• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KARO TERKELIN BRAHMANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KARO TERKELIN BRAHMANA"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

MODAL DI KABUPATEN KARO

TESIS

OLEH

TERKELIN BRAHMANA 127005139

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

MODAL DI KABUPATEN KARO

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

TERKELIN BRAHMANA 127005139

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum Anggota : 1. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum

2. Dr. Agusmidah, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

4. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum

(5)
(6)

Mahmul Siregar Agusmidah3 Terkelin Brahmana4

Penyelenggaraan PTSP Kabupaten Karo dilaksanakan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPPTSP) Kabupaten Karo.

Bupati/Walikota memberikan pendelegasian wewenang Perizinan dan Nonperizinan yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota kepada DPMPPTSP Kabupaten Karo. Permasalahan yang ada adalah kualitas SDM masih rendah, belum optimalnya sistem pengelolaan perizinan dan faktor yuridis. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut akan dianalisa Implementasi dan aspek –aspek apa saja yang mendukung dan menghambat implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penamanan modal di KabupatenKaro.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Data penelitian menggunakan data sekunder dan didukung oleh data primer.

Data dikumpulkan dengan menggunakan studi pustaka dan wawancara.Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif.

Pengaturan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Karo di atur dalam Peraturan Bupati No. 24 Tahun 2019, dan Keputusan Bupati Karo No.

503/170/DPM-PPTSP/Tahun 2018. Implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Karo telah dilaksanakannya Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam suatu Sistem Online Single Submission, sudah dihapusnya izin gangguan, sudah adanya Nomor Induk Berusaha, dan Standar Operasional Prosedur DPMPPTSP Kab.

Karo. Faktor Pendukung adanya SDA di sektor Pertanian,Pariwisata dan kebudayaan karo, saranan dan prasarana, kebijakan pemerintah daerah Kab. Karo. Faktor Penghambat belum adanya kepastian hukum pada faktor yuridis, faktor sosial yaitu belum memahami pelaksanaan Aplikasi OSS, dan kurangnya SDM. Belum bekerja secara optimal akibatnya menimbulkan ketidak pastian hukum. Berdasarkan penelitian diatas saran peneliti dengan memangkas birokrasi yang rumit sehingga dalam pembuatan perda dalam melaksanakan perizinan penanaman modal di Kabupaten Karo menjadi lebih mudah, melakukan sosialisasi ke daerah-daerah untuk mengetahui sistem OSS, perlunya diatur kebijakan insentif dan perlu adanya harmonisasi di setiap instansi terhadap pemerintah daerah.

Kata Kunci : Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Perizinan, Penanaman Modal

1 Ketua Komisi Pembimbing.

2 Dosen Pembimbing Kedua.

3 Dosen Pembimbing Ketiga.

4 Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

(7)

ABSTRACT Budiman Ginting1

Mahmul Siregar2 Agusmidah3 Terkelin Brahmana4

The implementation of integrated services one door Karo District is implemented by the capital Investment service and integrated one Door licensing Services (DPMPPTSP) Karo district. The Regent/Mayor gave the delegation of licensing and nonlicensing authority that became the affairs of the Regency/city government to DPMPPTSP Karo district. The problem is that the quality of human resources is still low, not optimal licensing management system and juridical factor.

Based on the background of the research will be analyzed implementation and aspects of all aspects that support and inhibit the implementation of integrated service regulation one door in the field of capital investment in Karo district..

The research was conducted using normative legal research methods.

Research data uses secondary data and is supported by primary data. Data is collected using library studies and interviews. Data analysis is done by qualitative analysis method.

Arrangement of integrated Licensing service in Karo District set in the rule of Regent No. 24 of 2019, and decree of the regent of Karo No. 503/170/DPM- PPTSP/year 2018. Implementation of integrated service regulation one door in Karo district has been implemented integrated service one door in an Online Single Submission system, has been removed the permission of the disruption, already existing master number, and operational standards of procedure DPMPPTSP Karo regency. Supporting factors of natural resources in the agriculture, tourism and culture of Karo, insightful and infrastructure, the policy of regional government of Karo regency. The inhibitory factor of the absence of legal certainty on the juridical factor, the social factors that are not yet understood the implementation of the Online single submission application, and lack of human resources, has not worked optimally consequently raises legal uncertainty. Based on research on the advice of researchers by pruning complex bureaucracy so that in making local regulations in carrying out licensing of capital investment in Karo district become easier, socialize to the areas to know the Online Single Submission system, the need to be regulated incentive policies and need harmonization in every agency to the local government.

Keywords: one-door integrated service, licensing, investment.

1 Chairperson of Supervision lecture.

2 .Second supervising lecturer

3 Third Supervisor lecturer.

4 Student of the graduate school of law, University of North Sumatera.

(8)

rahmatnya, Allah SWT masih memberikan nikmat kesehatan dan kelapangan berpikir kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah dalam bentuk tesis ini dapat selesai dengan baik.

Tesis ini berjudul : “Analisis Implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal di Kabupaten Karo”. Penulisan tesis ini bertujuan memenuhi persyaratan mencapai gelar Magister Hukum pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

Proses penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan berupa arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Orang tua tercinta, ayahanda Alm. Longge Brahmanadan ibunda Alm. Tenget Br.

Purba yang telah mencurahkan kasih sayang, do’a dan memberikan dukungan moril serta materil yang tiada terhingga. Semoga dengan terselesaikannya tesis ini turut membahagiakan kedua orang tua dan menjadikan penulis sebagai anak yang berkepribadian baik dan selalu bersyukur.

2. Terima kasih penulis ucapkan kepada istri tercinta Sariati Br. Sitompul S.E.

Akyang telah membantu secara ikhlas, setia dan sabar mulai dari awal hingga akhir penulisan tesis ini.

(9)

4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah ikhlas dalam membimbing penulis selama menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum Selaku Dosen Pembimbing II yang telah ikhlas dalam membimbing penulis selama menyelesaikan penulisan tesis ini.

6. Ibu Dr. Agusmidah S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing IIIyang telah meluangkan waktu dan penuh kesabaran dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Ibu Prof. Dr.Sunarmi, SH, M.Hum selakuKetua Prodi Magister Ilmu Hukum USU sekaligus Dosen Penguji I yang bersedia memberikan kritik dan saran terhadap tesis ini agar penulisan tesis ini menjadi lebih baik.

8. Ibu Prof. Dr. Rosnidar Sembiring SH, M.Hum selaku Dosen Penguji II yang bersedia memberikan kritik dan saran yang membangun terhadap penulisan tesis ini, sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih baik.

9. Bapak/ Ibu Dosen dan seluruh pegawai staf administrasi di Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang senantiasa ikhlas dan sabar membantu penulis demi kelancaran penulisan tesis ini.

10. Terimakasih kepada Ibu Almina Bangun S.H selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kab. Karo Tahun 2020 yang

(10)

11. Terimakasih kepada Ibu Susy Iswara Br. Bangun S.E.,M.Si selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kab. Karo Tahun 2019 yang memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

12. Terimakasih kepada Bapak Alexander ST, selaku bidang Promosi, Deregulasi dan Pengembangan Penanaman Modal DPMPPTSP Kab. Karo, Bapak Janlisman Purba S.P selaku Kepala Seksi Produksi Tanaman Pangan Dinan Pertanian Kabupaten Karo, Bapak Bartholomeus Barus S.IP selaku Kepala Bidang Pengembangan dan Pemasaran di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karo yang telah yang memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

13. Rekan – rekan se-almamater senasib dan seperjuangan pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang silih berganti memberikan dukungan dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini berguna bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Medan, 13 Februari 2020 Penulis

Terkelin Brahmana

(11)

Nama : Terkelin Brahmana

Tempat Lahir : Kabanjahe

Umur/ Tanggal lahir : 56 Tahun/ 08 Februari 1964

Alamat : Jl. Veteran Rumah Dinas Bupati Kel. Gunung Leto, Kec. Kabanjahe, Provinsi Sumatera Utara

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Kristen

Jenis Kelamin : Laki- laki

Pekerjaan : Bupati

Status : Kawin

Nama Orang Tua Laki- laki : Alm. Longge Brahmana Nama Orang Tua Perempuan : Alm. Tenget Br. Purba

Istri : Sariati Br. Sitompul

Anak Ke : 2 (Dua) dari 8 (Delapan) bersaudara

Jumlah Anak : 2 (Dua) Abraham Rudolf Brahmana dan Grace Victoria Brahmana

Pendidikan : Tamat SD Kabanjahe (1976)

SMP Negeri 1 Kabanjahe (1979) SMA R.K Kabanjahe (1983) Sekolah Tinggi Hukum Bandung (1989) Tahun masuk di program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2012.

(12)

ABSTRACT...ii

Kata Pengantar...iii

Daftar Riwayat Hidup ...vi

Daftar Isi...vii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ... ... 1

B. Permasalahan ... ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... ... 14

E. Keaslian Penulisan ... 15

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ... 16

1. Kerangka Teori ... 16

2. Kerangka Konseptual ...24

G. Metode Penelitian ... 25

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 23

2. Pendekatan Penelitian... 27

3. Data Penelitian... ... 27

4. Tehnik dan Alat Pengumpulan Data ... 29

5. Analisis Data ... 30

BAB II PERATURAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN MELALUI SISTEM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENAMANAN MODAL DI KABUPATEN KARO...32

A. Penanaman Modal Secara Langsung Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal...32

1. Kebijakan Dasar Penanaman Modal ...32

2. Bidang Usaha Penanaman Modal...39

3. Hak, Kewajiban dan Tanggungjawab Penanaman Modal...43

4. Fasilitas dan Kemudahan ...45

B. Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan Penanaman Modal ...53

1. Pembagian Kewenangan Penyelenggaraan Penanaman Modal...53

2. Jenis-Jenis Perizinan Penanaman Modal...59

3. Jenis-Jenis Layanan Non Perizinan...64

C. Pengaturan Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang ditangani Melalui Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal di Kabupaten Karo...65

(13)

c. Kondisi Geologi ...68

d. Jumlah Penduduk...69

2. Layanan Perizinan dan Nonperizinan Melalui Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu...70

2. Pengaturan Pelayanan Perizinan Dan Nonperizinan Yang ditangani Melalui Sitem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal di Kabupaten Karo...76

BAB III IMPLEMENTASI PERATURAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KARO ... ...83

A. Badan Penananaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Karo... 83

1. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran...86

2. Struktur Organisasi DPM PPTSP Kabupaten Karo...86

B. Implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal di Kabupaten Karo ...88

1. Pelaksanaan DPMPPTSP Kab. Karo Terkait Investor di Kabupaten Karo...88

2. Implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal...97

BAB IV ASPEK YANG MENDUKUNG DAN MENGHAMBAT IMPLEMENTASI PERATURAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KARO...100

A. Aspek pendukung Implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman modal di Kabupaten Karo... ...100

B. Hambatan-Hambatan Implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal Di KabupatenKaro...111

BAB V PENUTUP ...116

A. Kesimpulan ...116

B. Saran ...117 DAFTAR PUSTAKA

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Meningkatnya perekonomian di banyak negara ini mengakibatkan suatu

“interpedensi” yang pada akhirnya menciptakan derajat keterbukaan ekonomi semakin tinggi di dunia, yang terlihat bukan hanya pada arus peningkatan barang tapi juga pada arus jasa serta arus uang dan modal. Pada gilirannya, arus investasi di dunia semakin mengikuti perkembangan keterbukaan sehingga dewasa ini peningkatan arus investasi itulah yang memacu arus perdagangan di dunia.1

Persaingan diantar negara untuk menarik calon investor asing (Foreign Direct Investment, FDI) merupakan suatu hal yang dapat dimaklumi pada era globalisasi saaat ini. Transformasi, penetrasi, modernisasi dan investasi merupakan bagian dari banyak hal yang akan member ciri sebuah dunia global yang tidak lagi mengenal batas-batas territorial. Dalam suasana seperti ini, penting untuk disadari bahwa memasuki arena pasar global tentunya harus disertai persiapan yang matang dan terintegrasi terlebih lagi jika ingin mengundang investor asing.2

Terlepas dari pendapat pro dan kontra terhadap kehadiran investasi asing, namun secara teoritis kiranya dapat dikemukakan bahwa kehadiran investor asing di suatu Negara mempunyai manfaat yang cukup luas (multiplier effect). Manfaat yang dimaksud yakni kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di Negara penerima modal, dapat menciptakan demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan

1 Yanto Bashri (ed), “Mau Kemana Pembangunan Ekonomi Indonesia. (Jakarta: Predna Media, 2003), hal. 12-13.

2Freddy Roeroe, dkk. Batam Komitmen Setengah Hati. (Jakarta: Aksara Karunia, 2003), hal. 108.

1

(15)

baku, menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih teknologi (transfer of technology) maupun alih pengetahuan (transfer of know how).3

Sekalipun kehadiran investor membawa manfaat bagi negara penerima modal, di sisi lain investor yang hendak menambahkan modalnya juga tidak lepas dari orientasi bisnis (business oriented), apakah modal yang diinvestasikan aman dan bisa menghasilkan keuntungan. Selain pertimbangan ekonomi, investor juga mempertimbangkan non-ekonomi seperti jaminan keamanan, stabilitas politik, penegakan hukum dan sosial budaya merupakan faktor penentu yang tidak kalah pentingnya untuk menentukan keberhasilan investasi.4

Salah satu faktor penentu disebutkan adalah adanya faktor penegakan hukum.Hal ini direalisasikan di Indonesia pada tahun 2006 dengan mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Penanaman Modal karena melihat sudah terdapat situasi yang tidak relevan lagi di bidang penanaman modal. Dan pada tanggal 29 Maret 2007, RUU itu telah disahkan oleh DPR RI menjadi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Terbitnya UU Penanaman Modal melahirkan secercah harapan dalam iklim investasi di Indonesia. Disebut demikian, karena selama ini undang-undang investasi yang ada dianggap susah tidak lagi memadai sebagai landasan hukum untuk menarik

3Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung: Nuansa Aulia, 2010), hal. 8.

4Ibid., hal. 9.

(16)

investasi.5Dalam UU Penanaman Modal ini berbagai fasilitas diberikan kepada investor dalam rangka melakukan investasi cukup menarik.

Menurut Erman Rajagukguk, faktor pendorong investor menanamkan modal ada tiga hal penting antara lain :

1. Adanya kesempatan ekonomi (economic opportunity) seperti sumber daya alam, ketersediaan bahan baku, pasar yang prospektif, upah buruh murah, insentif investasi, infrastruktur yang baik, dan lain-lain.

2. Stabilitas politik (political stability); politik yang stabil, kesadaran berpolitik yang tinggi, dan lain-lain.

3. Kepastian hukum (legal certainty), kepastian substansi hukum, kepastian dalam pelaksanaan putusan pengadilan, judicial corruption, dan lain-lain.6 Penanaman modal yang dilakukan oleh investor baik yang di pusat maupun yang di daerah tentunya memerlukan peranan dari masing-masing pemerintah yang berwenang dalam hal penanaman modal ini.Peranan pemerintah pusat maupun daerah dalam hal penanaman modal ini sangat diperlukan mengingat investor memerlukan kepastian hukum atas modal yang ditanamkannya baik yang dipusat maupun yang didaerah.Dalam hal ini diperlukan regulasi peraturan yang jelas mengenai penanaman modal agar para investor tidak merasa khawatir atas modal yang ditanamkannya baik di pusat maupun didaerah.

Hukum pemerintahan daerah tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan di tanah air ditambah lagi dengan upaya mewujudkan otonomi daerah, persoalan hukum pemerintahan daerah semakin kompleks dan

5Lihat konsideran Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, butir c dan d.

6Mahmul Siregar, Hukum Penanam Modal, (Medan : dalam bahan ajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010). hal. 21.

(17)

banyak hal yang perlu dikaji.7 Saat ini isu desentralisasi dan otonomi daerah menjadi salah satu wacana yang paling banyak dikupas dalam forum-forum akademis dan pemerintahan sejalan dengan reformasi sistem politik negara Indonesia.Hal ini terkait dengan tuntutan reformasi, demokratisasi, transparansi, good governance, dan pelayanan prima demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Otonomi daerah merupakan salah satu jalan dalam rangka mendorong pembangunan daerah.Dengan adanya otonomi daerah maka kemandirian dalam menjalankan pembangunan sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan daerah diharapkan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien.Di era otonomi daerah ini iklim investasi diharapkan menjadi semakin bertumbuh dan berkembang. Masing-masing daerah akan bersaing dalam hal pembuatan kebijakan, sehingga para investor bisa merasa aman dan nyaman dalam menanamkan modalnya di daerah.

Sebelum adanya kebijakan Otonomi Daerah, kewenangan pemberian perizinan penanaman modal hampir seluruhnya menjadi otoritas Pemerintah Pusat.

Pemohon izin (dunia usaha) harus menghadapi birokrasi yang berbelit-belit serta dibebani pungutan biaya yang besar sehingga menimbulkan keluhan dan kemunduran dalam dunia usaha yang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan pembangunan perekonomian bangsa.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menjadi awal pembentukan peraturan perundang-undangan teknis disusun dan semakin hari

7Hulman Panjaitan, Hukum Penanaman Modal Asing, Cetakan Pertama (Jakarta: Ind Hill Co, 2003), hal. 1.

(18)

semakin disempurnakan guna menghasilkan regulasi pelaksanaan pelayanan perijinan satu pintu di bidang penanaman modal yang mudah, murah, dan cepat. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/

Kota diharapkan menjadi salah satu pertandabentuk keseriusan pemerintah (pusat) untuk sungguh-sungguh menyerahkan sebagian kewenangannya kepada Pemerintah Daerah.

Terkait dengan prioritas penting dalam hal mendorong iklim investasi yang kondusif, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (selanjutnya akan disebut PTSP) diikuti dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal dan beberapan peraturan teknis terkait pelaksanaan PTSP di Bidang Penanaman Modal tersebut.

Namun tidak sejalan dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009, masih banyak daerah otonom yang belum melaksanakan PTSP di Bidang Penanaman Modal. Surat Edaran Bersama Nomor 570/3727A/SJ, Nomor SE/08/M.PAN-RB/9/2010, serta Nomor 12 Tahun 2010 tanggal 15 September 2010 perihal Sinkronisasi Pelaksanaan Tempat Pelayanan Penanaman Modal yang ditandatangani oleh Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan dan Mantan Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal Gita Irawan Wirjawan masih

(19)

bersifat politis semata karena tidak memiliki kekuatan hukum yang yang memaksa dan kredibel bagi kepala daerah di era otonomi untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif di daerah.

Hakekat dan filosofi satu pintu tidak sulit untuk direalisasikan namun semua kembali kepada komitmen kepala daerah yang sampai saat ini tidak bisa dikonsolidasikan oleh Pemerintah Pusat agar memiliki persepsi yang sama dalam memajukan perekonomian daerah melalui penciptaan lapangan kerja dari sektor investasi.

Pada perkembagan selanjutnya, Pemerintah kembali menerbitkan Undang- undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik untuk mewujudkan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam pemenuhan hak-haknya sesuai dengan amanah UUD.NRI Tahun 1945 Pada Undang-Undang 25 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009, terdapat enam aspek kunci penyelenggaraan publik yaitu:

1. Standar pelayanan, 2. Maklumat pelayanan, 3. Sistem informasi, 4. Sarana dan prasarana, 5. Pengelolaan pengaduan, dan 6. Penilaian kinerja.

Standar pelayanan wajib dirancang oleh institusi penyelenggara pelayanan, dibahas bersama masyarakat, dan dipublikasikan untuk mendapatkan masukan publik sebelum akhirnya ditetapkan untuk membangun pemahaman dan kepatuhan

(20)

masyarakat sebagai pengguna layanan terhadap segala ketentuan pelayanan dan kewajiban berperan serta mewujudkan pelayanan publik yang baik dan berkualitas.

Peraturan Presiden Nomor 97 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu mengamanatkan Penyelenggaraan PTSP oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang mencakup urusan pemerintahan kabupaten/kota dalam penyelenggaraan Perizinan dan Non-perizinan yang diselenggarakan dalam PTSP.

Penyelenggaraan PTSP oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota (BPMPTSP) Kabupaten/Kota.Dalam menyelenggarakan PTSP oleh kabupaten/kota, Bupati/Walikota memberikan pendelegasian wewenang Perizinan dan Nonperizinan yang menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota kepada Kepala BPMPTSP Kabupaten/Kota.BPMPTSP Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.

Kabupaten Karo berpeluang maju dan berkembang dengan membuka seluas- luasnya peluang investasi untuk pembangunan di Karo. Kabupaten Karo memiliki sumber daya alam yang sangat besar, yang masih banyak belum dikelola optimal oleh pemerintah dan swasta. Kabupaten Karo kaya akan sektor pertanian, serta pariwisata, hal ini seharusnya membuat kabupaten karo menjadi icon yang dapat melirik para investor menanamkan modalnya di wilayah Kabupaten Karo.

Kabupaten karo merupakan salah satu daerah di propinsi Sumatera Utara yang potensian daerah Pertanian dan Parawisata.Terletak di dataran tinggi pegunungan, bukit barisan yang berada pada ketinggian 400-1.600 m diatas permukaan laut,

(21)

lokasinya berjarak 75 Km dari Medan, Ibukota propinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Kabupaten karo adalah 2.127,25 Km2 atau 2.97 % dari luas Propinsi Sumatera Utara dengan jumlah penduduk 342.555 jiwa pada tahun 2016 yang tersebar di 17 kecamatan.8

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Karo menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tatakerja Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (selanjutnya disebut KPPT).KPPT mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan pelayanan administrasi di bidang perijinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplifikasi, keamanan dan kepastian.

Kepala KPPT mempunyai kewenangan menandatangani perijinan atas nama Bupati Karo berdasarkan pendelegasian wewenang dari Bupati. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi KPPT, Pemerintah Kabupaten Karo menerbitkan Peraturan Bupati Karo Nomor 5 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu.

Peraturan Bupati tersebut juga memuat jenis perijinan dan non perijinan yang dikelola oleh KPPT.Akan tetapi KPPT Kabupaten Karo belum merupakan PTSP di Bidang Penanaman Modal, dimana urusan penanaman modal masih bergabung sebagai bidang pada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Karo.

KPPT Kabupaten Karo sudah di tiadakan seak diterbitkannya Peraturan Daerah Kabupaten Karo No. 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan

8Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Pemerintah Kabupaten Karo, Database Potensi Investasi Kabupaten Karo. ( Kabanjahe, DPMPPTSP Karo, 2018) hal. 3.

(22)

Perangkat Daerah, dan di ganti menjadi Dinas Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPPTSP) Kabupaten Karo, sebagaimana melalui peraturan daerah sesuai dengan pasal 212 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Perubahan organisasi dan tata kerja badan pelayanan perizinan terpadu satu pintu dilakukan oleh pemerintah kabupaten Karo sepintas memang sejalan dengan pasal 11 ayat (3) dan pasal 29 ayat (1) Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Usaha pemerintah kabupaten Karo untuk mendukung investor, tidak hanya menyediakan informasi yang terindikasi, tetapi juga memerlukan suatu informasi yang lebih komferhensif yang mendukung perkembangan potensi daerah seperti tersedianya sarana dan prasarana jalan, telepon, listrik, air minum, pasar, lahan, sistem transportasi, tenaga kerja, upah buruh, lembaga keuangan, kondisi sosial budaya, sistem perizinan dan sebagainya. Calon investor dapat melakukan kalkulasi sejauh mana keuntungan komperatif dan kompetitif yang akan diperoleh seandainya menanamkan modal pada jenis bisnis tertentu di Kabupaten Karo. Untuk tercapainya iklim investasi yang dinamis sangat ditentukan beberapa faktor, seperti keamanan, stabilitas politik, infrastruktur memadai, dan sangat penting adalah regulasi dan insentif yang dapat diberikan pemerintah untuk mendukung investasi serta

(23)

tersedianya sarana fasilitas yang dapat diberikan oleh pemerintah kabupaten Karo maupun kemudahan administrasi (perizinan).

Sejak tanggal 12 april 2004 perizinan penanaman modal disentralisasikan kepada pemerintah pusat dengan ditetapkan Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap.

Sebelumnya perizinan penanaman modal telah dilimpahkan kepada daerah- daerah dengan diberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah junto Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Bahkan untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan Keputusan Presiden No. 117 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Penanaman Modal, telah diserahkan kepada daerah, dimana untuk melaksanakan pelimpahan wewenang tersebut, Gubernur Kepala Daerah Propinsi dapat menugaskan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD). Namun Sistem Pelayanan Satu Atap tidak berjalanan lama dan dirubah sejak tanggal 23 April 2009 perizinan penanaman modal proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat dengan ditetapkan keputusan presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal, hal ini menjadikan proses izin penanaman modal menjadi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

(24)

Meskipun Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, urusan pemerintah terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, urusan pemerintahan umum. 9 Dalam hal ini pemerintah daerah memiliki wewenang dalam mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Penentuan urusan pilihan ditetapkan oleh pemerintahan daerah,10 dan di dalam lampiran Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah dalam pembagian urusan pemerintahan bidang penanaman modal dalam hal pelayanan penanaman modal dinyatakan juga kewenangan kabupaten/kota adalah

“pelayanan perizinan dan nonperizinan secara terpadu 1 (satu) pintu dibidang penanaman modal yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota”.11

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan, pelayanan penanaman modal dilakukan dengan satu sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), tetapi disisi lain ada hal-hal tertentu yang diserahkan kepada instansi terkait dan/atau pemerintah daerah. Sebagai tindak lajut dari pembagian kewenangan tersebut pemerintah telah menerbitkan dan diberlakukan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota mengatur dan

9Republik Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.Pasal 9 ayat (1).

10Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.Pasal 7 ayat (2).

11Republik Indonesia, Undang UndangPemerintah Daerah.Op. Cit., Lampiran hal. 82.

(25)

mengurus urusan pemerintahan yang berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan.12Peraturan Pemerintah tersebut menyebutkan urusan pemerintah yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pelayanan dasar, meliputi penanaman modal.

Bagir Manan menyatakan persoalan hubungan wewenang antara pemerintah dengan pemerintah daerah pada negara dengan susunan organisasi desentralistik timbul karena pelaksanaan wewenang pemerintah tidak hanya dilakukan oleh satu pusat pemerintahan, selain pemerintah terdapat pemerintah daerah yang melaksanakan urusan otonominya.13

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu didalam kegiatan pembangunan tahun 2017 adalah melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sifatnya mengadakan perbaikan mutu pelayanan kepada masyarakat seperti pelayanan secara tertib, tepat, transparan dan langsung agar tercipta kondisi masyarakat yang kondusif dan demokrasi sesuai dengan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Karo, Rencana kerja (Renja) masing-masing SKPD Kabupaten Karo merupakan salah satu bahan yang digunakan sebagai tolak ukur dalam Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Karo. Renja SKPD sebagai dokumen perencanaan pembangunan tahunan di lingkup Satuan Kerja merupakan penjabaran dari Renstra SKPD yang merupakan rencana pembangunan jangka waktu

12Republik Indonesia, Peraturan PemerintahUrusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Op. Cit., Pasal 6 ayat 1.

13Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994). hal. 16.

(26)

lima tahun. Masalah yang timbul dalam rangka pelayanan kepada masyarakat di Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kabupaten Karo adalah sebagai berikut:

1. Kualitas sumber daya manusia masih rendah 2. Belum optimalnya sistem pengelolaan perizinan

3. Belum tersedianya aturan yang memadai tentang pelaksanaan pelayanan perizinan

4. Sarana dan prasarana kerja kurang memadai.14

Berdasarkan kondisi PTSP di Bidang Penanaman Modal di Kabupaten Karo, peneliti tertarik membahas “Analisis Implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal Kabupaten Karo”.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian seperti pada latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peraturan perizinan dan non perizinan melalui sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penamanan modal di Kabupaten Karo?

2. Bagaimana wujud implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penamanan modal di Kabupaten Karo ?

3. Aspek-aspek apa saja yang mendukung dan menghambat implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penamanan modal di Kabupaten Karo ?

14Rencana Kerja 2017 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu

Pintu Kabupaten Karo. Di akses melalui

https://www.karokab.go.id/id/attachments/article/6733/RenacaKerja_DPMPPTSPKabupatenKaro2017 .pdf. hal. 5

(27)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui peraturan perizinan dan non perizinan melalui sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penamanan modal di Kabupaten Karo.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa wujud implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penamanan Modal di Kabupaten Karo.

3. Untuk mengetahui dan menganalisa aspek-aspek yang mendukung dan menghambat implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penamanan Modal di Kabupaten Karo.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu :

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis bermanfaat bagi kalangan akademisi sebagai bahan kajian penelitian dan pengkajian lanjutan serta menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penamanan Modal di Kabupaten Karo.

2. Manfaat praktis

a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah/badan legislatif dalam menentukan kebijakan maupun regulasi dalam upaya penyusunan Peraturan

(28)

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal di Kabupaten Karo.

b. Sebagai informasi dan inspirasi bagi investor untuk memahami Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal di Kabupaten Karo.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara, maka judul tesis yang telah ada dan yang ada kaitannya dengan judul penulis “Analisis implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penanaman modal di Kabupaten Karo”berbeda dengan karya tulis yang pernah ada sebelumnya. Namun ada thesis terdahulu dengan masalah perizinan penanaman modal:

Tommy Aditia Sinulingga (2018) dengan judul penelitian Implementasi Pelimpahan Kewenangan Terhadap Pemberian Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ( Studi di KEK Sei Mangkei Kab. Simalungun). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelimpahan wewenang perizinan penanaman modal secara langsung (direct investment) di Kawasan Ekonomi Khusus?

2. Bagaimana wewenang nonperizinan penanaman modal secara langsung (direct investment) di Kawasan Ekonomi Khusus?

3. Bagaimana implementasi pelimpahan kewenangan pelayanan perizinan dan nonperizinan penanaman modal di Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei?

(29)

Pada penelitian diatas mengacu pada implementasi pelimpahan kewenangan pelayanan perizinan dan nonperizinan penanaman modal di Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei perbedaaanya didalam penelitian ini membahas mengenai aspek-aspek yang mendukung dan menghambat implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penamanan Modal di Kabupaten Karo.

Penelitian ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama diperpustakaan Universitas Sumatera Utara , atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan Thesis Mahasiwa Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara sehingga tulisan ini asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep 1. Kerangka Teori

Adanya teori yang dipergunakan atau yang dijadikan pisau analis dalam penelitan tentunya bertujuan untuk menerangkan atau menjelaskan gejala spesifik tertentu terjadi15 dan suatu kerangka teori harus diuji untuk menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.16

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butiran-butiran pendapat, teori tesis dari penulis dan ahli hukum dibidangnya menjadi pertimbangan, pegangan

15Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Azas-Azas, Penyunting: M. Hisyam, (Jakarta: FE UI, 1996), hal. 203.

16Ibid, hal.216.

(30)

teoritas yang mungkin disetujui atau tidak butir-butir pendapat tersebut setelah dihadapkan pada fakta-fakta tertentu yang dapat dijadikan masukan eksternal bagi penulis.17

Fungsi dari teori dalam penelitian ini adalah untuk menyususn dan mengklasifikasikan atau mengelompokkan penemuan-penemuan dalam sebuah penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan.Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang sesuai dengan objek yang harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.18

Teori yang dijadikan menjadi pisau analisis adalah teori dasar yang mana teori ini juga merupakan teori hukum. Dalam pengantarnya ketika membahas tentang teori hukum, Satjipto Raharjo19 mengemukakan bahwa:

Dalam dunia ilmu teori menempati kedudukan yang penting.Ia memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik. Hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori dengan demikian memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistimatisasikan masalah yang dibicarakan.

Menurut Bruggink,20 teori hukum adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan denga sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan.

17M. SollyLubis.Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80.

18Ibid, hal. 17.

19Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 224.

20J.J.H. Bruggink, Refleksi tentang Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1999), hal.

159-160.

(31)

Bertolak dari uraian diatas maka hal-hal yang perlu dijelaskan sebagai pisau analisis adalah teori kewenangan dan teori kepastian hukum.

a. Teori Kewenangan

Menurut Philipus M. Hadjon, dalam hukum tata negara wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasan hukum (rechtsmacht). Jadi dalam konsep publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.21

Sejalan dengan pilar utama negara hukum yaitu asas legalitas (legaliteits beginselen atau wetmatigheid van bestuur), atas dasar prinsip tersebut bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan. Dalam kepustakaan hukum administrasi terdapat dua cara untuk memperoleh kewenangan pemerintah yaitu : atribusi dan delegasi ; kadang-kadang juga, mandat, ditempatkan sebagai cara tersendir untuk memproleh wewenang.22

Demikian juga pada setiap perbuatan pemerintah diisyaratkan harus bertumpu pada kewenangan yang sah. Tanpa adanya kewenangan yang sah, seorang pejabat atau badan tata usaha negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan pemerintah.

Kewenangan yang sah merupakan atribut bagi setiap pejabat atau bagi setiap badan.

Kewenangan yang sah bila ditinjau dari sumber darimana kewenangan itu lahir atau diperoleh, maka terdapat tiga kategori kewenangan, yaitu atribut, delagatif dan mandat, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Kewenangan Atribut

Kewenangan atribut biasanya digariskan atau berasal dari adanya pembagian kekuasaan oleh peraturan perundang-undangan. Dalam

21Philipus M. Hadjon, tentang Kewenangan.Makalah ( Surabaya : Yuridika, 1997). hal. 1.

22Nur Basuki Winanmo, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi, (Yogyakarta : Laksbang Mediatama, 2008) hal. 65.

(32)

pelaksanaan kewenangan atributif ini pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh pejabat atau badan yang tertera dalam peraturan dasarnya. Terhadap kewenangan atributif mengenai tanggungjawab dan tanggung gugat berada pada pejabat atau badan sebagaimana tertera dalam peraturan dasarnya.

b. Kewenangan delegatif

Kewenangan delegatif bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ lain dengan dasar peraturan perundang- undangan. Dalam hal kewenangan delegatif tanggungjawab dan tanggung gugat beralih kepada yang diberi wewenang tersebut dan beralih pada delegataris.

c. Kewenangan mandat

Kewenangan mandat merupakan kewenangan yang bersumber dari proses atau prosedur perlimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat atau badan yang lebih rendah. Kewenangan mandat terdapat dalam hubungan rutin atasan dan bawahan, kecuali bila dilarang secara tegas.23

Ada perbedaan yang mendasar yang lain antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada atribusi, kewenangan yang siap ditransfer, tidak demikian dengan delegasi. Dalam kaitan dengan asas legalitas kewenangan tidak dengan didelegasikan secara besar-besaran, akan tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan hukum menentukan mengenai kemungkinan delegasi.24

Konsep kewenangan dalam hukum administrasi negara berkaitan dengan asas legalitas, dimana asas ini merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai bahan dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintah dan kenegaraan disetiap Negara hukum terutama bagi negara-negara hukum yang menganut sistem hukum eropa kontinental. Asas ini dinamakan juga kekuasaan undang-undang (de heerchappij van de wet).25

23Ibid, hal. 75

24Ibid,

25Eny Kusdarini, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara dan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik. (Yogyakarta : UNYPress, 2011). hal. 89.

(33)

Teori kewenangan di pandang tepat dipergunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan sebagai berikut :

1) Bahwa teori kewenangan merupakan bahan dasar setiap penyelenggaraan pemerintah dan kenegaraan disetiap Negara hukum.

2) Bahwa tanpa adanya kewenangan yang sah, seorang pejabat atau badan tata usaha negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan pemerintah.

3) Bahwa kewenangan yang sah, bila ditinjau dari sumber darimana kewenangan itu lahir atau diperoleh.

4) Bahwa dalam melaksanakan pelayanan perizinan dan nonperizinan pada PTSP di Kabupaten Karo yang dilakukan oleh investor dilaksanakan oleh pemerintah atau badan yang berasal dari peraturan perundang-undangan.

5) Bahwa dengan teori kewenangan akan menjelaskan implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penamanan modal di Kabupaten Karo.

b. Teori Kepastian Hukum

Soerjono Soekanto menyatakan bahwa wujud kepastian hukum adalah peraturan-peraturan dari pemerintah pusat yang berlaku umum diseluruh wilayah negara.26

Dalam hal tatanan hukum, Satjipto Rahardjo memberikan gambaran lebih terperinci sebagai berikut :27

“Hukum adalah karya manusia yang berupa norma-norma berisikan petunjuk- petunjuk tingkah laku.Ia merupakan pencerminan dari kehendak manusia

26Sentosa Sembiring, Hukum Investasi. (Bandung : CV. Nuansa Aulia, 2010). hal. 19.

27Chainur Arrajid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hal. 16-17.

(34)

tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan ke mana harus diarahkan. Oleh karena itu, pertama-tama hukum itu mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh masyarakat tempat hukum itu diciptakan.Ide-ide ini adalah mengenai keadilan.”

Hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan keluarganya, maupun masyarakat dengan agamanya, dan lain-lain sangat kompleks atau bermacam-macam. Oleh sebab itu dapat dikatakan hubungan konkret macam apa yang terdapat dalam suatu masyarakat dan tiap-tiap hubungan konkret itu mempunyai segi-segi yang beraneka ragam.28Inilah yang memunculkan tuntutan yang lebih praktis sifatnya, yaitu keharusan adanya peraturan.Apabila hal itu disebut sebagai tuntutan maka tuntutan itu berupa adanya kepastian hukum.29

Teori kepastian hukum menganut 2 (dua) pengertian, yaitu :

1) Adanya aturan yang bersifat umum sehingga membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan,

2) Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah.

Karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu, individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dilakukan oleh negara terhadap individu.

Kepastian hukum bukan hanya beberapa pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim yang satu dengan putusan hakim yang lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.30Kepastian hukum dimaknai dalam suatu aturan yang bersifat tetap, yang bisa dijadikan sebagai

28Ibid., hal. 16.

29Satjipto Rahardjo, Op. Cit., hal. 19.

30Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media Group, 2005), hal.158.

(35)

pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah yang muncul di tengah-tengah masyarakat.31 Hukum mempunyai daya sifat memaksa yang diharapkan dapat menciptakan suatu kepastian. Hukum akan menjadi berarti apabila perilaku manusia dipengaruhi oleh hukum dan apabila masyarakat menggunakan hukum tersebut dalam menuruti perilakunya. Kepastian hukum dapat kita lihat dari 2 (dua) sudut, yaitu:32

1) Kepastian dalam hukum, dimaksudkan bahwa setiap norma hukum itu harus dapat dirumuskan dengan kalimat-kalimat di dalamnya dengan tidak mengandung penafsiran yang berbeda-beda. Akibatnya akan membawa perilaku patuh atau tidak patuh terhadap hukum. Dalam praktek, banyak timbul peristiwa-peristiwa hukum dimana ketika dihadapkan dengan substansi norma hukum yang mengaturnya, kadangkala terdapat ketidakjelasan sehingga timbul penafsiran yang berbeda-beda yang mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum,

2) Kepastian karena hukum, dimaksudkan bahwa karena hukum itu sendirilah adanya kepastian, misalnya hukum menentukan adanya lembaga daluarsa, dengan lewat waktu seseorang akan mendapatkan hak atau kehilangan hak.

Berarti hukum dapat menjamin adanya kepastian bagi seseorang dengan lembaga daluarsa akan mendapatkan suatu hak tertentu atau akan kehilangan sesuatu hak tertentu.

31Theo Hujbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta : Kanisius, 1992), hal. 42.

32Syafruddin Kalo, Penegakan Hukum yang Menjamin Kepastian Hukum dan Rasa Keadilan Masyarakat, dikutip dariwww.hunterscience.weebly.com, diakses pada tanggal 31 Maret 2015.

(36)

Keharusan akan adanya peraturan dalam masyarakat merupakan syarat pokok untuk adanya kepastian hukum sehingga peraturan merupakan kategori tersendiri yang tidak bersumber kepada ideal maupun kenyataan. Yang menjadi sasarannya bukanlah untuk menemui tuntutan ide-ide atau pertimbangan filsafat juga bukan tuntutan perilaku sehari-hari melainkan tuntutan agar peraturannya ada33 dan dapat ditegakkan.

Adanya teori kepastian hukum di dalam setiap peristiwa hukum merupakan unsur terpenting. Khususnya di dalam penulisan ini, adanya praktek windows dressing di dalam mekanisme pasar modal sangat merugikan pihak investor. Dengan adanya teori kepastian hukum, maka pemerintah diharapkan dapat menjamin hak-hak dari investor untuk dilindungi sehingga kepercayaan investor dapat kembali pulih.

Menggunakan teori kepastian hukum akan dapat dilihat bagaimana konsep aturan-aturan izin dan nonperizinan penanaman modal dikabupaten Karo,dan bagaimana aspek-aspek yang medukung pelayanan perizinan di tanaah karo. Dengan demikian diharapkan akan memenuhi kegunaan kepastian hukum dalam proses perizinan dan nonperizinan penanaman modal di Kab. Karo dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang berkepentingan.

33Ibid., hal. 19-20.

(37)

2. Kerangka Konseptual

a. Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.34

b. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.35

c. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), yang selanjutnya disebut PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu.36

d. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.37

e. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.38

34 Pengertian.co, 10 Pengertian Implementasi Menurut Para Ahli,http://www.sumberpengertian.co/pengertian-implementasi-menurut-para-ahli. Diakses pada tanggal 3 Desember 2019.

35Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 1 ayat (1)

36Republik Indonesia, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal. Op. Cit., Pasal 1 angka (5).

37Republik Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Pasal 1 angka (3).

38Republik Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Pasal 1 angka (6).

(38)

f. Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang- undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.39

g. Pelimpahan Wewenang adalah penyerahan tugas, hak, kewajiban, dan pertanggungjawaban Perizinan dan Nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama penerima wewenang.40

h. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dan Administrator Kawasan Ekonomi Khusus, yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.41.

i. Nonperizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan dan informasi mengenai penanaman modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.42

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah sebuah materi pengetahuan untuk mendapatkan pengertian yang lebih dalam mengenai sistematis atau langkah-langkah penelitian.43

39Republik Indonesia, Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pasal 1 angka (1).

40Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pasal 1 angka 8.

41Republik Indonesia, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Tentang Pedoman Dan Tata Cara Perizinan dan NonPerizinan Penanaman Modal. Op. Cit., Pasal 1 angka (10) .

42Ibid, angka (11).

(39)

Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis permasalahan, adalah sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif.44Pendekataan yuridis normatif digunakan oleh penulis karena masalah yang diteliti oleh penulis berkisar mengenai bagaimana implementasi peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Kabupaten Karo untuk mendukung bidang penanaman modal di Kabupaten Karo.Dengan adanya keterkaitan peraturan- peraturan ini kiranya dapat memberikan manfaat bagi Kabupaten Karo untuk dapat menarik minat para investor untuk melakukan penanaman modal di Kabupaten Karo.

Adapun sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif analitis adalah menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu.45Dengan memperhatikan norma yang sudah ada sehingga dapat menjawab permasalahan. Pertama, diuraikan terlebih dahulu bagaimana implementasi Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk mendukung bidang penanaman modal di Kabupaten Karo. Kedua, faktor apa yang menjadi dukungan dan

43Syahrum dan Salim, Metodologi Penelitian Kuantitatif, ( Bandung : CiptaPustaka Medan, 2002) hal. 37.

44Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, 2006).hal. 163.

45Kontjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, ( Jakarta : PT. Gramedia, 1997) hal. 42.

(40)

hambatan dalam mengimplementasikan Peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk mendukung bidang penanaman modal di Kabupaten Karo.

2. Pendekatan Penelitian

Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif maka pendekatan yang digunakan adalah perundang-undangan (statute approach).

Pendekatan peraturan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.46 Penelitian ini menggunakan pendekatan tersebut karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan perumusan masalah.

3. Data Penelitian

Dalam penelitian hukum normatif data yang dipergunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik berupa peraturan perundang- undangan dan karya ilmiah lainnya.47 Untuk memecah isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya diperlukan sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier.48

46Jhonny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, ( Malang : Bayumedia Publishing, 2006). hal. 248.

47Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya : Bayumedia, 2006), hal. 192.

48Peter Mahmud Marzuki, Op.,Cit, hal.141.

(41)

a. Bahan hukum primer

Bahan Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.49 Dokumen peraturan perundang – undangan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.50 Dalam penelitian ini bahan hukum primer adalah terdiri dari aturan hukum yang diurut berdasarkan:

1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik 3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 4) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota

5) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

6) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal

7) Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

b. Bahan hukum sekunder

Bahan Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan bahanhukum primer antara lain berupa jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, internet, makalah-makalah, tulisan tentang pendapat pakar hukum

49Soerjono Soekanto dan Srimamudji, Penelitian Hukum Normatif,( Jakarta : IND- HILLCO, 2001 ) hal. 13.

50Ibid.

(42)

dibidang peraturan daerah yang berkaitan dengan objek penelitian.51 Pendapat para ahli yang dijadikan informasi dalam penelitian thesis ini ialah buku-buku yang berkaitan tentang perizinan dan non perizinan penanaman modal.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus-kamus hukum, jurnal, diktat, makalah, ensiklopedia dan lain-lain.

Dalam hal ini bahan data sekunder didukung oleh bahan data primer dan hasil wawancara.

3. Tehnik dan Alat Pengumpulan Data

Tehnik dan alat pengumpulan data dilakukan melalui : a. Studi kepustakaan (Library research)

Sehubung dengan permasalahan dalam penelitian ini, adapun teknik pengumpulan data akan dilakukan melalui studi kepustakaan, dikumpulkan melalu studi literatur, dokumen dan dengan mempelajari ketentuan peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, artikel, literatur yang berhubungan dengan implementasi peraturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal di Kabupaten Karo.

b. Wawancara (Interview)

Disamping studi kepustakaan, diperlukan data pendukung juga hal ini akan diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pejabat Kantor PTSP Kab.

51Ibid. hal. 14.

(43)

Karo, Pengusaha atau investor. Adapun tujuan dilakukannya wawancara dengan pejabat Kantor PTSP Kab. Karo dan pengusaha atau investor untuk mengetahui implementasi peraturan PTSP di Bidang Penanaman Modal di Kabupaten Karo.

4. Analisis Data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori- kategori atas dasar pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut.52Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan seluruh data yang sudah diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan dan pengelompokkan agar mudah ditelaah dan dianalisis secara secara kualitatif. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif, yaitu:

a. Mengumpulkan bahan hukum, berupa inventarisasi peraturan perundang- undangan yang terkait dengan penanaman modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP),

b. Memilah-milah bahan hukum yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya melakukan sistematisasi bahan hukum sesuai dengan permasalahan,

52Soejono Soekonto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 225.

(44)

c. Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkannya untuk menemukan kaiedah, asas dan konsep yang terkandung di dalam bahan hukum tersebut,

d. Menemukan hubungan konsep, asas dan kaidah tersebut dengan menggunakan teori sebagai pisau analisis.

Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif.Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas dan kaidah yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penulisan yang dirumuskan.

(45)

BAB II

PERATURAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN MELALUI SISTEM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENAMANAN

MODAL DI KABUPATEN KARO

A. Penanaman Modal Secara Langsung Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

1. Kebijakan Dasar Penanaman Modal

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP Nasional) yang menjadi arah kebijaksanaan penanaman modal ditetapkan oleh Undang-Undang No.

17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 bahwa penanaman modal dimungkinkan pelaksanaannya di Indonesia dengan memenuhi berbagai persyaratan-persyaratan tertentu. Disamping itu penanaman modal diarahakan untuk memperkuat tumbuhnya ekonomi nasional dalam rangka mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional.53

RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi dan arah Pembangunan Nasional.54

53Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, ( Jakarta : PRENADA MEDIA GROUP, 2007) hal. 35.

54 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Pasal 3.

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu, akan dilakukan penelitian, dari batang gulma yang mana gulma atau tumbuhan pengaganggu yang akan di manfaatkan sabagai bahan bakar alternatif dan

diantara PC, komputer genggam dan peralatan elektronik lainnya. Kedua perusahaan tersebut menggambarkan bahwa para konsumen akan masuk ke dalam portal mereka dengan

kepuasan nasabah telah memberikan kesimpulan yang jelas”. Kegagalan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan nasabah 70% adalah karena faktor

Sampai suatu ketika, keluarganya mengirimkan ia kembali ke masa lalu, kira-kira 250 tahun yang lalu, zaman dimana Nobita Nobi, leluhur keluarga ini, masih hidup di Tokyo.Misi

Hasil penelitian menunjukkan pengambilan keputusan pada peternakan broiler yang menggunakan kandang opened house dan closed house terhadap analisa usaha dan sistem

Pola penyimpangan satu warna terdapat penyimpanagan warna yang dangan nama daerah (lokal Lombok) dikenal dengan sebutan 1). Sonteng : terdapat warna putih pada

Judul : Metode Hafalan Al Qur’an Siswa Kelas V Sekolah Dasar Islam Terpdadu Ibnu Umar Boyolali Dan Sekolah Dasar Muhammadiyah Program Khusus Boyolali Tahun 2015/2016 Pembimbing

Hubungan tidak signifikan antara firm size dan managerial ownership tersebut disebabkan karena semakin besar ukuran perusahaan maka monitoring yang dilakukan oleh pasar terhadap