PENGARUH DOPAN SnO2 TERHADAP SIFAT-SIFAT MIKROSKOPIK SUPERKONDUKTOR YBa2Cu3O7-d PADA DAERAH MELT-TEXTURED1
Wendri *, Suharta*, Arianto*, Sukarasa*
*Jurusan Fisika FMIPA Universitas Udayana
ABSTRAK
Dalam penelitian ini berhasil dibuat sample superkonduktor YBa2Cu3O7-dyang diberi
doping SnO2 dan diberi perlakuan suhu sintering di daerah Melt-textured. Proses sintesis
dilakukan pada suhu 1010oC selama 20 jam, kemudian didinginkan dalam tungku pemanas. Hasil karakterisasi yang diperoleh :
- Semua sample menghasilkan efek Meissner yang baik (ada Levitasi), dengan kata lain sample sudah mempunyai sifat superkonduktor.
- Pola spektrum XRD dari semua sample hampir sama dan sesuai dengan pola XRD
YBC-123, walaupun masih terdapat puncak yang merupakan fase impuritas.
- Semua sample sudah menunjukkan resistivitas nol yang merupakan sifat dari superkonduktor.
Dari hasil karakterisasi dapat disimpulkan bahwa senyawa SnO2 ternyata dapat digunakan
sebagai doping untuk pertumbuhan phase YBC-123 pada superkonduktor YBa2Cu3O7-d. Dan
dalam pertumbuhan phase YBC-123 ternyata kadar doping SnO2 mempunyai batas kejenuhan.
Dalam penelitian ini batas kejenuhannya adalah pada kadar doping 3%.
ABSTRACT
In the research already successful made to sample of superconductor YBa2Cu3O7-d with
dopant SnO2 and sintering temperature in melt-textured. The synthesis have been processed at
temperature 1010oC during 20 hours and cooling down in furnace. The result of characteritation is :
- All sample shown good effect Maeissner (have lavitation) or sample have the characteristic of superconductor.
- All sample have pattern of XRD spectra are almost too same and according with pattern of XRD YBa2Cu3O7-d, although be obtained some peak wich associated to impurity phase.
- All sample have zero of resistivity, it show superconductor characteristic.
From result of the research can be conclude that SnO2 compound can be used as dopant to
growth YBC-123 phase on superconductor YBa2Cu3O7-d. And in the growth YBC-123 phase,
SnO2 dopant have critical of saturation. In this research critical point 3%.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Dewasa ini superkonduktor menjadi topik yang semakin hangat dikaji di kalangan perguruan tinggi, maupun lembaga
penelitian pemerintah yang lain.
Keberadaaan superkonduktor sangat penting untuk masa sekarang maupun masa yang
akan datang, mengingat banyaknya
ekonomi yang tinggi yang dapat muncul dari pemakaian penemuan baru tersebut. Aplikasi dan komersialisasi dapat terwujud apabila bahan tersebut dapat beroperasi pada suhu ruang.
Keberhasilan M.K. Wu, dan
kawan-kawan mendapatkan superkonduktor
keramik sistem YBCO-123 dengan suhu kritis sekitar 90 K, mendorong para peneliti untuk meneliti lebih lanjut mengenai bahan superkonduktor tersebut untuk menghasilkan bahan yang mempunyai kristal tunggal, kehomogenitasan tinggi, suhu kritis tinggi, rapat arus tinggi, medan magnetik kritis tinggi, serta metode sintesa efektif dan efisien baik dalam hal waktu dan biaya sintesis.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi rapat arus kritis (Jc) dalam superkonduktor
oksida : (a) keberadaan weak links yang berkaitan dengan grain (butiran), (b) ukuran butiran yang mempengaruhi sifat-sifat anisotropik dari superkonduktor, dan (c) analisis pusat pinning.
Ketiga faktor di atas sangat
dipengaruhi oleh proses sintesis bahan maupun metode yang digunakan dalam sintesis tersebut. Proses sintesis meliputi : variasi komposisi senyawa penyususn, variasi suhu sintering, variasi waktu sintering, dan pendopingan. Sedangkan macam metode yang digunakan meliputi : metode reaksi padatan, metode pelelehan
sebagian (partial melting), metode pelelehan
(melt-textured).
Selama ini sintesa superkonduktor YBCO-123 dilakukan dengan metode reaksi padatan dari campuran bahan Y2O3, Ba2CO3,
CuO sesuai dengan perbandingan molnya. Namun sampai saat ini hasil penelitian yang diperoleh masih menunjukkan impuritas yang cukup besar, ukuran butiran kecil, rapat arus kecil dan medan magnetik kritis yang kecil pula.
Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan sintesa bahan superkonduktor YBCO-123 dengan menambahkan doping SnO2 dan menggunakan metode pelelehan.
Jumlah doping akan divariasi dan disintering
pada darah Melt-Textured (metode
pelelehan). Dengan menggunakan doping SnO2 dan metode pelelehan diharapkan
diperoleh sample yang yang mempunyai struktur kristal tunggal tanpa impuritas, homogenitas tinggi, ukuran butiran besar, suhu kritis, rapat arus kritis dan medan magnetik kritis yang tinggi pula, sehingga lebih mudah untuk dapat diaplikasikan.
1.2. Permasalahan
Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh dopan SnO2
terhadap sifat-sifat mikroskopik
superkonduktor YBa2Cu3O7-d, terutama
mengenai ukuran butiran, suhu kritis dan rapat arus kriti dan medan magnetik kritis, pada daerah Melt-Textured. Untuk itu akan
dirancang eksperimen dengan memvariasikan jumlah molar dopan SnO2,
pada suhu dan waktu sintering konstan. Dan untuk melihat bagaimana pengaruh dopan terhadap sifat-sifat mikroskopik bahan, dilakukan pengukuran : a) efek Meissner, b) difraksi sinar-X, c) resistivitas sebagai fungsi suhu (Tc).
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah dengan
penambahan doping SnO2 diharapkan
memperoleh bahan superkonduktor
YBa2Cu3O7-ddengan ukuran butiran yang
besar dan homogenitas tinggi, sehingga suhu kritis, rapat arus kritis dan medan magnetik kritis yang diperoleh juga tinggi.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi yang lebih lengkap tentang superkonduktor sistem YBCO. Pengetahuan ini dapat memberikan landasan yang lebih kuat dalam pengkajian lebih lanjut untuk memahami manfaat doping SnO2, proses
sintesa superkonduktor pada daerah
melt-textured, dalan mekanisme superkonduksi
pada superkonduktor sistem YBCO.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan
nantinya dapat dilanjutkan dengan
penambahan doping SnO2 dan CeO2.
II. TEORI
2.1. Sifat Magnetik Bahan Superkonduktor
Sampai saat ini dikenal dua tipe superkonduktor yaitu super konduktor tipe I dan superkonduktor tipe II. Klasifikasi ini muncul karena perbedaan sifat atau kelakuan medan magnetik pada tiap-tiap bahan superkonduktor. Pada bahan superkonduktor tipe I jika dipasang pada medan magnetik yang diperbesar sampai mencapai nilai
medan magnetik kritis Hc maka
superkonduktor secara mendadak dan tajam akan menjadi normal. Dengan kata lain
bahan sudah mempunyai sifat
superkonduktor.
Pada superkonduktor tipe II,
mempunyai medan magnetik kritis terbaah (Hc1) dan medan magnetik kritis teratas
(Hc2). Bila suatu medan magnetik H yang
lebih kecil dari Hcl dipasang pada bahan
superkonduktor tipe II, maka bahan akan
bersifat diamagnetik sempurna. Jika
kemudian medan magnetic diperbesar
melebihi medan magnetic kritis I (Hc1),
maka pada medan tersebut suatu fluks akan menembus ke dalam superkonduktor. Fluks
yang menembus selanjutnya akan
menghasilkan arus sirkulasi di sekelilingnya. Arus sirkulasi ini disebut sebagai vorteks. Bila kemudian medan magnetic makin diperbesar, maka makin banyak fluks yang menembus bahan superkonduktor. Ketika rapat vorteks cukup besar maka bahan
superkonduktor akan masuk ke dalam keadaan normal. Nilai pada saat bahan superkonduktor masuk ke dalam keadaan normal disebut medan magnetic kritis 2 (Hc2).
2.2. Superkonduktor YBC-123
Superkonduktor YBa2Cu3O7-d atau
lebih dikenal dengan YBC-123 tergolong salah satu jenis superkonduktor yang memiliki suhu kritis tinggi. Superkonduktor suhu tinggi dari sistem YBCO ditemukan oleh M.K. Wu, dan kawan-kawan, tepatnya pada komposisi senyawa YBa2Cu3O 7-ddengan suhu kritis sekitar 90 K.
Sifat-sifat superkonduktor keramik sistem YBC-123 sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen yang terdapat dalam
senyawa tersebut. Kandungan oksigen
dutentukan oleh perlakuan pada proses
pembuatannya. Superkonduktor sistem
YBa2Cu3O7-dmempunyai dua struktur yaitu
struktur tetragonal (0,5< <1,0) yang bersifat semikonduktor dan struktur orthorombik (0<<0,5) yang bersifat superkonduktor.
Telah dilakukan eksperimen oleh beberapa peneliti, hasilnya menunjukkan bahwa sel satuan superkonduktor sistem YBCO mempunyai konstanta kisi a = 3,8563 Ao, b = 3,7918 Ao, c = 11, 6044 Ao [1].
Beberapa sintesis superkonduktor YBa2Cu3O7-d(Y123) telah dilakukan seperti
proses sintesa dengan teknik pelelehan [2-6]. Kontrol suhu sintering [7], namun ukuran butiran yang diperoleh masih relatif kecil sehingga akan mempengaruhi rapat arus kritis (Jc) dan medan magnetik kritis (Hc).
Disamping beberapa parameter di atas perlakuan penggantian terhadap untur Y dalam YBa2Cu3O7-d banyak dilakukan
seperti penggantian dengan unsur-unsur tanah RBa2Cu3O7-d (R-123; R = Nd, Gd, Dy,
Ho, Er dan Tm) [8].
Peningkatan suhu kritis, rapat arus
kritis, dan medan magnetik kritis
superkonduktor suhu tinggi merupakan suatu permasalahan yang sangat penting, sehingga dapat diaplikasikan untuk keperluan device yang memerlukan rapat arus dan medan magnetik tinggi. Ada tiga faktor yang mempengaruhi rapat arus kritis (Jc) dalam
superkonduktor oksida yaitu :
a. Keberadaan weak links yang berkaitan dengan grain (butiran).
b. Ukuran butiran yang mempengaruhi
sifat-sifat anisotropik dari
superkonduktor.
c. Analisis pusat pinning.
Efek Weak-Linkakan mempengaruhi rapat arus kritis bahan superkonduktor. Semakin kecil Weak-Link, maka rapat arus kritis bahan akan semakin tinggi. Berberapa penelitian telah dilakukan untuk mengurangi efek Weak-Link, seperti penambahan Ag atau Ag2O. Penambahan Ag dan Ag2O akan
dalam YBCO-123, mengurangi resistivitas keadaan normal dan mengurangi efek
Weak-Link.
Dalam superkonduktor suhu tinggi, seperti sistem YBCO, BSCCO, HBCCO, dan TBCCO, dari struktur kristalnya terdiri dari lapisan-lapisan Cu-O. Jumlah lapisan CuO yang terdapat dalam satu sel satuan atau subsel terpisah diduga berhubungan erat dengan tinggi rendah harga Tc dan lapisan
tersebut diduga keras berperan penting dalam konduksi dua dimensi yang terjadi. Makin banyak lapisan Cu-O dalam satu sel, harga Tc makin tinggi. Superkonduktor
YBCO sendiri memiliki dua lapisan Cu-O yang terpisah oleh lapisan Y [9].
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan Awal
Sintesis bahan YBa2Cu3O7-ddilakukan
dengan menggunakan bahan-bahan : Y2O3
(99,99%) BaCO3 (99,5%), CuO (99%) dan
SnO2.
3.2. Proses Sintesis
Diagram alir sintesis superkonduktor keramik system YBCO-123 adalah sebagai berikut :
Gambar 3.1. Diagram alir sintesa
superkonduktor system YBCO-123 dalam daerah melt textured dan doping SnO2
3.3. Karakterisasi
Sample yang dihasilkan dikarakterisasi dengan melakukan pengukuran :
- Pengamatan efek Meissner pada suhu nitrogen cair : untuk mengamati
apakah sample telah bersifat
superkonduktif pada suhu > 77 K. - Pengukuran dengan difraksi sinar-X
(XRD) : untuk mengetahui tingkat keberhasilan terbentuknya kristal fase
yang diharapkan dan melihat
perubahan pola difraktogramnya. - Pengukuran resistivitas sebagai fungsi
suhu (Tc) : untuk mengetahui sifat-sifat
superkonduktifnya. Penimbangan Y2O3, BaCO3, CuO dan Variasi SnO2 Karakterisasi Efek Meissner, XRD, Tc Pencampuran dan penggerusan selama 7-8 jam Pendinginan dalam tungku Kalsinasi (Tk=800oC, tk=20 jam Sintering Ts=1010oC, ts=20 jam Penggerusan selama 7-8 jam Peletisasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Efek Meissner
Hasil pengamatan efek Meissner yang dilakukan dilaboratorium Material Jurusan Fisika FMIPA UNUD diperlihatkan pada Tabel 4.1. Dari tabel ini dapat dilihat bahwa keempat sample YBa2Cu3O7-d+ 1% SnO2,
YBa2Cu3O7-d+ 2% SnO2, YBa2Cu3O7-d+ 3%
SnO2, danYBa2Cu3O7-d+ 4% SnO2, efek
Meissnernya sudah muncul. Jadi dalam penelitian ini telah berhasil dibuat sample superkonduktor YBa2Cu3O7-ddengan variasi
doping SnO2.
Tabel 4.1. Pengamatan efek Meissner
No Superkonduktor Efek Meissner
1 YBa2Cu3 + SnO2 Teramati
2 YBa2Cu3 + SnO2 Teramati
3 YBa2Cu3 + SnO2 Teramati
4 YBa2Cu3 + SnO2 Teramati
4.2. Hasil Karakterisasi XRD
Secara garis besar pola difraksi sinar-X yang dihasilkan sudah sesuai dengan pola difraksi sinar-X system YBCO, tetapi masih terdapat impuritas walaupun tidak terlalu besar. Fase impuritas yang muncul pada sample YBa2Cu3O7-d+ 1% SnO2 adalah pada
sudut 2q = 21.6o, 28.28o, 29.188o, 30.34o, 33.68o, dan 47.23o. Sedangkan fase YBC-123 yang muncul adalah spectrum dengan Indeks Miller (003), (012), (004), (013), (112), (005), (113), (!05), (003), (200),
(115), (106), (210), (007) dan (213). Penambahan SnO2 dari 1% menjadi 2%,
menghasilkan spectrum fase impuritas dan fase YBC-123 yang sama dengan hasil sebelumnya. Hanya saja intensitas fase
YBC-123 yang dihasilkan dengan
penambahan SnO2 2% lebih besar
dibandingkan dengan penambahan SnO2 1%.
Penambahan intensitas fase YBC-123 juga terjadi pada sample yang didoping SnO2 3%.
Sejalan dengan penambahan intensiras fase impuritas terutama pada sudut 2q = 28.28o dan 29.18o. Hal ini mengisyaratkan penambahan doping SnO2 dari 1% mampu
menumbuhkan fase YBC-123 dan sekaligus menghambat pertumbuhan pase impuritas.
Namun hal sebaliknya terjadi pada sample yang diberi doping SnO2 4%.
Terlihat bahwa pada sample ini intensitas fase YBC-123 menurun, bahkan Indeks Miller (104) tidak terlihat lagi. Penurunan intensitas fase YBC-123 diiringi dengan munculnya fase impuritas yang cukup tinggi pada sudut 2q = 29.18o. Hal ini mengisyaratkan bahwa penambahan doping SnO2 ternyata mempunyai batas tertentu atau
kejenuhan. Pada penelitian ini ternyata batas jenuhnya adalah pada doping SnO2 3%.
Penambahan doping SnO2 di atas 3%
cenderung menekan pertumbuhan fase YBC-123 dan menumbuhkan fase impuritas.
4.3. Hasil Perhitungan Fraksi Volume
Hasil perhitungan fraksi volume untuk sample YBa2Cu3O7-d+ 1% SnO2,
YBa2Cu3O7-d+ 2% SnO2, YBa2Cu3O7-d+ 3%
SnO2, danYBa2Cu3O7-d+ 4% SnO2,
diperlihatkan pada Tabel 4.2. Hasil perhitungan fraksi volume sejalan dengan
hasil karakteristik XRD, dimana
penambahan doping SnO2 dari 1% sampai
3% mampu menumbuhkan fase YBC-123 dan menekan pertumbuhan fase impuritas, tetapi berakibat sebaliknya pada doping di atas 3%.
Tabel 4.2. Hasil perhitungan fraksi
volume sample superkonduktor
YBa2Cu3O7-d+ x SnO2.
No Superkonduktor Fraksi Volume
1 YBa2Cu3 + 1% SnO2 85%
2 YBa2Cu3 + 2% SnO2 87%
3 YBa2Cu3 + 3% SnO2 90%
4.4 Hasil Pengukuran Resistivitas Sebagai Fungsi Suhu
Hasil pengukuran resistivitas sebagai fungsi suhu (r-T) untuk sample YBa2Cu3O 7-d+ 1% SnO2, YBa2Cu3O7-d+ 2% SnO2,
YBa2Cu3O7-d+ 3% SnO2, danYBa2Cu3O7-d+
4% SnO2 yang dilakukan di laboratorium
FISMOTS menghasilkan suhu kritis yang masing-masing diperlihatkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Harga suhu kritis sample YBa2Cu3O7-d+ x SnO2
No Superkonduktor Suhu Kritis
1 YBa2Cu3 + 1% SnO2 88,5%
2 YBa2Cu3 + 2% SnO2 89%
3 YBa2Cu3 + 3% SnO2 89,5%
4 YBa2Cu3 + 4% SnO2 88,8%
Secara umum, keempat sample sudah menunjukkan sifat superkonduktor yang diperlihatkan dengan pola kurva penurunan resistivitas terhadap penurunan suhu. Hasil yang diperoleh adalah berupa suhu kritis tinggi, dimana suhu kritis berada di atas suhu nitrogen cair (77 K). Hasil pengukuran
suhu kritis konsisten dengan hasil
karakteristik XRD dan perhitungan fraksi volume, dimana penambahan doping SnO2
dari 1% menjadi 3% akan memperbesar suhu kritis, dan menurun pada doping SnO2
4%. Disamping itu keempat sample masih terlihat adanya step/Tconset yang muncul
karena pengaruh fase impuritas. Step atau
Tconset biasanya dapat dihilangkan dengan
memberikan perlakuan waktu sintering yang lebih lama.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan
beberapa hal :
- Senyawa SnO2 ternyata dapat
digunakan sebagai doping untuk
pertumbuhan fase YBC-123 pada
superkonduktor YBa2Cu3O7-d.
- Dalam menumbuhkan fase YBC-123,
ternyata kadar doping SnO2 mempunyai
batas kejenuhan. Dalam penelitian ini diperoleh batas kejenuhannya adalah 3%
5.2. Saran
Untuk dapat menghasilkan kristal superkonduktor YBa2Cu3O7-d berfase
tunggal, perlu kiranya dilakukan beberapa variasi parameter, seperti waktu sintering, suhu sintering, dan pemilihan proses sintesis yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Cakrapani V, Balkin D and McGinn P, 1993, Appl. Supercond., 1, 71. [2] Dave Prochnov, Superconductivity :
Experiment in a new Technology, 1989, first edition,
united State of America.
[3] Delamare M P, Monot I, Wang J and Desgardin G, 1995, J. Electron
Matter. 24, 1739.
[4] J.G. Berdnorz and K.A Muller, 1986, Z. Phys. B64.
[5] Mc. Ginn P, Chen W, Zhu N, Tan L, Varanasi C and Sengupta S, 1991, Appl. Phys. Lett. 59, 120. [6] Monot I, Higuchi T, Sakai N and
Murakami M, 1994, Physica C 233, 155.
[7] Osamura K, Matsukura N, Kusumoto Y, Ochiai S, Ni B and Matsishita T, 1990, Japan, J. Appl. Phys. 29, L1621.
[8] Paulose K. V, Murugara P, Koshy J and Damodaran D, 1992, Japan.
J. Appl. Phys., 31 1323.
[9] Shimoyama J, Kase J, Kondoh S, Yanagisawa E, Matsubara T, Suzuki M and Marimoto T, 1990, Japan, J. Appl. Phys. 29, L 1999.
[10] Varanasi C, Balkin D and McGinn P, 1992, Matter. Lett. 13, 363.