• Tidak ada hasil yang ditemukan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Kata Kunci: Asupan Zat Besi, Kadar Hemoglobin, Anak Usia 1-3 Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Kata Kunci: Asupan Zat Besi, Kadar Hemoglobin, Anak Usia 1-3 Tahun"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI (Fe) DENGAN KADAR

HEMOGLOBIN (Hb) PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANOMUT KOTA MANADO

Debora M.M. Goni*, Nova Kapantow*, Ricky Sondakh*

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

ABSTRAK

Masalah anemia gizi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan zat besi disebut Anemia Gizi Besi (AGB). Kekurangan zat besi merupakan gangguan gizi yang paling umum dan luas di dunia, serta mempengaruhi sejumlah besar anak-anak dan perempuan di negara-negara berkembang.

Anemia gizi besi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang mengandung zat besi dan konsumsi makanan penghambat penyerapan zat besi, serta infeksi penyakit. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada anak usia 1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Ranomut Kota Manado. Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada bulan Juli-Desember tahun 2014 di Wilayah Kerja Puskesmas Ranomut Kota Manado. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia 1-3 tahun sebanyak 1186 anak, dengan sampel yang memenuhi criteria sebanyak 93 anak. Penelitian ini menggunakan kuesioner, formulir food recall 24 hours, food model, alat/bahan pemeriksaan kadar hemoglobin, program SPSS, dan program nutrisurvey sebagai instrument penelitian. Pengolahan data dengan Uji statistik yang digunakan untuk menganalisis data adalah uji Chi-square dengan  = 0,05. Asupan zat besi yang kurang sebesar 79,57% dan yang cukup sebesar 20,43%, selanjutnya kadar hemoglobin yang rendah sebesar 29,03% dan yang normal sebesar 70,96%, serta hasil uji menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin (p= 0,590). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada anak usia 1-3 tahun di wilayah kerja Puskesmas Ranomut Kota Manado.

Kata Kunci: Asupan Zat Besi, Kadar Hemoglobin, Anak Usia 1-3 Tahun

ABSTRACT

The issue of nutritional anemia in Indonesia, especially related to iron called Iron Nutritional Anemia (INA). Iron deficiency is the most common nutritional disorder in the world and affects a large number of children and women in developing countries. Iron Nutritional Anemia can be caused by inadequate intake of foods containing iron and food consumption inhibiting the absorption of iron, and infectious diseases. The purpose of this study is to find out the relationship between iron intake and hemoglobin level on the 1-3 Years Old Children in Ranomuut Health Center Manado. This study uses analytic survey method with cross sectional conducted in July to December 2014 in Ranomut Health Center Manado. The population of this study is 1-3 years old children, which are 1186 children, with sample that meets the criteria which are 93 children. This study uses a questionnaire, food recall 24 hours form, food model, hemoglobin level tools/materials inspection, SPSS program and the nutrisurvey program as the research instrument.

The data processing with statistical test that used to analyze the data is Chi-square test with  = 0.05. The less iron intake is 79.57% and the sufficient iron intake is 20.43%. The low hemoglobin level is 29.03% and the normal hemoglobin level is 70.96%. The test result shows that there is no relationship between iron intake with hemoglobin level (p = 0.590). There was no significant relationship between the iron intake and hemoglobin level on the 1-3 years old children in Ranomut Health Center Manado.

Keywords: Iron intake, Hemoglobin Level, 1-3 Years Old Children

(2)

PENDAHULUAN

Anemia merupakan suatu keadaan ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi pengangkut oksigen dalam darah (Hb) tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologis tubuh. Menurut WHO dan pedoman Kemenkes 1999, cut-off points anemia berbeda-beda antar kelompok umur, maupun golongan individu.

Kelompok umur atau golongan individu tertentu dianggap lebih rentan mengalami anemia dibandingkan kelompok lainnya.

Rujukan cut-off point anemia balita 12-59 bulan adalah kadar Hb dibawah 11,0 g/dL (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Kekurangan zat besi merupakan gangguan gizi yang paling umum dan luas di dunia, serta mempengaruhi sejumlah besar anak-anak dan perempuan di negara-negara berkembang. Anemia memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius (Sudoyo dkk, 2009).

Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi karena kadar sel darah merah (eritrosit) menjadi terlalu rendah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan karena sel darah merah mengandung hemoglobin, yang membawa oksigen ke jaringan tubuh.Anemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk kelelahan dan stress pada organ tubuh (Proverawati, 2011). Menurut Cakrawati

dan Mustika (2012), penyebab utama anemia defisiensi besi yaitu karena kurangnya asupan makanan yang mengandung zat besi dan konsumsi makanan penghambat penyerapan zat besi, serta infeksi penyakit.

Status gizi seseorang dipengaruhi oleh asupan gizinya. Apabila asupan gizi sesuai dengan kebutuhan, maka status gizi seseorang akan baik. Tubuh manusia membutuhkan zat gizi diantaranya zat besi. Zat besi diperlukan oleh tubuh untuk memproduksi hemoglobin yang berfungsi mengantar oksigen dari paru- paru ke jaringan tubuh (Supariasa dkk, 2002).

Hemoglobin (Hb) adalah gabungan dari heme dan globin. Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Jumlah hemoglobin /100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Darah orang normal mengandung 13-16 gr hemoglobin /100 dl. Batas terendah dari nilai normal kadar hemoglobin darah tergantung pada umur dan jenis kelamin (Supariasa, N. D, Bakri B, dan Fajar I, 2012).

Berdasarkan pengelompokan umur, didapatkan bahwa anemia pada balita cukup tinggi, yaitu 28,1 persen dan cenderung menurun pada kelompok umur anak sekolah, remaja sampai dewasa muda (34 tahun), tetapi cenderung

(3)

meningkat kembali pada kelompok umur yang lebih tinggi. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa proporsi anemia pada perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki. Jika dibandingkan berdasarkan tempat tinggal didapatkan bahwa anemia di perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Keadaan anemia gizi besi pada balita diketahui melalui pemeriksaan laboratorium untuk menentukan kadar Hemoglobin (Hb) darah. Kadar hemoglobin merupakan parameter yang paling mudah digunakan dalam menentukan status anemia pada skala luas (Supariasa, N. D, Bakri B, dan Fajar I. 2012).

Secara epidemiologi, prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan tumbuh masa kanak-kanak yang disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang. Data Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007 menunjukkan prevalens Angka kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%.

Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalens (ADB) pada bayi 0-6 bulan,

bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut- turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%.

Wilayah Kerja Puskesmas Ranomut merupakan salah satu tempat yang terkena dampak banjir pada bulan Januari 2014 sehingga anak-anak dan balita rentan terkena penyakit.Salah satu faktor anak-anak dan balita rentan terkena penyakit yaitu asupan makanan yang tidak tercukupi dan tidak seimbang.

Status gizi seseorang dipengaruhi oleh asupan makanannya. Tubuh manusia membutuhkan zat gizi diantaranya zat besi untuk memproduksi hemoglobin.

Jika hemoglobin yang memproduksi sel darah merah berkurang maka akan terjadi anemia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antara asupan zat besidengan kadar hemoglobin pada balita usia1-3 tahun di wilayah kerja Puskesmas Ranomut Kota Manado.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2014 di wilayah kerja Puskesmas Ranomut Kota Manado. Penelitian ini dilakukan pada anak usia 1-3 tahun di wilayah keja Puskesam Ranomut Kota Manado.

Jumlah populasi dari penelitian ini berjumlah 1186 anak dan sampel pada

(4)

penelitian ini 93 anak balita yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Pengumpulan data pengukuran asupan zat besi menggunakan metode food recall 24 jam dengan cara wawancara dengan responden yaitu ibu balita, untuk malihat asupan makanan anak serta pengukuran kadar hemoglobin darah dengan menggunakan alat Easy Touch GCHb pada anak balita.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Puskesmas Ranomut Kota Manado maka di peroleh sampel 93 anak dari populasi 1186 anak yang berumur 1-3 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin laki- laki sebanyak 47,3% dan perempuan sebanyak 52,7%, selanjutnya kategori usia 13-24 bulan sebanyak 48,4% dan usia 25-36 bulan sebanyak 51,6%.

Berdasarkan pekerjaan ayah, distribusi responden yaitu Pegawai negeri sipil 11,8%, Pegawai swasta 39,9%, wiraswasta 16,1%, petani 2,15%, buruh/tukang 27,96%, dan tidak bekerja 2,15%. Sedangkan untuk pekerjaan ibu Pegawai negeri sipil sebanyak 4,3%, Pegawai swasta 8,6%, wiraswasta 8,6%

dan tidak bekerja (IRT) yang terbanyak sebesar 78,5%. Berdasarkan pendidikan terakhir ayah dari responden, distribusi dari yang terbesar sampai terkecil adalah SMA (59,14%), SI (16,13%), SMP

(15,05%), SD (8,60%), dan DIII (1,08%).

Menurut pendidikan terakhir ibu dari responden distribusi dari yang terbesar sampai terkecil adalah SMA (64,51%), SMP (18,28%), SI (8,60%), SD (5,38%), DIII (3,23%).

Asupan zat besi yang kurang sebanyak 74 (79,57%) subjek dan untuk subjek dengan asupan zat besi yang cukup sebanyak 63 (20,43%) subjek dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Asupan Zat Besi Subjek Penelitian

Asupan Zat

Besi n %

Kurang 74 79,57

Cukup 19 20,43

Total 93 100

Kadar Hemoglobin rendah sebanyak 28 orang (30,1%), dan anak yang memiliki kadar hemoglobin normal sebanyak 65 orang (69,9%).

Tabel 2. Distribusi Kadar Hemoglobin Subjek Penelitian

Kadar Hemoglobin n %

Rendah 28 30.1

Normal 65 69,9

Total 93 100

Untuk melihat hubungan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji chi square dengan melihat nilai Pearson Chi-square.

Hasil uji dapat dilihat pada tabel 3.

(5)

Tabel 3. Hubungan Antara Asupan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin Asupan

Zat Besi

Kadar Hemoglobin

Total pvalue

Rendah Normal

n % n % n %

Kurang 21 28,8 52 71,2 73 100

0,592

Cukup 7 35,0 13 65,0 20 100

Total 28 63,8 65 136,2 93 100

*Pearson Chi-square

Berdasarkan tabel 3 di atas menunjukkan asupan zat besi kurang dengan kadar hemoglobin rendah sebesar 28,8%, dan asupan zat besi kurang dengan kadar hemoglobin normal sebesar 71,2%, sedangkan untuk asupan zat besi yang cukup dengan kadar hemoglobin rendah sebesar 35,0%, dan asupan zat besi cukup dengan kadar hemoglobin normal dengan sebesar 65,0%.

Berdasarkan hasil uji statistik yang digunakan yaitu uji Chi-Square dengan melihat nilai Pearson Chi-Square dengan nilai p sebesar 0,590 (p > 0,05). Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada anak usia 1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Ranomut Kota Manado.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatimah, dkk juga menunjukkan hasil pvalue 0,698 kurang dari nilai pvalue 0,05 yaitu tidak terdapat hubungan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Maros

Sulawesi Selatan. Hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian dari Sunarti, dkk (2014),diketahui bahwa hasil uji person korelasi nilai p value 0,001. Nilai ini kurang dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara Asupan Zat Besi (Fe) dari makanan dengan kadar feritin pada anak 2-5 tahun. Penelitian yang sama juga dikatakan oleh Ariffin, dkk (2013), berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa asupan besi mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian anemia pada murid sekolah dasar di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

Asupan zat besi mempunyai peranan yang penting untuk pembentukan hemoglobin. Dengan asupan besi yang kurang dari AKG tidak akan langsung mempengaruhi kadar Hb karena tubuh masih memiliki cadangan besi di hepar. Setelah cadangan besi ini habis, baru akan menyebabkan penurunan kadar Hb yang diawali dengan penurunan kadar feritin (Gibson, 2005).

(6)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ranomut Kota Manado mengenai hubungan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Asupan zat besi yang kurang sebesar 79,57% dan yang cukup sebesar 20,43% pada anak usia 1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Ranomuut Kota Manado.

2. Kadar hemoglobin yang rendah sebesar 29,03% dan yang normal sebesar 70,96% pada anak usia 1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Ranomuut Kota Manado.

3. Tidak terdapat hubungan antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada anak usia 1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Ranomuut Kota Manado.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat dikemukakan beberapa saran terkait dengan tujuan dan manfaat penelitian, antara lain:

1. Bagi Instansi tempat penelitian yaitu Puskesmas Ranomuut dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi Puskesmas dalam meningkatkan gizi dan kesehatan anak, serta memberikan motivasi kepada anak untuk dapat

mengkonsumsi zat-zat makanan yang mengandung protein, lemak, karbohidrat, dan zat besi yang seimbang.

2. Orang tua anak perlu meningkatkan pengawasan terhadap pola makan anak untuk meningkatkan status gizi anak yang optimal.

3. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai asupan zat besi serta hubungannya dengan kadar hemoglobin di Puskemas- puskesmas, karena masih ada beberapa Puskesmas yang belum mengetahui data anemia untuk anak balita karena belum dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin di Puskesmas-puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

Ariffin, S. Mayulu, N. dan Rottie, J.

2013.Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Anak Sekolah Dasar Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

Ejournal Keperawatan (e-Kp) Vol.

1 No. 1.edisi Agustus 2013, Hal 1-8 (Online)

http://portalgaruda.org/download_

article.php?article.pdf

Diakses pada 21 September 2014 Cakrawati, D. dan Mustika, NH. 2012.

Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan. Bandung:

Alfabeta

(7)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013.

Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Fatimah, St. Hadju, V. Bahar, B. dan Abdullah, Z. 2011. Pola Konsumsi dan Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Makara, Kesehatan, Vol. 15, No. 01, edisi Juni 2011, Hal 31-36 (Online) http://journal.ui.ac.id/health/article /download.pdf

Diakses pada 2 Agustus 2014

Gibson, R.S 2005. Principles of Nutritional Assessment Second Edition. New York: Oxford University Press.

Sunarti, Annta, N. (2014) Korelasi Status Gizi, Asupan Zat Besi dengan Kadar Feritin Pada Anak Usia 2-5 Tahun di Kelurahan Semanggi Surakarta. [Internet], Vol.8, No.1, March 2014,

http://

portalgaruda.org/download_article.

php?article.pdf

Diakses pada 31 Oktober 2014

Supariasa, N. D, Bakri B, dan Fajar I.

2012. Penilaian Status Gizi.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2009.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta:

InternaPublishing.

Referensi

Dokumen terkait

Pengangkatan anak di Bali adalah perbuatan hukum yang melepaskan anak dari pertalian keluarga orang tuanya sendiri dan memasukkan anak itu kedalam keluarga bapak angkat, sehingga

meminimalkan resiko infeksi yang terjadi di rumah sakit yaitu dengan..

A Orang tua harus kritis dalam perkembangan buah hati Tarling Media Komunikasi Keamanan Masyarakat Orang tua harus kritis dalam perkembangan buah

Analisis data yang dilakukan penulis adalah dengan melakukan pengamatan melalui setiap dialog sinetron, visualisasi gambar, dan tokoh yang terdapat pada sinetron yang

For example, 50% or less of the textbooks cover the topics of current state mapping, future state mapping, standardized work and the four rules of TPS—all topics that headed the list

Oleh karena itu perlu dikaji gambaran umum kegiatan PETI di Sungai Kampar yang akan dianalisis secara deskriptif, eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat

Dari tabe.1 dapat diketahui bahwa ada hubungan antara variabel kemampuan (X1) dengan kinerja pegawai di Biro Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa

Penelitian mengenai bioflok dalam budidaya ikan diantaranya adalah penambahan dosis karbon yang berbeda terhadap produksi benih ikan patin pada sistem pendederan