• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Moderasi Dengan Kerukunan-Kerukunan Antar Umat Beragama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hubungan Moderasi Dengan Kerukunan-Kerukunan Antar Umat Beragama"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN MODERASI DENGAN KERUKUNAN- KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

(Diselesaikan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah PPMDI) Dosen Pengampu: Drs. H. Dwi Surya Atmaja, M.A.

Wahyu Nugroho, M.H.

Disusun oleh : Lutfiana Fajriah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH ILMU KEGURUAN

IAIN PONTIANAK 2022

(2)

Hubungan Moderasi Dengan Kerukunan-Kerukunan Antar Umat Beragama

Abstrak

Radikalisme lahir dari pemikiran yang dangkal di lingkungan masyarakat sebagai bentuk respon dari konflik situasi sosial, terutama dalam hal keagamaan. Hal tersebut menjadi dasar untuk menggali lebih lanjut tentang pengaruh moderasi terhadap kerukunan antar umat beragama. Metode penelitian pada tulisan ini adalah yuridis normative yang sifatnya menggunakan metode deskriptif dengan sumber data sekunder melalui teknik pengumpulan data berdasarkan penelitian kepustakaan atau library research. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat konseptualisasi moderasi yang dilakukan dengan mendalami pemahaman mengenai moderasi siyasah, moderasi fiqih serta moderasi ibadah yang menjadi dasar pergerakan kemoderatan.

Penelitian ini juga ditujukan untuk mendeskripsikan betapa pentingnya moderasi beragama dalam rangka menjaga keutuhan negara berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika di Indonesia. Melalui studi pustaka pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa moderasi beragama memiliki peran penting terutama dalam hal menjaga kelestarian kebhinnekaan di Indonesia serta berpengaruh terhadap pemberantasan radikalisme beragama. Beberapa bentuk dari moderasi beragama ialah sikap toleransi, musyawarah, tenggang rasa, serta inovatif dan dinamis.

Kata Kunci: moderasi beragama, radikalisme, toleransi, kelompok, perjalanan

Pendahuluan

Umumnya toleransi dianggap sebagai perilaku manusia dalam hal menghormati serta menghargai perbedaan yang terjadi di kehidupannya. Baik itu perbedaan yang terjadi antar individu maupun perbedaan yang muncul antar kelompok. Sikap ini dapat memberikan rasa damai, rasa aman, rasa tentram dan rasa nyaman jika diterapkan pada kehidupan keseharian. Moderasi merupakan cara pandang, cara bersikap dan praktik beragama di lingkungan kehidupan bersama masyarakat luas dengan manifestasi esensi ajaran agama yang berpusat pada melindungi martabat kemanusiaan serta kemaslahatan yang berlandas pada prinsip adil, berimbang, dan taat pada konstitusi yang merupakan kesepakatan dalam bernegara (Prof. Dr. Ali Ramdhani).

Indonesia adalah Negara dengan tingkat majemuk dan multikultural. Dari penjuru bumi termasuk Indonesia sangat mengutamakan Hak Asasi Manusia (HAM). Bertepatan dengan hal itu,

(3)

perjalanan yang dilalui oleh bangsa Indonesia semakin berkembang, apalagi dinamika yang terjadi di masyarakat juga tidak dapat terhindarkan, oleh karenanya terjadilah benturan kepentingan antar kelompok masyarakat yang berbeda mulai dari benturan antar suku hingga benturan antar umat Agama. Hak-hak kemanusian yang dilanggar itu disebabkan oleh perilaku buruk baik itu ringan maupun berat dan terkait dengan Hak Asasi Manusia dan berbentuk konfilk secara horizontal atau vertikal.

Menurut pendapat Yenny Wahid, masyarakat yang sudah terpapar ekstremisme dan radikalisme di Indonesia, mencapai angka 7,7 persen dari total populasi penduduk yang angkanya sudah lebih dari 200 juta jiwa. Data terkait jumlah manusia yang terdampak cukup besar ini bahkan dikatakan telah memahami ajaran jihad secara literlik, yaitu mendefinisikan jihad hanya dapat dilakukan dengan perang secara fisik.

Berbagai macam konflik yang terjadi di masyarakat di lingkungan masyarakat kerap memunculkan korban jiwa. Selain itu ada pula dampak negatif lainnya seperti kerusakan fisik benda-benda sekitar dan yang tidak kalah parah adalah mengganggu lingkungan atau warga sekitar. Di kabubaten Aceh, Singkil, Tolikara dan beberapa tempat lainnya, terjadi hal-hal seperti ini karena sebagian masyarakat masih kurang memahami pentingnya bertoleransi dan saling menghormati. Di sana jarang terlihat kerukunan antar umat beragama, dan salah satu yang cukup membuat miris adalah tidak adanya rasa ingin menghormati hak beribadah masing-masing pihak yang beragama.

Permasalahan yang bertumpu pada tempat ibadah semakin lama semakin pelik dan ada kemungkinan hal ini dilakukan secara sengaja oleh pihak-pihak tertentu untuk kemudian memberi tuduhan atas perilaku tersebut pada orang-orang beragama. Berdasarkan rentetan kasus rumah ibadah berupa masjid yang terjadi di Manokwari dan Bitung, Sulawesi Utara. Kasus ini bisa dikatakan adalah misi balas dendam atas pengerusakan gereja di Singkil, Aceh. Karena dibandingkan dengan Aceh, Manokwari dan Bitung adalah wilayah dengan mayoritas masyarakatnya beragama non muslim.

Menanggapi dinamika kehidupan beragama di negara ini, Menteri Agama kemudian mengeluarkan kebijakan dengan menerbitkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2015-2019. Rencana Strategis ini mengacu pada kondisi umum pembangunan di bidang agama dalam upaya mencapai tujuan Kementerian Agama, sekurang-kurangnya meliputi 4 (empat) hal, yaitu: (1) Meningkatkan kualitas pemahaman serta pengalaman bagi umat ajaran agama; (2) selanjutnya meningkatkan kualitas pelayanan

(4)

dalam lingkup kehidupan beragama; (3) kemudian meningkatkan pemanfaatan atau pengelolaan potensi ekonomi di lingkungan keagamaan; dan (4) juga meningkatkan kualitas kerukunan antar umat beragama.

Dalam konteks agama, khususnya agama Islam, hanya ada dua sumber dan rujukan dalam agama tersebut, yaitu Al-Qur'an dan Al- Hadits. Namun, berbagai peristiwa menunjukkan bahwa praktik menjalankan praktik keagamaan memiliki berbagai cara dan karakteristik yang kemudian dianggap sebagai berkah dan sunnatullah.

Bahan referensi utama yang dituangkan dalam artikel ini adalah artikel jurnal (e-journal), hasil penelitian melalui sumber video YouTube (Channel Training, Kemenag RI, CONVEY Indonesia).

Sedangkan website lain sebagai pelengkap.

Metode

Sugiyono (2018:476) menyatakan bahwa dokumentasi merupakan sebuah cara yang digunakan guna memperoleh data maupun informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, angka tertulis, atau gambar yang disatukan ke dalam laporan informasi untuk mendukung penelitian. Studi yang dilakukan terhadap dokumen menjadi pelengkap dari metode observasi atau wawancara. Dua metode tersebut menjadi lebih relevan dan lebih terpercaya atau memiliki kredibilitas yang lebih baik jika didukung oleh karya tulis lain yang sesuai.

Menurut Sugiyono (2013) metode dalam penelitian dapat dipahami dengan cara dapat memperoleh data penelitian untuk mencapai tujuan dan maksud tertentu. Metode pada penelitian ini yakni penelitian kepustakaan atau library research. Penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan berbagai macam informasi khususnya yang berkaitan dengan penelitian yang sesuai dengan topik atau masalah yang diteliti, dimana hasil dari semua informasi tersebut diperoleh dari banyak sumber, seperti: buku-buku terkait, hasil penelitian dan diperoleh dari media lain, baik cetak maupun elektronik (Purwanto, 2021)

Penelitian ini menggunakan penelitian untuk melihat bagaimana orang berpikir tentang suatu topik pembicaraan. Penelitian kualitatif ini biasanya digunakan untuk mendapatkan banyak data naratif. Dan data yang telah didapatkan berguna untuk mencari materi tentang moderasi beragama di lingkungan pendidikan sekolah.

(5)

Hasil dan Pembahasan

Diresmikannya Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 di Indonesia, menimbulkan culup banyak konflik dan perdebatan. Disadari atau tidak, peraturan ini memiliki dampak negatif bagi masyarakat yang seharusnya bebas beribadah menjadi tidak bebas salah satu kejadian yang sering disorot adalah pelarangan pembangunan tempat ibadah bagi agama-agama tertentu. Umumnya ini terjadi saat penganut agama minoritas ingin membangun tempat ibadah di lingkungan dengan agama mayoritas.

Peraturan Bersama Menteri (PBM) No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun 2006, yang isinya telah mengatur syarat pendirian rumah ibadah dalam pasal 14, menjadi sangat sulit bagi para penganut agama minoritas untuk membangun rumah ibadah di lingkungan tempat tinggalnya. Apalagi mendapatkan dukungan masyarakat dari sedikitnya enam puluh orang yang disetujui oleh Lurah/Kepala Desa juga bukanlah hal yang mudah bagi mereka.

Seperti informasi di atas, di daerah dengan kondisi masyarakat yang toleran, persyaratan itu tidaklah menjadi masalah, namun di daerah dengan masyarakat yang memiliki tingkat toleransi rendah, menurut Denny J.A. pimpinan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2010, mayoritas beragama. masyarakat (42,8 %) cenderung kurang menerima jika seseorang membangun tempat ibadah di lingkungannya.

Permasalahan terkait rumah ibadah ini bak kasus yang sudah menjamur dan kerapkali terjadi, meski demikian, ada pula contoh- contoh perilaku moderasi di mana masyarakat mayoritas menghargai hak-hak beragama orang lain yang berbeda keyakinan dengannya.

Meski demikian, radikalisme dan ekstrimisme tersebut harus terus diberantas.

Pada Surat Al-Baqarah ayat 143 dijelaskan dalam sebuah ayat yang artinya: “Demikianlah Kami jadikan kamu (umat Islam) sebagai umat tengah agar kamu menjadi saksi (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi (perbuatan) kamu. Kami tidak menentukan kiblat (Baitul Maqdis) yang kamu (dulu) arahkan, kecuali agar Kami mengetahui secara nyata siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang kembali. Sesungguhnya (melepaskan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah mendapat petunjuk dari

(6)

Allah. Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”

Allah swt. sudah memberi kita nikmat yang sedemikian rupa untuk dapat melakukan perbuatan baik. Salah satunya adalah menyayangi sesama manusia. Namun, jika sikap kita sebagai umat muslim justru tidak mencerminkan Islam, lalu bagaimana orang lain akan memandang kita. Islam adalah agama yang damai, tidak pernah memaksa, namun alangkah baiknya jika kita memberi contoh dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik.

Jika Allah saja Maha Pengasih dan Penyayang kepada seluruh manusia, bukankah kita harusnya malu setelah menerima demikian banyaknya kasih sayang dari Allah swt, setelah membiarkan atau bahkan ikut terlibat dalam aksi menghalang-halangi, mempersulit atau membuat tidak nyaman sesama manusia, termasuk mereka yang menganut kepercayaan yang berbeda?

Bahkan dijelaskan pula dalam tafsir jalalain bahwa di Mekkah, Nabi ﷺ ketika shalat menghadap ke sana dan ketika hijrah ke Madinah, beliau memerintahkan untuk menghadap Baitul makdis guna merebut hati orang Yahudi. Ada 16 atau 17 bulan bagi Nabi untuk menghadap Baitul Maqdis, kemudian kembali menghadap Ka'bah (namun agar Kami tahu) menurut ilmu lahiriah (yang mengikuti rasul) dan kemudian menegaskannya (di antara mereka yang membelot) berarti kemurtadan dan kembali ke kekafiran karena keraguan tentang agama dan tuduhan bahwa Nabi ﷺ bimbang tentang urusannya. Memang ada golongan orang yang murtad karena hal ini.

Menghargai orang lain bukanlah perilaku yang dilarang. Kita justru dianjurkan untuk menghargai, menghormati dan menyayangi makhluk hidup, apalagi manusia. Dalam hal ini, bersikap toleran kepada hak yang dimiliki orang lain adalah perilaku yang benar, sedangkan menjaga akidah yang kita miliki juga adalah hak dari umat muslim itu sendiri. Namun, bersikap toleran bukan berarti melalaikan akidah kita. Maka kewajiban yang dimiliki umat muslim adalah memberi contoh, berperilaku baik, menghargai, menghormati dan bertoleransi terhadap sesama manusia baik yang seagama maupun tidak.

Dijelaskan pula bahwa (Dan sesungguhnya) 'in' berasal dari 'inna', sedangkan ismnya dihilangkan dan pada mulanya berbunyi 'wa- innaha', artinya 'dan sesungguhnya dia' (adalah dia) yaitu perubahan kiblat (sangat berat) sangat sulit diterima manusia, ( kecuali orang-

(7)

orang yang mendapat petunjuk Allah) di antara mereka (dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imannya) artinya shalat mereka dulu menghadap ke Baitul Maqdis, tetapi tetap akan diberi pahala karenanya. Seperti yang kita ketahui, alasan turunnya ayat ini adalah ketika muncul pertanyaan tentang orang yang meninggal sebelum pindah kiblat. (Sesungguhnya Allah terhadap manusia) yaitu orang- orang yang beriman (Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) agar Dia tidak menyia-nyiakan amalnya. 'Ra`fah', artinya sangat mencintai dan diprioritaskan agar lebih tepat sasaran.

Bagaimana hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan berbeda atau sama dengan hasil penelitian lainnya? Riset saya bisa melalui sumber channel YouTube dari podcast Prof. Dr. H. Alwi Shihab, ada 3 cara menghindari konflik antar moderasi beragama:

(1) Kita harus tahu bahwa kita diciptakan berbeda, tetapi konflik atau konflik dapat kita hindari dengan interaksi yang positif. Istilah dalam Al-Qur'an adalah Lii Ta'arofu sehingga perbedaan yang sengaja diciptakan Tuhan tidak saling bertentangan tetapi saling berhubungan secara positif.

(2) Manusia telah dimodifikasi bahwa semua pendapat, agama dan harta adalah yang terbaik. Namun ada saran bahkan perintah bahwa kita harus berperilaku baik dengan pasangan kita, meskipun mereka ikut berdebat dalam agama dan tidak boleh dan tetap menganggap agama lain salah. Dan ada yang tidak mengindahkan etika dalam pergaulan dan mengutuk agama lain. Dijelaskan dalam Surah Al-An'am 108 yang artinya “Jangan sekali-kali membuat gangguan dalam hubungan yang tidak harmonis antara kelompok yang berbeda dan jangan mengutuk agama mereka karena pada akhirnya penghinaan akan dibalas dengan penghinaan yang melebihi batas.

(3) kita harus dapat memahami bahwa perbedaan adalah keniscayaan dan tidak boleh menjadikan perbedaan sebagai dasar konflik.

Penjelasan tersebut disampaikan melalui surat Al-An'am ayat 108 yang diajarkan untuk mencari titik temu agar tidak terjadi perselisihan di tengah masyarakat yang tidak bisa menerima minoritas.

(8)

Hal senada juga dikemukakan oleh Mohammad Hashim Kamali (2015) dimana penerapan moderasi dapat menghasilkan kesamaan dengan mengindahkan prinsip keseimbangan (balance) dan fairness (keadilan) dalam konsep moderasi (wasathiyah). Moderasi juga beragama menuntut umat beragama agar tidak mengurung diri, tidak eksklusif (tertutup), tetapi lebih kepada sikap inklusif (terbuka), melebur, beradaptasi, berbaur dengan berbagai komunitas, serta selalu belajar selain memberi pelajaran.

Perlu diketahui bahwa orang yang berwawasan tinggi dapat mengembangkan toleransi yang dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Maka dari konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat Indonesia juga dibangun bersama dengan nilai-nilai Pancasila.

Sesungguhnya, di dalam Pancasila terdapat nilai yang mencerminkan moderasi dalam beragama terutama pada sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Indonesia adalah negara yang berketuhanan, tidak mengabaikan sesama dan menjaga toleransi dalam beragama, begitulah pesan yang ingin disampaikan oleh para pendahulu kita. Jika dapat merenungi dan meresapi makna sila pada Pancasila, dapat diyakini sikap moderasi bisa terus ditingkatkan sehingga hubungan antar umat beragama dapat berjalan dengan baik dan rukun.

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa masyarakat di Indonesia masih kurang memahami pentingnya saling menghargai, saling menghormati dan bertoleransi terhadap setiap perbedaan. Diskriminasi masih sering terjadi tidak hanya yang terkait dengan keyakinan atau kepercayaan.

Permasalahan rumah ibadah, radikalisme dan berbagai macam hal yang demikian buruk tidak semestinya terjadi. Mempersulit kaum minoritas untuk membangun rumah ibadah tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali perselisihan. Bukan hal yang mudah untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitar minimal 60 orang yang telah disetujui oleh lurah/kepala desa. Seperti disebutkan di atas, di daerah yang masyarakatnya toleran, persyaratan ini tentu tidak menjadi masalah; di daerah yang toleransinya rendah, tentu akan menghambat pembangunan rumah ibadah.

Sebagai generasi yang mempelajari bahwa kerukunan harus selalu dijaga, tentunya hal ini menjadi pekerjaan besar yang harus didukung oleh semua generasi, baik itu generasi muda maupun generasi

(9)

terdahulu. Tentunya hal itu tidak mudah dilakukan, namun dengan adanya bahan bacaan seperti ini diharapkan kita semua dapat merenungi kembali tentang apa hakikat dalam beragama, haruskah kita mencela yang berbeda? Haruskan kita mencari-cari jalan yang sulit padahal bisa melakukan interaksi yang baik dengan sesama manusia.

Jika menilik kembali pada perjuangan para pahlawan untuk bangsa ini, tentu harusnya kita merasa malu. Jadi, sangat penting untuk terus memperhatikan hal-hal apa saja yang dapat menghambat kemajuan bangsa kita. Tentunya sudah jelas, yang kerap terjadi saat ini yakni radikalisme dan ekstremisme yang terjadi di lingkungan masyarakat. Moderasi beragama adalah solusinya. Konsep berpikir ini mendukung antar umat beragama untuk saling menghargai, saling menghormati dan memberikan dukungan satu sama lain dalam hal kemanusiaan. Jika kerukunan dapat dijaga, tentunya kita akan merasa aman, tenteram dan nyaman sehingga lebih mudah untuk mencapai tujuan bersama baik di agama masing-masing maupun di Indonesia sebagai negara tercinta.

(10)

Daftar Pustaka

Zarkasyi, Jaja. (2019). Islam Nusantara Jalan Panjang Moderasi Beragama di Indonesia (Jakarta). PT Elex Media Komputindo Kompas - Gramedia.

Iffan, Ahmad. (). Ini Merupakan Contoh Artikel Dari Prosiding. In C.

Acara & T. Edit (Eds.), Konferensi Antar Kepala Keluarga (Vol. 8, Issue 8, pp. 18–28). 678 Publisher.

Quraish Shihab, M. (2020). Wasathiyyah, Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama (Tanggerang Selatan). Lentera Hati.

Suratman & Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Bandung:

Alfabeta, 2013

Akhmadi, Agus, “Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia Religious Moderation In Indonesia’s Diversity”, Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 13, No. 2, 2019

Fahri, Mohammad, dkk, 2019, “Moderasi Beragama di Indonesia”, Jurnal INTIZAR Vol. 25, No. 2, Desember 2019 ISSN 1412-1697, e-ISSN 2477-3816

Karim, Hamdi Abdul, “Implementasi Moderasi Pendidikan Islam Rahmatallil ’Alamin Dengan Nilai-nilai Islam”, Ri’ayah, Vol. 4 No. 2019

Mubarok, Ahmad Agis dan Diaz Gandara Rustam, “Islam Nusantara:

Moderasi Islam Di Indonesia”, Journal Of Islamic Studies And Humanities Vol. 3, No. 2 (2018).

Wibowo, Ari, “Kampanye Moderasi Beragama Di Facebook: Bentuk Dan Strategi Pesan”, Edugama: Jurnal Kependidikan Dan Sosial Keagamaan Vol. 5 No. 1, 2019

Yunus, Arhanuddin Salim, ‘’Eksistensi Moderasi Islam Dalam Kurikulum Pembelajaran Pai Di Sma’’, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 9, No. 2, 2018.

(11)

Zamimah, Iffati, “Moderatisme Islam Dalam Konteks Keindonesiaan (Studi Penafsiran Islam Moderat M. Quraish Shihab)”, Volume 1, Nomor 1, Juli 2018 P-Issn: 2622-2280 | E-Issn: 2622-4658.

Maimun, Mohammad Qosim, Moderasi Islam Di Indonesia, Yogyakarta: Lkis, 2019

Hasyim, Nanang Mizwar, “Tasawuf dan Internalisasi Moderasi Beragama Dalam Menghadapi Problematika Bangsa”, Jurnal Analisis Volume XI Nomor 01, Juni 2011

Karim, Hamdi Abdul, “Implementasi Moderasi Pendidikan Islam Rahmatallil ’Alamin Dengan Nilai-nilai Islam”, Ri’ayah, Vol. 4 No. 01 2019.

Khamdan, Muh., “Pengembangan Nasionalisme Keagamaan Sebagai Strategi Penanganan Potensi Radikalisme Islam Transnasional’’:, Jurnal Addin, Vol. 10, No. 1, Februari 2016.

Referensi

Dokumen terkait

mengenai peran FKUB Kota Medan dalam mewujudkan kerukunan antar umat. beragama khususnya tentang rekomendasi izin tertulis untuk mendirikan

6 Indikator moderasi beragama yang terkait dengan komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan akomodatif dengan kebudayaan lokal adalah bagian dari karakter dan perilaku

masyarakat baik dari kalangan islam maupun dari kalangan pemerintah desa, untuk membentuk atau membangun rumah Moderasi antar umat beragama, supaya terwujud pola

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melakukan kajian pengaruh Pendidikan Agama dengan pemahaman moderasi Islam dan korelasinya dengan perilaku toleran antar

Ketetapan pemerintah membentuk FKUB tentu tidak semata-mata berperan dalam pengaturan pendirian rumah ibadat. Lebih dari itu adalah menjadi katalisator sosial antarumat beragama,

Secara khusus, sebagai bagian yang berkenaan dengan nilai dan feeling, moderasi beragama dipengaruhi oleh kondisi dan iklim yang berlangsung pada saat pembelajaran terjadi, karena

Demikian beberapa pola pemikiran yang telah di paparkan, saya berniat merincikan kembali atau lebih memperjelas lagi terkait moderasi beragama dengan adanya berbagai macam

Dalam konteks Kepulauan Riau saja ada beberapa kasus yang berkaitan dengan rumah ibadah ini misalnya yang terjadi di kota Tanjungpinang tepatnya di Batu IX yaitu adanya protes