• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III LANDASAN TEORI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Daur Hidrologi

Bumi terdapat  1,3 sampai dengan 1,4 milyar km3 air yang meliputi 97,5 % adalah air laut, 1,75 % berbentuk es, 0,73 % berada di daratan sebagai air sungai, air danau dan air tanah serta 0,001 % berbentuk uap yang berada di udara. Air di bumi mengalami perputaran terus atau membentuk siklus yang dimulai dari penguapan

(evaporasi), hujan (presipitation) dan pengaliran (out flow). Air menguap ke udara dari

permukaan tanah dan laut berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba di permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi, namun tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai ke permukaan tanah karena sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah.

Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah

(infiltrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan

tanah kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya bermuara di laut. Namun tidak semua butiran air yang mengalir akan tiba di laut karena dalam perjalanan menuju laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk kedalam tanah akan keluar lagi ke sungai-sungai (disebut aliran intra = interflow) dan sebagian lagi akan tersimpan sebagai air tanah

(groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke

permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut groundwater runoff = limpasan air tanah).

Dengan melihat keadaan di atas, sungai itu mengandung atau mengumpulkan tiga jenis limpasan, yaitu limpasan permukaan (surface runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang akhirnya akan mengalir ke laut. Seperti telah dikemukakan di atas, sirkulasi air yang kontinyu antara air laut dan air daratan berlangsung terus maka sirkulasi air ini disebut dengan daur hidrologi

(2)

Gambar 3.1 Siklus Hidrologi

Akan tetapi sirkulasi air ini tidak merata, karena kita melihat perbedaan besar presipitasi dari tahun ke tahun, dari musim ke musim yang berikut dan juga dari wilayah ke wilayah yang lain. Sirkulasi air ini dipengaruhi oleh kondisi meteorologi yaitu suhu, tekanan atmosfir, angin dan lain-lain serta kondisi topografi.

Air permukaan tanah dan air tanah yang dibutuhkan untuk kehidupan dan produksi adalah air yang terdapat dalam proses sirkulasi. Jadi kalau sirkulasi ini tidak merata maka akan terjadi beberapa kesulitan. Jika terjadi sirkulasi yang lebih maka dapat mengakibatkan bencana seperti banjir.

3.2 Curah Hujan

Dalam pembuatan suatu rancangan penirisan tambang data distribusi curah hujan yang diperlukan adalah distribusi curah hujan jangka waktu pendek yaitu jangka waktu harian. Penggunaan dari masing-masing data distribusi curah hujan tersebut disesuaikan dengan tujuan dari perencanaan yang dilakukan.

Besarnya curah hujan dinyatakan dalam mm yang berarti jumlah air hujan yang jatuh pada satuan luas. Curah hujan 1 mm identik dengan 1 liter/m2. Derajat curah hujan dinyatakan dalam curah hujan per satuan waktu disebut intensitas curah hujan. Hubungan antara derajat dan intensitas hujan dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 3.1

Hubungan Derajat dan Intensitas Curah Hujan Keadaan Curah Hujan Intensitas Curah Hujan

(mm/menit) Kondisi

Hujan lemah 0,05 – 0,25 Tanah sedikit basah semuanya Hujan normal 0,05 – 0,25 Bunyi curah hujan terdengar

Hujan deras 0,25 – 1,00

Air tergenang di seluruh permukaan tanah dan terdengar bunyi dari

genangan

Hujan sangat deras > 1,00 Hujan seperti ditumpahkan, saluran penirisan meluap

(3)

3.4.5 Metode Analisis Intensitas Curah Hujan

Intensitas Curah Hujan adalah jumlah curah hujan dalam jangka waktu tertentu, dan dinyatakan dalam mm persatuan waktu. Intensitas curah hujan dapat digunakan untuk menghitung debit air limpasan. Besarnya intensitas curah hujan dapat ditentukan secara langsung jika ada rekaman durasi hujan setiap harinya yang diukur dengan alat penakar hujan otomatis.

Perhitungan intensitas curah hujan bertujuan untuk mendapatkan curah hujan yang sesuai, yang nantinya dapat dipakai sebagai dasar perencanaan debit limpasan hujan pada daerah penelitian. Untuk pengolahan data curah hujan menjadi intensitas curah hujan dapat digunakan cara statistik dari pengamatan durasi yang terjadi.

Analisis statistik yang digunakan adalah dengan formula Extreme Value E.J

Gumbel. Adapun langkah-langkah analisis dari formula tersebut adalah sebagai

berikut: :

1. Tentukan rata-rata X nilia data, dengan rumus :

X =

n CH

...Persamaan (2-1)

Dimana : X = Rata-rata nilai data

CH

= Jumlah nilai data n = Jumlah data 2. Tentukan standar deviasi (S), dengan rumus :

S =

)

1

(

)

(

2

n

X

Xi

………Persamaan (2-2)

Dimana : S = Standard deviasi Xi = Data ke-I,

X = Rata-rata intensitas curah hujan n = Jumlah data

3. Tentukan koreksi varians (Yt), dengan rumus :

Yt =





 

T

T

1

ln

ln

………...Persamaan (2-3)

(4)

Dimana : Yt = Koreksi varians T = Periode ulang hujan 4. Tentukan koreksi rata-rata (Yn), dengan rumus :

Yn =





1

1

ln

ln

n

m

n

……….Persamaan (2-4)

Dimana : Yn = Koreksi rata-rata n = Jumlah urut data m = Nomor urut data

Kemudian tentukan : YN = n Yn

………...Persamaan (2-5) Dimana : YN = Rata-rata Yn

Yn

= Jumlah nilai Yn n = Jumlah data

5. Tentukan koreksi simpangan (Sn), dengan rumus :

Sn =

1

)

(

2

n

YN

Yn

………Persamaan (2-6)

Dimana : Sn = Koreksi simpangan Yn = Nilai Yn ke-i

YN = Rata-rata nilai Yn n = Jumlah data

6. Tentukan curah hujan rencana (CHR), dengan rumus :

CHR = XS.Sn.(YtYN)………Persamaan (2-7)

Dimana : CHR = Curah hujan rencana E.J. Gumbel

(5)

S = Standard deviasi Sn = Koreksi Simpangan Yt = Koreksi varians YN = Rata-rata nilai Yn

Sedangkan rumus yang dapat digunakan untuk mengolah data curah hujan harian kedalam satuan jam adalah dengan Rumus Mononobe :

I = 3 2 24

24

.

24

t

R

...Persamaan (2-8)

Dimana : R24 = Intensitas curah hujan dalam satu hari (mm/hari) t = Durasi hujan (jam)

I = Intensitas curah hujan perjam (mm/jam)

3.4.6 Evapotranspirasi

Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah ke udara disebut penguapan (evaporasi), sedangkan peristiwa penguapan dari tumbuhan disebut transpirasi. Apabila proses tersebut terjadi keduanya disebut evapotranspirasi.

Untuk menghitung besarnya evapotranspirasi sangat sulit dilakukan, sehingga digunakan cara tidak langsung dengan menggunakan Rumus Turc (Sayoga, 1993) sebagai berikut : ETP = 0,4 x ) 70 50 1 )( 50 ( ) 15 ( RH RS x T T  ...Persamaan (2-9)

Dimana : ETP = Evapotranspirasi potensial rata-rata (mm/tahun) T = Temperatur rata-rata tahunan (0C)

RH = Kelembaban relatif (%)

3.3

Daerah Tangkapan Air Hujan (Catchment Area)

Daerah tangkapan air hujan (catchment area) dapat diartikan sebagai luas wilayah yang apabila hujan turun, daerah aliran air permukaannya (run off) akan terkonsentrasi pada suatu titik tertentu.

Adapun cara menentukan daerah tangkapan hujan adalah dengan menentukan batas terluar dari daerah penelitian karena berdasarkan dari keadaan daerah penelitian tidak semua air limpasan masuk ke front kerja tambang. Oleh karena itu, untuk

(6)

menghitung luas daerah tangkapan air hujan (catchment area) dapat dihitung dengan alat planimeter dari peta topografi dan peta situasi.

Dengan adanya proses penggalian dan penimbunan maka kemungkinan perubahan luas daerah tangkapan air hujan akan berubah sesuai dengan bentuk dan tinggi rendahnya galian maupun timbunan pada periode tertentu. Apabila diasumsikan dengan curah hujan tetap (curah hujan rata-rata maksimum perhari) maka besar kecilnya debit air yang harus dipompa serta dialirkan ke saluran utama akan dipengaruhi oleh perubahan luas daerah tangkapan air hujan.

3.4

Rancangan Sistem Penyaliran Tambang

Perancangan sistem penyaliran pada umumnya menganalisis tentang perancangan dimensi paritan, dimensi sump, instalasi pemipaan serta pemompaan. 3.4.1 Paritan

Saluran air (paritan) pada suatu daerah penambangan berfungsi sebagai penampung air limpasan permukaan. Saluran ini akan mengalirkan air limpasan permukaan ke tempat penampungan di dalam tambang ataupun tempat lain yang berada di luar tambang.

Sistem ini cukup ideal diterapkan pada tambang terbuka open cast atau kuari. Parit dibuat berawal dari sumber mata air atau air limpasan menuju suatu kolam penampung atau langsung ke sungai alam yang sudah ada atau diarahkan ke selokan jalan tambang utama. Jumlah parit itu disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga mungkin bisa lebih dari satu. Apabila parit terpaksa harus dibuat melalui lalulintas tambang, maka dapat dipasang gorong-gorong yang terbuat dari beton atau galvanis. Dimensi parit diukur berdasarkan volume maksimum pada saat musim penghujan deras dengan memperhitungkan kemiringan lereng. Dalam sistem penyaliran itu sendiri terdapat beberapa bentuk penampang penyaliran yang dapat digunakan. Bentuk penampang penyaliran diantaranya bentuk segiempat, bentuk segitiga dan bentuk trapesium. Bentuk penampang saluran yang paling sering digunakan dan umum dipakai adalah bentuk trapesium sebab mudah dalam pembuatannya, murah, efisien dan mudah dalam perawatannya serta stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan menurut keadaan daerah. Penampang saluran bentuk trapesium dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Pada perencanaan bentuk dan ukuran saluran, perlu dilakukan berbagai pertimbangan diantaranya yaitu :

(7)

Gambar 3.2

Penampang Melintang Parit 1. Dapat mengalirkan debit air yang direncanakan,

2. Kecepatan aliran air tidak mengakibatkan terjadinya sedimentasi dan terjadinya erosi yang dapat merusak saluran air tersebut, dan

3. Mudah dalam pembuatan dan perawatannya.

H

B 3B

450

Ket :

- lebar dasar parit (B) - tinggi parit (H) - Slope 450

- lebar permukaan air (3B)

Paritan kadang-kadang juga dapat diterapkan pada tambang terbuka open pit apabila situasinya memungkinkan. Sasaran akhir parit adalah kolam atau sump yang akan menampung air sementara sebelum dipompakan ke permukaan. Pada dasamya pembuatan parit ini cukup mudah dan pula murah.

Pada prinsipnya, pembuatan paritan ini diaplikasikan untuk dua tujuan utama yang sering diterapkan dilapangan, yaitu sebagai pengatur pola aliran air limpasan di dalam pit dan kedua sebagai sarana untuk menampung air limpasan dari luar tambang agar tidak masuk ke dalam pit. Kedua metode penerapan paritan tersebut memiliki metode atau cara perhitungan yang sama untuk menganalisis kebutuhan dimensi yang harus dibuatnya. Analisis dimensi paritan tersebut menggunakan beberapa langkah perhitungan antara lain :

1. Waktu Konsentrasi (Tc)

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan hujan untuk mengalir dari titik terjauh ke tempat penyaliran. Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus dari

“Kirpich”, sebagai berikut :

Tc = 385 , 0 3 . 87 , 0       H L ………...Persamaan (2-10)

(8)

Dimana : Tc = Waktu terkumpulnya air (jam)

L = Jarak terjauh sampai titik pengaliran (km)

H = Beda ketinggian dari titik terjauh sampai ke tempat berkumpulnya air (meter)

2. Koefisien Limpasan (C)

Koefisien limpasan merupakan salah satu penentu ketelitian hasil perhitungan dimana merupakan parameter yang menggambarkan hubungan curah hujan dan limpasan, yaitu memperkirakan persentase dari jumlah air hujan yang masuk menjadi limpasan langsung dipermukaan. Koefisien limpasan dipengaruhi oleh faktor-faktor tutupan tanah, kemiringan dan lamanya hujan. Beberapa perkiraan koefisien limpasan terlihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2

Nilai Koefisien Limpasan

Kemiringan Tutupan (Jenis Lahan) Koefisien Limpasan (C) < 3% (datar) sawah, rawa 0,2 Hutan, perkebunan 0,3 Perumahan 0,4 3% - 15% (sedang) Hutan, perkebunan 0,4 Perumahan 0,5

Semak-semak agak jarang 0,6

Lahan terbuka 0,7

> 15% (curam)

Hutan 0,6

Perumahan 0,7

Semak-semak agak jarang 0,8 Lahan terbuka daerah tambang 0,9 Sumber : Sayoga, Rudi, “Hidrologi dan Hidrogeologi”. 1991

3. Kemiringan Dinding dan Dasar Saluran

Kemiringan saluran ditentukan dengan pertimbangan bahwa suatu aliran dapat mengalir secara alamiah dan tanpa terjadi pengendapan lumpur di dasar saluran tersebut. Menurut E.P Pfleider (Surface Mining) kemiringan saluran antara 0,1 – 1% sudah cukup untuk mencegah terjadinya pengendapan Lumpur.

Kemiringan dinding tebing saluran tergantung pada macam material atau bahan yang membentuk tubuh saluran. Kemiringan dinding saluran yang sesuai dengan bahan yang membentuk tubuh saluran dapat dilihat pada Tabel 2.3.

(9)

Tabel 3.3

Kemiringan Dinding pada Berbagai Jenis Bahan Bahan Kemiringan dinding Batu/cadas Hampir tegak lurus Tanah gambut (peat) ¼ : 1 Tanah berlapis beton ½ : 1 Tanah bagi saluran yang lebar 1 :01 Tanah bagi parit kecil 1,5 : 1 Tanah berpasir lepas 2 :01

Lempung berpori 3 :01

4. Debit Limpasan

Air limpasan disebut juga air permukaan, yaitu air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah. Besarnya air limpasan adalah besarnya curah hujan dikurangi oleh besarnya penyerapan (infiltrasi) dan penguapan (evaporasi).

Bila curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi maka limpasan air permukaan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan. Besarnya air limpasan tergantung oleh beberapa faktor, sehingga tidak semua air hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan menjadi sumber bagi sistem penyaliran dan kolam pengendapan.

Penentuan debit air limpasan maksimum ditentukan dengan menggunakan Metode

Rasional. Rumus metode rasional adalah sebagai berikut :

Q = 0,278 x C x I x A...Persamaan (2-11)

Dimana : Q = Debit air limpasan (m3/detik)

C = Koefisien limpasan (tanpa satuan pada Tabel 5.2)

I = Intensitas curah hujan (mm/jam), untuk rancangan paritan durasi hujan yang dipakai dalam Persamaan Mononobe sama dengan waktu konsentrasi (tc) pada periode ulang tertentu (mm/jam) A = luas daerah tangkapan hujan (km2)

Setelah dihitung parameter-parameter diatas maka bisa dilakukan perhitungan dimensi sump yang dibutuhkan. Perhitungan dimensi ini menggunakan Formula

Manning, yaitu sebagai berikut :

Q = 2 1 3 2

.

.

1

.

R

S

n

A

………..….Persamaan (2-12)

(10)

Dimana: Q = Debit limpasan (m³/det) A = Luas penampang basah (m²)

n = Koefisien kekasaran manning (Dapat dilihat di tabel 2.4) R = Jari-jari hidrolis (m)

S = Kemiringan dasar saluran Tabel3.4

Kemiringan Dinding pada Berbagai Jenis Bahan Dinding Saluran Koefisien manning

(n) Semen 0,010 – 0,014 Beton 0,011 – 0,016 Bata 0,012 – 0,020 Besi 0,013 – 0,017 Tanah 0,020 -0,030 Gravel 0,022 – 0,030 Tanah yang ditanami 0,025 – 0,040

Sumber : Sayoga, Rudi, “Hidrologi dan Hidrogeologi”. 1991 3.4.2 Kolam Penampung (Sump)

Sump (kolam penampung) merupakan kolam penampungan air yang dibuat

untuk penampung air limpasan yang dibuat sementara sebelum air itu dipompakan serta dapat berfungsi sebagai pengendap lumpur. Pengaliran air dari sump dilakukan dengan cara pemompaan atau dialirkan kembali melalui saluran pelimpah.

Tata letak sump akan dipengaruhi oleh sistem drainase tambang yang disesuaikan dengan geografis daerah tambang dan kestabilan lereng tambang. Ada dua sistem penirisan tambang, yaitu :

1. Sistem Penirisan Memusat

Pada sistem ini sump akan di tempatkan di setiap jenjang tambang (bench), dengan sistem pengalirannya dari jenjang paling atas menuju jenjang di bawahnya sehingga akhirnya air dipusatkan di Main Sump (balong induk) untuk kemudian dipompa keluar tambang.

2. Sistem Penirisan Tidak Memusat

Sistem ini dapat dilakukan bila kedalaman tambang relatif dangkal dengan keadaan geografis daerah luar tambang memungkinkan untuk mengalirkan air langsung dari sump keluar tambang.

Sump sendiri berdasarkan fungsi dan penempatannya, dibedakan menjadi

(11)

1. Sump temporer (temporary sump), dibuat pada daerah front tambang baik secara terencana yang digambarkan pada peta jangka pendek atau tidak terencana sebelumnya. Sump ini dibuat apabila situasi untuk menanggulangi air permukaan dibutuhkan. Jangka waktu penggunaan sump ini relatif singkat dan selalu ditempatkan sesuai dengan kemajuan front tambang.

2. Sump tandem (tandem sump) atau sump transit, dibuat secara terencana dalam pemilihan lokasi maupun volumenya. Penempatannya pada jenjang tambang dan biasanya di bagian lereng tepi tambang. Fungsi utama dari sump ini adalah sebagai tempat limpahan pertama air dari dasar tambang dikarenakan keterbatasan kemampuan pompa dan sebagai tempat pengendap lumpur awal sebelum di buang ke Kolam Pengendap Lumpur (KPL)

3. Main Sump (balong induk), dibuat sebagai penampungan air terakhir dan dapat digunakan sebagai cadangan air untuk digunakan dalam pengamanan kebakaran. Pada umumnya sump ini dibuat di elevasi terendah dalam tambang (dasar tambang).

Adapun untuk menghitung kebutuhan dimensi sump diperoleh dengan cara iterasi untuk memperoleh selisih terbesar antara debit limpasan dengan debit pemompaan, seperti persamaan dibawah ini :

V sump = (Qlimpasan.t.3600) – (Qp.t) ...Persamaan (2-13) Dimana: Qlimpasan = 0,278.C.I.A (m³/det)

I = Intensitas hujan Talbot (mm/jam) t = Lama hujan (jam)

Qp = Debit pemompaan (m³/jam)

3.4.3 Pemompaan dan Pemipaan 3.4.3.1 Pompa

Pompa merupakan alat yang berfungsi untuk memindahkan atau mengangkat zat cair dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi. Dalam suatu sistem pemompaan terdiri dari instalasi pompa dan pipa. Adapun beberapa macam tipe sambungan pemompaan, yaitu :

(12)

1. Seri

Dua atau beberapa buah pompa dihubungkan secara seri maka nilai head bertambah sebesar jumlah head masing-masing sedangkan debit pemompaan tetap.

2. Paralel

Kapasitas pemompaan bertambah sesuai kemampuan debit masing-masing pompa namun head tetap.

1. Klasifikasi Pompa

Sesuai dengan gerakan-gerakan bagian penyusunnya maka pompa dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu :

a. Pompa Torak (Plunyer)

Merupakan pompa yang dipengaruhi oleh gerakan torak/plunyer yang bolak-balik dalam suatu plunyer rapat. Pada ujung silinder ditempatkan katup-katup untuk mengatur keluar masuknya zat cair.

b. Pompa Putar

Merupakan pompa yang dipengaruhi oleh 2 roda gigi yang ditempatkan dalam suatu silinder rapat. Zat cair yang dihisap masuk antara celah-celah roda gigi (rotor) dan silinder (rumah pompa), karena berputar zat cair terdesak oleh bagian rotor yang lain, sehingga dapat memindahkan zat cair dari tempat bertekanan statis rendah ke tempat bertekanan statis tinggi.

c. Pompa Centrifugal

Merupakan pompa yang dipengaruhi oleh gerakan sebuah kipas yang tersusun oleh sudu-sudu yang ditempatkan pada suatu rumah pompa. Aliran Zat cair di antara sudu padat kipas yang berputar, mendapat gaya luar pusat (sentrifugal) dan mendapat tambahan tekanan, sehingga zat cair terhisap dan terlempar keluar. Ditampung oleh selongsong yang berbentuk gelung membungkus kipas dan keluar dari selongsong sebagai penghasil pompa.

d. Pompa Khusus

Merupakan pompa yang digunakan pada keperluan khusus, sehingga prinsip kerja dan konstruksi bagian-bagiannya bermacam-macam.

Pompa dengan motor benam (submersible motor pump), digunakan untuk memompa air yang sangat dalam. Pompa yang sering dipakai adalah pompa yang tergabung satu unit dengan motor penggeraknya, di mana keduanya terbenam di bawah permukaan air. Pompa jenis ini dipakai pada pengairan dan

(13)

drainase, dimana pompa ini harus mempunyai konstruksi yang kokoh karena harus mampu memompa air yang seringkali berlumpur, serta beroperasi pada lingkungan kerja luas dengan kondisi lingkungan yang buruk.

 Pompa lumpur, yaitu pompa yang digunakan untuk mengangkat zat cair yang mengandung pasir atau butiran zat padat dalam jumlah besar. Pompa yang khusus dipakai untuk memompa butiran dengan diameter < 0.3 mm, sering disebut pompa lumpur (slurry pump).

 Pompa motor terselubung (menjadi satu unit dengan motornya), yaitu pompa yang pada bagian celah antara rotor dan stator motor terdapat selubung rotor dari logam anti magnet. Ruangan di dalam selubung ini dihubungkan dengan ruang dalam pompa.

2. Faktor yang Mempengaruhi Kerja Pompa

Adapun kapasitas pompa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Beda elevasi antara antara tempat penampungan dengan tempat pembuangan b. Kecepatan fluida yang mengalir

c. Gesekan antara fluida dengan pipa

d. Belokan-belokan dan perubahan aliran yang terjadi e. Ukuran butiran material dalam cairan dan densitas cairan 3. Pemilihan Pompa

Secara teknis pemilihan pompa dilakukan berdasarkan informasi-informasi : a. Kecepatan air yang dipompakan.

b. Tinggi angkatan dari bak penampung ke pembuangan. c. Tekanan head pada titik pembuangan.

d. Ketinggian tempat pengoperasian pompa.

e. Tinggi pompa di atas permukaan air yang akan dipompakan. f. Ukuran pipa yang akan digunakan.

g. Jumlah, ukuran, jenis sambungan dan katup. 4. Faktor yang Mempengaruhi Umur Alat Pompa

Beberapa faktor yang mempengaruhi umur alat adalah pH cairan, jenis material lumpur, ukuran butir lumpur dan cara perawatan dari pompa.

a. pH Cairan

pH cairan yang akan dipompakan sangat berpengaruh terhadap umur pakai alat. Makin kecil pH suatu cairan atau semakin asam, maka cairan itu akan semakin mudah mengakibatkan terjadinya korosi pada logam. Untuk meghindarkan

(14)

peralatan dari korosi maka sebelum digunakan sebaiknya alat tersebut dicat terlebih dahulu atau dengan pemberian kapur untuk menetralkan keasaman air. b. Jenis Material

Material lumpur yang abrasif akan menyebabkan material bagian dalam pompa cepat aus, karena gesekan antara cairan dengan pipa yang dilaluinya semakin besar. Pompa mempunyai spesifikasi tertentu tentang material yang dihisap yang berkaitan dengan densitas cairan.

c. Ukuran Butiran Lumpur

Ukuran butiran lumpur dapat mempengaruhi lifetime pompa karena semakin besar butiran lumpur yang dialirkan, maka semakin besar pula gesekan antara material lumpur dengan bagian dalam pompa.

d. Perawatan Alat

Cara perawatan dan pemeliharaan alat yang baik dapat mempengaruhi lifetime alat. Sebagai contoh, pengecatan shock yang digunakan sebagi penyambung antara rubber hose dengan pompa dapat memperlambat proses korosi karena mencegah kontak langsung antara cairan dengan bahan pompa dan pipa yang terbuat dari logam.

5. Penentuan Daya Pompa

Daya pompa yang dibutuhkan bisa dihitung dengan persamaan berikut :

P = fhs/3960 e………..……Persamaan (2-14) Dimana : p = Daya pompa (HP)

f = Laju aliran cairan (gpm) hs = Head total pompa (ft)

e = Efisiensi pompa (dinyatakan dalam desimal) 3.4.3.2 Pipa (Pipe)

Pipa adalah suatu alat yang dipakai untuk menyalurkan air dengan bantuan pompa. Kapasitas pipa tergantung dari luas penampang pipa tersebut dan kecepatan alirannya. Kecepatan aliran pipa dapat diketahui apabila diketahui debit air yang dikeluarkan per satuan waktu dan luas penampang dari pipa yaitu dengan rumus :

(15)

Dimana : Q = Debit air (m3/dtk) v = Kecepatan alir (m/dtk) A = Luas penampang Pipa (m2)

Berdasarkan perbedaan bahan pembuat pipa, secara umum ada dua (2) jenis pipa yang digunakan, yaitu :

1. Pipa Baja

Diameter (Ø) yang umum digunakan berkisar antara 400 – 600 mm yang

masing-masing ukuran diameternya mempunyai kapasitas tersendiri dengan masing-masing panjang batang pipa baja 8 meter. Biasanya pipa jenis ini

digunakan untuk mengalirkan air dari sump terakhir menuju ke Kolam Pengendap Lumpur (KPL).

2. Pipa HDPE (High Density Polyethyllen)

Pipa jenis ini terbuat dari bahan Polyethyllen dengan density antara 0,94 - 0,97 g/cm³ merupakan hasil pereaksian antara Ethylene dengan Benzaldehyde pada tekanan yang sangat tinggi (Sumber :Hogan and Banks, 1959). Pipa jenis ini memiliki sifat yang lentur dan lebih ringan bila dibanding pipa baja. Pada perkembangan teknologi pemakaian pipa saat ini sebagian besar sudah banyak yang memilih menggunakan pipa jenis ini.

3.4.3.3 Pehitungan Head Total

Head total diperoleh dari penjumlahan head seperti berikut :

H tot = Hs + Hv + ∆ Hp + (Hf + HB + HA)……….…...Persamaan (2-16) 1. Static Head (Hs)

Static head adalah kehilangan energi yang disebabkan oleh perbedaan tinggi

antara tempat penampungan dengan tempat pembuangan. Persamaan yang dipakai untuk menghitung nilai Hs, adalah :

Hs = h2 – h1……….…...Persamaan (2-17) Dimana : Hs = Head statis (m)

h2 = Elevasi tempat pembuangan (m) h1 = Elevasi tempat penampungan (m)

(16)

2. Head akibat beda tekanan (Hp)

Hp adalah kehilangan karena adanya perbedaan tekanan antara titik isap dan titik buang. Persamaannya adalah sebagai berikut :

Hp = HP2 – HP1 ………..…...Persamaan (2-18) Dimana : Hp = Head akibat beda tekanan (m)

HP1 = Tekanan atmosfir titik isap (m) HP2 = Tekanan atmosfir titik buang (m)

3. Velocity Head (Hv)

Velocity Head adalah kehilangan yang diakibatkan oleh kecepatan air yang melalui

pompa. Hv =

g

v

.

2

2 ………...Persamaan (2-19)

Dimana : v = Kecepatan air yang melalui pompa (m/dt) g = Gaya gravitasi bumi (m²/dt)

4. Head Loss

Adapun Head Loss terdiri dari friction head dan head akibat belokan. a. Friction head (Hf)

Friction Head adalah kehilangan head akibat gesekan air yang melalui pipa dengan

pipa karena adanya pengaruh kekasaran dari dinding pipa, yang dihitung berdasarkan :

Hf = (f x L x v2) / (D x 2 x g)…………...…...Persamaan (2-20) Dimana : Hf = Head friction (m)

F = Faktor kekasaran pipa D = Diameter dalam pipa (m)

V = Kecepatan rata-rata aliran dalam pipa (m/det) L = Panjang pipa (m)

(17)

Head gesekan (Hf) untuk pipa HDPE bisa dihitung dari persamaan head friction per

seribu meter dari data spesifikasi HDPE. Adapun data nilai Hf/100 m tersebut seperti pada tabel 5.5.

Tabel 5.5

Nilai Hf/1000 m untuk Pipa HDPE Kapasitas Pompa (liter/det) Diameter (mm) 100 150 200 450 630 Hf per 1000 (m) 100 15,9 8,4 4,7 1,6 0,3 200 52,1 28,0 15,9 5,9 1,7 300 - 63,0 35,4 12,5 2,9 400 - 120,1 67,1 22,9 4,4 500 - - 94,0 32,1 6,2 600 - - - 41,3 10,6 700 - - - - 13,2 800 - - - - 16 900 - - - - 18,8 1000 - - - - 21,6

Sumber : HDPE Specifications Hanbook, ASTM b. Head akibat belokan (HB)

Adapun persamaan yang digunakan adalah :

Hl = g v f n 2 . . 2 ………...Persamaan (2-21)

Dimana : Hl = Head akibat belokan (m) F = Faktor kekasaran pipa

= 2 sin . 047 , 2 2 sin . 964 , 0 2

 4

………...Persamaan (2-22)

D = Diameter dalam pipa (m)

V = Kecepatan rata-rata aliran dalam pipa (m/det) L = Panjang pipa (m)

G = Percepatan gravitasi (m²/det) c. Head Akibat fitting dan sambungan (HA)

Gambar

Gambar 3.1  Siklus Hidrologi

Referensi

Dokumen terkait

Kejadian ini menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas yang rusak, selanjutnya Kejadian ini menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas yang rusak, selanjutnya terjadi

Insya Allah anakku dengan sikapmu yang baik dan penuh dengan kasih sayang, terutama kepada ibumu sekali lagi ibumu, ibumu dan kemudian bapakmu, maka Rahmat

a) Dana zakat yang digunakan untuk pemberdayaan masyarakat melalui program “Petani Bangkit” seharusnya diberikan kepada petani bukan dipinjamkan meskipun itu tanpa

Capaian Pembelajaran : KU1: Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan

Seseorang yang memiliki keyakinan bahwa mengiring Tuhan Yesus adalah pilihan yang terbaik, maka keyakinan tersebut harus terekspresi dalam tindakan yang konkret, bahkan

(3) Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) pasal ini ternyata menimbulkan gangguan yang membahayakan lingkungan, kepada perusahaan tersebut

Dalam keseimbangan pada film Slepping Beauty, lebih memperlihatkan bagaimana kehidupan raja dan ratu, ketika mereka telah mempunyai seorang anak yang telah lama mereka

Hasil observasi kedua yang dilakukan dalam menunjukkan bahwa keberhasilan RA Miftahul Huda Ngasem dalam proses bermain matematika awal melalui beberapa tahapan, meliputi