• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. (Komasari,Dian & Helmi, 2000) perilaku merokok adalah perilaku yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. (Komasari,Dian & Helmi, 2000) perilaku merokok adalah perilaku yang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Merokok merupakan hal yang umum di Indonesia. Banyak masyarakat yang sudah mengenal rokok dan melakukan perilaku merokok dari anak-anak,remaja dan dewasa. Perilaku merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi masih banyak orang yang melakukannya, bahkan orang mulai merokok ketika dia masih remaja. Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Perilaku merokok adalah perilaku yang dinilai sangat merugikan dilihat dari berbagai sudut pandang baik bagi diri sendiri maupun orang lain disekitarnya(Aula, 2010). Menururt jurnal penelitian (Komasari,Dian & Helmi, 2000) perilaku merokok adalah perilaku yang dipelajari. Proses belajar dimulai sejak masa anak-anak, sedangkan proses menjadi perokok pada masa remaja.

Kita mengetahui bahwa dalam setiap kemasan rokok tertera atau terdapat pesan-pesan yang mengingat bahaya kesehatan yang akan ditimbulkan jika melakukan perilaku merokok,tetapi sepertinya pesan-pesan yang terdapat dalam kemasan tidak terlalu mempengaruhi minat para konsumen untuk membeli rokok tersebut. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh rokok antara lain batuk menahun, penyakit paru, infertilitas, gangguan kehamilan, artherosklerosis dan beberapa penyakit kanker seperti kanker mulut dan kanker paru (Bustan, 2007). Tetapi,masyarakat tidak pernah memikirkan akibat yang dihasilkan jika

(2)

mengkonsumsi rokok dalam jangka waktu yang lama tetapi mereka hanya senang merasakan kenikmatan dari asap rokok yang sifatnya hanya sesaat (Aditama,2001). Menurut penelitian (Unit Pengendalian Tembakau FKM-UI, 2012) 1.172 orang meninggal per hari karena penyakit yang disebabkan oleh perilaku merokok.

Seperti yang diketahui rokok sangat mudah didapat dan harganya pun terjangkau mulai harga satuan 500 rupiah sampai 20.000 rupiah, tergantung jumlah dan merk rokok yang dibeli. Pada umumnya rokok hanya boleh dijual kepada orang-orang yang sudah berumur 18tahun keatas. Seperti kutipan (Republika Online, 2013) “Di Indonesia rokok dijual dan dipromosikan secara gampang. Jadi tidak heran jika 37% pelajar di Indonesia dilaporkan biasa merokok,” kata Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia Ja karta Hery Chariansyah. Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok, dan sering mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin. Pengaruh nikotin dalam merokok dapat membuat seseorang menjadi pecandu atau ketergantungan pada rokok.

Studi (Tuakli, N., Smith M.A., 2001) menemukan bahwa perilaku merokok diawali oleh rasa ingin tahu dan pengaruh teman sebaya, dalam penelitian ini juga ditambahkan bahwa survei terhadap para perokok,dilaporkan bahwa orangtua dan saudara yang merokok, rasa bosan, stres dan kecemasan, perilaku teman sebaya merupakan faktor yang menyebabkan keterlanjutan perilaku merokok pada remaja. Remaja yang sudah kecanduan merokok pada

(3)

umumnya tidak dapat menahan keinginan untuk tidak merokok, mereka cenderung sensitif terhadap pengaruh dari nikotin (Kendal, P.C. & Hammen, 2001). Didalam kehidupan nyata anak-anak yang berumur kurang dari 18tahun dapat memperoleh rokok dengan mudahnya. Dan yang merokok pun tidak hanya remaja putra yang kita lihat, tetapi remaja putripun melakukan perilaku merokok tersebut. Dari data (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009) di kalangan remaja 15-19 tahun sebesar 38,4% laki-laki dan 0,9% perempuan yang merokok . Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data penelitian (Setiyanto, 2013) faktor yang mendukung perilaku merokok berawal dari rasa ingin tahu dan menunjukkan jati diri remaja tersebut. Perilaku merokok dapat dilakukan serta kita temukan dimana saja,mulai dari di pinggir jalan, di dalam kendaraan umum, di tempat makan, dan diberbagai tempat lainnya. Pemerintah sudah berupaya menyediakan tempat khusus untuk merokok dibeberapa tempat dan memberikan tanda dilarang merokok, tetapi banyak masyarakat yang mengabaikan akan larang-larangan dan tanda-tanda yang sudah ada. Karena itu, perilaku merokok bukan merupakan hal yang tabu untuk seluruh masyarakat apalagi seperti di Ibukota Jakarta khususnya anak-anak remaja yang merupakan masa dimana mereka mencari jati diri mereka masing-masing.

Remaja menurut Piaget (Ali, 2010) adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa sama, atau paling tidak sejajar. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan

(4)

fisik.Pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga termasuk golongan dewasa atau tua. Masa remaja menunjukan sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memiliki status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak.

(Monks, 2002) menetapkan batasan usia remaja antara 12-21 tahun yang dibagi dalam tiga fase, yaitu 12-15 tahun sebagai remaja awal, 15-18 tahun sebagai remaja pertengahan dan 18-21 tahun sebagai remaja akhir. Remaja berkembang ke arah kematangan seksual serta memantapkan identitas dirinya, periode ini merupakan masa yang kritis bagi individu dalam memantapkan pengalaman yang diperoleh sejak kecil dalam membentuk kepribadian. Periode ini juga merupakan dimana seseorang cenderung menolak apa yang dikehendaki oleh lingkungan sekitarnya. Perilaku mereka yang cenderung menolak lingkungannya membuat remaja sering menimbulkan masalah-masalah di lingkungan sekitar. Salah satunya adalah perilaku merokok.

Banyak hal yang dapat membuat seseorang melakukan perilaku merokok. Penelitian yang dilakukan (Parrot, 2002) mengenai hubungan antara stres dengan merokok yang dilakukan pada orang dewasa dan pada remaja menyatakan bahwa ada perubahan emosi selama merokok. Merokok dapat membuat orang yang stres menjadi tidak stres lagi. Menurut Parrot (2002) perasaan tersebut tidak akan lama, begitu selesai merokok, mereka akan merokok lagi untuk mencegah agar stres tidak terjadi lagi. Keinginan untuk merokok kembali timbul karena ada hubungan antara perasaan negatif dengan merokok, yang berarti bahwa para perokok akan merokok kembali agar menjaga mereka untuk tidak stres lagi. Perasaan negatif

(5)

dapat muncul pada diri remaja,jika remaja merasa tidak berharga, mengalami penolakan dari lingkungan, merasa diabaikan, merasa diacuhkan dan tidak dihargai. Bagi remaja, merokok dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi perasaan negatif yang remaja rasakan (Veselska, 2009).

Menurut Kurt Lewin (Komasari,Dian & Helmi, 2000) perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan. Menurut Erickson (Komasari,Dian & Helmi, 2000) remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Penelitian yang dilakukan oleh Young-Ho Kim (2004) menyebutkan, harga diri memiliki arti penting sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja. Harga diri merupakan persepsi yang bersifat khusus bagi penilaian seseorang tentang dirinya(Handayani, 2008). Sedangkan menurut Branden (Handayani, 2008) bahwa harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian sebagai kunci penting dalam perkembangan perilaku seseorang karena berpengaruh pada proses berpikir, tingkat emosi, keputusan yang diambil, berpengaruh pada nilai-nilai dan tujuan hidupnya.

Menurut penelitian (Azkiyati, 2012) ada hubungan yang bermakna antara perilaku merokok dengan harga diri remaja laki-laki yang merokok. Maslow melalui (Hall, C.S & Lindzey, 2000) mengemukakan pendapatnya bahwa harga diri merupakan kebutuhan yang berada pada hirarki yang keempat dan piramida kebutuhan manusia. Individu yang kebutuhan akan harga dirinya telah terpenuhi

(6)

akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi, perasaan berharga dan merasa berguna bagi orang lain. Bila individu gagal memenuhi kebutuhan akan harga diri, individu akan memiliki perasaan tidak berharga, merasa terancam dengan adanya orang lain, dan tidak memiliki kemampuan menurut Maslow . Dengan demikian jelaslah bahwa harga diri dianggap memiliki peranan yang amat besar dalam kaitannya dengan pembentukan perilaku merokok dikalangan remaja.

Individu yang dapat menghargai dirinya adalah individu yang memiliki harga diri yang positif. Individu yang merasa memiliki harga diri yang tinggi merasa dirinya sebagai orang yang memiliki keterbatasan serta berusaha untuk mengembangkan dirinya, sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah atau negatif biasanya akan merasa kurang puas, kurang mampu, kurang berharga, kurang berdaya dan rendah diri. Seseorang yang mempunyai harga diri rendah biasanya akan cenderung mengikatkan diri dengan kelompok sebayanya, hal tersebut dilakukan dengan tujuan supaya dirinya dianggap dan diakui di lingkungan kelompoknya. Banyak kita temui dilingkungan sekitar kita, beberapa kelompok remaja yang berkumpul khususnya pelajar SMA,mereka bersama teman-temannya mengobrol dan merokok.

Kecenderungan perilaku merokok pada remaja,selain karena harga diri rendah tapi terkait juga dengan pola asuh orangtua. Pola asuh adalah salah satu faktor yang secara signifikan turut membentuk perilaku dan karakter seorang anak, hal ini didasari bahwa pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang utama dan pertama bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh lembaga pendidikan manapun(Agus, 2011). Menurut jurnal penelitian Runi Rahmatia

(7)

Kharie, Ns. Linnie Pondang,S.Kep,M.Kep dan Ns. Jill Lolong, S.Kep (2014) orang tua yang memberikan kebebasan sepenuhnya kepada anak, kontrol yang minim apalagi anak usia 15-17 tahun yang merupakan fase remaja pertengahan dengan penuh gejolak jiwa dapat menyebabkan penyimpangan perilaku pada anak, yang salah satunya perilaku merokok. Menurut (Hurlock, 2002) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkemabangan. Tugas orang tua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Hal ini sesuai dengan pendapat Astuti (2000) yang menyatakan bahwa pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang melatar belakangi kematangan emosi anak. Penelitian Aditya Pranata Kusuma (2009) tentang hubungan pola asuh demokratis orang tua dengan kematangan emosi siswa XI SMA Negeri 1 Bergas terdapat adanya hubungan positif dan signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kematangan emosi . Pola asuh merupakan proses interaksi total antara orang tua dengan anak, meliputi proses pemeliharaan, perlindungan, dan pengajaran bagi anak. Pola asuh yang diterapkan orang tua akan sangat menentukan bagaimana perilaku anak nantinya dan apakah anak akan sanggup berperilaku sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakat tanpa merugikan dirinya sendiri atau orang lain. Hal tersebut terjadi karena dalam proses pengasuhan, anak akan mencontoh orang tua sekaligus memperoleh gambaran mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dari batasan yang diterapkan oleh orang tua pada anak. Dan hal tersebut didukung oleh Atkinson, dan Hilgard (1983) yang menyatakan bahwa dalam masa

(8)

remaja,nilai dan standar moral orang tua dianggap penting oleh remaja. Remaja yang sedang mencari identitas diri memutuskan apa yang penting dan patut dikerjakan salah satunya dengan mencontoh nilai dari orang tua. Jika orang tua tidak menerapkan nilai-nilai tertentu pada anak, maka besar kemungkinan anak akan berlaku seenaknya, antara lain perilaku merokok.

. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temukan anak remaja mulai melakukan perilaku merokok, dan tanpa kita ketahui dengan pasti,perilaku tersebut dapat terjadi karena berbagai macam hal. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Harga Diri Terhadap Perilaku Merokok Pada Remaja Awal”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Remaja akan menjadi sumber daya manusia pada masa mendatang. Remaja juga sebagai generasi penerus yang akan membangun bangsa. Remaja indonesia harus menjadi generasi yag sehat, berkualitas, memiliki keunggulan, kompetitif dan pengetahuan yang luas. Status kesehatan bagi remaja merupakan komponen yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Status kesehatan yang optimal akan membentuk generasi muda yang berbadan dan berjiwa sehat.

Harga diri adakalanya dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang remaja rasakan. Pengalaman positif atau negatif, yang secara kontinyu remaja rasakan, akan membentuk harga diri remaja secara positif dan negatif. Nilai positif atau negatif dipengaruhi oleh bagaimana remaja mengevaluasi dirinya secara keseluruhan. Perilaku merokok yang remaja lakukan juga dapat memberikan

(9)

pengalaman tersendiri bagi remaja. Rokok dapat memberikan dampak positif bagi remaja perokok, antara lain membuat remaja merasa lebih dewasa, menurunkan kecemasan, mudah konsentrasi, dan dapat memunculkan ide-ide atau inspirasi ( Cahanar & Suhanda, 2006). Manfaat rokok bagi perokok adalah mengurangi ketegangan yang individu rasakan, membantu konsentrasi untuk menghasilkan sebuah karya, upaya memperoleh dukungan sosial, dan menjadi relaksasi yang menyenangkan (Nasution,2007).

Ketika remaja melakukan perilaku merokok, dimana kah peran orang tua dalam mendidik dan memberikan pola asuh terhadap anak-anak mereka. Hal apa yang membuat anak-anak dapat merokok,apakah pola asuh orang tua yang tidak pernah menjelaskan bahaya tentang merokok, atau apakah anak mengikuti atau mengcopy perilaku dari orang tuanya yang ternyata melakukan perilaku merokok tersebut. Sesuai dengan teori yang dikemukakan Baumrind (2008), bahwa pola asuh orang tua mempengaruhi tumbuhnya kepercayaan diri pada diri seseorang, begitu sebaliknya semakin jelek pola asuh orang tua maka akan semakin rendah tingkat kepercayaan diri pada diri seseorang. Mouly (2008) menyatatakan bahwa pengasuhan orang tua sangat penting peranannya dalam pengembangan kepribadian.

Penelitian mengenai hubungan harga diri dengan perilaku merokok pada remaja sejauh ini cukup banyak, tetapi pada penelitian ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait hubungan harga diri dan pola asuh orang tua terhadap perilaku merokok pada remaja. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui adakah hubungan harga diri dengan perilaku merokok pada remaja,

(10)

dan juga adakah hubungan pola asuh orang tua terhadap perilaku merokok pada remaja ditambahkan seberapa besar pengaruh pola asuh orangtua dan harga diri terhadap perilaku merokok pada remaja awal.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orangtua dan harga diri dengan perilaku merokok pada remaja awal.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi pola asuh orang tua pada remaja yang merokok 2. Mengidentifikasi harga diri pada remaja yang merokok

3. Mengidentifikasi perilaku merokok pada remaja

4. Mengidentifikasi antara pola asuh orang tua dan harga diri dengan perilaku merokok pada remaja.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Aplikatif

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait kondisi kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya kesehatan remaja. Fenomena merokok aktif pada usia dini seharusnya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pemerintah. Pemerintah diharapkan

(11)

dapat memberikan solusi yang konkret dalam mengatasi masalah merokok, khususnya pada remaja yang sebagai perokok aktif di Indonesia.

1.4.2 Manfaat Metodologi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengalaman, serta informasi dasar bagi peneliti lain yang berkeinginan untuk melakukan penelitian. Khususnya pada penelitian yang berkaitan dengan perilaku merokok pada remaja.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Potensi biomassa tanaman terubuk adalah jika ketersediaan limbah terubuk rata-rata

[r]

yang berhubungan langsung dengan usaha yang dijalankan maupun tidak. Hubungan baik yang perlu dlijalankan, antara lain kepada : para pelanggan,. pemerintah,

[r]

Gontor sendiri menganut teori pendidikan islam yang diadopsi dari definisi Ustadz Muhammad Yunus; Pendidikan adalah segala pengaruh yang sengaja dipilih dalam rangka

SMA N 1 Depok sudah memiliki ruang khusus untuk bimbingan dan konseling yang tentunya sangat mendukung keterlaksanaan proses bimbingan konseling personal peserta

Berdasarkan kasus tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah membangun aplikasi mobile yang dapat mendeteksi nilai ekspresi warna dari fluorescence melalui kamera pada

Rumusan masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah (1) model pembelajaran Project Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik (2)