• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Ultisol. ini tersebar luas di Indonesia, di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Papua,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Ultisol. ini tersebar luas di Indonesia, di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Papua,"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Ultisol

Pada masa lalu tanah Ultisol disebut tanah podsolik merah kuning. Tanah ini tersebar luas di Indonesia, di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Papua, merupakan tanah yang kurang mampu mendukung produktifitas tanaman disebabkan terutama rendahnya hara yang terkandung serta tingginya erosi (Hairiah et al., 2000). Tanah Ultisol memiliki ciri pH rendah berkisar 4 pada horizon A dan 5 pada horizon B. Kejenuhan basa tanah Ultisol di daerah Sumatera Utara lebih rendah dibanding di Pulau Jawa. Kapasitas tukar kation (KTK) dari tanah Ultisol rendah berkisar 3-7 me/100g atau 3-7 cmol (+)/kg (Tan, 2007). Tanah Ultisol yang belum terjamah pada hutan primer memiliki kandungan bahan organik yang lumayan tinggi (4% pada horizon A). Jika hutan dibuka dan dibersihkan melalui metode tebang bakar, maka pada awalnya tanah ini masih mampu mendukung pertumbuhan padi gogo dan jagung namun pada penanaman berikut produksi tanaman terus berkurang dan akhirnya hanya ubi kayu yang dapat tumbuh dan menghasilkan (McIntosch and Effendi, 1979; Sitompul et al., 1992). Dengan menurunnya kesuburan tanah seringkali tanah ini

dibiarkan tidak ditanami, dan kemudian tumbuhlah alang-alang (Imperata cylindrica) (Garrity et al., 1997).

Tanah ultisol di Indonesia memiliki sifat fisik dan kimia yang buruk. Kebanyakan tanah ini memiliki tekstur yang berat, tetapi memiliki stabilitas aggregat yang rendah, yang mengakibatkan permeabilitas tanah ini rendah. Sifat

(2)

Pelapukan tanah yang drastis cepat dan pencucian yang tinggi mengakibatkan tanah Ultisol memiliki kemasaman yang rendah (Tan, 2007). Jika tanah ini dipergunakan untuk budidaya padi sawah, maka perlu pemupukan N, P dan K yang cukup tinggi. Go (1961) merekomendasikan pemupukan P sebanyak 200-500 kg TSP/ha, dan pengapuran sebanyak 1-5 ton CaCO3 per ha untuk

mendukung produksi padi sawah. Penggunaan tanah Ultisol untuk tanaman perkebunan seperti kelapa sawit dan karet lebih sesuai dibandingkan untuk tanaman semusim (Tan, 2007).

Ion-ion Al dan Fe dapat diikat oleh bahan organik menjadi organo-kompleks. Proses ini adalah proses kimia, sehingga kelarutan Al dan Fe dalam tanah yang semula tinggi dan bersifat racun dapat dikurangi. Tidak semua Al dan Fe tersebut dapat terikat, tetapi hanya beberapa bentuk dalam senyawa tertentu (Sudardjo, dkk, 1993).

Cacing Tanah

Biologi dan Ekologi Cacing Tanah

Cacing tanah merupakan organisme tanah yang memiliki peranan penting pada pertumbuhan tanaman telah diketahui lebih dari seabad yang lalu, sejak terbit publikasi buku dari Charles Darwin berjudul “ The formation of vegetable

mould through the action of worms” pada tahun 1881. Setelah itu banyak peneliti

melakukan penelitian untuk mengamati peranan cacing tanah ini dalam pertumbuhan tanaman terutama pada daerah temperate (memiliki 4 musim). Sebelum membahas lanjut berbagai faedah cacing tanah dalam pertumbuhan

(3)

tanaman dan kesuburan tanah, akan dibahas terlebih dahulu biologi dan ekologi dari cacing tanah, agar lebih mengenal cacing itu lebih dekat lagi.

Cacing tanah memiliki bentuk simetris secara bilateral, memiliki segmen di bahagian luar. Tidak memiliki tulang dan cuticle (kulit) yang tipis berpigmen, memiliki setae pada semua segmennya kecuali pada 2 segmen pertama, dengan lapisan terluar mempunyai otot sirkuler (bundar) dan lapisan terdalam memiliki otot memanjang (longitudinal). Cacing tanah merupakan hewan hermaphrodite dan memiliki beberapa gonad yang terletak pada posisi segmen tertentu. Setelah dewasa, akan terjadi pembengkakkan pada epidermis yang disebut clitellum, terletak pada segmen tertentu yang akan membentuk cocoon.

Gambar 1. Susunan setae di permukaan tubuh cacing tanah

Saluran pencernaan cacing tanah pada dasarnya berupa saluran anterior-posterior dengan ekskresi melalui anus atau melalui organ tertentu dinamakan nephridia. Di depan mulut dari cacing terdapat buccal cavity dan melekat prostomium, kesemuanya terdapat pada segmen pertama. Setelah mulut terdapat pharynx, yang berfungsi sebagai pengisap dan pemompa makanan masuk ke dalam crop dan gizzard. Selama perjalanan menuju crop dan gizzard, sejumlah

calciferous gland dilepaskan dari dinding esophagus. Crop merupakan ruang

(4)

yang diperolehnya dari dalam makanan. Setelah menjadi halus makanan menuju intestine. Intestine merupakan saluran yang panjang hampir sepanjang badan cacing. Proses pengolahan dan penyerapan makanan berlangsung di intestine. Di dalam intestine akan dikeluarkan sejumlah enzim dan berbagai jenis mikroorganisme yang bekerja untuk mengolah makananan ini. Di dinding intestine terdapat sejumlah saluran darah yang berfungsi menyerap sari pati makanan dari dalam intestine untuk dialirkan keseluruh tubuh cacing. Makanan yang tidak diserap akan dibuang melalui saluran pembuangan, dan kotoran cacing tanah ini dinamakan kascing (casting).

Gambar 2. Struktur alat pencernaan dari cacing tanah

Cacing tanah merupakan salah satu fauna tanah yang digunakan sebagai indikator tingkat kesuburan dan kualitas (kesehatan) tanah. Kehadiran cacing tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah dan kehadirannya dipengaruhi kondisi tanah terutama kandungan bahan organik dan kelembaban tanah.

Peranan Cacing Tanah Terhadap Ketersediaan Hara di Dalam Tanah

Pengaruh cacing tanah pada penyediaan hara bagi pertumbuhan seharusnya diperhitungkan untuk menekan penggunaan pupuk. Berdasarkan tipe habitatnya dan fungsi secara ekologi maka cacing tanah dapat dibagi atas epigeic, endogeic dan anecic. Adakalanya batas dari grup cacing secara ekologi ini tidak

(5)

jelas karena adanya tipe peralihan dari satu ekologi ke ekologi yang lain. Pada Tabel 1 dapat dilihat ciri umum dari pengelompokan cacing secara ekologi (Edwards dan Bohlen, 1996).

Tabel 1. Beberapa ciri dari masing kelompok cacing tanah secara ekologi Ciri Spesies epigeic Spesies endogeic Spesies anecic Makanan Mendekomposisi

residu organik pada permukaan tanah, sedikit atau tidak memakan tanah

Mineral tanah terutama yang kaya residu

Mendekomposisi residu organik pada permukaan tanah dan kadang dibawa ke lapisan lebih dalam, memakan tanah

Pigmentasi Sangat kuat, biasanya secara vertikal dan di dorsal

Tidak berpigmen atau sedikit saja

Sedang-kuat, hanya pada dorsal

Ukuran dewasa

Kecil – medium Medium Besar

Lubang Tidak ada, sedikit pada beberapa cm dari permukaan tanah pada spesies yang intermediate Banyak dan lubang subhorizontal, biasanya 10-15 cm dari permukaan tanah Besar, permanen, lubang vertical

Mobilitas Gerak cepat kalau ada gangguan

Agak lambat Cepat mask ke dalam lubang tetapi lebih lambat dari epigeic Masa

berkembang biak

Pendek Pendek Panjang

Kekeringan Selamat dalam

bentuk telur

Masuk dalam masa diapause

Menjadi tidak bergerak

Pemangsa Banyak, terutama burung, tikus dan arthropoda pemangsa

Kurang, beberapa predasi oleh burung dan arthropoda

Banyak, terutama jika cacing jenis ini sedang berada pada permukaan

Cacing tanah mempengaruhi siklus dan perubahan dari hara di dalam tanah melalui peranannya pada sifat biologi, kimia dan fisik tanah. Besar

(6)

pengaruh dari cacing dipengaruhi oleh kelompok secara ekologi dan ukuran cacing, tumbuhan, bahan induk tanah, iklim, waktu, dan sejarah penggunaan (Zhang et al. 2007).

Pada ekosistem padang penggembalaan, kehadiran sejumlah cacing tanah menjadi indikator dari kesuburan tanah. Peranan cacing tanah pada sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang dapat meningkatkan kesuburan tanah antara lain : 1. Memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan hara dalam tanah

Satchell (1983) melaporkan bahwa cacing tanah mempunyai kontribusi yang penting pada struktur tanah dan pembentukan agregat tanah. Hasil uji oleh Blanchart’s (1992) di lapangan menunjukkan bahwa kerusakan agregat pada padang rumput di daerah tropis dapat diatasi oleh cacing (Megascolecidae): tanah yang diinokulasi dengan cacing tanah memiliki 12.9% makroagregat (> 2 mm) setelah 3 bulan; dan makroagregat menjadi 31,7% setelah 6 bulan dan menjadi 60,6% setelah 30 bulan inokulasi cacing. Agregat yang dibentuk oleh cacing memiliki stabilitas terhadap air yang lebih tinggi.

Edwards (2004) menemukan bahwa ketika bahan organik dan tanah masuk ke dalam pencernaan tanah kalsium, asam humat, bahan organik dan polisakarida akan melekat satu dengan lainnya dan membentuk kotoran cacing, dimana kotoran cacing tersebut lebih porous dan remah dan mempunyai banyak kelebihan seperti stabilitas terhadap hantaman air sangat kuat, ketersediaan hara tinggi, dan kemampuan menahan hara yang tinggi. Ketterings et al. (1997) juga menemukan bahwa kebanyakan kompleks organik-mineral dibentuk setelah aktifitas cacing tanah. Sebagai hasilnya,

(7)

agregat yang tahan air dengan > 1000 μm meningkat dengan nyata. Bossuyt et al. (2005) juga setuju bahwa karbon terkombinasi dengan agregat tanah yang stabil melalui aktifitas cacing tanah. Dengan meningkatnya stabilitas agregat, bahan organik yang terkombinasi akan lebih tahan lama di dalam tanah dan tidak didekomposisi dengan mudah. Ditambah lagi saluran/ lubang dari cacing penuh dengan kotoran cacing baik. Kotoran-kotoran yang diproduksi terus menerus akan memproduksi pori nonkapiler, selanjutnya memperbaiki ventilasi dan permeabilitas, dan memperbaiki struktur tanah. 2. Meningkatkan dan menstabilkan suplai hara tanah

Cacing dapat mengubah sifat fisik dan kimia tanah, memperlancar

proses mineralisasi bahan organik, dan menstabilkan siklus hara (Parkin dan Berry, 1999). Aktivitas cacing tanah meningkatkan ketersediaan

hara tanah dan meningkatkan laju siklus hara (Basker et al. 1992). Nisbah C/N dari bahan organik berkurang dengan cepat dengan adanya aktifitas cacing tanah (Amador et al. 2003). Semua hal tersebut berkontribusi terhadap perubahan bentuk N organik, P dan K yang terikat menjadi ke bentuk yang tersedia bagi tanaman dan memperpendek masa penyediaan hara. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanah yang dipengaruhi oleh cacing tanah selalu memiliki bahan organik, total N, kapasitas tukar kation (KTK), Ca, Mg, dan K yang dapat dipertukarkan, N dan P tersedia yang lebih tinggi (Cortez et al, 2000 ; Sabrina, 2007). Hal ini disebabkan karena aktifitas cacing tanah sangat meningkatkan konsentrasi N inorganik (terutama NH4+

-N) dalam tanah. Kandungan N mineral (NO3-N+NH4+- N), total karbon, total

(8)

tanah dan jika dilakukan pengembalian residu tanaman gandum pada sistem rotasi tanam gandum dan padi, hasil ini menunjukkan adanya fungsi ganda dari cacing tanah dengan peningkatan biomassa mikroba dan peningkatan mineralisasi N organik (Li et al. 2002). Aktifitas cacing tanah meningkatkan permeabilitas tanah dan juga memungkinkan meningkatnya kehilangan nitrogen akibat pencucian. Walaupun inokulasi cacing tanah pada tanah yang mengalami pengembalian bagian atas tanaman di permukaan tanah meningkatkan pencucian nitrogen, namun kehilangan N yang berasal dari pupuk tidak dijumpai dalam jumlah yang cukup berarti (Wang et al, 2004). 3. Hara yang dilepaskan ke dalam tanah melalui aktifitas metabolisme cacing

tanah

Cacing tanah dan sekresinya kaya akan hara dan dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman. Sebagai contoh cairan ekstrak cacing tanah mengandung Mn 1.19 mg kg-1, Zn 3.00 mg kg-1, Ca 1.11 mg kg-1, Cu 0.36 mg kg-1, Mg 35.40 mg kg-1, Fe 7.62 mg kg-1, Na 70.80 mg kg-1, K 328.40 mg kg-1, dan Se 0.20 mg kg-1. Namun jenis dan kandungan hara bervariasi tergantung kondisi lingkungan tempat hidupnya (Li et al. 2005). Tubuh cacing juga merupakan sumber hara yang potensial. Tubuh cacing dapat terdekomposisi secara sempurna hanya dalam 4 hari saja setelah cacing itu mati dan 70% N yang berasal dari tubuh cacing akan diserap tanaman setelah 16 hari. Cacing tanah juga melepaskan hara ke dalam tanah dari aktifitas metabolismnya (Whalen et al. 1999).

Amador et al. (2003) memperhitungkan N organik yang lepas dari cacing tanah yang mati mencapai 21.1-38.6 ton ha-1 setiap tahun. Sebagai

(9)

tambahan, cacing tanah memotong sisa tanaman menjadi ukuran yang kecil, dan selanjutnya akan didekomposisi oleh protozoa dan mikroba tanah. Sementara itu,ada hubungan yang langsung dan tidak langsung antara cacing tanah dan mikroba dalam siklus N dan P di dalam tanah melalui perannya dalam mengubah jumlah, jenis dan struktur mikroba dan meningkatkan pelepasan hasil metabolismenya.

4. Peranan cacing tanah terhadap peningkatan serapan hara oleh tanaman (efektifitas cacing tanah)

Kontribusi cacing tanah dalam meningkatkan serapan hara P oleh tanaman Setaria splendida lebih tinggi dibandingkan kontribusi dari jamur mikoriza arbuskula (Sabrina et al, 2007). Bahkan kehadiran cacing tanah dapat mengurangi besar kontribusi jamur mikoriza dalam meningkatkan serapan P oleh tanaman S.splendida.

Pelaksanaan Pemanfaatan Cacing Tanah Di Lapangan

Penggunaan cacing tanah sebagai salah satu cara menekan jumlah pemakaian pupuk buatan tidak semudah seperti pemanfaatan kompos untuk mengurangi pemakaian pupuk. Cacing tanah merupakan makhluk hidup, sementara kompos bukan makhluk hidup. Aktivitas, kematian, reproduksi dari cacing tanah sangat bergantung pada habitatnya. Faktor utama yang sangat mempengaruhi adalah kandungan bahan organik tanah, air, temperatur tanah, kemasaman tanah (pH), aerasi dan karbon dioksida, bahan organik, suplai makanan, perlakuan praktis pertanian di lapangan (pengolahan tanah, tanaman, pemupukan, bahan kimia, logam berat). Sehingga aplikasi cacing harus

(10)

mengikuti aplikasi bahan lainnya terutama bahan organik, mengubah perlakuan praktis di lapangan agar cacing tetap berada pada daerah pertanian dan perkebunan yang dimaksud.

Pengamatan selama 10 tahun pada perkebunan kiwi di Selandia Baru menunjukkan bahwa dengan menerapkan pertanian organik akan meningkatkan populasi cacing tanah dan akan meningkatkan kesuburan tanah. Walaupun produksi buah kiwi dari pertanian organik belum mampu mengimbangi produksi kiwi pada pertanian dengan menggunakan pupuk buatan (konvensional) namun kondisi tanah pada pertanian organik semakin membaik, sementara kondisi tanah pada pertanian konvensional semakin menurun.

Cacing tanah merupakan makrofauna yang banyak manfaatnya bagi mendukung pertanian. Berdasarkan ekologinya maka cacing tanah dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu epigeic, yaitu: i. cacing epigeic, ii. cacing endogeic, dan iii. cacing anecic (Lee, 1985). Cacing yang tergolong pada epigeic terdapat pada tumpukan bahan organik sehingga cacing yang termasuk pada kelompok ini digunakan dalam pembuatan vermikompos. Cacing yang tergolong pada kelompok endogeic menempati daerah di kedalaman > 10-20 cm dari permukaan tanah, aktif dalam membuat saluran horizontal di dalam tanah dan mengkonsumsi tanah. Sementara cacing yang tergolong pada anecic mengkonsumsi bahan organik dan tanah, untuk mendapatkan bahan organik maka cacing tanah harus naik ke permukaan tanah maka terbentuklah saluran vertikal (Lee, 1985). Sistem drainase yang dibentuk cacing tanah memiliki ketahanan yang lebih tinggi, karena cacing akan mengeluarkan mucus hasil ekskresi dari permukaan

(11)

(Edwards and Bohlen, 1996). Diameter saluran ini berkisar 1-22 mm dan dapat sepanjang 800 m2 (Bouchĕ, 1997). Kesemua sifat tersebut sangat mempengaruhi erosi tanah. Cacing endogeic dapat dibedakan atas 2 kelompok tergantung pada fungsi pada sifat fisik tanah yaitu ”mengikat” dan ”melonggarkan” sehingga efeknya terhadap erodibilitas tanah berbeda. Pengaruh cacing tanah ini pada erodibilitas tanah dan erosi tanah tergantung pada jenis tanah dan kandungan bahan organik di dalam tanah. Pada tanah berkaolinit, dengan tidak mempertimbangkan kandungan liat, endogeic sangat mempengaruhi proses agregasi, stabilitas agregat, porositas tanah dan distribusi ukuran pori. Sementara pada tanah berliat smectite (seperti vertisol), cacing tanah kurang mempengaruhi erodibilitas tanah dibandingkan pengaruh bahan organik dan kation (Blanchart, et al., 2004).

Selain dapat memperbaiki sifat fisik tanah terutama meningkatkan porositas tanah, cacing tanah juga mampu menyebarkan hara (terutama bahan organik) ke lapisan tanah yang lebih dalam (Edwards and Lofty, 1977), meningkatkan ketersediaan hara melalui casting (kotoran) yang diproduksinya, kapasitas tukar kation, populasi mikroorganisme potensial, dan daya penyangga air (Lee, 1985).

Cacing Tanah Pontoscolex corethrurus

Saat ini penurunan kualitas tanah telah menjadi masalah yang serius akibat konversi lahan hutan alam menjadi lahan pertanian dengan jalan membersihkan lahan dan membakar sejumlah besar biomasa tanaman. Hal ini merupakan gangguan terbesar bagi biota tanah. Penelitian menunjukkan bahwa diversitas dan

(12)

kelimpahan populasimakrofauna tanah pada sistem pertanian daerah tropika menurun lebih dari setengahnya dibandingkan hutan primer. Penelitian terhadap beberapa “keystone” spesies, diantarannya cacing tanah, membuktikan bahwa penurunan diversitas spesies fauna tanah mengakibatkan perubahan regulasi dekomposisi biologi dan ketersediaan nutrien dalam tanah. (Matson, et al., 1998).

Hasil penelitian Adianto, (2004) dimana sebagai hasil dari aktivitas cacing tanah meningkatnya porositas tanah dan dapat menciptakan kondisi aerasi yang baik bagi perkembangan akar tanaman, sehingga penyerapan zat-zat hara menjadi lebih baik. Hal ini juga diduga karena pada perlakuan ini unsur hara, yaitu garam mineral yang dibutuhkan oleh tanaman seperti N,P,K,Ca dan Mg terdapat dalam jumlah yang cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman.

Inokulasi cacing tanah Pontoscolex corethrurus diketahui dapat meningkatkan biomasa mikroba tanah, Namur pengaruh inokulasi cacing ini terhadap tanaman memberikan hasil yang berbeda-beda (Pashanashi, et al., 1992).

Hasil Penelitian Adianto, dkk, (2004) bahwa aplikasi 4, 8, dan 12 ekor cacing P. corethrurus Kadar karbon organik pada perlakuan ini lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol tanpa pakan maupun kontrol dengan pakan, hal ini menunjukkan bahwa aktivitas dekomposisi karbon organik pada aplikasi 4, 8, dan 12 ekor cacing P. corethrurus berlangsung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol tanpa pakan maupun kontrol dengan pakan. Kandungan karbon dalam tanah menjadi rendah disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang mengubah karbon organik menjadi karbondioksida yang dilepas ke udara. Hasil ini sejalan dengan percobaan sebelumnya bahwa laju konsumsi oksigen mikroorganisme tanah pada aplikasi 4, 8, dan 12 ekor cacing

(13)

P. corethrurus juga lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol tanpa

pakan maupun kontrol dengan pakan akibat adanya proses dekomposisi mikroorganisme.

Bahwa fosfor pada perlakuan cacing ditambah pakan dan aplikasi 4-12 ekor cacing lebih tinggi dan berbeda nyata secara statistik dibandingkan dengan Cacing tanpa pakan. Kenaikan ini diduga berasal dari aktivitas dekomposisi yang mengubah fosfor organik dari materi feses sapi menjadi fosfor anorganik (Adianto, dkk, 2004).

Kasting yang dikeluarkan cacing P. corethrurus mengandung fosfor yang

tersedia bagi tanaman lebih banyak dibandingkan tanah sekitarnya (Edwards dan Lofty 1972).

. Hasil penelitian Adianto, (2004) Kadar kalium pada perlakuan aplikasi 4-12 ekor cacing P. corethrurus dan cacing P. corethrurus ditambah pakan jumlahnya lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan cacing tanpa pakan. Tingginya kadar kalium ini berasal dari aktivitas dekomposisi mikroba, tetapi hampir 2/3 dari kalium yang berasal dari residu tumbuhan tidak terikat kuat dan dapat segera larut dalam air.

Kasting cacing diketahui mengandung kalium yang tersedia bagi tanaman, kadar kalium pada kasting sebanyak 44,6 mg/100 g berat kering dibandingkan dengan 7,0 mg/100 mg (Brady, 1984).

Cacing Tanah Amynthas gracilis

Tiap jenis cacing tanah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda,

(14)

mepunyai tekanan lingkungan yang relatif berat, dengan kondisi pH tanah rendah (sangat asam), dan bahan organik rendah (Anwar, 2009).

Masing-masing spesies cacing tanah memiliki ciri spesifik sesuai dengan peran ekologis pada habitatnya serta kebiasaan dalam menggali terowongan.

Amynthas gracilis termasuk cacing tanah anesik, Cacing tanah anesik merupakan

cacing tanah yang berukuran besar dan mampu membentuk terowongan yang dalam dan ukuran yang lebih. Cacing tanah anesik dan endogeik merupakan “soil engineer” yang berperan penting dalam mencampur serasah dengan lapisan tanah di bawahnya (Hong, 2001).

Spesies cacing tanah dapat dibedakan berdasarkan tipe seta, tipe klitelum serta respon saat diberi rangsang berupa sentuhan. tipe klitelum shaddle-shape merupakan pembeda cacing tanah genus Perionyx dari cacing tanah Pheretima dan Amynthas gracilis yang keduanya memiliki tipe klitelum annular. Selain itu, respon saat diberi sentuhan juga dapat dijadikan ciri pembeda di antara cacing tanah. Amynthas gracilis. akan segera menggeliatkan tubuhnya untuk melarikan diri. Kadar protein cacing tanah Amynthas gracilis 39.40 %. Ukuran dan bentuk kascing sangat beragam, tergantung dari cacing tanah yang menghasilkannya

Amynthas gracilis berbentuk tidak beraturan (amorf) (Sofyan, dkk, 2009).

Hasil penelitian Sofyan, dkk, (2009) Kadar N total kascing tertinggi dimiliki oleh Amynthas gracilis sebesar 0,40% dan terendah dimiliki oleh

Pheretima sebesar 0,17%. Nilai N total ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan

kascing L. rubellus yang mencapai 1,1-4,0% . Sementara itu, persentase unsur hara kascing tergantung dari media dan jenis pakan yang diberikan kepada cacing

(15)

tanah. Kadar N total tanah habitat cacing tanah pada umumnya lebih rendah daripada kascing .

Kelembaban kascing di seluruh lokasi relatif lebih rendah dibandingkan tanah habitatnya, berkisar antara 30–40%. Pada umumnya kelembaban kascing

Amynthas gracilis berkisar antara 45–55% . Sedangkan dalam penelitian ini

40 ± 3,42%. Hal ini Hal ini disebabkan karena perbedaan lokasi ditemukannya

Amynthas gracilis, dimana penelitian sebelumnya Amynthas ditemukan pada

daerah pegunungan sub tropis, tepatnya di Gunung Palgong (1192 mdpl) di Korea (Sofyan, dkk,2009).

Tanaman Jagung

Iklim

Daerah yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung yaitu daerah beriklim sedang hingga beriklim subtropik/tropis basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 500LU – 400LS. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan selama masa pertumbuhan. Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari yang penting dalam masa pertumbuhan. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung untuk pertumbuhan terbaiknya antara 270 – 320 C (Purwono dan Hartono, 2005).

Jagung dapat ditanam di indonesia mulai dataran rendah sampai di daerah pengunungan yang memliliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Jagung yang ditanamn di dataran rendah di bawah 800 m dpl dapat berproduksi baik dan diatas

(16)

800 m dpl pun jagung masih bisa memeberikan hasil yang baik pula (Anonim, 1993).

Tanah

Jagung termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus dalam penanamanya. Jagung dikenal sebagai tanaman yang dapat tumbuh di lahan kering, sawah dan pasang surut asalkan syarat tumbuh yang diperlukan terpenuhi. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain andosol, latosol, dan grumosol. Tanah bertekstur lempung atau liat berdebu (latosol) merupakan jenis tanah yang terbaik untuk pertumbuhan jagung. Tanaman jagung akan tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur dan kayu humus, keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan jagung antara 5,6-7,5. Pada pH < 5,5 tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik (Purwono dan Hartono, 2005).

Menurut Winarso (2005) Fosfor merupakan unsur hara essensial. Tidak ada unsur lain yang dapat menggantikan fungsinya di dalam tanaman, sehingga tanaman harus mendapatkan atau mengandung P secara cukup. Fungsi penting fosfor didalam tanaman adalah dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, perbesaran dan pembelahan sel-sel serta proses-proses didalam tanaman lainnya dan membantu mempercepat perkembangan akar dan perkecambahan. P dapat merangsang pertumbuhan akar, yang selanjutnya berpengaruh pada pertumbuhan bagian atas tanaman.

Pelapukan bahan organik akan dihasilkan asam humat, asam vulvat, serta asam-asam organik lainnya. Asam-asam itu dapat mengikat logam seperti Al dan Fe sehingga mengurangi kemasan (Hakim, 2005).

Gambar

Gambar 2. Struktur  alat pencernaan dari cacing tanah

Referensi

Dokumen terkait

Harapannya dengan kerjasama yang bagus antara keluarga, sekolah, dan masyarakat yang merupakan tiga titik pusat pendidikan, dapat membentuk atau membina akhlak

@ingkat kasus aktual (terealisasi* dihitung dengan membagi pengeluaran perdagangan aktual dengan jumlah pengiriman sebenarn&#34;a. @otal pengiriman aktual termasuk

Dengan menampilkan bagaimana macam-macam corak batik Manggur dan filosofinya, awal di temukannya batik Manggur, kegiatan proses pembuatan Batik Manggur oleh para

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif 4 , yaitu penelitian hukum yang menekankan pada penelaahan dokumen-dokumen hukum dan bahan-bahan pustaka yang

Sedangkan personal background secara keseuluruhan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peran auditor dalam pengawasan keuangan daerah, dan pada

Pupuk kascing merupakan bahan organik yang cukupbaik karena selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah khususnya pada tanah yang kurang subur seperti

Penggunaan matrik pektin diharapkan dapat menghasilkan sifat fisis granul dan tablet yang baik serta kemampuan bahan matrik yang baik juga dalam membawa

Dari slip upah tersebut maka bagi kartu jam kerja yang mencatat upah dan merekap serta menghitung keseluruhan total upah, dari total produksi setiap harinya dan untuk