BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Self-Efficacy
2. 1. 1 Definisi Self-Efficacy
Menurut Bandura (dalam Baron dan Byrne, 2004), self-efficacy
mengarah pada keyakinan individu pada kemampuannya dalam mengatur
dan melaksanakan serangkaian tindakan dalam mencapai hasil yang harus
digapai. Dengan kata lain self-efficacy adalah berisikan evaluasi seseorang
terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas,
mencapai tujuan atau mengatasi hambatan.
2. 1. 2 Sumber Self-Efficacy
Keyakinan individu tentang self-efficacy yang dimilikinya menurut
Bandura (1997), dipengaruhi oleh melalui empat sumber utama dari
pengaruh :
1. Enactive Mastery Experience: Enactive Mastery Experience merupakan cara
yang paling efektif dan menimbulkan keyakinan yang kuat akan efficacy.
Kesuksesan membangun keyakinan yang kuat akan self-efficacy, sedangkan
kegagalan-kegagalan yang dialami dapat menjatuhkannya, terutama jika
kegagalan tersebut terjadi sebelum self-efficacy terbentuk dengan kuat.
Kesulitan atau kegagalan merupakan kesempatan belajar untuk menjadi
sukses dengan berdasar pada satu kemampuan untuk melatih dalam hal
mengontrol setiap keadaan menjadi lebih baik. Besarnya keinginan
seseorang untuk mengubah persepsi terhadap self-efficacy-nya berdasar
pada pengalaman sangat bergantung pada beberapa faktor, antara lain
pemahaman awal akan kemampuannya, persepsi terhadap tingkat kesulitan
tugas, seberapa banyak usaha yang dikeluarkannya, banyaknya bantuan
yang diterima, pola sementara dari kegagalan dan kesuksesan. Individu akan
lebih kuat saat mengalami masa-masa sulit. Jika individu hanya mengalami
kesuksesan yang mudah didapat, individu tersebut biasanya mengharapkan
hasil yang cepat dan dengan sangat mudah kecewa karena kegagalan.
Tumbuhnya keyakinan yang kuat akan self-effcacy membutuhkan adanya
pengalaman dalam mengatasi berbagai hambatan atau kesulitan yang
ditemui melalui usaha-usaha yang keras. Setelah individu merasa yakin
bahwa telah memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan untuk memperoleh
kesuksesan, individu akan berusaha menghadapi keadaan yang kurang baik
sekalipun dan cepat bangkit dari kegagalan. Dengan pengalaman yang telah
terjadi membuat individu pada saat mengalami masa-masa sulit menjadi
lebih kuat, dalam menghadapi kondisi yang kurang baik. Jika individu pernah
berhasil melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang merupakan sesuatu
yang sulit, maka di masa mendatang dihadapkan pada kondisi yang kurang
lebih sama seperti yang dialami sebelumnya, seseorang cenderung akan
merasa lebih optimis menyelesaikan tugas barunya tersebut.
2. Vicarious Experience: Self-efficacy juga mendapat pengaruh dari
pengalaman orang lain. Dampak modelling terhadap perceived self-efficacy
memiliki pengaruh yang kuat, dengan mempesepsikan kesamaan dengan
model atau orang yang menjadi contoh. Sebagai contoh, individu mengamati
melakukan suatu tugas atau pekerjaan, maka hal tersebut dapat
meningkatkan self-efficacy individu. Dengan demikian informasi dari orang
lain dapat digunakan sebagai pembanding untuk mengetahui self-efficacy
yang dimiliki individu. Jika seorang ayah yang berperan sebagai orangtua
tunggal, melihat ayah yang berperan sebagai orangtua tunggal lainnya
mampu
menjalankan
suatu
pekerjaan.
Maka
individu
tersebut
mempersepsikan ayah yang berperan sebagai orangtua tunggal lainnya
memiliki kemampuan yang kurang lebih sama dengannya, dalam keadaan
tersebut self-efficacy-nya meningkat. Demikian individu merasa mampu
untuk menyelesaikannya.
3. Social Persuassion: Social Persuassion merupakan salah satu cara untuk
memperkuat keyakinan bahwa indvidu memiliki sesuatu untuk meraih
kesuksesan atau yang individu ingin dapatkan. Individu yang diyakinkan
secara verbal bahwa ia memiliki kemampuan untuk dapat menguasai suatu
tugas, akan mengeluarkan usaha yang lebih besar daripada ketika ia merasa
tidak yakin dan memikirkan kekurangannya ketika muncul
kesulitan-kesulitan. Lebih mudah untuk memelihara dan memerkuat sense of efficacy,
terutama saat sedang mengahadapi berbagai kesulitan, pihak-pihak lain
menekankan keyakinannya atas berbagai kemampuan yang dimilikinya
daripada, jika pihaknya menyampaikan keraguan atas kemampuan individu
tersebut. Indvidu yang diberi penyesuaian secara verbal memiliki
kemampuan untuk menguasai tugas-tugas yang diberikan kepada intividu
tersebut seperti mengerahkan.
Penyesuaian menggandakan kekuatan dalam percecived efficacy
memimpin individu untuk mencoba lebih keras untuk meraih keberhasilan.
Persuasive efficacy memiliki pengaruh besar pada individu yang memiliki
beberapa alasan untuk percaya bahwa individu tersebut dapat menghasilkan
akibat dari aktivitas – aktivitas yang di jalankan (Chambliss & Murray, 1979a,
1979b dalam Bandura, 1997). Tindakan-tindakan yang sifatnya persuasi
dalam mempersepsikan self–efficacy yang dimiliki, membuat individu
berusaha dengan cukup keras untuk memperoleh kesuksesan mereka serta
mengembangkan keahliannya. Peningkatan self–efficacy yang tidak realistis
terhadap kompetansi pribadi dengan cepat dapat terlihat dengan adanya
hasil yang mengecewakan dari usaha seseorang akan tetapi orang-orang
yang telah dipersuasi bahwa ia tidak memiliki kemampuan cenderung untuk
menghindari aktivitas yang sifatnya menantang yang akan menggali potensi
yang dimiliki dan dengan cepat menyerah pada saat menemui kesulitan,
yang pada akhirnya hanya akan mengurangi self-efficacy orang tersebut.
4. Phyisiological and Affective State: Untuk menilai kemampuan individu,
digunakan informasi-informasi yang diterima oleh tubuh, dalam informasi
tersebut dapat diketahui proses hidup serta keadaan emosianal individu.
Kondisi mood juga memberikan efek pada penilaian individu pada
self-efficacy. Fisiologis sebagai indikator dari efficacy memiliki peranan terutama
dalam fungsi kesehatan dan aktivitas yang membutuhkan stamina dan
kekuatan. Individu menilai aktivitas-aktivitas fisik dalam tekanan penuh atau
dalam situasi terpaksa menjadikan pertanda ketidakberdayaan individu
tersebut. Reaksi-reaksi tekanan (stres) membuat kontrol atau penguasaan
tidak efektif. Individu mengartikan kelelahan, kemelut yang dirasakan,
kesakitan dan rasa nyeri, sebagai indikasi-indikasi dari ketidakmampuan
meningkatkan daya fisik. Individu umumnya menunjukkan tanda-tanda
tertekan, sakit dan nyeri, kelelahan, ketakutan, mual, dan lain-lain merupakan
persepsi seseorang, tanggapan ini nyata dapat mengubah self-efficacy
seseorang. Jika individu ‘kejatuhan cicak di kepala” sebelum memulai
aktifitas, individu yang self-efficacy-nya rendah dapat mempresepsikan
sebagai tanda ketidakmampuan individu dalam menjalankan aktivitasnya
sehingga menurunkan efektifitas diri. Sementara individu yang memiliki
self-efficacy tinggi cenderung untuk menafsirkan seperti tanda-tanda fisiologis
seperti biasa dan tidak berhubungan dengan kemampuan aktualnya. Jadi, itu
adalah keyakinan individu dalam implikasi dari respon fisiologis yang
mengubah self-efficacy individu.
Kenyataan-kenyataan afektif, sudah dapat digeneralisasi secara luas
berdampak kepada kepercayaan terhadap personal efficacy dalam
membedakan lingkup pengetahuan functioning. Empat cara utama
diantaranya meningkatkan status daya fisik; mengurangi tingkat stres;
menghapus emosi-emosi negatif dan membenarkan intepretasi-intepretasi
yang keliru dari sinyal-sinyal tubuh (Bandura 1991a, Cioffi 1991a; dalam
Bandura, 1997).
2. 2 Orangtua tunggal
2. 2. 1 Definisi Orangtua Tunggal
Orangtua tunggal adalah seseorang yang memiliki anak, yang
pasangannya meninggal atau bercerai (Collins English Dictionary, 2003).
Menurut Hamner dan Turner (dalam Duval, dkk, 1985), bahwa suatu
keluarga dianggap sebagai keluarga orangtua tunggal bila hanya ada satu
orang tua yang tinggal bersama anak-anaknya dalam satu rumah. Menurut
Sager, dkk (dalam Perlmutter & Hall,1985), menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan orangtua tunggal adalah orang tua yang secara sendirian
membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan atau tanggung
jawab pasangannya.
2. 2. 2 Faktor-Faktor Penyebab Orangtua Tunggal
Ada beberapa faktor yang menyebabkan individu menjadi orang tua
tunggal, yaitu karena kematian suami atau istri, perceraian atau perpisahan,
mempunyai anak tanpa menikah, pengangkatan atau adopsi anak oleh
wanita atau pria lajang (Perlmutter & Hall, 1985). Lebih lanjut Goode (2007),
menjelaskan faktor-faktor penyebab orangtua tunggal sebagai berikut:
a. Ketidaksahan merupakan unit keluarga tidak lengkap, hal ini
diakibatkan karena ayah atau ibu tidak ada, seperti terjadinya
kehamilan diluar nikah atau fenomena bagi seorang wanita
atau laki-laki yang tidak mau menikah kemudian mengadopsi
anak. Oleh karena itu tidak menjalankan kewajiban sesuai
dengan peranannya.
b. Pembatalan, perpisahan, perceraian dan meninggalkan.
Terputusnya keluarga akibat salah satu atau pasangan baik
dari ayah atau ibu memutuskan untuk berpisah atau bercerai
dengan alasan tidak ada lagi kecocokan, kekerasan dalam
rumah
tangga,
adanya
konfik,
pertengkaran
yang
berkepanjangan dan lain-lain. Perceraian atau perpisahan
bisa disebut juga dengan divorce, divorce menurut Eshleman,
dkk (1993),
“whenever two people interact, conflicts may
arise, and one person or both may want to end the
relationship”,
Jadi perceraian atau perpisahan adalah ketika
pasangan suami-istri yang memiliki interaksi yang tidak baik
dimana sering timbul permasalahan-permasalahan sehingga
salah satu atau pasangan tersebut memutuskan untuk
mengakhiri
hubungan
perkawinan.
Sehingga
untuk
selanjutnya salah satu pasangan tidak melaksanakan
kewajiban perannya lagi.
c. Keluarga selaput kosong dalam hal ini keluarga tetap tinggal
bersama tetapi tidak saling menyapa, tidak rukun, dan tidak
saling bekerjasama, serta tidak ada rasa kasih sayang,
sehingga keluarga dianggap gagal dalam memberikan
dukungan emosional antar anggota keluarga.
d. Ketiadaan seorang dari pasangan karena hal yang tidak
diinginkan. Keadaan keluarga yang terpecah atau tidak utuh
disebabkan karena ayah atau ibu meninggal, dipenjara, dalam
peperangan, dalam bencana, hal ini akan menimbulkan
kehilangan dan kesedihan yang mendalam bagi anggota
keluarga.
e. Kegagalan peran penting yang “tidak diinginkan“ Keadaan
keluarga dimana salah satu anggotanya dalam keadaan sakit
baik mental, emosional atau badaniah yang parah, sehingga
walau secara fisik orang itu ada namun mengakibatkan salah
satu anggota keluarga tersebut tidak dapat menjalankan peran
utamanya.
2. 2. 3 Data Orangtua Tunggal
Data perceraian yang tertera di bawah ini mencantumkan jumlah
ayah yang menjadi orangtua tunggal pada tahun 2007 sampai 2010 data
terkini yang di peroleh.
2007 2008 2009 2010 175,088 221,520 258,069 284,379 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 1 2 3 4 Series1 Series2
Sumber : Badan Peradilan Agama