• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Tuberkulosis

2.1.1 Pengertian Tuberkulosis

Tuberkuloasis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Myobacterium Tuberculosis, ditandai dengan pembentukan granuloma dan dapat menimbukan nekrosis pada jaringan tubuh (Agatha

& Bratadiredja, 2019). Sedangkan menurut (Rafflesia, 2014) Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi pada saluran nafas disebabkan oleh bakteri Myobacterium Tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru dan dapat menyerang organ tubuh lainnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Myobacterium Tuberculosis yang menyerang paru-paru dengan ditandai

pembentukan granuloma.

2.1.2 Etiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Myobacterium Tuberculosis.

Bakteri ini dapat menyerang organ tubuh terutama paru-paru (Rafflesia, 2014). Bakteri ini dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun jika hidup di tempat yang lembab dan tidak terkena sinar matahari, namun bakteri Myobacterium Tuberculosis ini hanya dapat bertahan hidup hingga 5 menit

saja di bawah sinar matahari (Kenedyanti & Sulistyorini, 2017).

Bakteri Myobacterium Tuberculosis yang hidup dalam waktu lama

dapat mengakibatkan penyebaran infeksi kepada orang lain. Sumber

penyeberan dari bakteri ini merupakan penderita TBC. Pada saat batuk

atau bersin, penderita akan mengeluarkan percikan dahak (droplet) yang

akan menyebar dan menginfeksi orang lain (Rafflesia, 2014). Percikan

dahak yang terdapat bakteri tersebut akan terbawa aliran angin dan

terhirup oleh orang lain. Penularan bakteri melalui udara biasa disebut

dengan air-born infection (Kenedyanti & Sulistyorini, 2017).

(2)

6 2.1.3 Klasifikasi Tuberkulosis

Klasifikasi Tuberkulosis dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Tuberkulosis Paru

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC dibagi dalam : a. Tuberkulosis Paru BTA (+)

Basil Tahan Asam (BTA) merupakan bakteri yang menjadi salah satu indikator dalam penetuan penyakit Tuberkulosis. Pada TB paru BTA (+) menandakan bahwa dalam sputum penderita terdapat bakteri yang dapat menginfeksi orang lain. Sehingga TB jenis ini menjadi sumber penyebaran TBC (Triandini et al., 2019).

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)

Pada pemeriksaan sputum SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu), hasil menunjukkan tidak ada bakteri di dalam sputum dan dalam pemeriksaan rontgen dada TB aktif. Namun menurut (Triandini et al., 2019), bukan berarti penderita tidak dapat menginfeksi orang lain. TB paru BTA (-) juga dapat menginfeksi orang lain dengan resiko lebih kecil dibandingkan Tb paru BTA (+).

2. Tuberkulosis Ekstra Paru

Menurut (Atmanto & Maranatha, 2019) TB Ekstra Paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan :

a. TB Ekstra Paru Ringan

Misalnya : TB tulang (kecuali tulang belakang), sendi, kelenjar limfe dan kelenjar adrenal

b. TB Ekstra Paru Berat

Misalnya : TB usus, TB saluran kencing, TB tulang belakang dan alat kelamin.

2.1.4 Manifestasi Klinis Tuberkulosis

Menurut (Wikurendra, 2019) terdapat 2 tipe gejala TB paru, yaitu:

1. Gejala Umum

a. Batuk lebih dari 3 minggu,

(3)

7

Gejala ini timbul karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk lama yang terjadi lebih dari 3 minggu disertai dengan dahak maupun tidak selanjutnya akan terjadi batuk darah karena pembuluh darah yang pecah (Suherni & Maduratna, 2013).

b. Demam

Demam lama tanpa sebab yang jelas terjadi secara berulang dan disertai berkeringat pada malam hari. Suhu tubuh penderita bisa mencapai 40-41 ºC (Suherni & Maduratna, 2013).

c. Berat badan menurun tanpa sebab

Berat badan yang menurun tanpa sebab ini selain nafsu makan yang menurun, pada anak berat badan tidak akan bertambah (Suherni & Maduratna, 2013).

d. Mudah capai

Hilangnya nafsu makan dan batuk berat membuat tubuh menjadi lemah dan mengakibatkan penderita menjadi mudah capai.

e. Hilang nafsu makan

Bila gejala ini terjadi pada anak terlihat gagal tumbuh dan berat bada tidak akan bertambah (kurang gizi) meskipun telah dilakukan penanganan gizi (Suherni & Maduratna, 2013).

2. Gejala Khusus

a. Berdasarkan organ tubuh mana yang terinfeksi. Sebagai contoh jika terdapat sumbatan sebagian pada bronkus, diakibatkan oleh penekanan kelejar getah bening yang membesar,

b. Akan menimbulkan suara “mengi” atau terdapat tambahan suara napas wheezing, suara nafas akan melemah, terdapat sesak dan bisa menimbulkan nyeri dada jika terdapat cairan dipleura,

c. Jika mengenai tulang akan menimbulkan gejala seperti infeksi tulang yang akan membentuk saluran pada kulit dan keluar nanah, d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (meningitis) dengan gejala

demam tinggi, penurunan kesadaran dan kejang.

2.1.5 Faktor Resiko Tuberkulosis

(4)

8

Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyebaran atau penularan penyakit Tuberkulosis :

1. Jenis kelamin

Tingginya prevalansi TB pada laki-laki disebabkan aktivitas fisik laki-laki yang lebih banyak di luar dibandingkan perempuan, sehingga beresiko terpapar kuman. Menurut (Wikurendra, 2019) sanitasi tempat kerja yang buruk merupakan faktor resiko dari tuberkulosis.

2. Usia diatas 45 tahun

Kejadian TB paru paling banyak adalah lansia, disebabkan pada lansia sudah mulai terjadi penurunan sistem imun. Pada kondisi ini lansia rentan terpapar penyakit terutama penyakit infeksius, salah satunya tuberkulosis.

3. HIV

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang meyerang imun tubuh manusia. Dengan sistem imun yang menurun memiliki resiko yang tinggi terpapar kuman TBC. Namun jika seseorang terserang imunokompeten terinfesksi kuman tuberkulosis, kuman tersebut tidak akan berkembang dan tidak menimbuklan sakit TB.

4. DM

Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu faktor yang meningkatkan resiko penyakit TBC. Pasien dengan DM memiliki 2-3 kali beresiko menderita TB dibandingkan dengan indivu yang sehat.

Rentannya jaringan akibat glucotoxixity dan penurunan imun pada penderita DM menyebabkan sel-sel imun tidak dapat memfagosit kuman TB yang menginfeksi tubuh.

5. Alkohol

Alkohol dapat meningkatkan kemampuan bertahan hidup kuman TB pada makrofag. Mengonsumsi alcohol juga dapat menurunkan kemampuan makrofag dalam respon terhadap sitokin dan mempresentasikan antigen ke sel T.

6. Status Gizi

(5)

9

Lebih dari separuh penderita tuberkulosis memiliki status gizi yang buruk karena pada kondisi kurang gizi mengakibatkan gangguan beberapa aspek imunitas termasuk fagositosis. Gangguan imunitas ini disebabkan oleh terhambatnya aktivasi makrofag karena terjadinya penurunan pada fungsi kadar IFN-gamma (Muchtar et al., 2018).

7. Riwayat Merokok

Kebiasaan merokok akan merusak saluaran pernapasan dan penurunan daya tahan tubuh, sehingga riwayat merokok menjadi faktor risiko meningkatnya kejadian TB. Sebagian besar penderita TB memiliki riwayat merokok dan berhenti merokok saat terdiagnosa TB.

8. Kondisi Fisik Rumah

Kondisi fisik rumah berperan penting dalam penularan kuman TB.

Terdapat beberpa komponen dalam rumah yang harus di perhatikan oleh penderita TB. Menurut (Kenedyanti & Sulistyorini, 2017) komponen rumah yang harus diperhatikan meliputi:

a. Ventilasi

Luas ventilasi permanen sebuah rumah adalah >10% dari luas lantai. Ventilasi sebagai tempat masuknya udara dapat mengurangi percikan dahak dengan mengalirnya udara dan sinar matahari yang masuk dapat membunuh bakteri yang ada.

b. Suhu

Menurut Gould dan Brooker (2003) dalam (Kenedyanti &

Sulistyorini, 2017) terdapat rentang suhu optimum yang disukai oleh bakteri Myobacterium Tuberculosis memungkinkan untuk bateri tersebut berkembang biak dengan cepat. Rentang suhu optimum bakteri Myobacterium Tuberculosis 31-37 ºC.

c. Kelembapan

Kelembapan ruangan mempengaruhi konsentrasi bakteri.

Myobacterium Tuberculosis di udara. Kelembapan rumah yang tinggi dapat membuat bakteri Myobacterium Tuberculosis bertahan hidup lebih lama atau meningkatkan kehidupan bakteri.

d. Kepadatan Hunian

(6)

10

Semakin pada jumlah manusia dalam suatu rumah semakin mempertinggi resiko penularan TB. Banyaknya manusia dalam suatu rumah akan membuat rumah menjadi lembab yang di sebabkan oleh keringat manusia. Keadaan rumah yang tertutup dan penghuni yang padat akanmembuat penghuni lebih sering berinterkasi. Oleh karena itu hunian yang padat dapat menjadi faktor resiko dalam penularan TB.

2.1.6 Patofisiologi Tuberkulosis

Penyebaran bakteri TB melalui percikan dahak (droplet) pasien saat batuk, bersin, atau berbicara. Percikan dahak akan berada di udara dan terhirup oleh individu dan masuk ke alveoli melalui jalan nafas. Alveoli merupakan tempat berkumpul dan berkembang biak bakteri Myobacterium Tuberculosis. Sistem imun tubuh akan berespon dan terjadi reaksi inflamasi. Fagosit menekan bakteri, limfosit spesifik tuberkulosis menghancurkan bakteri dan jaringan normal (Kenedyanti & Sulistyorini, 2017).

Jika respon imun adekuat, jaringan parut sekitar tuberkel atau lesi granulomatosa dan basil akan tetap tertutup. Lesi ini akan mengalami klasifikasi dan terlihat pada sinar-x. sehingga ketika pasien terinfeksi oleh bakteri Myobacterium Tuberculosis dengan respon imun yang adekuat, tidak terjadi penyakit TB. Jika pasien dengan respon imun tidak adekuat untuk mengandung basili, maka penyakit TB akan terjadi.

Lesi TB yang telah sembuh dapat reaktivasi ketika imun tertekan

akibat usia, penyakit and penyalahgunaan obat. Turbukel rupture, basili

menyebar ke jalan nafas dan membentuk lesi yan menghasilkan

pneumonia tuberkulosis. Orang yang menagalami TB paru aktif terus

menyebarkan bakteri Myobacterium Tuberculosis ke lingkungan dan

menginfeksi orang lain. Timbulnya edema trakeal/faringeal karena reaksi

inflamasi yang membentuk kavitas dan rusaknya parenkim baru. Akibat

dari reaksi inflamasi juga terjadinya peningkatan produksi secret dan

(7)

11

pecahnya pembuluh darah pada jalan nafas yang mengakibatkan batuk produktif, batuk darah dan sesak nafas (Bagaskara, 2019).

2.1.7 Komplikasi Tuberkulosis

TB paru akan menimbulkan komplikasi bila tidak ditangani dengan baik. Menurut Sudoyo (2009) dalam (Bagaskara, 2019), komplikasi- komplikasi pada penyakit TBC dibedakan menjadi 2:

1. Komplikasi Dini a. Pleuritis b. Efusi pleura c. Empiema d. Laryngitis e. Usus Poncet’s f. Arthropathy

2. Komplikasi Stadium Lanjut

a. Hemoptisis masis, dapat mengakibatkan kematian karena pendarahan yang terjadi pada saluran nafas bawah menyumbat jalan nafas.

b. Kolaps lubus akibat sumbatan duktus

c. Bronkietaksis, pada paru terjadi pelebaran bronkus setempat dan terjadi pembentukan jaringan ikat pada proses reaktif dan pemulihan.

d. Pneumotoraks spontan, terjadi paru kolaps spontan karena udara yang terdapat di pleura.

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti, tulang, ginjal, otak dan sendi.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Tuberkulosis

Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosa tuberkulosis, berikut pemeriksaan penunjang untuk tuberkulosis.

1. Pemeriksaan sputum

(8)

12

Pemeriksaan sputum bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya bakteri Basil Tahan Asam (BTA) dalam sputum. Dibutuhkan tiga specimen untuk menegakkan diagnosis TB secara mikroskopis dengan waktu pengumpulan SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) (Ramadhan &

Fitria, 2017).

2. PCR

Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan cara melacak suatu fragmen DNA target dengan menggunakan fragmen DNA yang komplementer. Untuk mendeteksi terjadinya ikatan komplementer dilakukan amplifikasi DNA sehingga DNA target dapat dilacak meskipun bateri Myobacterium Tuberculosis sangat sedikit.

Keunggulan dari teknik adalah tingkat kesensitifan lebih tinggi, cepat dan spesifik (Ramadhan & Fitria, 2017) .

3. Ziehl Neelsen

Pemerikasan dengan teknik ini masih menjadi pilihan pertama untuk mendeteksi TB karena murah, mudah dan spesifitasnya tinggi dalam mendeteksi BTA (Basil Tahan Asam) (Suryawati et al., 2019).

4. Tuberkulin Skin Test

Menurut Lubis (1992) dalam (Nurlaela et al., 2018), uji Tuberkulin ini salah satu cara untuk mendiagnosis penyakit TB yang sering dilakukan untuk mendiagnosis TB pada anak. Uji tuberkulin merupakan dasar kenyataan bahwa akan ada reaksi delayed-type hypersensitivity terhadap komponen antigen oleh infeksi Myobacterium Tuberculosis, komponen antigen tersebut berasal dari ekstrak Myobacterium Tuberculosis atau tuberkulin. Dosis yang digunakan adalah 5 TU (Tuberkulin Unit) PPD-S, yang berarti dalam 0,1 mg PPD-S dapat terekskresikan oleh aktivitas tuberkulin skin tes.

5. Rontgen Dada

Foto rotgen dada menjadi salah satu cara untuk mendiagnosis

tuberkulosis, biasanya dilakukan dengan hasil pemeriksaan sputum

negatif. Namun pada pasien dengan BTA (+) rontgen dada digunakan

(9)

13

untuk melihat luas lesi dan komplikasi yang terjadi (Wokas et al., 2015).

2.2 Konsep Pengobatan Tuberkulosis 2.2.1 Definisi Pengobatan

Pengobatan adalah suatu proses menyembuhkan menggunakan alat bantu yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Alat bentu tersebut berupa obat atau bahan yang sudah sesuai standart medis baik dengan perlengkapan modern ataupun tradisional (Togobu, 2019). Sehingga pengobatan tuberkulosis merupakan suatu proses menyembuhkan penyakit menular tuberkulosis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan menggunakan alat bantu obat yang telah sesuai standart medis.

2.2.2 Prinsip Pengobatan Tuberkulosis

Komponen penting dalam pengobatan tuberkulosis adalah obat anti tuberkulosis. Pengobatan tuberkulosis merupakan cara yang efisien dalam memotong penyebaran kuman TB. Berikut prinsip pengobatan tuberkulosis yang adekuat menurut (Kemenkes RI, 2017):

1. Pengobatan dalam bentuk OAT dengan jumlah minimal 4 jenis obat untuk mencegah resistensi.

2. Diberikan dosis yang tepat.

3. Pengobatan dilakukan secara teratur dan diawasi oleh PMO.

4. Pengobatan dilakukan dengan jangka waktu yang tepat dan cukup.

2.2.3 Tujuan Pengobatan Tuberkulosis

Menurut (Kemenkes, 2019) terdapat beberapa tujuan dalam pengobatan tuberkulosis.

1. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup.

2. Mencegah terjadinya kematian oleh karena tuberkulosis atau dampak

buruk selanjutnya.

(10)

14

3. Mencegah terjadinya kekambuhan tuberkulosis.

4. Menurunkan risiko penularan tuberkulosis.

5. Mencegah terjadinya dan penularan tuberkulosis.

2.2.4 Tahapan dan Lama Pengobatan Tuberkulosis

Menurut (Kemenkes, 2019), tahapan pengobatan meliputi 2 bagian, yaitu :

1. Tahap Awal

Pada tahap awal pengobatan dilakukan setiap hari. Guna dari pengobatan tahap awal ini adalah untuk mengurangi jumlah kuman yang ada pada tubuh penderita dan mengurangi pengaruh kuman yang telah resisten sebelum menjalani pengobatan.

2. Tahap Lanjutan

Pada pengobatan tahap lanjutan dimaksudkan untuk membunuh kuman yang masih tersisa di dalam tubuh penderita. Khusunya pada dormant untuk menvegah terjadinya kekambuhan.

Lama pengobatan tuberkulosis di bedakan menurut kategori pengobatan. OAT yang digunakan adalah OAT Lini pertama yang dibagi menjadi kategori 1 dan kategori 2:

1. Kategori 1

Paduan OAT yang digunakan Indonesia adalah 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR) dalam jangka waktu 6 bulan, pada 2 bulan pertama adalah tahap awal dan 4 bulan selanjutnya tahap lanjutan.

Paduan OAT ini diperuntukkan penderita tuberkulosis terkonfirmasi bakteriologi, tuberkulosis terkonfirmasi klinis dan tuberkulosis ekstra paru.

2. Kategori 2

Paduan OAT yang digunakan Indonesia adalah

2(HRZE)S/(HRZE)/ 5(HR)3E3 atau 2(HRZE)/5(HR)E dalam jangka

waktu 8 bulan 3 bulan pertama merupakan tahap awal dan 5 bulan

selanjutnya tahap lanjutan. Paduan OAT ini diperuntukkan penderita

(11)

15

kambuh, gagal dengan pengobatan kategori 1 dan pengobatan yang pernah putus.

2.2.5 Penatalaksanaan Farmakologis

Penatalaksanaan tuberkulosis dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Pencegahan

Untuk mencegah sakit atau kesakitan kepada populasi rentan, dilakukan pemberian vaksinasi BCG dan obat INH

a. Vaksinasi BCG pada Bayi

BCG (Bacille Calmette-Guerin) adalah vaksin hidup yang berasal dari bakteri Mycobacterium bovis yang telah dilemahkan.

Vaksin ini diberikan kepada bayi berusia 0-2 bulan. Jika pada bayi diatas 2 bulan pemberian vaksin diberikan setelah melakukan tuberculin skin tes. Secara umum pemberian vaksin BCG untuk mencegah tuberkulosis berat yang sering menyerang pada usia muda.

b. Pencegahan pada Balita dan ODHA Anak

Pencegahan dengan menggunakan Isoniazid (PP INH) diberikan pada balita yang memiliki kontak dengan penderita TB.

Dosis yang diberikan 10mg/kg/BB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari.

c. Pencegahan PP INH bagi ODHA Dewasa

PP INH ini berguna utnuk mencegah TB aktif pada orang dengan HIV/AIDS sehingga menurunkan TB-HIV. Jika penderita hanya terbukti TB aktif tanpa HIV, maka pemberian INH 300 mg/hari dan 25mg/hari B6 selama 6 bulan

2. Pengobatan

Menurut (Kemenkes, 2019) pengoabatan Tb dilakukan dengan 2 tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan. Tahap awal dilakukan pada 2 bulan pertama, tahap lanjutan dilakukan selama 4 bulan selanjutnya.

a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

(12)

16

OAT yang disediakan oleh fasilitas layanan kesehatan adalah OAT lini pertama dan kedua. Berikut jenis OAT lini pertama dan Kedua

Tabel 2. 1 OAT Lini Pertama

Jenis OAT Sifat Dosis (mg/kg)

harian 3 x seminggu Isoniasid (H) Bakterisid 5

(4-6)

10 (8-12) Rifampisin (R) Bakterisid 10

(8-12)

10 (8-12) Pirazinamid (Z) Bakterisid 25

(20-30)

35 (30-40) Streptomisin (S) Bakterisid 15

(12-18) Etambutol (E) Bakteriostatik 15

(15-20)

30 (20-35) Sumber : Kementerian Kesehatan 2019: Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis

Tabel 2. 2 OAT Lini Kedua

Grup Golongan Jenis Obat

A Florokuinolon • Levofloksasin (Lfx)

• Moksifloksasin (Mfx)

• Gatifloksasin (Gfx) B OAT suntik

L.2

• Kanamisin (Km)

• Amikasin (Am)

• Kapreomisin (Cm)

• Streptomisin (S)

C OAT oral L.2 • Etionamid (Eto)/Protionamid (Pto)

• Sikloserin (Cs).Terizidon (Trd)

• Clofazimin (Cfz)

• Linezolid (Lzd)

D D1 OAT L.1 • Pirazinamid (Z)

• Etambutol (E)

• Isoniazid (H) D2 OAT baru • Bedaquiline (Bdq)

• Delamanid (Dlm)

• Pretonamid (PA-824)

D3 OAT

tambahan

• Asam Para Aminosalisilat

• Imipenem-silastatin

• Meropenem (Mpm)

(13)

17

• Amoksilin clavulanat

• Thioasetazon (T)

Sumber : Kementerian Kesehatan 2019: Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis

b. Dosis OAT

Dosis OAT RO telah ditetapkan oleh TAK fasilitas kesehatan rujukan. Penetapan dosis OAT menurut berat badan.

Tabel 2. 3 Dosis OAT RO

OAT Dosis

Harian

Berat Badan >30 kg 30-35

kg

36-45 kg

46-55 kg

56-70 kg

>70 kg Kanamisin 15-20

mg/kg/hari

500 625-

750

875- 1000

1000 1000 Kapreomisin 15-20

mg/kg/hari

500 600-

750

750- 800

1000 1000 Pirazinamid 20-30

mg/kg/hari

800 1000 1200 16000 2000

Etambutol 15-25 mg/kg/hari

600 800 1000 1200 1200

isoniasid 4-6

mg/kg/hari

150 200 300 300 300

Levofloksasin 750 mg/hari

750 750 750 750-

1000

1000 levofloksasin 1000

mg/hari

1000 1000 1000 1000 1000

moksifloksasin 400 mg/hari

400 400 400 400 400

Sikloserin

a

500-750 mg/hari

500 500 750 750 1000

Etionamid

a

500-750 mg/hari

500 500 750 750 1000

Asam PAS

a

8 g/hari 8 8 8 8 8

Sodium PAS

b

8 g/hari 8 8 8 8 8

bedaquilin 400 mg/hari

400 400 400 400 400

Linezolid 600 mg/hari

600 600 600 600 600

Klofazimin

d

200-300 mg/hari

200 200 200 300 300

Sumber : Kementerian Kesehatan 2019: Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis

c. Efek Samping OAT

(14)

18

Kebanyakan penderita tidak mendapatkan atau merasakan efek samping dari obat anti turbokulosis, namun ada juga beberapa penderita yang merasakan efek sampingnya. Efek samping OAT di bedakan menjadi dua, yaitu efek samping ringan dan oefek samping berat.

1) Efek Samping Ringan OAT

Tabel 2. 4 Efek Samping Ringan OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan Tidak nafsu makan,

sakit perut dan mual

H,R,Z OAT di telan sebelum tidur. Apabila masih tetap, makan sambil menelan obat. Jika efek samping makin hebat dengan muntah segera rujuk ke dokter.

Nyeri sendi Z Beri obat anti radang nonsteroid, aspirin dan parasetamol

Kesemutan di tangan dan kaki

H Beri piridoxin atau vitamin B6 Urine berwarna

kemerahan

R Tidak perlu diberikan obat, hanya perlu penjelasan kepada pasien

Demam, lemas dan sakit kepala (demam sindrom)

R dosis intermiten

Perubahan dosis R menjadi harian

Sumber : Kementerian Kesehatan 2019: Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis

2) Efek Samping Berat OAT

Tabel 2. 5 Efek Samping Berat OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan Bercak merah di kulit

dengan gatal maupun tidak

H,R,Z,S Semua jenis OAT dihentikkan dan segera rujuk ke fasilitas layanan

kesehatan

Gangguan pendengaran S S dihentikan

Gangguan keseimbangan S S dihentikan

Penyakit kuning tanpa sebab

H,R,Z Semua jenis OAT dihentikan hingga penyakit kuning hilang Mual muntah, gangguan

fungsi hati

Semua Jenis OAT

Semua jenis OAT dihentikan dan lakukan pemeriksaan hati

Gangguang penglihatan E E dihentikan

Syok dan gagal ginjal akut R R dihentikan Menurunnya produksi

urine

S S dihentikan

(15)

19

Sumber : Kementerian Kesehatan 2019: Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis

d. Penemuan kasus (Active Case Finding)

Terdapat strategi dalam melakukan penemuan kasus tuberkulosis, berikut strategi penemuan kasus menurut (Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri, 2015):

1) Penemuan dilakukan pada kelompok rentan dan terdampak TB secara intensif;

2) Agar penderita TB ditemukan lebih dini, penemuan dilaksanakan dengan promosi kesehatan mengenai tuberkulosis secara aktif;

3) Penjaringan penderita tuberkulosis dilakukan di fasyankes bersama dilakukannya promosi;

4) Untuk mempercepat penemuan penderita tuberkulosis dan mengurangi kegagalan pengobatan, semua fasilitas kesehatan dilibatkan dalam penemuan dan pengobatan;

5) Penemuan dilakukan terhadap kelompok rentan seperti pengidap DM dan HIV, kelompok rentan di lingkungan beresiko, individu yang kontak erat dengan penderita tuberkulosis TBA(+).

2.2.6 Penatalaksanaan Non-Farmakologis

Terdapat beberapa penatalaksanaan secara non-farmakologis yang dapat meringankan gejala tuberkulosis.

1. Latihan batuk efektif

Batuk efektif merupakan tindakan keperawatan untuk membuang atau membersihkan sekresi pada jalan nafas sehingga pasien dapat mempertahankan kepatenan jalan nafas serta mencegah resiko tinggi retensi sekresi (Listiana et al., 2020).

2. Clapping dan Vibrasi dada

Tindakan clapping dan vibrasi pada dada bermanfaat untuk

memperbaiki ventilasi dan meningkatkan kemampuan otot

(16)

20

pernapasan untuk membuang sekresi. Clapping merupakan tindakan yang dilakukan dengan menepuk-nepuk dada secara ringan menggunakan tangan yang membentuk mangkok. Vibrasi merupakan kompresi dengan memberikan getaran pada dinding dada saat pasien ekshalasi (Ariyani et al., 2020).

3. Postural Drainase

Menurut (Maidartati, 2014), salah satu tugas perawat yaitu memposisikan pasien saat melakukan fisioterapi dada. Fisioterapi dada tidak hanya untuk membersihakan secret dari jalan nafas, tetapi juga mencegah rusaknya saluran pernapasan dengan menggunakan teknik postural drainase. Tindakan postural drainase berguna untuk menghilangkan mukus yang kental pada paru.

2.2.7 Hasil Pengobatan Tuberkulosis 1. Sembuh

Pasien dikatakan sembuh jika hasil pemeriksaan pada awal pengobatan bakterilogis positif hingga pada pemeriksaan akhir dan sebelumnya selama pengobatan bakteriologis menjadi negatif.

2. Pengobatan lengkap

Pasien yang sudah menyelesaikan pengobatan dengan lengkap dan hasil pemeriksaan negatif sebelum akhir pengobatan. Namun hasil pemeriksaan tersebut tidak ada bukti pemeriksaan di akhir pengobatan.

3. Gagal

Penderita yang memiliki hasil pemeriksaan tetap positif atau pada bulan kelima pengobatan hasil pemeriksaan kembali positif. Dapat juga selama mengikuti pengobatan terjadi resisten OAT pada hasil pemeriksaan laboratorium.

4. Meninggal

Penderita tuberkulosis yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang dalam pengobatan.

5. Putus berobat

(17)

21

Penderita tuberkulosis yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya terputus terus menerus selama 2 bulan atau lebih 6. Tidak dievaluasi

Penderita tuberkulosis yang tidak diketahuo hasil akhir dalam pengobatannya. Pasien pindah ke kota lain yang hasilnya tidak diketahui pada pengobatannya diakhir juga termasuk pada kriteria ini (Kemenkes RI, 2017).

2.2.8 Penetapan Pengawas Menelan Obat

Dalam pengobatan tuberkulosis diperlukan Pengawas Menelan Obat (PMO) untuk menjamin keteraturan penderita selama menjalani pengobatan. Setiap penderita harus memiliki PMO dan memilih pada saat awal pengobatan.

1. Persyaratan PMO

a. Seseorang yang dikenal, disetujui dan dipercayai oeh petugas kesehatan dan penderita.

b. Seseoarang yang tinggal dekat dengan penderita

c. Seseoarang yang bersedia dan dengan sukarela membantu penderita

d. Seseorang yang bersedia untuk mendapatkan penyuluhan dan dilatih bersama dengan penderita.

2. Peran PMO

a. Mengawasi penderita dalam menelan obat secara teratur hingga selesai pengobatan

b. Memberikan dorongan atau motivasi kepada penderita untuk berobata secara teratur hingga pengobatan selesai

c. Mengingatkan penderita untuk melakukan pemeriksaan ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan

d. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB mengenai gejala tuberkulosis yang menyerang keluarga untuk segera periksa ke fasilitas kesehatan.

3. Pengatahuan PMO

(18)

22

a. Tuberkulosis disebabkan oleh kuman, bukan penyakit keturunan maupun kutukan

b. Tuberkulosis dapat disembuhkan dengan melakukan pengobatan secara teratur

c. Cara penularan tuberkulosis, tanda dan gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya

d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap awal dan lanjutan) e. Pentingnya pengawasan, supaya penderita berobat secara teratur f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera

meminta pertolongan fasilitas kesehatan 2.2.9 Faktor Penyebab Kegagalan Pengobatan

Berikut faktor penyebab kegagalan dalam pengobatan tuberkulosis.

1. Ketidakteraturan Mengikuti Pengobatan

Ketidakpatuhan dalam pengobatan akan menghambat dalam mencapai angka kesembuhan berobat. Hal ini berakibat pada kegagalan pengobatan dan kekambuhan sehingga dapat meningkatkan resiko resistensi obat, mortalitas dan mordibitas pada penderita.

Resiko jangka panjang mengenai hal ini adalah memburuknya kesehatan dan meningkatkan biaya pengobatan (Pebriyani et al., 2019).

2. Ketidakpatuhan Minum Obat

Kepatuhan dalam menelan obat adalah perilaku penderita dalam mengikuti segala petunjuk dan saran oleh tenaga kesehatan tentang sesuatu yang harus dilaksanakan oleh penderita supaya menghasilkan pengobatan yang optimal. Khasiat obat dalam proses penyembuhan tuberkulosis tidak akan bekerja secara optimal bila penderita tidak menelan obat secara teratur. Sehingga perilaku yang buruk dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan (Saharieng et al., 2013).

3. Perilaku dahak

Perilaku dalam membuang dahak yang tidak benar atau di

sembarang tempat dapat mengakibatkan penderita memiliki risiko

(19)

23

untuk kambuh karena penderita dapat menghirup kembali bakteri Myobacterium Tuberculosis yang telah dibuang. Selain itu perilaku buang dahak yang tidak baik dapat menjadi faktor risiko penularan kepada individu sehat (Muniroh et al., 2013).

4. Pengawas Minum Obat (PMO)

Dengan adanya Pengawas Minum Obat (PMO) penderita memiliki seseorang yang selalu mengingatkan dan memberikan dorongan untuk menelan obat. PMO yang baik dapat meningkatkan keberhasilan dalam pengobatan menjadi 42 kali lebih tinggi dibandingkan PMO yang kinerjanya kurang baik. Namun pada penderita yang tidak memiliki PMO selama mengikuti pengobatan beresiko 1,833 kali lebih kecil kemungkinan untuk sembuh. Sehingga dalam pengobatan diperlukan adanya PMO dengan kinerja yang baik untuk mengurangi risiko kegagalan pengobatan (Saharieng et al., 2013).

5. Pengetahuan

Pengetahuan menjadi salah satu faktor yang dapat menjadi hal risiko dalam keberhasilan pengobatan. Menurut penelitian Zubaidah (2013) dalam (Pebriyani et al., 2019), penderita yang kurang pengetahuan memiliki risiko kegagalan pengobatan menjadi 6,750 kali lebih tinggi dibandingkan penderita yang memiliki pengetahuan yang baik. Dengan pengetahuan yang baik, penderita dapat mengimplementasikan dalam kehidupan sehrai-hari dengan baik sehingga dapat mengurangi risiko kegagalan dalam pengobatan.

6. Dukungan Keluarga

Dengan adanya dukungan keluarga dapat menjadi dorongan bagi

penderita dalam pemberian motivasi sehingga penderita dapat

melakukan koping yang efektif dalam menghadapi stressor dan

beradaptasi baik dengan keadaan atau situasi yang baru. Dukungan

keluarga merupakan dukungan sosial yang mencakup emosional

berupa memberikan motivasi, informasi dan pengawas minum obat

(Hasanah et al., 2018).

Gambar

Foto  rotgen  dada  menjadi  salah  satu  cara  untuk  mendiagnosis  tuberkulosis,  biasanya  dilakukan  dengan  hasil  pemeriksaan  sputum  negatif
Tabel 2. 1  OAT Lini Pertama
Tabel 2. 3 Dosis OAT RO
Tabel 2. 4 Efek Samping Ringan OAT

Referensi

Dokumen terkait

Kadan suit membedakan in(eksi irus den"an rinosinusitis bakteria. ISPA merupakan penyakit terbanyak yan".. Pemeriksaan ini hanya membantu dia"nosis terutama

Hal tersebut bisa dilihat dari beberapa kasus kecelakaan yang pernah terjadi dan penyebab kecelakaan dari tahun ke tahun selalu berulang-ulang dan terkesan tiap

Dimensi Kognitif dan Dimensi Kognitif dan Bentuk Pengetahuan Bentuk Pengetahuan semua KD-3 dalam semua KD-3 dalam Mata Pelajaran Mata Pelajaran     Ketercapaian  

Penelitian ini terdiri dua tahap, tahap pertama penghilangan rasa gatal, dan optimasi pembuatan tepung kimpul yang terdiri atas 2 faktor yaitu blanching dan perendaman

Dalam tahap pelaksanaan PKL di Koperasi Swakarya BRI, praktikan ditempatkan di bidang usaha jasa pengurusan, yaitu bidang usaha yang melayani jasa pengurusan

Informasi di atas menunjukan bahawa sebagian besar responden membutuhkan informasi tentang petinggi dan karyawan lain di Kejaksaan Agung yaitu sebanyak 20 responden (40%),

330 13032915710505 MAFRIKHA Guru Bahasa Inggris SMP NURUSSYIBYAN PAGUYANGAN MENGULANG SUTN, SUTL, Kab. ROMLI Seni Budaya SMP MUHAMMADIYAH 1 SIRAMPOG MENGULANG SUTN,