• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP

Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh menggunakan kemasan aktif. Sedangkan penentuan kemasan bahan penyerap dilakukan untuk mengetahui jenis kemasan bahan penyerap terbaik sesuai dengan karakteristik zeolit.

Tabel 4. Hasil pengamatan penentuan dosis zeolit Dosis zeolit

(%) Hasil pengamatan

0

Mulai timbul kapang pada buah, tekstur daging buah sedikit lembek, warna daging buah kuning kecokelatan, dan terdapat banyak gas di dalam kemasan.

5

Penampakan secara keseluruhan buah baik, tekstur daging buah segar, warna dan bau netral, dan ada sedikit gas di dalam kemasan.

10

Penampakan secara keseluruhan buah baik, tekstur daging buah segar, warna dan bau netral, dan ada sedikit gas di dalam kemasan.

15

Penampakan secara keseluruhan baik, mulai timbul bintik hitam pada daging buah, warna buah kuning kecoklatan, aroma sedikit lebih asam, dan kemasan normal.

Pada Tabel 4. dapat dibandingkan beberapa parameter fisik buah salak pondoh yang disimpan menggunakan kemasan aktif dengan dosis zeolit yang berbeda. Setelah hari ke-7 penyimpanan, buah salak pondoh yang dikemas dengan plastik polietilen dan polipropilen tanpa menggunakan tambahan bahan penyerap mulai timbul kapang pada buah salak yang disimpan. Selain itu, tekstur daging buah sedikit lebih lembek dan kemasan menjadi mengembang akibat adanya tekanan gas yang ada di dalam kemasan. Buah salak pondoh yang disimpan dalam kemasan aktif dosis zeolit 5 dan 10% memiliki hasil yang hampir sama, dimana keadaan buah salak pondoh yang disimpan sama seperti buah salak pada awal penyimpanan dilakukan. Pada dosis bahan penyerap ini, keadaan utuh buah salak masih baik, tekstur daging buah masih segar, warna dan aroma yang dihasilkan juga masih normal yakni warna dan aroma khas salak pondoh. Namun terdapat sedikit gas di dalam kemasannya, sehingga kemasan plastik menjadi sedikit mengembang. Sedangkan buah salak pondoh yang disimpan dalam kemasan aktif dosis zeolit 15%, memiliki penampakan buah salak secara utuh cukup baik, tetapi mulai timbul bintik-bintik hitam di sekitar daging buahnya, selain itu mulai timbula aroma asam pada buah.

Berbeda halnya dengan dosis zeolit 5 dan 10%, kemasan aktif dosis zeolit 15% kondisi kemasan cenderung lebih stabil dan tidak mengembang.

Beberapa bahan kemasan yang digunakan untuk mengemas zeolit adalah kertas saring, kain kasa (kain mori), dan keras multi polietilen. Zeolit yang telah dihaluskan dimasukkan kedalam masing-masing bahan kemasan dan selanjutnya dikelim sehingga membentuk kemasan sachet.

(2)

15 Tabel 5. Hasil pengamatan penentuan kemasan bahan penyerap

Kemasan Hasil pengamatan

Kertas saring Tidak dapat dikelim dengan panas (seal), ketersediaan cukup, kurang tahan terhadap air.

Kain kasa (mori) Tidak dapat dikelim dengan panas (seal), ketersediaan cukup, tahan terhadap air.

Kertas berlapis polietilen Dapat dikelim dengan panas (seal), ketersediaan cukup, tahan terhadap air.

Jika dilihat dari pengamatan yang dilakukan berdasarkan pada Tabel 5. maka kertas berlapis polietilen menjadi pilihan yang paling tepat untuk diaplikasikan secara komersial. Selain mudah dalam aplikasinya, karena dapat dikelim dengan panas (seal) kertas berlapis polietilen lebih tahan terhadap air, sehingga kerusakan akibat air yang dihasilkan dari proses respirasi buah dan pengaruh kelempaban pada lingkungan penyimpanan dapat diminimalkan. Kertas saring dan kain mori sebagai kemasan bahan penyerap pada dasarnya memiliki tingkat daya serap yang relatif baik, namun dalam aplikasinya kedua jenis kemasan tersebut memiliki kelemahan yaitu tidak dapat dikelim atau seal sehingga sulit dalam aplikasinya.

Berdasarkan perbandingan yang telah dilakukan pada perlakuan suhu penyimpanan dan dosis bahan penyerap maka diperoleh hasil terbaik adalah penyimpanan suhu dingin dengan dosis zeolit 5 dan 10%. Penyimpanan suhu dingin menjadi pilihan karena salah satu cara untuk menjaga kesegaran buah-buahan adalah penyimpanan pada suhu rendah. Penyimpanan dibawah suhu 15ºC dan diatas titik beku adalah dikenal sebagai penyimpanan dingin (chilled storage). Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara untuk menghambat turunnya mutu buah-buahan disamping pengaturan kelembapan dan komposisi udara serta penambahan zat-zat pengawet kimia. Pendinginan juga akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air, menurunkan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada buah yang disimpan. Selain itu, dengan menggunakan suhu rendah juga akan menghambat atau mencegah reaksi kimia, reaksi enzimatis atau pertumbuhan mikroba (Winarno dan Jenie, 1983). Dosis zeolit 5 dan 10% menjadi pilihan karena keduannya memiliki hasil yang sama baik selama penyimpanan. Sedangkan kemasan bahan penyerap yang dipilih adalah kertas berlapis polietilen karena memiliki ketahanan yang baik dan mudah diaplikasikan. Hasil terbaik yang dipilih pada tahap ini, selanjutnya akan dijadikan taraf perlakuan pada penelitian selanjutnya untuk penyimpanan buah salak pondoh dengan menggunakan teknik kemasan aktif.

B. KARAKTERISTIK BUAH SALAK PONDOH LUMUT

Buah salak pondoh di Indonesia terdiri dari berbagai macam jenis yang berbeda, baik pada kondisi fisik buah seperti ukuran, warna kulit dan jumlah biji, maupun karakteristik komponen kimia yang ada di dalamnya. Perbedaan jenis dan tingkat kematangan yang ada pada buah salak pondoh akan berpengaruh terhadap masa simpan buahnya.

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah salak pondoh lumut yang diperoleh dari Banjarnegara, Jawa Tengah dengan tiga tingkat kematangan yaitu kematangan 80%, 90% dan campuran. Pemilihan tiga kematangan tersebut didasarkan pada ketersediaan buah salak yang sesuai dengan minat konsumen atau kebutuhan pasar. Hasil karakterisasi buah salak pondoh lumut disajikan pada Tabel 6. untuk mengetahui komposisi yang terkandung dalam buah, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan atau pembanding terjadinya perubahan-perubahan selama penyimpanan.

(3)

16 Tabel 6. Karakteristik buah salak pondoh lumut (dalam 100 g bahan)

Komponen Kematangan (%)

80 90 Campuran

Kadar air (%) 77.05 79.17 78.12

Kadar serat (%) 10.24 7.93 9.09

TPT (oBrix) 15.00 18.00 17.00

Vitamin C (mg/100 g) 2.20 2.40 2.60

Kadar protein (%) 0.50 0.53 0.40

Kadar lemak (%) Organoleptik :

- Kesukaan Panelis (100%) - Warna Kulit

- Warna Daging Buah - Tekstur

- Rasa

0.08

100 Cokelat kekuningan

Putih kekuningan Getas dan renyah

Manis

0.07

100 Cokelat Kuning Masir Manis

0.08

100 Cokelat kekuningan

Kuning Masir Manis

Dari Tabel 6. dapat diketahui bahwa komponen penyusun tertinggi buah salak pondoh lumut adalah air. kadar air tertinggi sebesar 79.17 % adalah buah salak pondoh kematangan 90%, diikuti oleh kematangan campuran sebesar 78.12 % dan kematangan 80% sebesar 77.05 %. Kadar air buah salak pondoh lumut tinggi karena salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah tempat budidaya tanaman tersebut, dimana pada umumnya salak pondoh lumut dibudidayakan di daerah pegunungan.

Kandungan kadar air yang tinggi inilah yang membuat ketahanan dan daya simpan buah salak jenis ini sangat rendah. Dalam hal ini, buah salak pondoh kematangan 90% memiliki tingkat ketahanan yang paling rendah dibandingkan dengan kematangan campuran dan 80%. Berbeda dengan kandungan kadar airnya, kandungan serat tertinggi buah salak pondoh lumut dimiliki oleh buah dengan kematangan 80% sebesar 10.24 % yang diikuti oleh kematangan campuran sebesar 9.09 % dan kematangan 90% sebesar 7.93 %. Perbedaan kandungan serat ini dikarenakan perbedaan tekstur buah salak pada masing-masing tingkat kematangan. Buah salak kematangan 80% dan campuran cenderung memiliki tekstur yang renyah dan getas, sedangkan buah salak kematangan 90% tekstur buahnya lebih lembut atau masir. Hasil pengujian nilai total padatan terlarut nilai tertinggi adalah buah salak pondoh kematangan 90% sebesar 18.00 ºBrix, sedangkan kematangan campuran sebesar 17.00ºBrix dan kematangan 80% sebesar 15.00ºBrix. Tinggi rendahnya nilai ºBrix ini berpengaruh pada tingkat kemanisan buah salak pondoh. Dalam hal ini berarti buah salak kematangan 90% memiliki tingkat kemanisan yang paling tinggi dibandingkan dengan kematangan campuran dan 80%.

Berdasarkan hasil uji organoleptik, tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur buah, warna daging buah, dan rasa buah salak pondoh menunjukkan respon yang positif dengan nilai 100% suka.

Warna daging buah pada tingkat kematangan 80% dan 90% yaitu berwarna putih kekuningan dan kuning. Untuk warna daging buah pada kematangan campuran bervarisai mulai dari putih, putih kekuningan hingga yang berwarna kuning. Tekstur buah salak renyah dan getas dihasilkan dari buah salak pondoh kematangan 80%, dan tekstur masir serta lembut dihasilkan dari buah salak pondoh kematangan 90%. Buah salak kematangan campuran, tekstur buah menunjukkan hasil yang bervariasi mulai dari getas dan renyah hingga lembut dan masir. Hal ini dapat terjadi dikarenakan buah salak pondoh kematangan campuran merupakan buah salak yang diperoleh dari hasil panen tanpa dilakukan grading, sehingga di dalamnya terdapat berbagai macam tingkat kematangan berdasarkan usia pemanenan. Jika dilihat dari rasa buah, buah salak pondoh memiliki rasa yang manis baik buah salak pada tingkat kematangan 80%, 90% maupun campuran.

(4)

17

C. PERUBAHAN FISIK BUAH SALAK PONDOH

Selama penyimpanan pada umumnya buah-buahan akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimia. Perubahan yang terjadi dapat diakibatkan oleh berbagai macam hal, diantaranya dikarenakan kondisi kemasan dan lingkungan penyimpanan yang kurang mendukung, maupun proses alami yang dilakukan oleh buah-buahan itu sendiri seperti respirasi dan transpirasi. Dalam penyimpanan buah salak pondoh dengan menggunakan teknik kemasan aktif, perubahan-perubahan fisik yang terjadi dapat diketahui dari beberapa parameter pengujian seperti besarnya tingkat kerusakan dan susut bobot yang terjadi selama penyimpanan.

1. Tingkat Kerusakan

Tingkat kerusakan merupakan salah satu parameter uji yang digunkan untuk melihat perubahan yang terjadi selama penyimpanan dengan menghitung besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan yang terjadi pada bahan pertanian seperti halnya buah salak pondoh bermacam-macam penyebabnya, diantaranya kerusakan yang diakibatkan karena over ripe (lewat matang), kerusakan akibat cendawan, maupun kerusakan fisik dan mekanis seperti kerusakan akibat adanya benturan dan gesekan.

Sedangkan yang dimaksud buah rusak adalah apabila buah menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera yang dimanifestasikan seperti buah sudah layu, ditumbuhi oleh jamur yang tampak secara visual, menimbulkan bau busuk, daging buah lunak, berair serta tidak layak untuk dikonsumsi. Pada Gambar 6. disajikan histogram yang menunjukkan besarnya tingkat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan.

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 6. Laju perubahan tingkat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan

Tingkat kerusakan menggambarkan jumlah persentase buah salak pondoh yang mengalami kerusakan selama penyimpanan dalam tiap-tiap hari pengamatan. Berdasarkan histogram pada Gambar 6. Dapat dilihat bahwa kerusakan tertinggi adalah buah salak yang disimpan tanpa menggunakan tambahan zeolit sebagai bahan penyerap etilen (kontrol). Pada hari ke-17 penyimpanan buah salak pondoh yang disimpan tanpa menggunakan tambahan zeolit sebagai bahan penyerap etilen kerusakan yang terjadi telah mencapai 100%. Sedangkan beberapa perlakuan penyimpanan buah salak pondoh lainnya yang disimpan dengan menggunakan teknik kemasan aktif dengan tambahan zeolit sebagai bahan penyerap etilen besarnya kerusakan yang terjadi kurang dari 50% hingga hari ke-17 penyimpanan, dan beberapa perlakuan mampu bertahan hingga hari ke-23 penyimpanan (Lampiran 3).

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00

Laju perubahan tingkat kerusakan (%kerusakan/hari)

Perlakuan

80%

90%

campuran

(5)

18 Tingkat kerusakan terendah untuk buah salak pondoh kematangan 80% adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen dan polietilen normal (tanpa lubang) dosis zeolit 5% dengan laju perubahan 2.001 % kerusakan per hari. Buah salak pondoh kematangan 90% dan campuran tingkat kerusakan terendah adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen normal dosis zeolit 5 dan 10%

dengan laju perubahan masing-masing sebesar 2.931 dan 3.022 % kerusakan per hari.

Gambar 7. Kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan (hari ke-21 penyimpanan)

Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan dosis bahan penyerap berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan yang terjadi selama penyimpanan, sedangkan jenis dan kondisi kemasan serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan yang terjadi (Lampiran 3). Berdasarkan hasil uji lanjut dengan metode Duncan, perlakuan A1 dengan laju prubahan sebesar 7.7363 % keruakan per hari yaitu penyimpanan buah salak pondoh tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol) berbeda signifikan terhadap perlakuan A2 dan A3 yaitu penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan aktif dosis zeolit 5 dan 10% (Lampiran 3). Dosis zeolit 5 dan 10% tidak berbeda secara signifikan, dengan laju perubahan masing-masing sebesar 0.04576 dan 0.04325 % kerusakan per hari. Hal ini menunjukkan bahwa zeolit mampu menenakan laju etilen yang dihasilkan oleh buah selama penyimpanan berlangsung. Etilen merupakan suatu gas yang dihasilakan oleh buah-buahan diamana etilen bertindak sebagai hormon dalam tanaman yang memiliki efek fisiologi yang berbeda-beda pada buah dan sayuran segar. Etilen dapat mempercepat respirasi yang mengarah pada pematangan dan penuaan banyak jenis buah (Ahvenainen, 2003).

Dengan adanya etilen maka pematangan buah akan semakin cepat, sehingga kerusakan buah yang banyak diakibatkan oleh buah yang kelewat matang (over ripe) selama penyimpanan akan semakin besar. Cara yang paling umum dan efektif untuk mengurangi jumlah laju etilen yaitu menggunakan bahan penyerap etilen, salah satu bahan yang dapat digunakan adalah zeolit. Dengan struktur tiga dimensi yang terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan rongga-rongga yang berisi ion logam maka zeolit dapat digunakan sebagai bahan yang efektif untuk menekan laju etilen yang dihasilkan buah, sehingga penuaan dini atau kerusakan yang diakibatkan karena over ripe dapat diminimalkan.

2. Susut Bobot

Selama proses penyimpanan buah-buahan berlangsung, akan terjadi perubahan fisikokimia berupa penyerapan dan pelepasan air ke lingkungan penyimpanan. Dari peristiwa iniliah pada saat penyimpanan akan terjadi penyusutan susut bobot pada saat fase menuju kematangan. Kehilangan air bukan saja berpengaruh langsung terhadap kehilangan secara kualitatif, tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan tekstur (pelunakan dan pelembekan), kerusakan kandungan gizi dan kerusakan lainnya (kelayuan dan pengerutan) (Kader, 1992). Susut bobot yang terjadi selama penyimpanan dapat digunakan sebagai salah satu indikator penurunan mutu buah yang disimpan, dimana pada umumnya selama penyimpanan akan terjadi kenaikan susut bobot seiring

(6)

19 berlangsungnya waktu penyimpanan. Laju peningkatan susut bobot penyimpanan buah salak pondoh disajikan pada Gambar 8.

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 8. Laju perubahan susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan

Dari Gambar 8. secara umum dapat diketahui peningkatan susut bobot buah salak pondoh yang disimpan tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol), lebih tinggi dibandingkan dengan buah salak pondoh yang disimpan dalam kemasan aktif penyerap etilen. Buah salak pondoh kematangan 80%

yang disimpan dalam kemasan polipropilen normal dosis zeolit 10% memiliki susut bobot paling rendah dibandingkan buah salak pondoh kematangan 80% dengan perlakuan yang lain, dengan laju perubahan sebesar 0.0024 % susut bobot per hari. Buah salak kematangan 90% susut bobot terendah yaitu penyimpanan buah salak dalam kemasan polipropilen vakum dosis zeolit 5% dengan laju perubahan sebesar 0.0030 % susut bobot per hari. Sedangkan buah salak kematangan campuran susut bobot terendah adalah penyimpanan dalam kemasan polietilen vakum dosis zeolit 5 dan 10% dengan laju perubahan sebesar 0.0050 % susut bobot per hari.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan dosis bahan penyerap serta jenis dan kondisi kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot yang terjadi selama penyimpanan, namun hasil interaksi diantara keduanya tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap perubahan susut bobot yang terjadi (Lampiran 4). Uji lanjut dosis bahan penyerap dengan metode Duncan menunjukkan bahwa perlakuan A1 dengan laju perubahan sebesar 0.0373 % susut bobot per hari yaitu penyimpanan buah salak pondoh tanpa bahan penyerap (kontrol) berbeda signifikan dengan perlakuan A3 dan A2 yaitu penyimpanan buah salak pondoh dengan dosis zeolit 10 dan 5%. Hal ini dapat terjadi diduga karena adanya perbedaan fungsi kemasan yang digunakan. Dimana dalam penyimpanan dengan teknik kemasan aktif, kemasan dikombinasikan dengan zeolit yang dapat aktif menyerap etilen yang dihasilkan buah sehingga susut bobot yang terjadi selama penyimpanan dapat ditekan seminimal mungkin. Sedangkan untuk perlakuan dosis bahan penyerap keduanya tidak berbeda signifikan antara dosis zeolit 10 dan 5% dengan laju perubahan masing-masing sebesar 0.0086 dan 0.0057 % susut bobot per hari (Lampiran 4). Menurut pendapat Wills (1981), selama penyimpanan buah akan mengalami proses repirasi dan transpirasi, sehingga senyawa-senyawa kompleks yang terdapat di dalam sel seperti karbohidrat dipecah menjadi molekul-molekul sederhana seperti karbondioksida dan air yang mudah menguap. Dari peristiwa inilah, peningkatan susut bobot buah-buahan selama

0,00 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06

Laju perubahan susut bobot (% susut bobot/hari)

Perlakuan

80%

90%

campuran

(7)

20 penyimpanan terjadi. Zeolit sebagai bahan penyerap etilen mampu mengurangi laju produksi etilen yang dihasilkan buah, sehingga proses respirasi yang juga dipengaruhi oleh kerja etilen dapat dihambat. Oleh karena itu, buah salak pondoh yang disimpan menggunakan kemasan aktif penyerap etilen memiliki susut bobot lebih rendah dibandingkan dengan penyimpanan buah salak pondoh tanpa menggunakan bahan penyerap etilen.

Hasil uji lanjut jenis dan kondisi kemasan dengan metode Duncan menunjukkkan bahwa perubahan susut bobot tertinggi adalah perlakuan B3 yaitu kemasan polipropilen lubang dengan laju perubahan sebesar 0.021 % susut bobot per hari. Kemasan ini tidak berbeda secara signifikan dengan perlakuan B4 dan B1 yaitu kemasan polietilen vakum dan polietilen lubang dengan laju perubahan masing-masing sebesar 0.018 dan 0.016 % susut bobot per hari. Hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena dalam kemasan berlubang sering terjadi kontaminasi dari lingkungan luar tempat penyimpanan ke dalam kemasan melalui lubang yang ada dalam kemasan. Sehingga selama penyimpanan berlangsung, buah salak yang disimpan sering mengalami kerusakan mikrobilogi yang diakibatkan oleh adanya cendawan atau jamur. Kerusakan yang terjadi akibat mikroorganisme inilah yang menyebabkan tingginya peningkatan susut bobot yang terjadi. Sedangkan susut bobot terendah adalah perlakuan B2 yaitu kemasan polipropilen normal dengan laju perubahan sebesar 0.015 % susut bobot per hari. Jenis kemasan ini berbeda secara signifikan dengan perlakuan B3, B4, dan B1 namun tidak berbeda secara signifikan dengan perlakuan B5 dan B6 yaitu kemasan polietilen normal dan lubang (Lampiran 4). Kemasan polipropilen normal memiliki perubahan susut bobot terendah diduga karena selain kemasan polipropilen memiliki permeabilitas yang baik, dalam kemasan normal atau tanpa lubang tidak ada celah bagi mikroorganisme untuk masuk ke dalam kemasan sehingga kerusakan mikrobiologi yang diakibatkan oleh mikroorganisme seperti kapang dan jamur dapat diminimalkan.

Pada umumnya kemasan vakum dipilih karena pengemasan secara vakum merupakan salah satu pengemasan dengan atmosfer modifikasi untuk memperpanjang masa simpan buah dan sayuran.

Namun dalam penyimpanan buah salak, kemasan vakum tidak dapat berfungsi dengan baik karena dalam aplikasinya banyak kemasan yang bocor atau lepas vakum. Hal ini dikarenakan kemasan sering rusak akibat gesekan dengan kulit buah salak yang kasar dan sedikit berduri. Oleh karena itu perlakuan kemasan vakum dalam penyimpanan buah salak susut bobot yang terjadi lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan normal (tanpa lubang).

D. PERUBAHAN KIMIA BUAH SALAK PONDOH

1. Total Asam

Kandungan asam pada buah merupakan salah satu parameter dalam penentuan cita rasa.

Menurut Suter (1988), berdasarkan hasil pemisahan kromatografi gas dapat diidentifikasi 4 jenis asam organik pada buah salak yaitu asam sitrat, asam suksinat, asam malat dan asam adipat. Selama penyimpanan berlangsung kandungan total asam buah salak pondoh cenderung mengalami penurunan.

Secara keseluruhan hasil analisa perubahan total asam penyimpanan buah salak pondoh disajikan dalam Lampiran 5.

Analisa perubahan total asam selama penyimpanan menunjukkan hasil yang fluktuatif dari tiga tingkat kematangan buah salak pondoh yang diujikan. Buah salak pondoh kematangan 80% laju penurunan total asam tertinggi adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 5% dengan laju penurunan sebesar 0.026 mg/100 g bahan per hari. Sedangkan penurunan total asam terendahnya adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polietilen normal tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol) dengan laju perubahan sebesar 0.001 mg/100 g bahan per hari. Buah salak pondoh kematangan 90%, penurunan total asam tertinggi adalah

(8)

21 penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen lubang zeolit 10% dengan laju penurunan sebesar 0.076 mg/ 100 g bahan per hari dan penurunan terendahnya adalah kemasan polietilen normal tanpa lubang dosis zeolit 10% dengan laju penurunan sebesar 0.017 mg/100 g bahan per hari. Adapun untuk buah salak pondoh kematangan campuran, penurunan total asam tertinggi dengan laju penurunan sebesar 0.022 mg/100 g bahan per hari adalah penyimpanan buah slaak pondoh dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 5%, sedangkan penurunan terendahnya dengan laju penurunan sebesar 0.005 mg/100 g bahan per hari adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen vakum dosis zeolit 10%.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis bahan penyerap serta jenis dan kondisi kemasan berpengaruh nyata terhadap perubahan total asam selama penyimpanan, sedangkan interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadapa perubahan total asam yang terjadi (Lampiran 5).

Keterangan : A1 = zeolit 0% (kontrol) A2= zeolit 5% A3= zeolit 10%

Gambar 9. Histogram laju perubahan total asam terhadap dosis bahan penyerap

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 9. laju perubahan perlakuan kontrol sebesar -0.0076 mg/100 g bahan per hari lebih rendah diabandingkan dengan perlakuan dosis zeolit 10 dan 5%

sebesar -0.0194 dan -0.0210 mg/100 g bahan per hari. Hasil uji lanjut dengan metode Duncan (Lampiran 5), maka perlakuan dosis bahan penyerap menunjukkan bahwa dosis 5 dan 10% bahan penyerap tidak berbeda secara signifikan antara satu dengan yang lainnya, namun keduanya berbeda signifikan dengan perlakuan penyimpanan tanpa bahan penyerap (kontrol). Hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena pada akhir penyimpanan, beberapa perlakuan penyimpanan tanpa menggunakan bahan penyerap mengalami kenaikan total asam yaitu beberapa perlakuan pada tingkat kematangan campuran. Sedangkan pada perlakuan penyimpanan menggunakan bahan penyerap baik 5 dan 10%

keduannya mengalami penurunan kandungan asam pada seluruh perlakuan disemua tingkat kematangan. Pada umumnya selama penyimpanan buah-buahan mengalami penurunan kandungan asam, hal ini dikarenakan sebagian besar kandungan asam pada buah akan digunakan dalam kegiatan repirasi untuk menghasilkan energi yang dapat digunakan sebagai media mempertahankan hidup hingga buah mengalami kebusukan. Hal ini sesuai dengan pendapat suter (1998), dimana selama penyimpanan kandungan asam pada buah salak akan menurun yang diakibatkan karena adanya penurunan asam sitrat yang diubah menjadi senyawa lain atau sebagai substrat untuk respirasi dalam siklus krebs. Sedangkan kenaikan total asam yang terjadi ini dapat diakibatkan oleh adanya pembentukan asam sitrat pada saat respirasi. Pada saat respirasi berlangsung akan terjadi pemecahan

-0,025 -0,02 -0,015 -0,01 -0,005 0

A1 A2 A3

Laju perubahan total asam (mg/100 g bahan/hari)

(9)

22 polisakarida menjadi gula kemudian oksidasi gula menjadi menjadi asam piruvat dan setelah itu transformasi asam piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CO2, air, dan energi. Asam sitrat dapat dibentuk dari asam piruvat karena asam sitrat merupakan salah satu asam organik yang dibentuk pada siklus krebs (Phan et al., 1986).

Keterangan : B1 = polipropilen vakum B2 = polipropilen normal B3 = polipropilen lubang B4 = polietilen vakum B5 = polietilen normal B6 = polietilen lubang

Gambar 10. Histogram laju perubahan total asam terhadap jenis dan kondisi kemasan

Gambar 10. menunjukkan bahwa perubahan total asam tidak dipengaruhi oleh jenis kemasan, namun perubahannya lebih cenderung dipengaruhi oleh kondisi kemasan. Kondisi kemasan berlubang baik pada jenis kemasan polipropilen maupun polietilen menunjukkan penurunan total asam tertinggi.

Berdasarkan uji lanjut dengan metode Duncan (Lampiran 5), perlakuan jenis dan kondisi kemasan menunjukkan bahwa penurunan kandungan asam terendah adalah perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen vakum dengan laju perubahan sebesar -0.0102 mg/100 g bahan per hari dan jenis kemasan ini tidak berbeda dengan perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen normal, polietilen normal, dan polietilen vakum. Namun beberapa jenis dan kondisi perlakuan penyimpanan menggunakan tipe kemasan tersebut semuanya berbeda signifikan dengan perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen dan polietilen lubang.

Hal ini dapat terjadi diduga karena adanya perubahan yang dipengaruhi oleh proses respirasi dan besarnya laju kerusakan yang terjadi selama penyimpanan. Pada kondisi normal buah salak mengandung asam, namun dalam jumlah yang sedikit. Selama penyimpanan buah akan mengalami kegiatan alami yakni metabolisme, termasuk di dalamnya adalah proses respirasi. Selama proses respirasi berlangsung asam yang terkandung dalam buah akan dipecah menjadi rantai pendek yang bersifat volatil sehingga secara tidak langsung kandungan asam akan menurun. Dalam kemasan berlubang kegiatan respirasi lebih besar terjadi dibandingkan pada kemasan vakum dan kemasan normal, hal ini dapat diketahui dari besarnya tingkat kerusakan yang terjadi pada kemasan berlubang baik polipropilen maupun polietilen. Semakin cepat kegiatan respirasi berlangsung, maka semakin banyak jumlah kandungan asam yang akan dirombak untuk menghasilkan energi yang digunakan buah-buahan mempertahankan hidup hingga buah mengalami kebusukan.

2. Vitamin C

Nilai Vitamin C menunjukkan banyaknya mg asam askorbat dalam 100 g bahan berupa salak pondoh. Kandungan Vitamin C salak pondoh diawal penyimpanan sebesar 2.20 mg /100 gram buah

-0,03 -0,025 -0,02 -0,015 -0,01 -0,005 0

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Laju perubahan total asam (mg/100 g bahan/hari)

(10)

23 untuk buah salak kematangan 80%, 2.240 mg/100 gram buah untuk buah salak kematangan 90%, dan 2.60 mg/100 gram buah untuk buah salak kematangan campuran. Pada umumnya akan terjadi penurunan kadar Vitamin C dalam penyimpanan buah-buahan. Dalam penyimpanan salak pondoh ini selama penyimpanan juga terjadi penurunan kadar Vitamin C baik pada buah salak pondoh tingkat kematangan 80%, 90% maupun campuran.

Buah salak pondoh kematangan 80%, penurunan kadar vitamin C paling tinggi adalah penyimpanan dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 5% dengan nilai laju penurunan sebesar 0.062 mg/100 g bahan per hari. Dan nilai penurunan kadar Vitamin C terendah adalah penyimpanan buah salak dalam kemasan polietilen vakum dosis zeolit 10% dengan nilai laju penurunan sebesar 0.005 mg/100 g bahan per hari. Buah salak pondoh kematangan 90%, penurunan kadar Vitamin C tertinggi adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen vakum tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol) dengan nilai laju penurunan sebesar 0.119 mg/100 g bahan per hari. Sedangkan nilai penurunan kadar Vitamin C terendahnya adalah buah salak pondoh yang dikemas dalam kemasan polietilen vakum dosis zeolit 10% dengan nilai laju penurunan sebesar 0.001 mg/100 g bahan per hari. Buah salak pondoh kematangan campuran menunjukkan bahwa penurunan kadar Vitamin C tertinggi dengan nilai laju penurunan sebesar 0.123 mg/100 g bahan per hari adalah buah salak yang disimpan dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 5%. Sedangkan laju penurunan terendahnya dengan nilai laju penurunan sebesar 0.042 mg/100 g bahan per hari adalah buah salak yang dikemas dalam kemasan polipropilen normal dosis zeolit 5%.

Berdasarkan hasil uji statistik pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) menunjukkan bahwa seluruh perlakuan yang diberikan baik dosis bahan penyerap, jenis dan kondisi kemasan, maupun interaksi antara keduanya semua berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar Vitamin C selama penyimpanan (Lampiran 6).

Keterangan : A1 = zeolit 0% (kontrol) A2= zeolit 5% A3= zeolit 10%

Gambar 11. Histogram laju perubahan Vitamin C terhadap dosis bahan penyerap

Dari Gambar 11. dapat diketahui penurunan kadar Vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu penyimpanan buah salak pondoh tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol) yaitu sebesar -0.0743 mg/100g bahan per hari. Selanjutnya disusul oleh perlakuan A2 dan A1 yaitu perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dengan dosis zeolit 10% dan 5%, dengan nilai laju penurunan masing-masing perlakuan adalah -0.01170 dan -0.1620 mg/100 g bahan per hari. Hasil uji lanjut dengan metode Duncan, menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis yang diberikan, berbeda siginifikan antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya. Baik perlakuan dosis zeolit 0% (kontrol),

-0,18 -0,16 -0,14 -0,12 -0,1 -0,08 -0,06 -0,04 -0,02 0

A3 A2 A1

Laju perubahan Vitamin C (mg/100 g bahan per hari)

(11)

24 dosis zeolit 5%, maupun dosis zeolit 10% (Lampiran 6). Perlakuan buah salak pondoh yang disimpan tanpa menggunakan bahan penyerap (dosis 0%), memiliki penurunan kandar Vitamin C paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan penyimpanan dengan menggunakan bahan penyerap. Hal ini dapat terjadi diduga karena ada kaitannya dengan besarnya laju kerusakan yang terjadi selama penyimpanan. Selama penyimpanan, buah salak pondoh yang disimpan cenderung mengalami penurunan kadar Vitamin C yang bisa diakibatkan karena adanya proses oksidasi pada saat buah mengalami kerusakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Smith (1963), dimana saat penyimpanan berlangsung kerusakan yang terjadi dapat mengakibatkan terjadinya proses oksidasi. Proses oksidasi selanjutnya akan mendegradasi asam askorbat yang terkandung dalam buah menjadi asam dehidro- askorbat, sehingga menyebabkan kandungan Vitamin C dalam buah berkurang.

Keterangan : B1 = polipropilen vakum B2 = polipropilen normal B3 = polipropilen lubang B4 = polietilen vakum B5 = polietilen normal B6 = polietilen lubang

Gambar 12. Histogram laju perubahan Vitamin C terhadap jenis dan kondisi kemasan

Dari gambar 12. dapat diketahui bahwa perubahan kadar Vitamin C selama penyimpanan tidak disebabkan karena jenis kemasan, tetapi disebabkan karena kondisi kemasan. Berdasarkan hasil uji lanjut perlakuan jenis dan kondisi kemasan dengan metode Duncan, menunjukkan bahwa perlakuan pengemasan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen dan polietilen tidak berbeda signfikan, namun keduanya berbeda signifikan dengan beberapa perlakuan lainnya (Lampiran 6). Kemasan polietilen dan polipropilen lubang memiliki penurunan kandungan Vitamin C tertinggi dibandingkan dengan beberapa perlakuan lainnya pada jenis kemasan yang sama dengan kondisi pengemasan secara vakum dan normal, hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena dipengaruhi oleh besarnya tingkat kerusakan dan susut bobot yang terjadi pada tipe pengemasan tersebut. Kondisi pengemasan dengan lubang memiliki tingkat kerusakan dan susut bobot paling tinggi dibandingkan dengan kondisi pengemasan lainnya seperti vakum dan normal (tanpa lubang). Semakin tinggi kerusakan yang terjadi, maka oksidasi Vitamin C akan berlangsung cepat sehingga menyebabkan penurunan kadar Vitamin C yang tajam. Menurut pendapat Niam RK (2009), Vitamin C mudah teroksidasi dan dipercepat oleh panas, alkali, enzim, oksidator, serta katalis tembaga dan besi. Enzim oksidatif akan aktif jika terjadi perubahan sel akibat adanya kerusakan mekanis dan pembusukan ataupun pelayuan. Jika tidak ada enzim, oksidasi Vitamin C masih akan berlangsung namun dalam kecepetan yang lebih lambat.

-0,09 -0,08 -0,07 -0,06 -0,05 -0,04 -0,03 -0,02 -0,01 0

B1 B2 B5 B4 B3 B6

Laju perubahan Vitamin C (mg/100 g bahan/hari)

(12)

25 Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum

A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 13. Histogram perubahan Vitamin C terhadap dosis dan jenis serta kondisi kemasan

Dari gambar 13. dapat diketahui bahwa penurunan kadar Vitamin C tertinggi dihasilkan oleh seluruh perlakuan pengemasan tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol). Selain itu penurunan kadar Vitamin C tertinggi juga dihasilkan pada penyimpanan buah salak pondoh dalam kondisi kemasan berlubang baik polipropilen mapun polietilen dengan dosis zeolit 5 dan 10%. Penurunan kandungan Vitamin C terendah adalah perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen vakum dengan dosis zeolit 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut interaksi jumlah dosis bahan penyerap dengan jenis dan kondisi kemasan dengan metode Duncan, seluruh perlakuan penyimpanan tanpa menggunakan bahan penyerap tidak berbeda secara signifikan antara satu dengan yang lainnya dan seluruhnya berbeda signifikan dengan perlakuan lain yang menggunakan bahan penyerap.

Berdasarkan Gambar 13. Interaksi antara jumlah dosis bahan penyerap dengan jenis dan kondisi kemasan ada beberapa perlakuan yang mengalami kenaikan kadar Vitamin C pada akhir penyimpanan. Pristiwa ini dapat terjadi karena dalam beberapa kondisi, asam askorbat dapat terbentuk dari substrat hasil proses respirasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Phan et al., (1986) dimana banyak senyawa-senyawa penting disintesis dari hasil-hasil daur glikolitik dan daur krebs pada proses respirasi. Glukosa-6-PO4 yang dihasilkan dari pemecahan polisakarida dapat berperan sebagai substrat dalam pembentukan asam askorbat.

3. Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut terdiri atas komponen yang larut dalam air seperti glukosa, fruktosa, sukrosa dan protein yang larut dalam air. Total padatan terlarut menunjukkan kadar gula yang terkandung pada buah. Semakin tinggi nilai total padatan terlarut maka semakin besar pula kadar kemanisan buah. Analisis mengenai total padatan terlarut disajikan pada Lampiran 7.

Buah salak pondoh kematangan 80%, penurunan total padatan terlarut tertinggi yaitu buah salak pondoh yang disimpan dalam kemasan polipropilen vakum dosis zeolit 0% (kontrol) dengan nilai laju penurunan sebesar 0.115 ºBrix per hari, sedangkan penurunan terendahnya adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen vakum dosis zeolit 10% dengan nilai laju penurunan sebesar 0.010 ºBrix per hari. Selanjutnya untuk buah salak pondoh kematangan 90%, penurunan total padatan terlarut tertinggi adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polietilen lubang dosis zeolit 10% dengan nilai laju penurunan sebesar 0.350 ºBrix per hari, sedangkan penurunan terendahnya adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen lubang dosis zeolit 10% dengan nilai

-0,1 -0,08 -0,06 -0,04 -0,02 0 0,02

Laju perubahan Vitamin C (mg/100 g bahan/hari)

(13)

26 laju penurunan sebesar 0.075 ºBrix per hari. Adapun untuk buah salak pondoh kematangan campuran, penurunan total padatan terlarut tertinggi dengan nilai laju penurunan sebesar 0.155 ºBrix adalah buah salak yang disimpan dalam kemasan polipropilen lubang dosis zeolit 0% (kontrol). Sedangkan penurunan total padatan terlarut terendah dengan nilai laju penurunan sebesar 0.060 ºBrix adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polietilen normal dosis zeolit 10%.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis bahan penyerap berpengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan. Sedangkan jenis dan kondisi kemasan serta interaksi antara jumlah dosis bahan penyerap dengan jenis dan kondisi kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan (Lampiran 7).

Keterangan : A1 = zeolit 0% (kontrol) A2= zeolit 5% A3= zeolit 10%

Gambar 14. Histogram laju perubahan total padatan terlarut terhadap dosis bahan penyerap

Berdasarkan histogram pada Gambar 14. dosis bahan penyerap 0% (kontrol) memiliki penurunan total padatan terlarut tertinggi dengan laju penurunan sebesar -0.0949 ºBrix per hari.

Selanjutnya adalah dosis dosis zeolit 10% dengan laju penurunan sebesar -0.0326 ºBrix, dan dosis zeolit 5% yang memiliki penurunan total padatan terlarut terendah dengan laju penurunan sebesar -0.0163 ºBrix. Hasil uji lanjut dengan metode Duncan menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis bahan penyerap 5 dan 10% tidak berbeda signifikan, namun keduanya berbeda signifikan dengan perlakuan jumlah dosis 0% (kontrol) (Lampiran 7). Kandungan total padatan terlarut pada buah salak pondoh akan meningkat saat buah mengalami pematangan dan akan terus mengalami penurunan seiring bertambahnya waktu penyimpanan. Penurunan tersebut dapat terjadi dikarenakan kadar gula sederhana pada daging buah salak yang mengalami perubahan menjadi alkohol, aldehid, dan asam amino. Semakin lama penyimpanan, komponen gula yang terurai akan semakin banyak sehingga gula yang merupakan komponen utama dari total padatan terlarut akan mengalami penurunan. Dari hasil pengujian yang dilakukan, penurunan total padatan terlarut tertinggi adalah perlakuan jumlah dosis 0% atau penyimpanan buah salak tanpa menggunakan bahan penyerap. hal ini dapat terjadi diduga karena pengaruh dari peningkatan laju respirasi yang terjadi pada buah salak pondoh yang disimpan.

Produksi etilen yang seharusnya dapat ditekan seminimal mungkin oleh bahan penyerap tidak dapat dilakuakan dalam kemasan tanpa bahan penyerap, sehingga etilen tetap diproduksi dalam jumlah besar dan dapat mempercepat kegiatan respirasi. Semakin cepat respirasi maka pemecahan polimer karbohidrat akan semakin cepat pula terjadi.

-0,1 -0,08 -0,06 -0,04 -0,02 0

A3 A2 A1

Laju perubahan total padatan terlarut ºBrix/hari)

(14)

27

E. ORGANOLEPTIK

Pengujian organoleptik merupakan salah satu cara uji yang dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap mutu produk yang akan dipasarkan. Uji organoleptik pada umumnya dilakukan dengan metode hedonik atau metode tingkat kesukaan. Organoleptik merupakan penilaian seseorang mengenai sifat ataupun kulaitas suatu bahan, dengan beberapa parameter mutu yang diberikan kepada panelis untuk memberikan penilaian (Soekarto, 1985). Dalam penelitian ini pengujian organoleptik dilakukan pada hari ke-1, ke-10 dan ke-20 penyimpanan, sedangkan beberapa parameter uji yang diberikan adalah penilaian terhadap tekstur, aroma, rasa dan penerimaan secara umum terhadap sampel yang diberikan yaitu berupa buah salak pondoh.

1. Tekstur

Parameter uji tekstur yang diberikan kepada panelis digunakan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap tekstur utuh buah salak pondoh secara utuh. Penilaian tekstur dapat dilihat dari segi penampakan kulit buah, kesegaran buah dan kekerasan buah. Selama penyimpanan, buah salak pondoh cenderung mengalami penurunan susut bobot yang ditandai dengan perubahan-perubahan pada bentuk dan kesegaran buahnya. Menurut Pantastico (1986), penilaian tekstur akan mempengaruhi rasa buah bila diraba sebab tekstur akan menentukan ketegaran, kelunakan, kandungan cairan buah, berserabut, dan bertepung bagi buah dan sayuran.

Tingkat kematangan buah salak pondoh juga berpengaruh pada tekstur buah. Buah salak pondoh kematangan 80% memiliki tektur yang lebih keras dibandingkan dengan buah salak pondoh kematangan 90%. Buah salak pondoh kematangan campuran, tekstur buah lebih bervariasi dan beragam tergantung usia pemanenan buahnya. Pada hari ke-10 penyimpanan, tekstur buah salak pondoh masih sama seperti pada awal penyimpanan dilakukan, dan penilaian panelis masih menunjukkan respon yang positif. Adanya zeolit sebagai bahan penyerap dapat menghambat laju etilen yang dihasilkan buah, sehingga pelunakan buah atau perubahan tekstur buah akibat pematangan dan adanya reaksi metabolisme dapat diminimalkan. Berikut pada Gambar 15. disajikan histogram persentase tingkat kesukaan panelis terhadap tektur buah salak pondoh dengan tingkat kematangan 80%.

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 15. Histogram tingkat kesukaan tekstur buah salak pondoh tingkat kematangan 80%

A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6 H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

H-10 20 20 20 20 20 20 45 35 40 50 35 40 35 50 35 40 35 45

H-20 0 0 0 0 0 0 20 10 0 0 0 40 0 0 0 0 10 40

0 20 40 60 80 100

% Kesukaan

Perlakuan

(15)

28 Berdasarkan persentase tingkat kesukaan panelis untuk tekstur buah salak pondoh dengan kematangan 80%, perlakuan menggunakan dosis zeolit 5% dalam kemasan polietilen vakum dan dosis zeolit 10% dalam kemasan polipropilen normal lebih disukai panelis dibanding dengan beberapa perlakuan lainnya. Pada umumnya hingga hari ke-10 penyimpanan, tekstur buah salak pondoh masih sama seperti pada awal buah salak pondoh disimpan sehingga beberapa panelis memberikan respon yang positif. Pada hari ke-21 penyimpanan, penilaian panelis terhadap tekstur buah salak mulai berkurang. Sedangkan sampai hari ke-21 penyimpanan tektur buah salak yang disimpan dengan dosis zeolit 5 dan 10% dengan kemasan polietilen lubang masih menjadi pilihan paling disukai panelis.

Pada tingkat kematagan 90%, tekstur buah salak pondoh hingga hari ke-10 penyimpanan paling disukai panelis adalah perlakuan penyimpanan dengan dosis zeolit 5% dalam kemasan polipropilen normal. Berbeda dengan kematangan 80%, kematangan 90% penurunan kesukaan panelis terhadap tekstur buah salak lebih tinggi hingga hari ke-21 penyimpanan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada dasarnya buah salak kematangan 80% memiliki tekstur buah yang lebih keras pada awal penyimpanan, sedangkan buah salak kematangan 90% telah memasuki tahap matang sehingga tekstur buah masir atau sedikit lebih lembek. Berikut pada Gambar 16. disajikan histogram persentase kesukaan panelis terhadap tekstur buah salak pondoh kematangan 90%.

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 16. Histogram tingkat kesukaan tekstur buah salak pondoh kematangan 90%

Persentase kesukaan untuk kematangan campuran sesuai pada Gambar 17. dimana hingga hari ke-21 penyimpanan, perlakuan dosis zeolit 10% dalam kemasan polipropilen normal paling disukai panelis. Kematangan campuran pada dasarnya terdiri dari beberapa macam buah salak dengan umur panen yang bermacam dan bervariasi, namun dalam penelitian kali ini sebagaian besar yang ada dalam kematangan campuran adalah buah salak dengan umur panen antara 6.5-7 bulan dari masa penyerbukan bunga atau sama dengan kematangan 90%. Oleh karena itu, maka penilaian panelis pada tingkat kematangan ini tidak jauh berbeda dengan tingkat kematangan 90%, sehingga penurunan respon penilaian panelis terhadap tingkat kesukaan lebih tinggi dibandingkan buah salak kematangan 80%.

A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6 H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

H-10 25 25 25 25 25 25 40 40 35 30 40 35 30 65 30 35 25 35

H-20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30 0 0 0 0 10 20 30

0 20 40 60 80 100

% Kesukaan

Perlakuan

(16)

29 Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum

A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 17. Histogram tingkat kesukaan tekstur buah salak pondoh kematangan campuran

Pada umumnya tekstur buah salak akan mengalami perubahan seiring berjalannya waktu penyimpanan. Pelunakan tekstur buah salak disebabkan karena degradasi komponen-komponen dinding sel seperti pektin. Pektin yang tidak larut dalam air berupa protopektin akan berubah menjadi pektin yang larut dalam air selama penyimpanan akibat adanya proses metabolisme, sehingga menyebabkan pelunakan pada buah. Pada suhu dingin, aktifitas enzim yang berperan dalam degradasi tersebut dapat dihambat sehingga tekstur buah salak pondoh yang disimpan relatif lebih keras.

Namun kandungan pektin dalam buah salak tidak terlalu besar sehingga penurunan kekerasan lebih banyak disebabkan karena kehilangan air selama penyimpanan. Menurut Broune (1976), pengaruh lunaknya buah-buahan karena terjadinya perubahan komposisi dinding sel akibat perubahan tugor dinding sel yang memengaruhi kerenyahan dan kesegaran buah. Kehilangan tugor disebabkan membesarnya vakuola karena sel perenkim yang menyerap air.

2. Aroma

Aroma yang khas selalu timbul di sekitar buah-buahan yang sedang masak. Senyawa-senyawa utama yang ditemuakan adalah ester-ester alkohol alifatik dan asam-asam lemak berantai pendek.

Melalui indera penciuman, aroma biasanya digunakan sebagai parameter untuk menentukan rasa.

Aroma khas buah salak pondoh dapat mengalami perubahan selama penyimpanan berlangsung.

Perubahan ini terjadi lebih banyak diakibatkan oleh adanya akumulasi gas CO2 yang ada di dalam kemasan sehingga terjadi reaksi fermentasi yang dapat merusak aroma buah yang disimpan.

Aroma yang dihasilkan buah salak berbeda antara satu kematangan dengan kematangan lainnya. Buah salak kematangan 90%, aroma khas buah lebih tajam terasa dibandingkan dengan buah salak kematangan 80%. Hal ini dikarenakan buah salak kematangan 90% kondisi buah dalam keadaan matang dan masir sehingga aroma yang dihasilkan oleh buah ini lebih tajam. Dari berbagai perlakuan yang diberikan, untuk buah salak pondoh kematangan 80% aroma buah salak yang disimpan sampai hari ke-10 paling disukai panelis adalah penyimpanan buah salak dengan dosis zeolit 10% dalam kemasan polipropilen vakum dan normal (tanpa lubang). Selama penyimpanan cenderung terjadi penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma buah salak yang disimpan, hingga hari ke-21 penyimpanan aroma buah salak yang paling disukai panelis adalah perlakuan penyimpanan dengan

A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6 H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

H-10 30 30 30 30 30 30 15 15 20 10 40 5 15 15 15 15 30 30

H-20 0 0 0 0 0 0 10 30 0 0 20 0 10 40 0 0 30 0

0 20 40 60 80 100

% Kesukaan

Perlakuan

(17)

30 dosis zeolit 10% yang dikemas dalam kemasan polipropilen normal atau tanpa lubang. Persentse kesukaan panelis terhadap aroma buah salak kematangan 80% disajikan pada Gambar 18.

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 18. Histogram tingkat kesukaan aroma buah salak pondoh kematangan 80%

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 19. Histogram tingkat kesukaan aroma buah salak pondoh pada tingkat kematangan 90%

Berdasarkan Gambar 19. dapat diketahui bahwa buah salak kematangan 90%, aroma buah salak paling disukai panelis hingga hari ke-10 adalah perlakuan penyimpanan dengan dosis zeolit 5%

dalam kemasan polietilen normal atau tanpa lubang. Namun perubahan persentase kesukaan terjadi pada hari ke-21. Pada hari ke-21 penyimpanan, pilihan konsumen terhadap aroma buah salak paling disukai adalah penyimpanan buah salak dengan dosis zeolit 5 dan 10% dalam kemasan polipropilen dan polietilen lubang. Hal ini dapat terjadi diduga karena dalam kemasan, kandungan oksigen rendah

A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6 H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

H-10 20 20 20 20 20 20 40 35 25 45 35 50 55 55 35 30 55 30

H-20 0 0 0 0 0 0 0 10 40 0 10 40 0 50 0 0 40 20

0 20 40 60 80 100

%Kesukaan

Perlakuan

A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6 H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

H-10 20 20 20 20 20 20 30 25 25 30 50 35 45 40 40 30 40 35

H-20 0 0 0 0 0 0 20 0 30 10 0 0 30 10 10 10 0 30

0 20 40 60 80 100

% Kesukaan

Perlakuan

(18)

31 dan kandungan karbondiokasida tinggi sehingga terjadi akumulasi karbon dioksida yang menyebabkan terjadinya fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ulrich (1986), perubahan aroma selama penyimpanan dapat disebabkan juga oleh adanya kandungan oksigen yang terlalu rendah. Bila selama penyimpanan tidak terdapat oksigen atau rendahnya konsentrasi oksigen maka buah akan

“tercekik” (pernafasan terhenti) sehingga akan timbul alkohol dan aroma yang buruk.

Dalam kemasan berlubang karbondioksida yang dihasilkan buah selama respirasi dapat keluar melalui lubang dalam kemasan, selain itu kebutuhan oksigen juga dapat tercukupi sehingga akumulasi karbondioksida dapat dicegah. Berbeda pada kemasan tanpa lubang, ketika oksigen telah habis digunakan dalam proses metabolisme tidak ada asupan oksigen dari luar kemasan, begitu juga karbondioksida yang tidak dapat keluar dari kemasan karena tidak adanya lubang sebagai media sirkulasi.

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 20. Histogram tingkat kesukaan aroma buah salak pondoh kematangan campuran.

Berbeda dengan dua tingkat kematangan sebelumnya, buah salak pondoh kematangan campuran (Gambar 20) hasil penilaian uji hedonik aroma buah salak menunjukkan bahwa buah salak yang disimpan tanpa menggunakan tambahan zeolit sebagai bahan penyerap (kontrol), menjadi pilihan yang paling disukai oleh panelis hingga hari ke-10 penyimpanan. Namun pada hari ke-21 buah salak tanpa bahan penyerap sudah tidak mampu bertahan (rusak atau busuk). Hal ini dapat terjadi mungkin dikarenakan dalam perlakuan kontrol hingga hari ke-10 kebutuhan O2 masih tersedia dan belum terjadi akumulasi CO2. Selama penyimpanan berlangsung, buah-buahan akan melakukan proses metabolisme, termasuk respirasi di dalamnya. Proses respirsi yang dilakukan, selain karena pengaruh etilen yang dihasilkan oleh buah, proses respirasi juga memerlukan oksigen untuk mengahsilkan energi. Ketika oksigen di dalam kemasan telah habis digunakan dalam kegiatan respirasi, maka respirasi yang terjadi akan bersifat anaerobik. Proses respirasi yang bersifat anaerobik inilah yang akan mempengaruhi aroma dan rasa pada buah yang disimpan dalam kemasan, karena respirasi anaerobik akan menghasilkan atanol dan etanal akibat akumulasi karbondioksida yang ada di dalam kemasan.

Pada umumnya selama penyimpanan terjadi penurunan penilain skor panelis terhadap aroma buah salak yang disimpan. Menurut Ulrich (1986), penurunan atau penyimpangan aroma dapat

A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6 H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

H-10 35 35 35 35 35 35 5 10 5 5 25 25 20 10 20 15 25 25

H-20 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 10 0 0 10 0 0 10 0

0 20 40 60 80 100

% Kesukaan

Perlakuan

(19)

32 disebabkan oleh adanya penimbunan etanol dan etanal. Bersama dengan timbulnya bau dan rasa yang tidak dikehendaki pada buah-buahan ini, biasanya akan berpengaruh terhadap warna buah tersebut.

3. Rasa

Dalam pengujian organoleptik rasa buah salak yang dilakukan secara hedonik, maka tidak semua sampel perlakuan di ujikan karena pada akhir penyimpanan terdapat beberapa sampel perlakuan yang tidak layak untuk dikonsumsi. Pada umumnya dalam penilaian secara hedonik parameter rasa akan berhubungan atau dipengaruhi oleh parameter aroma. Karena aroma dapat digunakan sebagai salah satu parameter uji terhadap rasa berdasarkan bantuan dari indera penciuman.

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 21. Histogram tingkat kesukaan rasa buah salak pondoh kematangan 80%.

Dari histogram pada Gambar 21. Dapat diketahui persentase kesukaan panelis terhadap rasa buah salak pondoh kematangan 80% menunjukkan adanya respon penilaian panelis yang postif. Pada hari ke-10 rasa buah salak paling disukai adalah buah salak yang disimpan tanpa menggunakan bahan penyerap (kontrol), namun selanjutnya penyimpanan tanpa menggunakan bahan penyerap tidak dapat diujikan pada hari ke-21 karena untuk seluruh perlakuan tanpa bahan penyerap kerusakan telah mecapai 100% pada hari ke-17 penyimpanan. Pada hari ke-21 penyimpanan aroma buah salak pondoh yang disukai oleh panelis adalah buah salak yang disimpan dengan zeolit 10% dalam kemasan polietilen lubang. Pada hari ke-10 penyimpanan penilaian rasa buah salak yang disimpan dengan perlakuan ini kurang disukai panelis, hal ini terjadi karena selama penyimpanan buah akan mengalami pematangan sehingga diakhir penyimpanan buah salak kematangan 80% akan menjadi lebih manis dan memiliki tektur yang lembut.Selama penyimpanan berlangsung, buah-buahan akan mengalami proses pematangan. Pada umumnya buah-buahan akan berasa manis apabila dalam keadaan matang.

Menurut Apandi (1984), sesudah panen pati yang terdapat dalam bentukan timbunanan dalam sel jaringan, biasa ditransformasi menjadi gula-gula sakarosa, glukosa, dan fruktosa. Perubahan yang terjadi pada karbohidrat ini merupakan perubahan yang mencolok pada buah-buahan. Gula bertambah oleh hidrolisa polisakarida pati, sekalipun sebagian dari gula telah digunakan dalam proses respirasi.

A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6 H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

H-10 30 30 30 30 30 30 25 20 5 20 25 10 5 20 0 5 5 5

H-20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 10 20 0 30 20 30

0 20 40 60 80 100

% Kesukaan

Perlakuan

(20)

33 Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum

A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 22. Histogram tingkat kesukaan rasa buah salak pondoh pada tingkat kematangan 90%.

Berdasarkan Gambar 22. Dapat diketahui perubahan persentase kesukaan terhadap rasa buah salak kematangan 90%. Pada tingkat kematangan 90% pada dasarnya buah yang disimpan adalah buah salak yang matang sehingga selama penyimpanan perubahan yang terjadi adalah perubahan pada tekstur buah, sepertihalnya pelunakan dan penyusutan buah sehingga mempengaruhi tingkat kesukaan panelis diakhir penyimpanan. Pada hari ke-10 penyimpanan buah salak kematangan 90% respon panelis masih baik sehingga diperoleh perlakuan terbaik adalah penyimpanan buah salak dengan zeolit 10% dalam kemasan polietilen normal atau tanpa lubang. Namun seiring bertambahnya masa simpan maka terjadi penurunan penilaian panelis. Pada hari ke-21 penyimpanan penilaian panelis menunjukkan respon yang kurang baik, hal ini disesbabkan karena pada hari ke-21 buah salak yang disimpan telah melewati batas matang (over ripe) sehingga mempengaruhi penilaian panelis. Selain itu, kandungan gula yang ada dalam buah selama penyimpanan digunakan dalam proses respirasi dan diubah menjadi alkohol dan asam yang mana secara tidak langsung akan mempengaruhi rasa buah salak yang disimpan.

Keterangan : A1 = 0% zeolit (kontrol) B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum A2 = 5% zeolit B2 = Polipropilen normal B5 =Polietilen normal A3 = 10% zeolit B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang

Gambar 23. Histogram tingkat kesukaan rasa buah salak pondoh pada tingkat kematangan campuran.

A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6 Hari-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

H-10 25 25 25 25 25 25 35 30 25 40 30 30 25 45 30 35 50 30

H-20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 20 0 0 0 0 10 10 20

0 20 40 60 80 100

% Kesukaan

Perlakuan

A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A1B5 A1B6 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A2B5 A2B6 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 A3B5 A3B6 H-1 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

H-10 35 35 35 35 35 35 20 15 25 20 30 15 5 30 10 15 25 25

H-20 0 0 0 0 0 0 10 20 0 0 40 0 0 40 0 0 20 0

0 20 40 60 80 100

% Kesukaan

Perlakuan

Gambar

Gambar 7. Kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan (hari ke-21 penyimpanan)
Gambar 8. Laju perubahan susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan
Gambar 9. Histogram laju perubahan total asam terhadap dosis bahan penyerap
Gambar 10. Histogram laju perubahan total asam terhadap jenis dan kondisi kemasan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 7, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan 95% ( α =0.05) perlakuan coating minyak, kemasan, dan interaksi antara minyak dengan

Sedangkan untuk perlakuan kemasan dan penumpukan kemasan selama simulasi transportasi (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan kemasan polietilen yang tidak ditumpuk memiliki

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada perlakuan P2 (pengeringan matahari selama 7 jam), P3 (perlakuan matahari selama 21 jam), P1 (pengeringan matahari

Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 9E) diketahui, bioavailabilitas zat besi cookies kontrol yang dicampur AMDK, susu, air teh, maupun air kopi tidak berbeda

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan ANNOVA (Lampiran 2) yang dilanjutkan uji Duncan (Lampiran 3), dapat dilihat bahwa dari kelima formula yang digunakan dalam

Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 25) terhadap interaksi antara komposisi gas dan lama penyimpanan menunjukkan bahwa bakso ikan nila merah yang kemas dalam udara biasa

Berdasarkan hasil uji Duncan terhadap perubahan parameter mutu CPO selama pengaliran yang disajikan pada Lampiran 24, terlihat bahwa selama pengaliran terjadi

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan tekanan 1 bar selama 5 menit berbeda nyata dengan perlakuan tekanan lainnya, memiliki nilai indeks urease tertinggi