• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Prosedur Pembelian dan Pencatatannya

a. Prosedur Pembelian

Berdasarkan penelitian lapangan diketahui bahwa PT XYZ telah menetapkan adanya prosedur baku untuk melakukan pembelian.

Adapun prosedur pembelian di PT XYZ adalah sebagai berikut:

1). Permintaan pembelian;

Prosedur ini ditandai dengan pembuatan surat permintaan

pembelian, yang merupakan formulir yang diisi oleh pemakai atau gudang untuk meminta bagian pembelian untuk melakukan

pembelian barang dengan jenis, jumlah, dan mutu seperti yang

tersebut dalam surat tersebut. Surat ini dibuat rangkap 2 yaitu satu

lembar untuk bagian pembelian dan satu lembar untuk bagian

pemakai atau gudang.

2). Permintaan penawaran harga dan pemilihan pemasok;

Prosedur ini dilakukan oleh bagian pembelian dengan

menginmkan beberapa surat permintaan penawaran harga kepada

beberapa pemasok. Surat ini digunakan untuk meminta penawaran

harga untuk barang-barang yang pengadaannya tidak bersifat

repetitive dan yang menyangkut jumlah rupiah pembelian yang

47

(2)

besar. Dari surat penawaran harga yang masuk akan dipilih untuk menentukan pemasok mana yang dipilih sebagai pemasok perusahaan;

3). Order pembelian

Merupakan prosedur yang dilakukan bagian pembelian untuk memesan barang kepada pemasok yang telah dipilih. Dokumen ini dibuat 4 rangkap yaitu lembar pertama untuk dikirimkan kepada pemasok, lembar kedua untuk arsip bagian pembelian, dan lembar ketiga untuk arsip bagian keuangan sebagai kontrol atas pembelian yang akan dilakukan, dan perencanaan pembayarannya. Dan lembar keempat dikirimkan kebagian gudang atau pemakai sebagai tindak lanjut atas permintaan pembelian dan sebagai persiapan untuk penerimaan barang;

4). Penerimaan barang

Prosedur ini dilaksanakan oleh bagian gudang atau pemakai dalam

bentuk laporan penerimaan barang. Dokumen ini dibuat oleh

bagian gudang atau pemakai barang yang menunjukkan bahwa

barang yang diterima dari pemasok telah memenuhi kuantitas dan

mutu seperti yang tercantum dalam surat order pembelian;

5). Pencatatan utang dan persediaan

Prosedur ini adalah untuk melakukan pencatatan atas pembelian yang telah dilakukan dengan ditandai dengan telah dibuatnya laporan penerimaan barang oleh bagian gudang atau pemakai dan

(3)

telah diterimanya faktur penjualan dari pemasok. Pencatatan pembelian dilakukan oleh bagian keuangan, sedangkan pencatatan persediaan kedalam kartu persediaan dilakukan oleh bagian gudang/pemakai.

Prosedur pembelian tersebut dilaksanakan oleh beberapa

bagian yaitu bagian gudang atau pemakai, bagian pembelian, dan bagian keuangan yang akan mencatat pembelian dan pelunasannya.

b. Pencatatan Pembelian

PT XYZ mencatat pembelian sesuai dengan prinsip akrual, yaitu dicatat pada saat pembelian itu terjadi walaupun belum diikuti dengan

adanya pembayaran. Dan baru akan dicatat disisi kredit pada saat

dibuat ayat penutup diakhir tahun buku. Sebagai ilustrasi dapat dilihat contoh sebagai berikut:

Tanggal 10 Oktober 2004 PT XYZ melakukan pembelian dari PT

ABC sebesar Rp 100.000.000 dengan PPN sebesar Rp 10.000.000

dengan jatuh tempo tanggal 10 Nopember 2004. Berikut ini proses

pencatatannya:

10 Oktober 2004 Pembelian Rp 100.000.000 PajakMasukan Rp 10.000.000

Hutang Dagang Rp 110.000.000 10 Nopember 2004 Hutang Dagang Rp 110.000.000

Kas/Bank Rp 110.000.000

(4)

31 Desember2004 Iktisar Laba/Rugi Rp 100.000.000 Pembelian Rp 100.000.000

2. Pencatatan Faktur Pajak Pembelian dan Pelaporan SPT Masa PPN.

a. Pencatatan Faktur Pajak Pembelian.

Faktur Pajak Pembelian dicatat oleh PT XYZ sebagai unsur aktiva lancar dengan nama perkiraan "Pajak Masukan". Pajak Masukan ini dicatat disebelah debet pada saat perusahaan memperoleh Faktur Pajak tersebut dari penjual. Dan dicatat di sebelah di kredit pada saat Faktur

Pajak tersebut dilaporkan di SPT Masa PPN. Sebagai ilustrasi dapat

dilihat contoh sebagai berikut:

Tanggal 10 Oktober 2004 PT XYZ melakukan pembelian tunai dari PT

ABC sebesar Rp 100.000.000 dengan PPN sebesar Rp 10.000.000.

Atas Faktur Pajak Pembelian ini dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa

Pajak Oktober 2004 yang dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak pada

tanggal 5 Nopember 2004. Berikut ini proses pencatatannya :

10 Oktober 2004 Pembelian Rp 100.000.000 Pajak Masukan Rp 10.000.000

Kas/Bank Rp 110.000.000

30 Oktober 2004 Pajak Keluaran Rpxxx

Pajak Masukan Rp 10.000.000

Kas/Bank Rp xxx

(5)

b. Pelaporan Faktur Pajak Pembelian di SPT Masa PPN

Atas Faktur Pajak Pembelian yang diterima PT XYZ dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Formulir II95 Bl (Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan). Perusahaan mempunyai kebijaksanaan Faktur Pajak Pembelian harus dikreditkan pada Masa Pajak saat diterimanya faktur tersebut. Namun apabila terdapat Faktur Pajak Pembelian yang belum dikreditkan sesuai ketentuan tersebut, PT XYZ akan tetap

mengkreditkan Faktur Pajak Pembelian tersebut pada Masa Pajak berikutnya sebelum batas waktu pengkreditan Faktur Pajak berakhir.

Apabila terdapat Faktur Pajak Pembelian yang karena satu dan lain hal tidak dikreditkan, PT XYZ akan membebankannya sebagai biaya pajak pada tahun berjalan dan sebagai pengurang laba bruto perusahaan.

3. Data-data yang dipinjam.

Data-data yang dipinjam sebagai bahan penelitian sebagai berikut:

TabeU.l

Daftar Dokumen yang digunakan Sebagai Bahan Penelitian No

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10 11 12 13

Nama Dokumen Laporan Laba Rugi Neraca

Daftar Pembelian

Surat Permintaan Pembelian Surat Permintaan Penawaran Harga Ke Pemasok

Surat Penawaran Harga Surat Pesanan Barang Surat Jalan Pengiriman Faktur Penjualan (Pemasok) Faktur Pajak Pembelian Buku Hutang

Kartu Persediaan

Bukti Pembayaran Hutang

2003 Ya Ya Ya Ya

Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

2004 Ya Ya Ya Ya

Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

Keterangan Tahun 2004 Laporan

maupun

dokumen hanya Semester I.

Sumber : PT XYZ, diolah.

(6)

B. Dampak Faktur Pajak Pembelian Bermasalah Terhadap Tingkat Profitabilitas dan Likuiditas Perusahaan

1. Penelitian Faktur Pajak Pembelian (Masukan) a. Penelitian Formal Faktur Pajak Pembelian

1). Penerbit Faktur Fiktif

Penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan ada yang terkait dengan Faktur Pajak

Fiktif atau tidak. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan

data Faktur Pajak Masukan dengan Daflar Penerbit Faktur Pajak

Fiktif yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak. Apabila berdasarkan hasil penelitian, diketahui terdapat Faktur Pajak

Masukan yang masuk Daftar Penerbit Faktur Pajak Fiktif tersebut,

atas Faktur Pajak Masukan tersebut harus dikoreksi dan dikeluarkan dari Pajak Masukan yang dikreditkan didalam SPT

Masa PPN.

2). Tidak Cacat Administratif

Penelitian ini untuk mengetahui adanya kesalahan penulisan dan

kelengkapan isi Faktur Pajak. Misalnya apakah tedapat coretan-

coretan yang tidak perlu, tip-ex, atau kesalahan penulisan lainnya.

(7)

b. Penelitian Material Faktur Pajak Pembelian

Penelitian Mateial bertujuan untuk mengetahui apakah isi dari Faktur

Pajak Masukan telah benar pengisiannya dan sesuai dengan ketentuan

pembuatan dan isi Faktur Pajak Standar. Penelitian ini berupa :

1) Penelitian Nomor dan Kode Faktur Pajak

Penelitian ini untuk mengetahui apakah Faktur Pajak Masukan yang diterima perusahaan mempunyai Nomor dan Kode Faktur Pajak yang benar yang sesuai dengan aturannya, misalnya :

"ABCDE-123-1234567"

Penjelasan :

-. ABCDE, merupakan kode Faktur Pajak untuk masing-masing PKP

-. 123, merupakan kode KPP tempat PKP terdaftar

-. 1234567, merupakan 7 digit nomor urut Faktur Pajak yang diterbitkan

2) Penelitian Identitas Penjual

Didalam identitas penjual ini harus dituliskan secara lengkap dan

benar, Nama, Alamat, NPWP, dan Tanggal Pengukuhan. Apabila

terdapat data yang belum diisi dengan lengkap, Faktur Pajak

tersebut harus dikembalikan kepada Penjual (PKP Penerbit).

3) Penelitian Identitas Pembeli

Identitas Pembeli harus dicantumkan secara lengkap dan benar, Nama, Alamat, NPWP. Dalam hal ini PT XYZ sebagai pembeli.

(8)

4) Penelitian Uraian BKP/JKP

Dalam kolom uraian BKP/JKP harus diisikan secara jelas Barang Kena Pajak atau Jasa kena Pajak yang diserahkan PKP Penjual kepada PKP Pembeli.

5) Penelitian Penulisan angka-angka transaksi

Penelitian ini dilakukan dengan meneliti apakah penulisan Harga Jual, Penggantian, Uang Muka, Termijn secara benar sesuai dengan

Faktur Komersial yang ada.

6) Penandatanganan

Penelitian ini untuk mengetahui apakah Faktur Pajak ditanda

tangani oleh pejabat yang berwenang, misalnya Direktur

Perusahaan, ataukah tanda tangan dibuat dengan cap.

7) Saat Penerbitan

Penelitian ini untuk mengetahui apakah Faktur Pajak diterbitkan

masih dalam batasan waktu penerbitan Faktur Pajak seperti

diuraikan di bab II.

c. Hasil Penelitian Faktur Pajak Pembelian

Penelitian Faktur Pajak Pembelian Tahun 2003

Penulis melakukan penelitian Faktur Pajak Pembelian (Masukan),

dengan membandingkan data pemasok PT XYZ dengan daftar yang

dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Ternyata terdapat pemasok

(9)

yang diindikasikan terkait dengan penerbit atau pengedar Faktur Pajak

Pembelian bermasalah.

Hasil penelitian formal untuk tahun 2003 sebagai berikut:

Tabel 4.2

Rekapitulasi Penelitian Formal Faktur Pajak Pembelian tahun 2003

No

51 52 53 54 55 56

Nama Pemasok

PTDUM PTDUM PTDUM PTDUM PTPES PTPES

Tanggal Beli

DesO3 DesO3 DesO3 DesO3 Des03 DesO3

Masuk Daftar DJP

Ya Ya Ya Ya Ya Ya

Kesalahan Administratif

Sumber : PT XYZ, diolah.

Penjelasan:

-. "Ya" Masuk Daftar DJP berarti bahwa Nama Pemasok terdapat

dalam Daftar penerbit/pengedar Faktur Pajak Fiktif yang

dikeluarkan DJP

-. "Tidak" Masuk Daftar DJP berarti bahwa Nama Pemasok tidak

terdapat dalam Daftar penerbit/pengedar Faktur Pajak Fiktif yang

dikeluarkan DJP

(10)

Penelitian Faktur Pajak Pembelian semester I tahun 2004

Penulis melakukan penelitian formal dengan membandingkan data

pemasok PT XYZ dengan daftar yang dikeluarkan oleh Direktorat

Jenderal Pajak, dan juga membandingkannya dengan daftar pembelian

tahun 2003 untuk mengetahui kontinyuitas pembelian. Berdasarkan

penelitian untuk semester I tahun 2004 diketahui masih terdapat

transaksi pembelian dari pemasok bermasalah seperti yang terjadi di

tahun 2003. Adapun hasil penelitiannya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3

Rekapitulasi Penelitian Formal Faktur Pajak Pembelian Semester I Tahun 2004

No

41 42 43 44

Nama Penjual

PTDUM PTPES PTPES PTHWS

Tanggal Beli

Jan 04 FebO4 FebO4 Mar 04

Masuk Daftar DJP

Ya Ya Ya Tidak

Kesalahan Administratif

Sumber:PTXYZ,Diolah

Penjelasan :

-. "Ya" Masuk Daftar DJP berarti bahwa nama pemasok terdapat dalam Daftar Penerbit Faktur Pajak Fiktif yang dikeluarkan DJP, Tidak berarti sebaliknya

-. Kesalahan Administratif, berarti Faktur Pajak terdapat kesalahan administrasi seperti yang dijelaskan di Bab II.

(11)

2. Penelitian pembelian

Faktur Pajak Pembelian atau biasanya disebut dengan Faktur Pajak

Masukan tidak dapat dipisahkan dari transaksi utamanya yaitu Pembelian.

Bahkan tidak tertutup kemungkinan terdapat pembelian yang tidak diikuti dengan diperolehnya Faktur Pajak Pembelian. Hal ini terjadi apabila pembelian berasal dari penjual yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha

Kena Pajak sehingga tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak Pembelian.

Dalam penelitian ini, penulis membatasi diri hanya melakukan penelitian pembelian yang berasal dari penjual yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sehingga dapat menerbitkan Faktur Pajak.

Untuk mengetahui apakah pembelian yang terjadi benar atau tidak, peneliti menggunakan pendekatan arus dokumen, arus uang dan arus barang. Hasil penelitian ini diharapkan bahwa pembelian dapat dipilah yang benar dan yang tidak benar. Berikut ini tahapan yang penulis gunakan untuk meneliti pembelian, yaitu :

a. Arus Dokumen

Metode ini adalah penelitian dengan melakukan penelusuran terhadap dokumen-dokumen yang terkait dengan pembelian. Mulai dari surat penawaran harga dari pemasok, dokumen pesanan barang termasuk

memperhatikan identitas penjual, surat jalan barang masuk, faktur

penjualan, dan Faktur Pajaknya, serta kapan jatuh tempo pembayaran dan dokumen pelunasannya. Apakah dari dokumen-dokumen tersebut jelas runtutannya atau tidak. Apabila terdapat kejanggalan, misalnya

(12)

tidak ditemukannya surat jalan barang atau terdapat perbedaan data

dalam dokumen tersebut, mengindikasikan adanya pembelian yang

mesti diawasi atau diteliti lebih lanjut

b. Arus Uang

Apabila berdasarkan arus dokumen ditemukan kejanggalan perlu ditindaklanjuti dengan penelitian arus uangnya. Didalam penelitian arus uang ini sangat perlu diperhatikan apakah uang yang dikeluarkan sesuai dengan jumlah pembelian yang dilaporkan. Disamping itu apakah pembayaran juga ditujukan kepada pemasok atau ke pihak lainnya. Terdapat kemungkinan dokumen-dokumen tersebut runtut, tetapi itu hanyalah dokumen rekayasa yang tidak diikuti dengan transaksi pembelian sebenarnya. Apabila arus uang sesuai maka tinggal satu hal lagi yang mesti dilakukan untuk mengetahui apakah pembelian itu benar atau tidak, yaitu analisis arus barang.

c. Arus Barang

Analisis terakhir adalah dengan menelusuri arus barangnya. Apakah

barang yang muncul di dalam dokumen itu benar masuk ke gudang

pembeli atau tidak. Arus barang ini dapat ditelusuri dengan menghitung kuantitas barang yang masuk kegudang dibandingkan dengan kuantitas barang yang keluar sesuai laporan penjualan dan

saldo persediaan yang masih ada di gudang. Lebih tepat lagi apabila dapat ditelusuri atas barang yang dibeli dari pemasok tertentu dapat

diketahui dikeluarkan lagi dari gudang untuk dijual ke pelanggan yang

jelas.

(13)

Hasil Penelitian Pembelian a. Pembelian tahun 2003.

Penelitian pembelian dilakukan dengan melakukan analisa arus

dokumen, arus kas, dan arus barang atas pembelian-pembelian dari

pemasok yang telah penulis tetapkan sebagai sample maupun yang

dicurigai. Berdasarkan analisis arus dokumen diketahui bahwa seluruh

dokumen mulai dari surat pesanan barang, surat jalan, nota penjualan dan Faktur Pajak jelas menunjukkan identitas pemasok PT XYZ.

Khusus pemasok yang bermasalah tersebut terdapat kejanggalan yaitu tidak jelasnya identitas salesman. Dari penelitian arus uang, diketahui bahwa pembayaran ke pemasok tersebut dilakukan dengan pemberian

cek tunai sebelum tanggal jatuh tempo, bukan dilakukan dengan

transfer uang ke rekening pemasok padahal untuk sebagian besar

pemasok pembayaran melalui transfer antar rekening. Untuk penelitian

arus barang tidak ada masalah karena barang memang diterima oleh

perusahaan dan telah dibukukan dan dipergunakan untuk proses

produksi. Rekapitulasi hasil penelitian material sebagai berikut:

Tabel 4.4

Rekapitulasi Penelitian Material atas Pembelian Tahun 2003

No

51 52 53 54 55 56

Nama Penjual

PTDUM PTDUM PTDUM PTDUM PTPES PTPES

Tanggal Beli

DesO3 DesO3 DesO3 DesO3 DesO3 DesO3

Arus Dokumen

Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai

Arus Uang

Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai

Arus Barang

Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sumber : PT XYZ, Diolah

(14)

Penjelasan :

-. Arus Dokumen "sesuai", maksudnya adalah seluruh dokumen yang

terkait pembelian lengkap.

-. Arus Uang "sesuai", maksudnya adalah terdapat bukti pembayaran

kepada pemasok tersebut

-. Arus Barang "sesuai", maksudnya adalah barang yang dibeli benar-

benar ada dan telah diterima bagian gudang/pemakai

Rekapitulasi pembelian bermasalah.

Tabel 4.5

Rekapitulasi Pembelian Bermasalah untuk tahun 2003 No

1 2 3 4 5 6

Nama Pemasok

PTDUM PTDUM PTDUM PTDUM PTPES PTPES

Tanggal Pembelian

Des 2003 Des 2003 Des 2003 Des 2003 Des 2003 Des 2003 Jumlah Pembelian

Jumlah Pembelian

Rp 291.394.260 Rp 281.427.730 Rp 154.845.530 Rp 220.613.720 Rp 233.646.080 Rp 100.375.000

Keterangan

Rp 1.282.302.320 Sumber : PT XYZ, Diolah

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa telah terjadi 6 (enam) kali transaksi pembelian dari pemasok-pemasok yang ternyata

mereka terkait dengan penerbit Faktur Pajak Bermasalah dengan nilai pembelian sebesar Rp 1.282.302.320. Akibatnya adalah Faktur Pajak Masukan tidak diakui tetapi pembelian tetap diakui.

(15)

b. Pembelian Semester I Tahun 2004

Penelitian pembelian dilakukan dengan penelitian arus dokumen, penelitian arus kas, penelitian arus barang hasilnya sama dengan

penelitian yang dilakukan untuk tahun buku 2003 terdapat transaksi

pembelian namun Faktur Pajaknya bermasalah. Temuan lainnya adalah

ditemukan transaksi pembelian bermasalah sebesar Rp 238.196.620

yang tidak sesuai dengan bukti pendukungnya.

Kesalahan bukan karena pembelian yang berasal dari

perusahaan yang masuk daftar penerbit faktur fiktif, tetapi karena

kesalaha pencatatan bagian keuangan. Berdasarkan penelitian

kebenaran material atas pembelian, diketahui terdapat pembelian yang tidak didukung dengan arus dokumen, arus barang, maupun arus uang yang benar. Dari arus barang diketahui adanya pembelian yang

kuantitas barangnya diinput lebih besar dari yang seharusnya sehingga

nilai pembelian lebih besar. Namun setelah ditelusuri dengan arus

dokumen terdapat perbedaan kuantitas barang yang dibeli. Demikian juga dengan arus kas terdapat selisih pembayaran hutang dibandingkan jumlah hutang dagang yang muncul untuk pemasok tersebut.

Berdasarkan kartu persediaan terdapat sisa barang yang belum terjual

dari pembelian tetapi tidak terdapat digudang.

(16)

Adapun rekapitulasi penelitian material atas Pembelian untuk

semester I tahun 2004 sebagai berikut:

Tabel 4.6

Rekapitulasi Penelitian Material atas PembelianTahun Semester I 2004

No

41 42 43 44

Nama Penjual

PTDUM PTPES PTPES PTHWS

Tanggal Beli

Jan 04 FebO4 FebO4 Mar 04

Arus Dokumen

Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai

Arus Uang

Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai

Arus Barang

Sesuai Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Sumber : PT XYZ. Diolah

Penjelasan:

1. Arus Dokumen "sesuai", maksudnya adalah seluruh dokumen yang

terkait pembelian lengkap, tidak sesuai berarti sebaliknya

2. Arus Uang "sesuai", maksudnya adalah terdapat bukti pembayaran kepada pemasok tersebut, tidak sesuai berarti sebaliknya

3. Arus Barang "sesuai", maksudnya adalah barang yang dibeli benar-

benar ada dan telah diterima bagian gudang/pemakai, tidak sesuai

berarti sebaliknya.

(17)

3). Rekapitulasi penelitian pembelian bermasalah untuk Semester I tahun 2004 sebagai berikut:

Tabel 4.7

Rekapitulasi Pembelian Bermasalah Semester I Tahun 2004 No

1 2 3 4

Nama Pemasok

PTDUM PTDUM PTDUM PTHWS

Tanggal Pembelian

JAN 04 FEB04 FEB04

MAR 04 Jumlah Pembelian

Jumlah Pembelian

Rp 265.186.580 Rp 236.005.070 Rp 240.533.180 Rp 741.724.830 Rp 238.196.620

Keterangan

Rp 979.921.450

Berdasarkan penelitian diatas dapat diperoleh kesimpulan yaitu:

pertama, pembelian semester I tahun 2004 sebesar Rp 741.724.830 dari pemasok bermasalah yang terjadi seperti di tahun 2003 Faktur Pajaknya dinyatakan bermasalah sehingga harus dikoreksi. Tetapi pembeliannya benar karena didukung dengan bukti dan hasil penelitian material. Kedua, harus dilakukan koreksi pembelian untuk semester I 2004 sebesar Rp 238.196.620 yang merupakan selisih lebih pencatatan pembelian. Tetapi Faktur Pajaknya tidak bermasalah dan tidak harus dilakukan koreksi.

3. Analisis Keuangan

Analisis ini digunakan untuk mengetahui dampak pembelian bermasalah terhadap laporan keuangan. Analisis ini dilakukan dengan meneliti unsur-unsur laporan keuangan yang terpengaruh pembelian bermasalah dan dampaknya dalam laporan keuangan. Kemudian disusun

(18)

laporan keuangan komparatif antara laporan keuangan awal dan laporan keuangan setelah diungkapnya pembelian yang bermasalah, untuk kemudian dilakukan analisis dampaknya.

Untuk menghitung dampak pembelian/Faktur Pajak bermasalah terhadap laporan keuangan ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:

a. Membuat rekapitulasi pembelian yang bermasalah;

Atas pembelian/Faktur Pajak yang bermasalah dibuat rekapitulasi secepatnya. Yang terbaik apabila pembelian/Faktur Pajak bermasalah

dapat diketahui pada bulan/tahun berjalan sebelum tutup buku, sehingga dapat segera dilakukan pencegahan agar pembelian/Faktur

Pajak bermasalah tidak terulang lagi pada masa berikutnya.

b. Melakukan identifikasi pengaruhnya terhadap pos-pos laporan

keuangan;

Atas pembelian/Faktur Pajak bermasalah tersebut segera dilakukan

analisis apakah hanya bermasalah di Faktur Pajaknya atau juga

termasuk pembeliannya juga bermasalah. Hal ini sangat penting untuk

mengetahui unsur laporan keuangan yang terpengaruh.

c. Menghitung pajak tambahan atas pembelian bermasalah tersebut;

Berdasarkan analisis tersebut dapat segera diketahui dampaknya

terhadap kewajiban perpajakan akibat transkasi tersebut, apakah hanya

di laporan SPT PPNnya saja atau juga berdampak terhadap laporan

SPT Tahunan PPh Pasal 25/29. Dan satu hal lagi apakah atas SPT

(19)

tersebut telah dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak ataukah belum;

d. Menyusun kembali laporan keuangan setelah koreksi dan menghitung

pengaruh pembelian bermasalah terhadap laporan keuangan dan perpajakan;

Setelah tiga tahap tersebut, segera disusun kembali laporan keuangan yang baru. Masalahnya apakah telah dilakukan tutup buku atau belum.

Karena apabila telah dilakukan tutup buku, hanya pos-pos neraca yang terkena dampaknya.

e. Melakukan analisis terhadap perubahan laporan keuangan setelah koreksi.

Setelah menyusun kembali laporan keuangan berdasarkan koreksi pembelian/Faktur Pajak bermasalah, dan dibandingkan dengan laporan sebelumnya. Kemudian dilakukan analisis seberapa besar pengaruhnya

baik dalam persentase maupun dalam rupiah.

Berikut ini hasil penelitian data untuk tahun 2003 sesuai dengan tahapan

yang telah diuraikan diatas :

a. Rekapitulasi pembelian/Faktur Pajak bermasalah.

Rekapitulasi pembelian/Faktur Pajak bermasalah telah diketahui

dipembahasan sebelumnya disubbab analisis pembelian.

b. Melakukan identifikasi pengaruhnya terhadap pos-pos laporan

keuangan;

(20)

Adapun pos-pos Laporan Keuangan yang terpengaruh adalah sebagai

berikut:

label 4.8

Rekapitulasi Pos-Pos Laporan Keuangan Yang Terpengaruh Tahun

2003

No Nama Perkiraan Jumlah Koreksi Keterangan

Pembelian Hutang Pajak Laba Ditahan

Rp Rp Rp

Tidak ada koreksi 141.053.255

141.053.255 Sumber : PT XYZ, Data Diolah

Penjelasan :

1). Pembelian tidak ada koreksi karena hanya Faktur Pajak Pembelian yang bermasalah, sedangkan pembeliannya tetap diakui seluruhnya.

2). Hutang Pajak dikoreksi Rp 141.053.255 dengan perhitungan pokok pajak (PPN) yang harus dibayar Rp 128.230.232 dan sanksi bunga sebesarRp 12.823.023.

3). Laba Ditahan berkurang sebesar Rp 141.053.255 sebesar penambahan hutang pajak karena tahun 2003 telah dilakukan tutup buku.

c. Menghitung pajak tambahan atas pembelian bermasalah tersebut;

Tabel 4.9

Rekapitulasi Koreksi Kewajiban Pajak Tahun 2003

No Jenis Pajak Jml Koreksi Pajak Terutang Sanksi

PPh PasaI25/29

PPN 1.282.302.320

Rp

Rpl28.230.232 Rp

Rp 12.823.023 Sumber : PT XYZ, Diolah

(21)

Penjelasan :

1). PPh Pasal 25/29 tidak terdapat koreksi

2). PPN dikoreksi sebesar Rp 128.230.232 dengan perhitungan 10 % dari koreksi sebesar Rp 1.282.302.320.

3). Sanksi dikoreksi sebesar Rp 12.823.023 dengan perhitungan 2 % perbulan selama 5 bulan.

d. Menyusun kembali laporan keuangan setelah koreksi

Atas dasar koreksi-koreksi diatas, penulis segera menyusun Laporan

Keuangan Komparatif untuk tahun 2003 antara laporan keuangan

sebelum koreksi dengan laporan keuangan setelah dilakukan koreksi.

Laporan Keuangan Komparatif dapat dilihat di Lampiran 1 dan 2

e. Melakukan analisis terhadap perubahan laporan keuangan setelah

koreksi.

Dari Laporan Keuangan Komparatif tahun 2003 dapat terlihat dengan

jelas besaran pengaruh pembelian bermasalah terhadap laporan

keuangan dan kewajiban perpajakan, rekapitulasinya sebagai berikut:

(22)

TabeU.10

Analisis Dampak Koreksi Terhadap Laporan Keuangan dan Perpajakan Tahun 2003

Pos Yang Dikoreksi

Laporan Keuangan Pembelian

Hutang Pajak Laba Ditahan

Perpajakan PPh Pasal 25/29 Sanksi Administrasi PPN

Sanksi Administrasi

Jumlah Awal

Rp Rp Rp

Rp Rp Rp Rp

15.179.336 445.625 1.049.607

370.210 705.348

.277 .100 .295

.400

-

.281

Koreksi

Rp Rp 141 (Rpl41

Rp Rp Rp 128 Rp 12

.053 053

230 823

-

.255 255)

-

-

.232 023

%

0,000%

31.65%

13.44%

0,000%

0,000%

18,18%

10.00%

Penjelasan:

a. Pembelian tahun 2003 tidak terdapat koreksi

b. Hutang Pajak bertambah sebesar Rp 141.053.255 atau sebesar 32.65 %

dari kondisi awal.

c. Laba Ditahan berkurang sebesar Rp 141.053.255 sebesar nilai pajak

yang harus dibayar kembali, karena telah tutup buku sehingga hanya

berpengaruh terhadap pos-pos neraca.

d. PPh Pasal 25/29 tidak terpengaruh

e. PPN bertambah sebesar 10 % dari nilai pembelian yang terkait dengan

penerbit Faktur Pajak bermasalah

f. Sanksi PPN dihitung selama 5 bulan dengan sanksi 2 % perbulan dari PPN tambahan yang harus dibayar.

(23)

Untuk Semester I tahun pajak 2004 berbeda dengan tahun 2003 dimana kesalahan diketahui pada saat belum dilakukan tutup buku dan juga belum dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka pengaruh

yang timbul sebagai berikut:

a. Karena belum dilakukan tutup buku maka koreksi yang dilakukan oleh

kantor akuntan publik berpengaruh terhadap pos-pos Laba Rugi tahun

berjalan. Koreksi ini akan mempengaruhi nilai pos-pos yang dikoreksi

secara keseluruhan dalam tahun 2004. Pos yang terpengaruh adalah

pos pembelian, beban pajak, dan pos-pos neraca yang terkait

b. Berdasarkan penelitian material untuk pembelian terdapat dua jenis

perlakuan yaitu untuk transaksi pembelian yang merupakan kelanjutan

kesalahan tahun 2003 maka pembeliannya tetap dapat diakui

pembeliannya karena memang hanya kesalahan formal yang terjadi.

Tetapi atas kesalahan kedua pembelian harus dilakukan koreksi karena

memang terdapat kesalahan secara material. Tetapi justru Faktur

Pajaknya benar karena sesuai dengan transaksi yang sebenarnya.

c. Atas kesalahan tersebut diatas, perusahaan harus melakukan perbaikan

laporan keuangan dan laporan perpajakan. Untuk laporan pajak

bulanan dengan SPT Masa PPN harus dilakukan pembetulan SPT

dengan mengeluarkan jumlah Faktur Pajak yang dikoreksi, dan

menambah penyetoran PPN ke kas negara sejumlah koreksi tersebut.

Kantor Pelayanan Pajak akan terbit Surat Tagihan Pajak untuk menagih sanksi administrasi atas pembetulan SPT tersebut sebesar 2 %

(24)

perbulan dari nilai koreksi. Sedangkan untuk laporan tahunan tidak menjadi persoalan karena perusahaan masih dapat memperbaiki

laporan keuangannya sebelum tutup buku dan sebelum melaporkan

SPT Tahunan PPh Pasal 25/29.

Berdasarkan analisis data Semester I tahun 2004 diatas dapat disusun

rekapitulasi sebagai berikut:

a. Rekapitulasi pembelian/Faktur Pajak bermasalah.

Rekapitulasi pembelian/Faktur Pajak bermasalah telah diketahui di

pembahasan sebelumnya disubbab analisis pembelian.

b. Melakukan identifikasi pengaruhnya terhadap pos-pos laporan keuangan;

Tabel4.ll

Rekapitulasi Pos-Pos Laporan Keuangan Yang Terpengaruh Semester I Tahun 2004

No 1 2 3 4 5

Nama Perkiraan Pembelian Kas/Bank Hutang Dagang Hutang Pajak Laba Ditahan

Jumlah Koreksi (Rp 238.196.620) (Rp 221.159.537) (Rp 238.196.620) Rp 71.458.986 (Rp 54.421.903)

Keterangan

Sumber : PT XYZ, Data Diolah Penjelasan:

1). Pembelian dikoreksi sebesar Rp 238.196.620 yang berasal dari

pembelian yang salah pencatatannya.

2). Kas/Bank berkurang sebesar Rp 221.159.537 berasal dari adanya

penambahan pajak tahun 2003 sebesar Rp 141.053.255 dan tambahan

PPN Semester I tahun 2004 sebesar Rp 80.106.282. Sedangkan adanya penambahan PPh Pasal 25/29 semester I tahun 2004 sebesar Rp

(25)

71.458.800 belum diikuti dengan adanya pembayaran karena baru akan

diperhitungkan diakhir tahun, tetapi telah diakui sebagai penambahan

hutang pajak sebesar Rp 71.458.800.

3). Hutang Dagang berkurang sebesar Rp 238.196.620 yang berasal dari

pembelian yang salah pencatatannya.

4). Hutang Pajak bertambah Rp 71.458.986 dengan perhitungan

penambahan hutang tahun 2003 Rp 141.053.255, penambahan hutang

di Semester I tahun 2004 Rp 151.565.268 dan adanya pembayaran di

tahun 2004 sebesar Rp 221.159.537.

e. Perhitungan penambahan kewajiban pajak setelah koreksi:

Tabel4.12

Rekapitulasi Koreksi Kewajiban Pajak Semester I Tahun 2004

No

1 2

Jenis Pajak

PPh Pasal 25/29 PPN

Jml Koreksi Rp 238.196.000 Rp 741.724.830

Pajak Terutang

Rp 71.458.986 Rp 74.172.483

Sanksi

Rp

Rp 5.933.799 Sumber : PT XYZ, Data Diolah

Penjelasan :

1). PPh Pasal 25/29 bertambah sebesar Rp 71.458.986 dengan perhitungan

30 % dikalikan koreksi pembelian sebesar Rp 238.196.620.

2). PPN bertambah sebesar Rp 74.172.483 dengan perhitungan 10 %

dikalikan pembelian yang tersangkut dengan Faktur Pajak bermasalah.

Sedangkan sanksinya sebesar Rp 5.933.799 berasal dari bunga 2 %

perbulan selama 4 bulan.

(26)

f. Menyusun Laporan Keuangan Komparatif.

Atas dasar koreksi-koreksi diatas, penulis segera menyusun Laporan

Keuangan Komparatif untuk Semester I tahun 2004 antara laporan

keuangan sebelum koreksi dengan laporan keuangan setelah dilakukan

koreksi. Laporan Keuangan Komparatif dapat dilihat di Lampiran 3

dan 4.

Tabel 4.13

Analisis Dampak Koreksi Terhadap Laporan Keuangan dan Perpajakan Semester I Tahun 2004

No

I 1 2 3 4 5

II 1 2 3 4

Pos Yang Dikoreksi

Laporan Keuagan Pembelian

Kas/Bank Hutang Dagang Hutang Pajak Laba Ditahan

Perpajakan PPh Pasal 25/29 Sanksi Administrasi PPN

Sanksi Administrasi

Jumlah Awal

Rp Rp Rp Rp Rp

Rp Rp Rp Rp

10.840 1.024 7.312 836 1.991

299.

585.

.315 .467 .483 .728 .938

667.

597.

.478 .132 .331 .738 .614

200

-

846

-

Koreksi

(Rp 238.196.620) (Rp221.159.537) (Rp

Rp (Rp

Rp Rp Rp Rp

238.196.620) 71.458.986 54.421.903)

71.458.986

-

74.172.483 5.933.799

%

-2,197%

-21.59%

-3.26%

8.54 % -2.73%

23.45%

0,000%

12.67%

8.00%

Sumber : PT XYZ, Data Diolah Penjelasan:

1). Pembelian dikoreksi sebesar Rp 238.196.620 atau sebesar 2.197 % dari

total pembelian yang dilaporkan. Jumlah ini akan sangat berdampak

terhadap posisi Harga Pokok Penjualan dan Laba kotor perusahaan.

2). Kas/Bank berkurang cukup besar sebesar 21.59 %. Ini akan sangat mempengaruhi tingkat likuiditas perusahaan.

(27)

3). Hutang Dagang berkurang sebesar Rp 238.196.620 atau sebesar 3.26

%, pengurangan ini lebih kecil persentasenya dibandingkan dengan

pengurangan kas sehingga perubahan tingkat likuiditas lebih terasa.

4). Hutang Pajak bertambah sebesar Rp 71.458.986. Penambahan ini

setara dengan 8.54 % dari total hutang pajak.

5). PPh Pasal 25/29 bertambah Rp 71.458.986, penambahan ini berpengaruh terhadap penurunan laba bersih perusahaan sehingga

dampaknya adalah tingkat profitabilitas perusahaan menurun.

6). PPN bertambah sebesar Rp 74.172.483, ini akan menyebabkan penambahan pengeluaran kas/bank.

7). Sanksi PPN ini diperoleh dari sanksi sebesar 2 % perbulan selama 4

bulan.

4. Analisis Profitabilitas

Analisis ini digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen yang

ditunjukkan dengan laba bersih yang dihasilkan dari penjualan dan

investasi perusahaan. Sebelum menghitung tingkat profitabilitas perusahaan setelah koreksi akibat pembelian/Faktur Pajak bermasalah,

akan dilakukan terlebih dahulu perhitungan tingkat profitabilitas

perusahaan pada kondisi awal. Hal ini perlu, supaya perubahan yang terjadi akibat adanya pembelian yang bermasalah jelas terlihat

a. Tingkat Profitabilitas sebelum koreksi

(28)

Berikut ini adalah perhitungan tingkat profitabilitas PT XYZ pada kondisi awal sebelum koreksi:

Tahun 2003

Margin Laba atas Penjualan = Laba Bersih x 100 % Penjualan

= Rp 922.157.600 x 100%

Rp 22.232.819.091

= 4.15%

Return On Investment = (Laba Bersih + Beban Bunga Bersih) x 100%

Total Aktiva

= 922.157.600 + (107.935.965 x .71 x!00%

Rp 16.580.648.748

= 6.02 %

Return On Net Worth = Laba Bersih x 100 % Modal

Rp 922.157.600 x 100%

Rp 2.049.607.295

= 44.99 %

Tahun 2004 Semester I

Margin Laba atas Penjualan = Rp 757.556.800 x 100%

Rp 17.196.293.935

= 4.41 %

Return On Investment = 757.556.800 + (218.729.074 x .7) x 100%

Rp 25.737.754.258

= 3.54%

Return On Net Worth = Rp 757.556.800 x 100%

Rp 6.991.938.614 10.83%

(29)

Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa pada

kondisi awal, perusahaan memiliki tingkat Margin Laba tahun 2003 sebesar 4.15 % yang berarti bahwa setiap Rp 1.000 rupiah penjualan

akan menghasilkan laba bersih sebesar 4.15 % atau sebesar Rp 41,50.

Untuk semester I tahun 2004 tingkat margin laba mengalami

peningkatan menjadi 4.41 %. Tetapi kondisi sebaliknya terjadi pada

Return On Investment dimana pada semester I 2004 mengalami

penurunan dibandingkan tahun 2003. Tahun 2003 tingkat ROInya

sebesar 6.02 % sedangkan tahun 2004 hanya 3.54 %. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan jumlah aktiva yang sangat signifikan

karena adanya penambahan modal disetor dan penjualan yang lebih baik.

Sedangkan besarnya Return On Net Worth semester I tahun

2004 jauh merosot dibandingkan tahun 2003. Penyebabnya karena adanya penambahan modal disetor sebesar 400 % dari modal awal.

Pada tahun 2003 tingkat Return On Net Worth pada modal disetor

sebesar Rp 1.000.000.000 adalah sebesar 44.99 %, sedangkan di Semester I tahun 2004 dengan modal disetor Rp 5.000.000.000, tingkat Return On Net Worthnya, hanya sebesar 10.83 %.

b. Tingkat Profitabilitas setelah koreksi

Setelah diketahui koreksi-koreksi yang terjadi akibat adanya

pembelian bermasalah, langkah selanjutnya adalah dengan menyusun

(30)

Laporan Keuangan Komparatif antara Laporan Keuangan Kondisi Awal dengan Laporan Keuangan Setelah Koreksi. Laporan Keuangan ini dapat dilihat di lampiran. Berdasarkan laporan keuangan setelah koreksi tersebut dapat dihitung tingkat profitabilitasnya sebagai berikut:

Tahun 2003

Margin Laba atas Penjualan = Rp 922.157,600 x 100%

Rp 22.232.819.091

- 4.15%

Return On Investment = 922.157.600 + (107.935.965 x .1) x 100%

Rp 16.580.648.748

= 6.02 %

Return On Net Worth = Rp 922.157.600 x 100%

Rp 1.908.554.040

= 48.32 %

Tahun 2004 Semester I

Margin Laba atas Penjualan = Rp 924.294.000 x 100%

Rp 17.196.293.935 5.37 %

Return On Investment = 924.294.000 + (218.729.074 x .7) x 100%

Rp 25.516.594.721

= 4.22 %

Return On Net Worth = Rp 924.294.000 x 100 % Rp 6.937.516.711

13.32%

Seperti telah dijelaskan diatas, untuk tahun 2003 yang terkena

dampak pembelian/Faktur Pajak bermasalah hanya posisi Neraca dan

(31)

tidak sedikitpun mempengaruhi Laporan Laba Rugi. Karena kondisi tersebut, tidak akan berdampak kepada besarnya Margin Laba dan ROI setelah koreksi. Berbeda halnya dengan pengaruhnya terhadap Return On Net Worth. Pada tahun 2003 setelah koreksi pembelian bermasalah, tingkat Return On Net Worthnya. justru naik menjadi sebesar 48.32 % dari sebelumnya sebesar 44.99 %. Ini terjadi karena jumlah modal yang ada berkurang seiring dengan penurunan laba ditahan karena adanya beban pajak tambahan akibat pembelian yang bermasalah.

Untuk semester I tahun 2004, koreksi atas pembelian bermasalah berdampak terhadap tingkat margin laba perusahaan.

Sebelum dilakukan koreksi tingkat Margin Laba sebesar 4.41 % meningkat menjadi 5.37 %. Ini terjadi karena adanya pengurangan pengakuan pembelian dalam jumlah yang sangat material yaitu Rp 238.196.620, sehingga laba kotor dan laba bersih perusahaan meningkat tajam. Hal ini juga berpengaruh terhadap perhitungan ROI dan Return On Net Worth.

c. Analisis Dampak Faktur Pajak Pembelian Bermasalah terhadap

Tingkat Profitabilitas Perusahaan

Untuk memudahkan pembahasan, dibawah ini adalah rekapitulasi tingkat profitabilitas dalam kondisi awal dan kondisi setelah koreksi karena adanya pembelian bermasalah :

(32)

Tabel 4.14

Rekapitulasi Tingkat Profitabilitas PT XYZ No

A 1 2 3

B 1 2 3

Uraian Tahun 2003 Margin Laba

Return On Investment Return On Net worth

Tahun 2004 Margin Laba

Return On Investment Return On Net worth

Kondisi Awal

4.15%

6.02 % 44.99 %

4.41 % 3.54 % 10.83%

Setelah Koreksi

4.15%

6.02 % 48.32 %

5.37 % 4.22 % 13.32%

% Perubahan

0.00 % 0.00 % 3.33 %

0.96 % 0.68 % 2.49 % Sumber : PT XYZ, Data Diolah

Dari tabel diatas dapat dibuat kesimpulan bahwa akibat adanya

Faktur Pajak Pembelian bermasalah tahun 2003 tidak berpengaruh

terhadap pembelian sehingga tidak mempengaruhi nilai pembelian

tahun 2003. Disamping untuk tahun 2003 telah dilakukan tutup buku

sehingga segala koreksi hanya akan berdampak pada laba ditahan dan

pos-pos neraca yang terkait. Hal ini menyebabkan posisi laporan laba

rugi perusahaan untuk tahun 2003 juga tidak mengalami perubahan.

Kondisi ini dapat terlihat dari posisi Margin Laba dan Return

On Investment yang tidak mengalami perubahan. Dampaknya baru

muncul pada tingkat Return On Net Worth yang mengalami

penambahan sebesar 3.33 % karena posisi laba ditahan 2003

mengalami penurunan sebesar Rp 141.053.255 (lihat pembahasan

halaman 66).

Untuk semester I Tahun 2004 dampak Faktur Pajak Pembelian bermasalah dan Pembelian bermasalah dapat terlihat jelas. Hal ini

(33)

karena untuk tahun 2004 disamping adanya Faktur Pajak Pembelian

yang bermasalah, terdapat pula pembelian yang bermasalah. Kondisi

ini mengharuskan keduanya dilakukan koreksi. Koreksi pembelian

akan berakibat menurunnya harga pokok penjualan yang tentunya akan meningkatkan besarnya laba kotor dan laba bersih perusahaan.

Dampak dari koreksi ini dapat terlihat bahwa Margin Laba mengalami peningkatan sebesar 0.96 % dari kondisi sebelumnya.

Demikian pula dengan Return On Investment mengalami peningkatan sebesar 0.68 %. Koreksi ini juga berdampak terhadap tingkat Return On Net worth yang mengalami peningkatan sebesar 2.49 %. Besarnya dampak akibat kasus ini terlihat tidak terlalu besar, hal ini karena besarnya nilai koreksi yang tidak terlalu material. Besar kecilnya dampak akan sangat tergantung kepada besar kecilnya koreksi yang dilakukan. Semakin besar koreksi akan semakin besar pula dampak yang terlihat, demikian pula sebaliknya semakin kecil koreksi dampak yang dirasakan akan kecil juga.

5. Analisis Likuiditas

Seperti telah dijelaskan di bab III, analisis ini digunakan untuk menghitung tingkat likuiditas perusahaan dan perubahannya akibat adanya pembelian yang bermasalah. Berdasarkan analisis keuangan dan perpajakan diatas, terdapat penambahan/perubahan kondisi laporan keuangan dan perpajakan perusahaan. Hal ini berpengaruh pula terhadap

(34)

tingkat likuiditas perusahaan, dimana perhitungannya berdasarkan laporan keuangan perusahaan.

a. Tingkat Likuiditas sebelum koreksi

Seperti perhitungan dampak koreksi pembelian/Faktur Pajak bermasalah untuk menghitung tingkat profitabilitas perusahaan seperti diatas, dalam melakukan analisis likuiditas PT XYZ akan didahului dengan membuat perhitungan besarnya tingkat likuiditas perusahaan pada kondisi awal. Perhitungan likuiditasnya sebagai berikut :

Tahun 2003

Rasio Lancar = Aktiva Lancar x 100 % Hutang Lancar

= Rp 11.883.149.725 x!00%

Rp 11.331.041.453

= 104.87%

Rasio Cepat = (Aktiva Lancar - Persediaan ) x 100 % Hutang Lancar

= (Rpl 1,883.149.725-Rp 6.014.519.347') x 100%

Rp 11.331.041.453

= 51.79%

Semester I Tahun 2004

Rasio Lancar = Aktiva Lancar x 100 % Hutang Lancar

= Rp 20,753.612.003 x!00%

Rp 12.495.815.644

= 166.08%

Rasio Cepat = (Aktiva Lancar - Persediaan ) x 100 % Hutang Lancar

= (Rp20.753.612.003-Rpl2.114.735.556') x 100%

Rp 12.495.815.644

= 69.13%

(35)

Penjelasan dari perhitungan diatas, diketahui bahwa tingkat likuiditas kondisi awal tahun 2003, menurut rasio lancar (Current Ratio) adalah sebesar 104.87 % yang berarti bahwa PT XYZ

mempunyai aktiva lancar yang dapat digunakan untuk membayar

hutang lancarnya sebanyak 1,04 kali. Pada semester I tahun 2004 rasio

ini melonjak tajam menjadi 166,08 %. Peningkatan ini salah satuya

dipicu dengan adanya penambahan modal disetor dari Rp 1.000.000.000 menjadi Rp 5.000.000.000. Sedangkan untuk Acid Ratio

atau Rasio Cepat tahun 2003 hanya sebesar 51.79 %, ini karena adanya

penumpukan aktiva lancar didalam Persediaan. Untuk semester I tahun 2004 Rasio Cepatnya juga terpengaruh dengan adanya penambahan

modal dan penumpukan persediaan, sehingga rasio cepat semester I

2004 hanya sebesar 69.13 %.

b. Tingkat Likuiditas setelab koreksi

Sedangkan perhitungan tingkat likuiditas perusahaan setelah

adanya koreksi akibat pembelian yang bermasalah adalah sebagai

berikut:

Tahun 2003

Rasio Lancar = Aktiva Lancar x 100%

Hutang Lancar

= Rp 11.883.149.725 x!00%

Rp 11.472.094.708

= 103.58%

(36)

Rasio Cepat = (Aktiva Lancar - Persediaan ) x 100 % Hutang Lancar

= (Rp 11.883.149.725 - Rp 6.014.519.347 ) x 100%

Rp 11.472.094.708 - 51.16%

Semester I Tahun 2004

Rasio Lancar = Aktiva Lancar x 100 % Hutang Lancar

- Rp 20.532.452.466 x!00%

Rp 12.329.078.100

= 166.54%

Rasio Cepat = (Aktiva Lancar - Persediaan) x 100 % Hutang Lancar

= (Rp20,532.452.466 - Rp 12.114.735.556) x 100%

Rp 12.329.078.100

= 68.28%

(37)

c. Analisis Dampak Faktur Pajak Pembelian Bermasalah Terhadap Tingkat Likuiditas Perusahaan

Untuk memudahkan pembahasan, di bawah ini adalah rekapitulasi tingkat likuiditas dalam kondisi awal dan kondisi setelah koreksi karena adanya pembelian bermasalah :

Tabel4.15

Rekapitulasi Tingkat Likuiditas PT XYZ No

A 1 2

B 1 2

Uraian

Tahun 2003 Rasio Lancar Rasio Cepat

Tahun 2004 Rasio Lancar Rasio Cepat

Kondisi Awal

104.87%

51.79%

166.08 % 69.13%

Setelah Koreksi

103.58%

51.16%

166.54%

68.28 %

% Perubahan

-1.29%

- 0.63 %

0.46 % - 0.85 %

Sumber : PT XYZ, data diolah

Berdasarkan analisis diatas, untuk tahun 2003 dengan adanya

pembelian yang bermasalah, berdampak terhadap likuiditas

perusahaan, seperti tercermin dari rasio lancar maupun ratio cepatnya.

Untuk ratio lancar turun dari 104.87 % menjadi 103.58 %, sedangkan

rasio cepat juga turun dari 51.79 % menjadi 51.16 %. Dilihat dari persentasenya tidak terlalu besar karena pada tahun 2003, belum

diikuti dengan adanya pembayaran tambahan pajak, yang baru dilunasi pada tahun 2004.

(38)

Yang perlu mendapatkan perhatian adalah untuk tahun 2004,

dimana justru terdapat kenaikan rasio lancar pada kondisi setelah koreksi dibandingkan sebelum koreksi. Sebelum koreksi rasio

lancarnya adalah sebesar 166.08 % menjadi 166.54 %. Ini terjadi karena dua hal yaitu pertama, adanya pembelian yang bermasalah

Faktur Pajaknya, yang mengakibatkan penambahan PPN yang hams

dibayarkan ke kas negara. Tambahan PPN untuk tahun 2003 yang juga

harus dibayar tahun 2004. Kedua, karena adanya persentase penurunan

total hutang lancar yang lebih besar dibandingkan persentase penurunan aktiva lancar akibat kesalahan pencatatan pembelian yang

dicatat lebih besar dari yang seharusnya.

C. Dampak Faktur Pajak Pembelian Bermasalah Terhadap Kewajiban

Perpajakan Perusahaan

Analisis ini digunakan untuk mengetahui perubahan kewajiban perpajakan akibat adanya Faktur Pajak Pembelian dan Pembelian bermasalah untuk tahun 2003 dan Semester I 2004. Analisis ini sangat penting untuk dibuat karena akan digunakan sebagai dasar pemenuhan kewajiban pajak yang harus dibayarkan ke kas negara. Proses penelitian dilakukan dengan

menyajikan terlebih dahulu posisi kewajiban pajak sebelum koreksi, kewajiban pajak setelah koreksi dan terakhir membuat analisis setelah

keduannya diperbandingkan.

(39)

Berikut ini adalah tahapan penelitian untuk mengetahui seberapa besar dampak Faktur Pajak Pembelian Bermasalah terhadap kewajiban perpajakan perusahaan, yaitu:

a. Menghitung dan menyusun secara komparatif atas kewajiban perpajakan pada kondisi sebelum koreksi dan setelah koreksi.

Karena perhitungan data kewajiban perpajakan telah dibahas diatas pada seperti dapat dilihat di dalam Tabel 4.9 Rekapitulasi Koreksi Kewajiban

Perpajakan Tahun 2003 dan pada Tabel 4.12 Rekapitulasi Koreksi

Kewajiban Perpajakan Semester I Tahun 2004, maka untuk langkah pertama ini langsung dapat disusun data komparatif kewajiban perpajakan

untuk tahun 2003 dan Semester I Tahun 2004 sebagai berikut:

Tabel 4.16

Data Perpajakan PT XYZ Sebelum dan Sesudah Koreksi (Dalam Rupiah)

No

A 1 2 3 4

B 1 2 3 4

Jenis Pajak

Tahun 2003 PPh Pasal 25/29 Sanksi Adm PPh PPN

Sanksi PPN Tahun 2004 PPh Pasal 25/29 Sanksi Adm PPh PPN

Sanksi PPN

Sebelum Koreksi

370.210.400 0 705.348.281

0

299.667.200 0 585.597.846 0

Setelah Koreksi

370.210.400 0 833.578.513 12.823.023

371.126.000 0 659.770.329 5.933.799

Jumlah Koreksi

0 0 128.230.238 12.823.023

71.458.986 0 74.172.483 5.933.799

Sumber: PT XYZ, diolah

Penjelasan : dapat dilihat pada tabel 4.9 dan tabel 4.12 diatas

(40)

b. Analisis Dampak Faktur Pajak Pembelian Bermasalah Terhadap Kewajiban Perpajakan Perusahaan

Dari data tabel 4.16 diatas diketahui bahwa untuk tahun 2003 akibat adanya Faktur Pajak Pembelian yang bermasalah tidak berpengaruh terhadap kewajiban pajak PPh Pasal 25/29 karena koreksi atas Faktur Pajak Pembelian tidak diikuti dengan adanya koreksi terhadap pembelian.

Hal ini berakibat hanya kewajiban PPN saja yang terpengaruh dan Laba Ditahan perusahaan karena PT XYZ telah melakukan tutup buku untuk

tahun 2003. PPN mengalami koreksi yang sangat besar sebesar 18.18 %

dari kewajiban awal karena kasus ini.

Untuk tahun 2004 kewajiban PPh Pasal 25/29 mengalami koreksi sebesar Rp 71.458.986 atau sebesar 23.45 % dari kewajiban awal. Koreksi ini hanya berpengaruh terhadap posisi hutang pajak perusahaan, karena

kewajiban PPh Pasal 25/29 untuk tahun 2004 baru akan dihitung, dan

dibayar kurang bayamya pada tahun 2005 paling lambat tanggal 25 Maret

2005. Sehingga atas penambahan PPh Pasal 25/29 ini tidak mempengaruhi posisi kas/bank perusahaan.

Sedangkan kewajiban PPN untuk Semester I 2004 juga dilakukan

koreksi sebesar Rp 74.172.483. Ini karena adanya Faktur Pajak Pembelian

yang bermasalah dengan nilai pembelian sebesar Rp 741.724.830 yang

PPN nya harus dikoreksi dan dibayarkan kembali ke kas negara. Berbeda

dengan PPh Pasal 25/29, atas penambahan PPN ini harus langsung

disetorkan ke kas negara dengan jalan melakukan pembetulan SPT Masa

(41)

PPN untuk Masa Pajak yang Faktur Pajaknya dikoreksi tersebut. Dengan melakukan pembayaran ke kas negara melalui bank persepsi terlebih dahulu.

Referensi

Dokumen terkait

Dari gambar dapat terlihat rapat arus maksimum kedua sampel jembatan garam mempunyai tren yang sama. Nilai rapat arus maksimum terbesar adalah sel dengan elektrolit KCl, diikuti

Koefisien α2 sebesar -2.25 memperlihatkan bahwa pemerintah Indonesia tidak menjaga mata uang Rupiah agar stabil terhadap mata uang US dollar, sesuai dengan sistem nilai tukar

Unsur keluhan yang ditemukan peneliti dalam melakukan pengiriman barang via laut yaitu terletak pada dokumen yang harus dilengkapi oleh PT.Sarana Utama Transindo karena dokumen

Hasil analisis yang dihasilkan akan cukup banyak sesuai dengan jumlah variabel bebas yang dimasukkan salah satu contoh pada tabel diatas, yang perlu diperhatikan adalah nilai

bawahan terhadap hasil kerja, pengakuan rekan kerja/bawahan terhadap keterampilan masih perlu diperhatikan dan ditingkatkan oleh pimpinan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dengan

Gratia Husada Farma terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan seperti yang telah dikemukakan di atas, yaitu kapasitas gudang untuk menyimpan banyaknya bahan baku yang

Untuk dapat menggolongkan suatu dokumen kedalam suatu subyek dengan bantuan kata- kata atau kalimat-kalimat (terms) yang ditemukan didalam dokumen kedalam subyek, hal pertama

kebersamaan dalam aktivitas yang dapat dilakukan bersama. Faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu penetuan tujuan yang jelas dan terukur. Tujuan yang jelas