• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of TRANSFORMASI PENDIDIKAN FORMAL DALAM MENINGKATKAN INTEGRITAS NILAI-NILAI SALAF PESANTREN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of TRANSFORMASI PENDIDIKAN FORMAL DALAM MENINGKATKAN INTEGRITAS NILAI-NILAI SALAF PESANTREN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7No.1, tahun 2020

TRANSFORMASI PENDIDIKAN FORMAL DALAM MENINGKATKAN INTEGRITAS NILAI-NILAI SALAF PESANTREN

Article details:

Received: 09th Jun, 2020 Revision: 10nd Jun, 2020 Accepted: 15nd Jun, 2020 Published: 16nd Jun, 2020

The development of the times requires all elements of education to continue to develop knowledge without having to leave the values of the salaf, including in this case the pesantren, which is actually inhabited by thousands of pesantren. So pesantren should follow the times, one of which is establishing formal institutions.

In general, this study aims to describe the Transformation of Formal Education in Inproving the Integrity of Islamic Boarding School Salaf Values at Al-Utsmani High School, Beddian Jambesari.

Jambesari Darus Sholah Bondowoso. Where as specifically aimed; 1) To describe the Forms

of Formal Education

Transformation in Improving the Integrity of the Salaf Values of Pesantren at Al-Ottoman High School Beddian Jambesari-

Jambesari Darus Sholah Bondowoso. Beddian Jambesari- Jambesari Darus Sholah Bondowoso.

The research method used in this study is a qualitative approach, namely field research. Data collection is done by observation, interviews, documentation, and triangulation/

combination. While the data analysis technique is done by Data Reduction, data display, Verification (conclusion drawng).

The results of the research that has been done can be concluded that the Transformation of Formal Education in increasing the values of Islamic boarding schools in Al- Ottoman Islamic High School Jambesari Darussholah Bondowoso is by including the Salaf education curriculum with the general education curriculum, and socializing it to students / students.

Keywords: Formal Education, Islamic Boarding School Salaf Values

Ansori1

1Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) At-Taqwa Bondowoso

Email :[email protected]

(2)

84

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

PENDAHULUAN

Pesantren adalah lembaga pendidikan nasional yang lahir dan tumbuh berberengan dengan datangnya Islam ke tanah Jawa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua dan asli (indigenous) di masyarakat Indonesia (Ziemiek, 1986: 100). Pesantren dalam perkembangannya turut serta dalam mengiringi dakwah Islam melalui pendidikan agama dan keagamaan. Bahkan lebih dari itu pesantren dikenal sebagai lembaga pembinaan akhlak dan moral untuk generasi masa depan.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki ciri khas yang membedakan dengan lembaga pendidikan lainnya, yaitu tentang nilai-nilai kepesantrenan seperti halnya ketawadhu’an santri kepada kyainya, menghormati guru dan menghargai antar sesama melalui kepeduliannya dalam kebersamaan. Nilai-nilai kepesantrenan ini diformulasikan agar para santri memiliki karakter akhlakul karimah dan moral yang menjadi ruh pendidikan pesantren.

Pesantren berdiri didasarkan pada motivasi untuk mengembangkan keilmuan agama.

Pesantren memiliki tiga peran yaitu: sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu islam tradisional, sebagai pengajar dan pemelihara kelangsungan islam tradisional, sebagai pusat produksi ulama. Karakteristik pondok pesantren khususnya ketika dihadapkan pada tradisi pesantren dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pesantren salaf dan khalaf. Pesantren salaf merupakan pesantren yang masih mempertahankan kitab-kitab islam klasik sebagai inti dalam kegiatan pendidikannya dan tidak diajarkan pada pengetahuan umum. Pesantren khalaf menerima tata nilai baru yang dinilai sesuai dengan hukum islam. Pesantren khalaf biasanya menggunakan sistem klasikal yang memuat pelajaran agama dan juga ilmu-ilmu umum (Yasmidi, 2005:63).

Seiring perkembangan zaman dan kemajuan tekhnologi, beberapa pesantren yang sebelumnya hanya mengembangan ilmu pengetahuan agama saja melalui pendidikan non formal seperti halnya madrasah diniyah, saat ini sudah banyak yang mendirikan lembaga pendidikan formal seperti halnya SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, dan Perguruan Tinggi. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk pengembangan ilmu pengetahuan umum dan tekhnologi.

Sehingga ilmu pengetahuan agama dan umum dapat dilaksanakan secara terpadu dilingkungan pesantren. Sebagaimana dilaksanakan di Pesantren Al-Utsmani Jambesari Darussholah Bondowoso.

(3)

85

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

Pesantren Al-Utsmani Bondowoso saat ini tidak hanya mengajarkan pendidikan agama saja, melainkan juga mengajarkan pendidikan umum melalui lembaga pendidikan formal yang sudah didirikannya, terdapat Madrasah Tsanawiyah Al-Utsmani dan SMA Islam Al-Utsmani.

Namun dalam penelitian ini, peneliti mengambil satu lembaga sebagai objek utama dalam penelitian ini, yaitu SMA Islam Al-Utsmani dengan alasan bahwa anak pada usia ini sudah bisa berfikir logis.

Sebagaimana dikatakan oleh Piaget bahwa anak pada usia 15 sampai 18 tahun berada pada tahap pemikiran operasional formal (formal operational stage), artinya bahwa pada usia ini remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan konkret sebagai landasan berpikirnya.

Tetapi mereka mampu membayangkan situasi rekaan dan kejadian yang semata-mata berupa kemungkinan hipotesis ataupun proporsi abstrak, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis (Santrock, 2003: 31). Sehingga intenalisasi nilai-nilai salaf pesantren dianggap lebih tepat karena sesuai dengan cara berfikir remaja pada usia ini dan hal inilah yang menjadi salah satu alasan kuat peneliti mengambil satu objek dalam penelitian ini.

Sebelum membahas lebih jauh terlebih dahulu perlu dijelaskan secara teoritik tentang Transformasi Pendidikan Formal dalam Meningkatkan Integritas Nilai-Nilai Salaf Pesantren.

1. Pendidikan Formal

Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dilakukan oleh seseorang melalui kegiatan belajar secara formal, non formal, dan informal untuk memperoleh ilmu pengetahuan agar dapat mengembangkan potensi diri, memiliki kepribadian serta keterampilan yang diinginkan. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 ayat (1): Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembagkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sedangkan Priatna (2004: 27) mengatakan bahwa pendidikan merupakan usaha pengembangan kualitas diri manusia dalam segala aspeknya. Pendidikan sebagai aktifitas yang disengaja untuk mencapai tujuan tertentu dan melibatkan berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya sehingga membentuk satu sistem yang saling mempengaruhi.

(4)

86

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

Berbeda hal nya dengan Ihsan (2011: 2) yang mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan.

Pengertian tersebut diperkuat oleh Wahyudin (2007: 1) yang berpendapat bahwa pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia agar mampu mewujudkan diri sesuai dengan martabat kemanusiannya. Sedangkan Drikarya (1980) mengatakan bahwa pendidikan itu adalah memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf mendidik.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, yang dimaksud dengan pendidikan adalah upaya untuk memanusiakan manusia yang dilakukan secara sadar dan diwujudkan melalui kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga memiliki ilmu pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan. Sedangkan istilah pendidikan formal dalam hal ini adalah sistem pendidikan yang berstruktur, bertingkat, atau berjenjang yang diawali dari sekolah tingkat dasar sampai tingkat universitas, serta dalam pelaksanaannya berdasarkan kurun waktu tertentu sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

2. Pendidikan Pesantren

a. Nilai-Nilai Pendidikan Pesantren

Pokok-pokok nilai pendidikan pesantren yang utama yang harus ditanamkan pada santri, yaitu nilai pendidikan I’itiqadiyah, nilai pendidikan amaliyah, dan nilai pendidikan khuluqiyah (Izza dan Saehuddin, 2007: 16).

1) Nilai Pendidikan I‟itiqadiyah

Nilai Pendidikan i’itiqadiyah ini merupakan nilai yang terkait dengan keimanan seperti iman kepada Allah swt, malaikat, rasul, kitab, hari akhir dan takdir yang bertujuan menata kepercayaan individu.

Iman berasal dari bahasa Arab dengan kata dasar amana yu‟minu imanan artinya beriman atau percaya. Bukti-bukti keimanan diantaranya:

(5)

87

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

a) Mencintai Allah swt dan Rasul-Nya.

b) Melaksanakan perintah-perintah-Nya c) Menghindari larangan-larangan-Nya.

d) Berpegang teguh kepada Allah swt dan sunnah Rasul-Nya.

e) Membina hubungan kepada Allah swt dan sesama manusia.

f) Mengerjakan dan meningkatkan amal saleh.

g) Berjihad dan dakwah. Nilai Kemanusiaan.

2) Nilai Pendidikan Amaliyah

Nilai pendidikan amaliyah merupakan nilai yang berkaitan dengan tingkah laku.

Nilai pendidikan amaliyah di antaranya:

a) Pendidikan Ibadah

Ibadah merupakan suatu bentuk penghambaan sang makhluk kepada sang kholiq, masing-masing agama menganjurkan pengikutnya untuk beribadah dengan cara dan bentuk yang berbeda. Sehingga menjadi wajib bagi setiap pengikutnya untuk mengajarkan perihal peribadatan kepada anak-anaknya dari sejak dini agar kelak menjadi terbiasa melaksanakan kegiatan ibadah, terutama keluarga yang dikatakan sebagai lembaga pendidikan pertama, maka perlu untuk membimbingan sekaligus mengarahkan putra-putrinya agar gemar dalam melaksanakan ibadah, paling tidak mereka terlebih dahulu diajarkan tentang bagaimana pelaksanaan ibadah, selebihnya terkait dengan konsep pelaksanaan ibadah yang benar bisa didapatkan melalui bimbingan dari lembaga pendidikan terlebih adalah pesantren.

Pesantren mengajarkan banyak hal tentang ibadah, mulai dari membaca dan menghafal Al-Qur’an, tata cara wudhu’ dan sholat yang benar serta kegiatan ibadah lainnya. Sehingga sangat cocok apabila anak-anak kita diajarkan dipesantren dengan konsep ibadah yang dangat komplit, memungkinkan anak mengetahui berbagai macam bentuk ibadah.

b) Pendidikan Muamalah

Pendidikan muamalah merupakan pendidikan yang memuat hubungan antara manusia baik secara individu maupun kelompok. Pendidikan muamalah ini meliputi:

(6)

88

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

(1) Pendidikan Shakhsiyah

Pendidikan Shakhsiyah merupakan pendidikan yang memuat perilaku individu, seperti masalah perkawinan, hubungan suami istri dan keluarga yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang sakinah dan sejahtera.

(2) Pendidikan Madaniyah

Pendidikan ini berkaitan dengan perdangan seperti upah, gadai yang bertujuan untuk mengelola harta benda atau hak-hak indvidu.

(3) Pendidikan Jana‟iyah

Pendidikan ini yang berhubungan dengan pidana atas pelanggaran yang dilakukan, yang bertujuan memlihara kelangsungan kehidupan manusia, baik berkaitan dengan harta, kehormatan, maupun hak-hak individu yang lain.

(4) Pendidikan Murafa‟at

Pendidikan ini berhubungan dengan acara seperti peradilan, saksi maupun sumpah yang bertujuan untuk menegakkan keadilan diantara anggota masyarakat.

(5) Pendidikan Dusturiyah

Pendidikan ini berhubungan dengan undang-undang Negara yang mengatur hubungan rakyat dengan pemerintah yang bertujuan untuk stabilitas bangsa.

(6) Pendidikan Duwaliyah

Pendidikan ini yang berhubungan dengan tata negara seperti tata negara Islam, tata negara tidak Islam, wilayah perdamaian dan wilayah perang, dan hubungan muslim di negara lain yang bertujuan untuk perdamaian dunia.

(7) Pendidikan Iqtisadiyah

Pendidikan ini berhubungan dengan perkonomian individu dan negara, hubungan yang miskin dengan yang kaya yang bertujuan untuk keseimbangan dan pemerataan pendapatan.

3) Nilai Pendidikan Khuluqiyah

Pendidikan ini merupakan pendidikan yang berkaitan dengan etika (akhlak) yang bertujuan membersihkan diri dari perilaku rendah dan menghiasi diri dengan perilaku terpuji

(7)

89

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

b. Metode Pendidikan Pesantren

Di pesantren setidaknya ada 6(enam) metode pendiidkan yang diterapkan dalammembentuk prilaku santri, yakni:

1) Metode Keteladanan

Secara psikologis, manusia sangat memerlukan keteladanan untuk mengembangkan sifat-sifat dan potensinya. Pendidikan perilaku lewat keteladanan adalah pendidikan dengan cara memberikan contoh-contoh kongkrit bagi para santri, di pesantren pemberian contoh keteladanan sangat ditekankan. Kyai dan ustadz harus senantiasa memberikan uswah yang baik bagi para santri, dalam ibadah-ibadah ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lain, karena nilai mereka ditentukan dari aktualisasinya terhadap apa yang disampaikan. Semakin konsekuen seorang kyai atau ustadz menjaga tingkah lakunya maka semakin didengar ajarannya (Ali, 1999; 10).

Dalam islam metode keteladanan ini disebut juga dengan metode uswah, yaitu suatu tindakan atau perbuatan yang dapat ditiru atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang pantas untuk diikuti. Uswah biasanya identik dengan perilaku baik yang ditirukan dari orang lain. Kalau dalam dunia pesantren hal ini biasanya dihubungkan dengan akhlak murid kepada guru, dimana guru dalam hal ini adalah sebagai uswah atau teladan. Inilah yang selalu ditekankan pesantren kepada santrinya.

2) Metode Latihan dan Pembiasaan

Mendidik perilaku dengan latihan dan pembiasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap norma kemudian membiasakan santri untuk melakukannya. Dalam pendidikan di pesantren metode ini biasanya akan diterapkan pada ibadah-ibadah amaliyah, seperti shalat berjamaah, kesopanan pada kyai dan ustadz, pergaulan dengan sesama santri dan sejenisnya. Sehingga tidak asing di pesantren dijumpai, bagaimana santri sangat hormat pada ustadz dan kakak-kakak seniornya dan begitu santunnya pada adik-adik junior, mereka memang dilatih dan dibiasakan untuk bertindak demikian.

Latihan dan pembiasaan ini pada akhirnya akanmenjadi akhlak yang terpatri dalam diri dan menjadi yang tidak terpisahkan. Al Ghazali menyatakan:

(8)

90

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

”Sesungguhnya prilaku manusia menjadi kuat dengan seringnya dilakukan perbuatan yang sesuai dengannya, disertai ketaatan dan keyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah baik” (Al-Ghazali, 1977; 61)

3) Mendidik melalui ibrah

Secara sederhana, Ibrah berarti merenungkan dan memikirkan, dalamarti umum biasanya dimaknakan dengan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa (Nahlawi, 1992; 390), seorang tokoh pendidikan asal timur tengah, mendefinisikan Ibrah dengan suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, ditimbang-timbang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalumendorongnya kepada prilaku yang sesuai.

Tujuan Paedagogis dari Ibrah adalah mengantarkan manusia pada kepuasan pikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan,mendidik atau menambah perasaan keagamaan. Adapun pengambilan Ibrah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi,baik di masa lalu maupun sekarang (Burhanuddin, 2001; 57).

4) Mendidik melalui Mauidzah

Mauidzah berarti nasehat.16 Rasyid Ridla mengartikan mauidzah sebagai berikut:

“Mauidzah adalah nasehat peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa yang dapat meneyentuh hati dan membangkitkannya untuk mengamalkannya”(Ridha, tt; 404).

Metode mauidzah, harus mengandung tiga unsur, yakni :a)uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seorang, dalam hal ini santi, misalnya tentang sopan santun, harus berjamaah maupun kerajinan dalam beramal;

b)motivasi dalam melakukan kebaikan;c) peringatan tentang dosa atau bahaya yang bakal muncul dari adanya larangan bagi dirinya sendiri maupun orang lain (Burhanuddin, 2001; 57-58).

5) Mendidik melalui Kedisiplinan

Dalam ilmu pendidikan, kedisiplinan dikenal sebagai cara menjaga kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan pemberian hukuman

(9)

91

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

atau sangsi. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran siswa bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi (Nawawi, 1990;

234).

Pembentukan lewat kedisiplinan ini memerlukan ketegasan mengharuskan seorang pendidik memberikan sangsi bagi para pelanggar, sementara kebijaksanaan mengharuskan pendidik berbuat adil dan arif dalam memberikan sangsi bagi pelanggar, sementara kebijaksanaan mengharuskan pendidik berbuat adil dan arif dalam memberikan sangsi, tidak terbawa emosi atau dorongan lain. Dengtan demikian sebelum menjatuhkan sangsi, seorang pendidik harus memperhatikan beberapa hal berikut: a) perlu adanya bukti yang kuat tentang adanya tindak pelanggaran;

b)hukuman harus bersifat mendidik, bukan sekedarmemberi kepuasan atau balas dendam dari si pendidik; c) harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi siswa yang melanggar, misalnya frekuensinya pelanggaran, perbedaan jenis kelamin atau jenis pelanggaran disengaja atau tidak.

Dipesantren, hukuman ini dikenal dengan istilah takzir. Takzir adalah hukuman yang dijatuhkan pada santri yang melanggar. Hukuman yang terberat adalah dikeluarkan dari pesantren.hukuman ini diberikan kepadasantri yang telah berulang kali melakukan pelanggaran, seolah tidak bisa diperbaiki. Juga diberikan kepada santri yang melanggar dengan pelanggaran berat yang mencoreng nama baik pesantren.

6) Mendidik melalui Targhib wa Tahzib

Metode ini terdiri atas metode sekaligus yang berkaitan satu sama lain: targhib dan tahzib (Nahlawi, 1992; 412). Targhib adalah janji disertai dengan bujukan agar seseorang senang melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan. Tahzib adalah ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar. Tekanan metode targhib terletak pada harapan untuk melakuka kebijakan, sementara tekanan metode tahzib terletak pada upaya menjauhi kejahatan atau dosa.

Meski demikian metode ini tidak sama pada metode hadiah dan hukuman.

Perbedaan terletak pada akar pengambilan materi dan tujuan yang hendak dicapai.

Perbedaan terletak pada akar pengambilan materi dan tujuan yang hendak dicapai.

(10)

92

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

Targhib dan tahzib berakar pada Tuhan (ajaran agama) yang tujuannya memantapkan rasa keagamaan dan membangkitkan sifat rabbaniyah, tanpa terikat waktu dan tempat.

Adapun metode hadiahdan hukuman berpijak pada hukum rasio(hukum akal) yang sempit (duniawi) yang tujuannya masih terikat ruang dan waktu. Di pesantren, metode ini biasanya diterapkan dalam pengajian- pengajian,baik sorogan maupun bandongan (Burhanuddin, 2001; 61).

7) Mendidik melalui Kemandirian

Kemandirian tingkah laku adalah kemampuan santri untuk mengambil dan melaksanakan keputusan secara bebas. Proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan santri yang bisa berlangsung di pesantren dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu keputusan yang bersifat-penting monumental dan keputusan yang bersifat harian.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Field Research atau penelitian lapangan. Kemudian pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang memerlukan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh berhubungan dengan obyek yang diteliti bagi menjawab permasalahan untuk mendapat data-data kemudian dianalisis dan mendapat kesimpulan penelitian dalam situasi dan kondisi yang tertentu (Iskandar, 2009:17)

Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Menurut Furchan, penelitian deskriptif mempunyai karakteristik (Furchan, 2004; 54).

Pengumpulan data adalah suatu proses mendapatkan data empiris melului responden dengan menggunakan metode tertentu (Silalahi, 2009:280). Dengan demikian, maka data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan gabungan dari beberapa metode, yaitu observasi, wawancara dan documenter. Kegiatan observasi dilakukan untuk memperoleh data meliputi;

Place (tempat interaksi sedang berlangsung), Actor (orang yang berperan dalam penelitian ini),

(11)

93

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

Activity (kegiatan yang dilakukan dilembaga). Sedangkan kegiatan wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi dari informan terkait dengan Pendidikan formal dan nilai-nilai salah pesantren. Kemudian untuk dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data berkaitan dengan profil lembaga, data dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan objek yang diteliti.

Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena yang dialami oleh sabjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan, secara holistik dan dideskripsi dengan bentuk kata-kata dalam suatu kontek khusus yang alamiah dengan memanfaatkan metode ilmiah (Moelong, 2005: 6). Alasan penulis menggunakan metode kualitatif, dimana peneliti langsung menjadi intrumen kunci yang terjun kelokasi untuk memperoleh data-data yang diperlukan, kemudian dianalisa dan ditarik hasil atau kesimpulan yang berkaitan dengan transformasi pendidikan formal dalam meningkatkan integritas nilai-nilai salaf pesantren dalam bentuk interpretasi-interpretasi dari peneliti terhadap perilaku tersebut.

Menurut miles dan Huberman, kegiatan analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verivikasi.

Terjadi secara bersamaan berarti reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verivikasi sebagai sesuatu yang saling jalin menjalin merupakan proses siklus dan interaksi pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar yang membangun wawasan umum yang disebut “analisis” (Silalahi, 2009: 339).

a. Reduksi Data

Reduksi data yaitu berkenaan dengan proses penyeleksian, pemfokusan, penyederhanaan, abstraksi, dan perubahan data kasar yang terdapat dalam bentuk tulisan hasil dari catatan lapangan. Reduksi data terjadi dan dilakukan secara terus menerus dalam pelaksanaan penelitian yang mengarah pada rancangan penelitian. mengatakan bahwa mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu (Sugiyono, 2015:247).

(12)

94

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

Dalam tahap ini, data-data yang diperoleh langsung dikelompokkan sesuai dengan variabel atau sub variabel yang sudah ada dalam penelitian ini, sehingga dari proses pengelompokan ini peneliti dapat memilah dan memilih data-data primer maupun sekunder dan dapat memudahkan dalam penyajian data tersebut untuk akhirnya menjadi sebuah hasil data konkrit dan benar-benar menjadi penunjang penelitian.

b. Display Data

Tahap ini merupakan langkah lanjutan dari reduksi data, dimana seluruh data dari lapangan penelitian yang telah dikelompokkan, kemudian disajikan dalam beberapa bentuk baik dalam bentuk uraian, tabel, grafik atau bentuk lain yang dianggap mudah untuk dianalisis.

Penyajian data di sini merupakan sekumpulan informasi tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian-penyajian, kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan atas pemahaman yang kita dapat dari penyajian-penyajian tersebut (Prastowo, 2012:244).

Display data banyak tipenya seperti matrik, grafik, jaringan, peta, semua itu dibentuk untuk mengumpulkan dan mengorganisir informasi dengan segera dapat diperoleh, tersusun rapi, sehingga menganalisis dapat melihat apa yang terjadi, lalu menarik kesimpulan.

c. Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi

Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman (1992:18) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Penarikan simpulan merupakan hasil penelitian yang menjawab fokus penelitian berdasarkan hasil analisis data. Gunawan (2013:212) menjelaskan bahwa simpulan disajikan dalam bentuk deskriptif objek penelitian dengan berpedoman pada kajian penelitian Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

(13)

95

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transformasi Pendidikan Formal Dalam Meningkatkan Integritas Nilai-nilai Salaf Pesantren di SMAI Al-Utsmani Beddian Jambesari-jambesari Darus Sholah Bondowoso

Berdasarkan beberapa penjelasan hasil wawancara ditas dapat dikatakan bahwa transformasi pendidikan formal dalam meningkatkan integritas nilai-nilai salaf di SMA Islam Al- Utsmani Beddian Jambesari Darussholah Bondowoso adalah para santri tidak hanya mempelajari pendidikan umum sebagaimana layaknya sekolah-sekoah SMA pada umumnya, melainkan juga didalamnya disuguhkan dengan pelajaran-pelajaran salaf seperti halnya kitab Ta’lim Muta’allim maupun kitab-kitab lainnya serta memasukkan beberapa kegiatan pesantren kedalam kegiatan sekolah formal.

Ketika dikaitkan dengan teori yang disampaikan oleh Carter tentang pendidikan yang mengatakan bahwa pendidika merupakan proses seseorang untuk mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya dalam masyarakat ditempat mereka hidup. Maka berkaitan dengan ini semua itu tidak akan dengan mudah terbentuk dalam sebuah lembaga pendidikan formal saja. Karena kalau kita perhatikan dominansi pembelajaran dalam sekolah formal lebih banyak mengutamakan pada persoalan bagaimana kita bisa memahami kehidupan duniawi saja, bukan pada persoalan bagaimana kita bisa menghadapi persoalan hidup dengan penuh bijaksana yang ketergantungannya hanya kepada Allah SWT.

Oleh karena itu, maka teori yang dikemukakan oleh seorang Carter tersebut bisa dikatakan bahwa pada dasarnya dalam hidup dan kehidupan ini seyogyanya manusia tidak hanya mengedepankan pada persoalan duniawi saja, melainkan pada persolan yang akan dijadikan bekal akhir dari kehidupan duniawi, yaitu kehidupan ukhrawi. Apa yang sudah dilakukan di SMA Islam Al-Utsmani ini bisa dikatakan benar dalam hal pelaksananaannya tinggal bagaimana mengoptimalkan dalam hal pembelajarannya, agar dapat memberikan kontribusi yang baik untuk kemajuan masa depan para santri yang tentunya tidak hanya faham terhadap persoalan duniawi melalui pembelajaran pendidikan umum saja, melainkan juga harus memahami pada persoalan ukhrawi melalui pembelajran pendidikan agama. Karena pendidikan agama dalam hal ini pembelejaran pendidikan salaf akan menjadi rem bagi mereka yang menekuni ketika dirinya akan terjerumus pada hal-hal yang tidak diridhoi oleh Allah SWT.

(14)

96

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

Bentuk Transformasi Pendidikan Formal dalam Meningkatkan Integritas Nilai-Nilai Salaf Pesantren di SMAI Al-Utsmani Beddian Jambesari Darussholah Bondowoso

Bentuk transformasi pendidikan formal dalam upaya untuk meningkatkan integritas nilai- nilai pesantren salaf di SMA Islam Al-Utsmani adalah dengan memadukan kurikulum pembelajaran salaf dengan kurikulum pembelajaran umum. Tujuan dipadukannya kedua kurikulum tersebut adalah dengan beberapa alasan diantaranya agar tidak menyalahi peraturan pemerintah, karena secara the yure SMA Islam Al-Utsmani berada dibawah naungan pemerintah.

Kemudian dari segi pembelajaran salaf dipadukan dengan tujuan agar dengan kehadiran sekolah formal, pesantren Al-Utsmani tetap bisa mempertahankan nilai-nilai pesantren salaf salah satunya dengan tetap memberikan pembelajaran kitab-kitab salaf, sebagaimana disebutkan dalam Qoidah yang sudah sering dipelajari dikalangan pesantren Al-Muhafadzhotu „ala al- qodimissholih wal akhdzu bil jadidil ashlah.

Sebagaimana sudah dikatakan dalam pembahasan pada poin sebelumnya bahwa pesantren yang sejatinya sebagai pesantren salaf, dengan kehadiran lembaga pendidikan formal seharusnya tidak mematahkan semangatnya untuk tetap mempertahankan nilai-nilai pendidikan salaf yang sudah diajarkan oleh para pendiri sebelumnya. Karena bagaimanapun pesantren salaf merupakan suatu lembaga yang banyak melahirkan orang-orang yang sholeh dimasyarakat.

Mempertahankan apa yang sudah dijejakkan oleh para salafussholeh ini merupakan sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan dan ditegakkan agar kita menjadi manusia yang berguna didunia maupun diakhirat. Jadi apa yang sudah dilakukan oleh SMA Islam Al-Utsmani ini sudah sesuai dengan apa yang dipetuahkan oleh para sesepuh pesantren Al-Utsmani. Artinya bahwa kehadiran lembaga formal tidak menyurutkan semangat juang untuk mempertahankan nilai-nilai salaf meski dipesantren saat ini juga sudah mulai membuka diri dengan kehadiran lembaga pendidikan formal.

Proses Transformasi Pendidikan Formal dalam Meningkatkan Integritas Nilai-Nilai Salaf di SMAI Al-Utsmani Beddian Jambesari Darussholah Bondowoso

Bagian dari proses transformasi yang dilakukan dalam rangka untuk mempertahankan nilai-nilai pesantren adalah dengan cara melakukan sosialisasi kepada para siswa/santri baru

(15)

97

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

pada waktu pelaksanaan Masa Orientasi Siswa (MOS) dengan tujuan untuk memberikan pemahaman kepada mereka yang sebagian besar tidak tahu terhadap tradisi atau adat istiadat pesantren Al-Utsmani.

Selain memasukkan kurikulum pembelajaran salaf atau memadukannya dengan kurikulum pembelajaran umum. Maka perlu kiranya juga untuk mensosialisasikannya kepada masyarakat akan maksud dan tujuan keterpaduan tersebut, agar para siswa/ santri mengetahui dari maksud dan tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah dan agar tidak terjadi miss persepsi terhadap apa yang diterapkan oleh lembaga.

Apa yang sudah dilakukan oleh SMA Islam Al-Utsmani ini bisa dikatakan sudah sesuai dengan prinsip yang diinginkan oleh pesantren, yaitu menanamkan nilai-nilai ukhrawi dan duniawi, dengan tujuan agar para santri memiliki kualitas yang baik dan mapan dalam mengikuti perkembangan zaman dengan tanpa menghilangkan nilai-nilai salaf yang sudah diajarkan sebelumnya dipesantren.

KESIMPULAN

Transformasi pendidikan formal dalam meningkatkan integritas nilai-nilai salaf di SMA Islam Al-Utsmani Beddian Jambesari Darussholah Bondowoso adalah para santri tidak hanya mempelajari pendidikan umum sebagaimana layaknya sekolah-sekoah SMA pada umumnya, melainkan juga didalamnya disuguhkan dengan pelajaran-pelajaran salaf seperti halnya kitab Ta’lim Muta’allim maupun kitab-kitab lainnya serta memasukkan beberapa kegiatan pesantren kedalam kegiatan sekolah formal.

Kemudian Bentuk transformasi pendidikan formal dalam upaya untuk meningkatkan integritas nilai-nilai pesantren salaf di SMA Islam Al-Utsmani adalah dengan memadukan kurikulum pembelajaran salaf dengan kurikulum pembelajaran umum. Tujuan dipadukannya kedua kurikulum tersebut adalah dengan beberapa alasan diantaranya agar tidak menyalahi peraturan pemerintah, karena secara the yure SMA Islam Al-Utsmani berada dibawah naungan pemerintah. Kemudian dari segi pembelajaran salaf dipadukan dengan tujuan agar dengan kehadiran sekolah formal, pesantren Al-Utsmani tetap bisa mempertahankan nilai-nilai pesantren salaf salah satunya dengan tetap memberikan pembelajaran kitab-kitab salaf, sebagaimana disebutkan dalam Qoidah yang sudah sering dipelajari dikalangan pesantren Al-Muhafadzhotu

„ala al-qodimissholih wal akhdzu bil jadidil ashlah.

(16)

98

Penulis : Ansori ejurnal.staiattaqwa.ac.id , Vol. 7 No.1, tahun 2020

Sedangkan Proses transformasi yang dilakukan dalam rangka untuk mempertahankan nilai-nilai pesantren adalah dengan cara melakukan sosialisasi kepada para siswa/santri baru pada waktu pelaksanaan Masa Orientasi Siswa (MOS) dengan tujuan untuk memberikan pemahaman kepada mereka yang sebagian besar tidak tahu terhadap tradisi atau adat istiadat pesantren Al-Utsmani.

DAFTAR RUJUKAN

A Furchan, 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Al Gazali,1977. Ihya Ulumuddin, Jilid III, Dar-al Mishri:Beirut

an Nahlawi, Abd Rahman, 1992. Prinsip-prinsip dn Metode Pendidikan Islam, diterjemahkan Dahlan & Sulaiman, Bandung; Diponegoro

Burhanuddin,Tamyiz, 2001. Akhlak Pesantren:Solusi Bagi Kerusakan Akhlak, (Yogyakarta:

ITTIQA Press

Din Wahyudin, Dkk, 2007. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Jakarta

Gunawan, Imam, 2013. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik Jakarta: PT Bumi Aksara.

Ihsan, Fuad.2011. Dasar-dasar Kependidikan Komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta Iskandar, 2009. Metodelogi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif Dan Kualitatif).

Jakarta: GaungPersada Press

Lexy J. Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya

Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.

Mukti Ali, 1999.KH Ali Ma‟shum Perjuangan dan pemikirannya, Yogyakarta:LkiS Nawawi, Hadari, 1990. Pendidikan Dalam Islam, Surabaya: Al-Ikhlas

Prastowo, Andi, 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.

Priatna, Tedi.2004. Reaktualisasi Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Bany Quraisy

Ridha, Rasyid, Tafsir al-Manar, Jilid II. Mesir:Maktabah al-Qahirah, tt Santrock, J.W.2003.

Adolescent- Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga Silalahi,Ulber, 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama

Sugiyono, 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta. Yasmidi, 2002. Modernisasi Pesantren, Jakarta: Ciputat Press

Ziemek, Manfred,1986. Pesantren dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M

Referensi

Dokumen terkait

Didapati stres kerja memiliki pengaruh negatif atau tinggi tingkat stess yang dialami karyawan semakin menurun kinerja yang dihasilkan begitu juga sebaliknya,

disimpulkan bahwa bahan pengencer BTS yang dikombinasi dengan krioprotektan DMA lebih baik dalam mempertahankan kualitas semen beku babi dibandingkan dengan

pendidikan agama Islam merupakan salah satu alat untuk mencerdaskan kehidupan generasi penerus, baik putra maupun putri yang ada dalam naungan bangsa dengan

aksentuasi pada gerakan Cianjur Agamis yang terimplementasikan dalam aktiftas perdagangan yaitu direalisasikan pendirian pasar tradisional syariah di Kecamatan Campaka

Observasi ini yaitu tehnik yang digunakan dalam mengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek penelitian yakni mengamati sejauh mana proses belajar

Pertimbangkan apakah kata atau kalimat pada setiap nomor bercetak tebal TIDAK PERLU DIPERBAIKI (A) atau diganti dengan pilihan lain yang tersedia (B,C,D, dan E).. Takabonerate berada

Hal ini berarti baik pemasaran sebuah produk maka akan meningkatkan keputusan pembelian minuman merek A3FreshO2 ( Studi kasus pada CV. Karunia Jaya Bondowoso). Karunia Jaya

Kita mengingat kembali sebagaimana diungkap di atas, bahwa tujuan pembelajaran adanya unsur perubahan pada peserta didik ke arah lebih baik, baik pada ranah sikap,