• Tidak ada hasil yang ditemukan

GITA GESING ARTIKEL KARYA SENI. Oleh : I MADE EVA YADNYA NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GITA GESING ARTIKEL KARYA SENI. Oleh : I MADE EVA YADNYA NIM :"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

“GITA GESING”

ARTIKEL KARYA SENI

Oleh :

I MADE EVA YADNYA

NIM : 201202008

PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN

JURUSAN SENI KARAWITAN

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA

DENPASAR

(2)

ABSTRAK

Karya seni merupakan salah satu bentuk persyaratan untuk memenuhi ujian Tugas Akhir yang diwajibkan kepada setiap mahasiswa untuk mencapai gelar sarjana S-1. Termasuk di dalamnya, setiap mahasiswa harus menciptakan sebuah karya sesuai dengan konsep atau ide yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa.

Salah satunya adalah karya seni yang diberi judul “Gita Gesing” karya I Made Eva Yadnya. “Gita Gesing” berasal dari dua buah kata yaitu gita yang berarti suara atau bunyi atau nyanyian dan gesing merupakan persamaan arti kata dengan pring, dimana dalam Bahasa Bali Alus gesing berarti bambu dan dalam Bahasa Jawa Kuna pring juga berarti bambu. Jadi, Gita Gesing adalah sebuah karya musik yang ingin menampilkan suara atau bunyi atau nyanyian yang berasal dari alat-alat musik yang terbuat dari bambu baik itu dibunyikan dengan cara dipukul, ditiup, dikocok dan lain-lain sehingga bisa menghasilkan warna suara yang diinginkan oleh penata. Dengan mengolah bunyi yang dihasilkan oleh alat musik bambu, penata mencoba berolah rasa dengan mentransformasikannya ke dalam bahasa musikal yang terpadu dalam jalinan melodi dan ritme yang harmonis.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bambu adalah salah satu tumbuhan yang pohonnya beruas-ruas dan sudah dikenal sejak lahirnya peradaban manusia. Bambu merupakan tanaman purba yang telah ada sejak 200.000 tahun SM. Terdapat sekitar 1.250 jenis bambu di dunia yang berasal dari 75 marga (

http://Bambu-Nusanntara.blogspot.com/2007). Di Indonesia tercatat sebanyak 39 bambu

yang berasal dari delapan marga. Dalam perkembangannya, bambu memberikan manfaat besar ditengah peradaban, hingga bambu pun menjadi tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Bambu bisa dimanfaatkan mulai dari senjata, bahan bangunan, kerajinan, makanan, sampai pada alat musik . Khususnya sebagai alat musik, keberadaan musik bambu mengiringi perjalanan kebudayaan Indonesia, hal itu tercerminkan dalam relief Candi Borobudur yang memperlihatkan gambar seorang peniup seruling.

Begitu halnya di Bali pada khususnya, bambu juga senantiasa mengiringi kehidupan masyarakat Bali dalam konteks Panca Yadnya, seperti pada upacara Bhuta Yadnya, bambu

(3)

dipergunakan sebagai alat maupun sarana untuk mendukung upacara tersebut, seperti klakat,

kul-kul, tetimpug (bambu kecil yang berukuran ±40cm dengan jumlah minimal lima batang

dan dibakar agar dapat menimbulkan suara ledakan). Pada upacara Manusa Yadnya, bambu berperan sebagai bahan untuk membuat bangunan sampai pada peralatan upacara seperti tali dari bambu, penjor, pengait janur (dalam istilah Bali disebut dengan semat), batang sate dan lain-lain, demikian halnya pada upacara Rsi Yadnya dan Dewa Yadnya. Pada upacara Pitra

Yadnya bambu dipergunakan sebagai alat untuk mengusung mayat ke kuburan. Penata

merasa bahwa bambu tidak akan pernah dapat terpisahkan dari kehidupan manusia khususnya di Bali, karena bambu selalu setia menemani dari manusia itu lahir hingga mengantarnya ke liang kuburan saat kita meninggal nanti. Melihat dari banyaknya kegunaan bambu dalam kehidupan manusia, membuat penata terinspirasi untuk menjadikan bambu sebagai media ungkap dalam karya yang diberi judul “Gita Gesing”.

“Gita Gesing” berasal dari dua buah kata yaitu gita yang berarti suara atau bunyi

atau nyanyian (Mardiwarsito, 1978 : 85) dan gesing merupakan persamaan arti kata dengan

pring, dimana dalam Bahasa Bali Alus gesing berarti bambu dan dalam Bahasa Jawa Kuna pring juga berarti bambu (Mardiwarsito, 1978 : 251). Jadi, Gita Gesing adalah suatu karya

yang ingin menampilkan suara atau bunyi atau nyanyian yang berasal dari alat-alat musik yang terbuat dari bambu baik itu dibunyikan dengan cara dipukul, ditiup, dikocok dan lain-lain sehingga bisa menghasilkan warna suara yang diinginkan.

PEMBAHASAN Ide Garapan

Sebuah karya seni memerlukan ide dasar yang kuat dan jelas, sehingga proses pelaksanaan untuk mewujudkan kedalam sebuah bentuk karya senipun akan terasa lebih mudah. Penemuan sebuah ide bisa saja berlangsung dengan waktu yang cukup lama dan bisa saja datang dengan sekejap. Demikian pula dengan karya karawitan “Gita Gesing” ini.

Ide menggunakan bambu sebagai media ungkap dalam garapan ini, dikarenakan di rumah penata sudah memiliki beberapa buah instrumen yang terbuat dari bambu, seperti :

(4)

bambu. Penata merasa tertarik untuk mempergunakan bambu sebagai judul dan media ungkap, karena melihat dari makna dan filsafat bambu tersebut dalam kaitannya dengan kehidupan manusia khususnya di daerah Bali, seperti konsep Tri Hita Karana pada manusia yaitu Palemahan artinya hubungan manusia dengan lingkungan, Pawongan artinya hubungan manusia dengan sesama dan Parhyangan yang artinya hubungan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi (I Gusti Made Ngurah dkk, 1999 : 99). Demikian halnya penata melihat bambu tersebut sangat erat kaitannya dalam kehidupan manusia sebagai orang yang beragama Hindu khususnya di Bali. Bambu dalam konteks keagamaan, senantiasa dipakai sebagai bahan ataupun sarana di dalam mendukung upacara yadnya yang ada di Bali. Bambu juga merupakan salah satu tumbuhan yang dapat memberikan kesejukan dan ketenangan batin atau rohani pada diri manusia, bambu sebagai warna kehidupan, seperti dipergunakan sebagai alat musik hingga dijadikan sebagai makanan. Atas dasar tersebut penata merasa tertarik untuk mengangkat bambu sebagai ide dasar dan media ungkap dalam garapan karawitan dengan judul “Gita Gesing”, dengan mempergunakan media ungkap seperangkat gamelan yang terbuat dari bambu dan beberapa alat pendukung lainnya.

Beberapa alasan yang menyebabkan penata memilih instrumen bambu sebagai media ungkap adalah :

a. Penata ingin memunculkan identitas dari bambu itu sendiri kedalam sebuah garapan musik, karena instrumen atau alat musik yang terbuat dari bambu memiliki nilai artistik tesendiri bagi penata.

b. Bambu mampu menghasilkan suara yang lembut maupun keras, sesuai dengan konsep dan kebutuhan penata.

c. Bambu sebagai alat musik yang efisien, ekonomis dan mudah untuk dicari.

Deskripsi Garapan

Garapan komposisi karawitan “Gita Gesing” ini merupakan sebuah garapan yang menampilkan suara-suara bambu, baik dibunyikan dengan cara apapun sehingga dapat menghasilkan suara lembut maupun keras. Karya ini terinspirasi dari alat-alat musik bambu yang dimiliki oleh penggarap, seperti suling, rindik, angklung kocok, timbung dan instrumen

(5)

lain yang tidak terbuat dari bambu. Konsep dalam penggarapannya mengacu pada konsep musik eksperimental atau percobaan dengan memadukan alat-alat musik bambu yang digunakan seperti suling dengan memakai tetekep yang berbeda-beda, rindik dengan laras

slendro, dan angklung kocok diatonis sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru sesuai

dengan keinginan penggarap. Dari media yang digunakan, penggarap mencoba teknik-teknik permainan dengan mengolah nada, tempo, dinamika, harmoni, dan ritme melalui eksperimen-eksperimen yang dilakukan. Dalam garapan ini lebih menekankan kebebasan dalam berkarya dan menonjolkan permainan melodi yang divariasikan dengan teknik chord seperti pada piano sehingga garapan ini terkesan melodis dan bersifat estetis. Di samping itu, juga dilakukan penataan dalam penyajiannya agar garapan ini tidak hanya enak didengar tetapi juga enak dilihat. Selain hal-hal tersebut, sifat-sifat estetik umum seperti keutuhan, kekompakan, kebersihan, kekuatan, keyakinan, kesungguhan, dan kerumitan dijadikan sebagai acuan dalam mewujudkan karya untuk memberikan bobot seni terhadap garapan ini.

Ruang Lingkup

Dalam hal ini penata perlu kiranya mengemukakan batasan-batasan permasalahan yang digarap berdasarkan latar belakang dan ide garapan agar tidak jauh menyimpang dari apa yang ingin digambarkan oleh penata pada garapan “Gita Gesing”. Adapun ruang lingkup dalam garapan ini, yaitu :

- Garapan “Gita Gesing” ini merupakan sajian komposisi musik yang di dalamnya ingin menggali ide-ide atau gagasan-gagasan baru, serta upaya pembaruan dengan memasukkan unsur-unsur baru dengan pengolahan yang kreatif, seperti misalnya memadukan permainan suling dengan memakai tetekep yang berbeda-beda, seperti: (ndeng, ndung, ndang, nding, ndong, tembung, dan lebeng), rindik dengan

laras slendro, dan angklung kocok diatonis sehingga dapat menghasilkan sesuatu

yang baru.

- Garapan ini tidak menggunakan struktur tradisi (tri angga) tetapi menggunakan bagian-bagian sesuai dengan konsep serta penafsiran yang penata inginkan agar lebih dapat mengembangkan kretivitas dalam berkarya.

(6)

- Dalam penggarapan karya ini penata mengolah teknik-teknik permainan dan unsur-unsur karawitan seperti nada, tempo, dinamika, harmoni dan ritme melalui teknik eksperimen atau percobaan-percobaan yang dilakukan agar tercapainya suatu bentuk yang diinginkan

- Media ungkap dalam garapan “Gita Gesing” ini adalah beberapa alat musik yang terbuat dari bambu, seperti : Suling, rindik, angklung kocok, timbung, dan beberapa instrumen yang ada pada gamelan Geguntangan seperti : satu pasang kendang palegongan (lanang-wadon), kajar palegongan, ceng-ceng ricik,

tawa-tawa, klenang, dan gong pulu. Dalam perjalanan prosesnya nanti tidak menutup

kemungkinan terjadi penambahan ataupun pengurangan instrumen atau alat yang dipergunakan agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan. - Durasi garapan ini disajikan selama kurang lebih 11-12 menit.

- Garapan ini menggunakan lima belas orang pendukung termasuk penata.

- Adapun kostum yang ingin dipakai oleh penata dalam garapan ini adalah kostum klasik, yaitu memakai kamen (kain), amed/senteng (ikat pinggang), syal (kain yang dipakai di leher) dan udeng (ikat kepala).

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian yang telah tertera pada bab-bab tersebut di atas, yang menguraikan tentang proses yang dilalui hingga terwujudnya komposisi “Gita Gesing” menjadi suatu karya musik yang utuh, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1) “Gita Gesing” merupakan sebuah karya musik yang menggunakan bambu sebagai media ungkap dan didukung oleh beberapa instrumen lain yang menekankan kebebasan dalam berkarya.

2) Konsep musikal garapan ini mengacu pada konsep musik eksperimental dengan memadukan alat-alat yang dipakai.

3) Karya ini berangkat dari sebuah pemahaman terhadap konsep bentuk musikal, kemudian diolah dan dikembangkan sesuai dengan keinginan penggarap.

4) Media ungkap yang digunakan dalam garapan “Gita Gesing” ini adalah : Suling, rindik,

(7)

palegongan, ceng-ceng ricik, tawa-tawa, klenang, gong pulu, cham, bambu air, dan bird flute.

5) Penggarapan unsur musikal dalam komposisi musik ini difokuskan kepada penggarapan melodi, ritme, tempo, harmoni, dan dinamika.

6) Garapan ini terdiri atas tiga bagian yaitu bagian pertama, kedua, dan ketiga.

7) Karya komposisi musik “Gita Gesing” dimainkan oleh lima belas orang pemain termasuk penggarap.

8) Karya komposisi musik ini disajikan dalam bentuk sajian concert dengan durasi waktu antara 11-12 menit, di panggung berbentuk proscemium Gedung Natya Mandala, ISI Denpasar.

Saran-saran

Terkait dengan simpulan di atas maka beberapa saran mengarah pada hal-hal sebagai berikut.

1) Mewujudkan sebuah karya seni bukanlah perkara mudah, maka diperlukan persiapan mulai dari faktor dalam diri sampai faktor di luar diri.

2) Sebelum melangkah ke proses garapan, penentuan konsep dan ide yang matang jauh sebelumnya merupakan kunci untuk meraih keberhasilan di dalam berkarya.

3) Dalam berkarya, hendaknya para komposer muda terutama bagi para pemula harus mempunyai sikap pantang menyerah, tidak pernah takut untuk mencoba dan berhenti membanding-bandingkan diri dengan orang lain yang belum tentu sama jalan pikirannya. Hal tersebut dapat meracuni pikiran sehingga dapat menghambat dalam proses untuk pencarian jati diri karena setiap orang mempunyai ciri khasnya masing-masing.

DAFTAR SUMBER Daftar Pustaka

Bandem, I Made. 1986. Prakempa Sebuah Lontar Gamelan Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI).

(8)

Dibia, I Wayan. 1997 / 1998. Pengantar Karawitan Bali. Denpasar: Proyek Peningkatan / Pengembangan ASTI Denpasar.

Djelantik, A.A.M. 1990. Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I. Denpasar: STSI Denpasar. Garwa, I Ketut. 2008. Bahan Ajar (Metode Penciptaan Seni Karawitan). Denpasar: Institut

Seni Indonesia Denpasar.

Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Tim Prima Pena. Gitamedia Press.

Mardiwarsito, L. 1978. Kamus Jawa Kuna Indonesia. Ende – Flores: Pernerbit Nusa Indah, Percertakan Arnoldus

Ngurah Made, I Gusti Ngurah dkk, 1999. Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk Perguruan

Tinggi. Surabaya: Paramita

Subagyo, Fasih. 2004. Terampil Bermain Musik Untuk Kelas 2 SMP dan MTs. Solo: Tiga Serangkai

Suharta, I Wayan. 1994. Mengenal Suling dalam Karawitan Bali : Studi Mengenai Identitas

dan Fungsi. Denpasar: Dilaksanakan atas biaya Bagian Proyek Operasi dan

Perawatan Fasilitas STSI. Denpasar DIP. Nomor 334/XXIII/3/-/1993 Tanggal 17 Maret 1993.

Sukerta, Made Pande. 2009. Ensiklopedi Karawitan Bali Edisi Kedua. Surakarta: ISI Press Solo.

Suweca, I Wayan. 2007. Estetika Karawitan. Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar 2007.

Daftar Discografi

 Rekaman Mp3 karya-karya Sekaa Gamelan Suling “Gita Semara”.

 Rekaman Mp3 karya-karya Sekaa Semeton Suling “Nikamanu”.

 Rekaman Mp3 karya-karya album musik Gus Teja.

 Rekaman Mp3 karya-karya Palawara Music Company.

Daftar Informan

1. Nama : I Wayan Karta

(9)

Alamat : Br. Pengosekan, Mas, Ubud, Gianyar Pekerjaan : Wiraswasta (Pembuat Suling)

2. Nama : I Wayan Eris Stiawan, S.Sn Tempat/ Tanggal Lahir : Br. Tunon/ 21 Mei 1990

Alamat : Br. Tunon, Singakerta, Ubud, Gianyar Pekerjaan : Wiraswasta (Alumni ISI Denpasar)

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan penelitian selama 2 tahun, mereka memperoleh informasi bahwa planet ini mengelilingi bintang induknya yang bermassa 3 kali massa matahari dengan orbit

pelayanannya baik jumlah pengunjung akan semakin bertambah. c) Dalam penempatan perabot seperti meja, kursi, rak buku, lemari, dan lainnya hendaknya disusun dalam bentuk garis

KLASI+IKASI SALRAN TRANSMISI ,ER-ASARKAN TEGANGAN /ransmisi tenaga listrik sebenarnya tidak hanya penyaluran energi listrik dengan menggunakan tegangan tinggi dan melalui saluran

Dalam lingkungan kerja yang seperti ini para karyawan merasa tidak enak dan tidak aman dalam bekerja, sehingga produktivitas dan efisiensi kerja akan menurun, ini

Hasil yang diharapkan dari penelitian tugas akhir ini adalah dihasilkannya aplikasi interaktif menggunakan sensor pada smartphone Android untuk membantu siswa

Pola makan dapat diartikan suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, penelantaran anak adalah kegagalan dalam menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya, seperti:

Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama