• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo,2002).

Pelaksanaan otonomi daerah tidak hanya dilihat dari seberapa besar daerah akan memperoleh sumber pendapatan termasuk dana perimbangan, tetapi hal tersebut harus diimbangi dengan sejauh mana instrument atau pengelolaan keuangan daerah mampu memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, rasional, transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab (Darise,2008:19) sehingga diperlukan rencana kegiatan apasaja yang harus di lakukan dan berapa dana yang harus di anggarkan agar dana yang dipersiapkan oleh pemerintah dapat digunakan dengan baik dan bisa tepat sasaran dan tentu perlu adanya pengendalian dari pemerintah untuk mengawasi rencana tersebut apabila telah berjalan.

(2)

Menurut Mulyadi (2001), anggaran merupakan suatu rencana jangka pendek yang disusun berdasarkan rencana kegiatan jangka panjang yang ditetapkan dalam penyusunan program (Programming).

Anggaran menjadi sangat penting dan relevan di Pemerintah daerah karena anggaran berdampak terhadap kinerja pemerintah yang dikaitkan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat karena menurut Mardiasmo (2009:63) anggaran mengenai sektor publik penting terutama pemerintahan karena

1. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

2. Adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang terbatas.

3. Untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat.

Aturan-aturan mengenai anggaran terkait dengan kinerja Pemerintah Daerah pada saat ini telah berubah dengan turunnya beberapa Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan. Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan tersebut diantaranya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah. Sebelum UU Nomor 32 tahun 2004 dan UU Nomor 33 tahun 2004 terlebih dahulu telah terbit paket UU tentang Keuangan Negara dan daerah yaitu UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Daerah, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Untuk melihat anggaran yang telah disusun, apakah telah terealisasi dengan baik atau tidak, diperlukan standar laporan

(3)

realisasi anggaran yang bertujuan untuk menetapkan dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintahan dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan(SAP PP No.71, 2010 : 79), dan anggaran yang sudah di realisasi pun perlu untuk di laporkan karena tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi realisasi dan anggaran entitas pelaporan. Perbandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-undangan (SAP PP No.71, 2010 : 79).

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 dan Nomor 33 Tahun 2004, membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas pengalokasian dana yang dimiliki dengan cara yang efektif dan efisien. Pemerintah daerah perlu melakukan pengelolaan dana publik yang didasarkan pada konsep dasar performance budgeting system (anggaran kinerja). (Avionnita : 2014)

Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik perlu upaya perbaikan secara terus menerus atas manajemen keuangan public karena hal ini selaras dengan tuntutan dilakukan transparansi dan akuntabilitas publik. Tuntutan dilakukannya good governance sebenarnya bukan hal yang baru, karena masyarakat di Negara manapun menghendaki pemerintah sebagai pengemban amanat masyarakat bertanggung jawab atas kinerja yang telah dilakukannya dan memastikan program yang tepah direncanakan dan di anggarkan dapat berjalan dengan baik serta dapat dipertanggung jawabkan. Hal tersebut dikarenakan

(4)

pemerintah berkewajiban untuk mengelola dana masyarakat dalam rangka menjalankan pemerintahannya.

Dengan berlakunya undang-undang baru, membawa konsekuensi bagi daerah dalam bentuk pertanggungjawaban atas pengalokasian dana yanag dimiliki dengan cara efisien dan efektif, khususnya dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat. Dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi perlu dilakukan pengelolaan dana publik yang didasarkan pada konsep dasar value of money sehingga diperlukan pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah yang berorientasi pada kinerja yang memperhatikan konsep value for money dan tidak menggunakan anggaran tradisional.

Building Institutions For Good Governance - BIGG (2001) (Dalam Rahardjo Adisasmita, 2011: 52) menyebutkan bahwa “anggaran kinerja adalah anggaran yang menghubungkan pengeluaran dengan hasil yang diinginkan.” Melalui proses anggaran kinerja, pemerintah kota/kabupaten menetapkan keluatan dan hasil dari masing-masing program dan pelayanan, kemudian pemerintah daerah dapat membuat target untuk pencapaiannya. Dengan demikian, pengeluaran dilakukan berdasarkan pioritas dan unit kerja harus bertanggungjawab terhadap hasil (output dan outcome).

Sebelum lahirnya tiga paket perundang-undangan, yaitu UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara terdapat beberapa permasalahan mendasar dalam sistem

(5)

penganggaran di Indonesia. Beberapa permasalahan yang sangat mendasar dalam sistem penganggaran di Indonesia, yang sering kali dikemukakan oleh berbagai pihak termasuk lembaga internasional adalah (Dedi Nordiawan : 2006) :

1. Tidak jelasnya keterkaitan antara kebijakan, perencanaan, dan penganggaran, karena sering kali kebijakan disusun tanpa mempertimbangkan sumber daya yang tersedia, dan pengalokasian anggaran tidak mencerminkan prioritas yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

2. Rendahnya kinerja penyediaan pelayanan masyarakat karena penekanan diberikan pada kontrol terhadap input bukan pada pencapaian output dan outcomes, serta kurang memperhatikan prediktabilitas dan kesinambungan daripada pendanaannya.

3. Kurangnya disiplin fiskal, karena total belanja negara tidak disesuaikan dengan kemampuan penyediaan pembiayaannya, dan perumusan kebijakan fiskal hanya terfokus pada stabilitas ekonomi makro jangka pendek.

Selain itu, fenomena pembangunan yang berkembang saat ini telah terjadi di segala bidang dan adanya tuntutan ekonomi daerah serta korupsi, kolusi, dan nepotisme, untuk terselenggaranuya suatu pemerintah daerah yang baik sebagai upaya mewujudkan good governance yang ditandai adanya tiga pilar utama yaitu : transparan, partisipasi, dan akuntabilitas, untuk itu perlu adanya penerapan dan pertanggunghjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berhasil dan berdaya guna.

Guna mendukung penelitian ini, peneliti mencoba melakukan studi pendahuluan ke Dispenda. Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti bahwa masih terdapat beberapa kelemahan dan penemuan, yaitu :

1. Penatausahaan belanja pada Kegiatan Penyelenggaraan Administrasi Perkantoran Tahun Anggaran 2012 masih ditemukan kekurangan pada dokumen/lampiran pertanggungjawaban, diantaranya :

(6)

a) Belanja makanan dan minuman Rapat dari SPJ/nota tidak dirinci jenis makanan dan harga satuannya (hanya mencantumkan total harga);

b) Belanja Surat Kabar tidak menyertakan nota pembelanjaan, belanja materai tidak menyertakan nota pembelanjaan;

c) Laporan Hasil Perjalanan Dinas tidak menggambarkan/relevan dengan maksud perjalanan dinas.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 132 ayat (1), berbunyi :“Setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.”,

Sebab dokumen pertanggungjawaban belanja tidak lengkap akibatnya dapat mengundang asumsi bahwa belanja tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

2. Pada Kegiatan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Tahun Anggaran 2012 masih ditemukan kelemahan, yaitu terdapat penggantian suku cadang Kendaraan Dinas, AC, Komputer dan Televisi serta belanja Alat Listrik belum didukung dengan bukti barang yang diganti (barang bekas yang diganti).

Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 132 ayat (1), berbunyi :“Setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.”,

(7)

Maka dari bukti kas dengan bukti fisik (barang yang diganti) pada belanja Kegiatan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana tidak dapat dipertanggungjawabkan.

3. Dokumen belanja pemeliharaan Ruang Work Shop TNKB sudah dilengkapi dengan foto-foto kondisi fisik 0%, 50% dan 100% sedangkan untuk pemeliharaan Gedung dan Bangunan serta Halaman dan Taman belum didukung dengan foto-foto perkembangan fisik pekerjaan.

Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 4, ayat :

(1) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat;

(2) Secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Akibatnya bukti kas dan bukti fisik untuk belanja pemeliharaan Gedung/Bangunan dan Halaman/Taman kurang memiliki keyakinan sehingga akan menimbulkan asumsi bahwa belanja tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

(8)

Pengelolaan Barang Daerah/Sarana Prasarana

1. Pengurus barang untuk Tahun 2013 belum membuat/mengerjakan Kartu Inventaris Ruangan (KIR).

Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Butir VII.Penatausahaan :

- Point 2. Pembukuan : (a) Pengguna/kuasa pengguna barang wajib melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP)/Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP), (b) Pengguna/kuasa pengguna barang dalam melakukan pendaftaran dan pencatatan sesuai format Kartu Inventaris Barang (KIB) dan Kartu Inventaris Ruangan (KIR);

- Point 3. Inventarisasi huruf (a) Peran dan fungsi Inventarisasi merupakan kegaitan tindakan melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan pencatatan data dan pelaporan BMD dalam unit pemakai.

Buku inventaris tersebut memuat data meliputi lokasi, jenis/merk/type, jumlah, ukuran, harga, tahun pembelian, asal barang, keadaan barang dan sebagainya.

Adanya buku inventris yang lengkap, teratur dan berkelanjutan mempunyai peran yang sangat penting dalam rangka :

1. Pengendalian, pemanfaatan, pengamanan, dan pengawasan setiap barang; 2. Usaha untuk menggunanakan memanfatakan setiap barang secara

(9)

3. Menunjang pelaksanaan tugas Pemerintah.

Selain temuan tersebut terlihat adanya ketidakefisienan dalam anggaran dengan realisasinya, yaitu

Akun 2011 2012

Anggaran Anggaran Anggaran Realisasi Belanja telepon 33.000.000 10.410.890 33.000.000 1.964.547 Belanja Listrik 345.000.000 243.702.710 263.400.000 55.091.330 Belanja Kawat/Faximile /Internet 129.000.000 102.142.235 152.176.440 87.561.000 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 269.160.000 205.545.000 261.000.000 149.210.000 Belanja Surat Kabar 900.000 900.000 900.000 900.000 Belanja Makan dan minum 21.600.000 21.600.000 17.850.000 17.850.000 Belanja Service 1.740.000 1.740.000 22.152.000 22.152.000

(10)

Belanja penggantian suku cadang - - 15.660.000 15.615.000 akun 2013 2014

Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Belanja telepon 24.000.000 1.964.547 12.000.000 4.343.443 Belanja Listrik 289.200.000 55.091.330 19.200.000 18.553.601 Belanja Kawat/Faximile /Internet 143.400.000 87.561.000 146.160.576 146.150.961 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 268.080.000 149.210.000 212.200.000 212.192.500 Belanja Surat Kabar 1.800.000 150.000 1.800.000 1.800.000 Belanja Makan dan minum 52.100.000 7.050.000 24.200.000 24.200.000 Belanja Service 14.400.000 2.400.000 39.000.000 33.385.571 Belanja Penggantian Suku Cadang - - - -

(11)

Dari contoh data di atas adanya ketidak efisienan dalam penganggaran, seharusnya ketika di tahun 2012 penyerapan anggaran kurang baik, seharusnya untuk penganggaran di tahun 2013 bisa ditekankan dan disesuaikan dari hasil LRA 2012 sehingga anggaran yang di anggarkan bisa tepat sasaran. Pada belanja cetak terjadi pula ketidakefisian mengingat dengan kemajuan teknologi yang menungkinkan data-data bisa di simpan dalam bentuk softcopy sehingga bisa mengurangi belanja cetak dan anggaran bisa diefisiensikan lagi dan pengalokasian anggaran bisa di alihkan ke program yang lebih tepat.

Ini terlihat bahwa kurangnya peran SPIP dalam pemerintahan baik sebelum paket undang-undang telah lahir maupun sekarang, Sedangkan menurut pemerintah sendiri pada PP no.71 Tahun 2010 mengenai Sistem Pengendalian Internal Pemerintah adalah

“proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”.

Berdasarkan temuan di atas dan di bandingkan dengan pengertian SPIP sendiri terlihat bahwa dalam proses penggunaan anggaran masih kurang taat terhadap terhadap peraturan perundang-undangan.

SPIP pun berfungsi sebagai Penegakan integritas dan nilai etika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a sekurang-kurangnya dilakukan dengan:

(12)

B. Memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap tingkat pimpinan instansi pemerintah;

C. Menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap aturan perilaku;

D. Menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau pengabaian pengendalian intern; dan

E. Menghapus kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis.

Menurut VanLandingham, wellman, Andrews (dalam Anggraini dan puranto, 2011: 102) tujuan anggaran berbasis kinerja adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan akuntabilitas agensi dengan memfasilitasi misi dan pendefinisian tujuan, evaluasi kinerja, dan pemanfaatan informasi kinerja dalam perencanaan dan pengambilan keputusan penganggaran.

2. Meningkatkan fleksibilitas anggaran agensi dengan memfokuskan proses aprosiasi legislative pada keluaran bukan input.

3. Menyempurnakan koordinasi, menghilangkan duplikasi program, dan menyajikan informasi yang tepat untuk pengambilan keputusan.

4. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses pemerintahan, dengan asumsi jika masyarakat lebih tertarik pada hasil dibandingkan dengan proses.

5. Mengembangkan incentive agensi menjadi lebih efisien dan efektif.

Tujuan pada anggaran akan tercapai jika sistem pengendalian internnya sudah berjalan dengan baik karena dengan adanya pengendalian intern dapat

(13)

memastikan dan memantau bahwa perencanaan dan realisasi anggaran akan berjalan dengan baik.

Revrisond (2000:118) menjelaskan bahwa pengedalian keuangan negara adalah segala tindakan untuk menjamin agar pengelolaan keuangan negara berjalan sesuai dengan tujuan, rencana, dan aturan-aturan yang telah digariskan. Karena yang menjadi objek pengendalian keuangan negara terutama adalah anggaran negara, maka pengendalian keuangan negara dari segi anggaran dapat pula dinyatakan sebagai segala kegiatan untuk menjamin agar pengumpulan penerimaan-penerimaan negara, dan penyaluran pengeluaran-pengeluaran negara, tidak menyimpang dari rencana yang telah digariskan dalam anggaran.

Selain itu terdapat penelitian lain yang menjelaskan hubungan antara SPIP dengan realisasi anggaran. Dari hasil penelitian Indriya Kartika (2013) yang berjudul “Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Keuangan dan Implikasinya terhadap Akuntabilitas Keuangan. (Penelitian pada Laporan Realisasi Anggaran di Pemerintah Daerah Kabupaten Wilayah Provinsi Jawa Barat).” Menyatakan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh positif terhadap kualitas laporan keuangan dan implikasi terhadap akuntabilitas keuangan.

Ketika paket undang-undang terkait anggaran pemerintah daerah tersebut lahir, maka diharapkan adanya perbaikan dalam instansi pemerintahan melihat peran SPIP yang berpengaruh terhadap kinerja pemerintah khususnya realisasi anggaran baik berbasis kas maupun kinerja dan terciptanya good governance. Sistem pengendalian perlu di terapkan dengan baik agar pemerintah mampu

(14)

menciptakan kesejahteraan bagi warganya, dan mampu merealisasikan anggaran dengan baik sesuai dengan APBN/APBD yang telah diberikan karena Sistem Pengendalian Intern (SPI) merupakan implementasi dari tahap pengawasan yang terdapat dalam siklus anggaran (budget cycle) yang terdiri atas:

1. Tahap penyusunan anggaran 2. Tahap pengesahan anggaran 3. Tahap pelaksanaan anggaran

4. Tahap pegawasan pelaksanaan anggaran 5. Tahap pengesahan perhitungan anggaran

Dengan melihat fenomena di atas penulis tertarik untuk meneliti yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah terhadap Kualitas Laporan Realisasi Anggaran ”

1.2 Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, penulis membuat identifikasi sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan pada Dinas Pendapatan Daerah

2. Bagaimana Kualitas Laporan Realisasi Anggaran pada Dinas Pendapatan Daerah

3. Bagaimana pengaruh Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan terhadap Kualitas Laporan Realisasi Anggaran pada Dinas Pendapatan Daerah

(15)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka maksud serta tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintah pada Dinas Pendapatan Daerah

2. Mengetahui Kualitas Informasi Laporan Realisasi Anggaran selama 4 periode pada Dinas Pendapatan Daerah

3. Mengetahui pengaruh Efektivitas Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan terhadap Kualitas Informasi Laporan Realisasi Anggaran pada Dinas Pendapatan Daerah.

1.4 Kegunaan penelitian

Penelitian yang penulis lakukan diharapkan dapat berguna bagi semua pihak, antara lain :

1. Peneliti, menambah wawasan mengenai masalah Standar Pengandalian Internal Pemerintahan dan seberapa besar pengaruhnya pada Realisasi Anggaran berbasis kinerja pada Dinas Pendapatan Daerah serta pengajuan syarat untuk menempuh ujian sarjana ekonomi program akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama

2. Dinas Pendapatan Daerah, Untuk bahan masukan dan evaluasi Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan dan Realisasi Anggaran.

(16)

3. Pembaca sebagai informasi yang berguna mengenai informasi yang berkaitan dengan Sistem Pengendalian Internal Pemerintahan dan Akuntansi Sektor Publik pada umumnya.

1.5 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan oleh penulis pada sebuah Dinas yang bernama Dinas Pendapatan daerah yang bertempat di Jl.Industri No.14 Cikarang-Bekasi mulai dari Febuari tahun 2015 sampai dengan April 2015

Referensi

Dokumen terkait

Bagi dosen Universitas Riau yang penelitiannya pada tahun berjalan telah didanai (sebagai ketua) melalui SIM-LITABMAS, Insinas, Grant Sawit tidak diperbolehkan ikut

yang umum terjadi di daerah pegunungan, yaitu ketika massa udara bergerak ke tempat yang lebih tinggi mengikuti bentang lahan pegunungan sampai saatnya terjadi proses

Kemungkinan pertama adalah 'semua register mati (tidak ada arus)\ kemungkinan kedua adalah 'satu hidup-satu mati', kemungkinan ketiga adalah 'satu mati-satu hidup', dan..

(1c.) Struktur antena lingkaran konvensional. Pada artikel ini dibahas perbandingan antena lingkaran konvesional seperti tampak pada Gambar 1c, yaitu antena lingkaran

Penambahan ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) pada kultur sel tulang secara in vitro dapat meningkatkan proliferasi dan menginduksi terjadinya proses

Skripsi ini adalah penelitian tentang dakwah dalam pelestarian lingkungan (studi kasus di Desa Sanjai Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai). Pokok

Pemahaman siswa mengenai reproduksi remaja, menurut WHO dan ICPD (International conference on Population and Development) 1994 yang diselenggarakan di Kairo

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kelincahan dengan nilai psikomotor mata pelajaran pendidikan jasmani siswa kelas X SMA Negeri 1 Ingin Jaya