commit to user
i
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM
ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)
DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA
MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME BANGUN RUANG DITINJAU DARI
ADVERSITY QUOTIENT (AQ)SISWA KELAS VIII SMP NEGERI
DI KABUPATEN KULON PROGO
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
LENNY PUSPITA DEWI
S851202032
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
commit to user
v MOTTO
“Rahasia sejati kehebatan adalah rasa yakin, percaya diri, serta selalu merasa aman dengan berbagai keputusan dan pemikiran Anda sendiri.”
(Merry Riana)
“It is the supreme art of the teacher to awaken joy in creative expression and knowledge.“
(Albert Einstein)
“The mediocre teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates.
The great teacher inspires.“
(William Arthur Ward)
“Suatu sikap mental POSITIF adalah satu-satunya prinsip terpenting dalam ilmu kesuksesan.”
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya. Penulis sangat bersyukur
karena dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul “EKSPERIMENTASI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED
INDIVIDUALIZATION (TAI) DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)
DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)
PADA MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME BANGUN RUANG
DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) SISWA KELAS VIII SMP
NEGERI DI KABUPATEN KULON PROGO” sebagai salah satu syarat untuk
untuk mencapai derajat magister Program Studi Pendidikan Matematika di
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa pada proses penyusunan tesis ini banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
2. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus
Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan dorongan
dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 3. Dr. Riyadi, M.Si., Pembimbing II dalam penyusunan tesis ini, yang telah
memberikan pengarahan, bimbingan, dan dorongan dengan penuh kesabaran
kepada penulis sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak
memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga mempermudah penulis dalam
commit to user
viii
5. Guryadi, M.Pd Kepala SMP Negeri 1 Panjatan, Wakidi, S.Ag Kepala SMP
Negeri 5 Wates, dan Suparno, S.Pd Kepala SMP Negeri 2 Panjatan yang telah
memberikan izin dan bantuan dalam melaksanakan penelitian.
6. Supangat, S.Pd, Sunarna, S.Pd, Sukadi, S.Pd, Anis Dwi Santosa, S.Psi, Mei
Impiyani, S.Psi, dan Kurniawati B.R, S.Psi yang telah memberikan bantuan
untuk menjadi validator instrumen dalam penelitian ini.
7. Guru dan siswa-siswi SMP Negeri 1 Panjatan, SMP Negeri 5 Wates dan SMP
Negeri 2 Panjatan yang membantu terlaksananya penelitian ini.
8. Teman-teman mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana Angkatan 2011-II yang telah memberikan motivasi dan
dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tesis ini dengan limpahan rahmat dan hidayahNya.
Harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun
bagi penulis, dan dapat menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu pendidikan.
Surakarta, Desember 2014
commit to user
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xvi
ABSTRACT ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
A. Kajian Teori ... 11
1. Prestasi Belajar Matematika ... 11
a. Belajar ... 11
b. Matematika ... 12
c. Prestasi Belajar Matematika ... 14
2. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ... 14
3. Model Pembelajaran Kooperatif ... 23
commit to user
x
a. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI ... 32
b. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI dengan Pendekatan RME ... 34
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) ... 37
a. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 40
b. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dengan Pendekatan RME ... 42
6. Model Pembelajaran Langsung ... 45
7. Adversity Quotient (AQ) ... 47
B. Penelitian Yang Relevan ... 52
C. Kerangka Pikir ... 54
D. Hipotesis Penelitian ... 60
BAB III METODE PENELITIAN ... 62
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 62
1. Tempat Penelitian ... 62
2. Waktu Penelitian ... 62
B. Jenis Penelitian ... 63
C. Populasi dan Sampel ... 64
1. Populasi ... 64
2. Sampel ... 65
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 66
1. Variabel Bebas ... 66
2. Variabel Terikat ... 68
E. Teknik Pengumpulan Data ... 68
F. Instrumen untuk Mengumpulkan Data ... 69
G. Uji Instrumen dan Butir Instrumen ... 72
H. Teknik Analisis Data ... 77
1. Uji Prasyarat Analisis Variansi ... 77
2. Uji Keseimbangan ... 80
commit to user
xi
4. Uji Lanjut Komparasi Ganda ... 86
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 90
A. Hasil Uji Coba Instrumen ... 90
B. Deskripsi Data ... 94
C. Uji Keseimbangan ... 96
D. Pengujian Prasyarat Analisis ... 98
E. Pengujian Hipotesis ... 99
F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 103
G. Keterbatasan Penelitian ... 110
BAB V PENUTUP ... 111
A. Simpulan ... 111
B. Implikasi ... 112
C. Saran ... 113
DAFTAR PUSTAKA ... 114
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Rata-rata Nilai Ujian Nasional Matematika Jenjang SMP Negeri
Tahun Ajaran 2011/2012 ... 2
Tabel 1.2 Serapan Hasil Ujian Nasional Tahun 2012 Jenjang SMP Mata Uji Matematika ... 3
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Langsung ... 46
Tabel 2.2 Indikator Adversity Quotient ... 51
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 63
Tabel 3.2 Interpretasi Indeks Kesukaran Soal ... 76
Tabel 3.3 Data Amatan, Rataan dan Jumlah Kuadrat Deviasi ... 83
Tabel 3.4 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ... 85
Tabel 4.1 Rekap Data Nilai Kemampuan Awal ... 95
Tabel 4.2 Deskripsi Banyak Siswa Berdasarkan Tipe AQ Siswa ... 95
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal ... 96
Tabel 4.4 Rangkuman Analisis Uji Normalitas Tes Prestasi Belajar ... 98
Tabel 4.5 Rangkuman Analisis Uji Homogenitas Tes Prestasi Belajar ... 98
Tabel 4.6 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 99
Tabel 4.7 Rerata Nilai Tes Prestasi Belajar Matematika ... 100
Tabel 4.8 Hasil Uji Komaparasi Ganda Antar Baris ... 100
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Contoh Tingkatan Proses Matematisasi dalam Prinsip
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A: Perangkat Pembelajaran
1. Silabus ... 119
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) TAI dengan RME ... 122
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) TGT dengan RME ... 128
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pembelajaran Langsung ... 134
5. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 138
Lampiran B: Instrumen Penelitian 1. Kisi-kisi Tes Uji Coba Prestasi Belajar Matematika ... 158
2. Tes Uji Coba Prestasi Belajar Matematika ... 159
3. Lembar Validitas Tes Prestasi Belajar Matematika ... 166
4. Uji Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Butir Soal Prestasi Belajar Matematika ... 178
5. Uji Reliabilitas Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ... 183
6. Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar Matematika ... 186
7. Tes Prestasi Belajar Matematika ... 187
8. Kisi-kisi Angket Uji Coba Adversity Quotient Siswa ... 193
9. Angket Uji Coba Adversity Quotient Siswa ... 194
10. Lembar Validitas Isi Angket Adversity Quotient ... 198
11. Uji Konsistensi Internal Angket Adversity Quotient ... 207
12. Uji Reliabilitas Instrumen Angket Adversity Quotient ... 230
13. Kisi-kisi Angket Adversity Quotient Siswa ... 245
14. Angket Adversity Quotient ... 246
15. Penentuan Interval Nilai Tipe Adversity Quotient (AQ) Siswa ... 250
Lampiran C: Data Penelitian 1. Pemilihan Sekolah ... 252
2. Data Kemampuan Awal ... 254
commit to user
xv Lampiran D: Hasil Analisa Data
1. Uji Normalitas Populasi Data Kemampuan Awal ... 260
2. Uji Homogenitas Variansi Populasi Data Kemampuan Awal ... 272
3. Uji Keseimbangan Populasi Data Kemampuan Awal ... 274
4. Uji Normalitas Populasi Data Tes Prestasi Siswa ... 279
5. Uji Homogenitas Variansi Populasi Data Tes Prestasi Belajar Siswa ... 301
6. Uji Anava Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 305
7. Uji Lanjut Pasca Anava ... 313
Lampiran E: Tabel Distribusi Statistika 1. Distribusi Normal Baku ... 315
2. Nilai χ2a;V ... 316
3. Nilai Fa;v1;v2 ... 317
4. Nilai Kritis Uji Liliefors ... 319
Lampiran F: Surat-Surat Penelitian 1. Surat Izin Penelitian ... 320
commit to user
xvi
Lenny Puspita Dewi. S851202032. 2014. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dan Teams Games
Tournament (TGT) dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education
(RME) pada Materi Luas Permukaan dan Volume Bangun Ruang Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Kulon Progo. TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Pembimbing II: Dr. Riyadi, M.Si. Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, atau model pembelajaran langsung; (2) manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa dengan AQ tipe climbers, campers, atau quitters; (3) pada masing-masing model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, dan model pembelajaran langsung, manakah tipe AQ siswa yaitu climbers, campers, atau quitters yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik; (4) pada masing-masing tipe AQ siswa yaitu climbers, campers, dan quitters, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, atau model pembelajaran langsung.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental semu dengan desain faktorial 3x3. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Kulon Progo. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik stratified cluster random sampling dan diperoleh sampel sebanyak 288 siswa yang terdiri dari 95 siswa untuk kelas eksperimen satu, 96 siswa untuk kelas ekperimen dua, dan 97 siswa untuk kelas kontrol. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes prestasi belajar matematika dan tes kecerdasan logika matematika. Uji coba instrumen tes meliputi validitas isi, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas. Untuk uji normalitas menggunakan uji Lilliefors, uji homogenitas menggunakan uji Bartlett. Uji keseimbangan yang digunakan yaitu analisis variansi satu jalan dengan sel tak sama. Uji hipotesis penelitian menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama.
commit to user
xvii
prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan RME dan model pembelajaran langsung, serta model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan RME mengahasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran langsung; (4) pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan RME dan model pembelajaran langsung, prestasi belajar matematika siswa dengan AQ tipe climbers lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan AQ tipe campers dan quitters, serta prestasi belajar siswa dengan AQ tipe campers lebih baik daripada siswa dengan AQ tipe quitters.
commit to user
xviii
Lenny Puspita Dewi. S851202032. 2014. The Experimentation of Cooperative Learning Models of Team Assisted Individualization (TAI) Type and Teams Games Tournament (TGT) Type with Realistic Mathematics Education (RME) Approach on Material of Surface Area and Volume of Solids Viewed from Students’ Adversity Quotient (AQ) at VIII Grader of Junior High School in Kulon Progo Regency. Thesis. Principal Advisor: Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Co-advisor: Dr. Riyadi, M.Si. Program study of Mathematics Education, Postgraduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.
ABSTRACT
The aims of this research were to determine: (1) which one providing the better mathematics learning achievement, the students using cooperative learning models of TAI type with RME, TGT with RME, or direct instruction model; (2) which one having the better mathematics learning achievement, the students with types of AQ either climbers, campers, or quitters; (3) at each learning models are cooperative learning models of TAI type with RME, TGT with RME, or direct instruction model, which one having better learning achievement, the students with types of AQ either climbers, campers, or quitters; (4) at each students’ types of AQ either climbers, campers, and quitters, which one having better learning achievement, the students using cooperative learning model of TAI type with RME, TGT with RME, or direct instruction model.
This research employed a quasy-experimental research method with 3x3 factorial design. The population of this research was all of the VIII grader of State Junior High School in Kulon Progo Regency. The sample was taken using stratified cluster random sampling, with 288 students as the sample consisting 95 students for first experiment class, 96 students for second experiment class, and 97 students for control class. The instruments that used to collect data were AQ questionnaire and test of mathematics achievement. The tryout questionnaire included content validity, internal consistency and reliability. The tryout test of mathematics achievement included content validity, difficulty level, discrimination power, and reliability. The normality test was conducted using Liliefors test, homogenity test using Bartlett test. Balance test used was a one-way anava. The research hypothesis testing was done using a two-way variance analysis with unbalanced cells.
commit to user
xix
instruction model, and cooperative learning model of TGT type with RME gave better achievement than direct instruction model; (4) in each learning model, either cooperative learning models of TAI type with RME, TGT type with RME and direct instruction model, the students with AQ of climbers type have a better mathematics learning achievement than campers and quitters type, and the students with AQ of campers type have a better mathematics learning achievement than quitters type.
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran di sekolah pada umumnya merupakan proses
penyampaian pesan pendidikan. Kualitas ketercapaian pesan pendidikan ini
dapat dipengaruhi oleh kualitas pembelajarannya. Peningkatan kualitas
pembelajaran merupakan faktor kunci bagi suksesnya pendidikan. Usaha
peningkatan kualitas pembelajaran berkaitan dengan peningkatan kualitas
guru, pengadaan sarana prasarana yang memadai, pembenahan kurikulum, dan
penerapan teknologi pendidikan. Dalam usaha meningkatkan kualitas
pembelajaran, kegiatan pembelajaran di sekolah banyak menghadapi
hambatan dan permasalahan. Hambatan dan permasalahan terhadap proses
pembelajaran yang muncul di lapangan bersifat umum dan dapat pula bersifat
khusus yang sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi setempat.
Permasalahan yang bersifat khusus tentunya perlu disikapi secara khusus
sesuai dengan kebutuhan. Kemampuan menyikapi dan mengatasi
permasalahan yang khusus ini perlu dimiliki oleh praktisi pendidikan karena
permasalahan di lapangan sangat bervariasi.
Proses pembelajaran merupakan komponen pendidikan. Kegiatan
tersebut melibatkan peserta didik (siswa) dan pendidik (guru). Pada proses
pembelajaran terdapat interaksi antara guru dan siswa. Guru mempunyai peran
penting saat berlangsungnya pembelajaran. Tugas guru tidak hanya
mentransfer ilmu pengetahuan, tidak menjadikan siswa sebagai objek
pembelajaran melainkan sebagai subjek pembelajaran, sehingga siswa tidak
pasif dan dapat mengembangkan pengetahuan sesuai dengan bidang studi
yang dipelajari. Oleh karena itu, guru harus memahami materi yang akan
disampaikan kepada siswa serta dapat memilih model pembelajaran yang tepat
untuk menyampaikan suatu materi.
Matematika menjadi salah satu bidang studi yang mempunyai peranan
commit to user
pelajaran matematika mempunyai jam yang lebih banyak dibanding mata
pelajaran yang lain. Pada dasarnya belajar matematika merupakan belajar
konsep. Konsep-konsep pada matematika menjadi kesatuan yang bulat dan
berkesinambungan. Jika dilihat dari konten pembelajarannya, matematika
bersifat abstrak seperti yang dikemukakan oleh Erman Suherman (2003: 15)
bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan, pola, bentuk, dan
struktur; ilmu yang abstrak dan deduktif; dan matematika adalah aktivitas
manusia. Akan tetapi, keabstrakan matematika tersebut dapat diupayakan
menjadi lebih konkret melalui kreativitas guru dalam memilih metode
pembelajaran yang dapat membangun kemampuan matematis siswa untuk
berpikir abstrak dan deduktif, menciptakan suasana yang menyenangkan, dan
mampu meningkatkan prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar matematika di Indonesia sampai saat ini belum
mengalami perubahan yang baik secara signifikan. Hal ini terbukti dari data
hasil UN tahun ajaran 2011/2012 Puspendik (Pusat Penelitian dan Pendidikan)
Balitbang Kemendikbud. Nilai rata-rata UN matematika SMP negeri tingkat
nasional masih tergolong rendah dibandingkan dengan mata pelajaran yang
lain yaitu 7,56. Jika dilihat dari nilai rata-rata UN matematika SMP negeri
tingkat provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta, dan
Kabupaten Kulon Progo, yang mendapat nilai rata-rata paling rendah adalah
Kabupaten Kulon Progo. Hal ini terlihat dalam Tabel 1.1. di bawah ini.
Tabel 1.1. Rata-rata Nilai Ujian Nasional Matematika
Jenjang SMP Negeri Tahun Ajaran 2011/2012
No Daerah Nilai Ujian Matematika
1. Provinsi D.I. Yogyakarta 6,99
2. Kota Yogyakarta 8,37
3. Kabupaten Kulon Progo 6,75
commit to user
Berdasarkan data di atas, prestasi belajar matematika di Kabupaten
Kulon Progo dalam ujian nasional ini perlu ditingkatkan lagi dengan cara
meningkatkan prestasi belajar siswa di dalam kelas terlebih dahulu. Oleh
sebab itu, perlu adanya upaya guru untuk lebih meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika melalui cara penyampaian materi yang lebih
inovatif dan mampu membangkitkan semangat belajar siswa di kelas.
Geometri dan pengukuran merupakan salah satu ruang lingkup materi
pelajaran matematika yang bersifat abstrak, sehingga sering menyebabkan
rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Materi ini dipelajari dan
diajarkan pada siswa SMP kelas VIII semester genap. Daya serap siswa dalam
materi geometri memperoleh skor yang cukup rendah. Hal ini dapat dilihat
dalam Tabel 1.2. di bawah ini.
Tabel 1.2. Serapan Hasil Ujian Nasional Tahun 2012
Jenjang SMP Mata Uji Matematika
No. Kemampuan yang Diuji Kabupaten
Kulon Progo
Provinsi
DIY Nasional
1. Menentukan unsur-unsur pada
bangun ruang 66,58% 67,83% 76,65%
2.
Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan kerangka atau
jaring-jaring bangun ruang
93,16% 93,05% 88,11%
3.
Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan luas
permukaan bangun ruang
43,91% 44,51% 63,93%
4.
Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan volume
bangun ruang
50,98% 53,08% 70,53%
Sumber: Balitbang Kemdikbud
Dilihat dari data yang diperoleh di atas, di Kabupaten Kulon Progo
commit to user
berkaitan dengan luas permukaan dan volume bangun ruang mendapat skor
terendah dibandingkan di tingkat Provinsi DIY maupun tingkat nasional. Hal
ini menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam pokok
bahasan luas permukaan dan volume bangun ruang. Oleh karena itu, perlu
adanya upaya perbaikan proses pembelajaran matematika, agar siswa tidak
mengalami kesulitan dalam memahami materi tersebut.
Keberhasilan siswa dalam pembelajaran tergantung pada bagaimana
cara siswa mengatasi kesulitan yang ada. Dalam dunia pendidikan, merupakan
hal wajar apabila terdapat siswa yang memiliki tingkat kecerdasan lebih tinggi
dibanding siswa yang lain. Kecerdasan dipandang sebagai sesuatu yang relatif
tetap, sebab kecerdasan setiap individu berbeda-beda. Jika dikaitkan dengan
cara mengatasi kesulitan, maka jenis kecerdasan yang digunakan adalah
Adversity Quotient (AQ). AQ merupakan kecerdasan individu dalam
mengatasi setiap kesulitan yang muncul dan sering diindentikkan dengan daya
juang untuk melawan kesulitan. AQ dapat digunakan untuk mengetahui
seberapa kuatkah seseorang dapat terus bertahan dalam suatu masalah, sampai
pada akhirnya orang tersebut dapat keluar sebagai pemenang, mundur di
tengah jalan atau bahkan tidak mau menerima tantangan sedikitpun. AQ dapat
juga digunakan untuk mengetahui tingkat kekuatan mental yang dimiliki oleh
seseorang. Tingkat AQ dapat dibagi menjadi tiga tipe, dimana hal ini melihat
sikap dari individu tersebut dalam mengahadapi setiap masalah dan tantangan
hidupnya. Tipe individu tersebut yaitu climbers, campers dan quitters (Stoltz,
2007: 8).
Berkaitan dengan pembelajaran matematika di kelas, tipe AQ dapat
dilihat dari respon siswa dalam menghadapi suatu persoalan matematika,
apakah akan terus berusaha menyelesaikannya, menyerah saat menemui
kesulitan atau bahkan tidak mengerjakan sama sekali. Dengan demikian
perbedaan tipe AQ pada masing-masing siswa dimungkinkan akan
mempengaruhi kesungguhan, keuletan dan tanggung jawab siswa dalam
menyelesaikan masalah-masalah dalam matematika yang dihadapi untuk
commit to user
dianggap sangat mendukung keberhasilan siswa dalam meningkatkan prestasi
belajar.
Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk memperbaiki proses
pembelajaran guna meningkatkan prestasi belajar siswa adalah melalui
kreativitas dan keinginan guru untuk selalu menggunakan pendekatan
pembelajaran yang tepat agar menarik minat dan motivasi siswa untuk
belajar sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai. Pendekatan
pembelajaran yang sesuai merupakan aspek yang sangat penting untuk
diperhatikan, mengingat keberhasilan mutu pembelajaran di kelas akan sangat
tergantung dari pendekatan pembelajaran yang diterapkan guru. Ada beberapa
pendekatan dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah
pendekatan pembelajaran yang dapat membantu siswa belajar secara aktif baik
fisik maupun mental yaitu pendekatan Realistic Matematics Education
(RME). Pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan matematika
realistik ini bersifat: mengutamakan reinvention (menemukan kembali),
pengenalan konsep melalui masalah-masalah kontekstual, hal-hal yang
konkrit atau dari sekitar lingkungan siswa, dan selama proses
pematematikaan siswa mengkonstruksi pengetahuan atau idenya sendiri.
RME merupakan pendekatan pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali konsep-konsep
matematika melalui bimbingan (guidereinvenstion). Guru membimbing siswa
untuk menemukan konsep matematik melalui proses matematisasi horizontal
dan vertical melalui contextual problem. Siswa mereprentasi gagasan dan ide
ke dalam model-model sehingga memahami konsep matematik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Slettenhaar (2003) yang menyatakan bahwa dalam
pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik, siswa harus
diberikan kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep
matematika dan proses belajar mengajar akan menjadi sangat interaktif.
Belajar matematika dengan RME memungkinkan siswa mengembangkan
berpikir logis, kreatif dan kritis, serta mengembangkan kemampuan
commit to user
Pemilihan model pembelajaran oleh guru juga mempengaruhi
keberhasilan pembelajaran. Pada proses pembelajaran matematika
menggunakan model pembelajaran langsung, dapat terlihat saat pembelajaran
berlangsung siswa cenderung berperilaku pasif. Siswa lebih suka menunggu
pemberian materi yang disampaikan oleh guru daripada membangun sendiri
pengetahuannya. Pada saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya terkait materi yang diajarkan, kebanyakan siswa hanya diam,
seolah-olah siswa sudah paham terhadap materi tersebut. Pada saat guru memberikan
latihan soal, siswa tidak langsung mengerjakan soal, kebanyakan siswa justru
memilih menunggu penyelesaian soal oleh guru ataupun teman lain yang
sudah mengerjakan. Hal ini menunjukkan belum adanya usaha siswa untuk
mengerjakan soal sendiri atau berinisiatif untuk mendiskusikan penyelesaian
soal bersama temannya. Salah satu model pembelajaran yang aktif dan
interaktif adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) karena
melibatkan seluruh peserta didik dalam bentuk kelompok-kelompok. Dua
model pembelajaran kooperatif yang akan dieksperimentasikan dalam
penelitian ini adalah Team Assisted Individualization (TAI) dan Teams Games
Tournament (TGT).
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memotivasi siswa untuk
membantu anggota kelompoknya sehingga tercipta semangat dalam sistem
kompetisi dengan sedikit menonjolkan peran individu tanpa mengorbankan
aspek kooperatif. Menurut Sharan (2012: 31) model pembelajaran kooperatif
tipe TAI menyediakan cara penggabungan kekuatan motivasi dan bantuan
teman sekelas pada pembelajaran kooperatif dengan program pengajaran
individual yang mampu memberi semua siswa materi yang sesuai dengan
tingkat kemampuan mereka dalam bidang matematika dan memungkinkan
mereka untuk memulai materi-materi berdasarkan kemampuan mereka sendiri,
dan model pembelajaran ini dikembangkan untuk menerapkan teknik
pembelajaran kooperatif guna memecahkan masalah pengajaran individual.
Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan model
commit to user
diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu
dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar
kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi saat siswa
bermain dalam tournament, teman anggota tim tidak boleh membantu,
memastikan telah terjadi tanggung jawab individual (Slavin, 2009: 14). Dalam
penelitian ini peneliti mencoba menerapkan dan membandingkan antara
model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan TGT, karena kedua tipe ini
karakteristiknya memiliki banyak kesamaan yaitu kerjasama kelompok dan
diskusi.
Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai lebih maksimal, peneliti
mengkolaborasikan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran.
Model dan pendekatan pembelajaran yang dimaksud yaitu model
pembelajaran koopertif tipe TAI dan TGT yang dikolaborasikan dengan
pendekatan RME. Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe TAI
dan TGT dengan pendekatan RME ini, siswa dituntut agar dapat
menyelesaikan suatu persoalan matematika dan menguasai masalah yang
dihadapi itu dalam diskusi dengan memperhatikan konteks (lingkungan)
kehidupan sehari-hari. Sehingga cukup menarik dilakukan penelitian untuk
melihat prestasi belajar matematika siswa manakah yang lebih baik, apakah
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME,
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan RME atau menggunakan
model pembelajaran langsung pada materi pokok luas permukaan dan
volume bangun ruang ditinjau dari AQ siswa.
Dari permasalahan yang dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi
masalah-masalah sebagai berikut:
1. Rendahnya prestasi belajar matematika dapat dimungkinkan disebabkan
oleh proses pembelajaran yang masih teacher centered. Sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui akibat dari pembelajaran yang
commit to user
2. Rendahnya prestasi belajar matematika dapat dimungkinkan disebabkan
oleh pemilihan model pembelajaran, sehingga perlu diadakan penelitian
untuk mengetahui model pembelajaran yang paling tepat bagi siswa.
3. Rendahnya prestasi belajar matematika dapat dimungkinkan disebabkan
oleh kesulitan siswa terhadap materi yang dipelajari, sehingga perlu
diadakan penelitian untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
memahami suatu materi tertentu.
4. Rendahnya prestasi belajar matematika dapat dimungkinkan disebabkan
oleh kecerdasan yang dimiliki siswa, sehingga perlu diadakan penelitian
untuk mengetahui akibat perbedaan tingkat kecerdasan siswa terhadap
prestasi belajar matematika.
Agar permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini lebih terarah dan
tidak menyimpang dari apa yang menjadi tujuan dilaksanakannya penelitian,
maka peneliti membatasi permasalahan ini sebagai berikut.
1. Model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan
RME dan model pembelajaran langsung.
2. Kecerdasan siswa dalam penelitian ini adalah AQ yang dibagi menjadi tiga
tingkatan yaitu tipe climbers, campers dan quitters.
3. Prestasi belajar matematika siswa dibatasi pada hasil tes prestasi belajar
siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan materi luas
permukaan dan volume bangun ruang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas
termasuk identifikasi masalah dan batasan masalah yang diungkapkan di
dalamnya, maka peneliti menemukan permasalahan yang dirumuskan sebagai
berikut:
1. Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih
baik, model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan
commit to user
2. Manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik,
siswa dengan AQ tipe climbers, campers, atau quitters?
3. Pada masing-masing model pembelajaran yaitu model pembelajaran
kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, dan model
pembelajaran langsung, manakah tipe AQ siswa yaitu climbers, campers,
atau quitters yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih
baik?
4. Pada masing-masing tipe AQ siswa yaitu climbers, campers, dan quitters,
manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik antara model
pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, atau
model pembelajaran langsung?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika
siswa yang lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan
RME, TGT dengan RME, atau model pembelajaran langsung.
2. Untuk mengetahui manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika
yang lebih baik, siswa dengan AQ tipe climbers, campers, atau quitters. 3. Untuk mengetahui pada masing-masing model pembelajaran yaitu model
pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, dan
model pembelajaran langsung, manakah tipe AQ siswa yaitu climbers,
campers, atau quitters yang mempunyai prestasi belajar matematika yang
lebih baik.
4. Untuk mengetahui pada masing-masing tipe AQ siswa yaitu climbers,
campers, dan quitters, manakah yang memberikan prestasi belajar yang
lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, atau model pembelajaran langsung.
D. Manfaat Penelitian
commit to user 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi khasanah teori
pembelajaran matematika terkait dengan model pembelajaran kooperatif
tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, model pembelajaran langsung,
AQ siswa serta pengaruhnya terhadap prestasi belajar matematika siswa.
Dengan mengetahui seberapa besar kekuatan pengaruh tersebut diharapkan
dapat menunjukkan seberapa penting variabel tersebut dalam
mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa. 2. Manfaat Praktis
a. Sebagai masukan bagi guru atau calon guru matematika dalam
menentukan model dan pendekatan pembelajaran yang dapat menjadi
alternative lain, selain model dan pendekatan pembelajaran yang biasa
digunakan oleh guru matematika dalam pengajarannya.
b. Memberi informasi kepada guru atau calon guru matematika untuk
lebih meningkatkan mutu pendidikan melalui penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME dan TGT dengan RME
dalam upaya peningkatan prestasi belajar matematika siswa ditinjau
dari AQ siswa.
c. Sebagai sumbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran dan
peningkatan mutu proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran
matematika.
d. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan atau referensi ilmiah
commit to user
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Prestasi Belajar Matematika
a. Belajar
Seseorang belajar dapat secara sadar atau tidak disadari, dapat
dalam aktivitas sederhana atau kompleks, dapat secara mandiri atau
dengan bantuan orang lain, dapat belajar di sekolah, di rumah, di
lingkungan kerja atau di masyarakat. Belajar sangat erat kaitannya
dengan pengalaman, pengalaman seseorang dalam berinteraksi dengan
orang lain atau lingkungannya. Menurut Hanafiah (2009: 68) belajar
tidak hanya menghafal, melainkan mengalami, di mana peserta didik
dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, melalui partisipasi aktif
secara inovatif dalam proses pembelajaran.
Definisi belajar menurut Jerome Bruner (dalam Trianto, 2010:
15) adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruksi) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman
atau pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dalam pandangan
konstruktivisme, belajar bukanlah semata-mata mentransfer
pengetahuan yang ada di luar dirinya, tetapi belajar lebih pada
bagaimana otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang
baru dengan pengetahun yang sudah dimilikinya dalam format yang
baru.
Paul Suparno (1997: 61) mendefinisikan belajar sebagai proses
aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pemahaman fisis,
dan lain-lain. Selain itu Paul Suparno juga mendefinisikan belajar
sebagai proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman
atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai
commit to user
Syaiful Sagala (2011: 12) menyatakan bahwa belajar adalah
kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan ketrampilan
dengan cara mengolah bahan ajar. Lebih lanjut Menurut W.S. Winkel
(2005: 59) belajar boleh dirumuskan sebagai suatu aktivitas
mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam
pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu
bersifat secara relatif konstan dan berbekas.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah proses interaksi aktif dengan lingkungan untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap melalui latihan
atau pengalaman. Siswa menghubungkan sendiri pengalaman atau
pengetahuan yang telah dimilikinya untuk memperoleh pengalaman
yang baru.
b. Matematika
Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang
dipelajari di setiap jenjang pendidikan. Matematika adalah ilmu
pengetahuan yang berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak
dengan simbol tertentu yang saling berkaitan satu sama lain. Menurut
Johnson dan Myklebust (dalam Mulyono Abdurahman, 2010: 252)
matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan
sedangkan fungsi teoretisnya untuk memudahkan berpikir. Lerner
(dalam Mulyono Abdurrahman, 2010: 252) menambahkan bahwa
matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan
bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat
dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.
Menurut James dan James (dalam Erman Suherman dkk, 2003:
16) matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan
dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya
commit to user
aljabar, analisis, geometri. Matematika tumbuh dan berkembang
karena proses berpikir. Oleh karena itu logika adalah dasar untuk
terbentuknya matematika. Dan menurut Soedjadi (2000: 4) matematika
adalah ilmu pengetahuan yang eksak terorganisasi secara sistematik
tentang penalaran, logika dan masalah-masalah yang berhubungan
dengan bilangan yang membantu orang lain dalam mengintepretasikan
secara tepat berbagai ide dan kesimpulan.
Masih berkaitan dengan hal di atas, Cornelius (dalam Mulyono
Abdurrahman, 2010: 253) juga mengemukakan bahwa lima alasan
perlunya belajar matematika karena matematika merupakan 1) sarana
berpikir yang jelas dan logis, 2) sarana untuk memecahkan masalah
kehidupan sehari-hari, 3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan
generalisasi pengalaman, 4) sarana untuk mengembangkan kreativitas,
dan 5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap pengembangan
budaya.
Jika ditinjau dari sudut pandang matematika sebagai pelajaran,
Ebbut dan Straker dalam Depdiknas (2006: 3) mendefinisikan
matematika sebagai berikut:
a. Matematika sebagai penulusuran pola dan hubungan.
b. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi
dan penemuan.
c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem
solving).
d. Matematika sebagai alat berkomunikasi.
Sedangkan materi pada mata pelajaran matematika diklasifikasikan
menjadi:
a. Fakta (fact).
b. Pengertian (concept).
c. Keterampilan penalaran.
d. Keterampilan algoritmik.
commit to user
f. Keterampilan melakukan penyelidikan (investigation).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah suatu ilmu yang dapat mengekspresikan
hubungan-hubungan yang logis sehingga memudahkan manusia untuk berpikir
dalam penyelesaian masalah serta mengkomunikasikan suatu ide
tertentu dengan bahasa simbolis.
c. Prestasi Belajar Matematika
Prestasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk
sesuatu yang ingin dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha.
Apabila dikaitkan dengan belajar berarti menunjuk pada suatu prestasi
yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu.
Sutrainah Tirtonegoro (2001: 43) berpendapat bahwa prestasi belajar
adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam
bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat
mencerminkan hasil yang sudah dicapai setiap peserta didik dalam
periode tertentu. Menurut Mulyono Abdurrahman (2009: 37) prestasi
belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar. Selain itu menurut Arif Gunarso (dalam Hamdani,
2011: 138) prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh
seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
prestasi belajar matematika dalam penelitian ini adalah kemampuan
aktual yang berwujud penguasaan keterampilan atau pengetahuan,
yang diperoleh selama mengikuti proses pembelajaran matematika
dalam periode tertentu, yang dapat diukur tinggi rendahnya dengan
jalan memberi tugas-tugas kepada siswa yang relevan dengan sasaran
yang diinginkan, yang hasilnya ditunjukkan dengan nilai tes prestasi
belajar.
2. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
Terkait dengan pendekatan pembelajaran matematika, pendekatan
commit to user
selanjutnya dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
(RME). Pendekatan ini merupakan adaptasi dari pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) yang dikembangkan di Belanda oleh
Freudenthal. Dalam kerangka Realistic Mathematics Education,
Freudenthal menyatakan bahwa Mathematics is human activity, karenanya
pembelajaran matematika disarankan berangkat dari aktivitas manusia
(Erman Suherman, dkk, 2003: 146). RME merupakan pendekatan
pembelajaran yang menekankan aktivitas insani, dalam pembelajarannya
digunakan konteks yang sesuai dengan situasi di Indonesia. Dasar filosofi
yang digunakan dalam RME adalah konstruktivisme yaitu dalam
memahami suatu konsep matematika siswa membangun sendiri
pemahaman dan pengertiannya.
Menurut Zulkardi dalam Atmini Dhoruri (2010), RME adalah
pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi
siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics,
berdiskusi, berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga
dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu
untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Hal
ini diperkuat oleh pendapat Freudenthal dalam Ariyadi Wijaya (2012: 20)
bahwa matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu
produk jadi yang siap pakai, melainkan suatu bentuk kegiatan dalam
mengonstruksi konsep matematika.
Karakteristik dari pendekatan RME adalah memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengkonstruksi atau
membangun pemahaman dan pengertiannya tentang konsep yang baru
dipelajarinya. Treffers dalam Ariyadi Wijaya (2012: 21) merumuskan lima
karakteristik RME, yaitu:
a. Menggunakan konteks dunia nyata
Pendidikan matematika realistik menekankan pentingnya
eksplorasi fenomena kehidupan sehari-hari. Pengetahuan informal
commit to user
permasalahan kontekstual untuk dikembangkan menjadi konsep formal
matematika.
Penggunaan konteks atau permasalahan realistik digunakan
sebagai titik awal pembelajaran matematika. Dengan demikian, siswa
dapat melibatkan dirinya dalam kegiatan belajar tersebut dan dunia
nyata dapat menjadi alat pembentukan konsep. Konteks tidak harus
berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan,
penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna
dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa. b. Menggunakan model-model (matematisasi)
Matematisasi bukan sekedar suatu kesatuan proses utuh dalam
mencari maupun membangun matematika yang relevan dari suatu
fenomena atau konteks. Dalam pandangan Frudenthal, yang lebih
penting dari matematisasi dalam pembelajaran matematika adalah
sebagai suatu proses peningkatan dan pengembangan ide matematika
secara bertahap yang disebut level-raising. Suatu aktivitas pada suatu
tahap akan menjadi objek analisis pada tahap selanjutnya.
RME dimulai dengan suatu hal yang nyata dan dekat dengan
siswa, maka siswa dapat mengembangkan sendiri model matematika,
sehingga dapat menambah pemahaman mereka terhadap matematika.
Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari
pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan
matematika tingkat formal.
Pengembangan pengetahuan informal siswa menjadi konsep
formal matematika merupakan suatu proses yang bertahap. Proses
tersebut dapat didukung dengan penggunaan model dan simbol.
Simbol dan model tersebut akan lebih bermakna bagi siswa dan juga
dapat dimanfaatkan untuk generalisasi dan abstraksi konsep
commit to user c. Menggunakan produksi dan konstruksi
Pendidikan matematika realistik merupakan pembelajaran yang
terpusat pada siswa (student-centered) sehingga siswa didorong untuk
lebih aktif dan kreatif dalam mengembangkan ide dan strategi. Untuk
selanjutnya, ide dan strategi yang ditemukan dan dikembangkan oleh
siswa digunakan sebagai dasar pembelajaran.
d. Menggunakan interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu
melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Salah
satu prinsip pendidikan matematika realistik adalah mengembangkan
interaksi antar siswa untuk mendukung proses sosial dalam
pembelajaran sehingga memungkinkan terjadi komunikasi dan
negosiasi antar siswa. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat
dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan
gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran
matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif
dan afektif siswa secara simultan.
e. Menggunakan intertwinement (keterkaitan)
Prinsip terakhir dari pendidikan matematika realistik adalah
menghubungkan beberapa topik dalam satu pembelajaran. RME
menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang
harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui
keterkaitan ini, suatu pembelajaran matematika diharapkan bisa
mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika
secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan). Hal ini
menunjukkan bagaimana manfaat dan peran suatu topik atau konsep
terhadap topik yang lain.
Pembelajaran dengan pendekatan RME menekankan akan
pentingnya konteks nyata yang dikenal siswa dan proses konstruksi
pengetahuan matematika oleh siswa sendiri. Menurut Gravemeijer dalam
commit to user
dijadikan starting point dalam pembelajaran matematika. Konstruksi
pengetahuan matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu
berlangsung dalam proses yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi
terbimbing (guided reinvention).
Gagasan dasar reinvensi terbimbing lahir dari keyakinan
Freudenthal yang memandang bahwa matematika bukan sebagai bahan
pelajaran, melainkan sebagai kegiatan manusiawi (human activity).
Demikian juga pandangan Freudenthal bahwa matematika terkait dengan
realitas, dekat dengan dunia anak, dan relevan bagi masyarakat, sehingga
apa yang harus dipelajari bukanlah matematika sebagai sistem tertutup,
melainkan sebagai suatu kegiatan, yakni proses matematisasi matematika.
Menurut Marsigit (2010: 1) terdapat dua macam matematisasi, yaitu: (1)
matematisasi horizontal dan (2) matematisasi vertikal. Matematisasi
horisontal berproses dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika.
Proses terjadi pada siswa ketika ia dihadapkan pada problematika situasi
nyata. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi di
dalam sistem matematika itu sendiri, misalnya: penemuan strategi
menyelesaikan soal, mengkaitkan hubungan antar konsep-konsep
matematis atau menerapkan rumus.
Terkait dengan human activity di atas Freudenthal dalam Tarigan
(2006: 3) menyatakan bahwa matematika sebagai kegiatan manusiawi
adalah aktivitas pemecahan masalah, pencarian masalah, tetapi juga
aktivitas pengorganisasian materi pelajaran. Ini dapat berupa materi-materi
dari realitas yang harus diorganisasikan menurut pola-pola matematis,
yaitu jika masalah dari realitas hendak dipecahkan. Dapat juga ini berupa
materi matematika, baik yang baru maupun yang lama, baik yang
diciptakan sendiri maupun oleh orang lain, yang harus ditata menurut
gagasan baru agar lebih mudah dimengerti dalam konteks yang lebih luas,
atau dengan pendekatan aksiomatik.
Dalam proses reinvensi terbimbing, siswa diberi kesempatan untuk
commit to user
membangun sendiri alat dan gagasan matematika, menemukan sendiri
hasilnya, serta memformalkan pemahaman dan strategi informalnya. Siswa
didukung untuk mencipta ulang (to reinvent) matematika di bawah
panduan guru dan bahan pelajaran. Untuk mencipta ulang matematika
formal dan abstrak, siswa diarahkan bergerak secara bertahap dari
penggunaan pengetahuan dan strategi penyelesaian informal, intuitif, dan
konkret menuju ke arah yang lebih formal, abstrak dan baku.
Frans Moerland yang dikutip Atmini Dhoruri (2008: 4-5)
memvisualisasikan proses matematisasi pembelajaran matematika realistik
seperti pembentukan gunung es (iceberg). Proses pembentukan gunung es
dilaut selalu diawali dari bagian dasar di bawah permukaan laut dan
seterusnya akhirnya terbentuk puncak gunung es yang muncul di atas
permukaan laut. Bagian dasar gunung es lebih luas dari pada puncaknya,
dengan demikian konstruksi gunung es tersebut menjadi kokoh dan stabil.
Proses ini diadopsi pada proses matematisasi dalam matematika realistik,
yaitu dalam pembelajaran selalu diawali dengan matematisasi horizontal
kemudian meningkat sampai matematisasi vertikal. Matematisasi
horizontal lebih ditekankan untuk membentuk konstruksi matematika yang
kokoh sehingga matematisasi vertikal lebih bermakna bagi siswa.
Proses pembelajaran dengan pendekatan RME menggunakan
masalah kontekstual sebagai titik awal dalam belajar matematika. Dalam
hal ini siswa melakukan aktivitas matematika horizontal, yaitu siswa
mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasikan aspek
matematika yang ada pada masalah tersebut. Siswa bebas
mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah
kontekstual dengan cara sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang
dimiliki siswa. Kemudian dengan atau tanpa bantuan guru, menggunakan
matematika vertikal (melalui abstraksi maupun formalisasi) tiba pada
tahap pembentukan konsep. Setelah dicapai pembentukan konsep, siswa
dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika tersebut kembali pada