• Tidak ada hasil yang ditemukan

IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi HIV (Human Immunodeficiency Virus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi HIV (Human Immunodeficiency Virus)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit HIV dan AIDS

2.1.1 Definisi HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Seseorang yang positif HIV telah menjalani dua tes pemeriksaan yang telah dilakukan, yaitu tes awal laboratorium dan tes konfirmasi bahwa menunjukkan hasil positif. Klien terinfeksi HIV bisa menularkan virus kepada orang lain (The U.S Departement Of Health, 2015). HIV atau human immunodeficiency virusyaitu suatu penyakit menyerang imun manusia, yang dapat

menginfeksi setiap orang. Dapat bereproduksi diri sendiri didalam sel, dan jika sudah terinfeksi kekebalan tubuh manusia bisa turun sehingga gagal melawan infeksi, kelanjutan dari penyakit HIV yaitu acquired immune deficiency syndrome (AIDS)(Nursalam et al., 2018).

2.1.2 Manifestasi klinis

Pasien AIDS rentan terhadap infeksi protozoa, bakteri, fungus, dan virus.

Pneumonia Pnuemocytis Carinii (PPC) adalah infeksi serius yang paling sering

dijumpai dengan gejala panas yang pendek, sesak nafas, batuk, nyeri dada, dan

demam. Hal ini hampir serupa tanda dan gejalanya dengan pasien AIDS yang

disertai Tuberkulosis (TB) karena Mycobacterium tuberculosis. Infeksi lainnya

seperti fungus antara lain kandidiasis, kriptokokosis, dan histoplasmosis. Infeksi

opurtunistik yang disebabkan oleh virus sangat beragam dan merupakan penyebab

semakin parahnya patologi yang terjadi (Price & Wilson, 2006; Smeltzer & Bare,

2010).

(2)

Acquired Immunodeficiency Sindrom (AIDS) memiliki beragam menifestasi kliis dalam bentuk keganansan dan infeksi opurtunistik. Jenis keganasan yang sering dijumpai pada pasien yang terinfeksi HIV adalah myeloma multipel, leukemia limfositik akut sel B, limfoma limfoblastik T, penyakit Hodgkin, karsinoma anus, kasrsinoma sel skuamosa di lidah, karsinoma adenoskuamosa paru, adenokarsinoma kolon dan pankreas, kanker serviks, dan kanker testis (Price & Wilson, 2006; Smeltzer & Bare, 2010).

2.1.3 Diagnostik

Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV(Jennifer L, Weinberg, Carrie L, 2010) :

Penegakkan diagnostik pada HIV-AIDS ada dua macam pendekatan, yaitu secara sukarela dan atas inisiatif petugas kesehatan. Memastikan diagnosis infeksi HIV dilakukan beberapa jenis pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan serologik berfungsi untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV.Vaksinasi, anti ARV, profilaksis dan pengobatan infeksi oportunistik serta konseling ialah komponen mayor dari terapi HIV. Masing-masing memiliki pesan yang sangat penting untuk memperbaiki kualitas hidup & mengurangi penderitaan.

Masyarakat indonesia sampai saat ini tes HIV masih bersifat voluntary.

Walaupun telah dilakukan berbagai macam penyuluhan tentang HIV-AIDS,

jumlah penduduk yang telah melakukan tes HIV masih rendah. Kurangnya

kesadaran masyarakat bahwa, sebenarnya HIV-AIDS mengancam kita semua.

(3)

sebagian orang merasa malu, enggan, takut saat akan melakukan pemeriksaan dilaboratorium, sehingga tidak jadi melakukan pemeriksaan.

2.1.4 Epidemiologi

Berdasarkan data 36,9 juta orang diseluruh dunia menderita HIV (UNAIDS, 2018). Epidemi HIV-AIDS menjadi masalah di Indonesia yang merupakan negara urutan ke-5 paling banyak beresiko terinfeksi HIV-AIDS di Asia (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Laporan kasus baru HIV ada peningkatan setiap tahun sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1987. Lonjakan peningkatan paling banyak adalah pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015, yaitu sebesar 10.315 kasus. Berdasarkan data Ditjen pencegahan dan penanggulangan penyakit (P2P), laporan tahun 2017 yang bersumber dari Sistem Informasi HIV-AIDS dan IMS (SIHA) menunjukkan terjadi peningkatan angka kasus orang terinfeksi HIV namun untuk AIDS relatif stabil, hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak ODHA yang berstatus masih terinfeksi HIV namun masih belum masuk pada stadium AIDS. Berdasarkan data dari SIHA lima provinsi dengan jumlah infeksi HIV terbesar adalah Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Papua, sedangkan untuk kasus AIDS yang terbanyak adalah provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Papua, Jawa Timur dan Bali.

Tabel 2.1 Jumlah Tes HIV Positif Kelompok Risiko (Kemenkes, 2017) No Kelompok Beresiko Tes HIV HIV Positif

Persentase HIV Positif

(%) 1 WPS (Wanita Penjaja Seks) 161.215 3.313 2,06 2 PPS (Pria Penjaja Seks) 2.063 112 5,43%

3 Waria (Wanita Pria) 25.533 1.002 3,92%

4 LSL (Lelaki Seks Lelaki) 153.154 10.628 6.94%

(4)

5 IDU (Injecting Drug User) 18.930 832 4.40%

6 Pasangan Risti (Risiko Tinggi)

95.336 4.097 4.30%

7 Pelanggan PS (Pasangan Pekerja Seks)

34.800 3.257 9.36%

8 Lain-lain 347.562 3.935 1.3%

9 WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan)

43.704 439 1.00%

10 Sero Discordant (Salah satu pasangan memiliki HIV, sementara yang lain tidak

424 360 84.91%

2.1.5 Penularan HIV

Ada tiga cara seseorang bisa tertular atau menularkan HIV-AIDS(Haryono Rudi, 2019)menyebutkan sebagai berikut :

1) Hubungan seksual

Untuk mengurangi resiko tertular HIV, sebaiknya menggunakan kondom dengan benar dan konsisten saat berhubungan, batasi jumlah pasangan seksual, dan jangan pernah berbagi peralatan suntik narkoba. HIV-AIDS lebih mudah terjadi penularan bila terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus seperti herpes genitalis, silifilis, gonore.

2) Kontak langsung

Seseorang bisa tertular atau menularkanHIV-AIDS karena hal-hal berikut : a. Transfusi darah tercemar HIV

b. Pemakian jarum yang tidak steril c. Pemakaian bersama jarum suntik

d. Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan

(5)

2.1.6 Stadium HIV

Stadium HIV-AIDS dibagi menjadi 4 stadium berdasarkan(Kemenkes, 2017):

1) Stadium pertama :HIV

Infeksi HIV dimulai dari masuknya virus HIV ke dalam tubuh diikuti perubahan serologis saat antibodi terhadap virus berubah dari negatif menjadi positif.

2) Stadium kedua : Asimptomatik (tanpa gejala)

Pada stadium ini klien HIV dapat menularkan penyakitnya melalui cairan tubuh. Asimptomatik yaitu tidak munculnya gejala yang ditunjukkan tapi virus HIV sudah ada didalam tubuh, keadaan ini berlangsung ± 5-10 tahun.

3) Stadium ketiga : pembesaran kelenjar limfe

Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent Generalized lymphadenopathy) bisa muncul dimana saja tidak hanya pada

satu tempat, dan berlangsung lebih dari satu bulan.

4) Stadium keempat :AIDS

Pada stadium ini sudah muncul gejala berbagai penyakit seperti penyakit konstitusional, penyakit saraf dan penyakit infeksi sekunder.

Tabel 2.1Klasifikasi Stadium WHO(The U.S Departement Of Health, 2015)Untuk Orang Dewasa dan Remaja Terinfeksi HIV

Stadium Klinis Kondisi Klinis atau Gejala Infeksi primer HIV 1. Asimptomatis

2. Sindrom retrovirus akut Infeksi stadium I 1. Asimptomatis

2. Limfadenopaati generasisata persisten

Infeksi stadium II 1. Penurunan berat badan sedang yang tidak diketahui

(6)

sebabnya (<10% dari berat badan yang terukur) 2. Infeksi traktus respiratorius rekuren (sinusitis, otitis

media, faringitis) 3. Herpes zoster 4. Cheilitis angular 5. Ulserasi oral rekuren 6. Erupsi pruritik papular

7. Infeksi jamur pada kuku jari ekstremitas

Infeksi stadium III 1. Penurunan berat badan yang berat (<10% berat badan yang terukur)

2. Demam persisten yang tidak diketahui penyebabnya (intermiten atau konstan selama > 1 bulan)

3. Kandidiasis oral 4. Oral hairy leukoplakia

5. Tuberkulosis paru, didiagnosis selama 2 tahun terakhir 6. Infeksi bakteri berat (pneumonia, empiema,

piomiositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis, bakteremia)

7. Stomatitis, gingivitis/periontitis ulseratif nekrosis akut.

8. Kondisi anemia yang tidak diketahu penyabbanya (<8g/dl) dengan atau neutropenia (500/mm3) atau trombositopeni (<50.000/mm3) selama >1 bulan (kondisi dikonfirmasi melalui uji diagnosistik)

Infeksi stadium IV 1. HIV wasting syndrome 2. Pneumonia pneumocystis

3. Bakteri berat atau secara radiologi dan rekuren 4. Infeksi herpes simpleks kronik

5. Kandidas esofageal 6. Tuberkulosis ekstraparu 7. Sarkoma kaposi

8. Toksoplasmosis pada sistem saraf pusat 9. Ensefalopati HIV

10. Infeksi herpes simpleks viseral

2.1.7 Prinsip penatalaksanaan Klien HIV

Beberapa prinsip diantaranya pemberian nutrisi demi memulihkan status imun, dukungan psikologis serta pola hidup sehat. Pemberian Antiretroviral therapy (ART) kombinasi, terapi infeksi sekunder, berikut ini prinsip pemberian ARV (Tjokroprawiro, 2015):

1) Indikasi dan pemberian ARV secara tepat dan sesuai

(7)

2) Pemberian ARV harus dengan kombinasi, kurang lebih dengan 3 jenis obat untuk memperkecil resistensi obat

3) Pemilihan obat lini pertama diprioritaskan, selanjutnya pemilihan obat lini kedua atau obat lainnya

4) Pemberian obat ditentukan pada stadium klinis penderita

5) Kompleksitas ARV sangat tinggisehingga menyebabkan beberapa obat mengalami interaksi dan efek samping jika berinteraksi dengan obat lain non ARV

6) Resisten harus selalu diperhatikan, umumnya setelah 2 tahun mengkonsumsi ARV

7) Informasi yang lengkap harus disampaikan kepada penderita mengenai tujuan ARV, efek samping, resistensi obat dan dampak jika menghentikan ARV secara sepihak. Selain itu juga menyampaikan hasil laboratorium secara berkala

8) Edukasi dan motivasi supaya Klien tidak terlalu larut dalam kecemasan 9) Monitoring penggunaan ARV

10) Interaksi obat satu sama lain perlu diperhatikan secara seksama 2.2 Konsep Respon Psikologis Penderita HIV

Tahapan berduka terdapat 5 tahapanKubler Ross, (2004), yaitu:

1) Denial (Penolakan)

Penolakan atau denial merupakan salah satu mekanisme pertahanan yang biasa dilakukan orang untuk melindungi hal yang ia percayai.

2) Anger (Marah)

(8)

Memudarnya efek penyangkalan dan isolasi akan diiringi dengan rasa sakit yang belum bisa diterima seseorang. Seseorang dengan rasa sakit rentan terpicu emosi untuk melampiaskan rasa sakitnya melalui kemarahan.

3) Bergaining (Penawaran)

Fase ini adalah fase pertahanan yang paling lemah dalam melindungi seseorang dari kenyataan yang menyakitkan. Seseorang mulai percaya terhadap apa yang sudah menimpanya, diam-diam akan membuat kesepakatan dengan Tuhan sebagai upaya melindungi diri dari rasa sakit.

4) Depression (Depresi)

Depresi ini sebuah persiapan untuk melepas dan menerima seluruh keadaan.

Dalam tahapan ini menunjukkan sikap sangat penurut,keragu-raguan, menyataan keputusasaan, sikap menarik diri, kesedihan , bahkan merasa tidak berharga.

5) Acceptance (Penerimaan)

Perasaan kurang puas dalam fase ini bisa diminimalisir apabila seseorang sudah mampu menerima. Tahapan ini akan memikirkan objek yang hilang beralih ke objek lain, dan menerima kenyataan kehilangan. Serta mulai memandang ke depan.

2.2.1 Konsep Respon Sosial

Aspek psikososial (Stewart, 1997)dibedakan menjadi tiga aspek yaitu:

1) Diskriminasi terhadap klien HIV, misalnya penolakan ditempat bekerja

dan hidup serumah juga akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan.

(9)

2) Stigma sosial bisa memperparah depresi dan pandangan yang negatif tentang harga diri pasien.

3) Proses terjadinya respon psikologis yang lama, mulai dari penolakan, marah-marah, tawar-menawar, dan depresi, mengakibatkan keterlambatan upaya pencegahan, penanganan dan pengobatan. Klien akhirnya mengkonsumsi obat-obat terlarang untuk menghilangkan stres.

2.2.2 Jenis-jenis dukungan sosial

Terdapat enam bentuk dukungan yang juga terdapat dalam konsep fungsi hubungan interpersonal yang dikembangkan oleh(Cutrona, C. E., & Russel, 1987). Bentuk dukungan sosial tersebut antara lain:

1) Kelekatan (attachment), yaitu berupa perasaan kedekatan secara emosional kepada orang lain yang memberikan rasa aman, biasanya didapat dari pasangan, keluarga, teman, tokohlain.

2) Integrasi sosial (social integration), suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat, kepedulian, dan aktivitas hiburan bersama yaitu dalam bentuk dukungan sosial yang membuat seeorang merasa diterima.

3) Bimbingan (guidance), yaitu bentuk dukungan ini paling banyak diperoleh dari orang tua, guru, atau mentor. Berupa saran, pengarahan, atau informasi yang dapat individu gunakan dalam mengatasi masalah.

4) Jaminan adanya seseorang yang dapat membantu saat dibutuhkan (reliable

alliance), merupakan dukungan sosial yang memberikan keyakinan pada

seseorang bahwa ia memiliki sumber daya yang dapat diandalkan bantuannya

saat dibutuhkan, biasanya diperoleh dari anggota keluarga. Bentuk dukungan

(10)

ini disebut dengan dukungan materi atau nyata.

5) Penghargaan diri (reasurance of worth), yaitu dengan adanya dukungan sosial ini dapat meningkatkan keyakinan diri penerimanya bahwa ia berharga dan memiliki kompetensi dalammenyelesaikanmasalah. Misalnya, dengan memberikan umpan balik positif terhadap kemampuan individu dalam mengatasi suatu masalah atau bisa juga disebut esteem support.

6) Kesempatan untuk mengasihi (opportunity of nurturance), yaitu kesempatan untuk memberikan bantuan kepada seseorang. Salah satu aspek penting dari hubungan interpersonal adalah perasaan dibutuhkan oleh orang lain.

2.3 Konsep Quality of Life

Masalah sosial seperti stigma masyarakat dan depresi menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka dalam hal kesehatan fisik, mental, dan sosial mereka. Quality of lifemerupakan indicator tidak hanya seberapa baik fungsi individu dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga bagaimana persepsi individu dari status kesehatan mempengaruhi sikap hidup atau quality of life(Bello & Bello, 2013).

2.3.1 Definisi Quality of Life

Quality of life merupakan indikator untuk menilai seberapa baik fungsi

individu dalam kehidupan sehari- hari, tetapi juga bagaimana persepsi individu dari status kesehatan mempengaruhi sikap hidup atau kualitas hidup (Bello&

Bello, 2013). Quality of life adalah persepsi individu mengenai posisinya dalam

kehidupan, dan nilai yang berkaitan dengan tujuan, budaya, harapan yang

(11)

mencakup beberapa aspek yaitu fisik, tingkat kemandirian, psikologis,serta hubungan sosial (Medeiros et al., 2017).

Menurut World Health Organization (WHO) kualitas hidup dianggap sebagai persepsi individu tentang posisi mereka dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai. Kaitannya dengan tujuan, harapan, standar mereka dan kekhawatiran, menggabungkan secara komplek tentang kesehatan fisik, keadaan psikologis, tingkat kemandirian dan hubungan sosial. (Domingues et al., 2018).

2.3.2 Teori Quality Of Life

Gambar 2.3 Grapic representation of the relationship among some variabel and quality of life (global and per dimension) in individuals living with the AIDS virus in some healthcare institutions in Cali, Colombia(Alencia et al., 2010).

Jenis asuransi kesehatan terdiri dari masalah keuangan dan penyedia

layanan kesehatan. Pada Klien HIV-AIDS depresi adalah hal yang sering terjadi

bisa berdampak pada fungsi seksual dan kekhawatiran tentang kondisi mereka.

(12)

Setelah terjadi depresi muncul banyak kekhawatiran diantaranya kekhawatiran tentang pengobatan, kekhawatiran tentang kesehatan dan fungsi umum.

Kekhawatiran tersebut harus ditangani dengan baik, sebagai pelayanan kesehatan harus memberikan pelayanan yang baik. Peran keluarga juga penting agar pasien tidak depresi dan putus asa. Terjadinya pelecehan seksual berhubungan dengan kepuasan dengan hidup seseorang. Klien yang menjalani terapi antiretroviral bisa mengurangi frekuensi gejala. Faktor – faktor yang sudah dijelaskan diatas berkaitan atau berhubungan dengan quality of life (Alencia et al., 2010).

2.4 Teori Keperawatan Precede Proceed Model

Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok,

yaitu faktor perilaku (behavior causes)dan faktor luar lingkungan (nonbehavior

causes). Untuk mewujudkan suatu perilaku kesehatan, diperlukan pengelolaan

manajemen program melalui tahap pengkajian, perencanaan, intervensi sampai

dengan penilaian dan evaluasi.

(13)

Selanjutnya (Precede Proceed model) yang diadaptasi dari konsep Lawrence Green. Model ini mengkaji masalah perilaku manusia dan faktor-faktor yang memengaruhinya, serta cara menindaklanjutinya dengan berusaha mengubah, memelihara atau meningkatkan perilaku tersebut kearah yang lebih positif. Proses pengkajian atau pada tahap precede dan proses penindaklanjutan pada tahap proceed. Dengan demikian suatu program untuk memperbaiki perilaku kesehatan adalah penerapankeempat proses pada umumnya ke dalam model pengkajian dan penindaklanjutan.

1) Sasaran utama yang harus dicapai dibidang pembangunan adalah kualitas hidup. Jika tingkat kesejahteraan sejalan dengan kualitas hidup maka semakin tinggi kualitas hidupnya.

2) Sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang kesehatan adalah derajat kesehatan, maka adanya derajat kesehatan akan terlihat masalah kesehatan yang sedang dihadapi. Pengaruh terhadap derajat kesehatan seseorang adalah faktor perilaku dan faktor lingkungan.

3) Faktor lingkungan adalah faktor biologis,fisik, dan sosial budaya yanglangsung/tidak memengaruhi derajat kesehatan.

4) Faktor perilaku dan gaya hidup yaitu suatu faktor yang timbul disebabkan adanya aksi dan reaksi seseorang. Faktorperilaku dapat terjadi apabila ada rangsangan, sedangkan gaya hidup adalah pola kebiasaan seseorang yang biasanya dilakukan karena jenis pekerjaannya selalu mengikuti trend yang berlaku dalam kelompok sebayanya atau meniru tokoh idolanya.

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor:

(14)

1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku yangterwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai- nilai, dan sebagainya.

2) Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

3) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan faktor yang menguatkan perilaku, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, teman sebaya, orang tua, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.5 Keaslian Penelitian

Pencarian jurnal dalam penelitian ini menggunakan kata kunci “kualitas hidup” dan “Klien HIV-AIDS” atau “quality of life” dan “clients HIV-AIDS” pada database Scopus dan Garuda, Science Direct, Journal ofUniversitas Airlangga.

Kesimpulan tabel keaslian penelitian hingga saat ini yang sudah diketahui tentang Health-Related Quality of Life (HRQoL) adalah klien yang menjalani pengobatan

ARV memiliki Health-Related Quality of Life yang baik. Responden yang

memiliki Health-Related Quality of Life rendah (75,6%), membutuhkan upaya

untuk memperkuat dalam aspek fisik dan fungsi kesehatan umum.Faktor-faktor

yang mempengaruhi heatlh-related quality of life sampai saat ini belum diketahui.

(15)

reinforcingyang mempengaruhi heatlh-related quality of life menggunakan

pendekatan teori keperawatan Lawrence Green.

Tabel 2.5 Keaslian penelitian analisis faktor yang mempengaruhi Health-Related Quality of Life pada klien dengan HIV-AIDS

No Judul Artikel;

Penulis; Tahun Metode Hasil

1.

Model to Reduce HIV Related Stigma among Indonesian

nurses(Sismulyanto, Supriyanto S, Nursalam, 2015)

D:

Analytical Observational

S:

77 respondents

V : Independent :

Model to Reduce

Dependent :

Stigma

I :

Questionnaire and analyzed

A :

Partial Least Squares

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada stigma di antara perawatpada pasien ODHA. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stigma perawat terrhadap pasien HIV dan AIDS adalah faktor pekerjaan, faktor fasilitas, faktor nilai, dan faktor pengetahuan.

Untuk mengurangi stigma

perawat dengan

mengintervensi transkultural komponen antara faktor- faktor lain yang mempengaruhi faktor pekerjaan, faktor fasilitas, nilai-nilaifaktor dan faktor pengetahuan. Penelitian lebih lanjut harus menerapkan model ini diasuhan keperawatan.

2. Family Empoverment Model Based Health- Related Quality of Lifeamong Housewives With HIV-AIDS(Nursalam et al., 2020)

D : Cross Sectional S: 135 respondents V : Independent : Family

empovermentDependent : Quality of Life

I : Focus group and expert discussion A : Partial Least Squares (SEM-PLS) test

Hasil penelitian adalah responden HIV tidak menunjukkan gejala (48,1%) dan tidak ada infeksi oportunistik (96,3%). Ada beberapa responden yang memiliki kualitas hidup

rendah (75,6%),

membutuhkan upaya untuk memperkuat dalam aspek fisik dan fungsi kesehatan umum.

3. Assessing Quality Of Life In People With HIV In Spain: Psychometric Testing Of The Spanish Version Of WHOQOL- HIV-BREF(Fuster- Ruizdeapodaca Et Al.,

D : Cross Sectional S : 1462 PLHIV V : Independent : Quality Of Life I : Online survey A : ANOVA

Hasil penelitian ini adalah Klien yang terinfeksi HIV- AIDS dari faktor data sosial demografis dan kesehatan.

Kualitas hidup yang rendah

disebabkan oleh

ketergantungan obat,

(16)

2019) menyalahkan keadaan, dan spiritual.

4. Respons Bio-Psiko-Sosio- Spiritual Pada Keluarga Tenaga Kerja Indonesia Yang Terinfeksi HIV (Nursalam et al., 2014)

D : Komparatif S : 17 orang

V : Independent : Bio- Psiko-Sosio-Spiritual

I: Kuisioner dan wawancara A :Wilcoxon,

Mann-

Whitney

Hasil penelitian bahwa pada aspek psikologis, sebagian keluarga penderita HIV TKI berada pada tahap bargaining, sedangkan keluarga penderita non TKI pada tahap acceptance (menerima). Respon sosial terbanyak adalah emosi dan sosial, sedangkan cemas berada pada minoritas responden. Respons spiritual keluarga, baik TKI maupun non TKI adalah mayoritas tabah.

5. The Difference Of Perceived HIV Stigma Between People Living With HIV Infection And Their Families(Ibrahim et al., 2019)

D : Cross Sectional S :

30 respondents

V : Independent : Stigma

I : Questionnaire A : Independent t-test

Hasil penelitian adalah bahwa tingkat stigma yang dirasakan oleh PLWH dan Keluarga, sebagian besar responden ODHA dan keluarga merasakan stigma dalam tingkat sedang.

Stigma pribadi yang dirasakan sendiri lebih tinggi daripada stigma publik di antara keluarga responden.

6. Determinants Of Stigma Attitude Among People Living With

HIV(Nursalam et Al., 2019)

D :Cross Sectional S: 135 Housewife V:Dependent : Stigma I: Questionnaire A: Binary Logistic Regression

Hasil dari penelitian menunjukkan ada lima faktor yang terkait dengan stigma dalam ODHA, yaitu dukungan kebijakan (p = 0,019), status perkawinan (p

= 0,039), pertama didiagnosis dengan HIV (p = 0,006), beban keluarga (p = 0,000) dan keluarga ketahanan (p = 0,041). Dari lima variabel, hanya empat yang memiliki pengaruh signifikan terhadap stigma, yaitu status perkawinan, didiagnosis dengan HIV,beban keluarga dan ketahanan keluarga.

7. Stigma And D: Cross Sectional Hasil penelitian adalah

(17)

HIV Care Services In The

Tigray Region,

Ethiopia(Tesfay et al., 2020)

Discrimination

Dependent : Nutritional Program In HIV

I : Interview data A:

NVivo 11

Selanjutnya diidentifikasi dan diberikan perhatian pada Klien HIV melalui peningkatan jumlah frekuensi kunjungan ke layanan, dan dukungan nutrisi.

8. Beyond Viral Suppression:

The Quality Of Life Of People Living With HIV In Sweden(Zeluf-Andersson et al., 2019)

D : Cross Sectional S :1096 respondents V : Dependent : The Quality Of Life I :Questionnaire A: R

egression

Hasil penelitian

menunjukkan faktor sosiodemografi dan responden HIV sebagian besar responden adalah laki- laki (70%), 29%

adalah perempuan. Usia rata- rata adalah 47,6 tahun. Cara penularan HIV adalah hubungan seks antara laki- laki

(41%), diikuti oleh seks heteroseksual (32%) dan suntikan penggunaan narkoba (11%). Hampir setengah (48%) tinggal bersama HIV selama > 10 tahun, dan 95% memakai ART. Rata-rata, kualitas hidup mereka tinggi 63%.

9.

The Effect of Extrinsic Motivation on Adversity Quotient in patients

with HIV-

AIDS(Nursalam, Misutarno, 2008)

D :

Quasy Experimental

S:

16 respondents

V: Independent :

Extrinsic Motivation Dependent : Adversity Quotient

I : Q

uestionnaire and interview

A :

Wilcoxon Signed Rank Test and Mann Whitney U Test

Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0,017. Berarti ada pengaruh motivasi ekstrinsik terhadap Adversity Quotient pada penderita HIV-AIDS.

Terdapat peningkatan hasil dari 70,75 menjadi 77. Menunjukkan bahwa tingkat Adversity Quotient penderita meningkat setelah diberikan intervensi, sedangkan untuk kelompok kontrol peningkatan sangat sedikit sekali yaitu dari 70,625 menjadi 70,875 dengan nilai signifikansi p=0,943.

10. Stigmatization of household Mother with

D : Qualitative method S : 11 informant

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih

(18)

HIV-AIDSin Tulungagung District, East Java, Indonesia(Erwansyah, Nursalam, Efendy, 2020)

V : Independent : Stigmatization

I: Interviews and collection of documents

in the AIDS

Commission in

Tulungagung Regency A :

Collaizi's steps

ada stigma yang diterima oleh ODHA. Sehingga selanjutnyapengobatan stigma di lembaga perawatan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan

profesionalisme layanan kesehatan, petugas kesehatan

dalam perawatan

kesehatanlembaga harus dapat memberikan layanan yang adil kepada setiap pasien yangmembutuhkan perawatan kesehatan dan menjaga privasi pasien 11. Quality of life in persons

living with HIV–AIDS in three healthcare institutions of Cali, Colombia(Alencia et al., 2010)

D : Cross Sectional S:

137 respondents

V: Independent : Quality of life I : Q

uestionnaire

A:

T test and the Pearson correlation

Dimensi kualitas hidup dengan adalah fungsi seksual, kepuasandengan penyedia layanan kesehatan, dan kepuasan hidup. Skor kualitas hidup tertinggi

diperoleh oleh

Klienyangmenerima terapi antiretroviral, memiliki asuransi kesehatan, gejala depresi yang lebih rendah, frekuensi dan intensitas yang rendahgejala, dan tidak ada laporan pelecehan seksual sebelumnya.

Gambar

Gambar  2.3  Grapic  representation  of  the  relationship  among  some  variabel and quality of life (global and per dimension) in individuals living with  the AIDS virus in some healthcare institutions in Cali, Colombia(Alencia et al.,  2010)

Referensi

Dokumen terkait

bahwa untuk menunjang kelancaran sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, perlu Jadwal Retensi Arsip Kepegawaian Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Negara Di Lingkungan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada mahasiswa vegetarian lacto-ovo Universitas Klabat yang tergabung dalam komunitas Medical Ministry disimpulkan bahwa gambaran

Terdapat juga hal negative oleh perusahaan tersebut, seperti yang di ungkapkan oleh salah satu pemerintah di kantor Desa Padang Loang menurut Rosman (2015)

1.. Tentang Kapal, Surat Kapal, dan Awak Kapal. Cahaya Line adalah kapal layar konstruksi kayu, berukuran GT. Cahaya Line memiliki Surat Pas Tahunan Nomor Urut 317, tanggal

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENINGKATAN PEMAHAMAN

Helena Pandi STUDI TENTANG GEISHA DALAM FILM MEMOIRS OF GEISHA.. panjang lengan baju lebih pendek atau homongi, jika dia sedang tidak mengenakan tatanan rambut dan rias wajah

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 1 butir (1) disebutkan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam