PROPOSAL PENELITIAN DASAR UNIVERSITAS LAMPUNG
MODEL PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PARIWISATA DALAM RANGKA MENINGKATKAN DAYA SAING
DI PROVINSI LAMPUNG
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG 2021
RINGKASAN ... i
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan Penelitian ... 4
1.3 Tujuan Penelitian... 5
1.4 Urgensi Penelitian ... 5
1.5 Temuan yang ditargetkan ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 SDM Pariwisata... 6
2.2 Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 6
2.3 Kebijakan Pariwisata ... 7
2.4 Daya Saing ... 8
2.5 Penelitian Terdahulu ... 9
2.6 Kerangka Penelitian ... 10
2.7 Kontribusi Penelitian ... 11
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 12
3.1 Desain Penelitian ... 12
3.2 Instrumen Penelitian ... 12
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 12
3.4 Alat Analisis ... 13
3.5 Tahapan Penelitian ... 13
BAB 4. RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN ... 14
4.1 Rencana Anggaran Biaya ... 14
4.2 Jadwal Penelitian ... 14
REFERENSI ... 14
i
RINGKASAN
Sektor pariwisata merupakan sektor padat karya yang sangat ditentukan oleh sumber daya manusia. Sumber daya manusia berkontribusi penting terhadap keunggulan kompetitif berkelanjutan (sustained competitive advantage) dalam sektor pariwisata. Masalah yang berkaitan dengan SDM pariwisata disebabkan kurangnya tenaga terampil yang bekerja di sektor pariwisata yang tidak dibekali pendidikan yang cukup, tidak termotivasi, tidak terampil, tidak profesional, dan tidak produktif. Pengembangan SDM pariwisata menjadi masalah yang dihadapi oleh Indonesia maupun negara lainnya, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang model pengembangan SDM pariwisata untuk meningkatkan kapasitas dan profesionalisme SDM pariwisata. Tujuan penelitian ini adalah menentukan model pengembangan SDM pariwisata dalam rangka meningkatkan daya saing pariwisata di Provinsi Lampung. Penelitian ini menggunakan metode survei. Responden penelitian ini adalah SDM pariwisata yang bekerja pada biro perjalanan wisata, hotel dan restoran, kepemanduan wisata, dan kelompok sadar wisata di Provinsi Lampung. Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan non probability sampling. Alat analisis yang digunakan adalah structural equation modeling (SEM).
Luaran penelitian yang ditargetkan adalah prosiding terindeks scopus.
Kata kunci: daya saing pariwisata, pengembangan SDM pariwisata, sertifikasi, kompetensi
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pariwisata menjadi salah satu sektor utama yang memberikan devisa terbesar dan diandalkan untuk menopang perekonomian Indonesia selain minyak bumi dan gas alam (Kemenpar, 2018). Kontribusi pariwisata terhadap perekonomian juga dapat dilihat dari semakin meningkatnya pendapatan negara, pendapatan daerah, pengembangan wilayah, serta peningkatan investasi dan penyerapan tenaga kerja (Qibthiyyah, 2018). Namun kontribusi pariwisata Indonesia terhadap perekonomian masih lebih kecil dibandingkan Thailand atau Malaysia (Ollivaud dan Haxton, 2019). Perkembangan pariwisata nasional berdampak pada jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata. Adapun jumlah devisa serta tenaga kerja yang disumbangkan oleh sektor pariwisata nasional dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Devisa dan tenaga kerja pada Sektor Pariwisata Tahun 2015-2019 Tahun Jumlah devisa
(Triliun Rupiah)
Jumlah tenaga kerja (juta orang)
2015 175,71 10,36
2016 176,23 12,28
2017 202,13 12,6
2018 223 12,6
2019 280 13
Sumber: Kemenpar, 2019
Sektor pariwisata merupakan sektor padat karya yang sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang selanjutnya disebut SDM, sehingga sektor ini sangat bergantung kepada SDM (Bharwani dan Butt, 2012). Sektor pariwisata menuntut para tenaga kerja profesional yang mampu memahami ekspektasi wisatawan dan mampu menciptakan pengalaman yang berkesan bagi wisatawan (Andrades dan Dimanche, 2019). Pariwisata merupakan sektor yang bergerak di bidang jasa, sehingga pariwisata dianggap sebagai sektor yang berpusat pada sumber daya manusia, memerlukan standarisasi pelayanan dalam hal kepribadian, sikap, perilaku serta penampilan karyawan dalam melayani wisatawan (Bharwani dan Butt, 2012).
SDM sangat penting bagi sektor berbasis layanan, karena layanan merupakan asset perusahaan tidak berwujud sehingga perhatian lebih banyak diberikan kepada SDM (Wickramasinghe dan Fonseka, 2012). SDM pariwisata, berperan penting dalam pengembangan pariwisata, sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS)
2010-2025 bahwa pembangunan SDM Pariwisata merupakan salah satu amanat yang harus dilakukan pemerintah (Kemenkumham, 2011). SDM pariwisata sangat penting dan menentukan kualitas layanan, kepuasan, loyalitas pelanggan, keungulan kompetitif, dan kinerja organisasi (Kusluvan et al., 2010).
Sumber daya manusia juga berkontribusi penting terhadap keunggulan kompetitif berkelanjutan (sustained competitive advantage) dalam sektor pariwisata internasional (Črnjar, 2018; Dieke, 2001; Qehaja dan Kutllovci, 2015). Masalah yang seringkali ditemui berkaitan dengan SDM pariwisata yang disebabkan kurangnya tenaga terampil dalam sektor pariwisata antara lain terlihat dari orang-orang yang yang bekerja di sektor pariwisata tidak dibekali pendidikan yang cukup, tidak termotivasi, tidak terampil, tidak profesional, dan tidak produktif (Sahu dan Kaurav, 2019).
SDM di bidang pariwisata merupakan ujung tombak pelayanan dan menentukan kepuasan wisatawan, namun SDM pariwisata di Indonesia masih lemah (Rhama, 2020). Masih lemahnya SDM dibidang pariwisata, antara lain menjadi penyebab daya saing pariwisata Indonesia lebih rendah dibandingkan Singapura, Malaysia maupun Thailand. Pada tahun 2019 daya saing Indonesia berada pada urutan ke 40. Pemeringkatan daya saing didasarkan pada 14 indikator, antara lain lingkungan bisnis, keselamatan dan keamanan, kesehatan dan kebersihan, SDM dan pasar kerja, kesiapan TIK, dan daya saing harga (WEF, 2019). Meskipun pembenahan terhadap SDM telah dilakukan pemerintah, namun lebih banyak dilakukan pada frontliner atau sektor dan kurang memperhatikan SDM birokrasi sehingga kualitas SDM pariwisata seringkali tidak sesuai dengan tuntutan pasar (Kusworo dan Damanik, 2002).
Kualitas SDM tanpa pendidikan dan keterampilan yang sesuai membuat masyarakat tidak dapat berpatisipasi dalam pembangunan pariwisata (Baum dan Szivas, 2008). Kualitas SDM pariwisata Indonesia yang masih rendah membuat peringkat daya saing Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand dan Philippina (Ollivaud dan Haxton, 2019).
Adanya tuntutan dalam kegiatan pariwisata internasional untuk menstandarisasi kualitas produk serta layanan pariwisata yang diberikan membuat kualitas SDM harus ditingkatkan karena kualitas SDM menentukan kualitas produk serta layanan pariwisata (Kusworo dan Damanik, 2002). Sektor pariwisata dapat menyediakan tingkat kualitas layanan standar dengan mengandalkan keunggulan kompetitif dari tingkat layanan yang mereka sediakan dan pada orang-orang yang menyediakan layanan tersebut. Keunggulan kompetitif organisasi sangat ditentukan oleh sumber daya manusia, mengingat layanan yang disediakan organisasi dapat ditiru oleh organisasi lainnya, sehingga investasi dalam bidang SDM akan
menentukan keberlanjutan organisasi (DiPietro, 2008). SDM pariwisata menjadi pusat perhatian dalam pengembangan dan pengelolaan pariwisata di banyak negara karena adanya perubahan kecenderungan pada pariwisata internasional serta meningkatnya persaingan dalam sektor pariwisata sehingga diperlukan strategi yang tepat untuk pengembangan sumber daya manusia di sektor pariwisata (Dieke, 2001).
Dalam upaya meningkatkan kualitas SDM pariwisata, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Pariwisata. Upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM Pariwisata antara lain melalui pendidikan kepariwisataan, menetapkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang kepariwisataan, serta melakukan pelatihan ketenagakerjaan bidang pariwisata untuk kemudian disertifikasi melalui Badan Sertifikasi yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia (Kemenpar, 2015). Sertifikasi ini dilakukan sebagai prasyarat usaha sektor pariwisata dan penting dilakukan mengingat tenaga kerja di sektor pariwisata berperan penting dalam memberikan pelayanan dan merupakan bagian dari layanan produk yang merepresentasikan citra suatu organisasi (Bharwani dan Butt, 2012). Dalam beberapa tahun terakhir, pelaksanaan sertifikasi oleh Kementerian Pariwisata terus mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja sektor pariwisata yang telah tersertifikasi, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Jumlah Tenaga kerja Sektor Pariwisata yang tersertifikasi Sumber: Kemenpar, 2018
17,500
35,150
65,000
75,000
- 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000
1 2 20173 20184
2015 2016
Pada tahun 2018, jumlah SDM pariwisata yang tersertifikasi sebanyak 75.000 orang atau sebanyak 1.98% dari total SDM Pariwisata (Kemenpar, 2019). Jika dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata, jumlah ini masih sangat kecil. Sertifikasi SDM pariwisata penting untuk meningkatkan kapasitas dan profesionalisme SDM agar dapat memberikan kesan yang baik kepada wisatawan dan berdampak pada meningkatnya daya saing SDM pariwisata. Pada tahun 2017, Kementerian pariwisata memfasilitasi sertifikasi kompetensi bagi SDM pada sektor sektor pariwisata, dan sertifikasi kompetensi bagi pelajar dan mahasiswa pada sektor Pendidikan (Perguruan Tinggi dan SMK) bidang pariwisata. Saat ini terdapat 27 Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) pihak ketiga pada bidang pariwisata yang bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata, sedangkan Sertifikasi Kompetensi bagi siswa dan mahasiswa pada sektor pendidikan dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang dimiliki oelah masing-masing Lembaga pendidikan yang bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata (Kemenpar, 2019).
Pengembangan SDM pariwisata menjadi masalah yang dihadapi oleh Indonesia maupun negara lainnya, namun hanya sedikit penelitian yang membahas tentang pengembangan SDM pariwisata serta kebijakan SDM yang berkaitan dengan pariwisata (Rhama, 2020). Berdasarkan hasil penelusuran penelitian terdahulu yang dilakukan, masih terbatas sekali penelitian tentang model pengembangan SDM pariwisata untuk meningkatkan daya saing pariwisata. Beberapa penelitian tentang pengembangan SDM antara lain dilakukan oleh Anugrah dan Sudarmayasa, (2017) meneliti tentang pembangunan pariwisata daerah melalui pembangunan SDM. Liu, (2002) meneliti tentang perencanaan dan pengembangan SDM pariwisata, Terbatasnya penelitian tentang pengembangan SDM pariwisata membuat penelitian ini penting untuk dilakukan mengingat layanan pariwisata berkaitan dengan SDM pariwisata sehingga pengambangan SDM pariwisata diharapkan dapat berkontribusi meningkatkan kualitas layanan yang diberikan dan memberikan kesan baik bagi wisatawan.
1.2 Permasalahan Penelitian
Pariwisata di Provinsi Lampung terbagi menjadi lima jenis wisata, yaitu wisata alam, wisata bahari, wisata belanja, wisata hiburan malam, dan wisata budaya (Disparekraf, 2016).
Provinsi Lampung berupaya meningkatkan daya saing pariwisata melalui berbagai kebijakan pembangunan, antara lain kebijakan pembangunan daya tarik wisata, kebijakan pembangunan prasarana umum dan fasilitas pariwisata, kebijakan pemberdayaan masyarakat, dan kebijakan pengembangan investasi pariwisata. Fokus Pemerintah Provinsi Lampung untuk meningkatkan daya saing meliputi tiga hal yaitu daya saing daya tarik wisata, daya saing fasilitas pariwisata,
dan daya saing aksesibilitas. Pemerintah belum menekankan peningkatan daya saing SDM Pariwisata, hal ini berpengaruh terhadap sikap, kemampuan, keterampilan dan pengetahuan SDM pariwisata dalam memberikan pelayanan terhadap wisatawan. Disparekraf (2019) berupaya untuk menanamkan kesadaran kepada para siswa tentang pariwisata dengan memberikan pelatihan dasar kepariwisataan kepada pelajar tentang pengetahuan sadar wisata, sapta pesona, pelayanan prima dan sikap terhadap wisatawan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Disparekraf (2016) diketahui bahwa sebagian wisatawan menilai SDM pariwisata (petugas pariwisata, masyarakat di sekitar objek wisata) belum menjiwai sadar wisata yang dicanangkan pemerintah. Hal ini menunjukkan pentingnya pengembangan SDM pariwisata untuk menunjang pariwisata di Provinsi Lampung.
Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengetahuan dan kompetensi SDM pariwisata di Provinsi Lampung SDM pariwisata di Provinsi Lampung?
2. Bagaimana model pengembangan SDM Pariwisata di Provinsi Lampung?
3. Kebijakan apa yang sebaiknya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung untuk mengembangkan SDM pariwisata?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini:
1. Mendapatkan informasi tentang pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki oleh SDM pariwisata.
2. Menyusun model pengembangan SDM Pariwisata di Provinsi Lampung
3. Memberikan rekomendasi tentang kebijakan yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi Lampung untuk mengembangkan SDM pariwisata.
1.4 Urgensi Penelitian
Penelitian tentang model pengembangan SDM pariwisata sangat penting dilakukan mengingat masih jarangnya penelitian tentang hal tersebut. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan SDM pariwisata agar dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk mengembangkan SDM pariwisata.
1.5 Temuan yang ditargetkan
Target penelitian dihasilkannya model pengembangan SDM pariwisata yang tepat untuk meningkatkan kompetensi SDM pariwisata. Luaran penelitian yang ditargetkan adalah prosiding penelitian terindeks Scopus.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SDM Pariwisata
Sumber daya manusia (SDM) adalah pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan komitmen karyawan terhadap perusahaan (Qehaja dan Kutllovci, 2015). SDM merupakan kumpulan human capital yang berhubungan secara langsung dan berada dibawah kendali organisasi (Dieke, 2001). SDM professional dimasa yang akan datang memerlukan empat kompetensi dasar, yaitu kompetensi bisnis, pengetahuan profesional dan teknis, kompetensi integrasi dan kemampuan untuk mengelola perubahan (Wen-Cheng et al., 2011). Dalam bidang pariwisata, Sumber daya manusia (SDM) pariwisata merupakan individu/pelaku sektor pariwisata yang secara langsung ataupun tidak langsung berinteraksi atau berkaitan dengan seluruh komponen pariwisata (Kemenpar, 2015). SDM memiliki dua karakteristik yang berbeda, yaitu (1) adanya pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang melekat pada individu yang membentuk organisasi, (2) kinerja individu (Dieke, 2001). Dalam konsep Resource Based View, salah satu sumber daya internal yang berkontribusi untuk mengembangkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif adalah SDM perusahaan, yang mengacu pada pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dimiliki oleh karyawan perusahaan (Tracey et al., 2008). Tantangan yang dihadapi oleh manajer SDM di bidang pariwisata berkaitan dengan sifat pekerjaan pariwisata yang tidak terampil, musiman, paruh waktu, upah yang rendah, kurangnya pelatihan diberikan kepada tenaga kerja, serta kurangnya komitmen pemberi kerja (Dieke, 2001).
2.2 Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan Sumber daya manusia dilakukan organisasi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yang unik dalam persaingan (DiPietro, 2008). Pelatihan dan pengembangan sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia suatu organisasi agar dapat bersaing secara efektif dalam suatu sektor. Pelatihan dilakukan dengan memberikan keterampilan yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan secara efektif (hard skill), sedangkan pengembangan berkaitan dengan soft skill (DiPietro, 2008). Pelatihan dan pendidikan pariwisata merupakan strategi utama yang dilakukan negara untuk memastikan keberhasilan perusahaan pariwisata dan daya saing destinasi (Andrades dan Dimanche, 2019)
Pengembangan SDM pariwisata tidak terlepas dari kebijakan pemerintah yang mengatur tentang pengembangan SDM. Pemerintah daerah, pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat berperan penting dalam sektor pariwisata untuk merekrut, mengelola, dan
mengembangkan sumber daya manusia secara optimal (Baum dan Szivas, 2008). Pemerintah melalui PP nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional (Ripparnas), dinyatakan dalam pasal 62 bahwa strategi peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM pariwisata dilakukan dengan meningkatkan kemampuan, profesionalitas, dan kualitas pegawai, serta meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan kepariwisataan.
Pengembangan pengetahuan pariwisata dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu (1) pengembangan pengetahuan yang berkaitan dengan tata cara pelayanan, (2) pengembangan pengetahuan tentang peralatan dan perlengkapan yang berkaitan dengan pelayanan, (3) pengembangan SDM yang berkaitan dengan sikap, perilaku, dan sopan santun (Anugrah dan Sudarmayasa, 2017).
Wickramasinghe dan Fonseka (2012) menggunakan 20 indikator untuk mengukur SDM yang terbagi menjadi enam kelompok, yaitu profil tenaga kerja, kompetensi dan pelatihan, kompensasi karyawan, ketidakhadiran dan pergantian karyawan, produktivitas dan kinerja karyawan, dan investasi SDM. Vokić dan Vidović (2008) menggunakan 29 indikator untuk mengukur SDM, antara lain melaksanakan perencanaan SDM, program pembagian keuntungan, dan pelatihan dan pengembangan karyawan.
2.3 Kebijakan Pariwisata
Kebijakan pariwisata merupakan kebijakan publik yang dibuat khusus untuk sektor pariwisata di suatu negara (Hassan et al., 2020). Kebijakan pariwisata dalam hal ini akan menentukan arah atau tindakan yang akan diambil oleh negara, provinsi, kabupaten, atau destinasi yang akan dikunjungi oleh individu ketika mengembangkan atau mempromosikan pariwisata (Edgell et al., 2008).
Pembuatan kebijakan yang efektif akan mengidentifikasi masing-masing peran pemerintah, swasta dan sektor ketiga dalam mendefinisikan dan mengembangkan sistem pariwisata dan struktur pendukungnya (Hassan et al., 2020). Pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten) harus melihat kebijakan pariwisata lintas lembaga karena mempengaruhi berbagai sektor, seperti transportasi, zonasi dan penggunaan air adalah kebijakan melintasi batas-batas fungsional. Pemerintah bukan hanya menetapkan kebijakan, tetapi juga membantu dalam mengimplementasikan kebijakan (Edgell et al., 2008).
Kebijakan dan perencanaan SDM pariwisata masih terabaikan (Baum dan Szivas, 2008) dan belum efektif, hal ini disebabkan beragamnya lembaga yang terlibat dengan analisis tenaga kerja, metode yang digunakan untuk mencapai kesimpulan, kurangnya akuntabilitas atau tindak lanjut atas rekomendasi dan bukti yang terbatas (Baum, 2018). Bidang kebijakan yang
perlu dipertimbangkan berkaitan dengan SDM pariwisata antara lain berkaitan dengan penggajian, tingkat keterampilan dan pelatihan, kondisi kerja yang kompetitif dan peluang karir, kesempatan pendidikan dan pelatihan untuk semua pekerjaan dan spesialisasi, pada tingkat keterampilan umum dan khusus (Dieke, 2001). Pemangku kepentingan SDM pariwisata berperan penting dalam mempengaruhi kebijakan pada tingkat local maupun nasional, mewakili bisnis pariwisata (besar dan kecil); agen pengembangan dan pemasaran pariwisata;
lembaga pemerintah lokal dan nasional; agen pasar tenaga kerja; masyarakat kelompok; serikat pekerja dan lainnya (Baum dan Szivas, 2008). Adapun tantangan yang dihadapi oleh sektor pariwisata dari sisi kebijakan dan implementasinya antara lain berkaitan dengan mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja terbaik di sektor pariwisata, memberi upah yang bersaing dengan sektor lain, menyediakan lingkungan kerja yang layak serta adanya peluang karir.
2.4 Daya Saing
Daya saing suatu destinasi merupakan kemampuan destinasi untuk mengoptimalkan daya tariknya, memberikan layanan yang bernilai kepada wisatawan, dan memastikan penggunaan sumber daya secara efisien dan berkelanjutan (Dupeyras dan MacCallum, 2013).
Daya saing menjadi tujuan dari perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan (hospitality) dan pariwisata (tourism) (Andrades dan Dimanche, 2019). SDM sangat menentukan keberlanjutan dan daya saing di pasar global melalui integrasi pengetahuan yang dimiliki SDM ke dalam produk, layanan dan disebarkan kepada orang lein melalui pelatihan, pendidikan dan informasi (Črnjar, 2018).
Perusahaan perlu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman SDM agar dapat berinovasi, dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis agar dapat bersaing, (Qehaja dan Kutllovci, 2015). Porter menekankan pentingnya SDM sebagai sumber keunggulan bersaing dalam suatu perusahaan (Qehaja dan Kutllovci, 2015). SDM yang kompeten dan memiliki komitmen merupakan sumber keunggulan kompetitif perusahaan yang akan menentukan daya saing perusahaan (Pahuja dan Dalal, 2012). Perusahaan akan semakin baik apabila memiliki keunggualan kompetitif (competitive advantage), namun masih sangat sedikit yang memanfaatkan SDM sebagai daya saing perusahaan (Qehaja dan Kutllovci, 2015).
Perusahaan dapat mengembangkan SDM yang terlatih dan terampil yang dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan (sustained competitive advantage) (Wen-Cheng et al., 2011). Evaluasi daya saing umumnya menggunakan berbagai indikator dan metode evaluasi, meskipun SDM merupakan salah sat indikator dalam daya saing, namun identifikasi dan evaluasi daya SDM di bidang pariwisata masih kurang mendapatkan perhatian (Črnjar, 2018).
Word Economic Forum (WEF, 2019) menetapkan 14 indikator untuk menilai daya saing pariwisata yang terbagi menjadi empat kelompok, yaitu (1) lingkungan pendukung (lingkungan bisnis, keamanan dan keselamatan, Kesehatan dan kebersihan, SDM dan pasar tenaga kerja, kesiapan TIK), (2) kebijakan dan kondisi pendukung pariwisata dan perjalanan (Prioritas Pariwisata dan perjalanan, keterbukaan Internasional, daya saing harga, ketahanan lingkungan), (3) Infrastruktur (infrastruktur transportasi udara, infrastruktur darat dan pelabuhan, infrastruktur layanan pariwisata), (4) sumber daya alam dan budaya (sumber daya alam, sumber daya budaya dan perjalanan bisnis). Terdapat dua indikator yang digunakan untuk mengukur daya saing SDM pariwisata, yaitu produktivitas tenaga kerja dalam layanan pariwisata sebagai indikator utama dan pekerjaan di bidang pariwisata menurut usia, tingkat pendidikan dan jenis kontrak sebagai indikator tambahan (Črnjar, 2018; Dupeyras dan MacCallum, 2013).
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang SDM pariwisata telah dilakukan, antara lain tentang kecenderungan SDM dalam pariwisata (Kaznacheeva et al., 2018), pengembangan SDM pariwisata daerah untuk pembuatan kebijakan (Kusworo dan Damanik, 2002), kebijakan dan perencanaan SDM pariwisata berkelanjutan (Baum, 2018), peran negara melalui kebijakan dan perencanaan untuk mendukung SDM yang efektif dalam pariwisata (Baum dan Szivas, 2008), tantangan yang dihadapi oleh sektor keramahtamahan (hospitality industry) yang berdampak pada pengembangan SDM, pengembangan SDM Pariwisata (Dieke, 2001), dan kebijakan SDM pariwisata (Rhama, 2020).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Rhama, 2020) menunjukkan bahwa kebijakan SDM pariwisata Indonesia hanya dapat dilihat dalam tiga regulasi, yaitu Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional (Ripparnas), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan (PDPB), namun ketiga regulasi tersebut kurang berdampak terhadap pengembangan SDM karena legitimasinya yang lemah (Rhama, 2020). Andrades dan Dimanche (2019) melakukan penelitian tentang kompetensi dan keterampilan yang dimiliki oleh karyawan di bidang pelayanan dan pariwisata untuk meningkatkan daya saing destinasi di Rusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kompetensi yang berkaitan dengan keterampilan manajemen, pemasaran, dan penelitian masih sangat dibutuhkan oleh para professional di Rusia. Penelitian yang dilakukan oleh Pahuja dan Dalal (2012) tentang pengembangan keunggulan kompetitif melalui SDM berhasil mengidentifikasi lima faktor kunci dalam menentukan keunggulan kompetitif, yaitu perekrutan
dan sistem penghargaan, pelatihan dan praktek pengembangan keterampilan, iklim organisasi, partisipasi dan pemberdayaan karyawan; dan sistem komunikasi yang efektif.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anugrah dan Sudarmayasa (2017) tentang pembangunan pariwisata daerah melalui pembangunan SDM menunjukkan bahwa pemerintah telah memberdayakan masyarakat untuk mengelola destinasi, namun diperlukan juga dukungan pendidikan pariwisata. Liu (2002) meneliti tentang perencanaan dan pengembangan SDM pariwisata yang hasilnya menunjukkan bahwa pariwisata kurang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang pariwisata dan upaya pengembangan personel untuk memenuhi kebutuhan layanan umumnya hanya bertujuan untuk memenuhi kepuasan wisatawan.
2.6 Kerangka Penelitian
Berdasarkan hasil pemaparan pada latar belakang dan hasil penelusuran penelitian terdahulu, maka dapat digambarkan diagram sebab akibat sebagai berikut:
Gambar 2. Diagram sebab akibat
Berdasarkan hasil penelusuran penelitian terdahulu, dinyatakan bahwa untuk mengukur daya saing SDM pariwisata adalah kinerja SDM pariwisata, maka dirumuskan model penelitian sebagai berikut:
Kompetensi, sikap dan perilaku SDM pariwisata masih
rendah Pelatihan SDM
Pariwisata masih dilakukan secara
terbatas
Pelatihan Pendidikan
Terbatasnya anggaran
Pariwata belum menjadi prioritas
utama Sedikitnya sekolah kejuruan
berbasis pariwisata Masih mengandalkan sektor pertanian
Kurangnya Lembaga sertifikasi pariwisata
di daerah Sertifikasi SDM pariwisata belum banyak yang tersertifikasi
Kebijakan Kebijakan belum efektif
Tindak lanjut dari kebijakan belum
dievaluasi Terbatasnya
bukti yang tersedia
Gambar 3 Kerangka penelitian
2.7 Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi pengembangan SDM pariwisata di Provinsi Lampung mengingat pemerintah masih berfokus pada peningkatan daya saing secara fisik dan belum menjadikan SDM pariwisata sebagai faktor penentu yang meningkatkan daya saing perisiwata di Provinsi Lampung. Penelitian ini juga diharapkan memperkaya penelitian SDM yang berkaitan dengan pengembangan SDM.
2.8 Peta Jalan Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis berkaitan dengan SDM, kinerja, dan kepemimpinan. Adapun penelitian selama 5 tahun terakhir terdapat pada gambar 4.
Gambar 4. Penelitian lima tahun terakhir SDM pariwisata
Pengetahuan Peningkatan keterampilan
Kepribadian Kecerdasan emosional
Orientasi
pelayanan Kinerja SDM
pariwisata Kemampuan
2016 Model Kepemimpinan
Transformasional 2015
Kepemimpinan Transformasional dan Kepemimpinan
Transaksional
2017 Gaya Kepemimpinan Terhadap Komitmen
Organisasi
2018 Model Kepemimpinan
Perguruan Tinggi 2020
Model Manajemen Kinerja
Adapun peta jalan penelitian sebagai berikut:
Tabel 2. Peta Jalan Penelitian
Kegiatan Tahun 2021 Tahun 2022
Model pengembangan SDM pariwisata
Pemateri Seminar Internasional Prosiding Scopus Model Pengembangan Kepemimpinan Pariwisata yang efektif
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Malhotra (2010) menyatakan bahwa metode survei adalah kuesioner terstruktur yang diberikan ke responden yang dirancang untuk mendapatkan informasi spesifik. Informasi tersebut akan digunakan untuk menganalisis serta memecahkan masalah.
3.2 Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini, SDM pariwisata terdiri dari variabel pengetahuan yang diukur dengan menggunakan 4 item (Mehralian et al., 2013), peningkatan keterampilan diukur dengan menggunakan 3 item (Domi dan Domi, 2020), kemampuan diukur dengan 4 item (Mehralian et al., 2013), kepribadian diukur dengan 8 item pertanyaan (Kusluvan et al., 2010), kecerdasan emosional diukur dengan 8 item pertanyaan (Kusluvan et al., 2010). Orientasi pelayanan diukur dengan menggunakan 8 item (He et al., 2015), dan kinerja SDM pariwisata diukur dengan 7 item pertanyaan (Liao dan Chuang, 2004).
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah SDM pariwisata yang bekerja pada biro perjalanan wisata, hotel dan restoran, kepemanduan wisata, dan kelompok sadar wisata di Provinsi Lampung. Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan non probability sampling, dengan kriteria responden telah bekerja di sektor pariwisata minimal 3 tahun dan telah berusia
17 tahun. Jumlah sampel pada penelitian ini mengacu pada Hair et al. (2010) yang menyatakan bahwa jumlah sampel minimal 5 kali jumlah indikator yang digunakan dalam penelitian.
Jumlah indikator yang digunakan dalam penelitian sebanyak 13, sehingga jumlah responden minimal adalah = 5x42= 210 orang responden.
3.4 Alat Analisis
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM).
3.5 Tahapan Penelitian
Penelitian diawali dengan melakukan studi literatur untuk mengetahui penelitian tentang SDM pariwisata. Berdasarkan hasil penelusuran literatur dapat diketahui kesenjangan penelitian yang dilakukan dan menentukan posisi penelitian yang akan dilakukan. Peneliti juga mengumpulkan data-data untuk mendukung penelitian yang akan dilakukan dari laporan, buku teks, artikel penelitian, maupun dari instansi terkait. Adapun bagan alir penelitian terdapat pada gambar 5.
Gambar 5. Tahapan penelitian
Studi literatur
Mengembangkan model SDM pariwisata
Menyusun kuesioner, uji validitas dan reliabilitas
Penyebaran kuesioner Pengolahan dan analisa data Penyusunan laporan penelitian
Membuat artikel Mengikuti konferensi internasional
Selesai mulai
BAB 4. RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
4.1 Rencana Anggaran Biaya
Anggaran biaya yang diusulkan pada penelitian ini adalah:
Tabel 3. Rencana Anggaran Biaya
No Jenis Pengeluaran Biaya yang
diusulkan (Rp)
1 Pengadaan alat dan bahan Rp. 4.500.000
2 Biaya perjalanan Rp. 5.500.000
3 Biaya ATK Rp. 3.500.000
4 Laporan dan Publikasi dan lain-lain Rp. 6.500.000
Jumlah (Rp) Rp.20.000.000
4.2 Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada bar chart berikut:
Tabel 4. Jadwal Kegiatan Penelitian
REFERENSI
No Kegiatan Bulan ke-
1 2 3 4 5 6
1 Identifikasi masalah 2 Studi Literatur 3 Pembuatan proposal
4 Perancangan dan ujicoba kuesioner
5 Penyebaran kuesioner dan wawancara
6 Pengolahan data 7 Penyusunan Laporan 8 Publikasi (submitted)
9 Pemakalah pada pertemuan ilmiah
Andrades, L., & Dimanche, F. (2019). Destination competitiveness in Russia: tourism professionals’ skills and competences. International Journal of Contemporary
Hospitality Management, 31(2), 910–930. https://doi.org/10.1108/IJCHM-11-2017-0769 Anugrah, K., & Sudarmayasa, I. W. (2017). Pembangunan Pariwisata Daerah Melalui
Pengembangan Sumber Daya Manusia Di Gorontalo. Jurnal Master Pariwisata (JUMPA), 4(1), 33–46. https://doi.org/10.24843/jumpa.2017.v04.i02.p03
Baum, T. (2018). Sustainable human resource management as a driver in tourism policy and planning: a serious sin of omission? Journal of Sustainable Tourism, 26(6), 873–889.
https://doi.org/10.1080/09669582.2017.1423318
Baum, T., & Szivas, E. (2008). HRD in tourism : A role for government ? 29, 783–794.
https://doi.org/10.1016/j.tourman.2007.09.002
Bharwani, S., & Butt, N. (2012). Challenges for the global hospitality industry: An HR perspective. Worldwide Hospitality and Tourism Themes, 4(2), 150–162.
https://doi.org/10.1108/17554211211217325
Črnjar, K. (2018). Human Capital Capabilities for Sustainable Competitive Advantage in Tourism Industry. KnE Social Sciences, 2018, 145–156.
https://doi.org/10.18502/kss.v3i10.3535
Dieke, P. U. C. (2001). Human Resources in Tourism Development: African Perspectives. In D. Harrison (Ed.), Tourism and the Less Developed World: Issues and Case Studies (pp.
61–75). CABI Publishing.
DiPietro, R. B. (2008). Human capital development: a return on investment perspective. In D.
V. Tesone (Ed.), Handbook of hospitality human resources management (pp. 347–400).
Elsivier Ltd.
Disparekraf. (2016). Laporan Akhir Review RIPPARDA Provinsi Lampung 2010-2025.
Disparekraf. (2019). Laporan Kegiatan Pelatihan Dasar SDM Kepariwisataan Goes To School ( GTS ) Dinas Pariwisata Provinsi Lampung Tahun 2019.
Domi, S., & Domi, F. (2020). The interplay effects of skill-enhancing human resources practices, customer orientation and tourism SMEs performance. European Journal of Training and Development. https://doi.org/10.1108/EJTD-06-2020-0111
Dupeyras, A., & MacCallum, N. (2013). Indicators for Measuring Competitiveness: A Guidance Document. In Competitiveness in Research and Development (No. 02).
https://doi.org/10.4337/9781845428273.00007
Edgell, D. L., Allen, M. D., Smith, G., & Swanson, J. R. (2008). Tourism Policy and Plannning: Yesterday, Today and Tomorrow. In Journal of Chemical Information and
Modeling (Vol. 53, Issue 9). Elsevier Inc.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2010). Multivariate data analysis (S. Yagan (ed.); seventh ed). Pearson.
Hassan, A., Kennell, J., & Chaperon, S. (2020). Rhetoric and reality in Bangladesh: elite stakeholder perceptions of the implementation of tourism policy. Tourism Recreation Research, 0(0), 1–16. https://doi.org/10.1080/02508281.2019.1703286
He, H., Wang, W., Zhu, W., & Harris, L. (2015). Service workers’ job performance: The roles of personality traits, organizational identification, and customer orientation.
European Journal of Marketing, 49(11–12), 1751–1776. https://doi.org/10.1108/EJM- 03-2014-0132
Kaznacheeva, S. N., Lazutina, A. L., Perova, T. V, Smirnova, J. V., & Chelnokova, E. A.
(2018). The Impact of Information on Modern Humans. In E. G. Popkova (Ed.), Advances in Intelligent Systems and Computing (pp. 448–455). Springer International Publishing.
Kemenkumham. (2011). Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025 (p. 80). Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Pemberlakuan Standar Kompetensi Kerja Nasional indonesia Bidang Pariwisata, 1 (2015).
Kemenpar, K. P. (2015). Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pariwisata Tahun 2015-2019.
Kemenpar. Kementerian Pariwisata. (2019). Laporan Akuntabilitas Kinerja kementerian Pariwisata Tahun 2018.
Kemenpar. Kementerian Pariwisata (2018). Rencana Strategis 2018-2019 Kementerian Pariwisata. Kementerian Pariwisata.
Kusluvan, S., Kusluvan, Z., Ilhan, I., & Buyruk, L. (2010). The human dimension: A review of human resources management issues in the tourism and hospitality industry. Cornell Hospitality Quarterly, 51(2), 171–214. https://doi.org/10.1177/1938965510362871 Kusworo, H. A., & Damanik, J. (2002). Pengembangan SDM pariwisat: Agenda Kebijakan
untuk Pembuat Kebijakan. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 6(1), 105–120.
Liao, H., & Chuang, A. (2004). A multilevel investigation of factors influencing employee service performance and customer outcomes. Academy of Management Journal, 47(1),
41–58. https://doi.org/10.2307/20159559
Liu, A. Y. (2002). Human Resources Development and Planning for Tourism: Case Studies from PR China and Malaysia. University of Waterloo.
Malhotra, N. K. (2010). Marketing Research: An Applied Orientation. In S. Yagan (Ed.), Journal of Chemical Information and Modeling (Sixth Edit, Vol. 53, Issue 9). Prentice Hall.
Mehralian, G., Akhavan, P., Rasekh, H. R., & Ghatari, A. R. (2013). A framework for human capital indicators in knowledge- based industries: Evidence from pharmaceutical
industry. Measuring Business Excellence, 17(4), 88–101. https://doi.org/10.1108/MBE- 10-2012-0053
Ollivaud, P., & Haxton, P. (2019). Making the Most of Tourism in Indonesia to Promote Sustainable Regional Development. Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD), 1535, 1–41.
Pahuja, S., & Dalal, R. C. (2012). Achieving Competitive Advantage through HR Practices:
A Case Study. Journal of Strategic Human Resource Management, 1(2), 35–43.
Qehaja, A. B., & Kutllovci, E. (2015). The Role of Human Resources in Gaining Competitive Advantage. Journal of Human Resource Management, Vol 2015/2, No. 2, Pp 47-61., 2015/2(No. 2), 47–61.
Qibthiyyah, R. M. (2018). Laporan Akhir Kajian Dampak Sektor Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia (p. 142). Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia.
Rhama, B. (2020). The Human Resource Policy of Tourism in Indonesia. Año, 36(July), 3142–3162.
Sahu, S. K., & Kaurav, R. P. S. (2019). Antecedents of HR Challenges in Tourism Industry with Reference to Agra. Proceedings of 10th International Conference on Digital Strategies for Organizational Success, 815–821. https://doi.org/10.2139/ssrn.3315078 Tracey, J. B., Way, S. A., & Tews, M. J. (2008). HR in the hospitality industry: strategic
frameworks and priorities. In D. V. Tesone (Ed.), Handbook of hospitality human resources management (pp. 1–27). Elsevier Ltd.
Vokić, N. P., & Vidović, M. (2008). HRM as a Significant Factor for Achieving
Competitiveness through People: Croatian Case. International Advances in Economic Research, 14(3), 303-315. https://doi.org/10.1007/s11294-008-9156-9
WEF, W. E. F. (2019). The Travel & Tourism Competitiveness Report 2009. In Tourism.
http://www.weforum.org/reports/travel-tourism-competitiveness-report-2009
Wen-Cheng, W., Chien-Hung, L., & Ying-Chien, C. (2011). Types of Competitive
Advantage and Analysis. International Journal of Business and Management, 6(5), 100–
104. https://doi.org/10.5539/ijbm.v6n5p100
Wickramasinghe, V., & Fonseka, N. (2012). Human resource measurement and reporting in manufacturing and service sectors in Sri Lanka. Journal of Human Resource Costing &
Accounting, 16(3), 235–252. https://doi.org/10.1108/14013381211286388