• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komputasi Penghamburan dan Penyerapan Gelombang EM Oleh Titik Hujan Dalam Bentuk Realistik (Prolate Spheroid)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Komputasi Penghamburan dan Penyerapan Gelombang EM Oleh Titik Hujan Dalam Bentuk Realistik (Prolate Spheroid)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 1 Abstrak- Dalam propagasi gelombang

elektromagnetik terdapat beberapa permasalahan yang cukup penting, salah satunya adalah redaman hujan. Redaman hujan dapat menimbulkan penghamburan dan penyerapan gelombang elektromagnetik. Dampak yang timbul dari fenomena ini adalah menurunnya kualitas

komunikasi yang dapat berbentuk melemahnya

penerimaan sinyal, gangguan antar saluran pada sistem polarisasi ganda, atau gangguan dari sistem komunikasi lain yang menggunakan daerah spectrum frekuensi yang sama. Dari semua gangguan sistem komunikasi tersebut, redaman adalah hal yang paling berpengaruh pada kualitas komunikasi terutama pada penggunaan micro wave dan millimeter wave.

Pada tugas akhir ini dilakukan simulasi sebuah titik hujan dengan asumsi prolate spheroid dengan

permitivitas real yang ditembakkan gelombang

elektromagnetik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai dari bistatic scattering. Pada kegiatan awal dilakukan simulasi dengan asumsi titik hujan spherical. Yang kemudian akan divalidasi dengan hasil dari Van de Hulst. Selanjutnya dilakukan simulasi dengan bentuk prolate spheroid. Analisis dilakukan dengan membandingkan hasil bistatic scattering yang didapat dari penelitian ini dengan hasil dari penelitian Shoji Asano. Pada tahap akhir digunakan permitivitas kompleks untuk bentuk titik hujan prolate spheroid, sehingga nilai extinction cross section dapat diperhitungkan.

Berdasarkan analisa hasil komputasi didapatkan hasil bahwa pada frekuensi yang sama dengan nilai permitivitas air absolut 1,33 , semakin besar ukuran partikel titik hujan, semakin besar pula bistatic scattering-nya. Dan pada ukuran partikel titik hujan yang sama dengan nilai permitivitas air absolut 1,33, didapat bahwa semakin besar frekuensi yang digunakan, semakin besar pula bistatic scattering-nya. Program simulasi dari penelitian ini valid untuk bentuk titik hujan spherical. Untuk simulasi bentuk titik hujan prolate spheroid

program ini belum valid. Karena grafik hasil

perbandingan memiliki pola yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Kata kunci : Redaman Hujan, Scattering dan absorption, Bistatic

Scattering, Prolate Spheroid. I. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi telekomunikasi berkembang dengan sangat cepat termasuk dalam komunikasi nirkabel (wireless). Hal ini ditandai dengan penggunaan frekuensi tinggi sampai dalam orde GHz. Gelombang ini dapat mengirimkan data informasi dengan bit rate tinggi. Dengan tersedianya komunikasi kecepatan tinggi tersebut layanan highspeed internet, digital video, audio broadcasting dan video conference dengan kapasitas besar dan bandwidth yang lebar dapat bekerja dengan baik [1]. Pada komunikasi Ka-Band misalnya, dengan orde frekuensi mencapai 109 Hertz (GigaHertz) maka panjang gelombang

menjadi semakin pendek dan hal itu membuat mudah terganggu oleh masalah dalam perjalananya termasuk hujan, sehingga masalah hujan menjadi masalah penting untuk diperhitungkan. Dampak yang timbul dari fenomena ini adalah menurunnya kualitas komunikasi yang dapat berbentuk melemahnya penerimaan sinyal, gangguan antar saluran pada sistem polarisasi ganda, atau gangguan dari sistem komunikasi lain yang menggunakan daerah spektrum yang sama. Diantara semua gangguan pada sistem komunikasi tersebut, redaman adalah hal yang paling berpengaruh pada kualitas komunikasi terlebih pada penggunaan micro wave dan millimeter wave. Pada penggunaan frekuensi diatas 10 GHz akibat dari redaman hujan menjadi hal yang cukup signifikan untuk diperhitungkan [2]

Redaman hujan menimbulkan penghamburan dan penyerapan gelombang elektromagnetik. terlebih Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki tingkat curah hujan yang tinggi, berbeda dengan negara nontropis lainnya, Redaman ini akan menjadi permasalah yang cukup penting dalam propagasi gelombang elektromagnetik mengingat pada daerah tropis mempunyai curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang tinggi mengindikasikan bahwa titik hujan besar dan jarak antar titik hujan lebih rapat sehingga redaman yang ditimbulkan juga semakin besar.

Di dalam studi terkait redaman hujan dikenal beberapa macam penghamburan diantaranya adalah single

scattering dan multiple scattering. Pada penelitian

sebelumnya telah dirumuskan metode estimasi redaman hujan dengan mempertimbangkan efek multiple scattering [3], namun hasil yang didapat pada perhitungan tersebut kurang akurat, karena asumsi bentuk titik hujan adalah bola

spherical. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil redaman

(2)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 2

(3.4)

dengan asumsi bentuk titik hujan bukan bola yaitu prolate

spheroid.

II. TEORI PENUNJANG 2.1 Bentuk Titik Hujan

Hujan adalah kejadian biasa yang sering terjadi. Rintik hujan terjadi bila uap air dari awan membungkus dirinya sendiri menjadi partikel kecil selama proses kondensasi (proses di mana gas berubah menjadi cairan). Salah satu parameter hujan yang dapat mempengaruhi besarnya redaman hujan adalah bentuk titik hujan. Adapun macam-macam bentuk titik hujan sebagai berikut :

2.1.1 Bola

Pengukuran fotografik dari bentuk curah hujan telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Yaitu dalam bentuk simple. Pengukuran ini menunjukkan bahwa titik hujan yang memiliki diameter > 1 mm mempunyai bentuk spheroidal (seperti bola) dengan dasar yang datar. Dimana jari jari semimayor dan semiminor memiliki besar yang sama.[3]

Gambar 1. Bentuk titik hujan bola spherical [3] 2.1.2 Prolate dan Oblate Spheroid

Selanjutnya terdapat proses dimana titik hujan yang jatuh dan berada pada udara akan berbentuk oblate spheroid dan setelah jatuh diatas permukaan tanah akan berbentuk prolate

spheroid. Bentuk titik hujan prolate yaitu bentuk titik hujan

dengan jari-jari vertikal dan horizontalnya tidak sama, lebih besar jari-jari vertikal apabila asumsi sumbu-z vertikal pula. Sedangkan bentuk titik hujan oblate spheroid merupakan kebalikan dari bentuk titik hujan prolate, yaitu dengan asumsi jari-jari horisontal lebih besar dari pada vertikalnya.

Gambar 2. Bentuk Titik Hujan : (a) Prolate Spheroid.

(b)Oblate Spheroid [9]

2.1.3 Realistik (mendekati kenyataan)

Asumsi bentuk titik hujan lainnya yaitu bentuk realistik. Bentuk ini yang paling mendekati bentuk titik hujan sebenarnya. Terdapat 2 teori dari bentuk titik hujan ini. Yang

pertama Prupacher-Pitter (PP) [10] dan Modified Prupacher Pitter (MPP) [11].

Berikut adalah persamaan jari-jari relatif untuk bentuk titik hujan teori PP

Dimana nilai cn adalah koefisien deformasi. Sedangkan

persamaan jari-jari titik hujan untuk bentuk titik hujan MPP yaitu [11]:

Dimana nilai a, v1, dan v2 sebagai berikut

x x

x x

Grafik perbandingan antara teori PP dan MPP dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Perbandingan teori PP (dash) vs MPP (solid)

dalam beberapa nilai a0 mulai dari a0 = 1.1 ,2.0, 2.5, 3.0, 3.5,

4.0 (dari kiri ke kanan) dalam satuan mm.

2.2 Hamburan

Hamburan (scattering) adalah proses fisik yang umum dalam propagasi gelombang di mana pada radiasi, seperti cahaya, suara, atau partikel yang bergerak, dipaksa untuk menyimpang dari lintasannya oleh satu atau lebih partikel dalam medium yang dilewati.

(3)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 3 scattering. Single Scattering terjadi ketika radiasi suatu

gelombang hanya dihamburkan oleh satu partikel penghambur. Pada kenyataannya ketika gelombang elektromagnetik melewati sekumpulan partikel maka gelombang tersebut bisa terhambur berkali-kali, yang dikenal sebagai efek multiple scattering. Pada efek multiple scattering, interaksi hamburan secara acak terjadi dalam jumlah besar. Efek multiple scattering dapat menghasilkan hasil yang acak, terutama pada radiasi koheren. Masalah yang penting dalam penelitian terkait efek scattering adalah bagaimana memprediksi sistem yang menghamburkan radiasi, yang hampir selalu dapat dipecahkan dengan perhitungan daya pada suatu sistem [14].

Selain itu, terdapat konsep hamburan lainnya seperti

bistatic, forward, dan backscattering. Bistatic Scattering

adalah fenomena hamburan gelombang EM ke saat gelombang EM memapar suatu objek. Sedangkan Forward Scattering adalah fenomena ketika medan yang menabrak sebuah partikel diteruskan dengan sudut fase berkebalikan dengan sudut datang (sudut fase 180° dengan sudut datang). Selain bistatic scattering dan forward scattering, juga terdapat backscattering, yaitu fenomena ketika medan yang menabrak objek atau partikel kembali ke arah medan datangnya. [16].

III. METODE KOMPUTASI 3.1. Metodologi Penelitian

Tahap metodologi penelitian ini pada tahap pertama dilakukan asumsi bentuk titik hujan bola dan prolate spheroid. Berikutnya dilakukan komputasi bistatic scattering. Hasil dari komputasi akan divalidasi dengan hasil dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk bentuk bola akan divalidasi dengan Van de Hulst. Sedangkan untuk bentuk

prolate spheroid akan divalidasi dengan Shoji Asano dan Le

Wei Li.

Validasi dengan Van de Huslt

Validasi dengan Shoji Asano dan

Le Wei Li

Perbandingan hasil komputasi bentuk titik hujan spherical

dengan prolete spheroid Kesimpulan Gambar 4. Metodologi Penelitian 3.2. Analisa Medan

3.2.1 Medan Datang

Kita nyatakan medan elektromagnetik yang datang dalam sistem kordinat bola. Dari persamaan (1.2)-(1.4) kita dapatkan

(1) Untuk mendiskritisasi sistem dalam arah , kita gunakan ekspansi deret Fourier

(2) Koefisiennya dinyatakan dalam fungsi Bessel yaitu

(3) Dalam bentuk vektor, dapat dinyatakan sebagai berikut

(4) Kita anggap sumbu kedatangan dimana dan . sehingga persamaan(1.3) dan (1.4) menjadi

(4)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 4 3.2.2 Medan yang Terhambur di Luar Dielektrik

Perkiraan fungsi gelombang untuk medan yang terhambur di luar dielektrik. Medan scattering

dinyatakan

(6) (7)

Dimana vector spherical wave function

(8) dengan

(9) (10)

3.2.3 Medan yang Terserap di Dalam Dielektrik

Prakiraan fungsi gelombang untuk medan yang terhambur di dalam dielektrik Perkiraan fungsi gelombang untuk medan terhambur di dalam bentuk dielektrik

dinyatakan

(11)

(12)

dimana , . Dengan alasan yang sama, kita tuliskan koefisien dan dengan sederhana.

Substitusi persamaan (9) dan (10) dengan persamaan (12) dan (13) kita peroleh

(13)

IV. HASIL SIMULASI DAN ANALISA

Dilakukan simulasi dengan menggunakan software FORTRAN 77. Dengan berbagai macam parameter, disesuaikan dengan penelitian sebelumnya yang akan dibandingkan dengan hasil simulasi.

4.1. Validasi hasil bentuk titik hujan spherical dengan Van de Hulst

(a)

(b)

(c)

Gambar 5. Grafik perbandingan bistatic cross section

spherical hasil simulasi dengan Van de Hulst (a) k =1, (b) k =2, (c) k=5

Dari pengamatan gambar di atas untuk k=1, grafik TM memiliki pola yang sama dengan grafik TM Van de Hulst tetapi berbeda signifikan pada sudut datang 93°. Sedangkan untuk grafik TE memiliki pola yang sama dengan TE Van de Hulst relatif untuk setiap sudut datang. Untuk nilai k=2 grafik dari simulasi mempunyai pola yang sama dengan Van de Hulst baik untuk mode TE maupun TM. Begitu pula saat k=5, grafik dari simulasi mempunyai pola yang sama dengan Van de Hulst baik untuk mode TE maupun TM.

(5)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 5

(a)

(b)

(c)

Gambar 6. Grafik perbandingan bistatic cross section prolate

spheroid hasil simulasi dengan Shoji Asano dengan properties

of shape = 2 untuk (a) k =1, (b) k =2, (c) k=5

(a)

(b)

(c)

Gambar 7. Grafik perbandingan bistatic cross section hasil

simulasi dengan Shoji Asano dengan properties of shape a/b=5 (a) k=1 (b) k=2 dan (c) k=5

Dari pengamatan gambar 6, untuk k=1, baik mode TM maupun TE memiliki pola yang sama dengan mode TM Asano dan TE Asano untuk setiap sudut kedatangan, tetapi nilai dari grafik TE dan TM relatif lebih besar dari pada TE Asano dan TM Asano. Untuk nilai k=2 mode TM maupun TE mempunyai pola yang berbeda dengan TM Asano dan TE Asano. Begitu pula untuk nilai k=5, pola TM maupun TE memiliki pola yang berbeda dengan TM Asano dan TE Asano.

Serupa dengan analisa dari gambar 6, dari pengamatan gambar 7, untuk k=1, baik mode TM maupun TE memiliki pola yang sama dengan mode TM dan TE Asano untuk setiap sudut kedatangan, tetapi nilai dari grafik TE dan TM relatif lebih besar dari pada TE dan TM Asano.

(6)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 6

Untuk nilai k=2 mode TM maupun TE mempunyai pola yang tidak sama atau berbeda dengan TM dan TE Asano. Begitu pula untuk nilai k=5, pola TM maupun TE memiliki pola yang berbeda dengan TM dan TE Asano.

Berdasarkan analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa simulasi ini belum valid untuk asumsi titik hujan berbentuk prolate spheroid dengan nilai properties of shape a/b = 2, maupun a/b =5.

(a)

(b)

Gambar 8. Grafik perbandingan bistatic scattering hasil

simulasi dengan Le Wei Li dengan nilai k=1 dan properties of

shape (a) a/b=2 , (b) a/b=10

Dari pengamatan gambar 8, dapat dilihat bahwa untuk nilai a/b = 2. Grafik TE memiliki pola yang sama dengan grafik TE Le Wei Li, tetapi grafik TE memiliki nilai yang lebih besar. Sedangkan grafik TM memiliki pola yang berbeda dengan grafik TE Le Wei Li. Untuk nilai a/b=10 grafik TE maupun TM berbeda dengan TE Le Wei Li dan TM Le Wei Li.

Dari analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa simulasi ini belum valid untuk asumsi titik hujan berbentuk prolate

spheroid dengan nilai properties of shape a/b =2 dan 10 untuk

nilai k=1.

4.3. Hasil Komputasi Extinction Cross Section dengan Permitivitas Kompleks

Berikutnya dilakukan simulasi dengan nilai permitivitas air kompleks untuk asumsi bentuk titik hujan

prolate spheroid dan properties of shape a/b =2. Frekuensi

yang digunakan antara lain 3, 30 dan 300 GHz. Simulasi ini dilakukan untuk mendapatkan nilai Extinction Cross Section untuk setiap frekuensi.

Langkah awal kita tentukan dulu nilai permitivitas kompleks untuk masing-masing frekuensi. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan program simulasi. Dimana asumsi suhu =25°C.

Kemudian simulasi dilakukan dengan menginputkan nilai permitivitas yang didapat dari simulasi program permitivitas [19]. Berikut adalah grafik perbandingan

extinction cross section terhadap parameter ukuran titik

hujan.

Gambar 9. Grafik perbandingan extinction cross section

terhadap parameter ukuran titik hujan prolate spheroid Dari pengamatan gambar 9, grafik menunjukkan bahwa tidak ada pola yang signifikan, hanya saja semakin besar frekuensi yang digunakan, maka nilai extinction cross

section relatif lebih kecil. Dan semakin besar parameter

ukuran titik hujan k semakin besar pula nilai extinction cross

section yang diperoleh.

V. KESIMPULAN

Setelah melakukan analisis terhadap hasil simulasi, kesimpulan yang dapat diambil antara lain:

1. Untuk frekuensi yang sama dengan nilai permitivitas air absolut 1,33 ,didapat bahwa semakin besar ukuran partikel titik hujan, semakin besar pula bistatic

scatteringnya.

2. Untuk ukuran partikel titik hujan yang sama dengan nilai permitivitas air absolut 1,33, didapat bahwa semakin besar frekuensi yang digunakan, semakin besar pula

bistatic scatteringnya.

3. Untuk nilai permitivitas kompleks, tidak ada pola yang signifikan, tetapi untuk ukuran partikel > 3, pada frekuensi yang sama, semakin besar ukuran partikel semakin besar pula nilai extinction cross sectionnya. 4. Program simulasi dari penelitian ini valid untuk bentuk

titik hujan spherical.

5. Untuk simulasi bentuk titik hujan prolate spheroid program ini belum valid, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Markis, Lince, “Karakteristik Distribusi Ukuran Titik Hujan dan Penggunaannya dalam Prediksi Redaman Hujan pada Sistem Komunikasi Gelombang Milimeter.” Tesis Jurusan Teknik Elektro ITS, 2007.

[2] Kanellopoulos J.D, Koukolas S.G., “Outage Performance Analysis of Route Diversity Systems of

(7)

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 7

Trans. Antennas Propagat., Vol. 43, No. 8, 811-822, 1995.

[6] Ishimaru, A., “Multiple Scattering Calculations of Rain Effects,” Radio Science, Vol. 17, No. 6, 1425-1433, 1982.

[7] Knott, Eugene, 1993, “Radar Cross Section 2nd ”, London: Artech House

[8] Setijadi, Eko, “Scattering of electromagnetic plane wave by a dielectric body of revolution,”Nov 2008.

[9] H. C., Van de Hulst, 1957, Light Scattering by Small

Particles, New York : Wiley

[10] Asano, S. and G. Yamamoto, “Light Scatering properties by spheroidal particles," Applied Optics., Vol. 18, No. 5, 712-723, 1979

[11] Liebe, H. J., G. A. Hufford, and T. Manabe, “A Model for The Complex Permittivity of Water at Frequencies Below 1THz," Int. J. Infrared Millimeter Waves, Vol. 12, No. 7, 659-675, 1991.

BIODATA PENULIS

Alladina Hapsery dilahirkan di

Pamekasan, 24 Oktober 1990. Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Barurambat Kota II Pamekasan dan lulus pada tahun 2002 kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Pamekasan. Dan melanjutkan jenjang pendidikan ke SMAN 1 Pamekasan pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008.

Setelah menamatkan SMA, penulis melanjutkan studinya ke Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya melalui jalur SNMPTN pada tahun 2008. Pada bulan Juni 2011 penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir di Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS Surabaya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Elektro.

Gambar

Gambar 1. Bentuk titik hujan bola spherical [3]
Gambar 5. Grafik perbandingan bistatic cross section  spherical hasil simulasi dengan Van de Hulst (a) k =1, (b) k
Gambar 6.   Grafik perbandingan bistatic cross section prolate  spheroid  hasil simulasi dengan Shoji Asano dengan properties  of shape = 2 untuk  (a) k =1, (b) k =2, (c) k=5
Gambar  8. Grafik perbandingan bistatic scattering hasil  (b)  simulasi dengan Le Wei Li dengan nilai k=1 dan properties of  shape (a) a/b=2 , (b) a/b=10

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil evaluasi yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa metode Tarjamah Harfiyyah dalam pembelajaran kitab kuning berjalan lancar, serta diperlukan kesadaran yang lebih

Pembimbing penulisan skripsi dari saudara Mustaen, NIM 06210023, Mahasiswa Jurusan al-Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Hasil kajian diharap dapat membantu bakal guru untuk lebih bersedia menerima penempatan di kawasan pedalaman dengan pendedahan yang telah diterima mereka.. (ii) Institusi

Diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan ilmu tentang kependudukan serta memperluas wawasan yang berkaitan dengan hubungan kepemilikan Kartu Tanda

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka implikasi dari penelitian tersebut adalah subjek penelitian yang dalam hal ini adalah kreativitas guru

Besarnya korelasi dari hasil belajar PAI peserta didik secara kumulatif adalah cukup kuat hal ini dipertegas oleh R Square yang didapatkan sebesar 0.863 artinya

Ezt követ ő en a vizsgált friss húsok felületén és a húskészítményekben el ő - forduló élelmiszer-eredet ű megbetegedést okozó baktériumok ( Salmonella sp. ,

Saran untuk memperbaiki faktor penghambat kinerja yaitu terkait motivasi pegawai dengan diberikannya imbalan berupa bonus atas prestasi pegawai dari Badan