• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ph TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD IKAN RAINBOW SAWIAT (Melanotaenia sp.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH ph TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD IKAN RAINBOW SAWIAT (Melanotaenia sp.)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Ikan rainbow (ikan pelangi) merupakan ikan yang cantik dan terkenal dari Indonesia bagian timur terutama Papua. Permintaan yang tinggi terutama pasar ekspor dituntut untuk dapat memproduksi dalam jumlah yang besar pula. Produktivitas yang optimal akan menuntut kondisi lingkungan yang optimal. Kondisi media pemeliharaan terutama pH yang amat berpengaruh terhadap perkembangan gonad merupakan faktor yang amat penting untuk diketahui nilai optimalnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH air media dalam perkembangan gonad rainbow untuk memperbaiki atau meningkatkan produksinya. Sebanyak 378 ekor calon induk ikan rainbow Sawiat (Melanotaenia sp.) dipelihara dalam 18 akuarium berukuran 50 cm x 40 cm x 35 cm dengan kepadatan 21 ekor, berukuran bobot rata-rata 1,502 g ± 0,539 (jantan); betina 1,339 g ± 0,298 dan panjang induk jantan rata-rata 5,227 cm ± 0,426; betina 5,160 cm ± 0,332. Calon induk dipelihara dalam 3 perlakuan dan 6 ulangan di hatcheri Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok dengan sistem resirkualasi. Perlakuan yang dicobakan yaitu dalam air dengan pH 5,5–5,8 (sebagai kontrol); pH 6,0–6,9 (dengan penambahan biobal), dan pH 7,0–8,0 (dengan penambahan karang). Pemeliharaan dilakukan selama 6 bulan dengan pemberian pakan berupa blood worm secara ad libitum sehari 2 kali. Pengamatan pH dilakukan setiap hari, histologi gonad dilakukan pada awal dan akhir penelitian, sedangkan diameter telur, diukur pada akhir penelitian. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pH 7,0–8,0 memberikan hasil yang terbaik terhadap perkembangan gonad ikan rainbow Sawiat.

KATA KUNCI: Melanotaenia sp., gonad, pH air PENDAHULUAN

Ikan hias rainbow (Melanotaenia sp.) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang memiliki nilai jual lokal maupun ekspor yang tinggi. Allen (1978) menyatakan bahwa ikan hias rainbow ini merupakan jenis ikan yang penting untuk dibudidayakan di Australia. Di Indonesia, budidaya ikan hias rainbow belum dilakukan secara intensif karena masih adanya kendala-kendala yang dialami oleh pembudidaya, benih yang tersedia masih belum memadai dan teknologi pembenihan juga belum dikuasai. Selanjutnya Lesmana & Dermawan (2001) menyatakan bahwa ikan rainbow tersebut dalam media pemeliharaan yang sesuai dan pakan yang baik dapat tumbuh dengan cepat. Produktivitas yang optimal akan menuntut kondisi lingkungan yang optimal pula.

Sejak tahun 2005 ikan hias rainbow telah banyak dikembangbiakkan secara tradisional oleh para petani. Keberhasilan pembenihan untuk jangka panjang tidak lepas dari banyak faktor di antaranya lingkungan, pakan, penyakit, dan perlakuan yang lain selain faktor genetik dari individu tersebut. Sampai saat ini penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembenihan ikan hias rainbow ini masih sangat terbatas. Oleh karena itu, data mengenai keberhasilan budidaya ikan hias rainbow khususnya rainbow endemik Papua belum ada.

Penelitian tentang pemberian pakan alami telah dilakukan di LRBIHAT Depok 2008 terhadap manajemen calon induk ikan rainbow, untuk mengetahui perkembangan gonadnya. Hasil yang diperoleh blood worm memberikan pengaruh yang terbaik terhadap kematangan gonad. Selain pakan, pengaruh lingkungan (kualitas media pemeliharaan) merupakan faktor yang tidak kalah penting untuk kegiatan domestikasi, mengingat ikan ini termasuk endemik, yang nantinya akan berguna bagi pembudidaya dalam meningkatkan produksi.

PENGARUH pH TERHADAP PERKEMBANGAN GONAD IKAN RAINBOW SAWIAT

(Melanotaenia sp.)

Eni Kusrini*), Agus Priyadi*), Gigih Setia Wibawa*), dan Irsyaphiani Insan**) *) Balai Riset Budidaya Ikan Hias

Jl. Perikanan No. 13, Pancoran Mas, Depok E-mail: ennyperikanan@yahoo.com

(2)

Kualitas air khususnya pH yang optimal merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat penting untuk keberhasilan budidaya ikan ini. Dengan diketahui faktor-faktor yang mendukung untuk viabilitas dan fertilitas spesies ini maka usaha pembenihan akan lebih dapat diharapkan. Walaupun rainbow merupakan ikan yang amat toleran terhadap lingkungan baru, tetapi kondisi pH media pemeliharaan yang optimal tentunya akan membuat ikan ini bereproduksi lebih baik.

Ikan rainbow (Melanotaenia sp.) yang hanya ditemukan di Sungai Sawiat, Papua rata-rata mempunyai habitat dengan pH air tinggi yaitu berkisar antara 8–10. Sedangkan pH air yang umum di lingkungan untuk kegiatan budidaya di Jawa Barat (daerah eksportir) umumnya hanya berkisar antara 6–7, sehingga untuk mendukung reproduksi pengaturan pH harus sesuai dengan habitat aslinya minimal mendekati kondisi basa. Oleh karena itu, penelitian tentang pH air perlu dilakukan guna memberikan informasi terhadap pembudidaya untuk meningkatkan produksinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pH air yang sesuai untuk perkembangan gonad ikan rainbow Sawiat. Penelitian pengaruh pH ini merupakan penelitian pendahuluan terhadap ikan rainbow F–1 terhadap kematangan gonadnya. BAHAN DAN METODE

Calon induk ikan rainbow yang berasal dari Sungai Sawiat, Papua sebanyak 378 ekor yang berasal dari turunan F–1 berukuran bobot rata-rata 1,502 g ± 0,539 (jantan); betina 1,339 g ± 0,298 dan panjang induk jantan rata-rata 5,227 cm ± 0,426; betina 5,160 cm ± 0,332 dipelihara dalam 18 akuarium berukuran 50 cm x 40 cm x 35 cm dengan kepadatan 21 ekor tiap akuarium,dengan perbandingan 1 jantan:2 betina. Calon induk ikan tersebut dipelihara dalam 3 perlakuan yaitu dalam media atau air dengan pH 5,5–5,8 (sebagai kontrol); pH 6,0–6,9; dan pH 7,0–8,0; dengan ulangan 6 kali. Pengaturan pH menggunakan filter dengan sistem resirkulasi, untuk perlakuan pH 6,0–6,9 menggunakan bioball sebagai filter, perlakuan pH 7,0–8,0 menggunakan karang sebagai filter. Pemeliharaan dilakukan selama 6 bulan, selama pemeliharaan pakan yang diberikan adalah blood worm (cacing super) secara ad libitum sehari dua kali pagi dan sore.

Pengamatan terhadap kematangan gonad dilakukan setiap bulan dengan cara visual, sedangkan untuk pembedahan dan histologi gonad dilakukan pada awal dan akhir penelitian, sedangkan dia-meter telur juga diukur pada akhir penelitian. Pemeriksaan kondisi sperma terhadap ikan jantan secara histologis dilakukan pada akhir penelitian. Pengukuran pH dilakukan setiap hari dengan menggunakan pH meter digital untuk mengetahui perubahan pH perlakuan. Sebagai data pendukung, pengamatan parameter kualitas air lain seperti kesadahan, hardness, kalsium, oksigen, CO2, amonia, nitrit, dan alkalinitas juga dilakukan setiap bulan. Penyiponan dilakukan setiap 2 hari sekali, sedangkan penggantian air dilakukan setiap 2 minggu sekali. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN BAHASAN

Pengambilan data perkembangan gonad ikan rainbow sawiat (Melanotaenia sp.) dilakukan setiap sebulan sekali dengan pengamatan visual. Berdasarkan pengamatan visual diketahui bahwa pada bulan ketiga induk-induk yang dipelihara pada perlakuan pH 7–8 memijah pada beberapa ulangan tetapi belum semuanya. Telur-telur tersebut setelah beberapa hari kemudian menghilang, hal tersebut berlangsung beberapa kali mengingat pemijahannya secara parsial sehingga hampir setiap hari terdapat telur. Pada minggu berikutnya pada perlakuan pH 7,0–8,0 terjadi pemijahan untuk semua ulangan. Setelah beberapa hari kondisi telur sama halnya dengan di awal pemijahan pada perlakuan tersebut yaitu telurnya menghilang. Hilangnya telur diduga terbawa aliran air sehingga diletakkan substrat yaitu dari tanaman air hydrila pada tiap-tiap akuarium dan mengecilkan aliran air. Kondisi telur setelah dipasang substrat berkembang baik dan dapat menetas. Larva sementara diberi pakan berupa artemia, dan dipindahkan ke tempat lain tetapi mortalitas sangat tinggi, sehingga dicobakan untuk didiamkan pada akuarium tersebut, namun kondisi larva sama yaitu mortalitas sangat tinggi. Pada bulan keempat perlakuan pH 6,0–6,9 untuk sebagian besar ulangan memijah, dan pada akuarium tersebut sudah diletakkan substrat (hydrila) sehingga telur menempel pada substrat tersebut. Minggu berikutnya semua ulangan pada perlakuan ini semua memijah, tetapi berulangkali tetap larva mati seperti halnya pada perlakuan pertama. Sampai menginjak bulan kelima perlakuan kontrol (pH 5,5–5,8) belum memijah.

(3)

Pembedahan ikan dilakukan pada awal dan akhir penelitian untuk mengetahui kondisi gonad, dan untuk analisis histologi. Kondisi gonad pada awal penelitian seperti terlihat pada Gambar 1, di mana ikan berumur 7 bulan gonad sudah mulai terbentuk tetapi masih belum jelas, terutama pada ikan jantan hampir belum kelihatan. Untuk lebih memperjelas pengamatan, gonad tersebut dibuat preparat histologinya baik ikan jantan maupun betina (Gambar 2).

Gambar 1. Kondisi gonad ikan rainbow Sawiat (Melanotaenia sp.) berumur 7 bulan pada awal penelitian

Gambar 2. Fotomikrograf dari gonad ikan rainbow dalam berbagai ukuran dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin

Pengamatan terhadap induk ikan rainbow baik jantan maupun betina tidak dapat dilakukan strip-ping atau pengurutan atau katerisasi, karena pemijahan ikan tersebut bersifat parsial sehingga telur lengket dan menggumpal. Untuk penghitungan fekunditas ikan rainbow sampai saat ini belum didapatkan karena setiap hari mengeluarkan telur, dan berlangsung sampai berminggu-minggu bahkan sampai lebih dari sebulan. Oleh karena itu, pengamatan untuk mengetahui kondisi gonad jantan dan betina untuk semua perlakuan dibuat preparat histologi. Hasil-hasil pengamatan histologi go-nad pada akhir penelitian disajikan pada Gambar 3, 4, dan 5.

Berdasarkan hasil analisis histologi ketiga perlakuan, oosit gonad menunjukkan telah memasuki stadium IV dan V. Hasil histologi pada perlakuan pH 7,0–8,0 menunjukkan matang lebih dahulu selain ditunjukkan dengan pemijahan yang sudah lebih dulu dibandingkan dengan kedua perlakuan yang lain. Pada akhir penelitian ini perlakuan kontrol untuk gonad jantan tidak dapat dibuat preparat histologinya. Hal tersebut sudah dilakukan sampai 3 kali ulangan tetapi dengan gonad yang terlalu kecil dan tipis sehingga tidak dapat didiagnosis (terbaca). Berdasarkan hasil tersebut maka pH lingkungan sangat berpengaruh terhadap kematangan gonad ikan rainbow tersebut.

(4)

Gambar 3. Fotomikrograf gonad ikan rainbow Sawiat pada perlakuan pH 7,0–8,0 ovarium (kiri) menunjukkan fully yolked oocyte (a) vacuola, (b) (pewarnaan H&E, 100x), dan testis (kanan) menunjukkan lobus testikular dari tubulus seminiferus (a) mesorchia, (b) (pewarnaan H&E, 200x). Diagnosis TKG V (vitellogenesis)

Gambar 4. Fotomikrograf ikan rainbow Sawiat pada perlakuan pH 6,0–6,9 ovarium (kiri) menunjukkan yolked oocyte (a) vacuola, (b) (pewarnaan H&E, 100x) dan testis (kanan) lobus testikular dari tubulus seminiferus (a) mesorchia, (b) (pewarnaan H&E,200x). Diagnosis final oocyte maturation (TKG IV)

Gambar 5. Fotomikrograf ikan rainbow Sawiat pada perlakuan pH 5,5– 5,8 ovarium menunjukkan yolked oocyte (a) (pewarnaan H&E, 100x). Diagnosis final oocyte maturation (TKG IV)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa proses alamiah pematangan gonad ikan di mulai dari proses vitelogenesis, yang berasal dari lapisan granulose pada folikel oosit dilepas ke dalam darah, kemudian merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin (Nagahama, 1987; Tyler, 1991). Setelah disintesis, vitelogenin dilepaskan ke dalam darah, kemudian secara selektif akan diserap oleh oosit.

(5)

Akibat penyerapan vitelogenin, sel telur akan tumbuh membesar. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa media dengan pH air 7,0–8,0 diameter oosit sedikit lebih besar, dengan sebaran oosit juga lebih besar dibandingkan pada pH 6,0–6,9 maupun kontrol.

Berdasarkan hasil pengamatan secara histologis, tingkat kematangan oosit induk ikan rainbow pada semua perlakuan pH 7,0–8,0 didapatkan sudah berada pada stadium 5 (Gambar 3) dengan didominasi oosit stadium matang dengan ditandai oosit membulat dan berwarna merah muda terang dan terdapat beberapa inti sel sudah bermigrasi, dinding oosit menipis (Chinabut et al., 1991). Pada media air dengan pH 6,0–6,9 dan kontrol diperoleh stadium IV, oosit tampak baru mencapai fase vitelogenesis dengan ditandai pada sitoplasma banyak butir vitelogenin terakumulasi ke dalam inti (Gambar 4 dan 5).

Pengamatan terhadap kualitas air yang dilakukan sebulan sekali meliputi: suhu, CO2, O2, Alkalinitas, NH3, NO2, dan hardness kecuali pH dilakukan pengukuran setiap hari (Tabel 1) masih dalam kondisi layak untuk kehidupan ikan rainbow. Untuk pH air yang baik untuk kehidupan ikan menurut Boyd (1982), adalah berkisar antara 6,0–9,0 tetapi untuk rainbow Sawiat yang berasal dari habitat asli di Papua pH-nya 8,0–10 sehingga untuk perkembangan gonad maupun kehidupan larva pada pH di bawah 8,0 belum optimal (masih terhambat) walaupun masih dapat bertoleransi hidup. Oleh karena itu, masih perlu dikaji untuk agar dapat memenuhi kondisi lingkungan yang sesuai dengan perkembangan gonad dan kehidupan larva ikan rainbow Sawiat tersebut. Sedangkan pH sumber air di daerah penelitian sangat rendah bahkan pada saat-saat tertentu dapat mencapai 4,5 hal ini mengakibatkan terganggunya kehidupan ikan rainbow tersebut. Hal yang demikian juga diduga yang menyebabkan larva yang baru menetas banyak yang mati, dan juga mudah terserang penyakit di antaranya jamur dan bakteri, walaupun kebersihan air dan pakan yang diberikan selalu dijaga.

KESIMPULAN

Perlakuan pH 7,0–8,0 (pada pengukuran 7,5) memberikan hasil yang terbaik yaitu dibuktikan dengan hasil preparasi histologi gonad dan pemijahan yang lebih awal dibandingkan dengan kedua perlakuan yang lain. Sedangkan untuk kontrol (pH 5,5–5,8) sampai 4 bulan penelitian induk belum menunjukkan perkembangan gonad yang matang.

DAFTAR ACUAN

Allen, G.R. 1978. The Rainbow fishes of Northwestern Australia (Family Melanotaeniidae). Tropical Fish Hobbiist, 26(10): 91–102.

Boyd, C.E. 1982. Water Quality in Pond for Aquaculture. Auburn University. Auburn, Alabama, USA. Chinabut, S., Limswan, C., & Kitsawat, P. 1991. Histology of the walking catfish, Clarias batrachus. IDRC,

93 pp.

Halver, J.E. & Hardy, R.W. 2002. Fish Nutrition, “Third edition”, Academic Press, Amsterdam, 767 pp. Lesmana, D.S. & Dermawan, I. 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Cetakan I. Penebar Swadaya,

Jakarta, 160 hlm.

Nagahama Y. 1987. The Functional Morphology of Teleost Gonads in Hoar (ed) Fish phyisiology oVol. IX. Reproductin. Academic Press, New York, p. 44–49.

Tayler, C.R, Sumpter, J.P., & Campbell, P.M. 1991. Up take of vitellogenesis into oocyte during early vitellogenic in rainbow trout, Onchorinchus mykiss (Walbaumb) J. Fish. Biol., 38: 681–689.

Tabel 1. Kisaran rerata kualitas fisika dan kimia air media selama penelitian Perlakuan Suhu (°C) pH CO2 (mg/L) O2 (mg/L) Alkalinitas Kesadahan (mg/L) NH3 (mg/L) NO2 (mg/L) pH 5,5–5,8 27–28 5,5–5,7 3.999 7,77 11,33 36,1 0,04718 0,0110 pH 6,0–6,9 27–28 6,6–6,8 3.999 8,12 11,33 40,61 0,03927 0,0091 pH 7,0–8,0 27–29 7,5 2.000 22,66 22,66 78,21 0,04467 0,0089

Gambar

Gambar 1. Kondisi gonad ikan rainbow Sawiat (Melanotaenia  sp.) berumur 7 bulan pada awal penelitian
Gambar 3. Fotomikrograf gonad ikan rainbow Sawiat pada perlakuan pH 7,0–8,0 ovarium (kiri) menunjukkan  fully yolked oocyte (a) vacuola, (b) (pewarnaan H&E, 100x), dan testis (kanan) menunjukkan lobus testikular dari tubulus seminiferus (a) mesorchia,
Tabel 1. Kisaran rerata kualitas fisika dan kimia air media selama penelitian

Referensi

Dokumen terkait

1) Mengidentifikasi kondisi responden/masyarakat sekitar kawasan industri di kelurahan Nanggewer akibat terjadi pencemaran. 2) Mengestimasi nilai kerugian masyarakat akibat

memiliki litologi breksi piroklastik dan lanau lempungan, zona ( memiliki litologi la9a basalt dan pasir lanauan, zona # memiliki litologi breksi piroklastik dengan pasir

bijaksana, lemah >< kuat, buruk >< baik, dan kejahatan >< kebaikan tetapi pada akhirnya kejahatan dapat dikalahkan oleh kebajikan, (2) sugesti

Sesuai dengan pedoman penilaian kinerja guru, khususnya kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan peserta didik telah ditetapkan beberapa indikator yaitu: (1) Cara

Ini perlu menjadi bahan pertimbangan untuk pengelola dalam pembenahan menjadi wisata syariah agar obyek wisata Umbul Pengging tidak lagi menjadi tujuan wisata yang inferior

Hasil penelitian Sahara 2016 menggunakan Rhizopus oryzae untuk proses fermentasi yang menggunakan variasi volume inokulum 3, 5, 7 mL dan lama fermentasi 3, 6, 9 hari melaporkan

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan karena hanya berkat rahmat, hidayah dan inayahNya skripsi dengan judul “Analisis Fungsi Kelompok Kerja Guru (KKG)

Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia lebih condong kepada negara-negara Blok Barat dalam rangka mendapatkan pinjaman dana dari negera-negara tersebut untuk