• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan mempunyai peran penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Depdiknas (2002) mengungkapkan bahwa pendidikan merupakan suatu proses di mana terjadi pengubahan diri individu atau kelompok yang bertujuan untuk mendewasakan diri melalui pengajaran dan proses mendidikan. Peran pendidikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya tak pernah lepas dari perkembangan proses belajar sendiri, dimana proses belajar mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam upaya memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada dasarnya proses belajar merupakan proses atau kegiatan yang melibatkan pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap oleh panca indera sehingga dapat menimbulkan interaksi yang memungkinkan pemberian respon (Thorndike dalam Budiningsih, 2005: 21). Sejalan dengan hal itu Winkel (Darsono, 2000: 4) juga menyatakan bahwa belajar adalah proses yang melibatkan aktifitas mental atau psikis yang terjadi dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam hal pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.

Proses pembelajaran tidaklah dapat berjalan bebas tanpa hambatan, namun sering dijumpai beberapa kendala yang dapat beresiko bagi tujuan pendidikan. Berbagai permasalahan dalam dunia pendidikan yang umumnya terjadi yakni adanya ketidaksesuaian pencapaian peserta didik dengan apa yang ditargetkan. Permasalahan ini biasanya terjadi karena adanya perbedaan karakter siswa satu dengan yang lain dengan pembawaan cara mengajar. Dalam hal ini John L. Marks, Athur dan Evelyyn (1985) mengungkapkan bahwa permasalahan yang biasanya dialami oleh peserta didik yakni pemahaman konsep yang kurang karena penalaran yang dimaksud guru

(2)

berbeda dengan siswa oleh karena itu dibutuhkan suatu model pembelajaran untuk dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna. John dkk, juga menambahkan kondisi belajar berhubungan dengan hasil yang akan diharapkan.

Oleh karena itu biasanya para pendidik mengupayakan berbagai macam cara yang diharapkan dapat membuat suatu pembelajaran dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Namun, terkadang program yang telah dibuat tidak cukup berhasil karena masih adanya kekurangan dan kendala yang dihadapi saat proses belajar mengajar berlangsung. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memahami karakteristik peserta didik serta karakter dari materi ajar itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Sumardyono (2004) dengan memperhatikan adanya keterkaitan antara karakter dari pembelajaran materi ajar diharapkan guru dapat membuat pedoman dalam pembelajaran berdasarkan batasan-batasannya. Biasanya permasalahan yang dialami baik perserta didik dan pendidik yaitu seputar penyampaian materi ajar. Peserta didik mengalami kesulitan saat memahami materi ajar karena pendidik mengalami kesulitan saat mengajarkan suatu materi. Hal tersebut menyebabkan pembelajaran tidak berlangsung secara kondusif dan pembelajaran yang demikian relatif membosankan. Oleh karena itu pembelajaran yang sifatnya monoton dan tanpa variasi model serta hanya berpusat pada buku paket saja akan cenderung menimbulkan kebosanan pada diri siswa dan siswa tidak akan dapat menemukan apa yang dibutuhkan dalam memahami suatu materi ajar. Siswa akan mudah jenuh dan akan mulai sibuk dengan kegiatan mereka sendiri sehingga dampaknya siswa tidak memahami materi yang telah diajarkan.

Permasalahan tersebut merupakan permasalahan yang serius, karena bila siswa tidak memperoleh pemahaman terhadap suatu materi maka pembelajaran tersebut tidak mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, guru sebagai fasilitator utama dalam menyampaikan materi ajar haruslah memahami segala aspek dari

(3)

pembelajaran yang bermakna agar dapat menggunakan model yang tepat dalam menyampaikan materi.

Pada dasarnya setiap subyek materi yang diajarkan di sekolah memiliki bobot kesulitan yang berbeda, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Subyek materi ajar memiliki tingkat kesulitan yang berbeda satu sama lain, sehingga tidak dapat dikatakan materi ajar tertentu dinilai lebih mudah atau lebih sulit. Maraknya tindak kekerasan, perkelahian dan permusuhan dikalangan anak sekolah menjadikan dunia pendidikan sebagai sasaran yang tepat untuk dapat memperbaiki hal tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah pembelajaran yang menjadikan setiap individu menjadi demokratis, bertanggung jawab dan cinta damai. Pembelajaran yang demikian tertuang dalam pembelajaran IPS (Depdiknas). Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa setiap materi ajar memiliki tingkat kesulitan tertentu yang berbeda satu sama lain, dalam pembelajaran IPS juga memiliki kesulitan dalam pengajarannya. Kajian materi yang dinilai terlalu banyak dan cenderung menuntun guru untuk menerapkan metode ceramahlah yang membuat pembelajaran IPS terkesan membosankan dan kurang diminati sehingga berdampak pada hasil belajar siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk dapat mengajarakan pembelajaran IPS lebih menyenangkan dan siswa mampu termotivasi sehingga menunjang hasil belajarnya.

Melihat berbagai permasalahan maka penelitian ini berorientasi kepada peningkatan hasil belajar siswa terhadap pembelajaran IPS. Mempertimbangkan beraneka ragam subjek dalam pembelajaran IPS, maka peneliti memfokuskan kelas yang akan diteliti dan menemukan beberapa permasalahan dalam pembelajaran IPS. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dan diskusi dengan guru kelas serta memperhatikan nilai ketuntasan belajar IPS maka peneliti menyimpulkan bahwa adanya kesulitan belajar dalam pelajaran IPS. Pembelajaran yang dilakukan guru cenderung mengajar menggunakan metode pembelajaran konvensional, karena hal ini dirasa lebih tepat dan praktis namun tidak menunjang pencapaian hasil belajar. Guru cenderung mentransfer ilmu pada siswa, guru lebih aktif dari

(4)

pada siswa, sehingga siswa menjadi pasif dan cenderung bosan. Melihat kondisi pembelajaran yang monoton, suasana pembelajaran tampak kaku, berdampak pada kekurang aktifan siswa kelas IV dalam menerima materi pada mata pelajaran IPS semester II. Nilai rata-rata ulangan harian pada pelajaran IPS masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (65). Hasil belajar IPS selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini:

Tabel 1.1

Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPS Kelas IV SDN Sidorejo Lor 02 Salatiga Pra Tindakan

No Ketuntasan Frekuensi Prosentase (%)

1 Tuntas 15 68 2 Tidak tuntas 7 32 Jumlah Siswa 22 100 Nilai Minimum 48 Nilai Maksimum 90 Rata-rata Kelas 62.35

Berdasarkan tabel 1.1, tampak bahwa ketuntasan belajar siswa ada 15 siswa dan yang tidak tuntas belajar ada 7 siswa. Terlihat pula ada ketimpangan yang besar antara nilai tertinggi yaitu 90 dan nilai terendah yaitu 48.

Obyek kajian permasalahan yang telah jelas maka dapat disesuaikan kebutuhan peserta didik terhadap materi ajar dengan model pembelajaran, pendekatan ataupun metode yang sesuai. Salah satu model pembelajaran yang dapat dipakai yakni model pembelajaran cooperative learning dengan tipe Number Head Together (NHT) dimana peserta didik belajar sesuai dengan taraf perkembangannya melalui model belajar kelompok, sehingga diharapkan peserta didik lebih leluasa dalam menyampaikan pemahaman mereka terkait materi ajar. Model pembelajaran kooperatif sendiri menurut Ruskandi (2001: 28) memiliki makna bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan model berkelompok dimana peserta didik belajar untuk saling membantu satu sama lain dalam kelompok tersebut. Sama seperti pendapat

(5)

diatas Egen dan Kaunchack (Trianto, 2007: 42) menyatakan bahwa cooperative learning merupakan pembelajaran dengan strategi belajar kelompok yang melibatkan siswa untuk turut aktif dan saling membantu satu sama lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian pembelajaran IPS yang dikenal membosankan dapat diarahkan dalam pembelajaran yang menyenangkan baik bagi peserta didik maupun pendidik sendiri. Guru dapat menguaraikan keteraturan-keteraturan yang ketat menjadi keteratuaran yang menyenangkan bagi siswa.

Di SD Negeri Sidorejo Lor 2 Salatiga, pada kelas IV dalam pembelajaran IPS terdapat hampir dari 45% siswa yang nilainya belum tuntas atau belum mencukupi KKM. Dari data tersebut maka dapat disimpulkan hampir 45% dari jumlah siswa keseluruhan di kelas IV mengalami kesulitan belajar pada pembelajaran IPS. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, kegiatan belajar mengajar di kelas IV SD Negeri Sidorejo Lor 2 pada pembelajaran IPS guru masih menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Dengan melakukan wawancara secara lisan kepada siswa, metode yang sering digunakan adalah metode ceramah yaitu dengan guru mendominasi dalam penjelasan materi kemudian dilanjutkan dengan pemberian tugas. Hal ini berdampak pada siswa yang menjadi cepat bosan dan kurang berminat pada pelajaran IPS.

Berdasarkan permasalahan tersebut dengan mepertimbangkan pendapat para ahli, maka peneliti berkolaborasi dengan guru kelas menggunakan cooperative learning tipe NHT karena cooperative learning juga akan membuat siswa menghargai pendapat teman sebayanya dan saling berbagi pengetahuan. Seperti yang diungkapkan oleh Slavin (2010) bahwa pembelajaran dengan cooperative learning menuntut siswa untuk lebih bertanggung jawab dan saling membantu dalam kegiatan kelompok. Dari permasalahan yang sudah jelas dan dengan memperhatikan pendapat para ahli maka dapat diperertimbangkan model cooperative learning tipe NHT dapat digunakan untuk membantu siswa dalam mempelajari materi ajar IPS di kelas IV. Dengan melihat permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk

(6)

mengadakan penelitian dengan judul: “Peningkatan hasil belajar IPS melalui model cooperative learning tipe Number Head Together (NHT) untuk siswa kelas IV SD Negeri Sidorejo Lor 2 Salatiga tahun pelajaran 2013/2014”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang diangkat penulis yaitu: Apakah melalui penerapan model Cooperative Learning tipe Number Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas IV SD Negeri Sidorejo Lor 2 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk meningkatkan hasil belajar IPS dengan menggunakan Cooperative Learning tipe Number HeadTogether (NHT) untuk siswa kelas IV SD Negeri Siorejo Lor 2 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Dapat diterapkan sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat menambah antusiasme belajar siswa guna meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Mendukung kajian teori bahwa dengan menggunakan cooperative learning tipe NHT dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi penulis:

Memberikan bekal bagi penulis sebagai pengetahuan yang bermakna sehingga dapat digunakan untuk proses pembelajaran yang efektif dalam pengajaran di masa yang akan datang.

(7)

b. Manfaat bagi guru:

1) Memberikan alternatif dalam pendukung strategi-strategi pembelajaran efektif dalam kegiatan belajar mengajar.

2) Memberikan tambahan contoh model pembelajaran yang dapat digunakan dalam menunjang proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan dari pendidikan.

c. Manfaat bagi siswa:

1) Menghilangkan rasa bosan atau jenuh di dalam kelas saat proses pembelajaran berlangsung karena dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT peserta didik diarahkan belajar dalam kelompok sehingga diharapkan siswa dapat lebih mudah dalam menyampaikan pendapat mereka.

2) Meningkatan pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan oleh guru.

3) Meningkatkan hasil belajar siswa. d. Manfaat bagi sekolah:

1) Dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan sekolah dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap pembelajaran IPS.

2) Dapat mengembangkan lingkungan sekolah dengan daya kreatifitas siswa yang telah terasah.

Referensi

Dokumen terkait

Pengelasan dilakukan pada arus masuk (I) 30A, 40A, dan 50A dengan las GTAW ( Gas Tungsten Arc Welding ), untuk membuktikan berapa besarnya arus listrik masuk (I) yang efektif

Untuk memastikan apakah ada kesalahan atau tidak dengan sistem yang telah dibuat Sistem ini dirancang dengan metode AHP ( Analytical Hierarchy Process ) dalam proses

terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1)

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, sumber segala kebenaran, sang kekasih tercinta yang tidak terbatas pencahayaan cinta-Nya bagi hamba-Nya, Allah Subhana Wata‟ala

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana

Audit, Bonus Audit, Pengalaman Audit, Kualitas Audit. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, keinginan menghimpun klien sebanyak mungkin dan harapan agar

Perbandingan distribusi severitas antara yang menggunakan KDE dengan yang menggunakan suatu model distribusi tertentu dilakukan untuk melihat secara visual, manakah dari