• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur khalkon dan asam sinamat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Struktur khalkon dan asam sinamat"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Khalkon merupakan suatu senyawa organik golongan flavonoid yang dapat dengan mudah ditemukan di alam khususnya pada tumbuh-tumbuhan.

Senyawa golongan flavonoid termasuk turunan khalkon dilaporkan memiliki beragam manfaat. Bandgar et. al. (2010) melakukan sintesis senyawa- senyawa turunan khalkon yang mengandung gugus metoksi. Beberapa senyawa turunan khalkon yang disintesis dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antikanker, antiinflamasi, dan antioksidan. Raj et. al. (2015) melaporkan bahwa turunan kloro kuinolin khalkon memiliki aktivitas sebagai antimalaria. Tiwari et. al. (2010) melaporkan beberapa senyawa turunan khalkon menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Eschericia coli dan Pseudomonasaeruginosa, serta menunjukkan aktivitas antijamur terhadap Aspergillus niger dan Aspergillus flavus.

Gambar I.1 Struktur khalkon dan asam sinamat

Khalkon dan asam sinamat memiliki kemiripan struktur karena berasal dari senyawa awal yang sama. Winkel-Shirley (2001) memaparkan biosintesis flavonoid. Biosintesis diawali dengan jalur metabolisme fenilpropanoid secara umum yaitu dari fenilalanin menjadi asam sinamat.

Asam sinamat menjadi asam p-kumarat dengan bantuan enzim sinamat-4- hidroksilase (C4H). Asam p-kumarat menjadi 4-kumaroil-CoA dengan bantuan enzim 4-kumaroil-CoA ligase (4CL). Tetrahidroksi khalkon dihasilkan dengan bantuan enzim khalkon sintase (CHS) dan penambahan tiga malonil-CoA. Gambar I.1 di atas adalah struktur khalkon dan asam

(2)

sinamat. Turunan asam sinamat dikenal sebagai bahan aktif tabir surya karena struktur dapat menyerap sinar UV. Turunan khalkon diharapkan memiliki aktivitas yang sama karena strukturnya memungkinkan menyerap panjang gelombang pada daerah UV. Kemungkinan perbedaan aktivitas tabir surya disebabkan struktur khalkon yang memiliki struktur terkonjugasi yang lebih panjang sehingga serapan maksimum bergeser ke panjang gelombang yang labih panjang.

Senyawa turunan sinamat dimanfaatkan sebagai bahan aktif tabir surya. Tahir et. al. (2002) melakukan analisis perlindungan sinar ultra violet (UV) secara in vitro dan in vivo terhadap senyawa ester sinamat hasil sintesis, antara lain 2,4-dimetoksiheksilsinamat, 3,4-dimetoksiheksilsinamat, 3,4,5- trimetoksiheksilsinamat, dan 3,4-dimetoksiamilsinamat. Hasil pengujian secara in vitro menunjukkan bahwa senyawa-senyawa tersebut relatif cukup baik sebagai penyerap sinar UV dengan perlindungan maksimal (SPF ≥ 15) pada kisaran konsentrasi 9-50 µg/mL. Hasil pengujian secara in vivo menunjukkan bahwa senyawa-senyawa tersebut relatif baik melindungi kulit hewan uji dari terjadinya eritema akibat sinar UV dengan skor kurang dari 1,9. Senyawa khalkon memiliki struktur yang mirip dengan senyawa sinamat sehingga diharapkan senyawa khalkon menunjukkan aktivitas tabir surya sebagaimana sinamat.

Tabir surya digunakan untuk melindungi kulit dari paparan sinar UV yang dipancarkan oleh sinar matahari. Sediaan tabir surya dioleskan di permukaan kulit untuk membentengi kulit dari radiasi sinar UV. Keberadaan senyawa tabir surya di permukaan kulit membuat radiasi sinar UV tidak langsung mengenai permukaan kulit tetapi terlebih dulu mengenai lapisan tabir surya sampai jangka waktu tertentu.

D’Orazio et. al.(2013) membagi sinar UV menjadi tiga tipe yaitu UV- C (100-280 nm), UV-B (280-315 nm), dan UV-A (315-400 nm). Masing- masing tipe radiasi UV memiliki efek yang berlainan pada kulit. Radiasi yang sampai ke bumi adalah radiasi sinar UV-B dan UV-A. Radiasi yang berbahaya adalah radiasi sinar UV-B yaitu dapat menyebabkan kanker kulit

(3)

meskipun persentase yang sampai ke bumi sedikit (sebagian terserap oleh lapisan ozon di atmosfer). Persentase radiasi sinar UV-A yang sampai ke bumi mencapai 90% tetapi baru menimbulkan efek samping apabila paparan terjadi dalam jangka panjang.Tabel I.1 berikut memaparkan detail tipe radiasi UV dan sifat-sifatnya menurut Narayanan et. al. (2010).

Tabel I.1 Tipe radiasi UV dan sifat-sifatnya

Tipe Radiasi Sifat-sifat Umum

UV-A 90-99% mencapai permukaan bumi

tidak terserap oleh lapisan ozon di atmosfer dapat terserap lebih dalam ke dalam kulit

berbahaya jika paparan berlebih pada jangka panjang menyebabkan penuaan kulit dan pigmentasi (tanning) UV-B 1-10% mencapai permukaan bumi

terserap oleh lapisan ozon di atmosfer menembus lapisan atas epidermis

menyebabkan sunburn, pigmentasi, kerutan pada kulit, photoaging, dan kanker kulit

UV-C terserap oleh lapisan ozon sebelum mencapai bumi menyebabkan sunburn dan kanker kulit

Radiasi UV tidak hanya bersumber dari sinar matahari. Sumber radiasi UV lainnya yaitu tanning bed. Tanning bed merupakan lampu berjemur buatan dari lampu UV yang berfungsi untuk mencoklatkan kulit.

Dilaporkan bahwa setiap harinya lebih dari 1 juta warga Amerika melakukan tanning di salon sejak tanning bed menjadi tren. Dilaporkan pula adanya peningkatan resiko kanker kulit squamous cell carcinoma dan melanoma sebanyak 75% (Anonim, 2015). Lampu CFL atau Compact Fluorescent Light yang lebih kita kenal sebagai lampu hemat energi juga memancarkan radiasi UV (Sharma et. al., 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa kulit dapat terkena radiasi UV meskipun di dalam ruangan.

(4)

Mekanisme aksi tabir surya dibedakan menjadi dua yaitu penyaring radiasi UV organik dan penyaring radiasi UV anorganik (Mancebo et. al., 2014). Penyaring UV organik atau dikenal sebagai tabir surya kimia melindungi kulit dengan menyerap energi dari radiasi UV secara kimia, sedangkan penyaring UV anorganik atau yang dikenal sebagai tabir surya fisika melindungi kulit dengan memantulkan kembali radiasi sinar UV.

Contoh tabir surya kimia antara lain sinamat, benzofenon, dan dibenzoilmetana, sedangkan contoh tabir surya fisika antara lain ZnO2 dan TiO2.

Taufikkurohmah (2005) menjelaskan bahwa senyawa yang berfungsi sebagai tabir surya secara kimia memiliki ciri-ciri yaitu mempunyai inti benzena yang tersubstitusi pada posisi orto maupun para yang terkonjugasi dengan gugus karbonil. Jansen et. al. (2013) menjelaskan bahwa senyawa organik harus memiliki gugus kromofor yang terkonjugasi dengan elektron pi untuk dapat digunakan sebagai tabir surya. Semakin panjang konjugasi dengan ikatan rangkap akan menggeser panjang gelombang maksimum dan meningkatkan penyerapan sinar UV.

Gambar I.2 Struktur 2’,4’-dihidroksi-3,4-dimetoksikhalkon

Khalkon memiliki dua cincin benzena tersubstitusi alkil yang terkonjugasi dengan gugus karbonil. Senyawa turunan khalkon memiliki gugus kromofor yang terkonjugasi dengan elektron pi pada ikatan rangkap dan cincin aromatik sehingga mampu menyerap radiasi sinar UV, Oleh karena itu senyawa khalkon diprediksi memiliki aktivitas tabir surya. Turunan khalkon yang disintesis yaitu 2’,4’-dihidroksi-3,4-dimetoksikhalkon yang ditunjukkan pada Gambar I.2 memiliki substituen pada posisi orto dan para yang terkonjugasi dengan gugus karbonil sehingga diharapkan memiliki

(5)

aktivitas tabir surya yang baik sebagaimana ciri-ciri yang disebutkan sebelumnya.

Khalkon disintesis melalui kondensasi Claisen-Schmidt berkatalis basa dari suatu keton aromatik atau keton aromatik tersubstitusi dengan benzaldehida atau benzaldehida tersubstitusi (Susanti dan Redjeki, 2011).

Senyawa 2’,4’-dihidroksi-3,4-dimetoksikhalkon disintesis dari 2,4- dihidroksiasetofenon sebagai keton aromatik tersubstitusi dan 3,4- dimetoksibenzaldehida atau yang dikenal sebagai veratraldehida sebagai benzaldehida tersubstitusi.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak cengkeh.

Lebih dari 60% kebutuhan minyak cengkeh dunia dipenuhi oleh Indonesia (Suryana et. al., 2005). Kandungan utama minyak cengkeh adalah senyawa eugenol dengan rendemen mencapai 70-96% (Towaha, 2012). Dengan melakukan pengolahan lebih lanjut, senyawa eugenol dapat dikonversi menjadi 3,4-dimetoksibenzaldehida yang menjadi salah satu bahan dasar pembuatan 2’,4’-dihidroksi-3,4-dimetoksikhalkon.

Gambar I.3 Konversi eugenol menjadi metil isoeugenol (Rudyanto dan Hartanti, 2006)

Rudyanto dan Hartanti (2006) mengkonversi eugenol menjadi metil isoeugenol dalam satu tahap reaksi dengan katalis TBAB dengan metode iradiasi gelombang mikro pada kondisi bebas pelarut (Gambar I.3). Metil isoeugenol dapat dioksidasi menjadi veratraldehida dengan melakukan oksidasi pada gugus alkena metil isoeugenol. Hal tersebut sebagaimana

(6)

dijelaskan oleh Fessenden dan Fessenden (1997) bahwa oksidasi pada gugus alkena dapat dilakukan untuk membentuk senyawa aldehid. Dengan demikian secara tidak langsung, sintesis 2’,4’-dihidroksi-3,4-dimetoksikhalkon dapat meningkatkan nilai ekonomi dari minyak cengkeh dari tanaman cengkeh yang merupakan bahan alam asli Indonesia.

I.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk:

1. mendapatkan 2,4-dihidroksiasetofenon melalui reaksi asilasi Friedel- Crafts dari resorsinol

2. mendapatkan 2’,4’-dihidroksi-3,4-dimetoksikhalkon melalui kondensasi Claisen-Schmidt 2,4-dihidroksiasetofenon dengan veratraldehida

3. mengetahui aktivitas 2’,4’-dihidroksi-3,4-dimetoksikhalkon sebagai tabir surya secara in vitro menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

I.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain:

1. sebagai bahan informasi bagi industri kosmetik khususnya mengenai tabir surya

2. meningkatkan nilai ekonomi minyak cengkeh.

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga isu prioritas tersebut, yakni (1) hutan dan lahan, berupa alih fungsi lahan (okupasi)/pemanfaatan hutan untuk kegiatan non kehutanan serta kaitannya dengan

Desain molekul yang sudah diperoleh akan dilakukan perhitungan optimasi geometri dengan metode DFT/TD- DFT dan solvasi PCM (Polarizable Continuum Model) berupa air

Masyarakat Gampong Beurawe khususnya yang berprofesi sebagai peternak memiliki dua atau lebih ternak, namun apakah peternak sudah mengetahui dan mampu mengaplikasikan