• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH NAUNGAN TEGAKAN POHON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS BEBERAPA TANAMAN SAYURAN INDIGENOUS. Oleh RINA EKAWATI A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH NAUNGAN TEGAKAN POHON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS BEBERAPA TANAMAN SAYURAN INDIGENOUS. Oleh RINA EKAWATI A"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

TANAMAN SAYURAN INDIGENOUS

Oleh

RINA EKAWATI

A24054344

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

PENGARUH NAUNGAN TEGAKAN POHON TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS BEBERAPA

TANAMAN SAYURAN INDIGENOUS

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Rina Ekawati

A24054344

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(3)

RINGKASAN

RINA EKAWATI. Pengaruh Naungan Tegakan Pohon terhadap

Pertumbuhan dan Produktivitas Beberapa Tanaman Sayuran

Indigenous. (Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA dan JUANG

GEMA KARTIKA).

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh naungan tegakan pohon terhadap pertumbuhan dan produktivitas beberapa tanaman sayuran indigenous. Percobaan dilaksanakan di Vegetable Garden, University Farm, Darmaga, Bogor mulai Februari 2009 hingga Juni 2009.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal dengan 2 taraf naungan : naungan (N1) dan tanpa naungan (N0) dengan 4 ulangan masing-masing untuk 10 spesies tanaman sayuran indigenous sehingga kombinasi perlakuan menghasilkan 80 satuan percobaan pada luasan lahan 600 m2. Ukuran bedeng untuk setiap spesies tanaman sayuran indigenous adalah 5 m x 1.5 m dan jarak antar bedeng 60 cm. Bahan tanaman yang digunakan adalah 10 spesies tanaman sayuran indigenous: Kenikir (Cosmos caudatus), Kemangi (Ocimum americanum), Beluntas (Pluchea indica), Pohpohan (Pilea trinervia), Daun Ginseng (Talinum triangulare), Kedondong Cina (Nothopanax fruticosum), Mangkokan (Nothopanax scutellarium), Terubuk (Saccharum edule), Sambung Nyawa (Gynura procumbens), Katuk (Sauropus androgynus). Benih kenikir dan kemangi disemai pada tray semai selama 3 minggu. Bahan tanaman lainnya diperbanyak dengan cara stek batang. Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman beluntas, kenikir, kemangi, poh pohan, terubuk, dan mangkokan adalah 50 cm x 25 cm; jarak tanam untuk tanaman katuk, daun ginseng, sambung nyawa, dan kedondong cina adalah 50 cm x 20 cm.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa naungan meningkatkan pertumbuhan yang lebih baik terhadap variabel pertumbuhan tanaman daun ginseng (tinggi, panjang daun, lebar daun, dan panjang cabang), sambung nyawa (diameter, panjang daun, lebar daun, dan panjang tangkai daun), katuk (panjang dan lebar daun), jumlah daun kenikir, diameter tanaman kemangi dan pohpohan (tinggi tanaman, diameter batang, panjang dan lebar daun, jumlah cabang, dan

(4)

panjang cabang) daripada perlakuan tanpa naungan. Naungan memberikan persentase edible part total tanaman kedondong cina, kenikir, kemangi dan pohpohan di lahan naungan yang lebih baik dibandingkan dengan lahan tanpa naungan. Produktivitas tanaman daun ginseng dan pohpohan di lahan ternaungi lebih tinggi dibandingkan dengan lahan terbuka. Produktivitas tanaman daun ginseng di lahan ternaungi dan terbuka berturut-turut adalah 2.620.00 kg/ha dan 1.861.30 kg/ha, sedangkan produktivitas tanaman pohpohan di lahan terbuka berturut-turut adalah 360.50 kg/ha dan 66.80 kg/ha. Naungan juga memberikan hasil yang lebih baik terhadap variabel bobot basah dan kering total per tanaman daun ginseng, sambung nyawa, dan pohpohan. Bobot basah dan kering total per tanaman tersebut pada lahan ternaungi lebih tinggi daripada di lahan tanpa naungan.

Tanaman kedondong cina, daun ginseng, katuk, sambung nyawa, kenikir, kemangi dan pohpohan berpotensi untuk dikembangkan pada lahan dengan kondisi intensitas cahaya rendah (lahan ternaungi) dengan kisaran intensitas cahaya 90.23 – 272.85 Watt/m2.

(5)

Judul :PENGARUH NAUNGAN TEGAKAN POHON TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS BEBERAPA TANAMAN SAYURAN INDIGENOUS

Nama : Rina Ekawati NIM : A24054344

Menyetujui, Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Anas D. Susila, MSi NIP. 19621127 198703 1 002

Dosen Pembimbing II

Juang Gema Kartika, SP NIP. 19810701 200501 2 005

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 14 Oktober 1987. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Sabar dan Ibu Sirepawati.

Tahun 1999 penulis lulus dari SD Negeri Klegen 02 Madiun, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 4 Madiun. Selanjutnya, penulis lulus dari SMU Negeri 3 Madiun pada tahun 2005. Tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB. Selanjutnya, tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Tahun 2009 penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar-Dasar Hortikultura. Penulis juga aktif di berbagai organisasi mahasiswa. Tahun 2007 pernah menjabat sebagai sekretaris I Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Madiun, PASMAD. Tahun 2008 penulis menjadi Bendahara I OMDA Madiun. Tahun 2008/2009 menjadi Sekretaris I Himpunan Mahasiswa Agronomi Fakultas Pertanian IPB. Tahun 2008 penulis juga aktif dalam kegiatan Festival Tanaman XXIX dan menjabat sebagai Sekretaris I. Saat ini penulis menjadi asisten Tim Pengujian Efektivitas Pupuk dan Zat Pengatur Tumbuh Departemen Agronomi dan Hortikultura. Selama menjalankan studi, penulis menerima beasiswa yaitu beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian yang berjudul “Pengaruh Naungan Tegakan Pohon Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Beberapa Tanaman Sayuran Indigenous” ini dilaksanakan terdorong oleh keinginan untuk mengetahui pengaruh naungan tegakan pohon terhadap pertumbuhan dan produkivitas beberapa tanaman sayuran indigenous. Penelitian ini dilaksanakan di Vegetable Garden, University Farm, IPB, Darmaga, Bogor.

Ucapan terimakasih dan penghargaan tak luput penulis sampaikan kepada: 1. Ayah, ibu dan adik Yudha tercinta serta seluruh keluarga besar penulis

atas doa, dukungan, motivasi, serta kasih sayangnya kepada penulis.

2. Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Si dan Juang Gema Kartika, SP selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan ilmu dan nasehat kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.

3. Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Si selaku pembimbing akademik atas arahan dan bimbingan ilmu yang diberikan kepada penulis.

4. Dr. Edi Santosa, SP. M.Si selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.

5. Seluruh teknisi kebun yang telah membantu penulis selama pelaksanaan kegiatan penelitian.

6. Saudari seperjuangan dari satu bimbingan, Diah ”Mbok” Setyowati dan Ari ”Ai” Purwanti yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

7. Sahabat-sahabatku: Dewi Pramita, Indra Imoet, Rea, Ima, Mila, Aci, Hida, Siko, Amoy, Fefin, Muti, Dendih, Rifqi, Warno, Ady, Abdul, Rohim serta teman-teman seperjuangan di Departemen Agronomi dan Hortikultura angkatan 42 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

8. Keluarga besar As-Shohwah angkatan 42: Ais, Mia, Iin, Tyas, Silla, Dini, Vivit, Tika, dan Fitri atas bantuan moral dan spiritualnya.

9. Keluarga besar “Pasmad Madiun”: Ribut, Meike, Rois, Uul, Rendra, Lia, dan lainnya yang penulis tidak bisa sebutkan satu per satu.

(8)

10. Mbak Nurin Andria Satya dan Mas Tri Yulianto Hari Prabowo atas dukungan dan doa restunya kepada penulis.

11. Seseorang yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, nasihat dan membuat penulis lebih positif, Nuris Gusharia Satya.

Akhirnya, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi sumber inspirasi bagi penulis, juga bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2009

(9)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) ... 4

Kemangi (Ocimum americanum) ... 5

Beluntas (Pluchea indica (L) Less.)... 5

Mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.) ... 6

Terubuk (Saccharum edule Hasskarl.) ... 7

Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) ... 8

Daun Ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.) ... 8

Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) ... 9

Kedondong Cina (Nothopanax fruticosum) ... 10

Sambung Nyawa (Gynura procumbens) ... 11

Pengaruh Naungan ... 12

BAHAN DAN METODE ... 14

Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 15

Pengamatan ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Kondisi Umum Percobaan ... 20

Hasil ... 22

Mangkokan (Nothopanax scutellarium) ... 22

Beluntas (Pluchea indica (L.) Less.)... 22

Kedondong Cina (Nothopanax fruticosum) ... 34

Daun Ginseng (Talinum triangulare) ... 34

Katuk (Sauropus androgynus) ... 45

Sambung Nyawa (Gynura procumbens) ... 45

Kenikir (Cosmos caudatus) ... 56

Kemangi (Ocimum americanum) ... 56

Pohpohan (Pilea trinervia) ... 67

Terubuk (Saccharum edule Hasskarl.) ... 67

Pembahasan ... 75

KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rata-rata Intensitas Cahaya di Lahan Percobaan ... 21 2. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Mangkokan .. 24 3. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Tanaman Mangkokan ... 26 4. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Petak Mangkokan ... 27 5. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan

Produktivitas Tanaman Mangkokan ... 28 6. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Beluntas ... 29 7. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Tanaman Beluntas ... 31 8. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Petak Beluntas ... 32 9. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan

Produktivitas Tanaman Beluntas ... 33 10. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedondong

Cina... ... 35 11. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Tanaman Kedondong Cina ... 37 12. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Petak Kedondong Cina ... 38 13. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan

Produktivitas Tanaman Kedondong Cina ... 39 14. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Daun

Ginseng ... 40 15. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Tanaman Daun Ginseng ... 42 16. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

(11)

17. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan

Produktivitas Tanaman Daun Ginseng ... 44 18. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Katuk ... 46 19. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Tanaman Katuk ... 48 20. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Petak Katuk ... 49 21. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan

Produktivitas Tanaman Katuk ... 50 22. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Sambung

Nyawa.. ... 51 23. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Tanaman Sambung Nyawa ... 53 24. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Petak Sambung Nyawa ... 54 25. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan

Produktivitas Tanaman Sambung Nyawa ... 55 26. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kenikir ... 57 27. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Tanaman Kenikir ... 59 28. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Petak Kenikir ... 60 29. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan

Produktivitas Tanaman Kenikir ... 61 30. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kemangi ... 62 31. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Tanaman Kemangi ... 64 32. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Petak Kemangi ... 65 33. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan

(12)

34. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Pohpohan ... 68 35. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Tanaman Pohpohan ... 70 36. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan

Kadar Air Per Petak Pohpohan ... 71 37. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan

Produktivitas Tanaman Pohpohan ... 72 38. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Terubuk ... 73 39. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Lahan Terbuka... 84 2. Lahan Ternaungi... 84 3. Pesemaian Kenikir.... ... 84 4. Pesemaian Kemangi.... ... 84 5. Pesemaian Pohpohan ... 84 6. Pesemaian Katuk ... 84

7. Pesemaian Sambung Nyawa ... 84

8. Pesemaian Daun Ginseng ... 84

9. Tanaman Beluntas di Lahan Tanpa Naungan dan Ternaungi ... 85

10. Tanaman Daun Ginseng di Lahan Tanpa Naungan dan Ternaungi . 85 11. Tanaman Katuk di Lahan Tanpa Naungan dan Ternaungi ... 85

12. Tanaman Sambung Nyawa di Lahan Tanpa Naungan dan Ternaungi ... 85

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Denah Tata Letak Percobaan... 86

2. Contoh Perhitungan Persentase Naungan... 86

3. Hasil Analisis Tanah di Lokasi Percobaan... 87

4. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah... 87

5. Suhu dan Kelembaban Relatif di Lahan Tanpa Naungan... 88

6. Suhu dan Kelembaban Relatif di Lahan Naungan... 88

7. Data Iklim... 88

8. Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Daun Tanaman Beluntas ... 89

9. Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Daun Tanaman Kedondong Cina ... 90

10. Rekapitulasi Uji F Peubah Lebar Daun Tanaman Kedondong Cina . 91 11. Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Tangkai Daun Tanaman Kedondong Cina ... 92

12. Rekapitulasi Uji F Peubah Tinggi Tanaman Daun Ginseng ... 93

13. Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Daun Tanaman Ginseng ... 94

14. Rekapitulasi Uji F Peubah Lebar Daun Tanaman Daun Ginseng ... 95

15. Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Cabang Tanaman Daun Ginseng ... 96

16. Rekapitulasi Uji F Peubah Tinggi Tanaman Sambung Nyawa ... 98

17. Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Daun Sambung Nyawa ... 99

18. Rekapitulasi Uji F Peubah Lebar Daun Tanaman Sambung Nyawa 100

19. Rekapitulasi Uji F Peubah Panjang Tangkai Daun Tanaman Sambung Nyawa ... 101

20. Rekapitulasi Uji F Peubah Jumlah Daun Tanaman Kenikir ... 102

21. Rekapitulasi Uji F Peubah Diameter Tanaman Kemangi ... 103

(15)

Latar Belakang

Indonesia yang termasuk dalam wilayah Asia Tenggara memiliki beberapa keragaman spesies tanaman. Sekitar 1 000 spesies diantaranya adalah tanaman sayuran. Walaupun sekitar 100 spesies dianggap sebagai sayuran utama dan 125 spesies sebagai sayuran pendukung, akan tetapi hanya sekitar 50 spesies sayuran yang memiliki bentuk dan nilai komersial yang tinggi. Sekitar 30 spesies telah diintroduksi dari daerah temperate dan dibudidayakan di dataran tinggi tropika (AVRDC, 2008). Menurut Bermawie (2006), lebih dari 50 jenis telah terinventarisasi sebagai sayuran indigenous yang sebelumnya banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di pedesaan.

Tanaman sayuran merupakan bahan pangan yang cukup penting dalam memenuhi kebutuhan manusia untuk tetap sehat. Tanaman sayuran mengandung zat-zat gizi yang bermanfaat, seperti vitamin (A, B, C, D, E dan K), mineral (Fe, Ca, Zn, Mn dan K), dan serat sehingga keberadaan tanaman sayuran sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat.

Selama ini, sayuran daun yang kita kenal hanyalah sayuran hijau yang banyak kita jumpai di pasar tradisional dan supermarket, seperti kangkung, bayam, daun pepaya, dan daun singkong. Sebenarnya, masih banyak jenis tanaman sayuran lain yang dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu kemangi, kenikir, katuk, beluntas, dan pohpohan. Tanaman sayuran tersebut digolongkan ke dalam sayuran indigenous. Sayuran indigenous adalah sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi sejak zaman dahulu atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat disuatu daerah tertentu (Kusmana dan Suryadi, 2004).

Sebagian besar masyarakat Indonesia pada umumnya hanya memanfaatkan tanaman sayuran indigenous sebagai tanaman pagar, tanaman penghias pekarangan, dan obat suatu penyakit karena beberapa sayuran indigenous mengandung bahan aktif yang baik untuk kesehatan. Menurut Hermanto (2008), daun tanaman kenikir memiliki aroma yang khas, dikarenakan daun tanaman kenikir mengandung minyak atsiri dan polifenol. Pemanfaatan

(16)

tanaman sayuran indigenous di Indonesia juga masih dilakukan oleh masyarakat tertentu dalam jumlah kecil dan tidak berkesinambungan (Hermanto, 2008), sehingga dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tanaman sayuran indigenous ini belum optimal.

Pada umumnya, tanaman sayuran indigenous banyak tumbuh secara liar di tempat-tempat terbuka seperti, pekarangan rumah, kebun, dan ladang. Bahkan, tanaman sayuran indigenous dapat tumbuh sebagai tanaman liar di sepanjang sungai-sungai (Lestari, 2008). Menurut Rahardjo (2007), tanaman krokot (Portulaca oleraceae) dapat tumbuh di tempat terbuka maupun di sela-sela tanaman lain. Tempat-tempat terbuka tersebut dalam pembudidayaan tanaman sayuran indigenous umumnya kurang intensif sehingga masyarakat kurang begitu mengenal tanaman sayuran indigenous dan produksinya juga menjadi rendah. Berdasarkan penelitian Manurung et al. (2007), terdapat beberapa sayuran yang berpotensi dikembangkan di bawah naungan dengan tingkat naungan sedang, diantaranya adalah bayam, kangkung, dan katuk (indigenous). Dengan demikian, kemungkinan sayuran indigenous dapat dikembangkan di bawah naungan.

Adanya pengaruh naungan dapat menguntungkan dan juga merugikan terhadap tanaman. Pada tanaman temu-temuan (Curcuma spp.), pengaruh naungan cenderung meningkatkan beberapa sifat, seperti masa dormansi, tinggi tanaman, diameter batang semu, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, warna daun, jumlah anakan, jumlah stomata, kandungan klorofil daun, bobot basah dan bobot kering tajuk, jumlah dan panjang rimpang, jumlah ruas dan jumlah mata tunas pada rimpang primer (Archita, 2005). Erlangga (2008) menyatakan bahwa naungan dapat meningkatkan tinggi tanaman, panjang dan lebar daun tanaman kunyit (Curcuma domestica L.), tetapi untuk jumlah anakan dan jumlah daun lebih banyak yang dalam kondisi tidak ternaungi (lahan terbuka). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Handayani (2007) bahwa meskipun tanaman daun ginseng ditanam pada kondisi lapang tanpa naungan, tetapi produktivitas daun ginseng tergolong tinggi jika dibandingkan dengan jenis sayuran indigenous lain. Hasil yang berbeda didapat dari penelitian tentang pengaruh berbagai tingkat naungan pada pegagan (Centella asiatica L. (Urban)) (Kurniawati et al., 2005),

(17)

dimana bobot basah dan kering tanaman semakin menurun dengan meningkatnya taraf naungan.

Sebagian besar petani memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk membudidayakan sayuran di lahan tanpa naungan. Meskipun demikian, Wijaya et al. (2007) dalam Susila et al., (2007) menyatakan bahwa hanya 11% petani yang memiliki pengalaman untuk membudidayakan sayuran dengan sistem dudukuhan. Sistem dudukuhan merupakan nama lokal dari sistem agroforestry yang terbagi dalam empat sistem, yaitu sistem pohon-pohonan, sistem campuran antara tanaman tahunan dengan kayu/pohon-pisang, sistem campuran antara buah-buahan dengan pohon/kayu, dan sistem lahan kosong yang belum ditanami. Hal tersebut memberikan peluang untuk meningkatkan dan mengembangkan produksi sayuran indigenous dengan memanfaatkan lahan-lahan di bawah naungan (intensitas cahaya rendah) yang potensial sehingga akan diperoleh spesies tanaman sayuran indigenous yang adaptif dan berproduksi tinggi pada kondisi lahan di bawah naungan. Oleh karena itu, penelitian tentang budidaya tanaman sayuran indigenous pada kondisi lahan di bawah naungan tegakan pohon perlu dilakukan untuk mendapatkan spesies tanaman sayuran indigenous yang mampu beradaptasi pada lahan tersebut.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh naungan tegakan pohon terhadap pertumbuhan dan produktivitas beberapa tanaman sayuran indigenous.

Hipotesis

Terdapat perbedaan respon pertumbuhan dan produktivitas antara beberapa tanaman sayuran indigenous pada lahan di bawah naungan tegakan pohon dengan di lahan terbuka (tanpa naungan).

(18)

1. Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.)

Kenikir merupakan salah satu jenis tumbuhan tropika yang berasal dari Amerika Latin, tetapi tumbuh liar dan mudah diperoleh di Florida, Amerika Serikat, serta Indonesia. Tanaman kenikir diintroduksi oleh orang-orang Spanyol ke Filipina karena tanaman tersebut digunakan sebagai sayuran pada waktu melaut. Tanaman yang termasuk dalam famili Asteraceae ini merupakan perdu yang dapat mencapai tinggi hingga 300 cm dan berbau khas (aromatik). Batang tegak, segi empat, beralur membujur, bercabang banyak, beruas berwarna hijau keunguan. Daunnya majemuk, bersilang berhadapan, berbagi menyirip, ujung runcing, tepi rata, panjang 15-25 cm, berwarna hijau. Bunga tanaman kenikir merupakan bunga majemuk berbentuk bongkol yang memiliki panjang tangkai bunga hingga 5 cm, berbentuk seperti cawan, serta memiliki kelopak di bagian bawah bunga berwarna hijau yang berbentuk lonceng. Buah tanaman kenikir berbentuk jarum, keras dan ujungnya berambut, sedangkan bijinya berukuran kecil, keras, panjang 1 cm hingga 3 cm, dan berwarna hitam (van den Bergh, 1994).

Tanaman kenikir dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1600 m dpl. Tanaman kenikir yang tidak dibudidayakan sering tumbuh sebagai gulma di lingkungan habitat manusia dan menyukai tempat-tempat terbuka atau panas yang tidak terlalu basah dan subur (van den Bergh, 1994).

Daun Cosmos caudatus mengandung senyawa saponin, flavonoida, polifenol, dan minyak atsiri. Akar tanaman kenikir mengandung hidroksieugenol dan koniferil alkohol. Cosmos caudatus terutama dibudidayakan untuk konsumsi sehari-hari dan konsumsi pasar lokal dalam skala kecil. Daun kenikir banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sayuran. Secara tradisional, daun ini juga digunakan sebagai obat penambah nafsu makan, lemah lambung, penguat tulang dan pengusir serangga. Bagian yang dapat dimakan dari tanaman ini adalah daun pucuk dan daun. Setiap 100 g tanaman kenikir mengandung air 93 g, protein 3 g, lemak 0.4 g, karbohidrat 0.4 g, serat 1.6 g, Ca 270 mg, vitamin A 0.9 mg, dan

(19)

nilai energi tanaman ini rendah yaitu 70 kJ dari daun yang dapat dikonsumsi (van den Bergh, 1994).

2. Kemangi (Ocimum americanum)

Tanaman kemangi termasuk ke dalam famili Ocinaceae (Lamiaceae). Tanaman kemangi berupa semak, dengan panjang 0.5 – 1.5 m. Daun berwarna hijau, menyirip, dan berasa dingin. Bunganya berwarna putih. Bijinya bulat kecil dan berwarna hitam. Akar tunggangnya berwarna coklat. Tanaman tumbuh tegak dengan batang berwarna hijau atau ungu, daun berbentuk lanset dengan panjang 1.7-6.4 cm dan lebar 1-3 cm berwarna hijau-hijau tua, bunga tersusun pada ujung batang utama dan cabang samping berwarna putih atau merah muda, biji lonjong berwarna coklat gelap-hitam yang terdapat dalam kapsul. Bagian yang dapat dimakan dari tanaman ini adalah daun dan biji (Adi, 2006).

Tanaman kemangi merupakan tanaman tahunan tetapi lebih banyak diusahakan sebagai tanaman setahun yang dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl. Kemangi juga sering tumbuh di pinggir-pinggir jalan, sawah, dan hutan jati. Tanaman kemangi menyukai cahaya matahari dan berangin. Kemangi juga dapat ditanam di pematang-pematang sawah (Sunarto, 1994).

Seluruh bagian dari tanaman kemangi dapat untuk pengobatan dalam keadaan segar atau kering. Daun kemangi biasa dimakan sebagai lalap. Tanaman ini berkhasiat untuk mengatasi bau badan, bau keringat, bau mulut, badan lesu, dan ejakulasi prematur, serta dapat menyembuhkan panas dalam dan sariawan. Selain itu, juga dapat digunakan sebagai peluruh gas perut, peluruh haid, dan peluruh produksi ASI yang berlebih (Permadi, 2008). Setiap 100 g bagian tanaman kemangi yang dapat dikonsumsi mengandung air 87 g, protein 3.3 g, serat 2.0 g, Ca 320 mg, Fe 4.5 mg, dan vitamin C 27 mg. Jumlah energi tanaman kenikir adalah 180 kJ/100 g (Sunarto, 1994).

3. Beluntas (Pluchea indica (L) Less.)

Beluntas (Pluchea indica (L) Less.) termasuk dalam famili Asteraceae dan genus Pluchea, tanaman tahunan, berupa tanaman perdu yang bercabang banyak, berdaun lebat, tingginya mencapai 3 m bila tidak dipangkas dan sering ditanam

(20)

sebagai tanaman pagar pekarangan (LIPI, 1979). Beluntas berasal dari Asia Tenggara dan umumnya tumbuh liar di daerah kering pada tanah yang keras dan berbatu. Menurut Dalimartha (2005), tanaman beluntas tumbuh pada tempat yang memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan.

Beluntas memiliki daun bertangkai pendek, berbentuk bulat telur, pinggir bergerigi, letaknya berselang, dan memberikan aroma harum bila diremas. Warna daun hijau terang, berkelenjar, dan mempunyai ukuran panjang 2,5-9 cm. Bunga berbentuk malai yang keluar di ujung cabang dan ketiak daun, bergerombol. Buahnya berbentuk gasing yang berwarna coklat yang bersudut putih (Mursito, 2002). Menurut Dalimartha (2005), tanaman beluntas berbau khas aromatis (sengir) dan rasanya getir.

Secara tradisional daun beluntas digunakan sebagai obat untuk menghilangkan bau badan, obat turun panas, obat batuk, dan obat diare. Daun beluntas yang telah direbus sangat baik untuk mengobati sakit kulit. Selain itu, daun beluntas juga sering dikonsumsi oleh masyarakat sebagai lalapan. Bagian tanaman ini yang sering dimanfaatkan adalah daunnya karena berkhasiat untuk meningkatkan nafsu makan (stomakik), membantu pencernaan, meluruhkan keringat (diaforetik), meredakan demam (antipiretik), dan bersifat menyegarkan (Dalimartha, 2005). Selain itu, akar beluntas bermanfaat sebagai peluruh keringat dan penyejuk (demulcent). Menurut Adi (2006), beluntas memiliki akar yang mengandung flavonoid dan tanin. Daunnya berkhasiat untuk anti bau badan, peluruh keringat, scabies, dan anti perdarahan. Akarnya berkhasiat sebagai penyejuk, anti nyeri rematik dan tulang, serta obat sakit pinggang.

4. Mangkokan (Nothopanax scutellarium Merr.)

Tanaman mangkokan merupakan tanaman yang hidup sepanjang tahun dan dapat hidup dalam kondisi udara panas maupun dingin. Mangkokan yang termasuk dalam famili Aliaceae dapat hidup subur pada keadaan udara lembab dan tumbuh menyebar pada ketinggian daerah 1 – 1 000 m dpl. Mangkokan juga dapat tumbuh subur pada tanah yang lembab, namun pada tanah-tanah kering bahkan tanah kurus, mangkokan hidup meskipun dalam pertumbuhannya tidak berdaun banyak (Mahesworo, 2002).

(21)

Tanaman mangkokan merupakan tanaman hias perdu. Daunnya unik, yaitu berbentuk hati sampai oval dengan bagian tepi melengkung ke atas seperti mangkok. Daunnya berwarna hijau mengkilap dengan tulang daun menonjol. Diameter daun sekitar 5 cm hingga 10 cm (Mursito dan Prihmantoro, 2002).

Perkembangbiakan tanaman ini sering dilakukan dengan stek. Tanaman mangkokan selain berfungsi sebagai tanaman pagar hidup juga dapat dimanfaatkan untuk sayur atau lalap, salah satu bahan ramuan untuk pembuatan minyak bacem yang digunakan untuk kesehatan rambut, sebagai tanaman hias di pekarangan rumah, dan sebagai makanan ternak piaraan. Tanaman ini mengandung : kalsium oksalat, peroksidase, amygdalin, fosfor, besi, lemak, protein, vitamin A, B1, dan C (Mahesworo, 2002).

5. Terubuk (Saccharum edule Hasskarl.)

Saccharum edule Hasskarl atau terubuk adalah tanaman yang termasuk ke dalam famili Gramineae, kelas monokotil dan merupakan tanaman Angiospermae divisi Spermatophyta. Saccharum edule Hasskarl atau disebut juga dengan tebu telur berasal dari daerah Papua New Guinea. Terubuk diduga berasal dari turunan Saccharum robustum Brandes & Jeswiet ex Grassl yang dianggap sebagai tetua tanaman tebu (Saccharum officinarum L.). S. edule dikembangkan dari daerah Kalimantan dan Jawa melewati Melanesia hingga New Hebrides (Jansen, 1994).

Tidak banyak diketahui tentang ekologi tanaman terubuk. Terubuk dapat tumbuh di daerah tropis panas-basah Melanesia dengan kemiringan yang rendah. Terubuk juga dapat tumbuh di daerah perbukitan yang mencapai ketinggian 2300 m dpl (Jansen, 1994).

Daunnnya berbentuk tunggal, berpelepah, berbentuk lanset dengan ujung dan pangkalnya runcing, bagian tepinya rata, kasap, pertulangan sejajar, panjangnya sekitar 50-175 cm dan lebarnya sekitar 8-12 cm. Umumnya, daun tanaman ini berwarna hijau. Daun-daunnya berfungsi untuk fotosintesis. Bunganya adalah bunga majemuk berbentuk malai dengan panjang sekitar 30-90 cm. Pada bunganya terdapat tiga buah benang sari dan dua buah tangkai putik. Kepala putiknya berwarna merah keunguan. Saccharum edule dapat diperbanyak

(22)

dengan stek batang atau pemisahan anakan/rumpun. Bunga terubuk dapat dipanen sekitar 5 bulan setelah tanam (Jansen, 1994).

Bentuk terubuk mirip dengan tanaman tebu. Terubuk dapat dikonsumsi sebagai sayuran. Bunga merupakan bagian yang dapat dikonsumsi sebagai sayuran ( sayur lodeh, asem, kari, atau opor) atau dapat juga dijadikan sebagai lalapan. Batangnya digunakan sebagai obat batuk, obat pegal linu, dan obat kuat. Setiap 100 g terubuk segar yang dikonsumsi mengandung air 89 g, protein 3.8-4.1 g, tanpa lemak, karbohidrat 6.9-7.6 g, serat 0.7 g, Ca 10 mg, Fe 0.4-21 mg, vitamin C 21 mg dan nilai energinya adalah 143-160 kJ (Jansen, 1994).

6. Pohpohan (Pilea trinervia Wight.)

Merupakan tanaman terna, tumbuh tegak yang termasuk dalam famili Urticaceae yang tingginya dapat mencapai 2 m. Pilea trinervia diketahui berasal dari daerah Himalaya tropis bagian timur dan Jawa. Penyebaran untuk tanaman ini cukup luas yaitu dari India dan Srilanka hingga Taiwan, Jepang, Filipina dan Indonesia (Mahyar, 1994). Tanaman ini dapat tumbuh dengan subur di daerah pegunungan pada ketinggian 500–2 500 m dpl. Pohpohan juga dapat tumbuh di daerah lembab, baik yang mengandung sedikit maupun banyak humusnya.

Pohpohan tumbuh tegak, berupa herba monoecious atau dioecious, daun berbentuk ovate-oblong dengan panjang 6-20 cm, lebar 2-10 cm, panjang bunga 5-30 cm, dan panjang petiolnya 1-6 cm. Pilea trinervia dapat dikembangbiakkan secara stek atau menggunakan biji (Mahyar, 1994).

Daun pohpohan (Pilea trinervia Wight.) sering dikonsumsi masyarakat sebagai lalapan karena daunnya sangat lunak dan mempunyai aroma yang khas atau berbau harum. Pohpohan sering ditanam sebagai tanaman pagar atau ornamental (Mahyar, 1994).

7. Daun Ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.)

Merupakan tanaman herba menahun, sukulen, tergolong ke dalam famili Portulacaceae dan bukan genus Panax seperti ginseng yang digunakan untuk obat-obatan. Tanaman ini merupakan tanaman asli dari Amerika Tropis (Rifai, 1994). Daun ginseng ini adalah tanaman perdu yang tumbuhnya semi menjalar

(23)

dan bisa mencapai tinggi 60 cm. Daunnya oval atau lonjong berwarna hijau mengkilat. Berbunga majemuk dengan kelopak berwarna pink. Batang tanaman membentuk sudut (segitiga). Tanaman ini sangat mudah untuk dikembangbiakan, baik dengan biji maupun setek batang. Asal medianya gembur, cukup humus dan tidak tergenang air, tanaman ini bisa tumbuh subur. Daun ginseng juga cantik di tanam dalam pot sebagai tanaman hias karena bentuk daun dan bunganya menarik.

Setiap 100 g daun ginseng yang dikonsumsi mengandung air 90-92 g, protein 1.9-2.4 g, lemak 0.4-0.5 g, karbohidrat 3.7-4.0 g, serat 0.6-1.1 g, abu 2.4 g, Ca 90-135 mg, Fe 4.8-5.0 mg, beta-karoten 3 mg, vitamin B1 0.08 mg, vitamin B2 0.18 mg, niacin 0.30 mg, vitamin C 31 mg dan energi total adalah 105 kJ (Rifai, 1994).

Semua bagian tanaman ini bisa dimakan, mulai dari akar hingga daunnya. Biasanya akarnya tanaman ini bisa mengembung jika dibiakan melalui biji. Banyak yang memanfaatkan umbi tanaman ini untuk dikeringkan sebagai ramuan obat. Daunnya biasa dijual sebagai sayuran. Daunnya sangat cocok ditumis, dibuat cah (dimasak dengan sedikit air) atau sebagai campuran sayur bening/sup. Rasanya lezat dengan tekstur lembut dan sedikit berlendir. Secara turun-temurun akar dan daunnya dipercaya dapat meningkatkan stamina tubuh. Sejauh ini baru diketahui bahwa di dalam akar daun ginseng mengandung zat aktif seperti saponin, flavonoid dan tanin. Bagian daun mengandung vitamin A yang cukup tinggi, serat dan beragam mineral penting lainnya (Sutomo, 2006).

8. Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.)

Daerah asli tanaman katuk tidak diketahui secara pasti, namun banyak yang menduga tanaman ini berasal dari India dan Srilanka. Tanaman katuk merupakan tanaman yang termasuk famili Euphorbiaceae, berupa perdu yang tumbuh menahun, berkesan ramping sehingga sering ditanam beberapa batang sekaligus sebagai tanaman pagar yang tingginya sekitar 1–2 m. Batang tanaman ini tumbuh tegak, saat masih muda berwarna hijau, setelah tua menjadi kelabu keputihan, berkayu, dan memiliki percabangan yang jarang. Daun berbentuk majemuk genap, bunganya berbentuk unik, kelopaknya keras dan berwarna putih

(24)

semu kemerahan, sedangkan buahnya berbentuk bulat, berukuran kecil-kecil seperti kancing, berwarna putih dan bijinya beruang empat (Muhlisah, 1999).

Katuk dapat tumbuh baik pada daerah-daerah dengan ketinggian 1.300 m dpl dan biasa ditanam sebagai pagar hidup di pekarangan rumah (LIPI, 1979). Katuk ditanam luas untuk pucuk tajuknya yang lembut. Sayuran ini dikonsumsi secara luas di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan seluruh wilayah India hingga Asia Tenggara. Semak tahunan ini memiliki adaptasi tropika dan subtropika serta produktif sepanjang tahun walaupun tanaman cenderung agak dorman pada cuaca dingin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Sebagai sayuran daun, katuk sangat kaya akan protein. Setiap 100 g daun katuk mengandung 79.8 g protein, 1.8 g karbohidrat, 1.9 g serat, 2 g abu, 10 000 IU vitamin A, 0.23 mg vitamin B1, 0.15 mg vitamin B2, 136 mg vitamin C, 234 mg Ca, 64 mg P, 3.1 mg zat besi, dengan total energi 310 kJ (van den Bergh, 1994).

Tanaman ini mulai berbunga pada 48 hari setelah tanam, daun muda dapat dipanen mulai 124 hari setelah tanam dan panen berikutnya dapat dilakukan secara kontinu sebulan sekali. Tanaman ini bermanfaat untuk memperlancar ASI bagi ibu-ibu yang baru melahirkan serta membersihkan darah kotor. Daun katuk dapat diolah menjadi sayur atau dikonsumsi sebagai lalap. Katuk juga dapat mengobati penyakit bisul, frambusia dan susah buang air kecil (Muhlisah, 1999).

9. Kedondong Cina (Nothopanax fruticosum)

Menurut Mahesworo (2002), kedondong cina merupakan tanaman dalam famili Aliaceae yang hidup sepanjang tahun dan dapat hidup di daerah dengan udara panas maupun dingin, serta akan hidup subur di daerah dengan keadaan udara lembab. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian antara 1-1.000 m dpl dan tingginya mencapai 3 m.

Kedondong Cina sangat cocok untuk dijadikan sebagai tanaman pagar sekaligus sebagai penghias pekarangan atau halaman rumah. Tanaman ini dimanfaatkan daunnya untuk lalap dan sayuran. Perbanyakan kedondong cina yang umum dilakukan adalah dengan stek sehingga untuk keperluan stek maka

(25)

diperlukan batang atau cabang yang sehat dan sudah berkayu. Panjang batang untuk stek ± 40 cm (Mahesworo, 2002).

10. Sambung Nyawa (Gynura procumbens)

Tanaman sambung nyawa (Gynura procumbens) termasuk ke dalam suku Asteraceae, dan pada beberapa daerah dikenal dengan sebutan ngokilo. Sambung nyawa merupakan salah satu tanaman obat yang cukup potensial untuk dikembangkan yang berfungsi untuk menurunkan kadar gula darah, gangguan pada kantong kemih, menurunkan panas, menghilangkan rasa nyeri pada pembengkakan, dan juga penyakit ginjal. Sebuah hasil penelitian menyatakan bahwa ekstrak etanol daun sambung nyawa mampu menghambat pertumbuhan tumor pada mencit karena diinfus dengan benzpirena. Lebih jauh dinyatakan bahwa pada dosis 2,23 mg/0,2 ml dan 4,46 mg/0,2 ml dari ekstrak heksan mampu menghambat pertumbuhan kanker. Sambung nyawa bersifat manis, tawar, dingin dan sedikit toksik. Rasa manis mempunyai sifat menguatkan (tonik) dan menyejukkan (Manoi dan Kristina, 2007). Bagian yang dapat dimakan dari tanaman ini adalah daunnya.

Sambung nyawa merupakan tanaman semak semusim dengan tinggi 20-60 cm. Batangnya lunak, dengan penampang bulat, berwarna hijau keunguan. Daun sambung nyawa tunggal, bentuk bulat telur dan berwarna ungu kehijauan, tepi daun rata atau agak bergelombang, panjang mencapai 15 cm dan lebar 7 cm. Daun bertangkai, letak berseling, berdaging, ujung dan pangkal meruncing, serta pertulangan menyirip dan berakar serabut. Tanaman ini tidak berbunga dan berbuah. Sambung nyawa dapat tumbuh di selokan, pagar rumah, pinggiran hutan, padang rumput dan ditemukan pada ketinggian 1-1.200 m dpl, tumbuh di dataran yang beriklim sedang sampai basah dengan curah hujan 1.500–3.500 mm/tahun dan tumbuh baik pada tanah yang agak lembab sampai lembab dan subur (Manoi dan Kristina, 2007).

(26)

Pengaruh Naungan

Pada hakikatnya, satu-satunya mekanisme masuknya energi ke dalam dunia kehidupan adalah melalui fotosintesis. Fotosintesis adalah proses sintesis karbohidrat dan oksigen dari penggabungan karbondioksida dan air yang dibantu oleh cahaya matahari serta klorofil. Fotosintesis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: air, karbondioksida, cahaya, dan suhu.

Intensitas cahaya merupakan salah satu faktor yang sering sebagai faktor pembatas. Cahaya sebagai faktor pembatas dapat ditentukan dari kisaran intensitas cahaya optimum. Kisaran intensitas cahaya optimum berbeda-beda untuk tiap tanaman. Tanaman dapat digolongkan menjadi: (1) Tanaman naungan, adalah tanaman yang memerlukan intensitas cahaya rendah, (2) Tanaman setengah naungan, adalah tanaman yang memerlukan intensitas cahaya sedang, dan (3) Tanaman cahaya penuh, adalah tanaman yang memerlukan intensitas cahaya tinggi (Harjadi, 1989).

Hale dan Orcutt (1987) menyatakan bahwa adaptasi terhadap naungan dicapai melalui: (i) mekanisme peningkatan luas area daun yang bertujuan untuk meminimalkan penggunaan metabolit, serta (ii) mekanisme penurunan jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan.

Intensitas cahaya di bawah kisaran optimum menyebabkan pertumbuhan, perkembangan dan hasil panen secara relatif rendah pada keadaan kekurangan intensitas cahaya. Tanaman yang kekurangan intensitas cahaya maka jumlah energi yang tersedia untuk penggabungan karbondioksida dan air sangat rendah, akibatnya pembentukan karbohidrat yang digunakan untuk pembentukan senyawa lain juga rendah (Harjadi, 1989).

Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa daun naungan berukuran lebih besar tetapi lebih tipis dibandingkan dengan daun matahari. Daun matahari menjadi lebih tebal daripada daun naungan karena membentuk sel palisade yang lebih panjang atau membentuk tambahan lapisan sel palisade. Menurut Sukarjo (2004), adaptasi tanaman terhadap naungan tergantung dari kemampuan untuk merespon kondisi kekurangan cahaya, yaitu dengan cara mengubah sifat morfologis maupun fisiologis tanaman.

(27)

Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan diameter batang kakao ternyata sangat kecil (0.1 mm). Hal ini dapat terjadi karena perbedaan taraf naungan yang relatif kecil tidak segera berpengaruh terhadap diameter batang selama periode 4 bulan pengamatan. Namun, pengaruh naungan terhadap pertumbuhan tunas ternyata lebih cepat (Harris dan Napitupulu, 1991).

Menurut Djukri dan Purwoko (2003), naungan 50% dapat digunakan untuk seleksi karena didasarkan atas perolehan klon talas toleran yang lebih baik dibandingkan dengan naungan 25% dan 75%. Sopandie et al., (2003) menyatakan bahwa genotipe padi gogo toleran memberikan respon terhadap naungan dengan meningkatkan panjang ruas batang sehingga tinggi tanaman bertambah. Pada genotipe toleran, penurunan jumlah anakan dan jumlah daun tidak diikuti dengan penurunan luas daun total. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan luas daun per individu daun, seperti ditunjukkan juga oleh peningkatan luas daun bendera.

Menurut Nasaruddin (2002), pada kondisi cahaya penuh nilai fotosintesis aktif rasio (PAR) pada permukaan daun mencapai 500-1.500 mmol m2/s. Intensitas cahaya yang optimal akan mempengaruhi aktivitas stomata untuk menyerap CO2, makin tinggi intensitas cahaya matahari yang diterima oleh permukaan daun tanaman, maka jumlah absorpsi CO2 relatif makin tinggi pada kondisi jumlah curah hujan cukup, tetapi pada intensitas cahaya matahari diatas 50% absorpsi CO2 mulai konstan (Nasaruddin, 2002).

Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa pada tumbuhan yang hidup di bawah tegakan pohon atau terlindung oleh kanopi daun akan terjadi pemanjangan batang yang dikarenakan pada kondisi intensitas cahaya matahari yang rendah, degradasi auksin akan berkurang sehingga kandungan auksin akan meningkat.

(28)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2009–Juni 2009 dan berlokasi di Vegetable Garden, University Farm, Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian tersebut berada pada ketinggian 200 m dpl yang dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1 dan 2. Jenis tanahnya merupakan tanah latosol. Pengukuran bobot basah, bobot kering, dan pengeringan tanaman dilaksanakan di Laboratorium Umum Cikabayan, IPB, Darmaga.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 spesies tanaman sayuran indigenous, yaitu: Kenikir (Cosmos caudatus), Kemangi (Ocimum americanum), Beluntas (Pluchea indica), Pohpohan (Pilea trinervia), Daun Ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd), Kedondong Cina (Nothopanax fruticosum), Mangkokan (Nothopanax scutellarium), Sambung Nyawa (Gynura procumbens), Katuk (Sauropus androgynus), dan Terubuk (Saccharum edule Hasskarl). Bahan lainnya adalah tanah, pupuk kandang ayam, pupuk kandang sapi, sekam, pembenah tanah (dolomit), pupuk NPK (15-15-15), hormon tumbuh akar dengan bahan aktif IBA, IAA dan NAA, pupuk daun, dan insektisida berbahan aktif karbofuran 3%.

Alat-alat yang digunakan adalah polibag ukuran 15 cm x 15 cm, tray semai, meteran, jangka sorong, kertas label, spidol, kantong plastik, kamera digital, oven, pyranometer, termo-hygrometer, timbangan analitik dan alat pertanian standar.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal dengan 2 taraf, yaitu naungan (N1) dan tanpa naungan (N0). Terdapat sepuluh paralel percobaan yang terdiri atas 10 komoditas tanaman sayuran indigenous, yaitu: Kenikir (Cosmos caudatus), Kemangi (Ocimum americanum), Beluntas (Pluchea indica), Pohpohan (Pilea trinervia), Daun

(29)

Ginseng (Talinum triangulare), Kedondong Cina (Nothopanax fruticosum), Mangkokan (Nothopanax scutellarium), Sambung Nyawa (Gynura procumbens), Katuk (Sauropus androgynus), dan Terubuk (Saccharum edule Hasskarl). Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali untuk masing-masing jenis tanaman sehingga kombinasinya menghasilkan 80 satuan percobaan. Denah tata letak percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Model rancangan penelitian yang digunakan adalah:

Yij = µ + αi + Bj + εij dimana :

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan naungan ke-i dan kelompok ke-j µ : nilai rataan umum

αi : pengaruh perlakuan ke-i

Bj : pengaruh ulangan (kelompok) ke-j εij : pengaruh galat percobaan

i = 1, 2 j = 1, 2, 3, 4

Pengolahan data dilakukan dengan Uji-F. Apabila menunjukkan hasil yang berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian Pesemaian

Sebelum penanaman di lapang, dilakukan pesemaian benih kenikir dan kemangi. Benih kenikir dan kemangi disemai pada tray semai selama tiga minggu. Kemudian, bibit dipindah-tanamkan ke lapangan. Bahan tanaman lainnya (beluntas, katuk, mangkokan, pohpohan, kedondong cina, ginseng, sambung nyawa, dan terubuk) diperbanyak terlebih dahulu dengan cara stek batang. Panjang stek beluntas dan katuk ± 30 cm, stek tanaman sambung nyawa sepanjang 7-15 cm atau beruas minimal 3 ruas, stek tanaman terubuk sepanjang 15-25 cm atau minimal memiliki 3 mata tunas. Stek tanaman tersebut ditanam di dalam polibag ukuran 15 cm x 15 cm dengan menggunakan media tanam berupa campuran tanah, pupuk kandang ayam, dan sekam dengan perbandingan 1:1:1. Sebelum ditanami, media tanam dalam polibag yang digunakan disiram dahulu dengan air supaya suhu media tanam tidak terlalu panas. Selanjutnya, bahan

(30)

tanaman ditanam kemudian pesemaian tersebut dirawat dengan cara disiram setiap hari. Sebelum ditanam ke dalam media pesemaian, bahan stek tanaman diberi hormon tumbuh akar dengan bahan aktif IBA, IAA dan NAA pada bagian pangkal batang yang telah dipotong atau dilukai yang bertujuan untuk merangsang pertumbuhan akar. Kondisi pesemaian tanaman katuk, sambung nyawa dan daun ginseng dapat dilihat pada Gambar Lampiran 6, 7 dan 8.

Pada 4 MSS (minggu setelah semai), pesemaian kenikir dan kemangi dilakukan pemberian pupuk daun yang memiliki kandungan unsur N 21.30%, P2O5 16.44% dan K2O 15.78% dengan dosis 1 g/L air yang dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan daun. Frekuensi pemberian pupuk daun adalah 1 kali seminggu hingga pesemaian kemangi dan kenikir berumur 5 MSS. Adapun kondisi pesemaian kenikir dan kemangi disajikan pada Gambar Lampiran 3 dan 4.

Pengolahan Lahan dan Penanaman

Ukuran bedeng adalah 5 m x 1.5 m dan jarak antar bedeng 60 cm. Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman beluntas, kenikir, kemangi, pohpohan, terubuk, dan mangkokan adalah 50 cm x 25 cm (populasi 80 000 tanaman/ha), sedangkan jarak tanam untuk tanaman katuk, daun ginseng, sambung nyawa, dan kedondong cina adalah 50 cm x 20 cm (populasi 100 000 tanaman/ha). Pada setiap bedeng tanaman beluntas, kenikir, kemangi, pohpohan, terubuk, dan mangkokan terdapat 60 tanaman, sedangkan untuk tanaman katuk, daun ginseng, sambung nyawa, dan kedondong cina terdapat 75 tanaman. Tanaman contoh yang diamati sebanyak 5 tanaman untuk setiap bedeng.

Sebelum penanaman, dilakukan pengapuran dengan dosis 2 ton/ha. Seminggu kemudian lahan dipupuk dengan menggunakan pupuk kandang sapi dengan dosis 20 ton/ha. Pupuk kandang ditebarkan pada bedengan 1 minggu sebelum penanaman. Penanaman dilakukan setelah bibit berumur 3 minggu.

Pada saat penanaman, diberikan insektisida dengan bahan aktif karbofuran 3% (dosis 10 kg/ha) dengan tujuan untuk menghindari adanya serangan serangga yang akan mengganggu perakaran tanaman pada saat tanam. Pemberian insektisida dengan bahan aktif karbofuran 3% sekitar 4-5 butir per lubang tanam. Aplikasi pemupukan dilakukan pada 2 dan 6 minggu setelah tanam (MST) dengan

(31)

menggunakan pupuk NPK (15-15-15) dengan dosis 150 kg/ha yang diaplikasikan pada tanaman dengan konsentrasi 10 g/L dan pupuk tersebut dikocorkan pada tanaman dengan dosis 240 ml/tanaman.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman dengan cara memanfaatkan air hujan, tetapi apabila tidak ada hujan digunakan instalasi irigasi sprinkler. Penyiraman dilakukan maksimal satu kali sehari pada sore hari. Penyiangan gulma dilakukan secara manual. Penanaman di lapang dilakukan pada waktu sore hari, hal ini dimaksudkan agar tanaman dapat menyesuaikan diri pada lingkungan yang berbeda dengan lingkungan pada saat pesemaian. Pengamatan dilakukan seminggu sekali mulai 2-10 minggu setelah tanam (MST).

Panen

Kegiatan panen dimulai pada 6, 8, dan 10 minggu setelah tanam (MST) berdasarkan tingkat kesiapan tanaman untuk dipanen. Kemudian panen dilakukan setiap minggu tergantung dari komoditasnya. Cara panen dilakukan dengan memotong pucuk daun atau cabang yang masih muda sepanjang 10-15 cm.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Pengamatan pertumbuhan tanaman terdiri atas:

1. Tinggi tanaman, yang diukur dari permukaan tanah hingga pucuk tanaman tertinggi (terpanjang). Metode pengukuran ini dilakukan untuk setiap jenis sayuran. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali.

2. Diameter batang, yang dilakukan pada batang tua setinggi 10-20 cm dari permukaan tanah. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali.

3. Panjang daun, yang diukur adalah daun dewasa (tidak tua dan tidak muda). Panjang daun tanaman terubuk adalah daun tanaman ke-10 dari pucuk tanaman. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali.

(32)

4. Lebar daun, yang diukur dari bagian daun terlebar. Lebar daun tanaman terubuk yang diukur adalah daun tanaman ke-10 dari pucuk tanaman. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali.

5. Panjang tangkai daun, yang diukur adalah daun dewasa (tidak tua dan tidak muda). Pengamatan panjang tangkai daun dilakukan pada tanaman mangkokan, kedondong cina, sambung nyawa dan pohpohan. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali.

6. Jumlah Daun, dilakukan pada tanaman katuk dan kenikir.

7. Jumlah Cabang, dilakukan pada tanaman beluntas, ginseng, katuk, dan pohpohan.

8. Panjang Ruas, yang diukur adalah ruas pertama dari pangkal batang. Pengukuran dilakukan setiap seminggu sekali pada tanaman terubuk.

9. Panjang Cabang, yang diukur adalah cabang tertinggi dari titik percabangan pertama. Pengukuran dilakukan setiap seminggu sekali pada tanaman ginseng.

Pengamatan terhadap produktivitas tanaman, meliputi: bobot basah, bobot kering, kadar air, dan produktivitas tanaman per satuan waktu tanaman.

1. Bobot basah tanaman, pengukuran terhadap bobot basah tanaman dilakukan sesaat setelah tanaman dipanen dengan cara ditimbang dulu, menggunakan timbangan analitik. Bagian tanaman yang dipanen hanya bagian daun lalu ditimbang.

2. Bobot kering tanaman, pengukuran terhadap bobot kering tanaman dilakukan setelah tanaman dikeringkan dengan oven pada suhu 105ºC selama 24 jam. Tanaman yang telah kering kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

3. Kadar air tanaman, pengukuran terhadap kadar air tanaman dilakukan pada waktu siang hari setelah tanaman mengalami proses pengeringan. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

Kadar air = Bobot basah tanaman (g) – Bobot kering tanaman (g) x 100% Bobot kering tanaman (g)

(33)

4. Persentase bagian yang dikonsumsi (edible part), pengukuran terhadap persentase bagian yang dikonsumsi tanaman dilakukan sebelum tanaman mengalami proses pengeringan. Persentase edible part ini dihitung menggunakan rumus:

Persentase edible part: Bobot bagian yang bisa dikonsumsi (g) x 100% Brangkasan (g)

5. Produktivitas tanaman, perhitungan produktivitas tanaman dilakukan setiap kali panen (6, 8 dan 10 MST). Produktivitas tanaman dalam satuan kg/ha dihitung berdasarkan rumus :

Produktivitas: Bobot basah per bedeng (kg) x 10000 m2 Luas bedeng (m2) 1 ha

Selain itu, juga dilakukan pengukuran suhu, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan pada pukul 07.30, 13.30, dan 17.30, sedangkan pengukuran intensitas cahaya dilakukan pada pukul 09.00, 12.00 dan 15.00. Pengukuran suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya dilakukan setiap seminggu sekali di dalam dan di luar naungan. Pengukuran intensitas cahaya menggunakan alat Pyranometer dengan satuan Watt/m2. Adapun rumus untuk menghitung persentase naungan adalah sebagai berikut.

Persentase (%) naungan = 100% x (1 – I/D) I = intensitas di dalam naungan

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Percobaan

Secara umum, daya tumbuh tanaman di lahan terbuka dan ternaungi cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari persentase daya tumbuh bibit 75%-100% pada umur 1 MST (minggu setelah tanam). Tanaman kenikir, kemangi, dan pohpohan tidak ditanam bersamaan dengan tanaman lain (mangkokan, beluntas, kedondong cina, terubuk, daun ginseng, sambung nyawa, dan katuk), karena benih tanaman kenikir dan kemangi masih terlalu kecil dan pohpohan belum bertunas. Daya berkecambah benih kenikir dan kemangi mencapai 75% tetapi kondisi pertumbuhan bibitnya tidak seragam dan berukuran kecil. Untuk mengatasi hal tersebut, diberikan pupuk daun dengan kandungan unsur N 21.30%, P2O5 16.44% dan K2O 15.78% dengan konsentrasi 1 g/L air untuk merangsang pertumbuhan daun baru. Kondisi pesemaian tanaman pohpohan dapat dilihat pada Gambar Lampiran 5.

Secara umum, hama penyakit tanaman (HPT) yang menyerang tanaman sayuran indigenous beragam dan tergantung dari jenis tanamannya. Adapun hama yang menyerang tanaman terubuk adalah rayap (Coptotermes curvignathus), sambung nyawa terkena hama ulat daun dan belalang hijau. Intensitas serangan penyakit tertinggi terjadi pada tanaman daun ginseng yang terkena penyakit layu bakteri, yaitu sekitar 4%.

Hasil analisis tanah sebelum pemberian kapur dan pupuk kandang sapi (Tabel Lampiran 3) menunjukkan bahwa nilai C-organik pada lahan terbuka adalah 1.67%, N-total 0.21%, P2O5 29.6 ppm, K2O 11 mg/100 g, dan pH 4.2. Hasil analisis tanah pada lahan ternaungi menunjukkan bahwa nilai C-organik 1.95%, N-total 0.25%, P2O5 14.0 ppm, K2O 27 mg/100 g, dan pH 4.5. Merujuk pada kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah pada Tabel Lampiran 4, maka tanah pada lahan terbuka bersifat sangat masam, kadar N-total tergolong sedang, kadar C-organik tergolong rendah, kadar P2O5 tergolong sangat tinggi, dan kadar K2O tergolong rendah, sedangkan tanah pada lahan ternaungi bersifat masam, kadar N-total tergolong sedang, kadar C-organik tergolong rendah, kadar P2O5 tergolong tinggi, dan kadar K2O tergolong sedang.

(35)

Suhu rata-rata terendah dan tertinggi pada lahan terbuka selama pengamatan berlangsung berturut-turut yaitu 26°C dan 36.9°C. Kelembaban relatif rata-rata terendah dan tertinggi pada lahan terbuka berturut-turut yaitu 57% dan 79.89%. Suhu rata-rata terendah dan tertinggi pada lahan ternaungi selama pengamatan berlangsung berturut-turut yaitu 26.18°C dan 38.7°C. Kelembaban relatif rata-rata terendah dan tertinggi pada lahan ternaungi berturut-turut yaitu 50% dan 86%. Data suhu dan kelembaban relatif rata-rata pada periode mingguan pertanaman beberapa tanaman sayuran indigenous dapat dilihat pada Tabel Lampiran 5 dan 6. Pada Tabel 1, intensitas cahaya tertinggi terjadi sekitar pukul 12.00 dengan intensitas rata-rata 812.76 W/m2 pada lahan terbuka dan 272.85 W/m2 pada lahan ternaungi. Berdasarkan data iklim dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (Tabel Lampiran 7), curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu 570.6 mm. Persentase naungan tertinggi terjadi pada pukul 09.00 yaitu sebesar 80.2%. Contoh perhitungan persentase naungan disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 1. Rata-rata Intensitas Cahaya di Lahan Percobaan

Perlakuan Intensitas cahaya

(W/ m2)

09.00 12.00 15.00

Tanpa Naungan 455.76 812.76 436.57

(36)

Hasil

1. Mangkokan (Nothopanax scutellarium)

Tabel 2 menunjukkan bahwa naungan tegakan pohon tidak berpengaruh terhadap semua variabel pertumbuhan mangkokan (tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, lebar daun, dan panjang tangkai daun) pada umur 2 hingga 10 MST. Tanaman mangkokan sejak umur 2 hingga 10 MST terus mengalami pertambahan tinggi, namun pada umur 7 hingga 10 MST pertambahan tinggi tanaman berjalan lambat karena terdapat tanaman yang terserang hama lalu kering dan mati setelah dilakukan pemanenan.

Naungan menurunkan bobot basah dan kering total per tanaman (Tabel 3) serta bobot basah total per petak tanaman mangkokan (Tabel 4), namun perlakuan naungan meningkatkan kadar air total tanaman. Bobot basah dan kering total baik per tanaman maupun per petak di lahan tanpa naungan lebih tinggi daripada dengan perlakuan naungan, namun persentase kadar air total per tanaman di lahan naungan lebih tinggi daripada di lahan tanpa naungan.

Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh naungan pada Mangkokan terhadap variabel persentase edible part total dan perlakuan naungan menurunkan produktivitas total tanaman. Produktivitas total tanaman di lahan tanpa naungan lebih tinggi daripada dengan perlakuan naungan. Produktivitas di lahan tanpa naungan dan ternaungi berturut-turut adalah 98.13 kg/ha dan 52.09 kg/ha.

2. Beluntas (Pluchea indica L.)

Tabel 6 menunjukkan bahwa naungan tegakan pohon menurunkan variabel diameter batang (5 MST) dan jumlah cabang tanaman beluntas pada 10 MST, namun perlakuan naungan meningkatkan panjang daun (3, 6 dan 7 MST) dan lebar daun pada 3 MST. Diameter batang dan jumlah cabang di lahan tanpa naungan lebih besar daripada di lahan naungan, sedangkan panjang dan lebar daun di lahan naungan lebih panjang dan lebar daripada di lahan tanpa naungan. Kondisi tanaman beluntas di lahan tanpa naungan dan ternaungi dapat dilihat pada Gambar Lampiran 9.

(37)

Naungan menurunkan bobot basah dan kering total per tanaman beluntas (Tabel 7), namun perlakuan naungan meningkatkan kadar air per tanaman dan per petak pada saat umur panen 10 MST. Bobot basah dan kering total per tanaman di lahan tanpa naungan lebih tinggi daripada dengan perlakuan naungan. Persentase kadar air per tanaman dan per petak di lahan naungan lebih tinggi daripada di lahan tanpa naungan.

Berdasarkan data pada Tabel 8 dan 9, dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh naungan pada beluntas terhadap variabel bobot basah, bobot kering, kadar air total per petak, persentase edible part total dan produktivitas total tanaman. Saat umur panen 6 MST, produktivitas tanaman di lahan tanpa naungan lebih tinggi daripada di lahan naungan, berturut-turut adalah 289.78 kg/ha dan 103.60 kg/ha, sedangkan persentase edible part di lahan naungan lebih tinggi daripada dengan perlakuan tanpa naungan, berturut-turut adalah 14.73% dan 7.06%.

(38)

Tabel 2. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Mangkokan

Umur Tanaman (MST)

Peubah Perlakuan 2 3 4 5 Tinggi Tanaman(cm) Tanpa Naungan 11.51±1.95 11.94±2.07 12.18±2.81 13.02±2.92

Naungan 10.45±1.85 10.94±1.67 11.04±1.80 11.52±1.97

Uji F tn tn tn tn

KK 16.57 15.69 19.23 17.85

Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.46±0.03 0.43±0.02 0.46±0.05 0.46±0.05 Naungan 0.43±0.04 0.43±0.03 0.44±0.03 0.45±0.04

Uji F tn tn tn tn

KK 11.35 8.88 10.21 11.39

Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 2.54±0.23 3.00±0.16 3.23±0.21 3.61±0.44 Naungan 2.74±0.71 2.88±0.66 3.33±0.16 3.25±0.55

Uji F tn tn tn tn

KK 19.89 14.69 2.76 18.20

Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 3.12±0.48 3.75±0.32 4.05±0.19 4.53±0.56 Naungan 3.43±0.91 3.70±0.91 3.96±0.75 4.03±076

Uji F tn tn tn tn

KK 21.15 17.29 13.60 19.33

Panjang Tangkai Daun Tanpa Naungan 2.34±0.33 2.53±0.17 2.47±0.23 2.34±0.2

(cm) Naungan 2.48±0.25 2.37±0.56 2.31±0.55 2.20±0.43

Uji F tn tn tn tn

(39)

Tabel 2. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Mangkokan (lanjutan....) Umur Tanaman (MST)

Peubah Perlakuan 6 7 8 9 10

Tinggi Tanaman(cm) Tanpa Naungan 13.67±3.01 14.45±3.35 14.61±4.18 14.95±4.31 15.68±3.22 Naungan 12.28±1.61 12.59±1.58 13.04±1.40 13.47±1.55 13.80±1.70

Uji F tn tn tn tn tn

KK 16.96 15.25 18.56 18.60 13.91

Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.45±0.05 0.45±0.04 0.49±0.1 0.43±0.08 0.45±0.05 Naungan 0.44±0.05 0.47±0.05 0.47±0.03 0.45±0.02 0.46±0.03

Uji F tn tn tn tn tn

KK 7.44 11.26 18.15 13.86 12.87

Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 4.00±0.14 3.59±0.32 3.50±1.04 3.30±1.16 3.64±1.07 Naungan 3.45±0.49 3.72±0.46 3.85±0.28 3.48±0.17 3.74±0.24

Uji F tn tn tn tn tn

KK 8.89 7.82 20.53 25.18 22.31

Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 4.79±0.4 4.27±0.41 4.05±1.32 3.68±1.66 4.29±1.1 Naungan 4.21±0.83 4.44±0.81 4.55±0.75 4.00±0.29 4.34±0.65

Uji F tn tn tn tn tn

KK 15.71 15.17 29.84 14.78v 27.20

Panjang Tangkai Daun Tanpa Naungan 2.60±0.28 2.50±0.08 2.56±0.68 2.35±0.70 2.18±0.54 (cm) Naungan 2.23±0.4 2.28±0.42 2.49±0.76 2.47±0.81 2.59±0.89

Uji F tn tn tn tn tn

KK 17.70 12.28 26.58 26.25 22.26

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5%

**: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata

v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5)

Angka di belakang tanda (±) menunjukkan standar deviasi

(40)

Tabel 3. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Mangkokan

Peubah Perlakuan Per Tanaman Total

(1+2+3)

6 MST 8 MST 10 MST

1 2 3

Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 5.03±1.18a 13.87±0.61a 13.33±3.10 31.50a

Naungan 1.4±0.26b 2.83±0.68b 13.6±1.15 17.37b

Uji F * ** tn **

KK (%) 22.88 6.01 14.03 6.29

Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 1.17±0.71 4±0.32±0.32a 2.25±0.60 7.27a

Naungan 0.6±0.06 0.15±1.7±b 2.63±0.26 2.90b

Uji F tn ** tn **

KK (%) 24.46 10.59 17.78 7.14

Kadar Air (%) Tanpa Naungan 16.52±22.93 2.45±0.16b 4.98±5.87 10.81b

Naungan 11.17±5.80 27.33±6.81a 4.28±0.29 33.08a

Uji F tn ** tn *

KK (%) 22.43v 12.28v 11.78 21.39

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5%

**: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata

v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5)

(41)

Tabel 4. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Mangkokan

Peubah Perlakuan Per Petak Total

(4+5+6)

6 MST 8 MST 10 MST

4 5 6

Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 28.1±5.83a 25.333±2.25 20.167±3.96 73.60a

Naungan 10.5±4.77b 15.433±8.4 13.133±3.45 39.07b

Uji F * tn tn *

KK (%) 18.66 21.99 28.30 15.77

Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 10.867±10.25 7.40±2.87 3.43±1.45 21.70

Naungan 7.9±6.06 3.63±1.30 1.30±0.26 12.83

Uji F tn tn tn tn

KK (%) 29.03z 24.39v 11.10v 28.50v

Kadar Air (%) Tanpa Naungan 3.42±3.23 3.041±2.39 5.434±1.2 11.66

Naungan 1.63±2.5 3.033±0.90 8.768±3.57 14.08

Uji F tn tn tn tn

KK (%) 26.34x 16.84v 28.78 15.89

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5%

**: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata

v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5)

(42)

Tabel 5. Pengaruh Naungan terhadap Persentase Edible Part dan Produktivitas Tanaman Mangkokan

Peubah Perlakuan Umur Panen (MST) Total

6 8 10

Edible Part (%) Tanpa Naungan 16.74±7.81 14.67±1.71 21.40±3.99 52.81

Naungan 10.68±2.30 16.69±1.24 27.32±8.14 54.69

Uji F tn tn tn tn

KK 22.60v 10.22 16.74v 16.21

Produktivitas (kg/ha)

Tanpa Naungan 30.47±7.77 32.77±3.00 36.77±5.27 98.13a

Naungan 13.33±6.35 21.77±11.20 16.00±4.60 52.09b

Uji F tn tn tn *

KK 18.66 21.22 28.30 15.77

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5%

**: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata

v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5)

(43)

Tabel 6. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Beluntas

Umur Tanaman (MST)

Peubah Perlakuan 2 3 4 5 Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 20.40±4.48 22.22±4.06 23.85±4.00 26.19±3.91

Naungan 24.20±2.04 24.74±1.53 27.78±3.25 30.17±4.16

Uji F tn tn tn tn

KK 19.48 16.23 18.20 17.46

Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.34±0.04 0.35±0.05 0.40±0.04 0.37±0.02a Naungan 0.33±0.02 0.35±0.04 0.37±0.04 0.31±0.03b

Uji F tn tn tn **

KK 9.89 9.36 12.32 2.81

Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 3.59±0.13 4.07±0.15b 4.51±0.27 4.53±0.30 Naungan 4.21±0.39 4.61±0.36a 5.19±0.47 5.52±0.46

Uji F tn * tn tn

KK 8.90 4.61 9.05 9.29

Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 1.79±0.04 2.03±0.15b 2.34±0.14 2.35±0.19 Naungan 2.07±0.23 2.28±0.17a 2.62±0.21 2.82±0.27

Uji F tn * tn tn

KK 7.85 4.59 7.65 10.24

Jumlah Cabang Tanpa Naungan 4.35±0.72 6.05±1.5 6.70±1.82 9.95±2.7

Naungan 4.75±1.72 5.40±1.57 6.95±0.96 7.60±1.37

Uji F tn tn tn tn

(44)

Tabel 6. Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Beluntas (lanjutan....) Umur Tanaman (MST)

Peubah Perlakuan 6 7 8 9 10

Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Naungan 29.03±4.79 30.57±6.84 35.24±8.71 37.83±10.4 39.71±9.38 Naungan 33.34±4.97 34.05±5.77 38.23±7.64 31.35±10.49 37.11±10.98

Uji F tn tn tn tn tn

KK 17.76 15.14 19.06 16.08v 16.08v

Diameter Batang (cm) Tanpa Naungan 0.35±0.04 0.35±0.01 0.42±0.03 0.40±0.05 0.44±0.04 Naungan 0.32±0.05 0.36±0.07 0.37±0.05 0.34±0.08 0.38±0.05

Uji F tn tn tn tn tn

KK 13.47 11.46 10.07 17.21 10.79

Panjang Daun (cm) Tanpa Naungan 4.56±0.30b 4.50±0.36b 4.84±0.50 4.63±0.39 4.76±0.27 Naungan 5.79±0.57a 6.01±0.71a 6.23±0.74 5.77±1.15 5.53±0.94

Uji F * * tn tn tn

KK 9.93 12.08 12.77 19.68 13.72

Lebar Daun (cm) Tanpa Naungan 2.43±0.23 2.50±0.35 2.76±0.39 2.73±0.31 2.79±0.20 Naungan 2.96±0.37 3.16±0.52 3.36±0.60 3.11±0.8 2.99±0.55

Uji F tn tn tn tn tn

KK 12.58 16.78 18.26 26.01 15.57

Jumlah Cabang Tanpa Naungan 11.35±3.16 12.20±3.07 13.40±3.88 18.30±6.11 22.90±6.67a Naungan 10.10±1.16 8.35±1.54 8.10±1.85 8.00±2.20 8.81±2.66b

Uji F tn tn tn tn *

KK 28.12 26.36 17.19v 18.25v 17.70v

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5%

**: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata

v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5)

(45)

Tabel 7. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Tanaman Beluntas

Peubah Perlakuan Per Tanaman Total

(1+2+3)

6 MST 8 MST 10 MST

1 2 3

Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 17.90±10.48 40.933±4.86 190.63±16.25a 264.47a

Naungan 20.50±1.56 23.633±10.60 77.87±43.54b 126.27b

Uji F tn tn * *

KK (%) 20.08v 19.37 16.34 20.03

Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 9.367±6.34 3.73±2.24 44.067a±5.37 51.93a

Naungan 2.00±0.35 1.90±1.30 11.533b±7.29 15.53b

Uji F tn tn tn **

KK (%) 12.07y 29.40x 5.96 9.19

Kadar Air (%) Tanpa Naungan 1.678±1.99 16.13±15.89 3.3038±0.20b 26.73

Naungan 9.36±0.92 12.68±5.16 5.6554±0.53a 31.49

Uji F tn tn ** tn

KK (%) 25.58v 22.52v 9.93 16.55v

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5%

**: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata

v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5)

(46)

Tabel 8. Pengaruh Naungan terhadap Bobot Basah, Bobot Kering dan Kadar Air Per Petak Beluntas

Peubah Perlakuan Per Petak Total

(4+5+6)

6 MST 8 MST 10 MST

4 5 6

Bobot Basah (g) Tanpa Naungan 217.33±10.64a 25.33±141.06 20.17±182.44 825.00

Naungan 77.7±23.92b 15.43±62.41 13.13±122.77 444.40

Uji F * tn tn tn

KK (%) 11.78 28.86v 25.22v 16.80v

Bobot Kering (g) Tanpa Naungan 10.87±10.66 7.40±8.27 3.43±34.37 140.03

Naungan 7.90±8.41 3.63±17.11 1.30±10.56 64.57

Uji F tn tn tn tn

KK (%) 16.89v 28.89v 24.96v 19.64v

Kadar Air (%) Tanpa Naungan 3.415±1.40 3.041±4.38 4.2341±0.36b 15.89

Naungan 1.627±0.60 3.033±3.84 10.691±0.91a 20.70

Uji F tn tn ** tn

KK (%) 23.30v 25.11v 5.63 17.50v

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut BNJ taraf 5% *: berbeda nyata pada taraf 5%

**: berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn: tidak nyata

v: hasil transformasi =sqrt(x+0.5) x: hasil transformasi =sqrt(x+1.5)

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini terdapat dua buah dermaga di kawasan Danau Buatan. Secara umum, dermaga berfungsi sebagai tempat berlabuh kendaraan air, tempat menaikkan dan menurunkan

pertanyaan yang diajukan guru atau teman sejawat tentang contoh kitab tafsir Al- Qur’an,taplrli (analitis), maudy‘i (tematik), ijmwli, (global) dan muqarrin (perbandingan).

Dalam hal ini seperti hak memelihara anak dan kedudukan anak menurut adat Bali setelah putusnya perkawinan karena perceraian, penulis kemukakan suatu contoh kasus

Menurut Kaymaz (2010), hasil penelitian mendukung teori bahwa praktek rotasi pekerjaan (job rotation) berpengaruh positif pada motivasi (motivation), Kaymaz

Pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum

Seperti halnya dengan penelitian Lestari (2016) yang menjelaskan bahwa jika Pendapatan perkapita meningkat maka perubahan dalam pola konsumsi pun akan meningkat

Satriagraha Sempurna, serta dapat digunakan sebagai sebagai masukan untuk pengembangan sistem informasi di PT Satriagraha Sempurna sebagai keunggulan bersaing dengan

Frekuensi inilah yang menjadi data input untuk dikomputasi pada mikrokontroller menjadi harga rupiah sebagai konversi dari pemakaian energi listrik kWh dengan mengacu pada