• Tidak ada hasil yang ditemukan

AgroinovasI Badan Litbang Pertanian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AgroinovasI Badan Litbang Pertanian"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Badan Litbang Pertanian Edisi 5-11 September 2012 No.3472 Tahun XLIII

Selain benih unggul, organisme pengganggu tumbuhan (OPT/ hama dan penyakit) juga merupakan kendala dalam produksi jahe di Indonesia. Setelah penyakit layu bakteri, kini penyakit busuk rimpang menyerang pertanaman jahe petani di sentra-sentra produksi. Adanya penyakit ini patut dikhawatirkan karena akan menambah daftar kendala bagi usaha peningkatan produksi jahe di Indonesia. Penyakit ini tampaknya menyebar semakin luas sehingga menyebabkan kerugian yang sama besar dengan penyakit layu bakteri. Untuk itu perlu pengenalan gejala penyakit, penyebab penyakit dan cara pengendaliannya untuk menghentikan penyebaran penyakit busuk rimpang.

Arti Ekonomi Jahe

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salahsatu jenis komoditas tanaman obat yang tergolong tinggi permintaannya, baik di dalam maupun di luar negri sehingga selain dapat meningkatkan devisa negara juga dapat meningkatkan pendapatan petani. Arah pengembangan tanaman obat (termasuk jahe) ditujukan untuk pemenuhan industri dalam negeri (IOT= Industri Obat Tradisional dan IKOT= Industri Kecil Obat Tradisional), farmasi, kosmetika, industri rumah tangga, jamu gendong dan ekspor. Pasokan jahe dari Indonesia ke negara pengimpor jahe dalam beberapa tahun terakhir ini cukup meningkat. Akan tetapi, peningkatan permintaan akan jahe belum dapat diimbangi dengan peningkatan produksi jahe.

Daerah sentra produksi jahe saat ini adalah Jawa dan Sumatera Utara. Arah pengembangan jahe sejalan dengan arah pengembangan tanaman obat. Sampai tahun 2010, areal pengembangan tanaman obat masih diarahkan ke lokasi di mana industri obat tradisional berkembang, yaitu di Pulau Jawa (Badan Litbangtan, Deptan, 2007). Usaha pengembangan luas areal penanaman dari tahun ke tahun meningkat, sehingga kebutuhan bibit dari tahun ke tahun juga meningkat (Tabel 1). Tabel 1. Kebutuhan bibit dan luas areal/lahan pengusahaan jahe pada tahun 2005-2010 (Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat, Deptan, 2007).

Tahun Kebutuhan bibit (ton) Luas lahan (ha)

2005 18.900 1.350 2006 19.380 1.380 2007 19.845 1.415 2008 20.340 1.450 2009 20.850 1.486 2010 21.372 1.523

PENYAKIT BUSUK RIMPANG MENGHAMBAT USAHA

PENINGKATAN PRODUKSI JAHE DI INDONESIA

(2)

Edisi 5-11 September 2012 No.3472 Tahun XLIII

6

Badan Litbang Pertanian

Usaha peningkatan produksi jahe masih menghadapi kendala, salahsatunya adalah gangguan OPT. Akibat serangan OPT pada tanaman jahe, misalnya, dapat menyebabkan kegagalan panen atau setidaknya menurunkan mutu dan produktivitas tanaman. Selama ini, OPT jahe yang menjadi kendala penting dalam peningkatan produksi jahe adalah bakteri layu Ralstonia solanacearum. Kini, sejak tahun 2003, tampaknya penyakit busuk rimpang jahe yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp. zingiberi turut meresahkan petani jahe di Jawa Tengah (Soesanto dkk.., 2003; 2005). Sebenarnya penyakit ini sudah ada sejak lama, tetapi tingkat kerugian akibat penyakit busuk rimpang pada waktu itu tidak sebesar penyakit layu bakteri. Menyebarnya penyakit busuk rimpang ini perlu diperhatikan karena akan menghambat usaha peningkatan produksi dan pemenuhan kebutuhan bibit jahe sehat bermutu.

Gejala dan Penyebab Penyakit Busuk Rimpang Jahe Gejala Penyakit

Gejala awal penyakit ditandai dengan menguningnya pinggiran daun dari daun-daun terbawah yang secara perlahan seluruh daun-daun akan menguning dan akhirnya seluruh tanaman menguning (Gambar 1A dan 1B). Kemudian daun-daun tertua akan mengering pertama kali, diikuti dengan daun-daun yang lebih muda dan akhirnya batang juga akan mengering. Batang yang mengering masih kuat sehingga sulit dicabut dari rimpangnya dan tidak berbau. Tanaman yang mengering tidak akan jatuh ke tanah. Berbeda dengan tanaman terserang bakteri layu di mana batang tanaman yang mengering mudah tercabut dari rimpangnya dan akan jatuh/ rebah ke tanah dan berbau.

(3)

Edisi 5-11 September 2012 No.3472 Tahun XLIII Badan Litbang Pertanian

Gambar 1. Gejala penyakit busuk rimpang jahe yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp. zingiberi di KP Cimanggu, Bogor, Jawa Barat. A) Gejala awal, B) Gejala lanjut, C) Irisan melintang rimpang terserang busuk rimpang tampak jaringan daging rimpang berwarna coklat muda sampai tua yang tidak merata; D) Rimpang terserang busuk rimpang mengkerut dan kering.

Pada rimpang, terlihat jaringan berwarna kecoklatan dari coklat muda sampai coklat tua yang tidak merata pada bagian endodermis maupun cortex (Gambar 1C). Rimpang yang membusuk akan mengeriput dan mengering (Gambar 1D). Busuk rimpang oleh bakteri layu adalah busuk basah.

Penyebab dan Daur Penyakit

Penyebab penyakit busuk rimpang adalah jamur Fusarium oxysporum f.sp.

zingiberi. Di India dan Hawaii, penyakit busuk rimpang disebut penyakit kuning

Fusarium karena gejala tanaman yang menguning.

Jamur Fusarium merupakan jamur tular tanah, bertahan dalam tanah dan dalam rimpang dalam bentuk struktur istirahat (klamidospora). Selain terinfeksi oleh jamur yang berada dalam tanah, tanaman dapat juga menjadi sakit karena jamur yang terbawa bibit tanaman yang diambil dari tanaman sakit. Sumber penularan utama pada pertanaman jahe adalah penanaman rimpang sakit. Jamur berkembang baik pada keadaan suhu panas (15-38°C), udara lembab (87-95%) dan keadaan tanah basah/ becek yang lama karena drainase yang buruk.

Kerusakan dan Kerugian dari Penyakit Busuk Rimpang

Pengembangan areal jahe di Jawa selama ini diarahkan pada lahan-lahan yang bebas penyakit utama yaitu layu bakteri. Alih-alih menghindari serangan penyakit layu bakteri, penyakit busuk rimpang datang menghadang.

Dari hasil survey di Jawa Tengah yang dilakukan oleh tim Universitas Jenderal Sudirman dan BPTP Jawa Tengah pada tahun 2003 dan 2005, penyakit busuk rimpang merupakan penyakit yang umum terlihat di hampir semua sentra penanaman jahe di 8 kabupaten/ kodya yang disurvey, yaitu Magelang, Karanganyar, Purbalingga, Purworejo, Banyumas, Salatiga, Temanggung dan Boyolali; mencakup 19 kecamatan dengan tingkat serangan rendah sampai tinggi. Tingkat serangan tertinggi terdapat

(4)

8

Badan Litbang Pertanian Edisi 5-11 September 2012 No.3472 Tahun XLIII

di Magelang dan terendah di Purworejo (Tabel 2). Penyebab penyakit busuk rimpang di 8 kabupaten tersebut disebabkan oleh jamur F. oxysporum. Jamur busuk rimpang menginfeksi beberapa jenis jahe yaitu, jahe gajah (jahe putih besar), jahe emprit (jahe putih kecil) dan jahe putih atau jahe kapur (Tabel 2).

Pada tahun 2011, penulis menemukan gejala penyakit busuk rimpang jahe yang ditanam di kebun percobaan Cimanggu, Bogor Jawa Barat. Benih rimpang tanaman jahe di kebun tersebut diperoleh dari Cicurug Sukabumi. Lebih dari 50% benih rimpang yang ditanam, tidak tumbuh karena rimpangnya membusuk (Gambar 1). Hasil isolasi jamur dari rimpang yang membusuk tersebut, diperoleh jamur Fusarium

oxysporum penyebab penyakit busuk rimpang.

Tabel 2. Tingkat serangan penyakit busuk rimpang jahe di delapan Kabupaten/ Kodya di Jawa Tengah (Soesanto dkk., 2003 dan 2005)

No. Kabupaten/ Kodya (Kecamatan) Rerata Tingkat Serangan (%)

1. Magelang (Sawangan, Borobudur, Candimulyo) 66,67

2. Karanganyar (Ngargoyoso, Jumapolo, Kerjo) 32,20

3. Purbalingga (Kejobong, Pengadegan) 22,50

4. Purworejo (Bener, Purworejo, Bruno, Kemiri) 21,25

5. Banyumas (Banyumas, Ajibarang) 56,67

6. Salatiga (Argomulyo) 58,33

7. Temanggung (Kranggan, Kaloran, Pringsurat) 57,50

8. Boyolali (Ampel) 56,67

Penggunaan rimpang jahe dari pertanaman terinfeksi penyakit busuk rimpang untuk musim tanam selanjutnya dan untuk penanaman baru di lahan baru yang masih bebas penyakit, dapat meningkatkan luas serangan penyakit di lapang. Begitu seterusnya sehingga jika tidak diwaspadai akan meningkatkan jumlah tanaman/ rimpang dan lahan jahe yang terinfeksi jamur Fusarium busuk rimpang tersebut. Meningkatnya jumlah rimpang terinfeksi dapat menghambat usaha pengembangan tanaman obat dalam hal tersedianya bibit sehat dan bermutu, mengingat kebutuhan bibit untuk pengembangan luas areal dari tahun ke tahun meningkat.

Dari hasil survey menunjukkan bahwa tingkat serangan penyakit busuk rimpang cukup menghawatirkan, selain berdampak bertambahnya masalah kendala dalam budidaya jahe, juga menyebabkan tidak tercapainya pemenuhan kebutuhan bibit sehat bermutu dalam usaha pengembangan jahe, proses produksi yang tidak efisien karena tingginya biaya penanggulangan penyakit, gagal panen secara ekonomi, menghambat ekspor dan sulitnya memperoleh lahan sehat untuk kesinambungan

(5)

Badan Litbang Pertanian Edisi 5-11 September 2012 No.3472 Tahun XLIII

produksi jahe. Kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh penyakit busuk rimpang tampaknya sama besar dengan kerugian yang diakibatkan oleh penyakit layu bakteri. Hal ini menyebabkan usaha pemerintah dalam peningkatan produksi jahe akan sulit dicapai jika tidak ada tindakan pengendaliannya.

Antisipasi Pengendalian

Meluasnya penyakit di beberapa sentra jahe mengindikasikan bahwa umumnya tanah pertanian dan benih rimpang jahe yang digunakan oleh para petani sebagian besar sudah tercemar atau terinfeksi oleh jamur Fasarium oxysporum penyebab penyakit busuk rimpang, sehingga tanah dan rimpang sehat untuk tujuan produksi jumlahnya sangat terbatas. Untuk menghentikan penyebaran penyakit busuk rimpang agar tidak lebih meluas, ada beberapa langkah tindakan pencegahan maupun pengendalian, yaitu: 1) perlakuan benih sebelum tanam, 2) sterilisasi tanah sebelum tanam, 3) intercropping, 4) pengendalian penyakit di lapang dan 4) karantina.

Perlakuan Benih Sebelum Tanam

Tanaman jahe dibiakkan secara vegetatif, yaitu menggunakan rimpangnya sebagai bahan perbanyakan tanaman. Benih rimpang sehat adalah rimpang yang berumur 9 bulan, bernas, tidak menunjukkan gejala serangan hama penyakit, berat potongan rimpang 40 – 60 g, mempunyai 2-3 bakal mata tunas yang baik (Teknologi Unggulan Jahe, 2007). Untuk menghindari terbawanya jamur pada dan dalam rimpang, maka perlakuan benih rimpang sangat dianjurkan dilakukan terutama pada daerah-daerah dengan tingkat serangan tinggi seperti halnya Magelang.

Perlakuan benih rimpang dapat dilakukan dengan merendam benih rimpang dalam larutan fungisida atau perlakuan air panas. Joshi dan Sharma (1980) menganjurkan untuk merendam rimpang jahe sebelum ditanam, dengan fungisida seperti 0,3% mancozeb atau benomyl, metil tiofanat dan karbendazim selama 2 jam. Perendaman rimpang benih dalam larutan fungisida bertujuan untuk membunuh jamur Fusarium yang ada di permukaan rimpang selama di dalam tanah atau dalam penyimpanan, sedangkan perlakuan air panas bertujuan untuk membunuh jamur yang telah masuk dan menginfeksi jaringan dalam daging rimpang. Di India, perlakuan air panas 50oC selama 10-15 menit terhadap benih rimpang terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan jahe yang lebih baik dan sehat. Perlakuan air panas telah digunakan dalam memproduksi bibit pisang sehat. Belahan-belahan bonggol pisang direndam dalam dengan air panas 55oC selama 30-45 menit (Sinartani Edisi 11-17 Mei 2011, No.3405 Tahun XLI).

Metoda perlakuan benih ini dapat digunakan petani dalam usaha pemenuhan bibit sendiri. Keuntungan petani membibitkan jahe sendiri adalah: 1) petani akan mengetahui kondisi bibit yang akan ditanam, 2) penyediaan bibit tidak terbatas, 3) efisiensi biaya pembelian bibit dan 4) bibit terjamin. Secara teknis, tanaman induk untuk bibit dapat ditanam di polybag. Dengan polybag, penyortiran tanaman sehat

(6)

Edisi 5-11 September 2012 No.3472 Tahun XLIII

10

Badan Litbang Pertanian

akan mudah dilakukan dan pencegahan penularan penyakit ke tanaman lain dapat dilakukan. Untuk penaksiran kebutuhan bibit, dapat diperhitungkan dengan 1 kg bibit rimpang sehat dapat menghasilkan 15 – 20 benih.

Perlakuan Tanah

Untuk penyakit-penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur tular tanah seperti halnya jamur Fusarium, sterilisasi tanah sangat dianjurkan untuk menekan propagul jamur dalam tanah dan jumlah tanaman yang terinfeksi penyakit busuk rimpang.

Salahsatu metoda untuk sterilisasi tanah adalah solarisasi tanah pada saat musim panas. Solarisasi tanah dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: a) pengolahan tanah dengan membalik tanah, b) membasahi tanah, c) penutupan tanah dengan mulsa plastik (polyethylene) yang transparan (tembus cahaya) yang dibiarkan selama kurang lebih 4-8 minggu.

Intercropping

Di India, intercropping jahe dengan Capsicum (cabai) dapat mengendalikan penyakit sebesar 75%.

Pengendalian Penyakit di Lapang

Penggunaan fungisida seperti mancozeb, benomyl, metil tiofanat dan karbendazim dapat digunakan untuk pengendalian penyakit busuk rimpang di lapang dengan cara menyiramkan fungisida ke tanah dekat perakaran secara teratur 1-2 kali setiap 15 hari.

Pemanfaatan pestisida nabati dapat digunakan tepung daun cengkeh. Pada pertanaman vanili, sebanyak 50-100 g tepung daun cengkeh dapat menguragi propagul jamur Fusarium dan jumlah tanaman terinfeksi penyakit busuk batang panili yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. vanilla.

Karantina

Sebaiknya tidak menggunakan rimpang jahe yang berasal dari daerah terinfeksi sebagai bahan tanaman. Tindakan karantina secara ketat perlu dilakukan terhadap masuknya benih rimpang yang berasal dari kebun atau daerah yang terinfeksi penyakit (Magelang, Karanganyar, Purbalingga, Purworejo, Banyumas, Salatiga, Temanggung dan Boyolali); ke kebun atau daerah baru yang belum terinfeksi.

Tindakan-tindakan pencegahan seperti sortir ketat rimpang-rimpang jahe untuk bahan tanaman, solarisasi tanah, perlu diaplikasikan pada daerah-daerah yang belum terserang penyakit.

Pengendalian penyakit yang ramah lingkungan melalui penggunaan musuh alami jamur Fusarium seperti bakteri Pseudomonas fluorescens dengan Bacillus subtilis mempunyai harapan untuk dipakai (Amalia dkk., 2004). Di India,

(7)

Edisi 5-11 September 2012 No.3472 Tahun XLIII Badan Litbang Pertanian

penggunaan varietas jahe tahan jamur Fusarium telah digunakan dalam menekan insiden penyakit busuk rimpang.

Jika setiap petani /kelompok petani melakukan antisipasi pengendalian yang sama secara terpadu, maka penyebaran dan insiden penyakit Insya Allah dapat ditekan dan dikendalikan. Selain itu, perlu dilakukan survey penyebaran dan perkembangan penyakit busuk rimpang di lokasi lainnya di Jawa dan Sumatera Utara untuk mengantisipasi dan mencegah kerusakan dan kerugian yang lebih luas.

Setyowati Retno Djiwanti, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat-Bogor, Puslitbang

Gambar

Tabel 1.  Kebutuhan bibit dan luas areal/lahan pengusahaan jahe pada tahun 2005- 2005-2010 (Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat, Deptan, 2007).
Gambar 1. Gejala penyakit busuk rimpang jahe yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp
Tabel 2.  Tingkat serangan penyakit busuk rimpang jahe di delapan Kabupaten/

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tinjauan

Hasil dari kegiatan adalah peternak sudah dapat membuat pakan alternatif untuk ayam kampung yang berupa ulat yang berasal dari lalat BSF yang dilakukan dengan fermentasi dedak

Persen sakarifikasi optimum dari keseluruhan perlakuan dengan asam sulfat diperoleh pada ampas tebu yang diatoklaf selama 30 menit kemudian diimpregnasi dengan asam sulfat

Titi Roniah Hj... Tuti

Adanya biaya dari semua dana yang digunakan perusahaan mengakibatkan jumlah modal kerja yang relatif besar mempunyai kecenderungan untuk mengurangi laba perusahaan, tetapi

Dengan mengetahui pengaruh perhatian orang tua dan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar siswa diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam peningkatan

4 Apakah guru agamamu mengembalikan tugas atau pekerjaan rumah (PR) yang diberikan. a

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tentang perbedaan lama waktu perendaman kerang hijau dengan larutan tomat yaitu perlakuan perendaman kerang hijau