• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Oleh :"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Index Card Match (ICM) Terhadap Kemampuan Berhitung Anak Usia Dini

di Taman Kanak-kanak Indo Jolito Pariangan

SKRIPSI

Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Oleh :

SARI DWI PUTRI NIM. 15 300 9000 51

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

2019

(2)
(3)

i

(4)

ii

(5)

iii ABSTRAK

Sari Dwi Putri, NIM. 15 300 900 051, Judul Skripsi “Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Index Card Match (ICM) Terhadap Kemampuan Berhitung Anak Usia Dini di Taman Kanak-kanak Indo Jolito Pariangan”, Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Batusangkar (IAIN) Batusangkar 2019.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan berhitung anak di TK Indo Jolito Pariangan masih rendah. Rendahnya kemampuan berhitung anak di TK Indo Jolito di pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya strategi yang diterapkan oleh guru, guru hanya menggunakan strategi tanya jawab saja, dan tidak berpusat kepada anak, selain itu media yang ada masih kurang menunjang kegiatan pembelajaran, sehingga anak kurang antusias ketika belajar berhitung dan cepat bosan. Salah satu solusi yang ditawarkan dalam mengatasi hal tersebut adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran aktif tipe Index Card Match (ICM). Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan kemampuan berhitung anak usia dini yang menerapkan strategi pembelajaran aktif tipe Index Card Match (ICM) dengan kemampuan berhitung anak yang menggunakan pembelajaran konvensional di Taman Kanak-Kanak Indo Jolito Pariangan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (Quasi Experiment), dengan rancangan penelitian Randomized Control Group Only.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak di Taman Kanak-Kanak Indo Jolito Pariangan tahun pelajaran 2018/2019 yang terdiri dari dua kelas.

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara lotting. Sampelnya adalah anak kelas B2 sebagai kelas eksperimen dan anak kelas B1 sebagai kelas kontrol. Data tes kemampuan berhitung anak siswa diperoleh dari kedua kelas sampel dengan penerapan strategi pembelajaran aktif tipe Index Card Match (ICM) di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol.

Berdasarkan analisis data tes kemampuan berhitung anak menunjukkan bahwa kemampuan berhitung anak dengan penerapan strategi pembelajaran aktif tipe Index Card Match (ICM) lebih baik dari kemampuan berhitung anak dengan pembelajaran secara konvensional.

Kata Kunci: Kemampuan Berhitung, Index Card Match (ICM), Anak Usia Dini

(6)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….... i

KATA PENGANTAR ……….. ii

DAFTAR ISI ………... iii

DAFTAR TABEL ……….. iv

DAFTAR GAMBAR ……….. v

DAFTAR LAMPIRAN ……….. vi

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Identifikasi Masalah ………... 4

C. Batasan Masalah ………. 5

D. Rumusan Masalah ………... 5

E. Tujuan Penelitian ……… 5

F. Manfaat Penelitian …..……… 5

G. Definisi Operasional ………... 6

BAB II KAJIAN TEORI ……… 9

A. Pendidikan Anak Usia Dini …………..……….. 9

B. Kemampuan Berhitung pada Anak Usia Dini …..……….. 21

C. Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Index Card Match (ICM) ……….. 29

D. Pembelajaran Konvensional ………... E. Hubungan Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Index Card Match (ICM) dengan Kemampuan Berhitung Anak ……..………... 34 35 F. Penelitian yang Relevan ………. 37

G. Kerangka Konseptual ……….. 38

H. Hipotesis ………. 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………...………. 40

A. Jenis Penelitian ………... 40

B. Rancangan Penelitian ……….. 40

C. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 41

D. Populasi dan Sampel ………... 41

E. Variabel ……….. 42

F. Prosedur Penelitian ………. 43

G. Instrumen Penelitian ………... H. Teknik Pengumpulan Data ………. I. Teknik Analisis Data………... 46 54 58 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 60

A. Hasil Penelitian ………... 60

B. Pembahasan ……… 62

BAB V PENUTUP……….. 75

A. Kesimpulan ………. 75

B. Saran ………... 75

DAFTAR KEPUSTAKAAN ……….. 77 LAMPIRAN

(7)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penelitian Relevan ………..………. 37

Tabel 2 Rancangan Penelitian Randomized Control Group Only Design ... 41

Tabel 3 Jumlah Siswa Taman Kanak-Kanak Indo Jolito Tahun Pelajaran 2018/2019……… 41 Tabel 4 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ……… 43

Tabel 5 Skenario Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol …... 44

Tabel 6 Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berhitung Anak………... 46

Tabel 7 Validitas Tes Kemampuan Berhitung Sebelum Revisi …………... 48

Tabel 8 Validitas Tes Kemampuan Berhitung Sesudah Revisi ………….... 48

Tabel 9 Hasil Validitas Butir Soal Setelah Dilaksanakan Uji Coba Tes…... 50

Tabel 10 Hasil Validitas Butir Soal Setelah Dilaksanakan Uji Coba Tes ….. 50

Tabel 11 Kriteria Taraf Kesukaran Soal ………. 51

Tabel 12 Hasil Indeks Kesukaran Soal Setelah Dilakukan Uji Coba Tes…... 51

Tabel 13 Hasil Daya Pembeda Soal Setelah Dilakukan Uji Coba Tes ... 52

Tabel 14 Klasifikasi Soal Uji Coba Tes ………. 53

Tabel 15 Kriteria Reliabilitas ………. 54

Tabel 16 Rubrik Penilaian Kemampuan Berhitung ………... 55 Tabel 17 Nilai Rata-rata, Nilai Tertinggi, Nilai Terendah, Simpangan Baku

dan Variansi Kelas Sampel ……….

60

(8)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Konseptual ……….. 38 Gambar 2 Persentase Skor Rata-rata Tes Kemampuan Berhitung Anak ……. 61 Gambar 3 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Indikator Mengelompokkan

Benda Berdasarkan Jumlahnya ………... 64 Gambar 4 Jawaban Siswa Kelas Kontrol Indikator Mengelompokkan Benda

Berdasarkan Jumlahnya ………..

66 Gambar 5 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Indikator Mengurutkan

Gambar dari Terkecil Hingga Terbesar ………...

67 Gambar 6 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Indikator Mengurutkan

Gambar dari Terbesar Hingga Terkecilr ……….

68 Gambar 7 Jawaban Siswa Kelas Kontrol Indikator Mengurutkan Gambar

dari Terkecil Hingga Terbesar………..

69 Gambar 8 Jawaban Siswa Kelas Kontrol Indikator Mengurutkan Gambar

dari Terbesar Hingga Terkecil………...

70 Gambar 9 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Indikator Membandingkan

Besar Dan Kecilnya Gambar ………...

71 Gambar 10 Jawaban Siswa Kelas Kontrol Indikator Membandingkan Besar

Dan Kecilnya Gambar ………... 72

(9)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Skor Anak Taman Kanak-kanak Indo Jolito Pariangan ……….. 80

Lampiran 2 Uji Homogenitas Kelas Populasi ………... 81

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian Taman Kanak-kanak Indo Jolito Pariangan ………... 82 Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian Taman Kanak-kanak Indo Jolito Pariangan Kelas Kontrol ……….. 99 Lampiran 5 Kartu Index Card Match (ICM) ………. 115

Lampiran 6 Soal Tes Kemampuan Berhitung ……… 150

Lampiran 7 Proporsi Nilai Uji Coba Tes Kemampuan Berhitung Anak Taman Kanak-kanak Balairung Sari Tabek ………... 154 Lampiran 8 Perhitungan Validitas Soal Uji Coba Tes Kemampuan Berhitung …… 155

Lampiran 9 Perhitungan Indeks KEsukaran Soal Uji Coba Tes Kemampuan Berhitung ………... 158

Lampiran 10 Perhitungan Indeks Pembeda Soal Ujian Coba Tes Kemampuan Berhitung ………... 160

Lampiran 11 Hasil Analisis Soal Uji Coba Tes Kemampuan Berhitung Anak ……... 163

Lampiran 12 Perhitungan Relibilitas Soal Uji Coba Tes Hasil Belajar Anak ………. 164

Lampiran 13 Proporsi Nilai Tes Kemampuan Berhitung Anak (Kelas Eskperimen).. 165

Lampiran 14 Proporsi Nilai Tes Kemampuan Berhitung Anak (Kelas Kontrol) ………. 166

Lampiran 15 Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ………... 167

Lampiran 16 Uji Homogenitas Keals Eksperimen dan Kelas Kontrol ……… 168

Lampiran 17 Dokumentasi Penelitian ……….. 169 Mohon Izin Penelitian

Surat Keterangan Selesai penelitian

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan individu yang berbeda, unik, dan memiliki karakteristik sesuai dengan tahap usia masing-masing anak. Sujiono (2011, p.6) mengatakan bahwa anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias dan ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tak pernah berhenti bereksplorasi dan belajar.

Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Masa ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter serta kepribadian anak. Menurut Sujiono (2011, p.6) anak usia dini juga merupakan sosok individu yang sedang mengalami suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Menurut Mutiah (2012, p.3) usia dini sering disebut

“usia emas” (the golden age) yang hanya datang sekali dan tidak dapat diulangi lagi, yang sangat menentukan untuk pengembangan kualitas manusia.

Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan upaya dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang mendapatkan pembinaan yang tepat sejak dini akan mendapatkan kesehatan serta kesejahteraan fisik dan mental, yang akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar, etos kerja dan produktivitas sehingga mampu mandiri dan mengoptimalkan potensi diri.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

(11)

Mengingat pentingnya pendidikan bagi anak dan pentingnya masa usia dini dalam perkembangan manusia secara keseluruhan, maka Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) perlu diberikan melalui berbagai kegiatan yang dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak lebih siap memasuki pendidikan lebih lanjut. Dengan demikian, pendidikan anak usia dini merupakan sarana untuk menggali dan mengembangkan berbagai potensi anak agar dapat berkembang secara optimal Mulyasa (2012, p.43).

Menurut Susanto (2012, p.33) ada beberapa aspek-aspek perkembangan anak usia dini yaitu aspek perkembangan fisik, aspek perkembangan intelegensi, aspek perkembangan bahasa, aspek perkembangan sosial dan aspek perkembangan moral. Berhitung merupakan bagian dari matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Piaget (Susanto, 2012, p.36) anak dari usia dua atau tiga tahun sampai tujuh atau delapan tahun pada fase perkembangan praoperasional menuju kekongritan. Anak pada fase tersebut belajar terbaik dengan menggunakan benda-benda. Berbagai benda yang ada disekitar kita dapat digunakan untuk melatih anak berhitung, berpikir logis dan matematis.

Menurut Sujiono (Nurlaila, 2012, p.8) berhitung merupakan cara belajar mengenai nama angka, kemudian menggunakan nama angka tersebut untuk mengidentifikasi jumlah benda. Sedangkan Suryana (2016, p.108) berpendapat bahwa berhitung merupakan bagian dari matematika yang sangat diperlukan untuk mengembangkan pengetahuan anak tentang angka, bilangan, penjumlahan, dan pengurangan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Nurhayati, 2014, p.9) kemampuan bearasal dari kata mampu yang berarti bisa atau dapat, kemudian mendapat awalan ke- dan akhiran ±an, yang selanjutnya menjadi kata kemampuan mempunyai arti menguasai berasal dari nomina yang sifatnya manasuka. Saleh Chasman berpendapat (Nurhayati, 2014, p.9) bahwa pengertian kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan atau potensi

(12)

bawaan sejak lahir atau hasil latihan yang dapat digunakan untuk melakukan suatu perbuatan.

Susanto (2012, p.98) mengatakan bahwa kemampuan berhitung adalah kemampuan yang harus dimiliki anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan dirinya, sejalan dengan perkembangan kemampuannya anak dapat meningkat ke tahap pengertian mengenai jumlah, yaitu berhubungan dengan jumlah dan pengurangan.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini menyatakan bahwa indikator dalam konsep bilangan dan lambang bilangan untuk anak usia 5-6 tahun yaitu menyebutkan lambang bilangan 1-10 dan mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan. Berdasarkan hal tersebut, maka kemampuan berhitung sebagai dasar pengembangan matematika harus dikenalkan sejak dini dengan berbagai media yang tepat dan menyenangkan.

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di Taman Kanak-kanak Indo Jolito Pariangan pada tanggal 26 Januari 2019, diperoleh informasi bahwa kemampuan berhitung anak masih rendah. Hal ini dapat dilihat sewaktu kegiatan memasangkan angka dengan gambar yang melambangkannya, hanya 4 orang dari 14 orang anak yang mampu mengerjakannya dengan benar.

Sedangkan untuk menyebutkan bilangan tanpa mengetahui bentuk bilangan yang disebutnya hanya 6 orang dari 14 orang anak yang mampu. Anak kurang antusias ketika belajar berhitung dan cepat bosan karena kegiatan yang diberikan belum bervariasi. Selain itu, fasilitas atau media yang ada masih kurang menunjang kegiatan pembelajaran.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan berhitung anak usia dini di Taman Kanak-kanak Indo Jolito, diantaranya strategi yang diterapkan oleh guru, guru hanya menggunakan strategi tanya jawab saja, dan tidak berpusat kepada anak, selain itu media pembelajaran yang kurang memadai, guru hanya menggunakan media jari dan tidak ada media lain. Jika

(13)

kondisi ini dibiarkan maka kemampuan berhitung anak pada pembelajaran akan rendah. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan menerapkan suatu strategi yang mampu meningkatkan kemampuan berhitung anak yaitu dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif Tipe Index Card Match (ICM). Strategi Index Card Match (ICM) merupakan pembelajaran aktif yang menyenangkan dan digunakan seorang guru dalam menyampaikan materi dengan memanfaatkan pasangan kartu. Hasil penelitian Astuti (2016, p.90) menunjukkan bahwa strategi pembelajaran aktif tipe Index Card Match (ICM) berpengaruh terhadap kemampuan berhitung anak dan mengenal konsep bilangan anak. Pada strategi ini anak akan terlibat aktif selama proses pembelajaran sehingga akan meningkatkan hasil belajar.

Selain itu, Novianti (2015, p.2) juga mengatakan bahwa Index Card Match (mencari pasangan) ini adalah suatu strategi pencarian kartu indeks dimana kartu indeks terbagi menjadi kartu pertanyaan dan kartu jawaban, dalam strategi ini siswa akan terlibat secara aktif dan seluruh siswa akan turut serta dalam strategi yang mengandung unsur permainan ini, dengan strategi ini siswa mampu bekerjasama dengan siswa yang lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk menerapkan strategi pembelajaran aktif tipe Index Card Match (ICM) dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak dengan melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Index Card Match (ICM) Terhadap Kemampuan Berhitung Anak Usia Dini di Taman Kanak-kanak Indo Jolito Pariangan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi masalah yang ditemukan di Taman Kanak-kanak Indo Jolito Pariangan sebagai berikut:

1. Kemampuan berhitung anak masih rendah.

(14)

2. Strategi yang diterapkan guru dan media yang ada masih kurang menunjang kegiatan pembelajaran.

3. Anak kurang antusias ketika belajar berhitung dan cepat bosan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka dipandang perlu adanya pembatasan masalah yang akan diteliti agar penelitian yang dilaksanakan lebih terfokus. Penulis membatasi masalah pada kemampuan berhitung anak usia dini dengan menerapkan strategi pembelajaran aktif tipe Index Card Match (ICM).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang dikemukakan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah kemampuan berhitung anak usia dini yang menerapkan strategi pembelajaran aktif tipe Index Card Match (ICM) lebih baik dari kemampuan berhitung anak usia dini yang menggunakan pembelajaran konvensional di Taman Kanak-kanak Indo Jolito Pariangan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

untuk mengetahui perbandingan kemampuan berhitung anak usia dini yang menerapkan strategi pembelajaran aktif tipe Index Card Match (ICM) dengan kemampuan berhitung anak usia dini yang menggunakan pembelajaran konvensional di Taman Kanak-kanak Indo Jolito Pariangan.

(15)

F. Manfaat Penelitian

Peneliti berharap dengan dilakukan penelitian ini maka akan bermanfaat:

1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti sebagai calon guru Taman Kanak-kanak nantinya, agar dapat menggunakan dan mengembangkan strategi ini untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak usia dini.

2. Bagi anak, sebagai daya penggerak bagi anak untuk lebih meningkatkan kemampuan berhitung, sehingga memperoleh hasil belajar yang lebih baik.

3. Bagi guru, sebagai masukan bagi guru untuk dapat menerapkan strategi pembelajaran aktif tipe Index Card Match (ICM) untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak.

4. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran untuk meningkatkan mutu pendidikan.

5. Bagi mahasiswa Pendidikan Islam Anak Usia Dini, sebagai bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran yang ingin membahas masalah penelitian ini lebih lanjut.

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul ini, maka peneliti mencoba menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini sebagai berikut:

1. Index Card Match (ICM) adalah pembelajaran aktif yang menyenangkan dan digunakan seorang guru dalam menyampaikan materi dengan memanfaatkan pasangan kartu indeks berisi pertanyaan dan jawaban yang harus dipasangkan. Adapun langkah-langkah yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:

a. Guru mempersiapkan potongan-potongan kartu sebanyak jumlah anak yang ada di dalam kelas dimana separuh dari kartu tersebut merupakan pertanyaan dan separuh lagi merupakan jawaban.

b. Guru mencampur kartu secara acak, sehingga tercampur antara kartu pertanyaan dan kartu jawaban.

(16)

c. Guru membagikan kartu tersebut kepada anak, satu anak mendapatkan satu kartu. Guru menjelaskan kepada anak bahwa yang mendapat kartu pertanyaan mencari temannya yang mendapat jawaban dari pertanyaan yang diperolehnya. Anak yang mendapat kartu jawaban tetap duduk dibangkunya.

d. Setelah anak menemukan pasangannya, anak diminta untuk duduk berdekatan dengan pasangan yang diperolehnya.

e. Semua anak harus siap untuk tampil karena dipilih secara acak oleh guru. Anak yang dipanggil oleh guru kedepan bersama pasangannya dan memperlihatkan kartu yang didapat kepada teman-temannya, apakah pertanyaan yang dijawab benar.

f. Apabila anak yang menyelesaikan pertanyaan tidak dapat menyelesaikannya, atau pun salah maka akan di jawab bersama-sama.

g. Guru menyimpulkan materi yang diajarkan.

2. Kemampuan Berhitung merupakan cara belajar mengenai nama angka, kemudian menggunakan nama angka tersebut untuk mengidentifikasi jumlah benda. Adapun indikator yang digunakan dalam melihat kemampuan berhitung anak usia dini (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional PAUD) yaitu:

a. Mengelompokkan. Siswa dapat mengelompokkan benda berdasarkan jumlahnya.

b. Mengurutkan. Siswa dapat mengurutkan benda dari terkecil sampai terbesar dan mengurutkan benda dari terbesar ke terkecil.

c. Membandingkan. Siswa dapat membandingkan besar dan kecil jumlah benda.

3. Pembelajaran Konvensional adalah pembelajaran yang berorientasi pada guru dimana siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru tanpa ada usaha untuk mencari dan menggali informasi tersebut. Pembelajaran konvensional juga merupakan suatu konsep belajar yang digunakan guru dalam membahas suatu pokok materi yang telah biasa digunakan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini

(17)

adalah suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang dimulai dengan orientasi dan penyajian materi, dilanjutkan dengan pemberian contoh soal yang diberikan oleh guru, dan terakhir guru memberikan latihan terkait dengan materi pembelajaran.

(18)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Anak Usia Dini

1. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok melalui pengajaran dan pelatihan yang didapat dalam bentuk pengalaman belajar yang berlangsung disekolah, dan masyarakat yang dilakukan sejak lahir sampai akhir hayat yang pembelajarannya terprogram dan terencana secara formal. Sebagaimana dikatakan oleh Wiyani dan Barnawi (2014, p.31) pendidikan dalam arti luas adalah segala bentuk pengalaman belajar yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk mengembangkan kemampuan seoptimal mungkin sejak lahir sampai akhir hayat, sedangkan dalam arti sempit pendidikan identik dengan persekolahan tempat pendidikan dilakukan dalam bentuk kegiatan pembelajaran yang terprogram dan terencana secara formal.

Selain itu, Sujiono (2011, p.6) mengatakan bahwa “anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya”. Sementara menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dalam pasal 28 ayat 1 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa “yang termasuk anak usia dini adalah anak yang masuk rentang usia 0-6 tahun”. Jadi anak usia dini adalah individu yang mengalami perkembangan dengan pesat bagi kehidupan selanjutnya yang berada dalam rentang usia 0-6 tahun.

Anak usia TK yaitu anak yang berada pada rentang usia 4-6 tahun.

Montesori (Sulistiati, 2014, p.12) menggemukakan bahwa ketika mendidik anak-anak hendaknya ingat bahwa anak-anak adalah individu yang unik dan berkembang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Masa ini juga merupakan masa yang paling penting dalam masa perkembangan anak, baik secara fisik maupun mental maupun spiritual dan merupakan masa lima tahun pertama yang disebut “the golden ages” masa ini merupakan masa

(19)

emas perkembangan anak. Menurut Ebbeck (Sulistiati, 2014, p.13) pada masa ini anak merupakan masa pertumbuhan yang paling hebat sekaligus paling sibuk. Pada masa ini anak sudah memiliki keterampilan dan kemampuan walaupun belum sempurna. Anak usia Tk adalah individu yang sedang menjalani proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan 12 sangat fundamental bagi proses perkembangan selanjutnya. Rasa ingin tahu dan antusias yang kuat terhadap segala sesuatu merupakan ciri yang menonjol pada anak usia Tk. Pada usia ini anak memiliki sikap berpetualang (adventure rousness) yang begitu kuat, banyak memperhatikan, membicarakan, atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat atau didengarnya, memiliki keinginan yang kuat, serta masih tidak dapat berlama-lama duduk dan berdiam diri. Menurut Berg (Solehuddin, 1997: 40), sepuluh menit adalah waktu yang wajar bagi anak usia sekitar lima tahun untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Oleh karena itu, yang penting pada masa ini adalah pembiasaan dan pelatihanmenggunakan panca indera serta persiapan untuk membaca, menulis dan berhitung dengan latihan berbicara, menggambar, melukis, bernyanyi dan menari.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat 14 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa:

“Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan selanjutnya”.

Sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 pasal 1 ayat 14, upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak usia 0-6 tahun tersebut dilaksanakan melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Menurut Sujiono (2011, p.21) Pendidikan anak usia dini dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, non formal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini jalur non

(20)

formal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), sedangkan PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan lingkungan seperti bina keluarga balita dan posyandu yang terintegrasi PAUD atau yang kita kenal dengan satuan PAUD sejenis (SPS)”. Jadi Taman Kanak-kanak adalah salah satu upaya pembinaan pendidikan pada anak usia dini dijalur formal.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa Pendidikan Anak Usia Dini merupakan proses perubahan sikap dan tingkah laku orang atau kelompok yang ditujukan untuk anak mulai lahir sampai usia 6 (enam) tahun melalui rangsangan pembelajaran untuk mempersiapkan anak memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam hal ini pendidikan di Taman Kanak-kanak salah satu tujuan diadakannya layanannya adalah untuk mempersiapkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya yaitu Sekolah Dasar.

2. Karakteristik Anak Usia Dini

Setiap fase pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui oleh anak memiliki karakteristik yang berbeda seperti yang dikemukakan oleh Aisyah (2014, p.1.4) bahwa karakteristik anak usia dini berbeda dengan fase usia anak lainnya, anak usia dini memiliki karakteristik yang khas. Selain itu, perkembangan anak yang satu dengan anak yang lainnya juga berbeda, anak usia dini memiliki karakteristik yang unik karena mereka berada pada proses tumbuh kembang sangat pesat dan fundamental bagi kehidupan berikutnya.

Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik kita dituntut untuk memahami karakteristik anak usia dini agar dapat memberikan rangsangan yang tepat bagi perkembangannya.

Pendapat ini sejalan dengan Hartati (Aisyah, 2014, p.1.4) menyatakan bahwa karakteristik anak usia dini adalah sebagai berikut:

a. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.

Anak usia dini sangat tertarik dengan dunia sekitarnya, dan ingin mengetahui sagala sesuatu yang terjadi di sekelilingnya. Pada anak usia

(21)

3-4 tahun, selain sering membongkar pasang segala sesuatu untuk memenuhi rasa ingin tahunya anak juga mulai gemar bertanya meski dalam bahasa yang sederhana.

b. Merupakan pribadi yang unik.

Meskipun terdapat banyak kesamaan dalam pola umum perkembangan, setiap anak meskipun kembar memiliki keunikan masing-masing, misalnya dalam hal gaya belajar, minat dan latar belakang keluarga.

Keunikan ini berasal dari faktor genetis (misalnya dalam hal ciri fisik) atau berasal dari lingkungan (misalnya dalam hal minat). Dengan adanya keunikan tersebut, pendidik perlu melakukan pendekatan individual selain pendekatan kelompok, sehingga keunikan tiap anak dapat terakomodasi dengan baik.

c. Suka berfantasi dan berimajinasi.

Anak usia dini suka membayangkan dan mengembangkan berbagai hal melampaui kondisi nyata. Anak dapat menceritakan berbagai hal seolah-olah dia melihat atau mengalaminya sendiri, padahal itu hasil fantasi dan imajinasinya sendiri. Fantasi dan imajinasi pada anak sangat penting bagi pengembangan kreativitas dan bahasanya. Oleh karena itu perlu diarahkan agar secara perlahan anak mengetahui perbedaan khayalan dengan kenyataan, fantasi dan imajinasi tersebut juga perlu dikembangkan melalui berbagai kegiatan misalnya bercerita atau mendongeng.

d. Masa paling potensial untuk belajar.

Anak usia dini sering juga disebut dengan istilah golden age atau usia emas karena pada rentang usia ini anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat pada berbagai aspek. Pada perkembangan otak misalnya, terjadi proses pertumbuhan otak yang sangat cepat pada dua tahun pertama usia anak. Oleh karena itu, usia dini terutama di bawah 2 tahun menjadi masa yang paling peka dan potensial bagi anak untuk mempelajari sesuatu.

(22)

e. Menunjukkan sikap egosentris.

Menurut Hurlock (Aisyah 2014, p.1.7) anak yang egosentris lebih banyak berpikir dan berbicara tentang diri sendiri dari pada tentang orang lain dan tindakannya terutama bertujuan menguntungkan dirinya.

Hal ini terlihat dari prilaku anak misalnya anak masih suka berebut mainan, menangis atau merengek ketika keinginannya tidak terpenuhi.

f. Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek.

Anak usia dini mempunyai rentang perhatian yang sangat pendek sehingga perhatiannya mudah teralihkan pada kegiatan yang lain. Hal ini terjadi karena kegiatan sebelumnya dirasa tidak menarik perhatiannya lagi.

g. Sebagai bagian dari makhluk sosial.

Anak usia dini mulai suka bergaul dan bermain dengan teman sebayanya. Ia mulai belajar berbagi, mengalah, dan antri menunggu giliran saat bermain dengan teman-temannya. Melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya anak terbentuk konsep dirinya. Anak juga belajar bersosialisasi dan belajar untuk dapat diterima di lingkungannya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa karakteristik anak usia dini itu berbeda-beda sesuai dengan fase usianya karena mereka berada pada proses tumbuh kembang sangat pesat dan fundamental bagi kehidupan berikutnya.

Anak usia TK memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial, mental dan lain sebaginya. Masa kanak-kanak adalah masa pembentukan pondasi dan dasar kepribadian yang akan menentukan pengalaman anak selanjutnya. Karakteristik anak usia Tk menurut Kellough (Sulistiati, 2014, p.14) sebagai berikut:

a. Anak itu bersifat egosentris. Artinya anak cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingan dirinya.

(23)

b. Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar. Menurut persepsi anak, dunia ini dipenuhi dengan hal-hal yang menarik dan menakjubkan sehingga menimbulkan keingintahuan anak yang tinggi.

c. Anak adalah mahkluk sosial. Anak senang diterima dan berada dengan teman sebayanya, senang bekerja sama dalam membuat rencana dan menyelesaikan pekerjaannya, membangun konsep diri melalui interaksi di sekolah.

d. Anak bersifat unik. Masing-masing anak memiliki bawaan, minat, kapabilitas, gaya belajar, dan latar belakang kehidupan yang berbedabeda.

e. Anak umumnya kaya dengan fantasi. Anak senang dengan hal-hal yang bersifat imajinatif, dan imajinasi anak berkembang melebihi apa yang dilihatnya.

f. Anak memiliki daya konsentrasi yang pendek. Sepuluh menit adalah waktu yang wajar bagi anak sekitar 5 tahun untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman.

g. Anak merupakan masa belajar yang paling potensial. Masa anak usia dini (juga disebut sebagai masa golden age), di masa ini anak mengalami berbagai pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat dan dan pesat pada berbagai aspek.

Karakteristik anak usia Tk menurut Solehuddin (Sulistiati, 2014, p.15) adalah sebagai berikut:

a. Rasa Ingin Tahu Rasa ingin tahu pada anak Tk sangat besar. Hal ini dapat terlihat dari anak yang sering bertanya pada apa saja yang ia lihat dengan beberapa pertanyaan. Jika pertannyaan anak belum terjawab, anak akan terus mendesak agar kita menjawab pertanyaannya yang menurut anak masuk diakal.

b. Sikap Berpetualang Sikap berpetualang anak TK yang berjalan mengikuti kakinya melangkah mirip dengan rasa ingin tahu, pada dasarnya ketika anak berpetualang, anak memiliki berbagai pertanyaan terhadap yang ia

(24)

lihat dan tidak ia ketahui ketika berpetualang, rasa penasaran itulah yang membuat anak pada akhirnya mencari tahu dalam petualangannya.

c. Senang dengan Nyanyian, Tarian dan Bermain Pada dasarnya anak TK tidak dapat berlama-lama duduk diam, mereka adalah sosok yang sangat aktif. Mereka akan sangat senang ketika mendengar suara musik yang kemudian menimbulkan gerakan-gerakan tarian. Selain tarian dan nyanyian yang dapat membuat anak senang lagi yaitu bermain. Bermain dapat dikatakan makanan sehari-hari anak karena tiap detik, menit 16 mereka lebih banyak disibukkan dengan kegiatan bermain. Tanpa disadari dalam kegiatan bermain, anak mengalami suatu pembelajaran yang cukup bermakna.

d. Egosentris Anak pada usia ini memandang peristiwa yang dialaminya akan dihadapi anak dengan kaca matanya sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Anak cenderung melakukan segala sesuatu atas kemauannya sendiri tanpa memperdulikan kemauan orang lain, maka tidak heran jika anak-anak selalu bertengkar karena saling berebut mainan.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa karakteristik anak usia Tk menunjukkan rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu. Anak akan banyak memperhatikan, membicarakan atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat atau didengarnya. Pada masa ini, anak juga menunjukkan minatnya yang kuat untuk mengobservasi lingkungan dan benda-benda di sekitarnya dan anak akan sangat mengamati bila diminta untuk mencari sesuatu.

3. Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Anak Usia Dini

Menurut Kumalasari (2015, p.12) ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak usia dini antara lain:

a. Faktor Lingkungan

Maksudnya lingkungan adalah lingkungan fisik disekitar anak usia dini.

lingkungan fisik yang baik akan membuat anak merasa nyaman.

(25)

b. Faktor Sosial

Faktor sosial ini sangat berpengaruh dalam perkembangan kecakapan sosial anak. Dalam kondisi sosial anak akan belajar bagaimana pekerja, berinteraksi sehingga anak akan belajar menghargai orang lain.

c. Faktor Emosi

Emosi yaitu emosional yang mempengaruhi anak belajar, berkaitan dengan motivasi anak dalam belajar.

d. Faktor Fisik Anak dalam Mengikuti Pembelajaran.

Kesiapan fisik yang dimaksud adalah berkaitan dengan kondisi anak yang berkaitan dengan makan, minum, istirahat, kecukupan waktu tidur, dan aktivitas yang dilakukan.

e. Faktor Mengunakan Pembelajaran Terpadu.

Pembelajaran yang dilakukan sebaiknya menggunakan pembelajaran yang terpadu untuk memudahkan mereka dalam menerima pembelajaran karena cara berfikir anak holistik.

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi anak usia dini diatas dapat kita pahami bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi anak usia dini diatas sangat berpengaruh besar terhadap anak usia dini, karena faktor tersebut mempengaruhi dalam proses pembelajarannya.

4. Perkembangan Koginitif

Anak Tk Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak berkembang dan berfungsi untuk dapat berpikir. Perkembangan kognitif adalah gabungan dari kedewasaan otak dan sistem saraf, serta adaptasi dengan lingkungan. Semua anak memiliki pola perkembangan kognitif yang sama melalui empat tahapan Piaget (Sulistiati, 2014, p.20), yaitu:

a. Sensorimotor (0-2 tahun), pada tahap ini anak lebih banyak menggunakan gerak refleks dan inderanya untuk berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya. Anak pada tahap ini peka dan suka terhadap sentuhan yang diberikan dari lingkungannya. Pada akhir tahap sensorimotor anak sudah dapat menunjukan tingkah laku intelegensinya dalam aktivitas motorik sebagai reaksi dari stimulus sensoris.

(26)

b. Praoperasional (2-7 tahun), pada tahap ini anak mulai menunjukan proses berpikir yang lebih jelas dibandingkan tahap sebelumnya, anak mulai mengenali simbol termasuk bahasa dan gambar.

c. Konkret operasional (7-11 tahun), pada tahapan ini anak sudah mampu memecahkan persoalan sederhana yang bersifat konkrit, anak sudah mampu berpikir berkebalikan atau berpikir dua arah, misal 3 + 4 = 7 anak telah mampu berfikir jika 7 – 4 = 3 atau 7 – 3 = 4, hal ini menunjukan bahwa anak sudah mampu berpikir berkebalikan.

d. Formal operasional (11 tahun ke atas), pada tahap ini anak sudah mampu berpikir secara abstrak, mampu membuat analogi, dan mampu mengevaluasi cara berpikirnya.

Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa perkembangan anak bersifat kontiniu dari tahap ke tahap dan tidak terputus. Pada tiap anak berbeda-beda dalam mencapai suatu tahapan, terkadang batas antara tahap satu dengan tahap lainnya tidak begitu terlihat. Anak usia TK berada pada tahap praoperasional (2-7 tahun). Istilah praoperasional menunjukan pada pengertian belum matangnya cara kerja pikiran. Pemikiran pada tahap ini masih kacau dan belum terorganisasi dengan baik Pada tahap usia ini sifat egosentris pada anak 21 semakin nyata.

Adapun ciri-ciri berpikir pada tahap praoperasional Rita Eka Izzaty (Sulistiati, 2014, p.21), sebagai berikut:

a. Anak mulai menguasai fungsi simbolis, anak telah mampu bermain pura- pura dan kemampuan berbahasanya semakin sistematis.

b. Anak suka melakukan peniruan (imitasi) dengan apa yang dilihatnya.

Peniruan ini dilakukan secara langsung maupun tertunda, yang dimaksud peniruan yang tertunda adalah anak tidak langsung meniru tingkah laku orang yang dilihatnya melainkan ada rentang waktu beberapa saat baru menirukan.

c. Cara berpikir anak yang egosentris, di mana anak belum mampu untuk membedakan sudut pandang seseorang dengan sudut pandang orang lain.

Anak masih menonjolkan “aku” dalam setiap keadaan.

(27)

d. Cara berpikir anak yang centralized, yaitu cara berpikir anak masih terpusat pada satu dimensi saja. Contoh, seorang anak dihadapkan pada dua gelas yang diisi air berbeda, yang satu air putih dan yang satu air teh dengan volume yang sama antara air putih dan air teh sehingga terlihat sejajar atau sama banyak, jika anak ditanya apakah air putih dan air teh sama banyak? Anak akan menjawab “ya”, kemudian anak diminta menuang air putih tersebut ke dalam gelas yang lain yang ukurannya lebih lebar sehingga jika dituang air putih terlihat lebih sedikit. Anak ditanya lebih banyak yang mana antara air putih dan air teh? anak akan menjawab lebih banyak air teh daripada air putih karena air teh lebih tinggi dari air putih. Dalam hal ini anak tidak memikirkan lebar gelas yang digunakan tetapi hanya memperhatikan tinggi air jika disejajarkan.

Cara berfikir yang seperti ini dikatakan belum menguasai gejala konservasi.

e. Berpikir tidak dapat dibalik, operasi logis anak belum dapat dibalik. Pada tahap ini anak belum dapat berpikir berkebalikan (reversibel) atau berpikir dua arah, contoh anak memahami jika 4 + 2 = 6, namun anak belum dapat memahami jika 6 – 2 = 4 atau 6 – 4 = 2.

f. Berpikir terarah statis, anak belum dapat berpikir tentang proses terjadinya sesuatu.

Dalam menggambarkan dinamika perkembangan kognitif Piaget, dalam hal ini Rita Eka Izzaty (Sulistiati, 2014, p.22) menggunakan lima istilah, yaitu:

a. Skema (Pemahaman) Hal ini menunjukan struktur mental, pola berpikir yang digunakan seseorang untuk berpikir mengatasi suatu situasi tertentu di lingkungannya.

b. Adaptasi Proses penyesuaian pemikiran dengan memasukan informasi baru ke dalam pemikiran individu. Piaget mengatakan anak-anak menyesuaikan diri dengan dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi.

c. Asimilasi Keadaan di mana seorang anak menyatukan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak anak. Sebagai contoh anak

(28)

Tk yang sudah mengetahui konsep bilangan, ketika diajarkan konsep penjumlahan anak akan melakukan integrasi antara konsep bilangan yang sudah dipahaminya dengan penjumlahan.

d. Akomodasi Meliputi penyesuaian struktur kognitif untuk menyusun skema baru karena skema yang dimilikinya tidak dapat lagi menggolongkan pengalaman baru yang dimilikinya. Seorang anak melihat kucing dan menghitung jumlah kakinya kemudian anak melihat ayam yang kakinya dua, melihat cacing tidak berkaki, terjadi kebingungan, lalu anak berpikir yang menghasilkan skema baru bahwa binatang ada yang berkaki dan ada yang tidak.

e. Equlibrium Proses belajar melewati tahap disequlibrium menuju tahap equlibrium. Equilibrium adalah kemampuan seseorang untuk menyeimbangkan antara asimilasi dan akomodasi. Disequilibrium (misal:

kok ada binatang tidak berkaki?), kemudian menuju tahap equilibrasi (mencari jawaban) dan akhirnya menjadi equilibrium (ditemukan solusi).

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa perkembangan kognitif adalah perkembangan dari pikiran. Pikiran adalah bagian dari otak, bagian yang digunakan yaitu untuk pemahaman, penalaran, pengetahuan dan pengertian. Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (inteligensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama ditujukan kepada ide-ide dan belajar. Perkembangan kognitif dalam penelitian ini adalah proses belajar tentang berhitung, yaitu kemapuan berhitung angka 1–10 menggunakan metode pembelajaran Index card Match (ICM).

(29)

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

Kemampuan kognitif anak menunjukkan kemampuan seorang anak untuk berpikir. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan tersebut. Siti Partini Suardiman (Maerina, 2014, p.10), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan kognitif adalah pengalaman yang berasal dari lingkungan dan kematangan organisme.

Pendapat tersebut diperkuat oleh Ahmad Susanto (Maerina, 2014, p.10), yang mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif, di antaranya:

a. Faktor hereditas/keturunan, yaitu kemampuan kognitif sudah ada sejak anak dilahirkan. Para ahli psikologi seperti Lehrin, Lindzey, dan Spuihier 11 berpendapat bahwa taraf inteligensi 75-80% merupakan warisan atau keturunan.

b. Faktor lingkungan, yaitu bahwa kemampuan kognitif ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.

c. Faktor kematangan, yaitu kemampuan kognitif ditentukan jika seseorang individu telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing- masing.

d. Faktor pembentukan, yaitu kemampuan kognitif dipengaruhi oleh segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensinya, baik pembentukan sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).

e. Faktor minat dan bakat, yaitu kemampuan kognitif dipengaruhi oleh keinginan dan potensi yang dimilki seseorang.

f. Faktor kebebasan, yaitu kemampuan kognitif dipengaruhi oleh kebebasan artinya keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (meluas) yang berarti bahwa manusia dapat memilih metode-metode tertentu dalam memecahkan masalah, juga bebas dalam memilih masalah sesuai kebutuhannya.

(30)

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan faktor yang mempengaruhi kemampuan kognitif terdiri dari dua faktor yaitu faktor yang ada dalam dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal). Faktor internal meliputi hereditas, kematangan, minat dan bakat sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan (pengalaman), pembentukan, dan kebebasan.

B. Kemampuan Berhitung pada Anak Usia Dini 1. Pengertian Berhitung

Berhitung menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah melakukan hitungan (seperti menjumlahkan, mengurangi dan sebagainya). Berhitung bisa diajarkan sejak usia dini namun masih dalam konteks yang sederhana dan masih bersifat konkret atau nyata. Biasanya dalam pembelajaran berhitung pada anak usia dini sebaiknya anak harus dilibatkan secara langsung. Keterampilan menghitung juga mencakup koordinasi memegang dan menunjuk benda, menyebut angka, dan mengingat urutannya.

Berhitung merupakan bagian dari matematika, diperlukan untuk menumbuhkembangkan keterampilan berhitung yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama konsep bilangan yang juga merupakan dasar bagi pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar. Menurut Piaget (Susanto, 2012, p.36) anak dari usia dua atau tiga tahun sampai tujuh atau delapan tahun pada fase perkembangan praoperasional menuju kekongkritan. Anak pada fase tersebut belajar terbaik dengan menggunakan benda-benda. Berbagai benda yang ada disekitar kita dapat digunakan untuk melatih anak berhitung, berpikir logis dan matematis.

Menurut Fatimah (Maerina, 2014, p.18), berpendapat bahwa berbagai aktivitas berhitung yang dilakukan sebagai cara agar ide abstrak bilangan dapat dimodalkan sehingga anak menjadi lebih tahu tentang angka-angka dan hal-hal yang terkait dengannya. Pendekatan dengan menggunakan materi konkrit dan gambar harus secara intensif dilakukan ditingkat awal, sebelum selanjutnya anak-anak masuk ke dunia angka (abstrak). Slamet

(31)

Suyanto (Maerina, 2014, p.18), menyatakan berhitung amat penting dalam kehidupan. Pada mulanya anak tidak tahu bilangan, angka, dan operasi bilangan matematis. Secara bertahap sesuai perkembangan mentalnya anak belajar membilang, mengenal angka, dan berhitung. Anak belajar menghubungkan objek nyata dengan simbol-simbol matematis.

Beberapa tahapan aktivitas berhitung yang dikemukakan Fatimah (Maerina, 2014, p.18 ), di antaranya:

a. Pengenalan jumlah, yaitu, menghitung sejumlah benda yang telah dilakukan secara bertahap 1 sampai 6, 6 sampai 9, 1 sampai 10, dan seterusnya.

b. Menghitung secara rasional, anak disebut memahami berhitung bila dapat:

1) Menghitung benda sambil mengurutkan nama bilangan.

2) Membuat korespondensi satu-satu.

3) Menyadari jumlah terakhir yang disebut mewakili total/jumlah benda dalam satu kelompok.

Berdasarkan pergertian di atas dapat dipahami bahwa berhitung adalah bagian dari matematika terutama konsep bilangan dengan benda-benda, terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan dasar bagi pengembangan kemampuan matematika serta kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar.

2. Pengertian Kemampuan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Nurhayati, 2014, p.9) kemampuan bearasal dari kata mampu yang berarti bisa atau dapat, kemudian mendapat awalan ke- dan akhiran ±an, yang selanjutnya menjadi kata kemampuan mempunyai arti menguasai berasal dari nomina yang sifatnya manasuka. Saleh Chasman berpendapat (Nurhayati, 2014, p.9) bahwa pengertian kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan

(32)

atau potensi bawaan sejak lahir atau hasil latihan yang dapat digunakan untuk melakukan suatu perbuatan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.

Kemampuan awal peserta didik merupakan prasyarat yang diperlukan peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar selanjutnya. Proses belajar mengajar kemampuan awal peserta didik dapat menjadi titik tolak untuk membekali peserta didik agar dapat mengembangkan kemampuan baru.

3. Pengertian Kemampuan Berhitung

Salah satu kemampuan yang sangat penting bagi anak yang perlu dikembangkan dalam rangka membekali mereka, untuk bekal kehidupannya dimasa depan dan saat ini adalah memberikan bekal kemampuan berhitung.

Kemampuan berhitung adalah suatu kemampuan yang dimiliki setiap anak yang berhubungan dengan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang merupakan kemampuan yang penting dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Aisyah (Nurhayati, 2014, p.11) kemampuan berhitung dalam pengertian yang luas, merupakan salah satu kemampuan yang penting dalam kehidupan sehari- hari. Dapat dikatakan bahwa dalam semua aktivitas kehidupan manusia memerlukan kemampuan ini. Kemampuan berhitung merupakan kemampuan dalam menggunakan penalaran, logika dan angka- angka. Menurut Daniel Mujis dan David Reynolds (Nurhayati, 2014, p.12) bahwa kemampuan berhitung atau mathematical intelligence adalah kemampuan untuk menggunakan penalaran. Logika dan angka-angka.

Logical lerener berpikir secara konseptual bentuk pola-pola logis dan numeric, mencari hubungan diantara potongan-potongan informasi. Mereka banyak bertanya dan senang bereksperimen.

(33)

Salah satu cara yang baru dalam mengajarkan berhitung pada anak adalah melalui pembelajaran permainan pada anak terkait dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pendapat di atas, terlihat bahwa kemampuan berhitung merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam jenjang Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar. Karena hal ini sangat penting untuk itu kemampuan berhitung harus benar-benar ditekankan, meskipun seharusnya peserta didik mengetahui pemecahan masalah sebelum mengenal berhitung.

Menurut Susanto (2012, p.98), kemampuan berhitung dimiliki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karakteristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang terdekat dari dirinya sejalan dengan perkembangan yang dapat meningkat ke tahap pengertian tentang jumlah yakni tentang penjumlahan dan pengurangan.

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berhitung adalah suatu kesanggupan yang dimiliki seseorang dalam melakukan perhitungan dengan mengenal konsep dasar matematika sehingga dapat melakukan perhitungan dengan baik dan benar, diantaranya mampu menyelesaikan suatu proses operasi bilangan tentang penjumlahan dan pengurangan.

4. Indikator Kemampuan Berhitung

Kecerdasan berhitung seorang anak ditandai dengan kemampuannya untuk berinteraksi dengan angka-angka dan bilangan, berpikir logis, dan ilmiah serta adanya konsistensi dalam pemikiran. Anak dapat mempelajari berhitung melalui konsep matematika yaitu melalui berhitung dengan benda konkrit, menghubungkan jumlah dengan lambang bilangan, dan mengembangkan konsep menambah serta mengurang.

Menurut Suyanto (Suryana, 2016, p.109) konsep matematika anak usia dini meliputi:

a. Menghitung, yaitu menghubungkan antara benda dengan konsep bilangan, dimulai dari satu. Jika sudah mahir anak dapat menghitung kelipatan.

(34)

b. Angka, yaitu simbol dari kuantitas. Anak bisa menghubungkan antara banyaknya benda dan simbol angka.

c. Klasifikasi, yaitu mengelompokkan benda-benda ke dalam beberapa kelompok, untuk matematika bisa berdasarkan ukuran atau bentuknya.

Menurut Triharso (2013, p.49) anak usia dini sudah bisa memahami beberapa konsep matematika diantaranya:

a. Bilangan

Salah satu konsep matematika yang paling penting dipelajari anak adalah pengembangan kepekaan bilangan.

b. Aljabar

Pengenalan aljabar dimulai dengan menyortir, me nggolongkan, membandingkan, dan menyusun benda-benda menurut bentuk, jumlah, dan sifat-sifat lain, menggambarkan dan memperluas pola.

c. Penggolongan

Supaya anak mampu menggolongkan atau menyortir benda-benda mereka harus mengembangkan pengertian tentang saling memiliki kesamaan, keserupaan, kesamaan, dan perbedaan.

d. Membandingkan

Membandingkan adalah proses dimana anak membangun suatu hubungan antara dua benda berdasarkan atribut tertentu.

e. Menyusun

Menyusun melibatkan perbandingan benda-benda yang lebih banyak, menempatkan benda-benda dalam urutan.

f. Pola-pola

Mengidentifikasi dan menciptakan pola dihubungkan dengan penggolongan dan penyortiran.

g. Geometri

Membangun konsep geometri pada anak dimulai dengan mengidentifikasi bentuk-bentuk, menyelidiki bangunan dan memisahkan gambar-gambar biasa seperti segi empat, lingkaran, segitiga.

h. Pengukuran

Ketika anak mempunyai kesempatan mendapatkan pengalaman- pengalaman langsung untuk mengukur, menimbang, dan membandingkan ukuran benda-benda mereka belajar konsep pengukuran.

i. Analisis data dan probabilitas

Percobaan dengan pengukuran, penggolongan, dan penyortiran merupakan dasar memahami probabilitas dan analisis data. Ini berarti anak mengemukakan pertanyaan, mengumpulkan informasi tentang dirinya dan lingkungan mereka, dan menyampaikan informasi ini secara hidup.

(35)

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa anak dapat mempelajari berhitung melalui konsep matematika. Seorang anak dapat dikatakan bisa berhitung apabila anak memiliki kemampuan memahami angka dan bilangan serta dapat mengklasifikasikan benda-benda berdasarkan simbol, ukuran serta bentuknya.

Kemampuan merupakan suatu daya atau kesanggupan dalam diri setiap individu, dimana daya ini dihasilkan dari pembawaan dan juga latihan yang mendukung individu dalam menyelesaikan tugasnya. Salah satu kemampuan anak usia dini yaitu berhitung, berikut ada beberapa kelompok dasar berhitung yang harus dikembangkan untuk anak usia dini (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional PAUD) yaitu:

a. Mengelompokkan

Mengelompokkan merupakan kemampuan anak dalam mengelompokkan suatu benda berdasarkan sesuatu. Benda tersebut dikelompokkan sesuai dengan jenisya dalam suatu himpunan. Misalnya jenis, warna, bentuk dan lain-lain.

b. Membandingkan

Membandingkan merupakan kemampuan untuk membandingkan dua buah benda (objek) berdasarkan ukuran ataupun jumlahnya (kualitas).

c. Mengurutkan

Mengurutkan adalah kemampuan membandingkan ukuran atau kuantitas lebih dari dua benda. Cara mengurutkannya dari paling pendek ke paling panjang.

Menurut Suryana (2016, p.109) Kemampuan berhitung pada anak usia dini di taman kanak-kanak adalah:

a. Membilang/menyebut urutan dari bilangan 1-20.

b. Membilang (mengenal) konsep bilangan dengan benda-benda sampai 10.

c. Membuat urutan bilangan 1-10 dengan benda-benda.

d. Menghubungkan/memasangkan lambang bilangan dengan benda-benda sampai 10.

(36)

Berdasarkan uraian di atas ternyata dasar berhitung yang harus dikembangkan pada anak usia dini tidak hanya berhitung angka 1-10 saja, namun ada banyak hal yang dapat diperkenalkan pada anak usia dini diantaranya mengelompokkan, membandingkan, mengurutkan, dan menyimbolkan. Dalam penelitian ini peneliti hanya mengambil beberapa indikator saja, hal ini disesuaikan dengan strategi yang peneliti gunakan yaitu strategi pembelajaran aktif tipe Index Card Match (ICM). Adapun indikator yang peneliti gunakan (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 146 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional PAUD) yaitu:

d. Mengelompokkan. Siswa dapat mengelompokkan benda berdasarkan jumlahnya.

e. Mengurutkan. Siswa dapat mengurutkan jumlah benda dari terkecil ke terbesar dan mengurutkan benda dari terbesar ke terkecil.

f. Membandingkan. Siswa dapat membandingkan besar dan kecil jumlah benda.

5. Tujuan Berhitung

Tujuan berhitung menurut Depdiknas terbagi dua yaitu:

a. Secara Umum

Secara umum permainan berhitung anak usia dini adalah untuk mengetahui dasar-dasar pembelajaran berhitung sehingga pada saatnya nanti anak akan lebih siap mengikuti pelajaran berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks.

b. Secara Khusus

1) Dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini melalui pengamatan terhadap benda konkret, gambar-gambar, atau angka yang ada disekitar anak.

2) Dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat yang kesehariannya memerlukan keterampilan berhitung.

(37)

3) Memiliki ketelitian, konsentrasi, abstraksi, dan daya apresiasi yang tinggi.

4) Memiliki pemahaman konsep ruang dan waktu serta dapat memperkirakan kemungkinan urutan suatu peristiwa yang terjadi di sekitarnya.

5) Memiliki kreativitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu secara spontan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa tujuan berhitung secara umum yaitu memahami konsep agar tidak mengalami kesulitan pada jenjang selanjutnya, sedangkan secara khusus diharapkan anak dapat berpikir logis melalui pengamatan terhadap benda-benda konkret serta dapat melibatkan diri dalam masyarakat yang kesehariannya memerlukan keterampilan berhitung.

Menurut Sriningsih (Maerina, 2014, p.20), berpendapat bahwa berhitung bertujuan untuk mengembangkan pemahaman anak melalui proses eksplorasi dengan benda-benda konkret. Eksplorasi melalui benda- benda konkret diharapkan mampu memberikan fondasi yang kokoh bagi anak dalam mengembangkan kemampuan matematika pada tahap selanjutnya. Untuk itu guru secara bertahap memberikan pengalaman belajar yang dapat menggantikan benda-benda konkrit dengan alat-alat yang dapat mengantarkan anak pada kemampuan berhitung secara mental (abstrak).

Melalui motode dan pendekatan pembelajaran yang tepat permainan berhitung di Taman Kanak-kanak.

Dari beberapa pendapat tentang tujuan berhitung dapat disimpulkan tujuan berhitung di TK adalah untuk memberikan dasar-dasar berhitung agar anak dapat memiliki kesiapan saat memasuki pendidikan di Sekolah Dasar.

Berhitung di TK, untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis dan sistematis melalui pengamatan yang dilakukan anak terhadap benda-benda konkret yang ada disekitar anak, sehingga mengembangkan keterampilan berhitung dalam kesehariannya dalam kehidupan bermasyarakat.

(38)

C. Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Index Card Match (ICM) 1. Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar dan tujuannya yang berupa hasil belajar bisa tercapai secara optimal. Strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru sebelum pembelajaran dikelas biasanya dibuat secara tertulis, mulai dari Telaah Kurikulum, penyusunan Program Tahunan sampai Rencana Pembelajaran Suherman (2003, p.5).

Adripen & Susi Herawati (2007, p.63) Pengertian strategi pembelajaran menurut para ahli yaitu:

a. Dick dan Carey, strategi pembelajaran adalah komponen-komponen utama dari suatu set bahan pembelajaran dan prosedur-prosedur yang harus digunakan untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Atwi Suparman, strategi pembelajaran adalah yang berkaitan dengan bagaimana yaitu perpaduan dari urutan kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran dan siswa, peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan.

c. W.Gulo, strategi pembelajaran adalah rencana dan cara-cara membawakan pengajaran agar tercapainya tujuan pembelajaran.

Menurut Dick dan Carey (Adripen & Susi Herawati, 2007, p.64) strategi pembelajaran dimulai dari kegiatan prainstruksional (pembelajaran) yaitu kegiatan membuka dan memberikan motivasi, mengapersepsi peserta didik. Kegiatan ini dikaitkan dengan kehidupan saat ini dan akan datang.

Seterusnya pendidik menyajikan materi pembelajaran sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam tujuan pembelajaran serta menggunakan metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan pembelajar. Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian dari materi yang telah disajikan yang berguna sebagai feed back terhadap kompetensi yang diharapkan dari pembelajar.

Tahap terakhir dari strategi pembelajaran adalah melakukan tindak lanjut apakah perlu remedi atau tidak.

(39)

Sedangkan menurut Atwi Suparman (Adripen & Susi Herawati, 2007, p.64) memandang langkah-langkah strategi pembelajaran lebih luas dari langkah-langkah Dick dan Carey, Atwi Suparman menambahkan langkah- langkah dan sekaligus menjadikan komponen media dan alokasi waktu menjadi komponen strategi pembelajarannya, karena menurutnya dalam penyajian materi diperlukan media yang mendukung ketercapaian kompetensi serta didukung dengan memperhatikan alokasi waktu yang sudah ditentukan.

Berdasarkan uraian diatas bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu perencanaan pembelajaran yang telah dirancang oleh guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuan dari pembelajaran tersebut dapat tercapai.

Supaya tujuan pembelajaran tersebut tercapai seorang guru harus mampu merancang strategi pembelajaran dengan baik dan komponen-komponen strategi pembelajaran tersebut dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan.

2. Strategi Pembelajaran Aktif

Pembelajaran aktif merupakan suatu proses pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif atau kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh siswa. Melalui pembelajaran aktif, siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental tetapi juga melibatkan fisik sehingga siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan.

Menurut Herawati (2012, p.47) strategi pembelajaran aktif adalah proses pembelajaran yang memfasilitasi siswa berinteraksi dengan subjek, ide, dan kejadian sedemikian rupa sehingga akan diperoleh pemahaman baru. Pembelajaran aktif ini membuat siswa bisa melakukan sesuatu dengan informasi yang diperoleh, maka mereka juga dapat memperoleh umpan balik.

(40)

Pada dasarnya strategi pembelajaran aktif menunjukkan bahwa belajar lebih bermakna dan bermanfaat apabila siswa menggunakan alat inderanya sekaligus berpikir mengolah informasi dan ditambah dengan mengerjakan sesuatu yang bermanfaat tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi orang lain. Penggunaan strategi pembelajaran aktif siswa dituntut untuk lebih kreatif dalam belajar baik intelektual maupun emosional, sehingga siswa betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa strategi pembelajaran aktif merupakan suatu proses pembelajaran yang telah dirancang oleh guru, dimana siswa lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran, sehingga proses belajar mengajar lebih bermakna dan bermanfaat terhadap diri sendiri dan orang lain.

3. Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Index Card Match (ICM)

Index Card Match (ICM) merupakan pembelajaran aktif yang menyenangkan dan digunakan seorang guru dalam menyampaikan materi dengan memanfaatkan pasangan kartu indeks berisi pertanyaan dan jawaban yang harus dipasangkan. Hal ini diperkuat oleh Agus Suprijoo (Tampubulon, 2009, p.113) bahwa Index Card Match (ICM) merupakan cara yang cukup menyenangkan dan digunakan untuk meninjau ulang materi pembelajaran yang telah diberikan sebelumnya, namun materi baru tetap bisa diajarkan dengan catatan siswa diberi tugas mempelajari materi yang akan diajarkan.

Index Card Match (ICM) memiliki beberapa ciri-ciri (Triarso, 2015, p.4) yaitu sebagai berikut:

a. Menggunakan kartu.

b. Kartu dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian soal dan jawaban.

c. Dilakukan dengan cara berpasangan.

d. Setiap pasangan membacakan soal dan jawaban.

(41)

Langkah-langkah pembelajaran Index Card Match (ICM) (Tampubulon, 2009, p.114) yaitu:

a. Guru mempersiapkan potongan-potongan kertas sebanyak jumlah anak yang ada didalam kelas.

b. Potongan-potongan kertas tersebut dibagi lagi menjadi dua bagian yang sama.

c. Pada separuh bagian ditulis pertanyaan tentang materi yang diajarkan.

d. Pada separuh bagian yang lain, ditulis jawaban dari pertanyaan- pertanyaan yang telah dibuat.

e. Potongan-potongan tersebut dicampur aduk secara acak, sehingga tercampur antara soal dan jawaban.

f. Kertas-kertas tersebut kemudian dibagikan kepada setiap anak, satu anak mendapat satu kertas. Diterapkan aturan main bahwa yang mendapat soal harus mencari temannya yang mendapat jawaban dari soal yang diperolehnya.

g. Setelah anak menemukan pasangannya, anak diminta untuk duduk berdekatan dengan pasangan yang diperolehnya. Antara pasangan satu dengan yang lain diminta untuk tidak memberitahukan materi yang diperolehnya.

h. Setelah semua anak menemukan pasangannya dan duduk berdekatan, setiap pasangan diminta untuk membacakan soal yang diperolehnya dengan suara keras secara bergantian agar didengar oleh teman-teman yang lain. Kemudian pasangannya membacakan jawaban juga dengan suara keras.

i. Setelah semua pasangan membaca soal dan jawaban yang diperoleh, kemudian guru membuat klarifikasi. Secara bersama-sama siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan hasil belajar yang telah dilakukan.

Langkah-langkah pembelajaran Index Card Match (ICM) menurut Marwan (Triarso, 2015, p.4) yaitu:

a. Buatlah potongan-potongan kertas sejumlah anak yang ada di dalam kelas.

b. Bagi jumlah kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama.

c. Tuliskan pertanyaan tentang materi yang akan disampaikan atau materi yang telah disampaikan sebelumnya pada setengah bagian kertas yang telah disiapkan. Setiap kertas berisi satu pertanyaan.

d. Pada setengah jumlah kertas yang lain, tulislah jawaban-jawaban dari setiap pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya.

e. Campurlah semua kertas pertanyaan dan jawaban menjadi satu.

f. Beri setiap anak satu kertas. Jelaskan bahwa kegiatan ini dilakukan berpasangan. Sebagian peserta didik akan mendapat pertanyaan dan sebagian lagi mendapat jawaban.

Gambar

Tabel 1. Penelitian Relevan
Gambar 1. Kerngka Konseptual Penelitian
Tabel 3. Jumlah Siswa Taman Kanak – kanak Indo Jolito Pariangan   Tahun Ajaran 2018/2019
Tabel 4. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan dibuatnya laporan biaya kualitas secara khusus dan berkala diharapkan pihak manajemen perusahaan dapat melakukan pengendalian atas kualitas produk serta

Sejalan dengan pendapat di atas menurut Shoimin dalam Nasruddin (2015:18) menyatakan bahwa reward sebagai alat pendidikan diberikan ketika seorang anak melakukan

Whenever she got an assignment, she tried to solve it and when she could handle it, it made her feel better and then raise her self-confident. Later, when she found

Pada industri penggergajian kayu Akasia Kecamatan landasan ulin kotamadya Banjarbaru Kalimantan Selatan ini, bahan baku yang digunakan sangat baik dan bagus (cacat yang ada

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Pendapat lain yang dikemukakan Sinungan (1993 : 3) bank adalah lembaga financial Intermediary atau perantara keuangan dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana

Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing industri furniture rotan menggunakan metode OLS menunjukkan bahwa tingkat daya saing dipengaruhi oleh nilai

Pembuatan Film Animasi ini dibuat semenarik mungkin dengan tambahan cara membuat animasinya, yang dibuat menggunakan Macromedia Flash MX, sehingga orang-orang akan lebih tertarik