• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PROFIL KUALITAS BIODIESEL BERBASIS MINYAK NABATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PROFIL KUALITAS BIODIESEL BERBASIS MINYAK NABATI"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

42

BAB IV

PROFIL KUALITAS BIODIESEL BERBASIS MINYAK NABATI

4.1 Bahan Baku Biodiesel

FAME atau fatty acid methyl ester (metil ester asam lemak) adalah minyak nabati, lemak hewan, atau minyak goreng bekas yang diubah melalui proses transesterifikasi yang pada dasarnya mereaksikan minyak-minyak tersebut dengan metanol dan katalisator NaOH dan KOH, yang secara populer, FAME disebut dengan nama biodiesel.

Semua minyak yang berasal dari tanaman bisa dijadikan FAME atau biodiesel dari minyak nabati seperti misalnya : Kedelai (Glycine max) disebut SME (soybean methyl ester), Kanola atau rapeseed (Brassica rape) yang disebut RME (rapeseed methyl ester), Kelapa (Cocos nuerifera) yang disebut CME (coco methyl ester), dan Bunga matahari (Helianthus annus). Sedangkan FAME yang digunakan di Indonesia baru berasal dari POME (palm oil methyl ester) yang berasal dari minyak sawit (CPO, crude palm oil).

Penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar tidak bisa langsung di pakai tetapi perlu modifikasi terlebih dahulu khususnya untuk biodiesel, hal ini karena karakteristik minyak nabati memiliki kekentalan yang tinggi. Standar Nasional Indonesia menetapkan viskositas biodiesel relatif rendah yakni 2,3 - 6,0 mm 2 /S.

Sedangkan kita ketahui viskositas minyak nabati tergolong tinggi hingga sangat tinggi sepeti CPO sebesar 23,4 dan viskositas minyak jarak sebesar 49,15. Oleh karena itu perlu proses konversi minyak nabati melalui proses transesterifikasi yang berjalan sempurna.

Begitu juga jika asam lemak bebas cukup tinggi pada minyak nabati harus

diturunkan terlebih dahulu melalui proses esterifikasi. Berikut ini karakteristik

minyak jarak dan sawit.

(2)

43

Tabel 12 . Analisis Kimia Minyak Jarak Pagar (Svlele, 2002)

No. Parameter Nilai

1. Bilangan asam (mg KOH/ g lemak) 38,2 2. Bilangan penyabunan (mg KOH/ g lemak) 195,0 3. Bilangan iod (mg iod/ g lemak) 101,7 4. Komponen asam lemak (%)

y Palmitat y Stearat y Oleat y Linoleat y lainnya

14,2 6,9 43,1 34,3 1,4

Sedangkan data karakteristik kimia dan fisika minyak jarak dengan metode crew-ASTM D90, dapat dilihat pada Tabel 13 Berikut ini.

Tabel 13. Karakteristik Kimia dan Fisika Minyak Jarak Metode Crew-ASTM D90 (Hambali, et.al. 2006)

Nilai No. Karakteristik

Crew ASTM D90

1. Bilangan asam 0,851 2,0

2. Kejernihan Agak jernih jernih

3. Bilangan hidroksil 163,36 160 - 168

4. Refraksi indeks 25 o C 1,466 1,476 - 1,478 5. Bilangan penyabunan 178,31 176 - 184 6. Kelarutan dalam alcohol larut larut

7. Bobot Jenis 0,957 - 0,961

8. Viskositas mm 2 (cst) - 6,6 - 8,0

9. Bilangan iod 71,08 84 - 88

(3)

44

Sedangkan untuk data sifat fisik dan kimia minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini.

Tabel 14. Sifat Fisik dan Kimia Minyak Sawit

Nilai No. Parameter

Weiss (1983) Maiti et. Al., (1988) 1. Bobot jenis 0,882 - 0,887 a) 0,21 - 0,925 b) 2. Indeks bias 1,4508 a) 1,453 - 1,456 b) 3. Titik cair ( o C) 25 - 30 27 - 50 4. Fraksi tersabunkan (%) 0,2 - 0,6 0,2 - 0,8

5. Bilangan Penyabunan 198 195 - 205

6. Bilangan iod 53 44 - 58

Keterangan :

a) : pada suhu 60 o C; b) : pada suhu 40 o C

4.2 Spesifikasi Biodiesel

FAME atau biodiesel yang dihasilkan dari berbagai sumber di atas harus memenuhi standar biodiesel yang ditetapkan baik Satandar Nasional Indonesia sebagaimana yang disajikan pada Tabel 8 maupun Standar Internasional pada lampiran 17 (jika ingin menyesuaikan standar dunia) meskipun menggunakan FAME yang berbeda-beda. Dalam penelitian biodiesel yang akan di kaji adalah karakteristik dari biodiesel minyak sawit (fraksi stearin) dan minyak jarak.

Berikut ini pada Tabel 15 yang menunjukkan perbandingan karakteristik

biodiesel dari minyak jarak dan biodiesel dari minyak sawit dengan solar.

(4)

45

Tabel 15. Perbandingan Sifat Fisik Biodiesel dari Minyak Jarak dan Minyak Sawit dengan Solar. (Svlele, 2002)

Nilai No Parameter Palm

Biodiesel Jatropha

Biodiesel Solar

1. Densitas, g/mL (150 o C) 0,868 0,879 0,83

2. Viskositas Kinematik (CSt)(400 o C) 5,3 4,84 5,2 3. Cloud point ( o C) 10 - 16 -2 - 2 - 18

4. Titik nyala ( o C) 174 191 70

5. Nilai Kalori, LHV (MJ/kg) 37 - 38 37 - 38 41 6. Kandungan sulfur (ppm) < 50 < 50 Max 500

7. Bilangan setana 62 51 42

8. Bilangan asam (mg KOH/g) 209,7 198 NA 9. Bilangan iod (mg I2/g) 45-62 95-107 NA

Jika kita perhatikan dari tabel di atas bahwa kandungan sulfur yang terdapat pada biodiesel sawit dan jarak cukup rendah jika dibandingkan dengan kandungan sulfur solar sebesar 500 ppm. Kandungan sulfur yang tinggi berdampak pada emisi gas buang. Kadar emisi SO 2 merupakan pemicu total partikulat dan asap hitam penyebab kanker. Kandungan sulfur yang tinggi berdampak juga pada keausan mesin karena akan terbentuk partikel padat ketika terjadi pembakaran dan korosif pada mesin. Dampak lain menyebabkan adalah hujan asam yang berpengaruh negatif terhadap lingkungan.

4.3 Spesifikasi Biosolar

Biosolar merupakan campuran dari 95 persen solar produksi kilang dan 5 persen FAME (fatty acid methly ester) yang menjadi salah satu alternatif bahan bakar ramah lingkungan. Di Indonesia Pertamina meluncurkan sebuah produk biosolar yang merupakan kerjasama Pertamina dengan pemasuk FAME diantaranya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (12,5 ton/hari), PT.

Energi Alternatif Indonesia(1 ton/hari), Pusat Penelitian Kelapa Sawit (1 ton/hari),

Institut Teknologi Bandung (1 ton/hari), PT. Rizky Anugrah Putra (0,6 ton/hari),

PT. Surya (1,8 ton/hari), dan PT. Eterindo Wahanatama (300 ton/hari).

(5)

46

Penggunaan FAME atau biodiesel sebesar 5 persen dikarenakan jumlah pemasok FAME masih terbatas disamping harga yang belum kompetitif jika dibanding harga solar. Pertamina memutuskan PT. Eterindo Wahanatama Tbk.

Sebagai pemasok tunggal pertamina.

4.4. Beberapa Analisis Mutu Biodiesel

Melakukan analisis mutu biodiesel sangat penting karena terkait dengan kesesuaian standar yang disapakati, kepuasan pengguna, dan harga jual biodiesel disamping efisiensi pabrik biodiesel. Beberapa jenis analisis yang harus dilakukan adalah pengujian asam, kadar fosfor, kadar gliserol total, bebas dan terikat di dalam biodiesel, gugus siklopropenoid, bilangan iod serta bilangan penyabunan dan kadar ester alkil dalam biodiesel.

1. Uji standar untuk bilangan asam (AQCS 30-63/ASTM D-664, FBI-A01-03).

Prosedur pengujian ini digunakan untuk menentukan bilangan asam minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel. Pengujian bilangan asam dilakukan melalui proses titrimetri. Bilangan asam adalah banyaknya miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam bebas di dalam satu gram sampel biodiesel atau bahan baku biodiesel. Asam bebas ini terutama terdiri dari asam lemak bebas dan sisa asam mineral.

2. Uji standar untuk kadar fosfor (AQCS CA 12-55, FBI-A05-03).

Pengujian ini berfungsi untuk menentukan kadar fosfor dalam biodiesel yang dihasilkan melalui pengabuan sampel (FAME) yang telah ditambah seng oksida (ZnO). Proses ini disusul dengan pengukuran spektrofotometrik fosfor sebagai kompleks asam fosfomolibdat yang berwarna biru.

3. Uji standar untuk kadar gliserol total, bebas dan terikat dalam biodiesel (AQCS CA 14-56 atau ASTM D-6584, FBI-A21-03).

Prosedur pengujian ini berfungsi untuk menentukan kadar gliserol total, gliserol bebas dan terikat di dalam biodiesel (FAME) menggunakan metode iodometri asam periodat. Gliserol bebas ditentukan langsung pada sampel yang dianalisis. Gliserol total ditentukan setelah sampelnya disaponifikasi.

Gliserol terikat adalah selisih antara gliserol total dan gliserol bebas.

(6)

47

4. Uji standar untuk gugus siklopropenoid dalam biodiesel (AQCS CA1-25, FBI-A06-03).

Pengujian ini berfungsi untuk menyidik secara kualitatif keberadaan gugus siklopropenoid di dalam biodiesel yang berupa ester alkil melalui pengujian Helpen. Adanya gugus ini menimbulkan warna merah atau merah jingga pada larutan belerang yang ada dalam karbin disulfat dan amil alkohol panas.

5. Uji standar untuk bilangan iod (AOCS CA1-25, FBI-A04-03).

Prosedur pengujian ini untuk nenentukan bilangan iodium biodiesel (FAME) dengan metode reagen wijs. Bilangan iod merupakan ukuran empirik banyaknya ikatan rangkap dua di dalam asam-asam lemak penyusun biodiesel. Satu mol iodium terabsorbsi setara dengan satu mol ikatan rangkap(dua).

6. Uji standar untuk bilangan penyabunan dan kadar ester (FBI-A03-03).

Pengujian ini digunakan untuk menentukan bilangan penyabunan biodiesel

ester alkil dengan proses titrimetri. Bilangan penyabunan adalah banyaknya

miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram sampel

biosolar. Melalui kombinasi dengan analisis bilangan asam dan gliserol total,

angka penyabunan yang diperoleh dengan metode standar ini dapat

digunakan untuk menentukan kadar ester di dalam biodiesel ester alkil.

(7)

48

BAB V

ANALISIS ATRIBUT KUALITAS BIODIESEL

5.1 Data Tingkat Kepentingan Atribut Kualitas Biodiesel

Atribut-atribut yang digunakan dalam penentuan kualitas biodiesel ini didasarkan pada standar penentuan kualitas yang diterapkan pada industri biodiesel, standar mutu biodiesel nasional (SNI 04-7182-2006) dan standar mutu biodiesel internasonal. Namun mahalnya biaya pengukuran nilai atribut-atribut biodiesel pada lembaga-lembaga penelitian/pengujian yang memenuhi kualifikasi dan ditunjuk oleh pemerintah serta terbatasnya waktu menyebabkan tidak semua atribut dapat diukur terus-menerus, sehingga perlu dibuat tingkat kepentingan atribut dari keseluruhan atribut yang ada.

Untuk menentukan tingkat kepentingan atribut tersebut dilakukan proses pembobotan atas nilai-nilai atribut kualitas bahan baku dan biodiesel yang dihasilkan yang diperoleh dari akusisi pendapat pakar yaitu diwakili dari praktisi, akademisi dan birokrasi. Penilaian atribut tingkat kepentingan yang dilakukan meliputi:

1. Atribut penilaian kualitas bahan baku terdiri atas atribut kompisisi asam lemak bahan baku dan atribut sifat fisiko kimia bahan baku.

2. Atribut penilaian kualitas proses terdiri atas atribut kualitas proses transesterifikasi, atribut kualitas proses pemisahan (separasi), dan atribut kualitas proses pencucian.

3. Atribut penilaian pengemasan dan penyimpanan terdiri atas atribut kualitas kemasan dan atribut kualitas penyimpanan.

5.1.1 Tingkat Kepentingan Atribut Kualitas Bahan Baku

Komposisi kandungan asam lemak bahan baku berupa minyak nabati perlu

diukur untuk melihat kandungan asam lemak bebas atau Free Fatty Acid (FFA)

yang terdapat pada bahan baku. Hal ini untuk menentukan jumlah tahap proses

transesterifikasi yang perlu dilakukan, jika kandungan asam lemak bebas rendah

proses transesterifikasi dapat dilakukan satu tahap saja.

(8)

49

Dari hasil pembobotan entropy tingkat kepentingan atribut kandungan asam lemak minyak nabati diperoleh bahwa atribut asam lemak palmitat, stearat, oleat dan linoleat memiliki rata-rata entropy yang paling tinggi dari atribut lainnya.

Hasil perhitung dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini.

Tabel 16. Tingkat Kepentingan Atribut Komposisi Asam Lemak Bahan Baku No. Atribut Rata-rata Entropy

1 Heksanoat 0,0737

2 Oktanoat 0,0737

3 Dekanoat 0,0735

4 Laurat 0,0735

5 Miristat 0,0739

6 Palmitat 0,0843

7 Stearat 0,0843

8 Elikosanoat 0,0735

9 Dekasanoat 0,0735

10 Palmitoleat 0,0739

11 Oleat 0,0843

12 Linoleat 0,0843

13 Linolenat 0,0739

Hasil penghitungan entropy atribut tingkat kepentingan karakteristik mutu berdasarkan sifat fisiko kimia minyak nabati menunjukkan bahwa kandungan asam lemak bebas (FFA) memiliki nilai rata-rata entropy tertinggi dari atribut lainnya. Nilai hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini.

Tabel 17. Tingkat Kepentingan Atribut Karakteristik Mutu Fisiko Kimia Minyak Nabati.

No. Atribut Rata-rata Entropy

1. Viskositas (mm 2 /s) 0,0542

2. Bobot jenis (g/cm 3 ) 0,0547

3. Bilangan asam 0,0561

4. Bilangan penyabunan 0,0539

5. Bilangan iod 0,0539

6. Bilangan tak tersabunkan 0,0561

7. Warna 0,0514

8. Indeks bias 0,0507

9. Kelarutan dalam alkohol 0,0519

10. Bilangan asetil 0,0501

(9)

50

Tabel 17 (lanjutan)

No. Atribut Rata-rata Entropy

11. Titik nyala (tag close cup) ( o C) 0,0517 12. Titik nyala (cleverland open cup) ( o C) 0,0506

13. Suhu pembakaran ( o C) 0,0501

14. Titik Api ( o C) 0,0506

15. Putaran optik 0,0496

16. Titik leleh ( o C) 0,0517

17. Tegangan permukaan 0,0501

18. Kandungan FFA 0,0566

19. Kadar air dan pengotor 0,0557

5.1.2 Tingkat Kepentingan Atribut Kualitas Proses

Hasil penghitungan entropy atribut penilaian kualitas proses berdasarkan karaktersitik mutu biodiesel menunjukkan bahwa titik nyala dan angka asam memiliki rata-rata entropy yang paling tinggi sebagaimana yang disajikan pada Tabel 18 berikut ini.

Tabel 18. Tingkat Kepentingan Atribut Karakteristik Mutu Biodiesel No. Atribut Rata-Rata Entropy

1 Massa jenis pada 40 o C, g/cm 3 0,0561 2 Viskositas kinem 40 o C, mm 2 /s (cSt) 0,0586

3 Angka setana 0,0578

4 Titik nyala (mangkok tutup), o C 0,0578

5 Titik kabut, o C 0,0578

6 Korosi tembaga (3 jam, 50 o C) 0,0543

7 Residu Karbon (%-b) 0,0539

8 Air dan sedimen,%-vol 0,0566

9 Temperatur distilasi 90%, o C 0,0526 10 Abu tersulfatkan, (%-b) 0,0539

11 Belerang, ppm-b (mg/kg) 0,0561 12 Fosfor, ppm-b (mg/kg) 0,0529 13 Angka Asam, mg-KOH/g 0,0586

14 Gliserol bebas, %-b 0,0561

15 Gliserol total, %-b 0,0556

16 Kadar ester alkil, %-b 0,0556 17 Angka iodium, %-b (g-l2/100 g) 0,0551

18 Uji Halphen 0,0508

(10)

51

Sedangkan hasil perhitungan nilai rata-rata entropy atribut kualitas proses berdasarkan pada proses transesterifikasi minyak nabati disajikan pada Tabel 19 di bawah ini.

Tabel 19. Tingkat Kepentingan Atribut Proses Berdasarkan Proses Esterifikasi Biodiesel

No. Atribut Rata-Rata Entropy

1. Suhu Reaksi 0,2000

2. Waktu Reaksi 0,2000

3. Konsentrasi Metanol 0,2000 4. Kecepatan Pengadukan 0,2000 5. Konsentrasi Katalis 0,2000

Berdasarkan pada tabel diatas hasil penghitungan nilai rata-rata entropy atribut proses berdasarkan proses esterifikasi minyak nabati menunjukkan bahwa semua atribut proses memiliki rata-rata nilai entropy yang sama. Demikian juga hasil penghitungan nilai rata-rata entropy atribut proses berdasarkan proses transesterifikasi minyak nabati yang disajikan pada Tabel 20 dibawah ini.

Tabel 20. Tingkat Kepentingan Atribut Proses Berdasarkan Proses Transesterifikasi Biodiesel

No. Atribut Rata-Rata Entropy

1. Suhu Reaksi 0,2000

2. Waktu Reaksi 0,2000

3. Konsentrasi Metanol 0,2000 4. Kecepatan Pengadukan 0,2000 5. Konsentrasi Katalis 0,2000

Tabel 21. Tingkat Kepentingan Atribut Proses Berdasarkan Proses Pemisahan (separation) Biodiesel

No. Atribut Rata-Rata Entropy 1. Kecepatan Sentrifugasi 0,3333

2. Kandungan Gliserol 0,3333

3. Waktu Pemisahan 0,3333

(11)

52

Berdasarkan pada Tabel 21 di atas hasil penghitungan nilai rata-rata entropy atribut proses berdasarkan proses pemisahan biodiesel menunjukkan bahwa semua atribut proses memiliki rata-rata nilai entropy yang sama. Demikian juga hasil penghitungan nilai rata-rata entropy atribut proses berdasarkan proses pencucian biodiesel yang disajikan pada Tabel 22 dibawah ini.

Tabel 22. Tingkat Kepentingan Atribut Proses Berdasarkan Proses Pencucian Biodiesel

No. Atribut Rata-Rata Entropy

1. Waktu Reaksi 0,2500

2. Volume Air 0,2500

3. Suhu air 0,2500

4. Pengulangan 0,2500

Tabel 23. Tingkat Kepentingan Atribut Proses Berdasarkan Proses Pengemasan dan Penyimpanan Biodiesel

No. Atribut Rata-Rata Entropy 1. Tingkat keamanan kontainer 0,1260

2. Kebersihan 0,1201

3. Kekuatan 0,1188

4. Kedap udara 0,1188

5. Tidak tembus cahaya 0,1250

6. Bahan wadah 0,1216

7. Suhu Penyimpanan 0,1339 8. Waktu Penyimpanan 0,1358

Berdasarkan pada Tabel 23 di atas hasil penghitungan nilai rata-rata entropy

atribut proses berdasarkan proses pengemasan dan penyimpanan biodiesel

menunjukkan bahwa atribut waktu penyimpanan memiliki nilai rata-rata entropy

tertinggi dari atribut lainnya.

(12)

53

5.1.3 Data Keragaman Proses

1. Data Suhu Proses Tranesterifikasi

Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal (bahan baku) dan faktor eksternal. Faktor internal adalah kondisi minyak itu sendiri adalah kandungan air, kandungan asam lemak bebas, dan kandungan zat terlarut maupun tidak terlarut yang dapat mempengaruhi reaksi.

Faktor eksternal (proses) adalah kondisi yang bukan berasal dari minyak dan dapat mempengaruhi reaksi. Faktor eksternal diantaranya adalah suhu reaksi, waktu reaksi, kecepatan pengadukan, jenis dan konsentrasi katalis, dan jumlah rasio molar metanol terhadap minyak. Berikut ini data atribut keragaman proses, hanya titik-titik kritis proses yang dilakukan pengamatan.

Metode yang digunakan untuk menganalisis proses ini menggunakan Statistical Process Control (SPC) sebagai metode mengukur dan menganalisis permasalahan-permasalahan dalam proses. Pengolahan data keragaman di titik proses ini akan menggunakan peta kontrol dengan terlebih dahulu mengidentifikasi jenis data yang diperoleh. Data suhu transesterifikasi merupakan bentuk data variabel, oleh karena itu dalam pengolahan data digunakan peta kontrol x-bar dan peta kontrol R dengan bantuan Software SPSS 13.0.

Peta kontrol x-bar digunakan untuk mengendalikan proses yang dilihat dari rata-rata suhu transesterifikasi atau dengan kata lain untuk mengetahui terjadinya perubahan yang signifikan pada rata-rata suatu karakteristik kualitas tertentu dalam hal ini suhu transesterifikasi. Peta kendali R memetakan rentang karakteristik kualitas tertentu, rentang didefinisikan sebagai nilai pengamatan tertinggi dikurang nilai pengamatan terendah dalam suatu sampel atau dengan kata lain untuk mengindikasikan banyaknya variasi suatu karakteristik dalam hal ini variasi suhu tranesterifikasi.

Pembuatan peta kontrol x-bar dan R yang terbaik dimulai dengan

membuat peta kontrol R karena batas kontrol pada grafik x-bar tergantung pada

variabilitas proses, kecuali jika proses terkendali, batas kontrol ini tidak akan

banyak berarti. Pengeplotan data ke dalam peta kontrol x-bar dapat dilakukan

dengan menggunakan batas-batas yang diperoleh dari rataan sampel yang diamati

(13)

54

dan juga menggunakan batas spesifikasi yang ditetapkan oleh perusahaan.

Selanjutnya dilakukan penggabungan ke dalam satu peta kontrol yang memiliki batas spesifikasi dan batas kontrol sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut.

Berikut ini hasil perhitungan data suhu proses transesterifikasi di industri biodiesel yang disajikan pada Tabel 24.

Tabel 24. Perhitungan Data Suhu Reaksi Proses Transesterifikasi Suhu Reaksi ( o C)

Pengama-

tan ke- (X 1 ) (X 2 ) (X 3 ) (X 4 ) Total Rata-rata Range 1 59,9 58,5 61,2 60,6 240,2 60,1 2,7 2 60,2 60,5 58,1 60,7 239,5 59,9 2,6 3 59,6 60,3 61,2 59,7 240,8 60,2 1,6 4 58,6 60,2 62,2 63,5 244,5 61,1 4,9 5 59,2 63,0 60,0 60,3 242,5 60,6 3,8 6 60,1 59,7 59,1 61,2 240,1 60,0 2,1 7 61,8 58,1 60,3 58,9 239,1 59,8 3,7 8 62,1 58,4 59,4 58,9 238,8 59,7 3,7 9 59,2 58,5 60,5 63,2 241,4 60,4 4,7 10 58,9 60,3 61,1 60,9 241,2 60,3 2,2 11 61,1 60,0 59,1 60,3 240,5 60,1 2.0 12 60,5 58,9 59,4 61,2 240,0 60,0 2,3 13 60,0 58,8 61,3 59,7 239,8 60,0 2,5 14 63,2 58,7 59,4 58,1 239,4 59,9 5,1 15 60,5 58,7 59,9 59,4 238,5 59,6 1,8

16 58,7 59,2 60,1 60,6 238,6 59,7 1,9

a. Peta kontrol R

Hasil dari pengeplotan peta kontrol R untuk melihat keragaman atau variasi data suhu tranesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 5.1 yang disajikan di bawah ini. Batas-batas kontrol yang diperoleh adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 2,2656

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Control Limit = UCL) : 5,1703

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Control Limit = LCL) : 0

(14)

55

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

R ange

6

5

4

3

2

1

0

SUHU TRANSESTERIFIKA SI

UCL = 5.1703

Average = 2.2656

LCL = .0000

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Mean

62.08982

61.19842

60.30703

59.41564

58.52425

SUHU TRANSESTERIFIKA SI

UCL = 61.9578

Average = 60.3070

LCL = 58.6563

Gambar 5.1 Peta Kontrol R untuk Data Suhu Transesterifikasi

b. Peta kontrol x-bar

Data dari pengeplotan peta kontrol x-bar yang pertama berdasarkan rataan sampel yang diamati. Hasil dari pengeplotan dapat dilihat pada Gambar 5.2 berikut ini. Batas-batas kontrol yang diperoleh adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 60,3070

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Control Limit = UCL) : 61,9570

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Control Limit = LCL) : 58,6563

Gambar 5.2 Peta Kontrol x-bar untuk Data Suhu Transesterifikasi

Berdasarkan Rataan Sampel

(15)

56

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Mean

62.1506

61.2288

60.3070

59.3852

58.4634

SUHU TRANSESTERIFIKA SI

UCL = 61.9578

U Spec = 61.9000

Average = 60.3070

L Spec = 58.6000

LCL = 58.6563

c. Peta kontrol x-bar gabungan

Peta kontrol gabungan adalah peta kontrol yang memuat dua batas yaitu batas spesifikasi dan batas rataan sampel sehingga dalam peta kontrol x-bar gabungan ini akan terdapat Lower Spesification Limit (LSL), Upper Spesification Limit (USL), Upper Control Limit (UCL) dan Lower Control Limit (LCL). Batas kontrol yang digunakan berdasarkan spesifikasi perusahaan adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 60,3070

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Spesification Limit = USL) : 61,9000

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Spesification Limit = LSL) : 58,6000

Gambar 5.3 Peta kontrol Gabungan untuk Data Suhu Transesterifikasi

(16)

57

2. Data Lama Proses Transesterifikasi

Data lama transesterifikasi merupakan salah satu bentuk data variabel, oleh karenanya pengolahan data dapat mengunakan peta kontrol x-bar dan peta kontrol R dengan dibantuan Software SPSS 13.0. Perhitungan data lama reaksi transesterifikasi untuk pembuatan peta kontrol disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25. Perhitungan Data Lama Reaksi Transesterifikasi Lama Reaksi (menit)

Pengama-

tan ke- (X 1 ) (X 2 ) (X 3 ) (X 4 ) Total Rata-rata Range 1 90,2 91,2 90,0 88,4 359,8 90,0 2,8 2 90,1 89,7 90,8 90,3 270,8 90,3 1,1 3 89,7 88,9 89,1 92,2 359,9 90,0 3,3 4 89,4 90,3 90,4 91,4 361,5 90,4 2,0 5 92,0 89,9 91,0 91,7 364,6 91,2 2,1 6 91,2 91,1 90,2 90,3 362,8 90,7 1,0 7 90,1 88,2 90,7 93,0 362,0 90,5 4,8 8 90,3 90,2 91,4 92,1 364,0 91,0 1,9 9 93,0 90,5 90,3 90,7 364,5 91,1 2,7 10 92,7 92,1 91,3 90,4 366,5 91,6 2,3 11 91,3 91,2 90,1 91,4 364,0 91,0 1,3 12 90,3 89,3 90,5 90,1 360,2 90,1 1,2 13 90,4 90,4 91,1 92,1 364,0 91,0 1,7 14 89,7 88,9 89,5 92,2 360,3 90,1 2,5 15 89,5 90,2 90,4 91,4 361,5 90,4 1,9 16 90,2 89,9 91,0 91,5 362,6 90,7 1,6

a. Peta kontrol R

Hasil dari pengeplotan peta kontrol R untuk melihat keragaman atau variasi data lama ttranesterifikasi dapat dilihat pada gambar 5.4. yang disajikan di bawah ini. Batas-batas kontrol yang diperoleh adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 1,8187

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Control Limit = UCL) : 4,1505

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Control Limit = LCL) : 0

(17)

58

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Range

5

4

3

2

1

0

LAMA PROSES TRANSEST ERIFIKASI

UCL = 4.1505

Average = 1.8187

LCL = .0000

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Mean

91.99209

91.27651

90.56094

89.84537

89.12979

LAMA PROSES TRANSEST ERIFIKASI

UCL = 91.8861

Average = 90.5609

LCL = 89.2358

Gambar 5.4 Peta Kontrol R untuk Data Lama Transesterifikasi

b. Peta kontrol x-bar

Data dari pengeplotan peta kontrol x-bar yang pertama berdasarkan rataan sampel yang diamati. Hasil dari pengeplotan dapat dilihat pada gambar 5.5.

berikut ini. Batas-batas kontrol yang diperoleh adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 90,5609

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Control Limit = UCL) : 91,8861

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Control Limit = LCL) : 89,2358

Gambar 5.5 Peta Kontrol x-bar untuk Data lama Transesterifikasi

Berdasarkan Rataan Sampel

(18)

59

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Mean

91.99209

91.27651

90.56094

89.84537

89.12979

LAMA PROSES TRANSEST ERIFIKASI

UCL = 91.8861

U Spec = 91.6000

Average = 90.5609

L Spec = 89.4000

LCL = 89.2358

c. Peta kontrol x-bar gabungan

Peta kontrol gabungan adalah peta kontrol yang memuat dua batas yaitu batas spesifikasi dan batas rataan sampel sehingga dalam peta kontrol x-bar gabungan ini akan terdapat Lower Spesification Limit (LSL), Upper Spesification Limit (USL), Upper Control Limit (UCL) dan Lower Control Limit (LCL). Batas kontrol yang digunakan berdasarkan spesifikasi perusahaan adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 90,5609

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Spesification Limit = USL) : 91,6000

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Spesification Limit = LSL) : 89,4000

Gambar 5.6 Peta kontrol Gabungan untuk Data Lama Transesterifikasi

(19)

60

3. Data Suhu Proses Separasi

Data suhu proses separasi merupakan salah satu bentuk data variabel, oleh karenanya pengolahan data dapat mengunakan peta kontrol x-bar dan peta kontrol R dengan dibantuan Software SPSS 13.0. Perhitungan data suhu separasi untuk pembuatan peta kontrol disajikan pada Tabel 26 di bawah ini.

Tabel 26. Perhitungan Data Suhu Proses Separasi Suhu Reaksi ( o C)

Pengama-

tan ke- (X 1 ) (X 2 ) (X 3 ) (X 4 ) Total Rata-rata Range

1 60,5 60,5 59,3 61,5 241,8 60,5 2,2

2 60,0 59,7 61,2 61,5 242,4 60,6 1,8

3 61,0 61,4 61,8 62,0 246,2 61,6 1,0

4 60,9 59,8 59,5 58,9 239,1 59,8 2,0

5 61,5 61,5 61,0 61,0 245,0 61,3 0,5

6 59,2 60,5 58,8 58,3 236,8 59,2 2,2

7 58,8 59,8 61,8 59,8 240,2 60,1 3,0

8 62,0 62,5 62,9 63,0 250,4 62,6 1,0

9 61,9 62,1 62,1 61,5 247,6 61,9 0,6

10 61,0 61,5 61,5 61,0 245,0 61,3 0,5

11 60,5 60,5 60,4 60,5 241,9 60,5 0,1

12 59,7 59,7 59,5 58,9 237,8 59,5 0,8

13 62,0 61,4 61,8 62,3 247,5 61,9 0,9

14 60,9 60,9 60,9 60,9 243,6 60,9 0,0

15 61,5 61,5 61,4 61,8 246,2 61,6 0,4

16 62,5 62,5 62,5 62,5 250,0 62,5 0,0

a. Peta kontrol R

Hasil dari pengeplotan peta kontrol R untuk melihat keragaman atau variasi data suhu separasi dapat dilihat pada gambar 5.7. yang disajikan di bawah ini. Batas-batas kontrol yang diperoleh adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 0,6062

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Control Limit = UCL) : 0,2656

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Control Limit = LCL) : 0

(20)

61

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Range

.7

.6

.5

.4

.3

.2

.1

0.0

SUHU PROSES SEPARASI

UCL = .6062

Average = .2656

LCL = .0000

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Mean

61.0097960

60.9052880

60.8007810

60.6962730

60.5917660

SUHU PROSES SEPARASI

UCL = 60.9943

Average = 60.8008

LCL = 60.6072

Gambar 5.7 Peta Kontrol R untuk Data Suhu Separasi

b. Peta kontrol x-bar

Data dari pengeplotan peta kontrol x-bar yang pertama berdasarkan rataan sampel yang diamati. Hasil dari pengeplotan dapat dilihat pada gambar 5.8.

berikut ini. Batas-batas kontrol yang diperoleh adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 60,8008

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Control Limit = UCL) : 60,9943

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Control Limit = LCL) : 60,6072

Gambar 5.8 Peta Kontrol x-bar untuk Data Suhu Separasi

Berdasarkan Rataan Sampel

(21)

62

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

M ean

61.0097960

60.9052880

60.8007810

60.6962730

60.5917660

SUHU PROSES SEPARASI

UCL = 60.9943

U Spec = 60.8000

Average = 60.8008

L Spec = 60.7000

LCL = 60.6072

c. Peta kontrol x-bar gabungan

Peta kontrol gabungan adalah peta kontrol yang memuat dua batas yaitu batas spesifikasi dan batas rataan sampel sehingga dalam peta kontrol x-bar gabungan ini akan terdapat Lower Spesification Limit (LSL), Upper Spesification Limit (USL), Upper Control Limit (UCL) dan Lower Control Limit (LCL). Batas kontrol yang digunakan berdasarkan spesifikasi perusahaan adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 60,8008

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Spesification Limit = USL) : 60,8000

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Spesification Limit = LSL) : 60,7000

Gambar 5.9 Peta kontrol Gabungan untuk Data Suhu Separasi

(22)

63

4. Data Lama Proses Separasi

Data lama proses separasi merupakan salah satu bentuk data variabel, oleh karenanya pengolahan data dapat mengunakan peta kontrol x-bar dan peta kontrol R dengan dibantuan Software SPSS 13.0. Perhitungan data lama separasi untuk pembuatan peta kontrol disajikan pada Tabel 27 di bawah ini.

Tabel 27. Perhitungan Data Lama Proses Separasi Lama Reaksi (jam)

Pengama

tan ke- (X 1 ) (X 2 ) (X 3 ) (X 4 ) Total Rata-rata Range 1 4,00 4,00 4,00 4,00 16,00 4,00 0,00 2 4,25 4,00 4,50 3,75 16,50 4,13 0,75 3 4,00 4,00 4,75 3,50 16,25 4,06 1,25 4 3,75 4,00 4,00 4,25 16,00 4,00 0,50 5 4,00 4,00 3,50 3,75 15,25 3,81 0,50 6 4,00 4,25 4,00 4,50 16,75 4,19 0,50 7 3,75 4,00 4,25 4,00 16,00 4,00 0,50 8 4,00 4,50 4,50 4,00 17,00 4,25 0,50 9 4,25 4,25 4,25 4,00 16,75 4,19 0,25 10 4,25 4,50 4,00 3,75 16,50 4,13 0,75 11 4,00 4,50 3,50 4,25 16,25 4,06 1,00 12 4,20 4,25 4,00 4,00 16,45 4,11 0,25 13 4,00 3,75 4,00 4,00 15,75 3,94 0,25 14 3,75 3,50 4,00 3,50 14,75 3,69 0,50 15 4,00 4,25 4,00 4,25 16,50 4,13 0,25 16 4,00 4,00 4,00 4,50 16,50 4,13 0,50

a. Peta kontrol R

Hasil dari pengeplotan peta kontrol R untuk melihat keragaman atau variasi data lama separasi dapat dilihat pada gambar 5.10. yang disajikan di bawah ini. Batas-batas kontrol yang diperoleh adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 0,7987

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Control Limit = UCL) : 0.2656

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Control Limit = LCL) : 0

(23)

64

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

M ean

4.3301

4.1924

4.0547

3.9170

3.7793

WAKTU PROSES SEPARAS I

UCL = 4.3097

Average = 4.0547

LCL = 3.7997 Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Range

1.0

.8

.6

.4

.2

0.0

WAKTU PROSES SEPARAS I

UCL = .7987

Average = .3500

LCL = .0000

Gambar 5.10 Peta Kontrol R untuk Data Lama Separasi

b. Peta kontrol x-bar

Data dari pengeplotan peta kontrol x-bar yang pertama berdasarkan rataan sampel yang diamati. Hasil dari pengeplotan dapat dilihat pada gambar 5.11.

berikut ini. Batas-batas kontrol yang diperoleh adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 4,0547

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Control Limit = UCL) : 4,3097

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Control Limit = LCL) : 3,7997

Gambar 5.11 Peta Kontrol x-bar untuk Data Lama Separasi

Berdasarkan Rataan Sampel

(24)

65

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Mean

4.3301

4.1924

4.0547

3.9170

3.7793

WAKTU PROSES SEPARAS I

UCL = 4.3097

U Spec = 4.2500

Average = 4.0547

L Spec = 3.8500

LCL = 3.7997

c. Peta kontrol x-bar gabungan

Peta kontrol gabungan adalah peta kontrol yang memuat dua batas yaitu batas spesifikasi dan batas rataan sampel sehingga dalam peta kontrol x-bar gabungan ini akan terdapat Lower Spesification Limit (LSL), Upper Spesification Limit (USL), Upper Control Limit (UCL) dan Lower Control Limit (LCL). Batas kontrol yang digunakan berdasarkan spesifikasi perusahaan adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 4,0547

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Spesification Limit = USL) : 4,2500

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Spesification Limit = LSL) : 3,8500

Gambar 5.12 Peta Kontrol Gabungan untuk Data Lama Separasi

(25)

66

5. Data Volume Air Proses Pencucian

Data volume air proses pencucian merupakan salah satu bentuk data variabel, oleh karenanya pengolahan data mengunakan peta kontrol x-bar dan peta kontrol R dengan dibantuan Software SPSS 13.0. Perhitungan data volume air proses pencucian untuk pembuatan peta kontrol yang disajikan pada Tabel 28 dibawah ini.

Tabel 28. Perhitungan Volume Air pada Proses Pencucian Biodiesel Volume Air (x jmlh minyak)

Pengama

tan ke- (X 1 ) (X 2 ) (X 3 ) (X 4 ) Total Rata-rata Range 1 0,55 0,57 0,50 0,51 2,13 0,53 0,07 2 0,60 0,58 0,53 0,55 2,26 0,57 0,07 3 0,50 0,53 0,51 0,53 2,07 0,52 0,03 4 0,60 0,50 0,52 0,55 2,17 0,54 0,10 5 0,50 0,55 0,57 0,55 2,17 0,54 0,07 6 0,55 0,58 0,53 0,55 2,21 0,55 0,05 7 0,53 0,53 0,51 0,52 2,09 0,52 0,02 8 0,60 0,55 0,61 0,58 2,34 0,59 0,06 9 0,55 0,57 0,48 0,53 2,13 0,53 0,09 10 0,50 0,59 0,40 0,58 2,07 0,52 0,19 11 0,70 0,50 0,55 0,58 2,33 0,58 0,20 12 0,70 0,50 0,55 0,59 2,34 0,59 0,20 13 0,55 0,57 0,50 0,53 2,15 0,54 0,07 14 0,53 0,58 0,53 0,58 2,22 0,56 0,05 15 0,55 0,53 0,55 0,50 2,13 0,53 0,05

16 0,57 0,55 0,50 0,57 2,19 0,55 0,07

a. Peta kontrol R

Hasil dari pengeplotan peta kontrol R untuk melihat keragaman atau variasi data volume air untuk proses pencucian dapat dilihat pada Gambar 5.13 yang disajikan di bawah ini. Batas-batas kontrol yang diperoleh adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 1,483

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Control Limit = UCL) : 0.2656

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Control Limit = LCL) : 0

(26)

67

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Range

.16

.14

.12

.10

.08

.06

.04

.02

0.00

VOLUME AIR PROSES PE NCUCIAN

UCL = .1483

Average = .0650

LCL = .0000

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Mean

.600054

.574480

.548906

.523332

.497759

VOLUME AIR PROSES PE NCUCIAN

UCL = .5963

Average = .5489

LCL = .5015

Gambar 5.13 Peta Kontrol R untuk Data Volume Air Pencucian

b. Peta kontrol x-bar

Data dari pengeplotan peta kontrol x-bar yang pertama berdasarkan rataan sampel yang diamati. Hasil dari pengeplotan dapat dilihat pada gambar 5.14.

berikut ini. Batas-batas kontrol yang diperoleh adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 0,5963

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Control Limit = UCL) : 0,5489

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Control Limit = LCL) : 0,5015

Gambar 5.14 Peta Kontrol x-bar untuk Volume Air Pencucian

Berdasarkan Rataan Sampel

(27)

68

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Mean

.600054

.574480

.548906

.523332

.497759

VOLUME AIR PROSES PE NCUCIAN

UCL = .5963

U Spec = .5900

Average = .5489

L Spec = .5050

LCL = .5015

c. Peta kontrol x-bar gabungan

Peta kontrol gabungan adalah peta kontrol yang memuat dua batas yaitu batas spesifikasi dan batas rataan sampel sehingga dalam peta kontrol x-bar gabungan ini akan terdapat Lower Spesification Limit (LSL), Upper Spesification Limit (USL), Upper Control Limit (UCL) dan Lower Control Limit (LCL). Batas kontrol yang digunakan berdasarkan spesifikasi perusahaan adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 0,5960

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Spesification Limit = USL) : 0,5900

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Spesification Limit = LSL) : 0,5050

Gambar 5.15 Peta kontrol Gabungan untuk Data

Volume Air Proses Pencucian

(28)

69

6. Data Suhu Air Proses Pencucian

Data suhu air proses pencucian merupakan salah satu bentuk data variabel, oleh karenanya pengolahan data dapat mengunakan peta kontrol x-bar dan peta kontrol R dengan dibantuan Software SPSS 13.0. Perhitungan data suhu air proses pencucian untuk pembuatan peta kontrol disajikan pada Tabel 29 di bawah ini.

Tabel 29. Perhitungan Suhu Air pada Proses Pencucian Biodiesel Suhu Air ( o C)

Pengama

tan ke- (X 1 ) (X 2 ) (X 3 ) (X 4 ) Total Rata-rata Range 1 40,0 42.2 40,4 40.5 163,1 40,8 2,2 2 40,5 42,4 42,2 45,0 170,1 42,5 4,5 3 45,1 41,2 40,8 42,4 169,5 42,4 4,3 4 42,2 40,2 44,3 43,1 169,8 42,5 4,1 5 44,2 41,2 41,5 44,0 170,9 42,7 3,0 6 40,0 43,1 40,1 40,3 163,5 40,9 3,1 7 40,7 40,0 39,2 42,3 162,2 40,6 3,1 8 36,0 36,7 40,2 43,5 156,4 39,1 7,5 9 41,8 42,8 41,3 42,4 168,3 42,1 1,5 10 38,4 35,8 40,1 40,2 154,5 38,6 4,4 11 38,7 40,2 43,2 44,1 166,2 41,6 5,4 12 40,6 44,0 42,8 41,9 169,3 42,3 3,4 13 40,3 42,1 44,7 40,0 167,1 41,8 4,7 14 37,9 42,7 43,0 41,3 164,9 41,2 5,1 15 40,1 42,6 39,5 40,8 163,0 40,8 3,1 16 43,1 40,0 40,0 43,9 167,0 41,8 3,9

a. Peta kontrol R

Hasil dari pengeplotan peta kontrol R untuk melihat nilai keragaman atau variasi data suhu air untuk proses pencucian dapat dilihat pada Gambar 5.16 yang disajikan di bawah ini. Batas-batas kontrol yang diperoleh tersebut adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 2,7625

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Control Limit = UCL) : 6.3042

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Control Limit = LCL) : 0

(29)

70

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Range

7

6

5

4

3

2

1

0

SUHU REAKSI PROSES P ENCUCIAN

UCL = 6.3042

Average = 2.7625

LCL = .0000

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Mean

43.536

42.449

41.362

40.276

39.189

SUHU REAKSI PROSES P ENCUCIAN

UCL = 43.3752

Average = 41.3625

LCL = 39.3498

Gambar 5.16 Peta Kontrol R untuk Data suhu air Pencucian

b. Peta kontrol x-bar

Data dari pengeplotan peta kontrol x-bar yang pertama berdasarkan rataan sampel yang diamati. Hasil dari pengeplotan dapat dilihat pada gambar 5.17.

berikut ini. Batas-batas kontrol yang diperoleh adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 41,3625

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Control Limit = UCL) : 43,3752

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Control Limit = LCL) : 39,3498

Gambar 5.17 Peta Kontrol x-bar untuk Suhu Air Pencucian

Berdasarkan Rataan Sampel

(30)

71

Sigma level: 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Mean

43.536

42.449

41.362

40.276

39.189

SUHU REAKSI PROSES P ENCUCIAN

UCL = 43.3752

U Spec = 43.1000

Average = 41.3625

L Spec = 39.5000

LCL = 39.3498

c. Peta kontrol x-bar gabungan

Peta kontrol gabungan adalah peta kontrol yang memuat dua batas yaitu batas spesifikasi dan batas rataan sampel sehingga dalam peta kontrol x-bar gabungan ini akan terdapat Lower Spesification Limit (LSL), Upper Spesification Limit (USL), Upper Control Limit (UCL) dan Lower Control Limit (LCL). Batas kontrol yang digunakan berdasarkan spesifikasi perusahaan adalah sebagai berikut :

ƒ Nilai rata-rata (Center Line = CL) : 41,3625

ƒ Nilai Batas Kontrol Atas (Upper Spesification Limit = USL) : 43,1000

ƒ Nilai Batas Kontrol bawah (Lower Spesification Limit = LSL) : 39,500

Gambar 5.18 Peta kontrol Gabungan untuk Data

Suhu Air Proses Pencucian

(31)

72

5.2 Analisis Data

5.2.1 Analisis Data Tingkat Kepentingan

Semua parameter yang diukur dalam menentukan karakteristik mutu minyak nabati merupakan hal yang penting dan menentukan kualitas dari bahan baku yang dipergunakan. Seperti halnya komposisi asam lemak dan kandungan asam lemak bebas, air dan kandungan pengotor serta sifat fisik dan kimia bahan tersebut. Meskipun pembuatan biodiesel kita ketahui dapat mempergunakan bahan baku dari hasil samping produk lain yang memiliki asam lemak dan kandungan pengotor yang tinggi sekalipun. Seperti halnya minyak goreng bekas.

Namun hal ini memerlukan pemilihan proses yang tepat agar efisien dan ekonomis.

5.2.1.1 Analisis Atribut Penilaian kualitas Bahan Baku

Karakteristik mutu bahan baku yang ada tidak semua dilakukan pengujian secara rutin disebabkan keterbatasan waktu, biaya dan sumber daya manusia.

Berdasarkan tingkat kepentingan yang diperoleh dari hasil pembobotan entropy dan akuisisi beberapa pendapat pakar, maka atribut yang akan dipergunakan dalam sistem untuk penilaian bahan baku minyak nabati adalah 1) komposisi asam lemak bebas terutama adalah kandungan asam lemak palmitat, stearat, oleat dan linoleat, 2) sifat fisik dan kimia bahan baku yang terdiri dari: viskositas, berat jenis, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, kandungan FFA, warna serta kadar air dan pengotor.

Hasil perhitungan pembobotan entropy menunjukkan atribut kandungan FFA memiliki nilai rata-rata entropy tertinggi dari atribut lainnya.

1. Pemeriksaan komposisi asam lemak

Komposisi kandungan asam lemak bahan baku berupa minyak nabati perlu

diukur untuk melihat kandungan asam lemak bebas atau Free Fatty Acid

(FFA) yang terdapat pada bahan baku. Hal ini untuk menentukan jumlah tahap

proses yang perlu dilakukan, jika kandungan asam lemak bebas rendah, proses

dapat dilakukan satu tahap yaitu transesterifikasi. Jika kandungan asam lemak

bebas tinggi maka dapat dilakukan upaya penurunan asam lemak bebas yaitu

melakukan proses esterifikasi dan transesterifikasi. Dua tahap ini harus

(32)

73

dilakukan agar asam lemak bebas yang tinggi, tidak menyebabkan terjadinya blocking reaksi pembentuk metil ester (biodiesel) yaitu : metanol yang seharusnya bereaksi dengan trigliserida terhalang oleh reaksi pembentukan sabun. Akibatnya komsumsi metanol untuk pembuatan biodiesel melonjak dua kali lipat dan rendemen biodiesel menurun sebesar 20-30 persen.

2. Pemeriksaan beberapa sifat fisik dan kimia bahan baku, beberapa karakteristik diantaranya adalah:

a. Viskositas

Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi. Biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir dalam jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi, tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi demikian sebaliknya.

Karakteristik ini sangat penting karena mempengaruhi kinerja injektor pada mesin diesel.

Selain itu viskositas juga menunjukkan sifat pelumasan atau lubrikasi dari bahan bakar, semakin tinggi nilainya berarti mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik. Viskositas biodiesel yang ditetapkan SNI relatif rendah yaitu 2,3 - 6,0 mm 2 /s. Hal ini dapat dicapai apabila proses konversi minyak nabati secara kimia berlangsung sempurna. Seperti diketahui, viskositas minyak nabati tergolong tinggi hingga sangat tinggi (CPO sebesar 24,3 mm 2 /s , sedangkan viskositas minyak jarak sebesar 49,15 mm 2 /s ).

b. Berat jenis

Berat jenis merupakan perbandingan berat persatuan volume, hal ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar.

Jika berat jenis melebihi ketentuan akan mengakibatkan reaksi yang tidak sempurna pada konversi minyak nabati, sedangkan biodiesel dengan mutu seperti ini tidak baik digunakan untuk mesin diesel karena akan meningkatkan keausan mesin, emisi sehingga mengakibatkan kerusakan pada mesin. SNI menetapkan untuk massa jenis biodiesel sebesar 850 - 890.

Dirjen MIGAS, menetapkan spesifikasi bahan bakar jenis minyak solar 48

(33)

74

dan spesifikasi bahan bakar jenis solar 51 dapat dilihat pada lampiran 4.

Sedangkan pada lampiran 5 dapat dilihat perbandingan katakteristik metil ester, solar dan biodiesel.

c. Bilangan asam

Angka asam yang tinggi merupakan indikator bahan baku atau biodiesel masih mengandung asam lemak bebas yang bersifat korosif dan dapat menimbulkan jelaga atau kerak pada injektor mesin diesel.

d. Bilangan penyabunan

Bilangan penyabunan adalah banyaknya miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram sample bahan baku atau biodiesel. Melalui kombinasi dengan hasil analisis bilangan asam dan gliserol total, angka penyabunan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk menentukan kadar ester dalam biodiesel ester alkil.

e. Bilangan iod

Angka ini menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dua di dalam asam lemak penyusun. Rantai rangkap merupakan indikator asam lemak tidak jenuh, semakin tinggau ketidak jenuhan, maka titik awan dan titik tuang akan semakin rendah.

f. Kadar air dan sedimen

Di daerah yang mempunyai musim dingin kandungan air yang terkandung dalam bahan bakar dapat membentuk kristal yang dapat menyumbat aliran bahan bakar. Selain itu, keberadaan air dapat menyebabkan korosi dan pertumbuhan mikro organisme yang juga dapat menyumbat aliran bahan bakar. Sedimen dapat menyebabkan penyumbatan juga kerusakan mesin.

g. Kandungan Asam lemak bebas (FFA)

Asam lemak bebas untuk minyak jarak berkisar antara 0,5 - 10. Menurut Lele (2005), minyak yang mempunyai asam lemak bebas/FFA melebihi 1%

akan membentuk formasi emulsi sabun yang menyulitkan pemisahan

biodiesel yang dihasilkan. Bilangan asam akan semakin tinggi apabila

bahan baku mutu rendah atau memiliki FFA lebih dari 5%. Sehingga unutk

menurunkan asam lemak bebas dianjurkan beberapa treatment.

(34)

75

h. Warna

Warna minyak nabati dapat menjadi salah satu indikator kejernihan bahan baku biodiesel. Senyawa pengotor yang biasa terdapat dalam minyak juga terlihat dari warna minyak nabati yang keruh atau kuning kemerahan.

Bahan baku yang telah melalui tahapan pemurnian minyak seperti pemucatan (bleching).

5.2.1.2 Analisis Atribut Penilaian Kualitas Proses

Atribut penilaian kualitas proses yang ada tidak semua dilakukan pengujian secara rutin disebabkan keterbatasan waktu, biaya dan sumber daya manusia.

Pada Analisis atribut penilaian kualitas proses ini terdiri atas beberapa proses yang dilakukan yakni: atribut mutu biodisel, atribut kualitas proses berdasarkan proses transesterifikasi, proses separasi, proses pencucian dan atribut kualitas proses pengemasan dan penyimpanan.

1. Atribut proses berdasarkan karateristik mutu biodiesel

Penilaian mutu biodiesel dapat dilakukan dengan pengukuran pada atribut- atribut mutu biodiesel sebagian juga sama pada pengukuran atribut bahan baku, namun diantara keseluruhan atribut tersebut yang sangat berpengaruh diataranya adalah:

a. Angka setana

Angka setana menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menyala sendiri (auto ignition). Skala untuk angka setana biasanya menggunakan referensi berupa campuran antara normal setana (C 16 H 34 ) memiliki angka setana 100 dan alpha methyl nephtalene (C 10 H 7 CH 3 ) memiliki angka setana 0 atau dengan heptamethylnonane (C 16 H 34 ) memiliki angka setana 15. Jadi angka setana bahan bakar biasanya didefinisikan sebagai persentase volume dari normal setana dengan campurannya tersebut.

Angka setana yang tinggi menunjukkan bahan bakar tersebut dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah, demikian juga sebaliknya.

Angka setana pada biodiesel minyak sawit dan jarak lebih tinggi dari pada

angka setana bahan bakar diesel.

(35)

76

b. Kadar fosfor

Angka fosfor yang tinggi dapat menimbulkan kerak di bagian pembakaran mesin diesel dan meningkatkan jumlah emisi partikulat dalam emisi gas buang.

c. Gliserol bebas

Jumlah gliserol yang terdapat dalam sample biodiesel d. Gliserol total

Jumlah gliserol bebas dan terikat di dalam sample biodiesel

2. Atribut proses berdasarkan proses transesterifikasi a. Suhu reaksi

Temperatur atau suhu dalam tangki reaktor transesterifikasi, kondisi reaktor dipertahankan pada tekanan 1 atm dan temperatur 60 o C. Menurut Alamsyah (2006), menyatakan bahwa suhu reaksi mempengaruhi laju reaksi dan produktivitas ester, suhu reaksi selalu di bawah titik didih metanol (65 o C).

b. Waktu reaksi

Lamanya proses transesterifikasi dilakukan dalam tangki reaktor, lama tergantung pada kondisi mutu minyak, sebagai indikator akhir reaksi, angka bilangan asam harus mencapai maksimum 0,8. untuk minyak dengan mutu standar umumnya proses ini dilakukan selama 90 menit..

Menurut Prihandana (2006), proses transesterifikasi pada dasarnya adalah mereaksikan minyak lemak tersebut dengan metanol (ditambah katalis) pada temperatur 60-80 o C selama 1 jam (60 menit). Sedangkan menurut Alamsyah (2006), laju konversi metil ester meningkat seiring waktu reaksi.

Pada proses transesterifikasi campuran reaksi minyak nabati, metanol dan

katalis diaduk selama 90 menit sebelum ditransfer ke dalam drum

berbentuk kerucut pemisah.

(36)

77

3. Atribut proses berdasarkan proses separasi a. Suhu Separasi

Menurut Prihandana (2006), proses separasi dilakukan pada tekanan 1 atm dan temperatur 60 o C. Selain dengan cara pengendapan separasi dapat juga dilakukan dengan alat separator sentrifugal yang bekerja berdasarkan perbedaaan massa jenis. Bahan dengan massa jenis lebih tinggi berada dibagian samping akibat adanya gaya sentrifugal. Sistem ini memberikan keuntungan pada kecepatan waktu pemisahan, tetapi sistem pemisahan ini membutuhkan biaya energi yang cukup tinggi.

b. Waktu Separasi

Lamanya proses pemisahan biodiesel dengan gloserol dimulai dari proses pengendapan dan pemisahannya yang berkisar 4-8 jam. Dari beberapa literatur yang dikumpulkan tidak menyebutkan secara pasti berapa lama proses separasi dilakukan, namum di industri biodiesel proses separasi berlangung 4-8 jam tergantung pada mutu minyak yang dipakai sebagai bahan baku.

4. Atribut proses berdasarkan proses pencucian a. Volume air dengan minyak

Biodiesel yang telah dipisahkan dari gliserol dan metanol dilakukan proses pencucian tujuannya untuk membuang sabun yang masih terbentuk dan melarutkan metanol sisa reaksi, sehingga diperoleh biodiesel yang bersih dari bahan-bahan pengotor (impurities). Perbandingan volume air dan minyak serta lamanya proses pencucian tergantung pada mutu dan jenis minyak dengan kadar keasaman yang berbeda-beda serta metode pencucian yang digunakan.

b. Suhu Pencucian

Pencucian dengan sistem pengadukan memerlukan waktu 40-80 o C, pada

kondisi 1 atm dengan indikator air cusian agak bening (warna putih susu).

(37)

78

5. Atribut proses berdasarkan proses pengemasan dan penyimpanan a. Tingkat keamanan kontener

Biodiesel dapat disimpan atau didistribusikan menggunakan kontainer dengan tingkat keamanan yang baik, sifat biodiesel yang tidak mudah terbakar membuat tingkat keamaman kontainer tidak terlalu menyulitkan.

b. Kebersihan

Kebersihan media penyimpanan agar biodiesel terhindar dari bahan-bahan pengotor (impurities).

c. Kekuatan

Kekuatan media penyimpanan biodiesel sama dengan media penyimpanan minyak diesel lainnya, seperti drum, maupun kemasan plastik yang membutuhkan kekuatan bahan.

d. Kedap Udara

Tempat penyimpanan biodiesel harus diisi penuh untuk meminimalkan paparan (oksidasi) biodiesel dengan udara yang dapat meningkatkan bilangan peroksida biodiesel.

e. Tidak tembus cahaya

Penyimpanan biodiesel sebaiknya tidak terlalu sering terkena cahaya seperti tangki penyimpanan bawah tanah, drum dan bahan-bahan plastik yang ditempatkan ditempat yang terlindung. Sinar matahari juga dapat meningkatkan bilangan peroksida biodiesel.

f. Bahan wadah

Bahan penyimpanan terbuat dari baja, besi, alumunium dan plastik.

g. Suhu penyimpanan

Temperatur penyimpanan, dimana suhu penyimpanan biodiesel sama saja dengan suhu penyimpanan bahan bakar minyak bumi lainnya.

h. Waktu penyimpanan

Lamanya penyimpanan, biodiesel dapat disimpan minimum setahun dalam

berbagai iklim. Jika biodiesel disimpan lebih dari setahun dalam iklim

sedang, pH biodiesel harus diuji sebelum digunakan. Hal ini untuk

(38)

79

memastikan bahwa keasamannya tidak meningkat diatas 10. Gravitasi biodiesel harus dipastikan masih kurang dari 0,9000.

5.2.2 Analisis Data Keragaman Proses 1. Suhu dan lama reaksi transesterifikasi

Hasil dari pengeplotan peta kontrol R untuk melihat keragaman atau variasi suhu dan lama tranesterifikasi menunjukkan bahwa proses berada pada pengendalian statistik. Hasil dari Pengolahan data peta kontrol x gabungan dari 2 macam peta kontrol x-bar menggunakan batas kontrol proses (UCL dan LCL) dan batas spesifik (USL dan LSL) menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistik karena tidak ada nilai pengamatan jatuh di luar garis UCL dsn LCL maupun USL dan LSL yang ditetapkan perusahaan. Dalam kondisi ini, proses tidak memerlukan tindakan apapun sebagai perbaikan. Langkah selanjutnya adalah melakukan prediksi keragaman proses dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan.

2. Suhu dan lama reaksi separasi

Hasil dari pengeplotan peta kontrol R untuk melihat keragaman atau variasi suhu dan lama separasi menunjukkan bahwa proses berada pada pengendalian statistik. Pengolahan data peta kontrol x gabungan dari 2 macam peta kontrol x-bar menggunakan batas kontrol proses (UCL dan LCL) dan batas spesifik (USL dan LSL) menunjukkan bahwa untuk suhu separasi proses masih berada dalam pengendalian statistik karena tidak ada nilai pengamatan jatuh di luar garis UCL dsn LCL meskipun ada beberapa pengamatan yang berada diluar batas spesifikasi yang ditetapkan perusahaan. Sedangkan untuk lama separasi menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistik karena tidak ada nilai pengamatan jatuh di luar garis UCL dsn LCL maupun USL dan LSL yang ditetapkan perusahaan.

Langkah selanjutnya adalah melakukan prediksi keragaman proses dengan

menggunakan jaringan syaraf tiruan dan membuat peta kontrol x-bar yang baru

dan menganalisis apakah proses sudah terkendali dan berada di dalam batas

(39)

80

spesifikasi perusahaan. Pemantauan dilakukan secara terus menerus sampai ditemukan kembali masalah yang terjadi di dalam proses.

3. Volume air dan suhu proses pencucian

Hasil dari pengeplotan peta kontrol R untuk melihat keragaman atau variasi data volume air dan suhu pencucian menunjukkan bahwa proses berada pada pengendalian statistik. Hasil dari Pengolahan data peta kontrol x gabungan dari 2 macam peta kontrol x-bar menggunakan batas kontrol proses (UCL dan LCL) dan batas spesifik (USL dan LSL) menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistik karena tidak ada nilai pengamatan jatuh di luar garis UCL dsn LCL maupun USL dan LSL yang ditetapkan perusahaan. Dalam kondisi ini, proses tidak memerlukan tindakan apapun sebagai perbaikan. Langkah selanjutnya adalah melakukan prediksi keragaman proses dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan.

5.3 Atribut Sistem Penilaian dan Prediksi Kualitas Biodiesel

Atribut sistem penilaian dan prediksi kualitas biodiesel didasarkan pada informasi dari akusisi pengetahuan pakar dan studi pustaka atau literatur yang diperoleh dari buku-buku, artikel, jurnal, dan lain-lain yang berkaitan dengan biodiesel dan penilaian kualitasnya. Secara umum atribut sistem penilaian dan prediksi kualitas biodiesel adalah terdiri atas:

1. Standar Nasional Indonesia (SNI)

Standar mutu nasional yang digunakan sebagai acuan pengembangan sistem terdiri atas: standar bahan baku dan standar mutu biodiesel.

2. Standar Internasional

Standar mutu internasional yang digunakan sebagai acuan pengembangan sistem berupa standar mutu biodiesel.

3. Standar Mutu Industri

Standar mutu di industri yang digunakan dalam membangun sistem penilaian

kualitas biodiesel adalah standar mutu industri biodiesel yang umumnya juga

mengacu pada standar mutu nasional.

(40)

81

Persentase kandungan asam

lemak penyusun Standar SNI, standar di industri, dan

akusisi pakar Pra-Analisis

Bahan Baku

Penilaian kualitas pengemasan dan

penyimpanan Penilaian Aspek

Fundamental

Suhu dan lama proses transesterifikasi Sistem Penilaian

Kualitas Biodisel SINKUAL-BIODIESEL

Prediksi Aspek Teknis

Penilaian kualitas bahan baku dan

kualitas proses

Suhu dan lama proses separasi (pemisahan) Volume air dan lama proses pencucian

Kandungan asam lemak bebas (ALB)

Karakteristik bahan

baku Proses

Transesterifikasi Proses Separasi Proses Pencucian Suhu penyimpanan

Lama penyimpanan Titik-titik kritis

pada proses

Bahan wadah Keamanan kontainer Kebersihan

Kekuatan Tembus cahaya

Kedap udara

4. Akuisisi Pengetahuan Pakar

Terdiri atas Pakar yang mewakili pihak akademisi, praktisi dan birokrasi.

Bagan atribut sistem penilaian kualitas biodiesel selama proses pengolahan, meliputi aspek fundamental dan aspek teknis yang akan dibangun dapat dilihat pada Gambar 5.19 berikut ini.

Gambar 5.19. Atribut Sistem Penilaian SINKUAL-BIODIESEL

5.3.1 Analisis Fundamental

Analisis fundemental adalah analisis yang dilakukan pada bahan baku

biodiesel berupa minyak nabati, titik-titik proses, hingga proses akhir produksi

yakni proses pengemasan dan penyimpanan biodiesel. Kemudian sistem

pemeliharaan sebagai sistem penunjang.

(41)

82

Penilaian kualitas biodiesel selama proses pengolahan hingga menghasilkan produk jadi berdasarkan aspek fundamental dibagi dalam empat proses, yaitu : 1. Proses penilaian Pra-Analisis

Pada tahap ini, minyak nabati yang akan diolah ditentukan dahulu berasal dari jenis minyak nabati apakah yang akan digunakan. Selanjutnya dilakukan pengukuran kandungan asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak tersebut. Jika kandungan asam lemak bebas tinggi di atas 1 persen.

Maka akan dianjurkan melakukan beberapa treatment agar proses reaksi biodiesel bisa berjalan lebih efisien dan konversi minyak menjadi metil ester (biodiesel) berjalan sempurna.

2. Proses penilaian bahan baku

Mutu bahan baku merupakan faktor utama dalam menghasilkan produksi yang berkualitas, meskipun pembuatan biodiesel dapat bersumber dari minyak nabati apapun. Tetapi penilaian bahan baku sangat tergantung dari komposisi atau jenis asam lemak bahan baku dan kandungan asam lemak bebas yang terkandung didalamnya. Seperti minyak jarak, minyak sawit atau minyak kelapa dan lain-lainnya. Proses ekstraksi dalam memperoleh minyak juga akan menentukan sifat fisik dan kimia yang khas dari bahan baku dan kandungan asam lemaknya yang nantinya berpengaruh pada bilangan asam dan viskositas biodiesel yang akan dihasilkan.

Sebelum diolah sebaiknya bahan baku dilakukan proses pemurnian agar

ketika proses reaksi berlangsung lebih efisien. Tujuan utama proses pemurnian

adalah untuk menghilangkan senyawa pengotor yang terkandung dalam bahan,

seperti menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, mencegah timbulnya

warna yang tidak menarik, serta memperpanjang masa simpan miyak sebelum

digunakan. Pada Proses pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar, minyak

perlu dimurnikan terlebih dahulu untuk menghilangkan senyawa pengotor

yang masih terkadung dalam minyak jarak kasar karena dapat menyebabkan

rendahnya kualitas biodiesel yang dihasilkan.

(42)

83

Senyawa pengotor yang terkandung di dalam minyak adalah Gum (getah/lender yang terdiri dari fosfasida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin), asam lemak bebas, dan senyawa pengotor lainnya. Sebagai contoh gum pada minyak jarak dapat meningkatkan viskositas biodiesel, sedangkan asam lemak bebas dapat menyebabkan korosif dan kerak pada injector mesin diesel.

Pemisahan gum merupakan salah satu proses pemurnian namun tidak dapat mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Oleh karena itu sebaiknya untuk menurunkan jumlah asam lemak bebas dilakukan dua tahap proses yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Berikut ini beberapa atribut karakteristik bahan baku untuk pembuatan biodiesel, yaitu :

ƒ Viskositas

Nilai viskositas minyak jarak cukup tinggi, diatas 80. Menurut (Pupung, 1986) jika nilai viskositasnya lebih dari 80, minyak tergolong high viscosity index. Nilai viskositas berhubungan dengan kekentalan minyak.

ƒ Bilangan asam

Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak/lemak. Tingginya bilangan asam menjadi parameter yang menunjukkan tingginya kandungan asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak.

ƒ Bilangan iod

Bilangan iod pada minyak jarak cukup tinggi namun masih dibawah 100, digolongkan dalam jenis minyak yang tidak mengering. Jenis minyak yang tidak mengering mempunyai nilai bilangan iod kurang dari 100 (Ketaren, 1986). Bilangan iod minyak jarak yang cukup tinggi menunjukkan mudah tengik (asam).

ƒ Bilangan penyabunan

Bilangan penyabunan berhubungan dengan kemurnian bahan. Bilangan

penyabunan yang cukup tinggi menunjukkan diperlukannya metanol cukup

besar untuk mengonversikan minyak menjadi metil ester (biodiesel).

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas pelayanan reliability dengan indicator memberikan informasi yang benar menunjukkan angka tertinggi pada criteria cukup baik yaitu sejumlah 47 (47%) responden

Pada praktikum ini, perlu dilakukan pengaturan suhu supaya tidak terjadi tekanan ke atas yang berlebih, yang dapat menyebabkan molases tertarik ke tabung untuk uap alkohol.Pada bagian

Ada 3 macam pengujian yang dilakukan, yang pertama pengujian tegangan DSSC terhadap waktu ketika tidak diberi rangkaian untuk mengetahui kestabilan tegangan DSSC, yang

• Mendorong riset untuk menemukan teknologi kunci baru, utamanya untuk mendukung program strategis nasional, daya saing sektor produksi, serta keberlanjutan dan.

3. Menyebutkan sumber energi bunyi dalam kehidupan sehari-hari 4. Menentukan perambatan bunyi pada benda padat, cair, dan gas D. Setelah mengikuti penjelasan guru bahwa

Hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Kekuatan pelaksanaan microteaching di FMIPA Unesa adalah (a) dosen FMIPA sendiri yang melakukan shooting

Tingginya nilai persentase aktivitas memperhatikan penjelasan guru di kelas eksperimen terjadi pada tahap kegiatan kelompok dalam pembagian tugas. Pada tahap ini

Pernyataan lain menyatakan bahwa penurunan nyeri oleh teknik relaksasi nafas dalam disebabkan ketika seseorang melakukan relaksasi nafas dalam untuk mengendalikan nyeri