1 1.1 Latar Belakang
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang penting di dunia karena tingginya angka kesakitan dan angka kematiannya, terutama pada anak berumur kurang dari 5 tahun (balita). Berdasarkan perkiraan World Health Organization (WHO) insidensi pneumonia pada anak balita di negara maju mencapai 4 juta kasus setiap tahun. Insidensi pneumonia pada anak di negara berkembang adalah 151,8 juta kasus pneumonia per tahun, 8,7% (13,1 juta) di antaranya merupakan pneumonia berat dan perlu rawat-inap namun angka kejadian terbesar terdapat di Asia Selatan dan Afrika (WHO, 2006).
Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus baru dengan insidensi pneumonia pada anak-balita paling tinggi, mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari setengahnya terkonsentrasi di 6 negara, mencakup 44% populasi anak balita di dunia. Ke 6 negara tersebut adalah India (43 juta), China (21 juta), Pakistan (10 juta), Bangladesh,
Indonesia dan Nigeria masing-masing 6 juta kasus per tahun (Rudan et al.2008).
Prevalensi pneumonia pada bayi di Indonesia adalah 0,76%. Prevalensi pneumonia tertinggi adalah provinsi Gorontalo (13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10%. Pada tahun 2009 perbandingan kasus pneumonia pada balita dibandingkan dengan usia ≥5 tahun adalah 6:4. Selain itu, proporsi pneumonia pada bayi adalah sebesar >20% dari semua kasus pneumonia.
Pada tahun 2009 angka prevalensi pneumonia pada balita di kota Yogyakarta sebesar 2,31%, lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten lain dalam wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan data rekapitulasi laporan bulanan program P2 ISPA Per- puskesmas di wilayah Dinas Kesehatan KotaYogyakarta, didapatkan total penderita pneumonia pada balita sebesar 1048(22,99%)(Dinas Kesehatan, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa bayi merupakan kelompok usia yang tinggi kejadian pneumonianya(Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Di RSUP Dr. Sardjito, pneumonia merupakan penyebab penyakit terbanyak rawat inap di sub bagian respirologi pada tahun 2004 (48,7%) dan 2005 (48,1%). Tahun 2005 pneumonia menduduki peringkat ke-7 (bronkopneumonia,
2,5%) dan ke-9 (aspirasi pneumonia, 1,4%) diagnosis pasien poliklinik anak (Kisworini dkk. 2010).
Diperkirakan dari 8,8 juta kematian anak di dunia pada tahun 2008, 1,6 juta adalah akibat pneumonia.
Setiap menit terdapat satu anak balita yang meninggal akibat pneumonia di wilayah Asia Tenggara (Dowel et al.
2000). Dari tahun ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat teratas penyebab kematian bayi dan anak balita di Indonesia. Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa (WHO, 2006). Menurut Riskesdas (2007) penyebab kematian balita karena pneumonia adalah nomor 2 dari seluruh kematian balita (15,5%).
Faktor risiko penyebab kematian pada pneumonia berat meliputi usia, jenis kelamin, derajat penyakit pneumonia, berat badan lahir, prematuritas, kelainan jantung, asma, tuberkulosis, malnutrisi, jumlah penghuni rumah, perokok pasif, pemberian antibiotik sebelumya, dan pemberian ASI merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian akibat pneumonia(Wulandari, 2013). Kematian karena pneumonia juga berhubungan dengan kekurangan gizi, kemiskinan dan
kurangnya akses perawatan kesehatan (Dinas Kesehatan, 2010).
Lama rawat inap juga sangat berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita.
Terdapat beberapa prediktor yang dapat meningkatkan lama rawat inap pada anak dengan pneumonia yaitu kurangnya paparan sinar matahari, ASI tidak ekslusif, dan foto thorax abnormal seperti adanya gambaran infiltrate (konsolidasi)(Nataprawira dkk. 2010).
Penelitian di Swiss menunjukkan bahwa lama rawat inap pada Community Acquired Pneumonia mengalami penurunan dalam 20 tahun terakhir. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan dan rencana dini kepulangan pasien, serta derajat keparahan pneumonia dan perawatan di Intensive Care Unit (Suter- Widmer,2012). Penelitian di Brazil menyebutkan bahwa pasien anak yang terdiagnosis menderita infeksi nosokomial, terutama pneumonia, memiliki rentang 3%-28%
dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) (Marcelo et al. 2003)
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui outcome pasien anak yang dirawat dengan pneumonia di RSUP Dr.
Sardjito antara Januari 2009 dan Desember 2012. Data mengenai outcome ini perlu diketahui untuk mengevaluasi
tata laksana yang telah dilakukan dan untuk mengetahui perkembangannya dari tahun ke tahun.
1.2 Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Pneumonia merupakan penyakit yang sering menyebabkan kesakitan dan kematian pada anak di dunia. Bagaimana outcome anak dengan pneumonia di RSUP Dr. Sardjito ? b. Bagaimana kematian dan lama rawat inap pada anak yang dirawat dengan pneumonia di RSUP Dr. Sardjito antara Januari 2009 – Desember 2012 yang berkaitan dengan penyakit penyerta ?
c. Bagaimana kematian dan lama rawat inap pada anak dengan pneumonia di RSUP Dr. Sardjito antara Januari 2009 – Desember 2012 yang berkaitan dengan perawatan pada PICU dan Non-PICU (bangsal rawat inap) ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui outcome anak yang dirawat dengan pneumonia di RSUP Dr. Sardjito.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui angka kematian dan lama rawat inap pada anak yang dirawat dengan pneumonia di RSUP Dr.
Sardjito antara Januari 2009 hingga Desember 2012.
b. Mengetahui kematian dan lama rawat inap yang berkaitan dengan penyakit penyerta dan perawatan pada PICU dan non-PICU (bangsalrawat inap) antara Januari 2009 hingga Desember 2012 pada anak yang dirawat dengan pneumonia di RSUP Dr. Sardjito.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bidang Ilmiah
Sebagai tambahan kepustakaan kesehatan masyarakat tentang kematian dan lama rawat inap anak dengan pneumonia yang berkaitan dengan penyakit penyerta serta tempat perawatan terutama di RSUP Dr.
Sardjito.
2. Bidang Pelayanan Masyarakat
Memberikan tambahan data kesehatan masyarakat terutama outcome pneumonia pada anak sehingga dapat membantu proses audit dan kontrol pneumonia yang lebih optimal di RSUP Dr. Sardjito.
3. Bidang Pengembangan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk melakukan penelitian- penelitian lain yang berhubungan dengan outcome pneumonia pada anak.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai outcome anak yang dirawat dengan pneumonia di RSUP Dr. Sardjito yang berkaitan dengan kematian, lama rawat inap, dan perawatan PICU sepengetahuan penulis belum dilakukan. Namun beberapa penelitian yang serupa mengenai pneumonia yang pernah dilakukan, antara lain:
1. Nurjannah dkk. (2012), dengan desain deskriptif retrospektif, dalam penelitianya “Profil Pneumonia pada Anak di RSUD Dr.Zainoel Abidin Studi retrospektif”, Didapatkan 144 (7,1%) anak dengan pneumonia di antara 2035 pasien rawat
inap. Insidensi pneumonia pada tahun 2008 sejumlah 77 kasus dan 2009 sejumlah 67 kasus.
Gambaran klinis berupa batuk (94,4%), napas cuping hidung (93,1%), ronki (92,3%), demam (76,4%) dengan suhu 38ºC, takipneu dengan rata- rata laju napas 60 kali/menit, takikardi dengan denyut nadi 146 kali /menit disertai retraksi otot-otot dinding dada, mengi, dan pilek.
Leukositosis rata-rata 14.000/mm3 dan hasil foto toraks sesuai dengan pneumonia 95,8%.
2. Suter-Widmer et al. (2012), dengan desain Kohort-retrospektif, dalam penelitianya
“Predictors for length of hospital stay in patients with community-acquired Pneumonia:
Results from a Swiss Multicenter study”, Rata- rata length of stay (LOS) dari 875 pasien menderita CAP adalah 9,8 hari (CI 95% 9,3-10,4).
Usia tua, frekuensi pernapasan >20, home care, penyakit paru kronis, diabetes, multilobar CAP, klasifikasi pneumonia severity index secara bebas sebagai prediktor durasi LOS. Pertimbangan informasi untukfollow-up adalah albumin yang rendah, transfer ICU, komplikasi yang berhubungan dengan CAP sebagai faktor risiko
bertambahnya durasi LOS. Beratnya kondisi klinis berdasarkan faktor-faktor tersebut ditunjukkan dengan pembagian pasien di Kaplan Meier Curve (p logrank <0,001 dan <0,001 dan kalibrasi yang baik ketika dibandingkan dengan faktor prediksi dan hasil observasi.
3. Baco (2012), dengan desain Case-control, dalam penelitianya, “Faktor Prognosis Pneumonia Pada Anak dengan di RSUP Dr. Sardjito”, Terdapat 98 anak. Status gizi kurang/buruk dengan Odd ratio (OR) 6,81 (CI 95% 2,02-22,95), berat ringannya pneumonia dengan OR 6,637 (CI 95% 1,29-34,11), status imunisasi OR 5,52 (CI 95% 1,12-17,31), dan status ASI OR 4,39 (CI 95% 1,30-14,80) berpengaruh sebagai faktor prognosis pneumonia pada anak. Usia penyakit yang menyertai, gambaran efusi pleura pada thoraks, jumlah leukosit dan anemia tidak berpengaruh sebagai faktor prognosis pneumonia pada anak.
4. Wulandari (2013), dengan desain Deskriptif analitik, dalam penelitianya, “Kematian Akibat Pneumonia Berat pada Anak Balita”, Terdapat 98 anak. Status gizi kurang/buruk dengan Odd ratio (OR) 6,81 (CI 95% 2,02-22,95), berat ringannya
pneumonia dengan OR 6,637 (CI 95% 1,29-34,11), status imunisasi OR 5,52 (CI 95% 1,12-17,31), dan status ASI OR 4,39 (CI 95% 1,30-14,80) berpengaruh sebagai faktor prognosis pneumonia pada anak. Usia penyakit yang menyertai, gambaran efusi pleura pada thoraks, jumlah leukosit dan anemia tidak berpengaruh sebagai faktor prognosis pneumonia pada anak.