• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Keberdayaan Usaha Industri Mikro Dan Kecil Dengan Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Tas Di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Keberdayaan Usaha Industri Mikro Dan Kecil Dengan Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Tas Di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

(Kasus: Industri Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

NABILAH ANANDA RAZANI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI PROPOSAL PENELITIAN DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Keberdayaan Usaha Industri Mikro dan Kecil dengan Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

(3)

ABSTRAK

NABILAH ANANDA RAZANI. Hubungan Keberdayaan Usaha Industri Mikro dan Kecil dengan Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan IVANOVICH AGUSTA.

Industri Mikro dan Kecil di Indonesia memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional karena dapat memperluas kesempatan kerja dari pada sektor formal dan meningkatkan pendapatan bagi kaum miskin. Potensi dari IMK tersebut dapat berperan dalam pengembangan ekonomi lokal yang menilai dari empat aspek, yakni aspek lokalitas, ekonomi, sumber daya manusia, dan komunitas. Perkembangan IMK dalam bidang perekonomian dapat berdampak kepada keberdayaan usaha yang terdiri dari modal, keuntungan, produktivitas, dan jumlah mesin jahit. Keberdayaan usaha tidak lepas dari peranan pelaku usaha yang memiliki karakteristik individu yang beragam. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha, serta hubungannya dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal. Hasil penelitian melalui uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha serta tingkat keberdayaan usaha dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal. Hal tersebut dikarenakan aspek ekonomi lebih berhubungan dalam menentukan tingkat pengembangan ekonomi lokal dibandingkan aspek lain.

Kata Kunci: pemberdayaan masyarakat, pengembangan ekonomi lokal, IMK.

ABSTRACT

NABILAH ANANDA RAZANI. Relations between Business Independence of Small and Micro Industry and Local Economic Develpoment (Case: Bag Craftsman Industry in Bojong Rangkas Village, Subdistrict of Ciampea, District of Bogor, Province of West Java). Supervised by IVANOVICH AGUSTA.

Small and Micro Industry in Indonesia contribute to economic growth because it can expand the labor opportunities than the formal and raise the income for the poor. These potential can play role in the local economic development which considered by four aspects, such as locality, economic, human resources, and community. The development of SMI in economy’s role can impact to independency level that are consists of asset, profit, productivity, and number of sewing machine. Independency business level can’t be detached by the role of entrepreneur which has different characteristics. This study aims to analyzed relations characteristic of entrepreneur to independency level of business, and also the independency level of business with level of local economic development. The results of this research show that there is no correlation between characteristic of entrepreneur to independency level of business and its relation to local economic development level. It was due to the economy aspect more deals in determine the level of local economic development.

(4)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(5)

HUBUNGAN KEBERDAYAAN USAHA INDUSTRI MIKRO DAN

KECIL DENGAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

(Kasus: Industri Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

NABILAH ANANDA RAZANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan Studi Pustaka berjudul “Hubungan Keberdayaan Usaha Industri Mikro dan Kecil dengan Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah Skripsi (KPM 499) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Selain itu, penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan laporan ini tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi yang telah membimbing, mendukung, dan memberikan inspirasi yang luar biasa dalam penyusunan skripsi. 2. Ayahanda Tavip Herman Soelistyo dan Ibunda Yosephine Soelistyo serta

Adik Julia Puteri Laraswati yang telah memberikan dukungan moral dan doa yang tak terbatas kepada penulis hingga mampu menjalani banyak hal sampai tahap ini.

3. Lembaga Tanoto Foundation yang telah memberikan segala bentuk dukungan baik materil maupun non-materil selama proses pembelajaran dan penulisan studi pustaka serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

4. M. Ghifari, Tri N. Wicaksono, Reza Patni, dan Tiara Anjani, sebagai teman satu bimbingan, Ade, Hani, dan Fenny yang bersedia menampung curahan hati dan memberikan semangat, Aris yang sudah bersedia mengantar ke desa dan membantu mewawancarai responden, Ayam yang telah memberi semangat fisik dan rohani yang tiada hentinya, serta rekan-rekan SKPM 49 yang tidak bisa disebut satu per satu yang telah memotivasi dan mendukung penulis dalam kelancaran penulisan skripsi serta sebagai teman berdiskusi dan saling bertukar pikiran.

5. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi, dukungan, dan doa kepada penulis selama ini.

Penulis berharap kajian mengenai Hubungan Keberdayaan Usaha Industri Mikro dan Kecil dengan Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ini mampu memberikan manfaat dan sumbangsih terhadap khazanah ilmu pengetahuan.

Bogor, Juni 2016

(8)

DAFTAR ISI

Metode Penelitian 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Teknik Pengumpulan Data 19

Teknik Pemilihan Responden dan Informan 20

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 21

Uji Reliabilitas 22

Definisi Operasional 22

GAMBARAN UMUM LOKASI DAN INDUSTRI TAS DI DESA

BOJONG RANGKAS 26

Kondisi Geografis 26

Kondisi Demografis 27

Kondisi Fisik 28

Gambaran Umum Industri Tas di Desa Bojong Rangkas 29

ANALISIS KARAKTERISTIK INDIVIDU PENGUSAHA 35

Umur 35

Tingkat Pendidikan 36

Lama Usaha 37

Motivasi Usaha 38

ANALISIS TINGKAT KEBERDAYAAN USAHA 41

Tingkat Modal 41

Tingkat Keuntungan 43

Tingkat Produktivitas 44

Jumlah Mesin Jahit 45

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU PENGUSAHA DAN

TINGKAT KEBERDAYAAN USAHA 48

ANALISIS TINGKAT PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL 55

Aspek Lokalitas 55

Aspek Ekonomi 56

Aspek Sumber Daya Manusia 60

Aspek Kelembagaan 62

HUBUNGAN TINGKAT KEBERDAYAAN USAHA DAN TINGKAT

(9)

SIMPULAN DAN SARAN 76

DAFTAR PUSTAKA 79

LAMPIRAN 83

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kriteria skala usaha mikro, kecil, dan menengah Indonesia berdasarkan aset dan omzet

6

2 Reformulasi komponen pengembangan ekonomi lokal 10 3 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran

karakteristik pengusaha

22

4 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran tingkat keberdayaan usaha

23

5 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran tingkat pengembangan ekonomi lokal

24

6 Luas lahan dan persentase menurut penggunaannya di Desa Bojong Rangkas tahun 2015

26

7 Jumlah penduduk Desa Bojong Rangkas menurut lapangan usaha 27 8 Jarak dari kantor Desa Bojong Rangkas ke Ibukota Kecamatan,

10 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Bojong Rangkas tahun 2015

28

11 Jumlah sarana dan prasarana di Desa Bojong Rangkas tahun 2015 29 12 Jumlah industri kecil formal dan non formal di Kabupaten Bogor

2015

31

13 Jumlah dan persentase responden menurut kelompok umur 36 14 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan 36 15 Jumlah dan persentase responden menurut lama usaha 37 16 Jumlah dan persentase responden menurut pengalaman bekerja/usaha

dan jenis pekerjaan orang tua

38

17 Jumlah dan persentase responden menurut motivasi usaha 38 18 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat modal 41

19 Dukungan pemesan 42

20 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keuntungan 43 21 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat produktivitas 44 22 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah mesin jahit 46 23 Korelasi Rank Spearman antara indikator karakteristik individu

dengan tingkat keberdayaan usaha keseluruhan

48

24 Tabulasi silang umur dengan tingkat keberdayaan usaha 49 25 Tabulasi silang tingkat pendidikan dengan tingkat keberdayaan usaha 49 26 Tabulasi silang lama usaha dengan tingkat keberdayaan usaha 51 27 Tabulasi silang motivasi usaha dengan tingkat keberdayaan usaha 51 28 Korelasi Rank Spearman antara indikator karakteristik individu

dengan tingkat keuntungan

53

29 Jumlah dan persentase responden menurut aspek lokalitas 55 30 Jumlah dan persentase responden menurut aspek ekonomi 57 31 Jumlah dan persentase responden menurut aspek sumber daya

manusia

60

(11)

33 Korelasi Rank Spearman antara tingkat keberdayaan usaha dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal

67

34 Tabulasi silang satuan indikator tingkat keberdayaan usaha dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal

68

35 Korelasi Rank Spearman antara jumlah mesin jahit dengan aspek ekonomi

74

36 Hasil uji korelasi Rank Spearman karakteristik individu dengan satuan indikator tingkat keberdayaan usaha industri kecil tas di Desa Bojong Rangkas tahun 2016

87

37 Hasil uji korelasi Rank Spearman karakteristik individu keseluruhan dengan tingkat keberdayaan usaha keseluruhan industri kecil tas Desa Bojong Rangkas tahun 2016

87

38 Hasil uji korelasi Rank Spearman tingkat keberdayaan usaha keseluruhan dengan satuan indikator tingkat pengembangan ekonomi lokal industri kecil tas Desa Bojong Rangkas tahun 2016

88

39 Hasil uji korelasi Rank Spearman tingkat keberdayaan usaha keseluruhan dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal keseluruhan industri kecil tas di Desa Bojong Rangkas tahun 2016

89

40 Hasil uji korelasi Rank Spearman satuan indikator tingkat keberdayaan usaha dengan satuan indikator tingkat pengembangan ekonomi lokal industri kecil tas Desa Bojong Rangkas tahun 2016

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Pergeseran paradigma pembangunan dari production center development ke people center development

15

2 Kerangka pemikiran 18

3 Persentase dan jumlah pengusaha berdasarkan jenis produk 30

4 Persentase bentuk dukungan mitra 33

5 Analisis rantai pemasaran industri tas di Desa Bojong Rangkas 34 6 Rata-rata keuntungan berdasarkan jenis produk 44 7 Prinsip kemitraan berdasarkan jumlah responden 58

8 Proses pembuatan tas pada umumnya 62

9 Persentase tingkat peranan stakeholder setempat dalam mendukung perkembangan industri tas di Desa Bojong Rangkas

65

10 Lokasi penelitian Industri Tas Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

84

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lokasi penelitian 84

2 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2016 85

3 Hasil uji reliabilitas dengan SPSS 86

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peran sektor industri khususnya Industri Mikro dan Kecil (IMK) di Indonesia sangat vital dalam pembangunan ekonomi pedesaan. Tingginya tingkat kemiskinan di pedesaan disebabkan karena tenaga kerja tidak dapat diserap secara efektif oleh berbagai sektor pekerjaan yang tersedia, termasuk sektor pertanian yang identik dengan kaum miskin dan rendah pendidikan. Hal tersebut disebabkan rendahnya tingkat pendidikan formal sehingga kaum miskin dan penganggur tidak memiliki pekerjaan dengan pendapatan yang layak. Kebijakan pembangunan akhirnya diarahkan untuk menggeser penyerapan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri melalui upaya industrialisasi. Industrialisasi di Indonesia seringkali hanya diartikan sebagai pembangunan pabrik-pabrik berskala besar di wilayah perkotaan, yang dalam kenyataannya tidak cukup mampu menyerap tenaga kerja seperti apa yang diharapkan dari inisiasi awal proses industrialisasi (Maghfiroh 2014).

Menurut Waluyo (2009) industrialisasi pedesaan seringkali mempunyai dua pengertian yang secara konseptual berbeda. Pertama, industrialisasi pedesaan yang diartikan dan diimplementasikan sebagai industri di pedesaan (industry in rural areas). Industrialisasi pedesaan dalam pengertian pertama diartikan sebagai pembangunan pabrik-pabrik yang mengambil lokasi di kawasan pedesaan. Pengertian dan bentuk implementasi industrialisasi pedesaan yang kedua adalah pengembangan industri yang mengandalkan kekuatan utama berupa sumberdaya yang ada di pedesaan (industry of rural areas), baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pada pengertian industrialisasi pedesaan yang kedua, industri merupakan kekuatan yang datang dari dalam pedesaan itu sendiri (indigineous industry).

Badan Pusat Statistik (2015) mengatakan bahwa sektor industri tidak saja memberikan kontribusi dalam peningkatan nilai tambah produksi, tetapi juga dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2014, sebanyak 13,49 juta orang dan sebesar 61,96 persen bekerja di IMK. Intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan jumlah investasi yang relatif kecil menyebabkan IMK lebih fleksibel dan beradaptasi terhadap perubahan pasar. Hal tersebut disebabkan IMK tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan eksternal karena dapat tanggap menangkap peluang untuk subsitusi impor dan meningkatkan persediaan domestik. Pengembangan IMK juga dapat memberikan kontribusi pada diversifikasi industri dan percepatan perubahan struktur sebagai pra kondisi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 20081 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mengatakan bahwa UMKM merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara

1 Diunduh dari

(14)

luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Sudantoko (2011) menyebutkan bahwa IKM yang kuat akan merangsang kerjasama yang kondusif dengan usaha besar dan secara informal juga dengan usaha-usaha mikro lainnya. Di Indonesia, peran IKM lebih banyak dikaitkan dengan upaya pemerintah dalam mengurangi pengangguran, kemiskinan dan peningkatan pemerataan pendapatan, dibandingkan sebagai penggerak ekspor dan sumber investasi serta pembangunan ekonomi di daerah (Tambunan 2009). Melihat perannya yang penting dalam perekonomian kerakyatan, IMK merupakan salah satu sektor industri potensial untuk memberikan kesempatan kerja yang berusaha mencapai peningkatan kesejahteraan secara merata dan berkeadilan. Upaya pengembangan ekonomi rakyat perlu diarahkan untuk mendorong perubahan struktural dengan memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional. Pendekatan demikian dapat dijadikan sebagai pengembangan UKM (Hermanto 2001). Oleh karenanya, UMKM dapat berperan dengan optimal dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Melihat dari sektor ekonomi, Bank Indonesia (2015) mengungkapkan UMKM di Indonesia yang memiliki proporsi unit usaha terbesar sampai terkecil pada tahun 2014 adalah sektor: 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan (48.85%); 2. Perdagangan, Hotel dan Restoran (28.83%); 3. Pengangkutan dan Komunikasi (6.88%); 4. Industri Pengolahan (6.41%); 5. Jasa-jasa (4.52%); 6. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan (2.37%); 7. Bangunan (1.57%); 8. Pertambangan dan Penggalian (0.53%); 9. Listrik, Gas dan Air Bersih (0.03%). Berdasarkan Statistik Daerah Kabupaten Bogor (BPS 2015), Kabupaten Bogor memiliki potensi yang tinggi dalam perindustrian pengolahan. Sektor tersebut memegang peranan penting dalam menyumbang PDRB Kabupaten Bogor tahun 2013 karena menempati posisi pertama dengan persentase 57,62% dari total PDRB keseluruhan. Jumlah perusahaan atau usaha industri, jumlah tenaga kerja, dan jumlah investasi perusahaan industri mengalami peningkatan terhitung dari tahun 2008-2013. Jumlah Industri Menengah Besar tercatat 1.024 unit usaha, sementara jumlah Industri Kecil tercatat 1.800 pada tahun 2013. Dari jumlah tersebut, kelompok industri tekstil dan produk tekstil dan industri barang dari kulit termasuk lima besar yang paling banyak unit usahanya dan tenaga kerjanya.

Menurut data dari BPS (2015), kategori industri pengolahan merupakan kategori lapangan usaha dengan kontribusi terbesar dalam penciptaan PDRB Kabupaten Bogor yaitu, lebih dari 55% dari total PDRB. Peranan PDRB menurut lapangan usaha tahun 2010-2014 di Kabupaten Bogor, sumbangan terbesar diperoleh dari industri pengolahan (manufacturing) sebesar 55,23% dari total PDRB. Sama halnya dengan PDRB per kapita pada tahun 2010-2014, lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi pertama, yaitu sebesar 15,67 juta rupiah. Hal tersebut sangat penting mengingat penduduk Kabupaten Bogor menduduki urutan pertama se-Provinsi Jawa Barat, yaitu sebanyak 5.331.149 atau 11,58% dari total penduduk Jawa Barat. Oleh karenanya sektor perindustrian pengolahan dapat menjadi salah satu kelompok usaha yang dapat mengurangi tingkat pengangguran dan memperluas kesempatan kerja.

(15)

Bogor. Desa ini sudah banyak dikenal masyarakat sebagai sentra penghasil tas yang cukup besar di Kabupaten Bogor. Kemajuan suatu kegiatan usaha industri pada dasarnya bergantung pada sumber daya manusianya yang terampil dan mesin sebagai modal fisiknya. Tanpa adanya SDM yang baik dan terampil disertai penguasaan terhadap teknologi, kegiatan industri tidak akan berjalan. Kehadiran industri menyebabkan perubahan-perubahan di dalam sosial ekonomi misalnya perubahan pemilikan dan pemanfataan lahan, perubahan profesi dan perubahan tingkat pendapatan penduduk (Sunarjan 1991 seperti dikutip Maghfiroh 2014).

Namun, perkembangan UMKM banyak ditemukan kendala. Menurut Bank Indonesia (2015) terdapat karakteristik penghambat yang melekat pada UMKM, antara lain kualitas belum memiliki standar, desain dan jenis produk terbatas karena berdasarkan pesanan, kapasitas dan daftar harga produknya terbatas, bahan baku kurang berstandar, serta kontinuitas produk tidak terjamin dan kurang sempurna. Hal tersebut mendukung kendala bisnis yang dihadapi para pelaku UMKM baik dari faktor internal dan eksternal. Dari faktor internal, kendala yang sering muncul terdapat pada permodalan, sumber daya manusia, hukum, dan akuntabilitas. Dari segi permodalan, sekitar 60 sampai 70 persen belum mendapat akses perbankan, manajemen keuangan masih dikelola secara manual dan tradisional. Dari segi SDM, kualitas SDM masih kurang pengetahuan mengenai teknologi produksi dan quality control, kemampuan membaca pasar belum tajam, pemasaran belum melibatkan media sosial atau internet, belum melibatkan lebih banyak tenaga kerja bergaji tinggi (minimal sesuai upah minimum kab/kota), dan kurang memikirkan rencana strategis jangka panjang usahanya. Dilihat dari segi hukum, UMKM masih berbadan hukum perorangan. Berdasarkan data Sensus Ekonomi Penentuan Kriteria Usaha Mikro Kecil-Usaha Menengah Besar dari BPS (2006)2, jumlah UMKM menurut subkelompok usaha dan status badan hukum yang paling banyak adalah berstatus tidak berbadan hukum yang mencapai 95,10%. Hal tersebut mengindikasikan semakin kecil skala usaha, semakin sedikit usaha yang berbadan hukum. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya UMKM untuk akses ke kredit perbankan karena adanya status berbadan hukum akan memudahkan akses UMKM dalam memperoleh permodalan dari sektor keuangan formal. Sedangkan dari segi akuntabilitas, belum mempunyai sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik (BI 2015). Jika dilihat dari faktor eksternal, permasalahan yang ditemui antara lain koordinasi antar stakeholder UMKM masih belum padu, teknologi masih sederhana, serta keterbatasan akses pada bahan baku berkualitas dan pasar ekspor.

Sama halnya dengan hasil penelitian P2E-LIPI (2001), permasalahan mendasar yang selalu dihadapi UMKM adalah kurangnya permodalan, manajemen yang masih tradisional, pemasaran terbatas serta teknologi yang masih tradisional. Irawan dan Putra (2007) juga menjelaskan bahwa kebijakan untuk UMKM didominasi oleh kemampuan UMKM untuk mengakses pada keuangan, teknologi, dan sumber daya manusia, di mana ketiga sumber akses penting tersebut masih

2

(16)

rendah pada karakteristik UMKM. Badan Pusat Statistik (2007)3 menjelaskan bahwa kemampuan UMKM dalam menyerap sebagian besar tenaga kerja nasional erat kaitannya dengan struktur pendidikan tenaga kerjanya yang didominasi oleh buruh berpendidikan menengah ke bawah. Oleh karena itu, UMKM yang memiliki teknologi pengolahan yang relatif sederhana sehingga tidak diperlukan keahlian dan keterampilan kerja yang tinggi dalam proses produksi produk-produk UMKM.

Besarnya potensi dan prospek pengembangan UMKM dalam penyeimbang kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat masih diiringi dengan karakteristik internal UMKM dan iklim eksternal yang belum mendukung. Iklim eksternal yang tidak mendukung yaitu kebijakan pemerintah yang tumpang tindih

antara “welfare policy” dan “economy policy”. Sistem insentif dan program permberdayaan yang belum menyentuh kebutuhan kelompok sasaran UMKM. BPS (2015) mengatakan usaha IMK masih memerlukan pembinaan terus menerus agar masalah yang dihadap seperti masalah pemasaran, permodalan, dan pengelolaan dapat segera diatasi. Oleh karenanya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas IMK dalam pengembangan ekonomi lokal.

Masalah Penelitian

Perkembangan suatu usaha ditentukan oleh pengusaha, bagaimana dia mengorganisasikan dan memanajemen sumber daya yang dimiliki. Keterampilan, pengetahuan, pengalaman, dan jiwa kewirausahaan menjadi hal penting yang harus dimiliki dan diasah terus menerus dalam mengelola suatu usaha. Sektor industri di Desa Bojong Rangkas yang merupakan sektor penyumbang pendapatan lebih besar dari pada sektor pertanian karena penyerapan tenaga kerjanya yang besar. Penyerapan tenaga kerja yang besar perlu diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang dapat dilihat dari karakteristik internal para pelaku usahanya. Sifat kurang berani menghadapi resiko dan tingkat pendidikan yang relatif rendah masih melekat sebagai karakteristik internal pengusaha UMKM menjadi penghambat keberdayaan usaha dan perkembangan skala usaha. Menurut Zahara (2014), karakteristik internal termasuk umur, pendidikan formal, pengalaman usaha perempuan pengusaha bordir Aceh berhubungan dengan kapasitas perekonomian kreatif. Persoalan tersebut dapat merugikan karena kualitas sumber daya manusia tenaga kerja IMK perlu ditingkatkan mengingat peran IMK dalam perekonomian nasional yang besar. Oleh karena itu, penting untuk diteliti bagaimana hubungan karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha?

Keadaan usaha yang maju secara ekonomi dapat dikatakan sebagai keberhasilan pelaku usaha dalam merintis sebuah usaha. Desa Bojong Rangkas yang terkenal sebagai kawasan sentra industri tas mengalami peningkatan volume produksi yang terlihat dari produk-produk yang dijual hingga ke luar kota sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Keadaan tersebut dapat menentukan tingkat keberdayaan usaha yang diukur dari permodalan, keuntungan, produktivitas, dan jumlah mesin jahit. Indikator inilah yang menunjukkan kinerja UMKM dalam

3

(17)

pembangunan ekonomi daerah. Dalam pengembangan ekonomi lokal, peningkatan penghidupan masyarakat perlu diimbangi dengan kemitraan dan kerja sama bersama stakeholder setempat. Oleh karenanya, potensi IMK dipandang sebagai kekuatan strategis dan penting untuk mengurangi pengangguran, kemiskinan dan peningkatan pemerataan pendapatan, serta untuk mempercepat pembangunan ekonomi di daerah (Tambunan 2009). Pembangunan ekonomi lokal/daerah dinilai dari aspek lokalitas, ekonomi, sumber daya manusia, dan komunitas atau kelembagaan. Oleh karena itu, menarik untuk diteliti bagaimana hubungan tingkat keberdayaan usaha dan tingkat pengembangan ekonomi lokal?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Menganalisis hubungan karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha.

2. Menganalisis hubungan tingkat keberdayaan usaha dan tingkat pengembangan ekonomi lokal.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, penelitian ini menjadi proses pembelajaran dalam memahami kondisi sosial ekonomi pengusaha UMKM dan kinerjanya terhadap pengembangan usaha serta menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Bagi pemerintah, penelitian ini menjadi suatu saran dalam memberikan dukungan (modal maupun kebijakan) dan informasi dalam pengambilan keputusan bagi pengembangan UMKM.

(18)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Konsep Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Peranan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat penting, baik di negara sedang berkembang maupun di negara maju. Kelompok usaha tersebut menyerap tenaga kerja paling banyak dan berkontribusi terhadap peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Di negara sedang berkembang, UMKM berperan sangat penting sebagai sumber pendapatan kelompok miskin, distribusi pendapatan, pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi pedesaan, dan perluasan kesempatan kerja. Namun, produk manufaktur, inovasi, dan pengembangan teknologi UMKM di negara sedang berkembang masih relatif rendah dibandingkan UMKM di negara maju (Tambunan 2009).

Definisi dan konsep UMKM berbeda menurut negara karena tidak ada kesepakatan umum dalam membedakan kategori Usaha Mikro (UMi), Usaha Kecil, (UK), dan Usaha Menengah (UM). Di Indonesia, pengkategorian tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 20084 dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Undang-Undang tersebut menyebutkan jumlah nilai kekayaan bersih atau nilai aset tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan tahunan yang terdapat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1 Kriteria skala usaha mikro, kecil, dan menengah Indonesia berdasarkan aset dan omzet

No Uraian Kriteria

Aset Omzet

1. Usaha Mikro Maks. 50 juta Maks. 300 juta

2. Usaha Kecil > 50 juta - 500 juta > 300 juta – 2,5 miliar 3. Usaha Menengah > 500 juta – 10 miliar > 2,5 miliar – 50 miliar

BPS (2015) mengelompokkan UMKM berdasarkan lokasi, antara lain: (a) perusahaan menggunakan lokasi tetap dan peralatan tak bergerak, contohnya

4

(19)

perusahaan yang biasanya dibangun hanya berdasarkan SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan), kebanyakan dari mereka tidak memiliki SIUP; dan (b) perusahaan yang berlokasi tidak tetap tetapi peralatannya bergerak. Dilihat dari aktivitas ekonominya, cakupan UMKM adalah (a) pertambangan milik sendiri, (b) industri sekala kecil dan kerajinan rumah tangga, (c) perusahaan listrik swasta, (d) kegiatan konstruksi perseorangan, (e) perdagangan, restoran, dan pelayanan akomodasi, (f) transportasi perorangan, storage, dan aktivitas kominikasi, (g) perusahaan penyimpanan dan peminjaman tanpa identitas resmi, usurer, asuransi yang mendukung perusahaan dan tempat pertukaran uang yang dijalankan perorangan, (h) dan jasa-jasa lainnya.

Salah satu bagian dari UMKM adalah Industri Mikro dan Kecil (IMK). Menurut Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 78/M-IND/PER/9/2007, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi barang jadi dengan nilai lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Peraturan menteri tersebut juga mengklasifikasikan industri kecil dan industri menengah. Industri kecil adalah kegiatan industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Sedangkan industri menengah adalah kegiatan industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di atas Rp200.000.000 sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Menurut BPS (2015), industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Kegiatan ini termasuk di dalamnya adalah jasa industri/makloon dan pekerjaan perakitan (assembling). Industri pengolahan (Bank Indonesia 2015) adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

(20)

Perusahaan Industri Pengolahan dibagi dalam 4 golongan5, yaitu : 1. Industri Besar (banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih) 2. Industri Sedang (banyaknya tenaga kerja 20-99 orang) 3. Industri Kecil (banyaknya tenaga kerja 5-19 orang)

4. Industri Mikro/Rumah Tangga (banyaknya tenaga kerja 1-4 orang) Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2001) seperti dikutip Nurgandini (2014) menggolongkan jenis-jenis kelompok industri kecil, antara lain:

1. Industri kecil pangan yang meliputi makanan ringan.

2. Industri kecil kimia, agro non pangan dan hasil hutan yang meliputi minyak atsiri, industri kayu, dan industri komponen karet.

3. Industri kecil ringan, mesin dan elektronik yang meliputi industri pengelolaan logam, industri komponen, dan suku cadang.

4. Industri kecil sandang, kulit, meliputi industri barang dan kulit. 5. Industri kerajinan dan umum, meliputi industri kerajinan ukiran.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2001) seperti dikutip Nurgandini (2014) juga membedakan kategori-kategori industri kecil sebagai berikut:

1. Industri kecil modern, dengan kriteria adalah yang:

a. Menggunakan teknologi proses madya (intermediate process technologies).

b. Menggunakan skala produksi terbatas.

c. Tergantung pada dukungan litbang dan industri- industri perekayasaan (industri besar).

d. Dilibatkan dalam sistem produksi industri besar dan menengah dan dengan sistem pemasaran domestik dan ekspor.

e. Menggunakan mesin khusus alat perlengkapan modal lainnya. 2. Industri kecil tradisional, dengan kriteria:

a. Teknologi proses yang digunakan secara sederhana.

b. Mesin yang digunakan dan alat penangkapan modal relatif lebih sederhana.

c. Lokasi di daerah pedesaan.

d. Akses untuk menjangkau pasar di luar lingkungan langsungnya yang berdekatan terbatas.

3. Industri kerajinan kecil yang meliputi berbagai industri kecil yang sangat beragam mulai industri kecil yang menggunakan teknologi sederhana sampai teknologi proses madya bahkan teknologi maju. Selain itu, berpotensi untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan kesempatan memperoleh pendapatan bagi kelompok-kelompok yang berpendapatan rendah terutama di pedesaan. Industri kerajinan kecil juga didorong atas landasan budaya yakni mengingat peranan pentingnya dalam pelestarian warisan budaya Indonesia.

Klasifikasi industri yang digunakan oleh BPS dalam survei industri pengolahan adalah klasifikasi yang berdasar kepada International Standard

5

(21)

Industrial Classification of all Economic Activities (ISIC) revisi 4 , yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dengan nama Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2009. Kode baku lapangan usaha suatu perusahaan industri ditentukan berdasarkan produksi utamanya, yaitu jenis komoditi yang dihasilkan dengan nilai paling besar. Apabila suatu perusahaan industri menghasilkan 2 jenis komoditi atau lebih dengan nilai yang sama maka produksi utama adalah komoditi yang dihasilkan dengan kuantitas terbesar.

Kategori industri pengolahan dibagi menjadi 16 subkategori, yaitu 1. Industri Pengolahan Batubara dan Pengilangan Minyak dan Gas Bumi 2. Industri Makanan dan Minuman

3. Industri Pengolahan Tembakau 4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi

5. Industri Kulit, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki

Subkategori ini mencakup pengolahan dan pencelupan kulit berbulu dan proses perubahan dari kulit jangat menjadi kulit dengan proses penyamakan atau proses pengawetan dan pengeringan serta pengolahan kulit menjadi produk yang siap pakai, pembuatan koper, tas tangan dan sejenisnya, pakaian kuda dan peralatan kuda yang terbuat dari kulit, dan pembuatan alas kaki. Subkategori ini juga mencakup pembuatan produk sejenisnya dari bahan lain (kulit imitasi atau kulit tiruan), seperti alas kaki dari bahan karet, koper dari tekstil, dan lain-lain. KBLI 2009: kode 15. 6. Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus, dan Barang Anyaman 7. Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Percetakan, dan Reproduksi

Media Rekam

8. Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional 9. Industri Karet, Barang dari Karet, dan Plastik 10. Industri Barang Galian Bukan Logam 11. Industri Logam Dasar

12. Industri Barang Logam, Komputer, Barang Elektronik, Optik, dan Peralatan Listrik

13. Industri Mesin dan Perlengkapan 14. Industri Alat Angkutan

15. Industri Furnitur

16. Industri Pengolahan Lainnya, Jasa Reparasi, dan Pemasangan Mesin dan Peralatan

Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal/ Local Economic Development

Era saat ini, pertumbuhan ekonomi global maupun nasional mendapat banyak perhatian dari lokalitas dan people oriented. Banyak komunitas yang dituntut untuk kompetitif dalam mengambil kesempatan menciptakan usaha baru dengan menggunakan sumber daya lokal baik itu dari alam, sosial, institusi, dan fisik. Oleh karenanya, komunitas memerlukan kemitraan (partnership) untuk mengidentifikasi aset sehingga dapat membangun ekonomi lokal.

(22)

dalam upaya percepatan pembangunan wilayah, yaitu strategi “klaster ekonomi” untuk meningkatkan kesempatan memperoleh pendapatan dan strategi “forum kemitraan” untuk mengadakan dialog partisipatif antarstakeholder. Pada dasarnya, proses konsep PEL adalah location theories dan economic base theories. Location theories memberikan parameter realistik untuk komunitas dalam proses pengembangan sedangkan economic base theories menekankan jaringan kemitraan. Secara garis besar, PEL adalah usaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat madani untuk mengembangkan ekonomi pada suatu wilayah.

Teori pengembangan yang ada saat ini dirasa kurang relevan untuk mendeskripsikan dan mengarahkan aktivitas pengembangan ekonomi lokal. Blakely dan Bradshaw (2002) merefomulasikan dan mensintesiskan konsep lama dan baru sehingga tercipta komponen-komponen pengembangan ekonomi lokal yang relevan.

Tabel 2 Reformulasi komponen pengembangan ekonomi lokal

Komponen Konsep Lama Konsep Baru

Lokalitas Lokasi fisik (dekat sumber daya alam,

(23)

pendekatan strategi di suatu daerah yang dapat disesuaikan dan dikombinasikan dengan situasi kondisi dan kebutuhan daerah tersebut.

Strategi The Locality Development digunakan untuk membangun dimensi lingkungan. Berbagai input ekonomi seperti persediaan listrik, air, infrastruktur dapat mempengaruhi desain program pengembangan ekonomi lokal. Beberapa alat untuk mencapai tujuan pengembangan ekonomi lokal antara lain:

- Planning and development controls. Mempengaruhi iklim investasi. - Economic and enterprise zones. Merevitalisasi area yang usang.

- Transportation and major infrastructure. Meningkatkan aset publik seperti sungai, taman, dan lain-lain.

- Land and streetscaping. Membuat penghijauan atau standar fisik bangunan yang komersil.

- Household services and housing. Tempat tinggal yang layak dan tenaga kerja yang terlatih dapat menjadi dorongan pekerjaan yang potensial. Strategi The Business Development digunakan untuk sisi permintaan untuk memperkuat dan memperluas usaha yang ada sehingga dapat meningkatkan jumlah pekerjaan. Beberapa mekanisme yang dapat digunakan antara lain:

- Small business assistance centers. Untuk menyediakan pelatihan manajemen, konseling, konsultasi agar dapat membantu perluasan kinerja.

- Technology and business parks. Untuk menyediakan infrastruktur yang relevan.

- Venture financing companies. Akses pada sektor finansial formal. - One-stop business information centers. Memperlancar kebutuhan

informasi bisnis.

- Micro-entreprises programs. Menyediakan peminjaman berbasis kelompok yang dapat membangun modal sosial secara kolektif.

Strategi The Human Resources digunakan untuk sisi penyediaan agar sumberdaya manusia dapat menciptakan pekerjaan yang baik untuk komunitas yang underemployed. Metodenya terdiri dari:

- Customized training. Pelatihan berdasarkan kebutuhan.

- Targeted placement. Memastikan seseorang yang mendapat pendampingan pemerintah dapat menyewa personel yang terkualifikasi. - Welfare to work. Memanfaatkan badan/institusi yang potensial untuk

mendesain pekerjaan yang ada local assistance.

- School to work programs. Bertujuan untuk memberdayakan kaum muda dan mengarahkan mereka pada kebutuhan pekerjaan sesuai proses pendidikan yang mereka tempuh.

- Local employment programs. Program peningkatan keterampilan. Strategi The Community-Based Employment Development digunakan untuk dimensi kemasyarakatan untuk mempromosikan ekonomi demokrasi dan perantara sistem kesejahteraan sosial dan ekonomi lokal. Aktivitas dasar yang terhimpun terdiri dari:

(24)

- Cooperatives. Pembagian kerjasama dan tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kesejahteraan/pekerjaan.

- Land trust and similar community ownership instruments. Kendaraan untuk kontrol kepemilikan lokal dari aktivitas ekonomi komunitas. Dalam mengubah pengembangan ekonomi, konsep pengembangan ekonomi lokal menekankan people dan place. Konsep tersebut merupakan proses yang menekankan pengoptimalan sumberdaya alam dan manusia untuk membangun pembangunan dan menciptakan kesejahteraan sesuai potensi lokal/daerah. Untuk mendukung keberhasilan pengembangan ekonomi lokal, baik individu maupun institusi harus bertumpu pada sumberdaya lokal yang dapat menciptakan kesempatan kesejahteraan yang berkelanjutan secara lokal. Pemerintah perlu melibatkan institusi lokal yang ada termasuk level masyarakat dengan meningkatkan ketetapan politikal mereka dengan mendukung melalui financial resources dan technical assistance to localities.

Tujuan dari strategi pengembangan ekonomi lokal terdiri dari (1) menciptakan pekerjaan berkualitas yang sesuai dengan konsep ekonomi baru dan yang sesuai dengan keterampilan dan kapasitas komunitas, (2) mencapai stabilitas ekonomi lokal, dan (3) membangun diversitas ekonomi dan pekerjaan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu mengetahui sektor yang mendominasi perekonomian lokal/daerah (misal pertanian, kehutanan, manufaktur, dan lain-lain), mengidentifikasi keterhubungan sektor ekonomi lokal dan ekonomi eksternal untuk mengukur respon perubahan ekonomi regional, nasional, bahkan internasional, menilai potensi dan peluang lokal untuk pertumbuhan, kerberlanjutan, dan kemunduran ekonomi serta mengidentifikasi kemungkinan pengembangan ekonomi yang bisa digunakan sebagai penyangga perubahan pada perekonomian lokal serta saling melengkapi perubahan yang ada di ekonomi lokal dan regional, dan terakhir untuk mengeksplorasi populasi lokal atau kepemimpinan politik yang berdampak penting pada isu pekerjaan, perdagangan, pendapatan, penerimaan publik, pengeluaran, produktivitas ekonomi, kualitas pekerjaan, dan kualitas hidup.

Karakteristik Pengusaha

Seorang pengusaha adalah a risk taker. Menurut The American Heritage Dictionary seperti dikutip Nitisusastro (2010), wirausahawan didefinisikan dengan seseorang yang mengorganisasikan, mengoperasikan, dan memperhitungkan risiko untuk sebuah usaha yang mendatangkan laba. Nilai-nilai personal juga mempengaruhi keberhasilan dalam berwirausaha (Alma 2009), seperti keinginan menghasilkan superior produk, layanan berkualitas terhadap konsumen, fleksibel menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, kemampuan dalam manajemen, dan memiliki sopan santun dan etika dalam berbisnis. Menurut Irawan dan Putra (2007), wirausahawan mempunyai karakter keberanian, kepercayaan diri, dan kepemimpinan personal.

(25)

kelamin, umur, tingkat pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, sumber awal modal usaha, pengalaman usaha, motivasi usaha, jumlah tenaga kerja, dan cara penjualan. Menurut penelitian Nurgandini (2014), terdapat empat karakteristik individu yang mempengaruhi modal sosial dalam keberhasilan industri tas, yaitu usia, tingkat pendidikan, motivasi wirausaha, dan keahlian. Sedikit berbeda dengan penelitian Triutami (2013) yang meneliti keberhasilan industi sepatu, karakteristik individu yang diukur adalah usia, tingkat pendidikan, dan lama usaha. Sedangkan penelitian Fazlurrahman (2015) menunjukkan karakter pribadi dan modal sosial berpengaruh dalam kemampuan wirausaha perempuan peserta Mitra Agribisnis seperti usia, pendidikan, pengalaman, dan pelatihan. Hasil penelitian tim Thoha et. al (2001) memperlihatkan bahwa faktor internal yang mempengaruhi skala usaha, meliputi:

1. Umur pengusaha, yaitu yang efektif kurang dari 45 tahun. 2. Tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap keberhasilan

pengembangan skala usaha.

3. Rata-rata lama usaha untuk peningkatan skala usaha adalah sekitar 5-10 tahun.

4. Kerjasama antar sesama pengusaha.

5. Aspek kewirausahaan seperti ketepatan dalam melayani pesanan/perjanjian bisnis, sikap menghadapi persaingan dan

ketidakpastian usaha, sikap optimisme dalam pengembangan usaha di masa depan, visi usaha serta berbagai jenis inovasi (proses produksi, desain produk kualitas produk, dan kecanggihan teknologi).

Tingkat Keberdayaan Usaha

Keberhasilan usaha merupakan suatu keadaan yang mana perusahaan mampu untuk dapat mencapai tujuan yang dietapkan perusahaan serta menunjukkan keadaan yang lebih baik dari pada masa sebelumnya dan juga mampu untuk bertahan hidup untuk mengembangkan usahanya (Munajat 2007). Dalam bahasa sederhananya bisa juga dikatakan sebagai tingkat pencapaian tujuan organisasi, dalam hal ini tujuan usaha bisnis yang menunjukkan keberdayaan suatu usaha dari segi ekonomi.

Menurut Velzen (1992) seperti dikutip Nurgandini (2014) bahwa keberhasilan industri tidak dapat dipisahkan dari berbagai masukan dan sumber-sumber yang mempengaruhi proses produksi yang dijalankan industri tersebut. Tingkat keberhasilan usaha industri kecil dapat dilihat dari kinerja usaha industri dalam mencapai target yang diharapkan dari industri seperti tingkat keuntungan yang meningkat, jumlah produktivitas yang dihasilkan, serta jumlah unit industri yang dapat dikembangkan. Sedangkan menurut Haryadi (1998) yang dikutip oleh Triutami (2013) menyebutkan bahwa kriteria keberhasilan usaha dapat dilihat dari: - Peningkatan taraf hidup secara material, yang mana pemenuhan

kebutuhan hidup sudah mampu melampaui sekedar kebutuhan dasar. - Peningkatan produktivitas usaha, yang mencakup terwujudnya efisiensi

(26)

- Peningkatan skala usaha, yang mencakup singkatnya waktu pengembalian modal dan meningkatnya kebutuhan bahan baku dan volume usaha.

- Peningkatan kemandirian dan kemampuan bersaing secara sehat.

Kinerja suatu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat menunjukkan keberdayaan UMKM dalam berkinerja agar dapat mencapai stabilitas ekonomi. Tingkat keberdayaan pelaku usaha dapat diukur dari kemampuan akses pelaku terhadap sumber-sumber penting. Berdasarkan hasil penelitian Sudantoko (2011), tingkat keberdayaan pelaku IKM Batik Pengalongan masih tergolong kurang berdaya. Hal tersebut dikarenakan akses usaha, akses pasar, akses teknologi, akses SDM masih rendah. Dari faktor akses usaha, pelaku IKM baru sebanyak 37% yang pernah menerima bantuan kredit. Hal tersebut disebabkan prosedur peminjaman yang rumit dan memberatkan. Begitupun dengan bantuan dari lembaga keuangan yang lainnya. Dari faktor akses pasar juga sama, yaitu sebesar 40% yang menggunakan informasi pasar, sisanya belum pernah memanfaatkan informasi pasar untuk mengembangkan usahanya. Dari faktor akses sumberdaya manusia, kemampuan melobi masih rendah yaitu hanya 29% karena sebagian besar pelaku IKM batik meminta pertolongan atau kerja sama dengan saudara/teman saja.

BPS (2015) menjelaskan mengenai indikator-indikator yang diukur dalam Survei Industri Mikro dan Kecil. Indikator-indikator tersebut terdiri dari banyaknya usaha, banyaknya tenaga kerja, pengeluaran untuk tenaga kerja, struktur input dan output, kendala dan pemasaran, serta keterangan lain yang berkaitan dengan IMK dalam Profil Industri Mikro dan Kecil tahun 2015. Hal tersebut mengindikasikan bagaimana tingkat keberdayaan usaha IMK dalam pengembangan usahanya. Data tersebut menyebutkan bahwa kebanyakan alasan utama usaha IMK tidak menerima pelayanan/bantuan pengembangan usahanya adalah dikarenakan tidak tahu ada bantuan sebesar 64,61%, diikuti dengan alasan tidak tahu prosedur mencapai 15,82% dan tidak berminat sekitar 14,81%. Selain itu, belum semua pengusaha IMK memanfaatkan koperasi karena 97,35% dari mereka tidak menjadi anggota koperasi. Sebagian besar atau sekitar 90,11% usaha IMK tidak menjalin kemitraan. Pengusaha IMK juga masih memasarkan hasil produksi dalam satu kabupaten/kota, yaitu sebesar 89,45%. Ekspor hasil industri IMK pada industri yang melakukan pemasaran ke luar negeri hampir seluruhnya (99,81%) sebesar kurang dari 25% dari hasil produksi perusahaan/usaha. Data tersebut menunjukkan kondisi perekonomian Indonesia yang belum pulih sepenuhnya dari krisis ditandai oleh belum berubahnya iklim usaha secara umum. BPS (2015) menyebutkan bahwa usaha IMK masih memerlukan pembinaan yang terus menerus agar permasalahan pemasaran, permodalan, dan pengelolaan dapat diatasi.

Pemberdayaan UMKM

(27)

penting yang terkandung dalam community development, yaitu: (1) komunitas sebagai unit kegiatan, (2) adanya inisiatif komunitas setempat dan unsur kepemimpinan sebagai sumber, (3) menggunakan sumber internal dan eksternal, dan (4) adanya partisipasi menyeluruh (Hasim dan Remiswal 2009).

Pergeseran paradigma dari production centered development menuju people centered development dapat dikatakan sebagai salah satu pendekatan strategi pemberdayaan UMKM. Dalam paradigma people centered development, prinsip keswadayaan memfokuskan relasi antara tempat, masyarakat, dan sumberdaya yang terjalin dalam sistem ekologi manusia yang mendukung kemandirian di tingkat lokal. Keswadayaan di tingkat lokal memprioritaskan kepada penciptaan kondisi-kondisi yang memungkinkan komunitas dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dengan menggunakan sumberdaya lokal yang di bawah kontrol masyarakat lokal. Dengan demikian, pengembangan kelembagaan dapat berpusat pada rakyat (Nasdian 2014).

- Sentralisasi - Desentralisasi

- Mobilisasi - Partisipasi

- Penaklukan - Pemberdayaan

- Eksploitasi - Pelestarian

- Hubungan Fungsional - Jejaring Sosial

- Nasional - Teritorial

- Ekonomi Konvensional - Keswadayaan Lokal

- Unsustainable - Sustainable

Sumber : Nasdian (2014)

Gambar 1 Pergeseran paradigma pembangunan dari production center development ke people center development

Pembinaan UMKM perlu dilakukan dalam rangka pengembangan UMKM menjadi usaha yang berdaya. Pembinaan UMKM terdiri dari upaya pemberdayaan, pengembangan, pembiayaan, penjaminan, dan kemitraan. Upaya-upaya tersebut dilakukan secara sinergis oleh pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha melalui pemberian fasilitas bimbingan pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing UMKM.

Landasan pemberdayaan UMKM adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Undang-Undang tersebut menjelaskan pemberdayaan UMKM yang bertujuan (Malano 2011 dan Nitisusastro 2010):

a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan.

Production Center Development

(28)

b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.

c. Meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Prinsip pemberdayaan UMKM meliputi:

a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan UMKM untuk berkarya dengan prakarsa sendiri.

b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan.

c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi UMKM.

d. Peningkatan daya saing UMKM.

e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

Oleh karenanya, dalam rangka mencapai tujuan pemberdayaan UMKM, peran pemerintah pusat dan daerah harus:

a. Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif dengan menetapkan peraturan perundang-undangan tentang: pendanaan, sarana prasarana, informasi, kemitraan, perizinan, kesempatan berusaha, promosi, dan dukungan kelembagaan.

b. Memfasilitasi pengembangan UMKM bersama-sama dunia usaha dan masyarakat dalam bidang: produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan desain serta teknologi.

c. Menyediakan pembiayaan dan penjaminan bagi UMKM bersama-sama dunia usaha dan masyarakat berupa: kredit perbankan, pinjaman lembaga keuangan bukan bank, modal ventura, pinjaman dari penyisihan bagian laba tahunan BUMN, hibah, dan jenis pembiayaan lainnya yang tidak mengikat.

d. Memfasilitasi kemitraan antar-UMKM dan kemitraan antara UMKM dan Usaha Besar dengan pola: inti plasma, subkontrak, dagang umum, bagi hasil, waralaba, keagenan, kerja sama operasional, usaha patungan, dan penyumberluaran (outsourching).

e. Melakukan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan UMKM. f. Melaksanakan sanksi pidana dan administratif kepada Usaha Menengah

dan Usaha Besar yang merugikan pemberdayaan UMKM.

Kerangka Pemikiran

(29)

rendah, keterbatasan teknologi, akses kredit yang menyulitkan, dan kesulitan pemasaran (Tambunan 2009).

Akar dari permasalahan umum tersebut adalah kualitas sumber daya manusia yang relatif rendah sehingga berdampak pada persoalan yang lainnya. Pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan jiwa kewirausahaan sangat mempengaruhi kualitas seorang pengusaha. Namun, merujuk data-data dari berbagai literatur yang sudah disebutkan di atas, pengusaha yang didominasi dewasa berumur di atas 45 tahun, tingkat pendidikan yang rendah, alasan berwirausaha karena usaha turun temurun, tidak tahu adanya bantuan maupun prosedur bantuan, dan tidak menjadi anggota koperasi merupakan faktor yang berasal dari pribadi sendiri (internal). Hal tersebut menggambarkan karakteristik UMKM relatif rendah. Oleh karenanya, dalam penelitian ini ingin dibahas karakteristik pengusaha yang diukur dari umur, tingkat pendidikan, lama usaha, dan motivasi usaha. Karakteristik tersebut ingin diteliti hubungannya dengan tingkat keberdayaan usaha.

Seseorang yang pribadinya berwawasan, berpengalaman, dan a risk taker akan menunjukkan kepribadian yang mandiri atau berdaya sehingga dia mampu memanajemen, mengorganisasikan, memobilisasi usahanya dengan optimal yang dapat ditunjukkan dari keadaan usahanya. Keadaan usaha tersebut dapat digambarkan dari tingkat keberdayaan usaha untuk pengembangan industri mikro dan kecil yang diukur dari tingkat modal, tingkat keuntungan, tingkat produktivitas, dan jumlah mesin jahit.

(30)

Keterangan: Memiliki hubungan

Gambar 2 Kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah:

1. Karakteristik pengusaha diduga memiliki hubungan dengan tingkat keberdayaan usaha.

2. Tingkat keberdayaan usaha diduga memiliki hubungan dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal.

Karakteristik Pengusaha (X):

1. Umur

2. Tingkat Pendidikan 3. Lama Usaha

4. Motivasi Usaha

Tingkat Keberdayaan Usaha (Y):

1. Tingkat Modal 2. Tingkat Keuntungan 3. Tingkat

Produktivitas 4. Jumlah Mesin Jahit

Tingkat Pengembangan Ekonomi Lokal (Z): 1. Aspek Lokalitas 2. Aspek Ekonomi 3. Aspek Sumber Daya

Manusia

(31)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun dan Effendi 2006). Penelitian dengan metode survei digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian hipotesa. Hubungan kausal yang dapat diuji dari hipotesa penelitian ini adalah hubungan antara karakteristik individu dan tingkat keberdayaan usaha serta hubungan antara tingkat keberdayaan usaha dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal pada industri tas di Desa Bojong Rangkas.

Data primer didapat dengan mengumpulkan data kuantitatif dari kuesioner. Sementara itu, data kualitatif didapat dari responden dan informan dengan panduan pertanyaan wawancara mendalam, observasi, dan pengamatan. Hal tersebut digunakan untuk mendeskripsikan secara mendalam tentang karakteristik pengusaha hubungannya dengan keberdayaan usaha dan keberdayaan usaha dengan pengembangan ekonomi lokal. Singarimbun dan Effendi (2006) menjelaskan bahwa dalam upaya memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial, terdapat usaha untuk menambah informasi kualitatif pada dara kuantitatif.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) karena Kecamatan Ciampea merupakan sentra IKM tas yang ada di Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciampea terdiri dari 13 desa di mana Desa Bojong Rangkas merupakan desa dengan jumlah industri menengah dan besar serta tenaga kerja paling banyak6.

Desa Bojong Rangkas merupakan kawasan sentra industri tas yang terdapat di Kabupaten Bogor. Hasil kerajinan desa tersebut berupa tas, dompet, agenda, dan lain-lain yang merupakan produk unggulan Kabupaten Bogor. Industri tas tersebut berupa home industry yang terdapat di rumah-rumah warga. Pengambilan data primer dilakukan pada akhir bulan Maret 2016 sampai pertengahan bulan April 2016. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian (Lampiran 2).

Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung di lapangan dari responden dan informan dengan menggunakan kuesioner maupun wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan. Kuesioner terdiri dari tiga bagian. Pertama

6

(32)

karakteristik individu (umur, tingkat pendidikan, lama usaha dan motivasi usaha), kedua tingkat keberdayaan usaha (modal, keuntungan, produktivitas dan jumlah mesin jahit). Ketiga, tingkat pengembangan ekonomi lokal berupa aspek lokalitas, ekonomi, sumber daya manusia, dan komunitas. Kuesioner juga disesuaikan dengan keadaan yang ada di lapangan. Wawancara mendalam dilakukan kepada informan yang dianggap memiliki peran penting dalam masyarakat, seperti ketua RW 04 yang juga merupakan pengusaha tas, pengusaha tas mantan anggota koperasi tas, pihak desa (sekretaris), pihak kecamatan (seksi ekonomi), dan pengelola PNPM Kecamatan Ciampea. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari profil Desa Bojong Rangkas, data demografi desa, data monografi desa, data Badan Pusat Statistik dan berbagai literatur yang terkait dengan penelitian ini, yakni buku, jurnal penelitian, dan internet. Teknik pengumpulan data pada metode kuantitatif dilakukan dengan melakukan wawancara berdasarkan kuesioner yang sudah dibuat kepada responden yang juga didukung wawancara mendalam. Penelitian kualitatif dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan serta penelusuran dokumen.

Teknik Pemilihan Responden dan Informan

Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah semua unit usaha pengrajin tas yang masih aktif di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Unit analisis dalam penelitian ini adalah usaha rumah tangga pengrajin tas yang dipilih berdasarkan purposive sampling. Teknik ini dipilih karena pertimbangan peneliti yang tidak terdapat data sekunder populasi tentang jumlah pengusaha unit industri tas yang ada di Desa Bojong Rangkas di lapang serta adanya pengusaha yang tidak mau diwawancarai (2 responden). Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam pengambilan data dilakukan dengan mendatangi ke tempat usaha industri tas yang ada di Desa Bojong Rangkas lalu mewawancarai responden yang mau diwawancarai. Jumlah responden yang diambil sebanyak 35 pengusaha industri sudah cukup mewakili untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian yang diharapkan. Pemilihan responden dipilih dengan teknik sensus atau sampling jenuh sehingga 35 pengusaha industri yang ditemukan di lapang bukan sebagai kerangka sampling namun, langsung sebagai responden penelitian. Sampling jenuh atau sensus adalah teknik pengambilan sampel bila semua anggota populasi dijadikan sampel. Hal ini sering dilakukan karena jumlah populasi relatif sedikit atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang kecil (Effendi dan Tukiran 2012).

(33)

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data sekunder yang diperoleh secara kualitatif seperti gambaran umum pengrajin tas di Kecamatan Ciampea, profil Desa Bojong Rangkas, data monografi desa, data demografi desa, dan data sekunder lainnya akan dideskripsikan dan diinterpretasikan.

Data primer yang diperoleh secara kuantitatif di lapangan diproses melalui pengolahan data. Pengolahan data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Proses pengolahan data ini meliputi proses pembuatan kode, pemberian skor, dan kemudian dimasukkan ke dalam SPSS Statistic 20 dan Microsoft Excel 2013.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis kuantitatif deskriptif, digunakan untuk menggambarkan karakteristik pengrajin tas di Desa Bojong Rangkas yang meliputi: umur, tingkat pendidikan, lama usaha, motivasi usaha; tingkat keberdayaan usaha, yaitu: tingkat modal, tingkat keuntungan, tingkat produktivitas, jumlah mesin jahit; serta tingkat pengembangan ekonomi lokal yang diteliti dalam aspek lokalitas, aspek ekonomi, aspek sumber daya manusia, dan aspek kelembagaan.

2. Analisis deskriptif kualitatif, digunakan untuk menggambarkan karakteristik pengusaha tas dan perkembangan usahanya serta keadaan industri tas di Desa Bojong Rangkas melalui wawancara mendalam. Data primer yang diperoleh secara kualitatif akan dikumpulkan dalam sebuah catatan harian kemudian akan dilakukan reduksi data dan disusun menjadi sebuah manuskrip yang akan digunakan sebagai penjelasan data yang diperoleh dari pendekatan kuantitatif.

Analisis statistik inferensial dengan uji korelasi Rank Sperman untuk mengetahui hubungan antara variabel karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha, serta hubungan antara tingkat keberdayaan usaha dengan tingkat pengembangan ekonomi lokal. Sebelum dilakukan uji Rank Sperman, dilakukan penyusunan tabel frekuensi terlebih dahulu, kemudian disusun menjadi tabel tabulasi silang, setelah itu dilakukan uji Rank Sperman untuk menguji seberapa besar hubungan antar variabel yang diuji.

Tingkat kesalahan dalam penelitian ini yaitu sebesar 1 persen atau pada

tarafnyata α 0.01, yang berarti memiliki tingkat kepercayaan 99 persen dan 5 persen

atau pada taraf nyata α 0.05, yang berarti memiliki tingkat kepercayaan 95 persen.

Nilai probabilitas (P) yang diperoleh dari hasil pengujian dibandingkan dengan taraf nyata untuk menentukan hubungan apakah hubungan antara variabel nyata

atau tidak. Jika nilai P lebih kecil dari taraf nyata α 0.01 atau 0.05 maka hipotesis

(34)

Uji Reliabilitas

Singarimbun dan Effendi (2006) mengungkapkan bahwa validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Secara statistik angka korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan nilai kritis tabel korelasi pada taraf signifikansi 5% yaitu 0.699 (Lampiran 3). Hasil pengujian validitas kuesioner untuk kapasitas industri mikro dan kecil dalam pengembangan ekonomi lokal diperoleh nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0.500. Jika nilai Cronbach’s Alpha dapat melebihi 0.500, maka kuesioner dapat dinyatakan reliabel.

Definisi Operasional

Karakteristik Pengusaha

Karakteristik pengusaha adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam individu pelaku usaha. Faktor-faktor tersebut terdiri dari umur, tingkat pendidikan, lama usaha, dan motivasi usaha. Karakteristik individu tersebut kemudian dikategorikan ke dalam tiga tingkatan, yaitu rendah, sedang, tinggi.

(35)

usaha industri

Tingkat keberdayaan usaha adalah indikator suatu usaha dikatakan berdaya jika usaha tersebut dapat mengakses sumber-sumber yang penting yang mendukung perkembangan atau pertumbuhan skala usaha dari segi ekonomi konvensional. Tingkat keberdayaan usaha diukur dari tingkat modal, tingkat keuntungan, tingkat produktivitas, dan jumlah mesin jahit. Tingkat keberdayaan usaha tersebut dikategorikan menjadi tiga tingkatan yaitu rendah, sedang, tinggi.

Skor kumulatif tingkat keberdayaan usaha : - Rendah (skor 4-6)

- Sedang (skor 7-9) - Tinggi (skor (10-12)

Tabel 4 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran tingkat keberdayaan usaha

Variabel Definisi

Operasional Indikator

Kategori Pengukuran Y1 Tingkat modal Rata-rata nilai

(36)

dengan

Tingkat pengembangan ekonomi lokal adalah strategi yang menggambarkan kapasitas masyarakat/komunitas untuk menjadi mandiri secara ekonomi dengan mengelola sumber daya manusia, sumber daya alam/fisik, dan lingkungan. Tingkat pengembangan ekonomi lokal dilihat dari empat aspek, yaitu aspek lokalitas, aspek bisnis/ekonomi, aspek sumber daya manusia, dan aspek kelembagaan. Tingkat tersebut dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.

Skor kumulatif tingkat pengembangan ekonomi lokal : - Rendah (skor 4-6)

- Sedang (skor 7-9) - Tinggi (skor 10-12)

Tabel 5 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal

Variabel Definisi Operasional Indikator Kategori

(37)

yang berkualitas, mendaur ulang sisa bahan, dan mengelola keuangan dengan skor Tidak Setuju (1), Kurang Setuju (2), dan Setuju (3).

3. Tinggi (13-15)

Z4 Aspek

kelembag aan

Peranan stakeholder

setempat dalam mendukung usaha industri kerajinan tas.

Pernyataan responden mengenai peranan kepala desa dan tokoh masyarakat dalam memotivasi,

memberikan informasi dan solusi, dan

mengkoordinasikan warga serta peran pemerintah dalam mendukung berupa pelatihan, permodalan, mesin, dan

pemasaran/pameran dengan skor Tidak Setuju (1), Kurang Setuju (2), dan Setuju (3).

1. Rendah (skor kumulatif ketiga stakeholder 3-5) 2. Sedang

(6-7) 3. Tinggi

(38)

GAMBARAN UMUM LOKASI DAN INDUSTRI TAS DI DESA

BOJONG RANGKAS

Kondisi Geografis

Desa Bojong Rangkas merupakan salah satu desa perindustrian/jasa yang terdapat di wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa tersebut terbagi atas 3 dusun, 9 RW dan 40 RT. Tipologi Desa Bojong Rangkas berada pada sektor perindustrian jasa. Desa Bojong Rangkas berbatasan dengan Desa Cibanteng di sebelah utara, Desa Cicadas di sebelah selatan, Desa Cibadak di sebelah timur, dan Desa Tegal Waru di sebelah barat.

Luas wilayah Desa Bojong Rangkas adalah 104 ha. Sebagian besar wilayah tersebut digunakan untuk pemukiman dan tegal/ladang. Tata guna lahan lainnya di Desa Bojong Rangkas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 6 Luas lahan dan persentase menurut penggunaannya di Desa Bojong Rangkas tahun 2015

No. Jenis Penggunaan Lahan

Luas (ha) Persentase

1 Pemukiman 67.50 64.90

2 Tegal/Ladang 20.00 19.23

3 Fasilitas Umum 9.60 9.23

4 Sawah 3.00 2.87

5 Perkebunan 3.00 2.87

6 Lainnya 0.90 0.90

Total 104.00 100.00

Sumber: Profil Desa Bojong Rangkas (2015)

Gambar

Tabel 2  Reformulasi komponen pengembangan ekonomi lokal
Gambar 2  Kerangka pemikiran
Tabel 3  Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran
Tabel 4  Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran tingkat
+7

Referensi

Dokumen terkait

rRabnb.&,a'l!h!/gPiP!ru*.

Dalam kaitan pentingnya faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu sikap percaya diri, kecerdasan emosional, dan kedisiplinan belajar maka dalam

Bantul Governance not optimally yet on improving volleyball sport as an icon or cultural sport in there.. It is showed by the people in Bantul right now not believe again

Musharakah. •   Walaubagaimanapun, dari perspektif undang-undang berdasarkan amalan standard di Malaysia, pihak yang terbabit di dalam Musharakah akan bersetuju

“Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang lain memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan (2) dan Pasal 34 ayat (1)

Tujuan Penulisan untuk menggambarkan upaya apa saja yang harus dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi guru dalam mengajar di sekolah.. Agar motivasi dapat

Manajemen waktu yang terdapat dalam proyek ini dapat dikatakan masih belum begitu baik, hal ini dapat dilihat dari adanya kesimpangan antara jadwal yang direncanakan dengan

Pelaksanaan kebijakan pajak ekspor menyebabkan kurva penawaran di pasar dunia bergeser dari ES ke ES t , yang diakibatkan oleh menurunnya jumlah ekspor negara A ke pasar dunia yaitu