g) - Sumber : Persagi (2008)

Tepung tapioka mempunyai sifat dapat bergelatinisasi pada suhu relatif rendah sehingga tepung tapioka mudah dan cepat membengkak bila dipanaskan dalam air. Pemanasan pati dalam air menyebabkan terjadinya pembengkakan granula dengan cepat. Granula pati dalam air dingin akan menyerap air dan membengkak namun jumlah air yang terserap hanya mencapai kadar 30 persen. Granula pati akan menyerap air dan terjadi peningkatan volume dalam air pada suhu 550C sampai 650C yang merupakan pembengkakan yang sesungguhnya. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi (Winarno 2008).

Tepung Terigu. Tepung terigu berasal dari biji gandum yang digiling. Biji

gandum dihasilkan oleh tanaman Triticum sp, yang tumbuh di daerah sub tropis (Arpah 1993). Berdasarkan komposisi gandum, gandum dibagi menjadi dua, yaitu gandum keras (hard wheat) dan gandum lunak (soft wheat). Gandum keras mengandung banyak gluten dan gandum lunak mengandung gluten yang rendah

(25)

(Gaman & Sherrington 1992). Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 g dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi kimia tepung terigu per 100 g

Komponen Jumlah Air (g) 11,8 Karbohidrat (g) 77,2 Protein (g) 9,0 Lemak (g) 1,0 Kalsium (mg/100 g) 22,0 Besi (mg/100 g) 1,3 Vitamin B1(mg/100 g) 0,1 Serat (g) 0,3 Sumber: Persagi (2008)

Tepung terigu berdasarkan kegunaannya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tepung keras dan tepung lunak. Tepung yang keras adalah tepung yang terbuat dari gandum keras dengan kadar protein 11-13%, menghasilkan adonan yang sukar meregang, kenyal, mempunyai daya serap air yang tinggi, memiliki daya kembang yang baik dan mempunyai daya menahan gas yang baik. Tepung yang lunak adalah tepung yang terbuat dari gandum lunak dengan kadar protein 8-9%, menghasilkan adonan yang kurang meregang, kurang kenyal dan mempunyai daya serap air yang rendah (US Wheat Associates 1981). Menurut Fennema (1996), terigu mengandung amilosa sebanyak 28%.

Batter dan Breader

Menurut Barbut (2002), perekat tepung (batter) adalah bahan-bahan yang digunakan untuk melapisi produk. Bahan utama yang biasa digunakan sebagai batter adalah tepung terigu, tepung maizena, protein, gum dan bahan pengembang. Salah satu jenis protein yang dapat digunakan sebagai batter adalah telur. Telur ayam mempunyai struktur yang sangat khusus dan mengandung gizi yang baik. Telur juga mempunyai sifat pengemulsi yaitu dengan membentuk lapisan elastis yang menyelubungi butiran (fase terdispersi). Breader adalah bahan yang yang ditambahkan di atas batter yang dapat memperbaiki penampakan dan tekstur serta meningkatakan volume dan berat produk. Bahan yang biasa digunakan sebagai breader adalah tepung roti.

Pelumuran tepung roti (breader) merupakan bagian yang penting dalam proses pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Breader dapat membuat produk tersebut menjadi renyah, lebih enak dan lezat. Tepung yang digunakan pada proses breading adalah tepung roti yang dikeringkan dan dihaluskan sehingga terbentuk serpihan. Tepung roti yang digunakan harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warna cemerlang,

(26)

serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda asing. Batter dan breader digunakan untuk melapisi produk-produk makanan dan dapat digunakan untuk melindungi dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan (Cuningham & Suderman 1983).

Bahan Pembantu

Bahan pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dengan tujuan untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan serta untuk menetapkan bentuk dan rupa (Winarno et al. 1980). Bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan nugget adalah garam, gula, bumbu-bumbu yakni bawang putih, dan lada.

Garam merupakan komponen yang banyak ditambahkan dalam produk daging. Penambahan garam bertujuan untuk melarutkan protein terutama miosin dan aktin serta meningkatkan daya mengikat airnya sehingga terbentuk produk nugget dengan tekstur yang baik. Konsentrasi garam yang tinggi pada produk daging dapat menghentikan atau menekan pertumbuhan mikroorganisme. Garam juga biasa digunakan pada produk daging sebagai penegas cita rasa (Barbut 2002).

Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan atau salting out dan rasa produk yang terlalu asin. Selain garam pemakaian gula dan bumbu-bumbu juga dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan. Pemakaian gula dapat mempengaruhi cita rasa yaitu menambahkan rasa manis, kelezatan, mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta menetralisir garam yang berlebihan ( Buckle et al. 1997).

Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan bahan alami yang biasanya ditambahkan ke dalam bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan. Bau khas pada bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur. Selain itu bawang putih mengandung protein, lemak, vitamin B dan vitamin C serta mineral (kalsium, fosfat, besi dan belerang) (Palungkun & Budiarti 1992).

Lada sering ditambahkan dalam bahan pangan untuk meningkatkan cita rasa sekaligus memperpanjang daya awetnya. Lada disukai karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas lada disebabkan oleh

(27)

zat piperin dan piperanin serta khavisin yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar 1993).

Proses Pembuatan Nugget

Pembuatan nugget pada dasarnya mencakup lima tahap, yaitu: penggilingan; pengukusan dan pencetakan; battering dan breading; pre-frying dan pembekuan.

Penggilingan dan Pencampuran

Proses penggilingan sebaiknya dilakukan pada suhu di bawah 200C. Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas, karena pada proses penggilingan terjadi gesekan-gesekan yang menimbulkan panas. Selain itu, pada proses penggilingan daging sebaiknya ditambahkan dengan garam untuk mengekstrak aktomiosin sehingga akan terbentuk produk dengan stabilitas emulsi yang baik (Tanoto 1994).

Menurut Kramlich et al. (1973), cara yang dapat digunakan agar suhu tetap di bawah 200C selama proses penggilingan adalah dengan menambahkan air dalam bentuk serpihan es ke adonan nugget. Air ini penting untuk membentuk adonan yang baik dan untuk mempertahankan temperatur selama penggilingan. Air ini selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein miofibril. Setelah dilakukan penggilingan dilakukan pencampuran bahan-bahan sesuai dengan formula.

Pengukusan dan Pencetakan

Pengukusan merupakan proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Tujuan pengukusan bergantung pada perlakuan lanjutan terhadap bahan pangan. Pengukusan sebelum pembekuan terutama untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa dan nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan (Hariss & Karmas 1989).

Menurut Winarno (2008), gelatinisasi merupakan pengembangan dan proses tidak teratur yang terjadi dalam granula-granula pati ketika dipanaskan dengan air. Pengembangan granula-granula pati selama pemasakan disebabkan karena penetrasi air dan hidrasi molekul pati. Pati akan mengembang setelah mencapai suhu kritis. Pengembangan pati akan menghasilkan pasta yang kenyal atau gel yang kaku.

(28)

Setelah proses pengukusan adonan siap untuk dicetak dan dibentuk. Bentuk yang paling umum adalah oval atau lonjong dan lingkaran. Pencetakan nugget pada industri skala besar menggunakan mesin Formax yang dilengkapi dengan conveyor belt atau ban berjalan (Owens 2001). Pencetakan pada industri skala kecil dapat dilakukan dengan menggunakan tangan.

Battering dan Breading

Menurut Fellow (2000), Pelapisan produk dengan batter dan breader bertujuan untuk memperbaiki penampilan dan meningkatkan mutu produk serta untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan dan melindungi produk dari kerusakan mekanik. Breading merupakan bagian yang terpenting dalam proses pembuatan produk pangan beku. Kerenyahan dari produk yang dilumuri (breading) tepung roti akan membuat produk tersebut lebih enak dan lezat.

Menurut Cuningham dan Suderman (1983) battering dan breading memiliki berbagai fungsi dalam melapisi produk makanan. Fungsi utamanya adalah memperbaiki penampakan, seperti kerenyahan tekstur dan warna yang lebih menarik. Battering dan breading juga dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu produk pangan dan menambah kenikmatan ketika mengkonsumsi produk tersebut. Selain itu, battering dan breading bertindak dalam menjaga kelembaban produk pangan. Karakteristik breading mempengaruhi hasil akhir penampilan dan tekstur produk. Tebal tipisnya batter dan ukuran butirannya dapat mempengaruhi tekstur berading. Jika butirannya halus, maka tekstur permukaan nugget akan halus dan lebih mulus. Jika butirannya kasar, maka tekstur yang muncul akan renyah dan crispy.

Pre-frying dan Frying

Proses pre-frying adalah proses penggorengan untuk menghasilkan nugget setengah matang. Menurut (Barbut 2002), tujuan pre-frying adalah untuk menghasilkan warna coklat keemasan pada permukaan nugget serta menempelkan batter pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan. Pre-frying juga akan membentuk kerak pada produk setelah digoreng serta berkontribusi terhadap rasa produk. Pre-frying biasanya dilakukan selama 20-30 detik pada suhu 195-2000C.

Menggoreng merupakan proses memasak bahan pangan menggunakan lemak atau minyak pangan. Kulit bagian luar pada pangan yang digoreng akan mengkerut. Kulit atau kerak tersebut dihasilkan akibat proses dehidrasi bagian

(29)

pangan pada waktu menggoreng. Pembentukan kerak terjadi akibat panas dari lemak sehingga menguapkan air yang terdapat pada bagian luar pangan. Selama proses menggoreng berlangsung, sebagian minyak masuk ke bagian kerak dan bagian luar dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air (Ketaren 2005).

Pembekuan

Proses akhir dari pembuatan nugget adalah freezing atau pembekuan. Tujuan dari pembekuan adalah menurunkan suhu produk matang dari 760C menjadi -180C sehingga akan membunuh mikroba tahan panas yang belum matang. Penentuan suhu produk -180C berdasarkan pertimbangan bahwa suhu tersebut tidak memungkinkan adanya pertumbuhan mikroba sehingga produk aman untuk dikonsumsi (Anggraini 2002).

Pembekuan adalah sebuah unit operasi yang menurunkan suhu bahan pangan sampai di bawah titik beku sehingga proporsi air dalam bahan pangan berubah bentuk menjadi kristal es. Perubahan bentuk air menjadi kristal es menyebabkan turunnya aktivitas air (aw) bahan pangan. Kombinasi dari suhu yang rendah, berkurangnya aw dan adanya perlakuan awal untuk beberapa bahan pangan seperti blansir menjadi suatu bentuk pengawetan bagi bahan pangan yang dibekukan. Hanya ada sedikit perubahan kandungan gizi atau kualitas sensori apabila mengikuti prosedur penyimpanan dan pembekuan yang benar. Secara umum semakin rendah suhu penyimpanan beku maka semakin kecil terjadinya perubahan biokimia dan mikrobiologi produk (Fellows 2000).

Uji Organoleptik

Menurut Barbut (2002), uji organoleptik adalah metode ilmiah yang digunakan untuk mengukur, menganalisis dan menerjemahkan respon terhadap produk yang dihasilkan melalui indera pengecapan, peraba, pembauan, penglihatan dan pendengaran. Pengecapan dan perabaan dapat dilakukan oleh mulut, yang dihubungkan dengan rasa produk; penglihatan dihubungkan dengan penampakan produk secara keseluruhan, termasuk didalamnya warna; dan pendengaran dihubungkan dengan kerenyahan produk. Menurut Mailgaard et al. (1999), uji organoleptik dapat dilakukan pada penampakan (warna), aroma, rasa dan tekstur dari suatu produk.

Warna

Cara utama yang dipakai dalam penilaian mutu komoditi pangan adalah dengan penglihatan. Orang dapat mengenal dan menilai bentuk, ukuran,

(30)

kekeruhan, kesegaran produk, warna, dan sifat-sfat permukaan seperti suram, mengkilap, homogen-heterogen dengan melihat (Soekarto 1985). Menurut Meilgaard et al. (1999), penurunan mutu produk pangan dapat dilihat dari perubahan warnanya.

Aroma

Pembauan disebut juga pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya atau aromanya dari jarak jauh. Kepekaan pembauan lebih tinggi daripada pencicipan. Zat yang diperlukan untuk dapat merangsang indera pembau jumlahnya lebih rendah daripada zat yang diperlukan untuk merangsang indera pencicip (Soekarto 1985). Menurut Meilgaard et al. (1999), aroma dari suatu produk dapat dideteksi ketika aromanya menguap dan masuk melalui hidung. Penguapan dari produk dipengaruhi oleh suhu dan komponen alami yang terkandung didalamnya.

Rasa

Rasa makanan yang kita kenal sehari-hari sebenarnya bukan satu tanggapan melainkan campuran dari tanggapan cicip dan bau yang diramu oleh kesan-kesan lain seperti penglihatan, sentuhan dan pendengaran. Peranan pendengaran terutama terlihat dari penilaian terhadap kerenyahan makanan tertentu seperti kerupuk, mentimun, wortel, keripik. Peramuan rasa itu ialah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya (Soekarto 1985).

Tekstur

Penginderaan tentang tekstur yang berasal dari sentuhan dapat ditangkap oleh seluruh permukaan kulit. Akan tetapi biasanya jika orang ingin menilai tekstur suatu bahan maka menggunakan ujung jari tangan. Biasanya bahan yang dinilai itu diletakkan di antara permukaan dalam ibu jari, telunjuk, jari tengah atau kadang-kadang dengan jari manis (Soekarto 1985

).

(31)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai Oktober 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Pengolahan dan Percobaan Makanan dan Laboratorium Penilaian Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia serta di Laboratorium Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah keong tutut dan daging ayam. Bahan lainnya adalah tepung ubi jalar, tepung terigu dan tepung tapioka. Bahan pembantu adalah bumbu-bumbu seperti, bawang putih, bawang merah, bawang bombay, penyedap rasa, lada, garam, gula, jahe, susu dan es batu. Lapisan terluar nugget (coating) menggunakan tepung bumbu serbaguna, tepung maizena, tepung terigu, telur kocok dan tepung roti. Bahan-bahan pembantu dan daging ayam diperoleh dari warung di bara 3, tepung ubi jalar diperoleh dari Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang, keong tutut diperoleh dari pasar anyar dan tepung roti diperoleh dari supermarket Yoek. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis komponen gizi adalah aquades, asam sulfat, selenium mix, asam borat, HCl, NaOH, indikator metil merah metil biru (2:1), heksan, etanol 95%, aseton, enzim termamyl, enzim pepsin, enzim pankreatin, multienzim (enzim kemotripsin, tripsin dan peptidase), Buffer Na Fosfat pH 6 dan HNO3 yang didapatkan dari Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan Departemen Gizi Masyarakat, FEMA-IPB.

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan nugget adalah penggiling daging, timbangan, wadah-wadah plastik, panci, loyang, pisau, talenan, sendok dan penggorengan. Alat yang digunakan untuk analisis fisik dan kimia adalah alat penetrometer, pH meter, cawan porselen, soxhlet, buret, pipet, erlenmeyer, gelas ukur, labu lemak, gelas piala, desikator, gegep, timbangan, tanur, tabung reaksi, labu kjeldahl, kertas Whatman 40, shaker waterbath, Atomic Absorption Spectrofotometre (AAS) dan oven.

Metode

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Skema penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

(32)

Gambar 2 Skema penelitian

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan formula terbaik dalam pembuatan nugget dan menentukan persentase substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka.

Bahan Pembuatan Nugget. Pembuatan nugget keong tutut

menggunakan proses pengolahan nugget modifikasi Patriani (2010). Modifikasi yang dilakukan adalah mengganti penggunaan daging itik mandalung sebagai bahan utama dengan daging keong tutut dan daging ayam, mengganti penggunaan tepung terigu dan tepung tapioka dengan tepung ubi jalar serta menambahkan bumbu baru meliputi bawang bombay, bawang merah dan penyedap rasa. Penetapan formula nugget keong tutut dilakukan secara trial and error untuk mencari komposisi yang tepat. Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka yaitu 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Formulasi bahan nugget keong tutut dapat dilihat pada Tabel 7.

Penelitian pendahuluan Penentuan formula nugget Penelitian Lanjutan Mutu Fisik Tekstur (kekerasan) nugget setengah matang

Mutu organoleptik Nugget Matang

Uji mutu hedonik dan hedonik (Warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan)

nugget matang

Mutu Fisik

Daya Mengikat Air (DMA) adonan nugget

Mutu Fisik

pH adonan nugget

Nugget terpilih berdasarkan hasil organoleptik terbaik

Mutu kimia

Proksimat, serat pangan, kalsium dan daya cerna protein nugget setengah

(33)

Tabel 7 Formulasi bahan nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar yang bertingkat dalam 105 g adonan

Jenis Bahan

Berat Bahan (g)

Persentase substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka

(0%) (25%) (50%) (75%) (100%)

Daging keong tutut 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9

Daging Ayam 26,6 26,6 26,6 26,6 26,6

Tepung Terigu dan tapioka (1:1) 15 11,25 7,5 3,75 0

Tepung ubi jalar 0 3,75 7,5 11,75 15

Es Batu 10 10 10 10 10

Susu Full Cream bubuk 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

Bawang Putih 2 2 2 2 2 Garam 1 1 1 1 1 Gula 1 1 1 1 1 Lada 1 1 1 1 1 Bawang bombay Bawang merah Penyedap rasa Jahe 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 Berat Adonan 105 105 105 105 105

Proses Pembuatan Nugget. Pembuatan nugget diawali dengan

penggilingan daging keong tutut dan daging ayam. Daging keong tutut yang telah dikeluarkan dari cangkang dan dibersihkan bersama daging ayam digiling menggunakan es dan garam. Penggilingan kedua menggunakan campuran susu fullcream bubuk, bumbu dan serpihan es. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula, bawang putih, bawang merah, bawang bombay, penyedap rasa, lada dan jahe. Penggilingan terakhir menggunakan campuran tepung terigu, tepung tapioka dan tepung ubi jalar serta serpihan es.

Adonan kemudian dikukus kurang lebih 30 menit. Adonan yang telah dikukus didinginkan dalam suhu ruang selama 10 menit kemudian didinginkan dalam refrigerator selama 15 menit. Produk yang sudah dingin dicetak dengan bentuk yang bervariasi kemudian digulingkan dalam campuran tepung bumbu sebaguna, tepung terigu dan tepung maizena dengan perbandingan 4:2:1, selanjutnya dicelupkan dalam kocokan telur (batter), dan digulingkan dalam campuran tepung roti putih dan oranye dengan perbandingan 1:1 (breading). Setelah itu nugget dimasukkan kedalam freezer selama 30 menit agar pelapis kompak dan keras. Langkah selanjutnya dilakukan penggorengan awal (pre-frying) dengan metode deep fat frying dengan mengatur suhu minyak sekitar 1600C dan berlangsung selama 30 detik kemudian dilakukan pembekuan. Diagram proses pembuatan nugget keong tutut disajikan pada Gambar 3.

(34)

Keong tutut disiram air panas

Dikeluarkan dari cangkang, dibersihkan Daging ayam dibersihkan Digiling

Dikukus selama 30 menit

Didinginkan pada suhu ruang selama 10 menit

Didinginkan dalam refrigerator (100C) selama 15 menit

Dicetak

Dicelupkan dalam campuran tepung (predust)

Dicelupkan telur ayam kocok (batter)

Digulingkan dalam tepung roti (Breading)

Disimpan dalam freezer selama 30 menit Digoreng setengah matang 1600C selama 30 detik

Didinginkan pada suhu ruang selama 30 menit Dismpan dalam freezer

Digoreng matang pada suhu 1600C selama 2 menit

Nugget

(35)

Penelitian Lanjutan

Uji Organoleptik Nugget. Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap

sifat organoleptik nugget matang. Evaluasi sifat organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji mutu hedonik dan uji kesukaan (uji skalar) yang mencakup atribut warna, tekstur, aroma, rasa dan keseluruhan. Uji ini menggunakan panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Panelis tergolong panelis semi terlatih berdasarkan pada seringnya panelis menjadi panelis kegiatan uji organoleptik serta telah mendapat mata kuliah percobaan makanan.

Uji mutu hedonik yang dilakukan terdiri atas 9 skala (Lampiran 1). Skor yang diberikan untuk atribut warna adalah 1= amat sangat coklat, sampai 9= amat sangat kuning. Atribut aroma menggunakan skor 1= amat sangat amis, sampai 9= amat sangat tidak amis. Atribut rasa menggunakan skor 1= amat sangat tidak enak, sampai 9= amat sangat enak. Atribut tekstur menggunakan skor 1= amat sangat empuk, sampai 9= amat sangat keras. Uji kesukaan (hedonik) juga menggunakan 9 skala (Lampiran 2). Skor yang diberikan untuk atribut warna, tekstur, aroma, rasa dan keseluruhan adalah 1= amat sangat tidak suka, 2= sangat tidak suka, 3= tidak suka 4= agak tidak suka, 5= suka tidak, tidak suka tidak (netral), 6= agak suka, 7=suka, 8= sangat suka, 9= amat sangat suka. Penerimaan panelis terhadap produk diketahui dari hasil uji hedonik. Skor uji hedonik ≥5 menunjukkan bahwa panelis telah menerima produk nugget. Formula terbaik diambil berdasarkan persentase penerimaan panelis tertinggi secara keseluruhan.

Uji Sifat Fisikokimia Nugget. Sifat fisik yang dianalisis meliputi tekstur

(kekerasan) nugget setengah matang dengan menggunakan penetrometer, nilai pH adonan nugget dengan pH meter dan daya mengikat air adonan nugget dengan metode kertas saring (Lampiran 3). Uji sifat kimia dilakukan pada nugget setengah matang. Sifat kimia yang dianalisis adalah kadar air dengan metode oven biasa, kadar abu dengan tanur, kadar protein dengan metode semi kjeldahl, kadar lemak dengan metode soxhlet, kadar karbohidrat menggunakan carbohydrate by difference, kadar kalsium dengan metode Atomic Absorption Spectrofotometre (AAS), kadar serat pangan dengan metode enzimatis dan daya cerna protein In Vitro dengan metode multienzim (Lampiran 4).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan untuk menguji

(36)

pengaruh tingkat substitusi tepung ubi jalar tehadap tepung terigu dan tepung tapioka terhadap sifat organoleptik dan sifat fisik nugget. Model yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij =µ + Ai + Eij Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan respon karena pengaruh tingkat subsitusi tepung ubi jalar ke-i pada ulangan ke-j

i = Taraf substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka (0%, 25%, 50%, 75% dan 100%)

j = Banyaknya ulangan (1,2) µ = Nilai rata-rata sebenarnya

Ai = Pengaruh tingkat substitusi tepung ubi jalar pada taraf i

Eij = Kesalahan penelitian karena pengaruh tingkat substitusi tepung ubi jalar ke-i pada ulangan ke-j

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif menggunakan nilai rata-rata dan persentase penerimaan panelis terhadap produk nugget pada berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka. Data hasil uji organoleptik dan sifat fisik dianalisis secara statistik menggunakan uji ragam (one way ANOVA (Analysis of Variance)) untuk melihat pengaruh jenis formula terhadap sifat organoleptik dan sifat fisik nugget. Apabila hasil uji ANOVA menunjukkan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan Uji Lanjut Wilayah Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) untuk mencari perlakuan yang berbeda. Data sifat kimia dianalisis secara statistik menggunakan independent samples t-test untuk melihat perbedaan produk terpilih dan kontrol.

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Nugget

Penelitian diawali dengan pemilihan bahan baku yaitu keong tutut (Bellamnya javanica) dan daging ayam serta bahan pensubstitusi yaitu tepung ubi jalar. Penggunaan bahan baku daging adalah 63,3% dari total berat adonan nugget. Penggunaan daging keong tutut adalah 38% sedangkan daging ayam fillet adalah 25,3% dari total berat adonan. Persentase penggunaan bahan baku antara daging keong tutut dan ayam secara berurutan adalah 60:40 dari total berat daging. Pemilihan ini berdasarkan hasil uji organoleptik yang dilakukan oleh Miftakhurohmah (2010) yang menyatakan bahwa persentase penggunaan daging keong tutut dan ayam 60:40 dari total daging dalam pembuatan nugget keong tutut paling disukai oleh panelis.

Penggunaan bahan lainnya dalam formulasi yaitu bahan pengikat. Bahan pengikat merupakan fraksi bukan daging yang ditambahkan dalam pembuatan nugget. Bahan yang digunakan adalah kombinasi tepung terigu dan tepung tapioka dengan perbandingan 1:1 dengan jumlah substitusi 15% dari adonan. Hasil penelitian Erawaty (2001) menyatakan bahwa penggunaan campuran tepung terigu dan tepung tapioka dengan rasio 1:1 pada nugget menunjukkan hasil yang terbaik dibandingkan dengan penggunaan tepung terigu saja atau tepung tapioka saja. Bahan pengikat yang digunakan dalam penelitian ini disubstitusi dengan tepung ubi jalar. Tingkat subsitusi tepung ubi jalar terhadap tepung tapioka dan tepung terigu dalam adonan nugget terdiri atas 5 taraf, yaitu 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%. Tepung ubi jalar dan tepung terigu disajikan pada Gambar 4:

(a) (b) Gambar 4 Tepung ubi jalar (a) dan tepung terigu (b)

Pada persiapan bahan baku dilakukan perendaman keong tutut dengan air mendidih yang sudah ditambahi rempah-rempah (jahe, daun jeruk dan sereh) selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk memudahkan proses pengambilan

(38)

daging keong tutut dari cangkangnya serta mengurangi bau amis dari keong tutut. Selanjutnya, daging keong tutut diambil dari cangkangnya, dicuci hingga bersih, kemudian dilumuri dengan jeruk nipis untuk menghilangkan bau amis dari keong tutut. Persiapan daging ayam dilakukan dengan memisahkan antara daging, kulit, dan tulangnya (fillet) kemudian dicuci hingga bersih.

Daging keong tutut dan dan daging ayam yang telah dicuci kemudian ditiriskan agar tidak mengandung banyak air. Daging keong tutut dan ayam fillet yang telah ditiriskan kemudian disimpan di dalam freezer. Tujuan pembekuan adalah untuk mengurangi atau mencegah terjadinya pembusukan, memperpanjang waktu penyimpanan, mempermudah pengolahan dan mencegah berubahnya rasa, tekstur dan nilai gizi selama proses penyimpanan (Richardson & Mead 2003).

Daging keong tutut dan ayam fillet yang telah disimpan dalam freezer kemudian dikeluarkan untuk dilakukan thawing. Menurut Kusnandar (2007), thawing adalah proses penurunan suhu dari suhu beku (freezer) yang bertujuan untuk mengeluarkan air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan pangan. Kehilangan zat gizi daging beku terjadi selama proses thawing, yaitu adanya zat gizi yang larut dalam air dan hilang bersama cairan daging yang keluar (eksudasi cairan) yang disebut drip. Jumlah zat gizi yang hilang dari daging beku bervariasi tegantung pada kondisi pembekuan dan thawing. Semakin cepat pembekuan, maka jumlah drip akan semakin berkurang pada waktu mencairkan daging kembali (thawing) dan meningkatkan keempukan daging (Lawrie 2003).

Langkah selanjutnya dilakukan penggilingan daging keong tutut dan daging ayam serta bahan-bahan pembantu lainnya yang ditambahkan dengan serpihan es batu. Serpihan es batu berfungsi untuk membentuk adonan yang baik dan untuk mempertahankan suhu selama penggilingan. Serpihan es selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein miofibril (Kramlich et al. 1973). Penggilingan daging dilakukan dengan menggunakan blender untuk memperkecil ukuran daging sehingga protein daging lebih mudah terekstrak, memudahkan proses pelembutan dan homogenisasi.

Tahap selanjutnya dalam pembuatan nugget keong tutut adalah pengukusan. Tujuan pengukusan adalah untuk menginaktifkan enzim yang akan

(39)

menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan (Hariss & Karmas 1989). Proses pengukusan menggunakan suhu tinggi sehingga menyebabkan proses gelatinisasi pati. Gelatinisasi ditandai dengan peristiwa hilangnya sifat birefringence pati akibat proses pemanasan pada waktu dan suhu tertentu sehingga granula pati membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula (irreversible) (Fennema 1996). Adonan nugget sebelum dan setelah dikukus disajikan pada Gambar 5.

(a) (b)

Gambar 5 Adonan nugget sebelum dikukus (a) dan adonan nugget setelah dikukus (b)

Adonan yang telah dikukus didinginkan dalam suhu ruang selama 10 menit kemudian didinginkan dalam refrigerator selama 15 menit. Produk yang sudah dingin kemudian dicetak kemudian dicelup dalam kocokan telur (batter), campuran tepung (tepung bumbu serbaguna, tepung terigu dan tepung maizena dengan perbandingan 4:2:1) dan tepung roti (breading). Tepung roti yang digunakan merupakan campuran dua tepung roti, yaitu tepung roti berwarna orange dan tepung roti berwarna putih dengan perbandingan 1:1. Pencampuran ini dilakukan karena tepung roti berwarna orange akan menghasilkan warna yang lebih menarik dibandingkan dengan tepung roti berwarna putih, sedangkan tepung roti berwarna putih akan menghasilkan tekstur yang lebih cripsy dibandingkan dengan tepung roti berwarna orange. Pencampuran ini dapat memberikan warna yang menarik dan tekstur yang crispy. Setelah itu, nugget dimasukkan kedalam freezer selama 30 menit agar pelapis kompak dan keras. Karakteristik breading mempengaruhi hasil akhir penampilan dan tekstur produk. Tebal tipisnya batter dan ukuran butirannya dapat mempengaruhi tekstur nugget. Jika butirannya halus, maka tekstur permukaan nugget akan halus dan lebih mulus. Jika butirannya kasar, maka tekstur yang muncul akan renyah dan crispy. Selanjutnya dilakukan penggorengan awal (pre-frying) dengan metode deep fat frying dengan mengatur suhu minyak sekitar 1600C dan berlangsung selama 30

Gambar

Gambar 1 Keong tutut
Tabel 3 Kandungan Zat Gizi Ubi Jalar per 100 gram
Tabel 4 Komposisi kimia tepung ubi jalar per 100 g   Komponen
Gambar 2  Skema penelitian  Penelitian Pendahuluan
+7

Referensi

Dokumen terkait

ubi jalar dengan tepung terigu memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap..

Objek penelitian adalah onde-onde ceplis tepung ketan substitusi tepung ubi jalar kuning varietas jago. Variabel bebas adalah penggunaan tepung ketan substitusi tepung ubi jalar

Objek penelitian adalah onde-onde ceplis tepung ketan substitusi tepung ubi jalar kuning varietas jago. Variabel bebas adalah penggunaan tepung ketan substitusi tepung ubi jalar

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG UBI JALAR ORANYE (Ipomoea batatas L.) TERHADAP KADAR BETA KAROTEN DAN KOMPOSISI PROKSIMAT..

Judul Penelitian : Pengaruh Substitusi Tepung Ubi Jalar Oranye (Ipomoea batatas L.) terhadap Kadar Beta karoten dan Komposisi Proksimat pada Biskuit..

Aroma cake yang dihasilkan dari bahan dasar terigu dan tepung ubi jalar kuning maupun cake terigu dan pasta ubi jalar kuning yaitu aroma harum dan khas ubi jalar kuning

Pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung tempe dan tepung ubi jalar kuning terhadap kadar protein, kadar beta karoten, dan mutu organoleptik roti manis.. Journal

Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa substitusi tepung terigu dengan tepung ubi jalar memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap kadar air roti manis