176
EFEKTIFITAS PAKET EDUKASI POSTNATAL (PEP) TERHADAP PERILAKU OPTIMALISASI PRODUKSI ASI PADA IBU
PRIMIPARA MUDA DI RSD. Dr. SOEBANDI JEMBER Sasmiyanto, Elok Permata Sari*
*Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember
ABSTRACT
One of the main mother’s duty in mother period is responsible in meeting the nutritional needs of babies by breastfeeding. Breastfeeding is closely associated with Mother's Milk (ASI). Mother's Milk is the primary choice in baby food. Postnatal education is an intervention package that is comprehensive to optimize the behavior of milk production. The study design used was a quasi-experiment (Quasy Experiment ) with the design Nonequivalent Posttest Only Design with Groups. The sample consisted of 40 respondents were divided into intervention group and control group in Porturition room RSD dr. Soebandi Jember. To analyze the effectiveness of PEP is to optimize milk production behavior using independent t test trials with 95% significance level (alpha 0.05). The results showed that Postnatal Education Package (PEP) was effectively proved against optimizing milk production in Primiparous mothers evidenced by P Value 0.000 (P Value <0.05). Postnatal education package consisting of early breastfeeding initiation (IMD), breast care nursing mothers, oxytocin massage, nutrition during lactation and correct technique of breastfeeding s can be applied in a hospital as an alternative to improve the competence of puerperal women in optimizing milk production.
Keywords: Postnatal Education Package, Optimizing milk production
PENDAHULUAN
Periode pasca partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi
kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Salah satu tugas utama ibu
pada masa ini adalah
bertanggungjawab dalam memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dengan cara menyusui. Menyusui sangat erat kaitannya dengan Air Susu Ibu (ASI).
Menyusui pada bayi baru lahir merupakan tahapan proses belajar dan saling mengenal yang harus dipelajari, karena tidak muncul secara reflek. Tidak heran bila hasil
survei membuktikan masih sedikit bayi yang menerima ASI secara eksklusif, karena masalah pada ibu turut memicu kegagalan menyusui. Menilai hal tersebut berarti para ibu harus menerima banyak informasi secara benar mengenai ASI untuk mencapai keberhasilan menyusui,
dan mereka perlu memperoleh
pengetahuan lebih awal (BKKBN, 2004). Bayi baru lahir harus disusui 8 – 12 kali atau lebih setiap hari, dan ibu dianjurkan untuk menyusui bayinya secara teratur selama 24 jam. Hal ini dimaksudkan agar produksi ASI akan dapat diproduksi
177 dipertahankan (Linkages, 2004 dan
Bobak, 2005).
Organisasi Internasional “Save
The Children” pada September 2001
menghimbau pemerintah di seluruh
negara untuk menggalakkan
pemberian ASI. Para ibu juga diharapkan untuk memberikan ASI
sebagai makanan utama yang
diperlukan bayi. ASI yang
pertamakali keluar setelah persalinan (kolostrum) sangat kaya dengan
protein dan antibodi untuk
melindungi bayi baru lahir.
Belakangan ini 80% bayi baru lahir di Asia belum menyusu pada ibunya saat 24 jam pertama setelah lahir (BKKBN, 2004).
Berbagai penelitian yang
berkaitan dengan menyusui dini telah banyak dilakukan, penelitian tersebut antara lain yang dilakukan oleh Afriliyanti (2004) didapatkan bahwa faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI dini di rumah sakit adalah sikap dan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan ASI dini. Penelitian yang dilakukan Fikawati dan Syafiq (2003) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif
sampai usia 4 bulan dengan
menyusui segera setelah melahirkan, dimana menyusui segera (menyusui ≤ 30 menit setelah persalinan) merupakan salah satu komponen
yang sangat penting dalam
pemberian ASI eksklusif karena
dapat menentukan keberhasilan
proses menyusui selanjutnya. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Kurnianingsih (2004) didapatakan
bahwa ada hubungan antara
pengetahuan responden dengan
praktek pemberian ASI 30 menit setelah kelahiran, 62% responden
melakukan praktek pemberian ASI dini dengan baik. Indriyani (2010) juga mendapatkan hasil penelitian bahwa ada pengaruh menyusui ASI dini dan teratur pada ibu postpartum dengan sectio caesarea.
Segala upaya pemerintah dan petugas kesehatan telah dilakukan untuk membantu ibu nifas yang salah satunya merupakan ibu primipara
muda dalam mengoptimalkan
produksi ASI. Mengingat ASI
merupakan nutrisi utama bagi bayi baru lahir, dan peran ibu adalah bertanggungjawab dalam memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayinya. Namun kondisi kegagalan menyusui dan hambatan memberikan ASI
masih saja didapatkan karena
permasalahan produksi ASI yang kurang optimal.
Berkaitan dengan
permasalahan tersebut di atas sangat perlu dipecahkan dan diselesaikan, salah satunya dengan memberikan intervensi Paket Edukasi Postnatal
(PEP) yang didalamnya berupa paket
informasi yang terdiri dari inisiasi menyusu dini (IMD), perawatan
payudara ibu menyusui, pijat
oksitosin, nutrisi masa laktasi dan tehnik menyusui yang benar. PEP ini
memiliki kelebihan karena
merupakan paket rangkaian
intervensi yang bersifat
komprehensif untuk perilaku
optimalisasi produksi ASI. Dampak dari informasi ini akan membangun perilaku ibu primipara muda dalam mengupayakan optimalisasi produksi ASI.
Masalah yang diteliti berkaitan dengan : 1) intervensi yang efektif
dalam bentuk Paket Edukasi
Postnatal (PEP), 2) perilaku
178 primipara muda, 3) dampak PEP
terhadap perilaku optimalisasi produksi ASI pada ibu primipara muda.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan desain penelitian
Eksperimen semu (Quasy
Experiment) dengan rancangan
Posttest Only Design with
Nonequivalent Groups.
Sebagai variabel independent adalah Paket Edukasi Postnatal (PEP), sedangkan sebagai variabel
dependent adalah perilaku
optimalisasi produksi ASI pada ibu primipara muda. Selain itu Sampel penelitian ini adalah ibu primipara muda yang dirawat di ruang nifas RSD Dr. Soebandi Jember. Jumlah sampel sebanyak 40 responden yang terbagi menjadi kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara peneliti sebelumnya
telah membagi kelompok/group
berkaitan dengan kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Selanjutnya peneliti akan melakukan intervensi pada kelompok penelitian yang telah ditentukan. Sedangkan pada kelompok kontrol peneliti tidak melakukan intervensi. Setelah 7 hari maka variabel dependent akan diukur pada kedua kelompok tersebut. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi dan memberikan kuesioner pada responden.
Teknik analisis data
menggunakan uji homogenitas,
univariat dan uji Independency (Bivariat).
Uji Homogenitas
Analisa ini dilakukan dengan menggunakan distribusi frekuensi pada karakteristik demografi baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Selain itu untuk
mengidentifikasi homogenitas
karakteristik demografi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, peneliti menggunakan uji
kolmogorov smirnov dengan tingkat
kemaknaan 95% (alpha 0,05).
Uji Univariat
Data Demografi dianalisa
secara deskriptif berupa distribusi frekuensi, sedangkan data produksi ASI akan diuji sebagai data numerik dengan menentukan nilai minimun,
maksimum, mean, median dan
standar deviasi.
Uji Bivariat
Analisa ini dilakukan untuk
mengidentifikasi hubungan dua
variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Untuk menganalisis efektifitas PEP terhadap perilaku
optimalisasi produksi ASI
menggunakan uji independent t test dengan tingkat kemaknaan 95% (alpha 0,05).
HASIL PENELITIAN Uji Homogenitas
Berkaitan dengan uji
homogenitas responden pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol untuk karakteristik umur, suku, pekerjaan dan pendidikan
didapatkan bahwa p value
karakteristik umur adalah 0,618; p value karakteristik suku yaitu 0,340;
179 pendidikan adalah 0,133 dan p value
untuk karakteristik pekerjaan yaitu 0,074. Bila dilihat dari nilai p value tersebut, maka dapat dikatakan bahwa karakteristik umur, suku, pendidikan dan pekerjaan antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol adalah homogen. Tidak ada perbedaan karakteristik antara karakteristik umur, suku, pendidikan dan pekerjaan baik pada kelompok intervensi maupun kelompok control.
Karakteristik Responden
Tabel 1: Tabulasi Silang Karakteristik Pendidikan Ibu Primipara Muda pada kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RSD Dr. Soebandi Jember Tahun 2014
Menurut tabel 1 dapat
dikatakan bahwa pendidikan SMP lebih banyak yaitu 17 orang, dan
pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol jumlah pendidikan SMP hampir sama yaitu 9 orang (52.9%) dan 8 orang (47.1%).
Tabel 2: Tabulasi Silang Pekerjaan Ibu Primipara Muda pada kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RSD Dr. Soebandi Jember Tahun 2014
Tabel 2 menggambarkan
bahwa jenis pekerjaan responden terbanyak ibu primipara muda tidak bekerja yaitu sebesar 35 responden. Adapun untuk kelompok intervensi
dan kelompok kontrol jumlah
responden yang tidak bekerja hampir
sama, masing-masing yaitu 16 orang (45.7%) dan 19 orang (54.3%) Pendidikan
Kelompok
Total
Intervensi Kontrol
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
SD 6 37.5 10 62.5 16 100 SMP 9 52.9 8 47,1 17 100 SMA 5 71.4 2 28.6 7 100 Total 20 50 20 50 40 100 Pekerjaan Kelompok Total Intervensi Kontrol
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Tidak bekerja 16 45.7 19 54.3 35 100
Petani 0 0 1 100 1 100
wiraswasta 4 100 0 0 4 100
180 Tabel 3: Tabulasi Silang Pendidikan Kesehatan Yang Pernah Diterima Ibu Primipara Muda pada kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RSD Dr. Soebandi Jember Tahun 2014
Penkes
Kelompok
Total
Intervensi Kontrol
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Tidak pernah 13 40.6 19 59.4 32 100 Gizi bumil 4 100 0 0 4 100 ASI 1 100 0 0 1 100 Perawatan payudar 1 100 0 0 1 100 Memnadikan bayi 1 50 1 50 2 100 Total 20 50 20 50 40 100
Berdasarkan tabel 3 dijelaskan bahwa baik pada ibu primipara muda
kelompok intervensi maupun
kelompok kontrol sebagian besar
mengatakan tidak pernah
mendapatkan penyuluhan kesehatan yaitu sebanyak 32 orang, dan kelompok kontrol memiliki jumlah lebih banyak yaitu 19 orang (59.4)
Tabel 4: Distribusi Perilaku Optimalisasi Produksi ASI pada Ibu Primipara Muda Di RSD. Dr. Soebandi Jember Tahun 2014. n=40
Nilai Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Mean 20.65 13.35 Median 21 13 Mode 21 12 Std. Deviation 2.007 1.927 Minimum 14 11 Maximum 23 20
Tabel 5: Efektifitas Paket Edukasi Postnatal (PEP) terhadap Optimalisasi Produksi ASI pada Ibu Primipara Muda di RSD Dr. Soebandi Jember Tahun 2014. n=40
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwa terdapat
perbedaan perilaku optimalisasi ASI
pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi dilihat dari nilai
Variabel Mean Standar
Deviasi
SE P value
Perilaku Optimalisasi Produksi ASI Kelompok
Intervensi 20.65 2.007 0.449 .000
Kelompok
181 mean dan Paket Edukasi Postnatal
(PEP) terbukti efektif terhadap optimalisasi produksi ASI pada ibu primipara dibuktikan dengan P Value 0,000. Paket edukasi postnatal merupakan proses pembelajaran yang diberikan petugas kesehatan kepada ibu selama masa nifas guna
meningkatkan pengetahuan dan
perilaku ibu berkaitan dengan strategi optimalisasi produksi ASI, berupa paket informasi tentang:
inisiasi menyusu dini (IMD),
perawatan payudara ibu menyusui, pijat oksitosin, nutrisi masa laktasi dan tehnik menyusui yang benar (Bobak, 2005).
Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
Inisiasi menyusui dini (IMD) adalah proses bayi segera menyusu setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari sendiri putting ibunya sendiri (tidak disodorkan ke putting susu). Dalam penelitian ini, IMD merupakan salah satu dari paket edukasi yang diajarkan kepada pasien. Peneliti berpendapat bahwa IMD merupakan salah satu factor
yang berpengaruh terhadap
optimalisasi produksi ASI. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wirdawty (2012)
menggunakan design penelitian
deskriptif korelasional
mengungkapkan bahwa ada
pengaruh penatalaksanaan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) terhadap waktu pengeluaran ASI. Penelitian lain dilakukan oleh Fitria (2010) dengan design penelitian quasi eksprerimen menggunakan kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa Inisiasi
Menyusui Dini (IMD) terbuktif
efektif untuk meningkatkan produksi ASI yang dilihat selama hari pertama sampai ketiga pada masa nifas.
Peneliti berpendapat bahwa dengan adanya sentuhan skin to skin antara ibu dan bayi sesaat setelah melahirkan mampu mempengaruhi kondisi psikologis ibu sehingga
mampu mempengaruhi produksi
hormon oksitosin selama masa
menyusui. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan Bobak (2005) bahwa saat terjadi stimulasi hormon oksitosin, sel-sel alveoli di kelenjar
payudara berkontraksi, dengan
adanya kontraksi menyebabkan air susu keluar lalu mengalir dalam saluran kecil payudara sehingga keluarlah tetesan air susu dari puting dan masuk ke mulut bayi, proses keluarnya air susu disebut dengan refleks let down.
Refleks let down sangat
dipengaruhi oleh psikologis ibu seperti memikirkan bayi, mencium, melihat bayi dan mendengarkan
suara bayi. Sedangkan yang
menghambat refleks let down
diantaranya perasaan stress seperti gelisah, kurang percaya diri, takut dan cemas. Penelitian menunjukkan
bahwa saat seseorang merasa
depresi, bingung, cemas dan merasa nyeri terus-menerus akan mengalami penurunan hormon oksitosin dalam tubuh. Saat merasa stres, refleks let
down kurang maksimal akibatnya air
susu mengumpul di payudara saja tidak bisa keluar sehingga payudara tampak membesar dan terasa sakit.
Perawatan Payudara Ibu
Menyusui
Beberapa penelitian telah
membuktikan tentang pengaruh
182
optimalisasi produksi ASI
diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh Purnama (2013) dengan design penelitian quasi
eksperimen dan uji statistik
independent t test didapatkan hasil bahwa breast care efektif terhadap optimalisasi produksi ASI pada ibu post partum dengan sectio caesaria. Rohma (2012) juga membuktikan
bahwa ada hubungan antara
perawatan payudara dengan
kelancaran produksi ASI pada ibu nifas melalui survei analitik dengan pendekatan cross sectional.
Menurut Bobak (2005)
perawatan payudara adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar
dan teratur untuk memilihara
kesehatan payudara dengan tujuan untuk mempersiapkan laktasi pada waktu post partum atau memberikan
tindakan pada organ payudara
dengan cara di massage. Perawatan payudara dilakukan pada hari ke-2 setelah melahirkan minimal 2 kali dalam sehari. Peneliti berpendapat bahwa gerakan dalam perawatan
payudara mampu menstimulasi
hormon oksitosin pada ibu. Hormon
oksitosin adalah hormon yang
bertanggung jawab dalam produksi ASI pada ibu menyusui. Saat terjadi stimulasi hormon oksitosin, sel-sel
alveoli di kelenjar payudara
berkontraksi, dengan adanya
kontraksi menyebabkan air susu keluar lalu mengalir dalam saluran kecil payudara sehingga keluarlah tetesan air susu dari puting dan masuk ke mulut bayi.
Selain itu perawatan payudara
bermanfaat mencegah
pembendungan ASI, hal ini terbukti ketika peneliti melakukan intervensi
perawatan payudara, kondisi
payudara beberapa responden dalam keadaan bengkak karena ASI yang tidak dapat keluar. Setelah dilakukan intervensi perawatan payudara, ASI dapat dikeluarkan. Manfaat lain
perawatan payudara adalah
melenturkan dan menguatkan puting susu. Puting susu dan areola adalah
gudang susu yang mempunyai
pengaruh terhadap keberhasilan menyusui. Pada puting susu dan areola terdapat ujung-ujung syaraf peraba yang penting pada proses refleks saat menyusui. Puting susu mengandung otot polos yang dapat berkontraksi sewaktu ada rangsangan menyusui. Dengan hisapan bibir bayi
yang menyeluruh pada daerah
tersebut, ASI akan keluar dengan lancar. Pada ujung puting susu terdapat 15-25 muara lobus (duktus
laktiferus), sedangkan areola
mengadung sejumlah kelenjar
minyak yang mengeluarkan cairan agar puting tetap lunak dan lentur. Dengan kondisi puting lunak dan lentur, produksi ASI akan maksimal.
Pijat Oksitosin
Pijat oksitosin merupakan salah satu paket edukasi yang juga berpengaruh terhadap optimalisasi ASI. Latifah dan Hidayati (2013)
membuktikan dengan penelitian
quasi eksperimen bahwa pijat
oksitosin efektif untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu masa nifas. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada
sepanjang tulang belakang
(vertebrae) sampai tulang costae
kelima-keenam dan merupakan
usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah
melahirkan (Biancuzzo, 2003;
Indiyani, 2006; Yohmi & Roesli, 2009).
183 Peneliti berpendapat bahwa
pijat oksitosi mampu merangsang pengeluaran hormon oksitosin yaitu sala satu hormon yang berperan dalam produksi ASI. Saat terjadi stimulasi hormon oksitosin, sel-sel
alveoli di kelenjar payudara
berkontraksi, dengan adanya
kontraksi menyebabkan air susu keluar lalu mengalir dalam saluran kecil payudara sehingga keluarlah tetesan air susu dari puting. Hal ini sesuai menurut Syaifuddin (2011) bahwa struktur payudara terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit, sub kutan (jaringan di bawah kulit) dan corpus mammae. Corpus mammae terdiri dari parenkim dan stroma. Parekim merupakan suatu struktur yang terdiri dari duktus lactiferous (duktus), duktulus (duktuli), lobus dan alveolus. Tiap-tiap duktus bercabang menjadi 20-40 duktuli bercabang-cabang menjadi 10-100 alvelus yang berfungsi sebagai satu kesatuan kelenjar. Sinus, duktus dan alveolus di kelilingi oleh mioepitel (otot polos) yang dapat berkontraksi untuk
memompa ASI. Alveolus juga
dikelili pembuluh darah yang
memberikan zat-zat gizi pada sel-sel kelenjar air susu untuk proses pembentukan atau sintesis ASI.
Nutrisi Masa Laktasi
Masa menyusui adalah masa yang penting bayi ibu juga bayi.
Nutrisi selama masa laktasi
merupakan topik yang juga penting disampaikan sehingga juga termasuk dalam paket edukasi postnatal. Peneliti meyakini bahwa nutrisi yang baik selama masa laktasi akan berpengaruh terhadap optimalisasi produksi ASI.
Hal ini telah dibuktikan oleh
penelitian Sariati (2013)
menggunakan design korelasi yang
menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara nutrisi selama menyusui terhadap kualitas produksi ASI. Peneliti berpendapat bahwa gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu
yang sangat dibutuhkan untuk
tumbuh kembang bayi. Bila
pemberian ASI berhasil baik, maka berat badan bayi akan meningkat, integritas kulit baik, tonus otot serta kebiasaan makan yang memuaskan. Ibu menyusui tidaklah terlalu ketat dalam mengatur nutrisinya, yang terpenting adalah makanan yang menjamin pembentukan air susu yang berkualitas dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya.
Kualitas makanan ibu erat hubungannya dengan kualitas ASI
yang diproduksinya. Apa yang
dimakan ibu itulah yang akan mempengaruhi kandungan ASI nya. Ibu yang tidak mengonsumsi standar makanan beragam dan bergizi seperti sayuran hijau, buah-buahan, kacang-kacangan, diyakini produksi ASInya tidak maksimal, hal itu akan berbeda dengan ibu yang rajin mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang serta susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Supariasa (2009) bahwa asupan energi ibu menyusui yang kurang dari 1500 kcal per hari ternyata dapat menurunkan produksi ASI sebesar 15%. Kandungan total lemak pun akan menurun disertai dengan perubahan pola asam lemak yang ada. Komponen imun dalam ASI (juga kolostrum) kuantitasnya akan rendah seiring dengan semakin buruknya status nutrisi busui.
184
Teknik Menyusui yang Benar
Teknik menyusui merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Pranandita (2013) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh teknik menyusui yang benar dengan produksi ASI pada ibu post partum primigravida. Peneliti berpendapat bahwa teknik menyusui yang benar. Peneliti berpendapat bila teknik menyusui tidak baik dapat menyebabkan puting lecet dan ibu menjadi enggan untuk menyusui dan bayi juga jarang menyusu. Bila bayi jarang menyusu karena bayi enggan menyusu akan berakibat kurang baik
karena isapan bayi sangat
berpengaruh pada rangsangan
produksi ASI selanjutnya. Hal ini
sesuai dengan teori yang
disampaikan oleh Sulystiawati
(2009) bahwa perlekatan menyusu (lacth on) adalah menempelnya mulut bayi di payudara ibu. Untuk
itu diperlukan posisi yang
memperhatikan letak tubuh bayi secara keseluruhan terhadap tubuh ibu. Hal ini akan sangat membantu bayi menelan ASI dengan mudah dan jumlah yang cukup, dan pada
akhirnya akan meningkatkan
produksi ASI sesuai kebutuhan bayi.
Perlekatan yang benar juga
menghindari luka pada puting, karena pada perlekatan yang benar, puting tidak akan bergesekan dengan langit-langit bayi yang keras, melainkan jatuh di tengah rongga tenggorokan bayi, sehingga tidak akan tergesek dan tidak akan luka. Oleh karena itu perlekatan menyusu dapat dikatakan adalah jantungnya proses menyusui.
Menurut asumsi peneliti ada pengaruh antara teknik menyusui
dengan kelancaran asi, hal ini
dikarenakan bahwa posisi dan
pelekatan bayi pada saat menyusui sangat menentukan kelancaran ASI, apabila posisi dan pelekatan tidak baik maka proses pengeluaran ASI tidak lancar, sedangkan menyusui yang dijadwal dapat mempengaruhi proses kelancaran ASI. Menurut Novak & Broom (2001) Produksi ASI merupakan hasil perangsangan payudara oleh hormon prolaktin. Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofise anterior yang ada yang berada di dasar otak. Bila bayi mengisap ASI maka ASI akan dikeluarkan dari gudang ASI yang disebut sinus laktiferus. Proses pengisapan akan merangsang ujung saraf disekitar payudara untuk membawa pesan ke kelenjar hifofise
anterior untuk memproduksi
hormone prolaktin. Prolaktin
kemudian akan dialirkan ke kelenjar
payudara untuk merangsang
pembuatan ASI. Hal ini disebut dengan reflex pembentukan ASI atau reflek prolaktin. Bagi ibu yang menyusui bayi, kelancaran asi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan
bayi. ASI eksklusif tanpa
pendamping ASI disarankan
diberikan sampai dengan usia bayi menginjak usia enam bulan. Tetapi tidak sedikit ibu yang kecewa karena ternyata ASI yang keluar tidak selancar seperti yang diharapkan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Ibu primipara muda di RSD Dr. Soebandi Jember yang tidak diberikan intervensi Paket edukasi postnatal (PEP) memiliki perilaku
185 optimalisasi produksi ASI dengan
nilai mean yaitu 13.35 dengan nilai minimal 11 dan nilai maksimal 20.
2. Ibu primipara muda di RSD Dr. Soebandi Jember yang diberikan intervensi Paket edukasi postnatal (PEP) maka perilaku optimalisasi produksi ASI nya memiliki nilai
mean 20.65 dengan nilai
minimum 14 dan nilai maksimum 23.
3. Paket edukasi postnatal efektif (PEP) terhadap optimalisasi produksi ASI pada ibu primipara muda di di RSD Dr. Soebandi Jember
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan bagi:
1. Ibu nifas dan menyusui
Disarankan ibu menyusui
terutama pada fase taking in dan
taking hold melakukan tindakan
stimulasi produksi ASI dengan menerapkan tindakan yang ada dalam paket edukasi postnatal yang berisi tentang perawatan payudara ibu menyusui, pijat oksitosin, nutrisi masa laktasi dan tehnik menyusui yang benar. Hal tersebut karena serangkaian tindakan tersebut ternyata efektif untuk mengoptimalkan produksi ASI, sehingga peran ibu dalam memberikan nutrisi bagi bayi menjadi optimal.
2. Keluarga
Keluarga disarankan untuk aktif menjadi supporter bagi ibu
primipara muda juga ibu
menyusui yang lain dalam hal
optimalisasi produksi ASI.
Dukungan tersebut dikaitkan
dengan upaya agar ibu
menerapkan informasi yang ada dalam paket edukasi postnatal yang sudah dipahami.
3. Petugas Kesehatan
Disarankan petugas kesehatan
menerapkan paket edukasi
postnatal (PEP) dalam
memberikan edukasi bagi ibu nifas termasuk ibu primipara yang usianya masih muda.
4. Rumah Sakit
Penerapan edukasi postnatal di rumah sakit disarankan juga memfasilitasi perilaku ibu dalam optimalisasi produksi ASI. Paket
edukasi postnatal (PEP)
disarankan untuk digunakan
sebagai salah satu Standart Operating Procedure (SOP) yang
menjadi landasan petugas
kesehatan dalam memberikan
intervensi pada pasien khususnya bagi ibu menyusui.
5. Peneliti Selanjutnya
Disarankan peneliti untuk
menyempurnakan Modul dan juga
booklet sebagai mediator untuk
intervensi PEP. Efektifitas modul dan booklet ini pada fase selanjutnya juga bisa diuji tingkat efektifitasnya sebagai media informasi. Media modul ini nantinya bisa menjadi bahan dokumen untuk pegangan bagi petugas kesehatan di dalam
memberikan intervensi PEP,
adapun media booklet bisa
menjadi salah satu media
informasi bagi ibu menyusui saat diberikan intervensi PEP. Selain itu juga bisa dikembangkan suatu penelitian lanjutan yang berkaitan dengan topik optimalisasi ASI bagi ibu menyusui.
186
DAFTRA PUSTAKA
Afriliyanti, (2004).Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Dini Di Rumah Bersalin swasta Kota Bandar lampung propinsi Lampung Tahun 2002.Skripsi.Tidak
dipublikasikan.
BKKBN, (2004).Delapan Bayi Meninggal setiap Menit di Planet Bumi.
http://www.bkkn.go.id.
Bobak, LM., Lowdermilk, D.L., & Jensen, M.D., (2005). (Alih
Bahasa * Wijayarini, M.A).
Buku Ajar Keperawatn Maternitas. Edisi 4. Jakarta :
EGC
Depkes RI, (2004).Manajemen Laktasi, Buku Pedoman Bagi Bidan dan Petugas Kesehatan di Puskesmas. Jakarta : Depkes Depkes RI, (2004). Indikator
Indonesia Sehat (2010) dan Pedoman Penetapan Indikator Propinsi Sehat dan
Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta
: Depkes
Ebrahim, G.J., (2005). Air Susu Ibu.
Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
Fikawati, Sandra dan Syafiq, A., (2003).Hubungan Antara Menyusui segera (Immediate Breastfeeding) dan pemberian ASI Eksklusif Sampai dengan 4 Bulan. Jurnal Kedokteran
Trisakti. Mei-Agustus. Volume 2002. Nomor 2. Jakarta : FK. Trisakti.
Haryati,Y., (2004).Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Dini di RSUD Kabupaten SerangTahun 2004.
Skripsi.Tidak dipublikasikan
Indriyani, D. (2010). Pengaruh
menyusui ASI dini dan teratur terhadap produksi ASI pada ibu postpartum dengan section caesaria. Journal, The
Indonesian Journal of Health Science.Volume 1/ Nomor
1/Tahun2010.
Indriyani, D (2013). Aplikasi Konsep dan Teori
Keperawatan Maternitas Ibu Postpartum Dengan Kematian Janin. Yogyakarta: Arruz
Media.
Indriyani, D (2013). Keperawatan Maternitas Pada Area Perawatan Antenatal.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kurnianingsih, (2004).Praktek Pemberian ASI Segera Setelah Lahir (Immediate
Breastfeeding) dan Faktor-faktor Setelah Lahir
(Immediate Breastfeeding) dan Faktor-faktor Yang
Berhubungan Pada Petugas Kesehatan di Kecamatan Cimanggis – DepokTahun 2004.Skripsi. Tidak
Dipublikasikan.
Lang, S., (2004).Breastfeeding Special Care Babies. (Second
Edition). St. LouisSydney: BailliereTindall.
Linkages,(2002). Melahirkan, Memulai Pemberian ASI danTujuh hari Pertama Setelah melahirkan, Minggu pertama yang
Berisiko.http://www.linkagespr oject.org.
Markum, A.H., (2005). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid
187
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Piani, S., (2004).Pemberian ASI dalam 1 Jam Pertama Setelah Melahirkan dan Faktor-Faktor yang Berhubungan di
Indonesia (Analisa Data
Sekunder SDKI Tahun 1997). FKM. UI Depok. Skripsi. Tidak dipublikasikan
Pillitteri, A., (2003).Maternal and Child Health Nursing, Care of The Childbearing and
Chieldbearing family.(Fourth
Edition). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Pudjiadi, S.,(2005). Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi keempat.
Jakarta : FKUI.
Purwanti, H.S., (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif, Buku Saku Untuk Bidan, Jakarta :
EGC.
Roesli, U., (2004). Pemberian ASI Menyehatkan Ibu.
http://www.indomedia.com.
Simbolon, T., (2004). Hubungan Perilaku Ibu Menyusui Terhadap Pemberian ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Nibung Tanjung Balai, http://library.usu.ac.id.
Suradi, R.(2004). Bahan Bacaan Manajemen Laktasi. Cetakan
Kedua, Jakarta :Perkumpulan Perinatologi Indonesia.