• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. ungkapannya (Sudjiman, 1990:71). Sastra juga dapat digunakan oleh semua yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. ungkapannya (Sudjiman, 1990:71). Sastra juga dapat digunakan oleh semua yang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan karya lisan atau berupa tulisan yang memiliki berbagai ciri, keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan dan keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman, 1990:71). Sastra juga dapat digunakan oleh semua yang ingin mengetahui nilai-nilai apa yang hidup di tengah suatu lingkungan kebudayaan (Luxemburg, 1989:12).

Salah satu bentuk hasil budaya daerah adalah sastra lisan. sastra lisan adalah sastra yang berkembang dan diwariskan secara turun-temurun secara lisan, yaitu penyebarannya tidak tertulis yang disampaikan dari mulut ke telinga. Sastra lisan merupakan khazanah budaya masa lampau yang masih diperoleh oleh masyarakat penciptanya meskipun dengan tingkat kepedulian yang sudah jauh menurun. Salah satu penelitian yang menarik untuk dilakukan adalah tentang folklor kedaerahan sebagai wujud nyata pelestarian warisan budaya. Sebagai warisan yang bersifat tradisional, folklor diwariskan antar generasi dengan budaya lisan. Hal ini senada dengan pernyataan Danandjaja (1984:2), bahwa folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).

(2)

Foklor mengandung banyak nilai-nilai dan hal-hal menarik yang tersirat di dalamnya. Sebab utamanya adalah bahwa folklor mengungkapkan secara sadar atau tidak sadar, bagaimana folknya berpikir. Selain itu folklor juga mengabdikan apa-apanya yang dirasakan penting (dalam suatu masa) oleh folk pendukungnya (Danandjaja, 1984:17). Pengertian folk dalam penelitian ini adalah kolektif kelompok atau masyarakat penutur.

Salah satu warisan berharga yang dikatakan sebagai folklor adalah cerita rakyat. Cerita rakyat berkaitan langsung dengan rakyat. Masyarakat atau rakyat adalah penutur sekaligus pelaku dengan konteks waktu sebagai pembeda. Suatu masyarakat menceritakan tentang kejadian masyarakatnya terdahulu. Kejadian-kejadian yang menarik dan mengandung nilai keteladanan akan diceritakan kembali dikalangan masyarakat atau rakyat dalam arti luas. Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk folklor yang berkembang dalam suatu kelompok masyarakat dan merupakan milik masyarakat yang bersangkutan.

Setiap daerah atau suatu kelompok masyarakat tentu memiliki cerita rakyat sebagai kekayaan dan warisan turun-temurun. Di Banjarmasin dapat ditemui banyak cerita rakyat Banjar yang populer di dalam masyarakatnya. Salah satu cerita rakyat populer adalah Putri Junjung Buih. Cerita rakyat Putri Junjung Buih tentu akan memiliki bentuk lisan dan tulis, dan memiliki beberapa versi.

Penelitian ini tentang cerita rakyat yang berjudul Putri Junjung Buih. Cerita Putri Junjung Buih adalah salah satu cerita rakyat Banjar, Kalimantan Selatan. Bermula dari Nagara Dipa sebuah negeri yang didirikan oleh Mpu

(3)

Jatmika, anak saudagar kaya yang berasal dari negeri Keling yang berada di Barat Daya Kediri. Nagara Dipa didirikan pada abad ke 13M di persimpangan tiga aliran sungai, yaitu sungai Tabalong, sungai Balangan, dan sungai Negara. Nagara Dipa sekarang menjadi kota Amuntai. Di Amuntai terdapat Candi Agung yang diperkirakan peninggalan Nagara Dipa. Candi Agung berada di kawasan Sungai Malang, kecamatan Amuntai Tengah, kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Putri Junjung Buih adalah perempuan yang muncul dari dalam buih besar di sungai Amandit saat Lambung Mangkurat sedang bertapa. Sungai Amandit bermuara ke sungai Negara (anak sungai Barito). Lambung Mangkurat adalah anak dari Mpu Jatmika dan saudara dari Mpu Mandastana. Mpu Jatmika adalah pendiri dan seorang raja di Nagara Dipa, Mpu Jatmika menyuruh Mpu Mandastana dan Lambung Mangkurat pergi bertapa apabila dia meninggal untuk mencari penggantinya sebagai raja karena Mpu Mandastana dan Lambung Mangkurat keturunan pedagang dan selain keturunan bangsawan tidak diperbolehkan menjadi raja. Saat bertapa Lambung Mangkurat menemukan Putri Junjung Buih dan dijadikannya Putri Junjung Buih sebagai raja putri di Nagara Dipa.

Cerita rakyat Putri Junjung Buih dipilih karena cerita tersebut memiliki banyak versi lisan dan tulis untuk direkonstruksi. Cerita rakyat Putri Junjung Buih direkonstruksi bertujuan untuk menganalisis struktur ceritanya. Analisis struktur bagian-bagian cerita dalam cerita rakyat Putri Junjung Buih yaitu pada alur, tokoh, latar, tema, amanat serta hubungan alur, tokoh, dan latar.

(4)

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian dapat dikerjakan jika terdapat sebuah masalah dan masalah tersebut harus dipecahkan. Hingga sekarang belum ada penelitian analisis struktur secara lebih mendalam dan menyeluruh dalam cerita rakyat Putri Junjung Buih.

Dari latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian yaitu:

1. Bagaimana cerita rakyat Putri Junjung Buih direkonstruksi? 2. Bagaimana struktur cerita rakyat Putri Junjung Buih?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan teoritis dan tujuan praktis. Secara teoritis, penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan dan mendapatkan hasil dari membandingkan cerita rakyat Putri Junjung Buih versi lisan dari beberapa narasumber dan cerita rakyat Putri Junjung Buih versi tulis untuk direkonstruksi dan menganalisis alur, tokoh, latar, tema, amanat serta hubungan alur, tokoh dan latar dengan metode analisis struktur.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan membuat masyarakat pembaca karya sastra agar dapat lebih memahami cerita rakyat Putri Junjung Buih sehingga dapat meningkatkan apresiasi terhadap sebuah karya sastra.

(5)

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan meliputi penyusunan kembali cerita (rekonstruksi) dan analisis struktur dalam cerita rakyat Putri Junjung Buih. Struktur cerita yang akan dilihat adalah alur, tokoh, latar, tema, amanat, serta hubungan alur, tokoh, dan latar.

1.5 Tinjauan Pustaka

Dalam pelaksanaan penelitian dengan objek cerita rakyat yang berjudul Putri Junjung Buih, telah dilakukan tinjauan pustaka terhadap berbagai pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini. Tinjauan pustaka bertujuan agar tidak terjadi kesamaan penelitian. Kesamaan tersebut dapat meliputi judul, objek penelitian, dan objek kajian.

Tinjauan Pustaka yang pertama adalah skripsi Maresanti (Sastra Nusantara angkatan 2005) yang berjudul “Cerita Rakyat Brebes Jaka Poleng: Perbandingan Versi Tulis dan Lisan”. Dalam penelitian tersebut Maresanti merekonstruksi cerita rakyat melalui wawancara dengan masyarakat di daerah asalnya.

Maresanti memaparkan setiap versi cerita yang didapatkannya, kemudian membandingkannya dengan metode naratif. Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah isi cerita rakyat Jaka Poleng dalam tiga versi. Terdapat perbedaan dan persamaan dalam ketiga versi Cerita Rakyat Jaka Poleng. Perbedaanya antara lain, tokoh yaitu Raden Arya Bangah, Ciung Wanara, Bibi. Dalam versi I, disebutkan nama Bupati Brebes beserta gelarnya yakni KA. (Kyai Ageng) Arya Suralaya,

(6)

dalam versi II disebutkan juga nama Bupati Brebes Arya Suralaya akan tetapi tidak terdapat gelarnya. Sedangkan dalam versi III disebutkan gelarnya yaitu Tumenggung Arya Suralaya, tetapi dalam versi III dijelaskan Bupati yang menjabat pada masa itu adalah PusponegoroI. Perbedaan penyebutan nama tokoh yang lain adalah nama Raden Jaka Poleng yang disebutkan dalam versi I dan versi III, sedangkan dalam versi II disebutkan nama Pendekar Jaka Poleng. Sedangkan persamaan dari ketiga versi cerita tersebut adalah tema yaitu perjuangan abdi dalem dalam hidup di tempat tinggal bupati Brebes yang bekerja sebagai seorang pemelihara kuda (pekathik). Pandangan masyarakat terhadap Cerita Jaka Poleng yang merupakan tokoh leluhur.

Tinjauan pustaka berikutnya yaitu skripsi yang ditulis oleh Dhanu Setiawan pada tahun 2014 yang berjudul Rekonstruksi dan Perbandingan Cerita Rakyat Ki Ageng Mangir. Penelitian ini menggunakan metode perbandingan versi cerita lisan dan analisis naratif. Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah menganalisis struktural naratif gaya Seymour Chatman dari dua versi cerita rakyat Ki Ageng Mangir dengan membandingkan versi lisan cerita rakyat Ki Ageng Mangir dari Mangir dan Pleret. Dari perbandingan itu hasilnya persamaan terlihat pada kernel I, II, III, IV, V, IX, dan XI, pada bagian awal cerita ditemukan banyak persamaan. Sedangkan perbedaan terlihat pada kernel V, VI, VII, VII, X, XII, XIII, dan XIV, terjadi ketidaksamaan pada beberapa peristiwa. Terlihat ada beberapa kecenderungan. Cerita rakyat Ki Ageng Mangir versi dari desa Mangir lebih lengkap dalam penceritaan tentang desa Mangir. Cerita rakyat versi desa Pleret tidak banyak menjelaskan tentang latar kerajaan Mataram, dan cenderung

(7)

dramatis dalam penceritaan, seakan-akan banyak hal yang tidak direncanakan sebelumnya terjadi begitu saja. Cerita versi Mangir lebih menonjolkan fakta, sedangkan versi Pleret tidak jauh berbeda hanya saja lebih dramatis dan diperhalus.

Tinjauan pustaka yang terakhir yaitu skripsi yang ditulis oleh Agustin Purnamawati pada tahun 2008 yang berjudul Perbandingan Cerita Tentang Pengging dalam Babad Demak dan Babad Jaka Tingkir. Penelitian ini menggunakan teori struktural untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dalam Babad Demak dan Babad Jaka Tingkir yang berkaitan dengan Pengging. Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah banyaknya ragam cerita yang berlatar Pengging memunculkan adanya perbedaan dan persamaan isi cerita. Perbedaan yang terdapat dalam Babad Demak dan Babad Jaka Tingkir adalah alur, sudut pandang, bertapa, hasil sayembara, ajian, perkawinan, konflik tokoh, Ki Ageng Pengging dengan Sultan Bintara, kisah percintaan, tokoh, pelenyapan tokoh Syeh Siti Jenar, kelahiran tokoh. Persamaan yang terdapat dalam Babad Demak dan Babad Jaka Tingkir adalah tema, motif peperangan, klimaks, latar tempat, konflik sentral, kelahiran Jaka Tingkir. Silsilah keturunan (genealogi) tokoh-tokoh Pengging dalam Babad Demak dan Babad Jaka Tingkir, penjabarannya lebih lengkap dalam Babad Demak.

Sepengetahuan peneliti, cerita rakyat Putri Junjung Buih belum pernah direkonstruksi dan dianalisis strukturnya oleh peneliti sebelumnya. Hal tersebut menjadi alasan yang kuat untuk peneliti melakukan penelitian rekonstruksi dan analisis struktur terhadap cerita rakyat Putri Junjung Buih.

(8)

1.5 Landasan Teori

Penelitian ini merupakan penelitian struktur. Oleh karena itu, teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural. Penelitian struktur yang dimaksudkan disini adalah penelitian alur, tokoh, latar, tema, dan amanat.

Teeuw (1984:135) berpendapat bahwa analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkannya secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

Tasrif dalam Tarigan (1984:128) menyatakan bahwa ada lima tahapan dalam alur, yaitu:

1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

2. Generating circumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak)

3. Rising action (keadaan mulai memuncak) 4. Climax (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks)

5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa).

Sudjiman (1988:29-31) berpendapat bahwa peristiwa disajikan dengan urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itu membangun tulang punggung cerita yaitu alur.

Alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu atau alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan

(9)

seksama, yang menggerakkan cerita melalui rumitan kearah klimaks dan selesaian. (Sudjiman, 1990:4).

Setiap cerita memiliki tokoh. Tokoh cerita dapat didefinisikan sebagai individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam suatu cerita. Individu rekaan ini dapat berupa manusia, binatang, atau benda-benda lain yang dianggap atau diperankan sebagai manusia.(Sudjiman, 1988:16-21).

Sudjiman (1990:80) menyatakan bahwa watak ialah kualitas tokoh, kualitas nalar, dan jiwanya yang membedakannya dengan tokoh lain. Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh ini yang disebut penokohan (Sudjiman, 1990:58).

Sudjiman (1990:48) menyatakan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra membangun latar cerita.Dalam struktur cerita, latar merupakan butir yang cukup penting untuk melengkapi penelitian tentang struktur cerita. Sudjiman berpendapat (1988:46) bahwa pertama-tama latar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya. Selain itu, ada latar yang berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh.

Berdasarkan pada pendapat di atas, maka suatu cerita pasti terjadi di suatu tempat dan pada suatu waktu tertentu. Tempat dan waktu ini selalu diwarnai oleh suatu yang menempatinya, yaitu manusia dan budayanya, keadaan alam sekitar dan sebagainya. Tempat dan waktu yang diwarnai oleh segala hal yang abadi dalamnya akan memberi warna khusus dalam cerita.

(10)

Setiap karya sastra mempunyai ide atau dasar cerita. Selanjutnya ide atau dasar tersebutlah sebuah cerita disusun. Ide atau dasar cerita disebut tema. Tema merupakan persoalan yang diungkapkan dalam sebuah cipta sastra (Esten, 1987:22).

Sudjiman (1988:50) berpendapat alasan pengarang hendak menyajikan cerita ialah hendak mengemukakan suatu gagasan. Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra itu yang disebut tema. Adanya tema membuat karya lebih penting daripada sekedar bacaan hiburan.

Tema adalah gagasan, ide, ataupun pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap atau tidak. Tema tidak sama dengan pokok masalah atau topik. Tema dapat dijabarkan dalam beberapa topik. (Sudjiman, 1990:78). Tema ditentukan dengan cara menganalisis alur, tokoh dan latar.

Dari sebuah karya sastra ada kalanya dapat diangkat suatu ajaran moral, atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan di dalam cerita juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, maka jalan keluarnya itulah yang disebut amanat (Sudjiman, 1988:57).

Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Di dalam karya sastra modern amanat ini biasanya tersirat, di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat (Sudjiman, 1990:5). Amanat ditentukan dengan cara menganalisis alur, tokoh, dan latar.

(11)

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian Cerita Rakyat Putri Junjung Buih adalah sebagai berikut.

1. Observasi lapangan: tulis dan lisan 2. Wawancara a. Merekam b. Mentranskripsi 3. Merekonstruksi 4. Analisis 1.7 Sistematika Penyajian

Bab I merupakan pendahuluan yang mengungkapkan latar belakang dan permasalahan yang menjadi fokus kajian. Selain itu diuraikan tentang tujuan penelitian, ruang lingkup, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penyajian.

Bab II menyajikan tentang beberapa cerita versi lisan Cerita Rakyat Putri Junjung Buih, cerita versi tulis Cerita Rakyat Putri Junjung Buih, dan hasil rekonstruksi Cerita Rakyat Putri Junjung Buih.

Bab III mengkaji analisis struktur Cerita Rakyat Putri Junjung Buih, yaitu ringkasan isi cerita, alur, tokoh, latar, tema, amanat, serta hubungan alur, tokoh dan latar.

(12)

Bab IV menyajikan kesimpulan-kesimpulan penelitian tentang Cerita Rakyat Putri Junjung Buih.

Bagian akhir penelitian ini berisi daftar pustaka dan lampiran. Daftar pustaka berupa daftar buku-buku rujukan, serta sumber-sumber pendukung penelitian. Lampiran berupa data wawancara, dan data-data lain yang perlu dilampirkan.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Analisis komponen prinsip (principal component analysis) digunakan untuk menemukan komponen prinsip (variabel pengganti/variabel laten) yang dapat mewakili variabel

Program PUP akan memberikan dampak terhadap peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total Fertility Rate (TFR). Tujuan program Pendewasaan

Tahun 2018 yang dirasa mendesak untuk dilakukan revitalisasi salah satunya adalah Steam system, karena proses penuaan kondisi pipa api (fire tube) pada boiling water telah

Rendahnya produksi terna pada perlakuan kontrol disebabkan karena unsur hara yang tersedia yang relatif lebih rendah dibanding perlakuan lain, sehingga pertumbuh-

Dengan demikian data yang telah diperoleh dapat membuktikan bahwa data mengenai pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di Prodi Teknik Pertambangan Fakultas

Tapteng terdakwa melihat 1 (satu) unit sepeda motor jupiter warna merah sedang terparkir di depan rumah tersebut, sehingga timbul niat terdakwa untuk mengambil

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Standar Harga Satuan di Lingkungan Pemerintah Desa di

Memberikan informasi kepada pembaca tentang bentuk penilaian pada pembelajaran sastra khususnya untuk kemampuan aktif reseptif pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas