• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN REMUNERASI DENGAN KEPUASAN KERJA TERHADAP ETOS KERJA DI SUBDEN I DETASEMEN C PELOPOR BRIMOB SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN REMUNERASI DENGAN KEPUASAN KERJA TERHADAP ETOS KERJA DI SUBDEN I DETASEMEN C PELOPOR BRIMOB SURAKARTA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN REMUNERASI DENGAN KEPUASAN KERJA TERHADAP ETOS KERJA DI SUBDEN I DETASEMEN C PELOPOR BRIMOB

SURAKARTA Dedi Hermawan Saputro

Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sahid Surakarta

Jl. Adi Sucipto 154 Surakarta Email: Werkudoro_44@yahoo.com

Abstract

Bureaucratic reform within the police has been implemented since 2002. Namely by imposing and implementing several changes and reforms in the field of Instrumental, fields of structural and cultural fields. Past policies before the reform may be in the eyes of members, the leadership knows only demanding change and performance improvement without any compensation. But this time it was clear they would be rewarded with either an increase in welfare benefits or salary increases and performance. The purpose of this study was to determine the relationship between remuneration and job satisfaction with the work ethic and the members of staff employees in the first sub-detachment Detachment C Pioneers Brimob Surakarta.

Subjects in this study were members and staff employees in the first sub-detachment Detachment C Brimob Surakarta Pioneers 40 people. Sampling studies using random sampling. Using questionnaire data collection tool (questionnaire). Methods of data analysis using product moment correlation technique. Based on the calculation of the product moment analysis technique remuneration relationship with work ethic correlation coefficient ( rxy ) at = 0.656 , p = 0.000 (p < 0.01 ) and the relationship of job satisfaction with work ethic values obtained correlation coefficient ( rxy ) of = 0.692, p = 0.000 ( p < 0.01 ). These results indicate there is a significant positive correlation between the remuneration of the work ethic and satisfaction with work ethic , therefore it can be interpreted that both job satisfaction and remuneration variable can be used as predictors (independent variables) to predict or measure the work ethic that has members and Detachment C sub-detachment staff Pioneers Brimob Surakarta.

(2)

ABSTRAK

Reformasi birokrasi dilingkungan Polri sudah dilaksanakan sejak tahun 2002 yang lalu. Yaitu dengan mencanangkan dan melaksanakan beberapa perubahan dan pembaharuan dibidang Instrumental, bidang struktural dan bidang kultural. Kebijakan masa lalu sebelum reformasi mungkin saja dimata anggota, pimpinan tahunya hanya menuntut perobahan dan peningkatan kinerja tanpa ada imbalan apapun. Tapi kali ini mereka sudah jelas akan diberi imbalan dengan peningkatan kesejahteraan baik berupa tunjangan kinerja dan atau kenaikan gaji.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara remunerasi dan kepuasan kerja dengan etos kerja anggota dan staff pegawai di Subden I Detasemen C Pelopor Brimob Surakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota dan staff pegawai di Subden I Detasemen C Pelopor Brimob Surakarta sebanyak 40 orang. Pengambilan sampel penelitian menggunakan random sampling. Alat pengumpulan data menggunakan angket (kuisioner). Metode analisis data menggunakan teknik korelasi product moment.

Berdasarkan hasil perhitungan teknik analisis product moment dari hubungan remunerasi dengan etos kerja diperoleh nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar = 0,656, p = 0,000 (p < 0,01) dan hubungan kepuasan kerja dengan etos kerja diperoleh nilai koefisiensi korelasi (rxy) sebesar = 0,692, p = 0,000 (p<0,01). Hasil ini menunjukkan ada korelasi positif yang sangat signifikan antara remunerasi dengan etos kerja dan kepuasan dengan etos kerja, oleh karena itu dapat diinterpretasi bahwa baik variabel kepuasan kerja maupun remunerasi dapat dijadikan sebagai prediktor (variabel bebas) untuk memprediksikan atau mengukur etos kerja yang memiliki anggota dan staff Subden 1 Detasemen C Pelopor Brimob Surakarta.

(3)

PENDAHULUAN

Sumber daya manusia tidak dapat dipungkiri lagi merupakan faktor penentu yang strategis untuk tercapainya keberhasilan suatu usaha. Kebutuhan akan pegawai yang mampu berprestasi, bersemangat kerja tinggi, setia dan mau bekerja sebaik mungkin demi kepentingan dalam kelembagaannya dimana dia bekerja, merupakan suatu hal yang tak dapat dihindarkan lagi. Agar mendapatkan pegawai dengan aspek-aspek demikian bukanlah yang mudah namun diperlukan suatu upaya tertentu untuk mengembang-kan kualitasnya.

Pegawai yang mempunyai etos kerja yang tinggi pastilah akan membantu kemajuan lembaganya, sebaliknya pegawai yang mempunyai etos kerja yang rendah akan merugikan atasannya atau dinasnya.

Banyak sekali dijumpai suatu usaha gulung tikar akibat pegawai yang tidak mempunyai etos kerja yang tinggi. Begitu juga seperti pada dinas kepolisian sebagai bagian dari aparatur negara, dan lembaga penegak hukum. Jika tidak memiliki etos kerja yang baik akan mengakibatkan gulung tikar dan penegakkan hukum.

Motif adalah dorongan atau kekuatan dari dalam diri seseorang yang mendorong orang untuk bertingkah laku atau berbuat sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Motif dapat berupa kebutuhan dan cita-cita, motif ini merupakan tahap awal dari proses motivasi, sehingga motif baru merupakan suatu kondisi intern atau disposisi (kesiap-siagaan) saja. Karena motif tidak selamanya aktif. Motif aktif pada saattertentu saja, yaitu apabila kebutuhan untuk

(4)

mencapai tujuan sangat mendesak (Saleh, 2004). Maka, apabila suatu kebutuhan dirasakan mendesak untuk dipenuhi maka motif atau daya penggerak menjadi aktif. Motif atau daya penggerak yang telah menjadi aktif inilah yang disebut motivasi.

Motivasi dalam bekerja atau etos kerja berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: Pertama, kebutuhan akan prestasi (need for achievement),merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat belajar seseorang. Kebutuhan akan prestasi akan mendorong siswa untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi belajar yang maksimal. Siswa akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberi

kesempatan. Siswa menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi belajar yang baik akan dapat memperoleh hasil yang baik pula. Kedua, kebutuhan akan afiliasi (need for Affiliation) menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat belajar seseorang. Kebutuhan akan afiliasi ini merangsang gairah belajar siswa karena setiap orang menginginkan seperti: kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dilingkungan ia tinggal dan bekerja (sense of belonging), kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance), kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement), dan kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation). Seseorang karena kebutuhan akan afiliasi akan

(5)

memotivasi dan mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Ketiga,kebutuhan akan kekuasaan (need for power). Menurut McClelland (1985), ada tiga tipe dasar kebutuhan motivasi yaitu kebutuhan untuk prestasi (need for achievement), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation), dan kebutuhan akan kekuasaan (need for power).

Siswanto (Halim dan Tjahjono, 2000) menyatakan kompensasi adalah imbalan jasa yang diberikan perusahaankepada tenaga kerja karena memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan sert kontinuitas perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sistem rewarddan pengakuan atas kinerja

pegawai merupakan sarana. Disini kompensasi dalam bentuk tunjangan kinerja (remunerasi) adalah salah satu bentuk pemberian penghargaan (reward) atas prestasi yang telah dicapai oleh kinerja pegawai.

Menurut teori manajemen tersebut dapat dimengerti bahwa remunerasi atau tunjangan kinerja merupakan satu bentuk kompensasi yang menarik perhatian pegawai dan memberi informasi atau mengingatkan akan pentingnya sesuatu yang diberi rewardberupa finansial dibandingkan dengan yang lain, remunerasi juga meningkatkan motivasi pegawai terhadap ukuran kinerja, sehingga membantu karyawan mengalokasikan waktu dan usaha karyawan.

Remunerasi berbasis kinerja mendorong pegawai dapat mengubah kecenderungan semangat untuk

(6)

memenuhi kepentingan diri sendiri ke semangat untuk memenuhi tujuan organisasi (Mulyadi dan Johny,

1999).Reformasi birokrasi dilingkung-an Polri sudah

dilaksanakan sejak tahun 2002 yang lalu, yaitu dengan mencanangkan dan melaksanakan beberapa perubahan dan pembaharu-an dibidang Instrumental, bidang struktural dan bidang kultural. Pertengahan tahun 2008 (pasca pergantian Pimpinan Polri) upaya untuk mewujudkan out come daripada reformasi Polri tersebut, lebih dipacu lagi dengan dikeluarkan dan diimplementasikannya kebijakan Akselerasi transformasi Polri yang sasarannya meliputi 27 program. Menurut teori manajemen tersebut dapat dimengerti bahwa remunerasi atau tunjangan kinerja merupakan satu bentuk kompensasi yang

menarik perhatian pegawai dan memberi informasi atau mengingatkan akan pentingnya sesuatu yang diberi reward berupa finansial dibandingkan dengan yang lain, remunerasi juga meningkatkan motivasi pegawai terhadap ukuran kinerja, sehingga membantu karyawan mengalokasikan waktu dan usaha karyawan.

Remunerasi berbasis kinerja mendorong pegawai dapat mengubah kecenderungan semangat untuk memenuhi kepentingan diri sendiri ke semangat untuk memenuhi tujuan organisasi (Mulyadi dan Johny, 1999). Oleh sebab itu, momentum remunerasi harus dijadikan sebagai media atau momentum dengan sebaik-baiknya oleh para Kapolda dalam memotivasi anggotanya merobah kultur dan peningkatan profesionalismenya. Kebijakan masa

(7)

lalu sebelum reformasi mungkin saja dimata anggota, pimpinan tahunya hanya menuntut perubahan dan peningkatan kinerja tanpa ada imbalan apapun.

Namun kali ini mereka sudah jelas akan diberi imbalan dengan peningkatan kesejahteraan baik berupa tunjangan kinerja dan atau kenaikan gaji. Perubahan dan peningkatan kinerja Polri dalam melaksanakan tugas Penegakkan hukum, Pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakatnya, harus diawali dengan

perubahan kultur anggotanya. Hal ini diawali dengan pemberian keteladanan, dorongan serta kontrol oleh para Perwiranya.

Berdasarkan uraian diatas, maka munculah rumusan masalah “Apakah terdapat hubungan antara remunerasi dengan kepuasan kerja anggota dan

staff pegawai di Subden I Detasemen C Pelopor Brimob Surakarta?” Remunerasi

Surya (2004) mengemukakan remunerasi merupakan sebuah istilah yang sering dikaitkan dengan dunia ketenagakerjaan, terutama dalam konteks sistem pengupahan atau penggajian. Perkembangan sekarang istilah ini juga kerap kali digunakan secara kontekstual, sehingga memiliki keragaman arti. Konteks birokrasi pemerintah, remunerasi dikaitkan dengan penataan kembali sistim penggajian pegawai yang didasarkan pada penilaian kinerja, dengan tujuan terciptanya sistim tata kelola pemerintah yang baik dan bersih.

Sementara dalam konteks perusahaan, remunerasi diartikan sebagai sebuah bentuk tindakan balas jasa atau imbalan yang diterima

(8)

pekerja atas prestasi kinerjanya menurut Robbins (2009). Pora (2011) memaparkan berbagai tujuan diadakannya remunerasi disuatu perusahaan, antara lain:

a. Mendorong sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas

b. Memelihara SDM yang produktif sehingga tidak pindah ke sektor swasta dan membentuk perilaku yang berorientasi pada pelayanan serta mengurangi tindak Korupsi Kolusi dan Nepostime (KKN). c. Sistem remunerasi dapat

menciptakan persaingan yang positif antarkaryawan. Akan terlihat sekali, mana karyawan yang rajin, dan mana yang pemalas, mana karyawan yang mau belajar, mana juga yang tidak. Dengan begitu, pegawai akan terpacu untuk mengembangkan dirinya.

d. Memaksimumkan keuntungan atau memperoleh laba sebesar-besarnya bagi perusahaan dengan memanfaatkan biaya seefisien mungkin.

e. Menciptakan tata kelola perusahaan yang baik dan bersih. f. Meningkatkan kesejahteraan

karyawan dan hal ini akan secara langsung berdampak pada peningkatan produktivitas.

Unsur Remunerasi

a. Gaji tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan (terlepas dari lamanya jam kerja) yang diberikan secara tetap baik secara jumlah dan waktu pemberiannya secara konsisten.

b. Insentif perorangan sesuai dengan komponen penilaian kinerja tiap pekerja. Insentif didapatkan dari potongan pendapatan organisasi-nya.

(9)

c. Benefit (bonus) Tambahan upah yang diterima karena hasil kerja melebihi standar yang ditentukan, dimana karyawan juga mendapatkan upah pokok. Pora (2011).

Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seorang, selisih antara banyaknya ganjaran diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Keyakinan bahwa pegawai yang terpuaskan lebih produktif dari pada pegawai yang tak terpuaskan merupakan suatu ajaran dasar di antara para pimpinan. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap kerja itu. Seorang yang tak puas dengan pekerjaannya

menunjukkan sikap yang negatif terhadap kerja itu (Robbins, 1996).

Menurut Handoko (Martje Pais, 2004), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenagkan dengan mana para pegawai mamandang pekerjaan mereka. Ini tampak dalam sikap positif pegawai terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Siagian (Martje Pais, 2004), bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum seseorang yang positif terhadap kehidupan organisasional-nya.

Menurut As’ad (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja diantaranya adalah sebagai berikut :

(10)

Faktor psikologis merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai yang meliputi minat ketentraman dalam kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan.

2. Faktor sosial

Faktor sosial merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama pegawai dengan atasannya maupun dengan pegawai yang berbeda jenis pekerjaannya.

3. Faktor Fisik

Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik pegawai meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara,

kondisi kesehatan pegawai, umur dan sebagainya.

4. Faktor Finansial

Faktor finansial merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan pegawai yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, berbagai macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya.

Etos Kerja

Berdasarkan kamus Webster (2007), “etos” didefinisikan sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok, atau institusi. Jadi, etos kerja dapat diartikan sebagai doktrin tentang kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang mewujud nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka (Sinamo, 2002).

(11)

Banyak tokoh lain yang menyatakan defenisi dari etos kerja. Salah satunya ialah Harsono dan Santoso (2006) yang menyatakan etos kerja sebagai semangat kerja yang didasari oleh nilai-nilai atau norma-norma tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukriyanto (2000) yang menyatakan bahwa etos kerja adalah suatu semangat kerja yang dimiliki oleh masyarakat untuk mampu bekerja lebih baik guna memperoleh nilai hidup mereka. Etos kerja menentukan penilaian manusia yang diwujudkan dalam suatu pekerjaan.

Selanjutnya, Hill (1999) menyatakanetos kerja adalah suatu norma budaya yang mendukung seseorang untuk melakukan dan bertanggung jawab terhadap pekerjaannya berdasarkan keyakinan bahwa pekerjaan tersebut memiliki

nilai instrinsik. Berdasarkan pendapat tokoh diatas, dapat dilihat bahwa etos kerja erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dihayati secara intrinsik oleh seseorang. Hal ini diperkuat oleh Hitt (Boatwright &Slate, 2000) yang menyamakan etoskerja sebagai suatu nilai dan menyatakan bahwa gambaran etos kerja seseorang merupakan gambaran dari nilai-nilai yang dimilikinya yang berfungsi sebagai panduan dalam tingkah lakunya. Cherrington (Boatwright & Slate, 2000) menyimpulkan etos kerjadengan lebih sederhana yaitu etos kerja mengarah kepada sikap positif terhadap pekerjaan. Ini berarti bahwa seseorang yang menikmati pekerjaannya memilikietos kerja yang lebih besar dari pada seseorang yang tidak menikmati pekerjaannya. Pandangan yang sama juga

(12)

dikemukakan oleh Anoraga (2001) yang menyatakan etos kerja adalah suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atausuatu umat terhadap kerja. Jika pandangan dan sikap itu melihat kerja sebagai suatu hal yang luhur untuk eksistensi manusia, maka etos kerja akan tinggi. Sebaliknya, jika melihat kerja sebagai suatu hal yang tidak berarti untuk kehidupan manusia, apalagi kalau sama sekali tidak ada pandangan dan sikap terhadap kerja, maka etos kerja itu dengan sendirinya akan rendah. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari etos kerja adalah suatu sikap jiwa seseorang untuk melaksanakan suatu pek erjaandengan perhatian yang penuh. Maka pekerjaaan itu akan terlaksana dengan sempurna walaupun banyakkendala yang harus diatasi,

baik karena motivasi kebutuhan atau karena tanggungjawab yang tinggi.

Menurut Petty (1993), etos kerja memiliki tiga aspek atau karakteristik, yaitu keahlian interpersonal, inisiatif, dan dapat diandalkan.

1. Keahlian interpersonal

Keahlian interpersonal adalah aspek yang berkaitan dengan hubungan kerja dengan orang lain atau bagaimana pekerja berhubungan dengan pekerja lain di lingkungan kerjanya. Keahlian interpersonal meliputi kebiasaan, sikap, cara, penampilan dan perilaku yang digunakan individu pada saat berada di sekitar orang lain serta mempengaruhi bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain.

Indikator yang digunakan untuk mengetahui keahlian interpersonal seorang pekerja adalahmeliputi

(13)

karakteristik pribadi yang dapat

memfasilitasi terbentuknya hubungan interpersonal yang baik

dan dapat memberikan kontribusi dalam performansi kerja seseorang, dimana kerjasama merupakan suatu hal yang sangat penting.

Terdapat 17 sifat yang dapat

menggambarkan keahlian interpersonal seorang pekerja (Petty,

1993), yaitu: sopan, bersahabat, gembira, perhatian, menyenangkan, kerjasama, menolong, disenangi, tekun, loyal, rapi, sabar, apresiatif, kerja keras, rendah hati, emosi yang stabil, dan keras kemauan.

2. Inisiatif

Inisiatif merupakan karakteristik yang dapat memfasilitasi seseorang agar terdorong untuk lebih meningkatkan kinerjanya dan tidak langsung merasa puas dengan kinerja yang biasa. Aspek ini sering

dihubungkan dengan situasi di tempat kerja yang tidak lancar. Hal-hal seperti penundaan pekerjaan, hasil kerja yang buruk, kehilangan kesempatan karena tidak dimanfaatkan dengan baik dan kehilangan pekerjaan, dapat muncul jika individu tidak memiliki inisiatif dalam bekerja (Petty, 1993).

3. Dapat diandalkan

Dapat diandalkan adalah aspek yang berhubungan dengan adanya harapan terhadap hasil kerja seorang pekerja dan merupakan suatu perjanjian implisit pekerja untuk melakukan beberapa fungsi dalam kerja. Seorang pekerja diharapkan dapat memuaskan harapan minimum perusahaan, tanpa perlu terlalu berlebihan sehingga melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya. Aspek ini merupakan salah satu hal

(14)

yang sangat diinginkan oleh pihak perusahaan terhadap pekerjanya.

Menurut hasil penelitian Buchholz’s dan Gooding’s (dalam Boatwright & Slate, 2000). Terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi etos kerja, yaitu: 1. Usia

Pekerja yang berusia di bawah 30 tahun memiliki etos kerja lebih tinggi daripada pekerja yang berusia diatas 30 tahun

2. Jenis kelamin

Wanita memiliki etos kerja yang lebih tinggi dari pada pria.

3. Latar belakang pendidikan

Etos kerja tertinggi dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan S1 dan terendah dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan SMU.

4. Lama bekerja

Pekerja yang sudah bekerja selama 1-2 tahun memiliki etos kerja yang lebih tinggi aripada yang bekerja dibawah 1 tahun. Semakin lama individu bekerja, semakin tinggilah kemungkinan individu untuk memperoleh

kesempatan untuk mengembang-kan dan menggunamengembang-kan kapasitas-nya dan memperoleh peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan. Kedua hal diatas akan membentuk persepsi seseorang terhadap kualitas kehidupan bekerjanya.

METODE

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah etos kerja yaitu suatu sikap jiwa seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan perhatian yang penuh. Maka pekerjaaan itu akan terlaksana dengan sempurna walaupun banyak kendala yang harus diatasi, baik karena motivasi kebutuhan atau karena tanggungjawab yang tinggi.

Populasi dalam penelitian ini asalah Populasi penelitian ini adalah kumpulan dari seluruh elemen yang menjadi subjek penelitian. Dalam Penelitian ini, yang menjadi populasi adalah seluruh anggota dan pegawai tanpa membedakan pangkat atau golongan, usia, lama bekerja dan pendidikan dengan jumlah personil atau anggota 129 orang di lingkungan kerja Subden 1

(15)

Detasemen C Pelopor Brimob Surakarta.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket (Quesioner) sebagai alat pengumpul data. Adapun maksud dari angket adalah suatu usaha untuk mengumpulkan informasi berkaitan dengan data primer melalui penyampaian sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden.

Untuk membuktikan hubungan remunerasi dengan kepuasan kerja terhadap etos kerja metode analisa yang digunakan adalah dengan korelasi produk momen Pearson (Pearson Product Moment) dengan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2002).

Kriteria pengujian, apabila nilai rxy pada = 0,05 memiliki nilai signifikan (p) lebih kecil dari p < 0,05), maka hipotesis nol ditolak, dengan demikian ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat secara signifikan. Teknik analisis digunakan dengan bantuan program komputer statistik SPSS Windows versi 15.

HASIL

1. Hubungan Remunerasi dengan Etos Kerja

Hasil pengujian korelasi product moment pearson menunjukkan bahwa r = 0,656 signifikan p < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remunerasi memiliki hubungan dengan etos kerja

sebesar 0,656.

2. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Etos Kerja

Hasil pengujian korelasi product moment pearson menunjukkan bahwa r = 0,692 signifikan p < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan dengan etos kerja sebesar 0,692.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perhitungan teknik analisis product moment dari hubungan remunerasi dengan etos kerja diperoleh nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar = 0,656, p = 0,000 (p < 0,01) dan hubungan kepuasan kerja dengan etos kerja diperoleh nilai koefisiensi korelasi (rxy) sebesar = 0,692, p = 0,000 (p <

(16)

0,01). Hasil ini menunjukkan ada korelasi positif yang sangat signifikan antara remunerasi dengan etos kerja dan kepuasan dengan etos kerja, oleh karena itu dapat diinterpretasi bahwa baik variabel kepuasan kerja maupun remunerasi dapat dijadikan sebagai prediktor (variabel bebas) untuk memprediksikan atau mengukur etos

kerja yang memiliki anggota dan staff Subden 1 Detasemen C Pelopor Brimob Surakarta.

Dimana semakin tinggi kepuasan kerja maupun remunerasi yang diterima maka semakin tinggi pula etos kerjanya. Nilai koefisien determinan (R2) sebesar 0,550, menunjukkan bahwa remunerasi dan kepuasan kerja memberikan sumbangan terhadap etos kerja pada anggota dan staff Subden 1 Detasemen C Pelopor Brimob Surakarta sebesar 55%, sedangkan sisanya 45% disumbangkan oleh faktor lain misalnya, loyalitas, keadaan fisik, jenis kelamin dan tingkat pendidikan (Schneiders, 2008).

Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian oleh

Bambang Sancoko (2010) dengan

judulpenelitian “Pengaruh Remunerasi terhadap Kualitas

Pelayanan Publik”. Dari penelitian ini terdapat kesamaan yaitu pada variable remunerasi pemberlakuan remunerasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan pegawai KPPN Jakarta I yang dirasakan pelanggan. Sedangkan penelitian Rina Purwani (2009) dengan judul “Hubungan Sistem Remunerasi Baru dengan Motivasi dan Kinerja Pegawai PT. Pertamina Geotermal EnergyKantor Pusat Jakarta”.

Menunjukkan hasil penelitian bahwa ada pengaruh pemberian sistem remunerasi dengan aspek finansial terhadap motivasi kerja dan kinerja pegawai, pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan identifikasi aspek non finansial serta faktor-faktor lain selain remunerasi yang menyangkut motivasi dan kinerja, sehingga dapat lebih menjelaskan pembentukan motivasi dan kinerja secara lebih baik.

(17)

SIMPULAN

1. Ada hubungan yang positif dan signifikan pada pemberian remunerasi (tunjangan kerja) terhadap peningkatan etos kerja pegawai pada Subden I Detasemen C Pelopor Brimob Surakarta.

2. Ada hubungan yang positif dan signifikan pada peningkatan kepuasan kerja terhadap etos kerja pegawai pada dinas Subden I Detasemen C Pelopor Brimob Surakarta.

DAFTAR RUJUKAN

Abdul Halim, Achmad Tjahjono, dan Muh. Fakhri Husein. 2000.

Sistem Pengendalian

Manajemen. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Pora, De Antonio. 2011. Remunerasi, Kompensasi dan Benefit. Jakarta: Rana Pustaka

Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multiva riate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Harsono, J dan Santoso, S. 2006.

Etos Kerja Pengusaha Muslim Perkotaan di Kota Ponorogo. Jurnal Penelitian Humaniora, Edisi Khusus, Juni 2006: 115-125. Ponorogo: Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Steers, R.M and Porter, R. W. 1983. Motivation and Work Behavior. New York: Mc Graw Hill.

Robbins. 2009. dalam Priyadi. Pengaruh Umur, Masa Kerja dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan PT. Mondrian Klaten. Skripsi Universitas Muhammadiah Surakarta.

http://etd.eprints.ums.ac.id/2 993/1/B100050043.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji simulasi pada pencarian solusi pada puzzle 8, memberikan beberapa kesimpulan menarik yang diantaranya adalah, performa algoritma yang tidak memberikan solusi

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus II dengan menerapkan model joy full learning pada mata pelajaran nirmana materi menggambar dengan teknik gradasi

Pengaruh kredit bermasalah Bank Tabungan Negara perlu ditinjau dalam jangka pendek dan jangka panjang karena pengaruh variabel independen yaitu inflasi, tingkat suku

Seni bina masjid di Malaysia mempunyai dua bentuk yang berlainan, iaitu bentuk dari pengaruh tradisi serantau yang dikenal juga dengan masjid tradisional6. la dibina

Jika al-fiqh al-infira&gt;di lebih menekankan pada aspek ajaran tentang hubungan individu dengan Tuhan (ibadah mahd}ah) dan hubungan manusia dengan manusia dalam bentuk personal

Sementara sisanya sebanyak 21 orang (70%) belum memenuhi KKM. Hasil observasi data awal yang diperoleh kemudian dianalisis dan dilakukan refleksi serta dikonfirmasikan

Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan strategi yang digunakan oleh guru dalam menanamkan nilai-nilai akhlak berwawasan multikultural di SMK Sepuluh Nopember Sidoarjo

Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan