ANALISIS KONTEN PENAMAAN DUA SURAH
AL-NISA AL-SHUGHRA DAN AL-NISA AL-KUBRA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
MHD. NAUVAL KURNIAWAN NIM: 11140340000019
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M/1442 H
ii
LEMBAR PERSETUJUAN BIMBINGAN
ANALISIS KONTEN PENAMAAN DUA SURAH
AL-NISA AL-SHUGHRA DAN AL-NISA AL-KUBRA
Skripsi
Diajukan ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama Islam (S.Ag)
Oleh:
Mhd. Nauval Kurniawan
NIM: 11140340000019
Dosen Pembimbing:
Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA NIP: 196908221997031002
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M/1442 H
iii
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul ANALISIS KONTEN PENAMAAN DUA SURAH AL-NISA AL-SHUGHRA DAN AL-NISA AL-KUBRA telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir.
Jakarta, 13 Juli 2021 Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA Basyir Arif, MA
NIP. 197110031999032001 NIP. 199103032020121009 Anggota,
Penguji I Penguji II
Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA NIP. 196908221997031002
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Mhd. Nauval Kurniawan
NIM : 11140340000019
TTL : Medan, 30 November 1996
Jurusan/Prodi : Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas : Ushuluddin
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka, saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 Juli 2021
Mhd. Nauval Kurniawan 11140340000019
v ABSTRAK
Mhd. Nauval Kurniawan, 11140340000019. “Analisis Konten Penamaan Dua Surah al-Nisa al-Shughra dan al-Nisa al-Kubra.”
Skripsi Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021 M/1442 H.
Skripsi ini membahas tentang analisis konten penamaan dua surah al-Nisa al-Shughra dan al-al-Nisa al-Kubra. Sejauh ini belum banyak penelitian yang dilakukan dalam tema ini. Melalui analisis kategorisasi kata al-Nisa di dalam surah al-Nisa dan al-Thalaq, juga sejarah kedua surah tersebut, maka, dapat diketahui dasar penamaan kedua surah ini dan keterkaitan kedua surah tersebut.
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan atau library research dengan menelaah kata al-Nisa, juga sejarah kedua surah tersebut dari berbagai argumentasi ulama untuk kemudian mendeskripsikan penamaan kedua surah tersebut dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Sumber primernya adalah kitab al-Itqān Fī „Ulūm al-Qur‟ān karya Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī dan buku Rekonstruksi Sejarah al-Qur‟ān karya Taufik Adnan Amal serta data sekundernya meliputi buku, jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa analisis konten penamaan dua surah al-Nisa al-Shughra dan al-Nisa al-Kubra yaitu, Pertama, mengetahui sejarah penamaan kedua surah tersebut. Kedua, mengetahui isi kandungan yang berhubungan dengan perempuan dalam kedua surah tersebut. Ketiga, keterkaitan konten melalui berbagai tafsir para ulama.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta‟ala Tuhan Yang Maha Esa atas semua rahmat dan karunia yang diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah skripsi yang berjudul “Analisis Konten Penamaan Dua Surah Nisa
al-Shughra dan al-Nisa al-Kubra.” Shalawat dan salam senantiasa
terkirim kepada baginda Rasulullah Muhammad Shallallahu „alaihi wa Sallam yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan sebagaimana zaman sekarang.
Dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membina dan memimpin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menjadi tempat bagi penulis untuk memperoleh ilmu baik dari segi akademik maupun non-akademik.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membina penulis selama kuliah.
3. Dr. Eva Nugraha, M. Ag dan Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan petunjuk dan arahannya serta menjadi wadah konsultasi selama kuliah.
4. Kusmana M.A., Ph.D., selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak arahan dan motivasi serta semangat kepada penulis selama masa-masa kuliah.
5. Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak masukan, arahan, koreksi, dan pengetahuan yang baru dalam penyusunan skripsi ini serta membimbing penulis sampai pada tahap penyelesaian skripsi. 6. Para dosen, karyawan dan karyawati serta staff Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan segala bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis selama kuliah.
7. Kepala Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyiapkan berbagai literatur dan memberikan kemudahan untuk memanfaatkan perpustakaan secara maksimal demi penyelesaian skripsi ini.
8. Kedua orangtua saya, Ayahanda Khaidir dan Ibunda Leni
Noviyanti tercinta yang dengan penuh cinta dan kasih sayang
serta kesabaran dalam membesarkan, mendidik dan selalu mendoakan keberhasilan dan kebahagian anaknya yaitu saya. 9. Kakak, adik-adik, dan abang ipar tercinta, Windi Yantika,
Cantika Maharani, Syakila Anjani, dan Amri Irwansyah Sitanggang yang telah memberikan semangat, motivasi dan doa
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Syah Ghina Rahmi Lubis, S.H., yang telah banyak memotivasi, mendukung, menyemangati dan membantu dalam proses pengerjaan hingga penyelesaian skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat seperjuangan, Afifuddin Nur Yusuf, S.Pd.,
Faisal Tanjung, S.H., Zaitul Rahman, S.Ag., Iman Teguh Santoso, S.H., yang selama ini telah bersama menjalani
kehidupan di kost, selalu ada saat senang dan susah dan telah memberikan semangat, motivasi dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
12. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2014 yang telah bersama dalam suka dan duka selama kuliah dan telah memberikan semangat, motivasi dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan semangat, motivasi dan doa kepada penulis selama masa perkuliahan sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.
Pada akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis pasrahkan segalanya, semoga semua pihak yang turut membantu penulis selama ini hingga skripsi ini telah selesai, semuanya diberikan rezeki kesehatan dan kemudahan rezeki harta serta semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh kalangan khususnya bagi penulis sendiri.
Jakarta, 13 Juli 2021
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.
1. Konsonan
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Arab
Nama Huruf Latin Nama
ا
Alif Tidak dilambangkan Tidakdilambangkan
ب
Ba b Beت
Ta t Teث
Ṡa ṡ Es (dengan titik diatas)
ج
Jim j Jeح
Ḥa ḥ Ha (dengan titik dibawah)
خ
Kha kh ka dan haد
Dal d Deذ
Żal ż Zet (dengan titikdi atas)
ر
Ra r Erز
Zai z Zetس
Sin s Esش
Syin sy es dan yebawah)
ض
Ḍad ḍ de (dengan titik dibawah)
ط
Ṭa ṭ te (dengan titik dibawah)
ظ
Ẓa ẓ zet dengan titik dibawah)
ع
„ain „ koma terbalik (diatas)
غ
Gain g Geؼ
Fa f Efؽ
Qaf q Kiؾ
Kaf k Kaؿ
Lam l Elـ
Mim m Emف
Nun n Enو
Wau w Weػه
Ha h Haء
Hamzah ' Apostrofي
Ya y Ye 2. VokalVokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ
Fathah a Aُ
Dhammah u UAdapun untuk vocal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ
ْي
Fathah dan ya ai a dan iَ
ْو
Fathah dan wau au a dan u Contoh: كَ يْ كَ -kaifa كَ يْ كَ - haula3. Vokal Panjang/ Maddah
Ketentuan alih aksara vocal panjang (maddah), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Harakat dan huruf
Nama Huruf dan
tanda Nama
ي َ
...
ا
Fathah dan alif atau ya ā a dan garis di atasْ ِ
Kasrah dan ya ī I dan garis di atasْ ُػ
Dhammah dan wau ū u dan garis di atas Contoh: كَ كَ - qāla ىكَم كَر– ramā4. Ta‟ Marbūṭah, Transliterasi untuk Ta‟ Marbūṭah ada dua: a. Ta‟ Marbūṭah hidup
Ta‟ Marbūṭah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, dan ḍommah, transliterasinya adalah “t”.
b. Ta‟ Marbūṭah mati
Ta‟ Marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah “h”.
c. Kalau pada kata terkahir dengan Ta‟ Marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka Ta‟ Marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
No Kata Arab Alih Aksara
1
ِؿ َ ْ َاا ُ َ ْوَر
rauḍah al-aṭfāl 2ُ َ ِ َ اا ُ َي ِ َاا
al-madīnah al-fāḍilah3
ُ َ ْ ِاا
al-ḥikmah5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda (
ّ
) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.Contoh:
كَنَّب كَر- rabbanā كَ َّ كَ - nazzala رُّ بِلا - al-birr جّ كَلا – al-ḥajj
Jika huruf
ى
ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah (ّـػ
ػػػػػػػػػػػػػػ
ػ
), maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (ī). Contoh:ىٌّـِ
: „Alī (bukan „Aliyy atau „Aly)ىٌِّ َ َ
: „Arabī (bukan „Arabiyy atau „Araby) 6. Kata SandangKata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu
ؿا
. Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika dia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-), Contohnya:ُ ُ رَّ اا
- al-rajuluُ ِّ رَّلاا
- al-sayyidu ُ ْ رَّلاا- al-syamsuُ َ َلاا
- al-qalamuُ ْ ِ َ ْاأ
- al-badĭ‟uُؿَ َْاا
-al-jalālu 7. HamzahAturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (') hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif. Contohnya:
َفْوُ ُ َْ
: ta'murūnaُءْ رَّػياا
: al-nau'ُتْ ِ ُأ
: umirtu8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata Al-Qur‟ān (dari al-Qur'ān), sunnah, khusus, dan umum. Namun bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh.
Contoh:
Kata Arab Alih Aksara
فآْ ُلاا ؿَ ِظ ِْفِ
Fī Ẓilāl al-Qur'ānنْ ِوْ َتاا َ ْ َػق رَّيُلاا
Al-Sunnah qabl al-tadwīnِصْ ُصُِبِ َلا ظْ َ اا ِـْ ُ ُعِب ةَرَ ِعاا
بَ رَّلاا
Al-„ibārāt bi „umūm al-lafẓ lā bi khuṣūṣ al-sabab
9. Lafẓ al-jalālah
(الله)
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mudāf ilaih (frasa nominal), transliterasi tanpa huruf hamzah. Contoh:
ِالله ُنْ ِد
: dīnullāhِالله ِ
: billāhAdapun tamarbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-jalālah, ditransliterasi dengan huruf (t). Contoh :
10. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menulis huruf awal nama dari (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK,DP,CDK, dan DR). Contoh:
Kata Arab Alih aksara
ٌؿْ ُ َر رَّلاِإ ٌ رَّ َُ َ َو
-Wa mā Muḥammadun illā rasūlْيِذرَّ َا ِس رَّي ِا َ ِ ُو ٍتْ َػب َؿرَّوَأ رَّفِإ
ً َرَ ُ َ رَّ َ ِب
-Inna awwala baitin wuḍi‟a linnāsi bi Bakkata mubārakan
ُفآْ ُلاا ِ ْ ِ َؿِ ْ ُأ ْيرَّذاا َف َ َ َر ُ ْ َ
-Syahru Ramaḍān al-lażī unzila fīh al-Qur‟ānْ ِ ْ طُّلاا نْ ِّ اا ُ ْػ ِصَ
-Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsīِْااَ َ اا ْصَ ْ ُػبَأ
-Abū Naṣr al-Farābīِْااَ َلاا
-Al-Gazālīxvi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL (COVER)...i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH...iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...iv
ABSTRAK...v
KATA PENGANTAR...vi
PEDOMAN TRANSLITERASI...ix
DAFTAR ISI...xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1
B. Identifikasi Masalah...3
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah...4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian...4
E. Tinjauan Kepustakaan...5
F. Metodologi Penelitian...10
G. Sistematika Penulisan...12
BAB II KAJIAN TEORITIS PENAMAAN SURAH A. Makna dan Fungsi Penamaan...14
B. Definisi Surah...16
C. Ketentuan dalam Pemberian Nama Surah...24
D. Pendapat Ulama tentang Nama Surah antara Ijtihadi dan Tauqifi...25
BAB III TELAAH AYAT-AYAT PADA SURAH AL-NISA DAN AL-THALAQ
A. Arti Kata al-Nisa dan Kategorisasinya di Surah al-Nisa
dan al-Thalaq...30
B. Arti Kata al-Thalaq dan Kategorisasinya di Surah al-Thalaq...45
C. Arti Kata al-Kubra dan al-Shughra...49
BAB IV ANALISIS KONTEN TERHADAP SURAH AL-THALAQ DAN AL-NISA A. Perbandingan Posisi Surah al-Nisa dan al-Thalaq dalam Mushaf dan Tanzil...51
B. Perbandingan Pembukaan Surah al-Nisa dan al-Thalaq...53
C. Perbandingan Akhir Surah al-Nisa dan al-Thalaq...60
D. Pemetaan Kandungan Surah al-Nisa dan al-Thalaq...64
E. Analisa Penulis...74
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...77
B. Saran...77
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟ān adalah mukjizat dari Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al-Qur‟ān yang diyakini kebenarannya memiliki bagian-bagian yang disebut dengan surah. Terkait dengan penamaan surah di dalam al-Qur‟ān, beberapa ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan penamaan surah diberikan oleh Rasulullah, seperti yang dikatakan Imam Ibn Jarir al-Tabari (w. 310 H). “Semua surah-surah dalam al-Qur‟ān mempunyai nama yang diberikan oleh Rasulullah.” Karena menurut beliau, nama-nama surah beserta urutan-urutan surah dan ayat di dalam al-Qur‟ān telah ditentukan oleh Rasulullah SAW atas bimbingan malaikat jibril.1 Sebagian ulama lain seperti ulama Saudi Arabia yang terhimpun dalam Fatwa Lajnah Daimah (Lembaga Fatwa Ulama) berbeda pandangan. Mereka berpendapat bahwa ada sebagian nama-nama surah yang itu adalah hasil dari ijtihad para sahabat. Berikut fatwanya, “Kami tidak mengetahui adanya dalil dari Rasulullah yang menunjukkan bahwa beliau memberi nama beberapa surah dari Rasulullah, seperti al-Baqarah atau Ali Imran, sementara nama-nama surah lainnya itu lebih dekat dari para sahabat.”2
Dalam hal ini, penulis menemukan di dalam buku al-Itqān Fī „Ulūm Qur‟ān, surah Thalaq dinamai dengan Nisa
1
Muhammad ibn Jarir al-Tabari, Jami al-bayan fi al-Ta‟wil al-Qur‟an, Tahqiq: Ahmad Muhammad Syakir (Beirut: Muassah al-Risalah, 2000), cet. 1, jilid 1, h. 100.
2
Quṣra. Menurut Ibnu Mas‟ud surah al-Thalaq dinamakan dengan surah al-Quṣra dan ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Namun, ad-Dawudi mengingkari hal tersebut dan ia berkata saya tidak melihat bahwa kata al-Quṣra itu terpelihara (dalam periwayatannya), dan dikatakan di dalam surah dari al-Qur‟ān itu: Quṣra dan tidak pula Shughra. Ibnu Hajar mengatakan ini adalah penolakan terhadap hadis-hadis yang tsabitah, tanpa ada sandarannya, karena pendek dan panjang itu perkara yang relatif.
Imam Suyuti berpendapat: anda boleh bertanya dan berkata, “Ada surah-surah yang di dalamnya terdapat kisah-kisah para Nabi, kemudian surah-surah itu dinamai dengan nama mereka, seperti surah Nuh, surah Hud, surah Ibrahim, surah Yunus, surah Ali Imran, surah Yaasiin, surah Sulaiman, surah Yusuf, surah Muhammad, surah Maryam, surah Luqman, dan surah al-Mukmin. Demikian juga kisah beberapa kaum, seperti surah Bani Israil, surah Ashabul Kahfi, surah al-Hijr, surah Saba‟, surah Fatir, surah al-Jin, surah al-Munafiqun dan surah al-Muthaffifin. Akan tetapi, bersamaan dengan ini semua, mengapa tidak ada satu surah pun surah yang diberi nama dengan surah Musa, padahal banyak disebutkan di dalam al-Qur‟ān, sampai ada sebagian ulama mengatakan bahwa hampir saja al-Qur‟ān seluruhnya menyebutkan nama Musa, dan surah yang paling utama untuk diberi nama dengan surah Musa adalah surah Thaha atau surah
al-Qasas atau surah al-A‟raf, karna uraian kisahnya yang panjang dalam tiga surah tersebut yang tidak ada pada surah lainnya.3
Dengan demikian, permasalahannya adalah jika surah al-Thalaq dinamai dengan surah al-Nisa al-Shughra karena bercerita tentang wanita lebih sedikit ketimbang surah al-Nisa, dan surah al-Nisa disebut dengan surah al-Nisa al-Kubra karena lebih banyak menyebut tentang hukum-hukum wanita, tapi mengapa alasan itu dapat diterima, jika penamaan suatu surah melihat pada faktor-faktor yang langka atau dianggap unik baik itu perilaku atau sifat atau berbicara lebih banyak atau lebih dahulu, mengapa tidak ada satu surah penamaan pun surah Musa sebagaimana yang disampaikan oleh Suyuti padahal di dalam al-Qur‟ān banyak berbicara tentang Musa. Lantas bagaimana telaah dan dasar penamaan surah al-Nisa al-Shughra dan al-Nisa al-Kubra.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merasa penting untuk meneliti dan mengkaji serta membahas lebih dalam tentang hal ini yang akan penulis paparkan dalam sebuah penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Konten Penamaan
Dua Surah al-Nisa al-Shughra dan al-Nisa al-Kubra.” B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis menemukan pembahasan penamaan surah yaitu nama lain dari surah al-Thalaq yang disebut dengan surah al-Nisa al-Shughra dan nama lain dari surah al-Nisa yaitu surah al-Nisa al-Kubra. Untuk lebih memperjelas alur
3
Al-Suyuti, al-Itqān Fī „Ulūm al-Qur‟ān, (Surakarta: Indiva Pustaka, 2008), jilid 1, h. 237.
penelitian ini, maka penulis mengidentifikasi beberapa masalah yaitu mengenai penamaan Nisa Kubra dan Nisa al-Shughra termasuk tauqifi atau ijtihadi, alasan penamaan dua surah al-Nisa al-Kubra dan al-Nisa al-Shughra, korelasi antara dua surah tersebut, jumlah ayat tentang wanita disurah al-Nisa, jumlah ayat tentang wanita disurah al-Thalaq, dan keadaan sosial saat turun ayat-ayat tentang wanita dalam surah al-Nisa dan al-Thalaq.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Setelah penulis mengidentifikasi masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka, dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya pada penamaan al-Nisa al-Shughra dan al-Nisa al-Kubra dan kandungannya serta mengungkap keterhubungan isi dari kedua surah tersebut, dengan alasan supaya pembahasannya lebih terarah dan tidak lari dari permasalahan. Maka, pembahasan ini penulis batasi hanya pada analisis penamaan dua surah al-Nisa al-Shughra dan al-Nisa al-Kubra dengan meninjau ayat-ayat yang berkaitan dengan wanita di dalam kedua surah tersebut.
Berdasarkan dari pembatasan di atas, maka penulis merumuskan masalah yaitu bagaimana dasar penamaan kedua surah dengan al-Nisa al-Shughra dan al-Nisa al-Kubra?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dasar penamaan surah al-Nisa al-Shughra dan al-Nisa al-Kubra dan keterkaitan penamaan kedua surah tersebut, serta tujuan penelitian dan tujuan akademis yaitu memenuhi salah satu
syarat untuk menyelesaikan studi Ilmu al-Qur‟ān dan Tafsir di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Adapun manfaat penulisan ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan memberi kontribusi pemahaman mengenai dasar penamaan surah Nisa al-Shughra dan al-Nisa al-Kubra dan keterkaitan penamaan kedua surah tersebut, dengan harapan dapat dikembangkan dan dijadikan acuan untuk lebih mengetahui kemulian wanita di dalam al-Qur‟ān.
2. Diharapkan menjadi kepentingan akademis sebagai penambah informasi dan khazanah kajian Qur‟ani.
E. Tinjauan Kepustakaan
Tinjauan pustaka ini ditujukan untuk memberikan kejelasan dan batasan pemahaman juga sebagai kebutuhan ilmiah dengan memberikan informasi melalui khazanah pustaka, terutama yang berkaitan dengan tema yang dibahas.
Pembahasan ini penulis anggap menarik karena kajian tentang surah dalam Ulum al-Qur‟ān lebih banyak memperdebatkan urutan juga pengelompokan surah makkiyah madaniyah. Padahal menurut penulis, penamaan surah juga hal penting yang harus diperhatikan dalam pembahasan surah. Untuk menghindari terjadinya kesamaan dalam pembahasan pada skripsi ini, maka berikut penulis paparkan beberapa penelitian terdahulu yang penulis anggap berkaitan dengan penulisan ini, diantaranya adalah:
1. Taufik Adnan Amal dalam bukunya yang berjudul “Rekonstruksi Sejarah al-Qur‟an.”4
Dalam buku ini terdapat sedikit pembahasan mengenai informasi penamaan surah dalam al-Qur‟ān, meskipun tidak terdapat kepastian pendapat yang jelas diambil oleh beliau, namun, secara implisit menjelaskan bahwa penamaan surah dalam al-Qur‟ān bukanlah tauqifi, namun disebabkan adanya kebutuhan saat al-Qur‟ān tersebut dikumpulkan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa tidak terdapat sejarah yang jelas dan pasti yang berhubungan dengan penamaan surah dalam al-Qur‟ān.
2. Siti Hazrotun Halaliyatul Muharromah mahasiswa Magister Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta dalam tesisnya yang berjudul “Perdebatan dalam Penamaan Sûrah al-Qur‟an (Studi Analisis Pemikiran Imam Jalȃluddîn „Abdurrahmȃn as-Suyûthi)”5
ia menulis bahwa penamaan surah menurut Imȃm as-Suyûthî adalah sebagian tauqifi dan sebagian ijtihadi. Sebab tidak semua nama surah memiliki riwayat yang jelas. Kebijakan Imȃm as-Suyûthi untuk tidak mengungkapkan semua hadis dan atsar terkait penamaan surah al-Qur‟ān bukanlah untuk menghindari panjang lebar dalam pembahasan, melainkan karena memang tidak semua nama surah memiliki dasar riwayat. Terlihat Imȃm as-Suyûthi inkonsisten baik dari segi konsep dan pengaplikasiannya.
4
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur‟an, (Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi, 2011).
5
Siti Hazrotun Halaliyatul Muharromah, Perdebatan dalam Penamaan
Sûrah al-Qur‟an (Studi Analisis Pemikiran Imam Jalȃluddîn „Abdurrahmȃn as-Suyûthi), Tesis Magister Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir Pascasarjana Institut Ilmu
3. Sahroni mahasiswa Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam skripsinya yang berjudul “Analisis al-Suyūṭī terhadap Nama Surah-surah dalam al-Qur‟ān”6 ini mencoba mengungkapkan argumentasi Suyuti terhadap pengklasifikasian penamaan surah. Disini dijelaskan ada dua bagian, yang pertama sebagian penamaan surah di dalam al-Qur‟ān adalah berdasarkan riwayah hadis dan yang kedua, sebagian penamaan surah di dalam al-Qur‟ān tidak berdasarkan riwayah hadis. Oleh karena itu, argumen Suyuti mengenai penamaan surah di dalam al-Qur‟ān adalah tauqifi perlu adanya peninjauan ulang. Adapun analisis penulis terhadap pengklasifikasian penamaan surah di dalam al-Qur‟ān dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya pertama, berdasarkan beberapa riwayah, kedua, penamaan surah berdasarkan alasan dan ketiga, tanpa alasan.
4. Neng Ayu Qonitatul Hamro mahasiswa Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam skripsinya yang berjudul “Argumentasi Penamaan Surat al-Qur‟ān (Analisis Penamaan Surat ke 112 dengan Kata “al-IkhlāṢ”)”7
, skripsi ini dimulai dengan melacak nama-nama surat dalam al-Qur‟ān yang penamaannya tidak diambil berdasarkan kata dalam ayat-ayatnya. Lalu, kemudian dalam penelitian ini penulis memilih lebih memfokuskan analisis pada
6
Sahroni, Analisis Suyuti terhadap Nama Surah-surah dalam al-Qur‟ān, Skripsi Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2019.
7
Neng Ayu Qonitatul Hamro, Argumentasi Penamaan Surat al-Qur‟ān
(Analisis Penamaan Surat ke 112 dengan Kata “al-IkhlāṢ”), Skripsi Jurusan
penamaan surat al-Ikhlas sesuai dengan asumsi awal bahwa dalam surat ini tidak ada kata Ikhlāṣ itu sendiri. Kemudian, terdapat argumentasi para ulama‟ mengenai alasan mengapa surat ke-112 dalam al-Qur‟ān dinamai dengan al-Ikhlāṣ meskipun dalam ayat-ayatnya tidak ada kata Ikhlāṣ adalah karena isi kandungan dari surat tersebut yang menjelaskan tentang Dzat Yang Maha Suci dan keharusan-Nya menyandang puncak semua sifat sempurna, serta menghindarkan dari-Nya semua sifat kekurangan.
5. Subaeda mahasiswa Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Alauddin Makassar dalam skripsinya yang berjudul “Kedudukan Perempuan dalam al-Qur‟an”8
salah satu bahasan yaitu analisis tekstual terhadap Q.S al-Nisa/4:124 dijelaskan bagaimana sejarah turunnya surah al-Nisa dan yang menarik juga terdapat kalimat yang mengatakan bahwa surah Nisa dikenal juga dengan nama Nisa Kubra atau Nisa Thula karena surah Thalaq dikenal sebagai surah al-Nisa al-Shughra. Di skripsi ini juga memaparkan kandungan surah al-Nisa, dan bagaimana konsep dzakar dan unsa dalam surah al-Nisa.
6. Ansharuddin M dalam jurnalnya yang berjudul “Sistematika Susunan Surah di dalam al-Qur‟an: Telaah Historis”9 ia menulis bahwa setiap surah dalam al-Qur‟ān memiliki nama tersendiri yang ditetapkan oleh Rasulullah Saw. secara tauqifi.
8
Subaeda, Kedudukan Perempuan dalam al-Qur‟an, Skripsi Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Alauddin, Makassar, 2019. 9Ansharuddin M, “Sistematika Susunan Surah di dalam al-Qur‟an: Telaah Historis”, Cendikia: Jurnal Studi Keislaman, II, 2, (Desember, 2016).
Ini diketahui berdasarkan keterangan yang terdapat dalam beberapa buah hadis dan riwayat. Pada umumnya surah-surah al-Qur‟ān ini mempunyai satu nama saja, akan tetapi ada pula beberapa surah yang mempunyai dua buah nama atau lebih. Kata-kata yang dipakai untuk menjadi nama surah-surah tersebut antara lain diambil dari luar surah, nama surah diambil dari tema yang sedang dibicarakan dalam surah tersebut dan diambil dari salah satu kata yang terdapat pada ayat di dalam surat yang bersangkutan.
7. Farhat Aziz dalam jurnalnya yang berjudul “Structure of Holy Qur‟an”10
ia membahas secara detail mengenai kata, ayat, surah, golongan surah dimulai dari surah al-Fatihah sampai dengan surah al-Nas.
8. Isti‟anah Abubakar dalam jurnalnya yang berjudul “Filosofi Wanita: Sebuah Inspirasi dari Surah al-Nisa”11 dalam jurnalnya ia menulis bahwa setidaknya ada 5 surah yang menjadikan wanita sebagai tema pokoknya, yaitu Q.S. Nisa, Maryam, al-Mujadilah, al-Mumtahanah dan al-Thalaq. Kelimanya memberikan panduan terhadap wanita. Surah al-Nisa dengan 176 ayat menjelaskan posisi wanita di semua aspeknya, baik sebagai pribadi, keluarga dan masyarakat serta hubungannya dengan Rabbnya. Adapun surah Maryam memberikan pedoman terkait perilaku idealnya wanita yang terinspirasi dari wanita
10
Farhat Aziz, “Structure of Holy Qur‟an”, Journal of Islamic Studies
and Culture, I, 1, (Juni, 2013).
11Isti‟anah Abubakar, “Filosofi Wanita: Sebuah Inspirasi dari Surah
sebelum datangnya Islam. Adapun ketiga surah lainnya lebih menekankan pada posisi wanita dalam keluarga.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini fokusnya menjelaskan riwayah penamaan dan hubungan surah Nisa Kubra dan Nisa al-Shughra. Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan atau library research dengan pendekatan kualitatif dan deskriptif analitis, karena data yang diambil atau yang diteliti adalah naskah tulisan dan buku yang diambil dari khasanah kepustakaan. Untuk itu data yang akan diambil sepenuhnya berasal dari kepustakaan atau buku-buku.
2. Sumber data
a. Sumber data primer
Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah kitab al-Itqān Fī „Ulūm al-Qur‟ān karya Jalāl Dīn Suyūṭī dan buku Rekonstruksi Sejarah al-Qur‟ān karya Taufik Adnan Amal.
b. Sumber data sekunder
Sumber datanya adalah buku-buku atau artikel-artikel yang dapat menunjang dalam pembahasan serta lebih mempertajam penganalisaannya. Adapun yang menjadi sumber data sekundernya adalah buku-buku yang berkaitan dengan pokok bahasan yang ada.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknis analisis isi buku (content analysis). Tentunya cara ini dengan mencari dan mengkaji buku-buku serta literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Dan studi perpustakaan lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini.
4. Teknik Analisa Data
Berikut ini adalah langkah-langkah dan teknik yang digunakan penulis dalam menganalisis data:
a. Data dari sumber tertulis baik sumber primer maupun sekunder yang terkait topik penelitian dikumpulkan untuk kemudian diseleksi sesuai kerangka berfikir atau fokus penelitian.
b. Data yang telah diseleksi kemudian disusun sesuai dengan alur pikir penulis sehingga terurut dan terhubung dengan baik.
c. Data yang telah terkumpul kemudian ditafsir dan dianalisis sesuai tujuan penelitian.
5. Teknik Penulisan
Penulisan skripsi ini menggunakan pedoman skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2016 dan seluruh terjemahan ayat al-Qur‟ān, penulis berpedoman berdasarkan Al-Qur‟an dan Terjemahannya yang disusun oleh Departemen
Agama RI.12 Sementara itu untuk memudahkan, beberapa nama dan istilah tidak ditulis berdasarkan pedoman bahasa Arab seperti al-Syafi‟i menjadi as-Syafi‟i.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal, maka pembahasan dipetakan secara urut dan sistematis. Penulis membagi pokok pembahasan skripsi ini kedalam 5 (lima) bab dengan masing-masing sub bab sebagai penjelasannya. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:
Bab pertama, berisi pendahuluan yang bertujuan untuk menjelaskan tulisan ini secara umum. Dalam bab ini terdapat latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua, berisi kajian teoritis penamaan surah. Setelah penjelasan tulisan secara umum pada bab pertama, maka dalam bab ini dilanjutkan tentang penjelasan penamaan surah secara umum dan argumentasi ulama tentang riwayat penamaan surah antara ijtihadi dan tauqifi yang bertujuan untuk mengetahui gambaran penamaan surah, yaitu makna dan fungsi penamaan, definisi surah, ketentuan dalam pemberian nama surah, pendapat ulama tentang nama surah antara ijtihadi dan tauqifi, dan fungsi penamaan surah.
12
Kementerian Agama, Al-Qur‟ān dan Terjemahannya, (Bandung: Syaamil Qur‟an, 2010).
Bab ketiga, menjelaskan tentang telaah ayat-ayat pada surah al-Nisa dan al-Thalaq. Setelah ada penjelasan penamaan surah secara umum pada bab kedua, maka dalam bab ini dilanjutkan pembahasan yang lebih khusus yaitu menelaah ayat-ayat pada surah al-Nisa dan al-Thalaq, juga menjelaskan riwayat penamaan kedua surah tersebut yang bertujuan untuk menguraikan segala sesuatu yang berhubungan dengan ayat-ayat pada kedua surah tersebut, yaitu arti kata Nisa dan kategorisasinya di surah al-Nisa dan al-Thalaq, arti kata al-Thalaq dan kategorisasinya di surah al-Thalaq, dan arti kata al-Kubra dan al-Shughra.
Bab keempat, menjelaskan tentang analisis konten terhadap surah al-Thalaq dan al-Nisa. Setelah menelaah kedua surah tersebut pada bab ketiga, maka dalam bab ini penulis mengupas dan menganalisis tentang kedua surah tersebut yang bertujuan untuk mengetahui inti pembahasan skripsi ini, seperti perbandingan posisi surah al-Nisa dan al-Thalaq dalam mushaf dan tanzil, perbandingan pembukaan surah al-Nisa dan al-Thalaq, perbandingan akhir surah al-Nisa dan al-Thalaq, pemetaan kandungan surah al-Nisa dan al-Thalaq, dan analisa penulis.
Bab kelima, berisi kesimpulan dan saran yang bertujuan untuk memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari batasan dan rumusan masalah pada bab pertama dan untuk menjadi rekomendasi bagi para peneliti selanjutnya.
14 BAB II
KAJIAN TEORITIS PENAMAAN SURAH A. Makna dan Fungsi Penamaan
Penamaan adalah proses perlambangan suatu konsep untuk mengacu kepada suatu referen yang berada di luar bahasa. Referen adalah benda atau orang tertentu yang diacu oleh kata atau untaian kata dalam kalimat atau konteks tertentu. Penamaan atau pemberian nama adalah soal konvensi atau perjanjian belaka di antara sesama anggota suatu masyarakat bahasa (Aristoteles). Dalam pembicaraan mengenai hakikat bahasa ada dikatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbiter. Maksudnya, antara suatu satuan bahasa, sebagai lambang, misalnya kata, dengan sesuatu benda atau hal yang dilambangkannya bersifat sewenang-wenang tidak ada hubungan “wajib” di antara keduanya.1
Berdasarkan teori yang ada, terdapat beberapa penamaan yang dilatarbelakangi oleh sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa tertentu, yakni sebagai berikut:2
1. Peniruan Bunyi 2. Penyebutan Bagian 3. Penyebutan Sifat Khas 4. Penemu dan Pembuat 5. Tempat Asal
6. Bahan
1
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002)
2
7. Keserupaan 8. Pemendekan 9. Penamaan Bar
Nama atau ism diambil dari kata
ٌء ََسُ اًّ ُُسُ ََسُ
(samā, sumuwwan, samā‟un) yang memiliki arti tinggi, terhormat dan masyhur sebagaimana terdapat dalam kamus bahasa Arab,3ىٌّي
ِ َ
(samiyyun) artinya tinggi, atau
ٌا َ رَّلاا
(as-samāhun) artinya tanda. Keberadaan nama menjadikan sesuatu dapat dikenal serta harus di junjung tinggi. Dalam penafsiran Quraisy Shihab mengenai surah al-Fatihah ayat pertama, bahwa adanya kata ismi dalam kalimat bismillah tidak langsung dengan kalimat billah (bi Allah) atau Dengan nama Allah tidak langsung dengan Allah itu mempunyai kegunaan dan tujuannya tersendiri. Sedangkan secara filosofis, para ulama berpendapat bahwa nama menggambarkan substansi sesuatu, sehingga kalimat bismillah (dengan nama Allah) maksudnya adalah billah (dengan Allah). Mereka memiliki pemahaman bahwa kata ismi berfungsi sebagai penguat, sebagaimana telah dikenal pada syair-syair lama penyisipan kata ismi untuk tujuan tersebut.4Banyak ulama tafsir termasuk al-Zamakhsyari berpendapat bahwa orang-orang Arab jahiliyyah menyebut nama Tuhan mereka setiap mereka mulai bekerja. Contohnya seperti bismi
3
Syauqi Dhaif, Mu‟jam Wasiṭ, (Mesir: Maktabah Shurouq al-Dauliyyah, 2011)
4
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian
Lata atau bismi al-Uzza, ada juga bangsa yang lain menyebut nama raja atau penguasa mereka dalam memulainya. Dengan begitu, maka setiap menyebut nama Allah dalam memulai pekerjaan, hal ini memiliki arti bahwa pekerjaan tersebut dilakukan bukan karena hasrat hawa nafsu, namun karena perintah dan semata-mata hanya demi Allah Swt. Selalu disisipkan kata ismi dalam segala hal yang diharapkan keberkahan Allah. Sedangkan pengucapan dengan kata Billah (tanpa menyisipkan kata ismi) dilakukan untuk permohonan dalam kemudahan dan bantuan Allah Swt.5
Adapun fungsi sebuah nama adalah sebagai tanda, ciri atau pembeda antara satu hal dengan hal lainnya, begitu juga sebagai tanda untuk sesuatu yang harus dihormati dan dijunjung tinggi. Selain itu sebagai adaptasi khusus atau kecocokan pada sebuah tujuan spesifik dan juga sebagai penguat tujuan kebaikan yang diharapkan. Banyaknya nama julukan terhadap sesuatu tersebut menunjukkan keistimewaan dan keutamaan akan suatu hal tersebut. Fungsi-fungsi tersebut turut berlaku untuk penamaan surah-surah al-Qur‟ān. Dengan demikian, maka penamaan terhadap surah-surah al-Qur‟ān muncul dengan bermacam ragam nama. Ini merupakan pendapat dari Fakhruddin al-Razi.
B. Definisi Surah
Pengertian surah menurut bahasa, surah atau sering disebut surah artinya mulia atau derajat atau tingkat dari sebuah bangunan. Surah disebutnya dari bagian al-Qur‟ān ini menunjukkan karna
5
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian
kemuliaannya. Maka jika diibaratkan al-Qur‟ān ini adalah sebuah bangunan, maka surah itu adalah tingkat-tingkatnya.6 Surah juga diartikan sesuatu yang sempurna atau lengkap.7 Dalam KBBI surah juga diartiakan sebagai bagian atau bab dalam al-Qur‟ān.
Sedangkan secara istilah para ahli ilmu al-Qur‟ān berbeda dalam mendefinisikan surah diantaranya:
ْ ُلْاا ِتَ َا ْنِ ٌ َ ِلَتْلُ ٌ َ ِء َ
آ
ِ َلْلَ َو ٍ َ َ ُتاَذ ِف
Artinya: sekelompok atau sekumpulan ayat-ayat al-Qur‟ān yang berdiri sendiri yang mempunyai permulaan dan penghabisan.
Manna Khalil mendefinisikan surah sebagai berikut
ِةَرْ طُّلاَا
:
ْ ُلْاا ِتَ َا ْنِ ُ َ ْ ُْاا َ ِه
آ
ِ َلْلَ ْااَو ِ ْلَ ْاا ُتاَذ ُف
Artinya: Surah adalah kumpulan atau jumlah ayat-ayat al-Qur‟ān yang berdiri sendiri yang memiliki permulaan dan akhiran. Al-Utabi berkata kata al-Surah kadang dengan hamzah tetapi kadang tidak dengan hamzah. Jika membacanya dengan hamzah maka ia menjadi kata as‟arat artinya dia menyisakan. Ini berasal dari kata as-su‟ru yang berarti apa yang tersisa dari minuman di gelas seakan-akan itu sebagian dari al-Qur‟ān.8
Apabila tidak dibaca dengan hamzah maka makna nya berubah menjadi yang akan datang. Atau disebut dengan kata (suurah). Sebagian ulama ada yang menyerupakan kata al-suurah dengan suuri al-bina yang artinya bagian dari bangunan atau satu bagian dari bagian yang lainnya. Ada juga yang mengatakan
6
Liliek Channa dan Syaiful Hidayat, Ulumul Qur‟an dan
Pembelajarannya, (Surabaya: Kopertais IV Press, 2010), h. 234.
7
Ahmad Izzan, Ulumul Qur‟an: Telaah Tekstualitas al-Qur‟ān, (Bandung: Tafakkur, 2009), h. 33.
8
bahwa ia berasal dari kata suur al-madidah yang artinya pagar yang mengelilingi kota, karena surah di dalam al-Qur‟ān itu meliput dan menghimpun ayat-ayatnya, seperti dihimpunnya rumah-rumah di dalam pagar. Diantara yang mirip dengan hal tersebut adalah al-siwar yang artinya gelang, karena ia mengelilingi tangan seseorang. Ada juga pendapat yang mengatakan ia dinamakan suurat karena kedudukannya yang mulia, dan karena ia adalah kalam Allah. Dengan demikian, maka, al-suurah berarti al-manzilah al-rafi‟ah.9
Terdapat sembilan kali kata surah yang disebutkan di dalam al-Qur‟ān, baik itu pada bentuk tunggal mau pun pada bentuk jamak (suwar), namun pada bentuk jamak, hanya disebutkan 1 kali. Di dalam al-Qur‟ān, penggunaannya merujuk terhadap suatu unit wahyu yang “diturunkan” oleh Allah Swt. (QS. 9:64, 86, 124, 127; QS. 24:1; QS. 47:20), bukan dalam pengertian “surah” sebagaimana yang dipahami dewasa ini. Penggunaan kata surah, secara konteks merupakan suatu unit wahyu yang mempunyai kemiripan dengan beberapa penggunaan kata ayah, qur‟an dan kitab di dalam al-Qur‟ān. Dahulu, musuh-musuh Nabi ditantang untuk menciptakan “suatu surah yang semisalnya” (QS. 2:23; 10:38) atau “sepuluh suwar yang semisalnya” (QS. 11:13, QS. 28:49), adapun tantangannya yaitu mendatangkan suatu kitab dari Tuhan). Maka, dapat disimpulkan bahwa makna umum dari kata surah yaitu unit wahyu terpisah yang diturunkan kepada Nabi dari
9
waktu ke waktu. Namun, tidak terdapat indikasi apapun dalam al-Qur‟ān mengenai panjang dan pendeknya unit wahyu tersebut.10
Istilah selanjutnya adalah
ٌ َ آ
(ayah) terdapat empat ratus kali dalam al-Qur‟ān, ada yang berbentuk tunggal, ada pula yang jamak. Di dalam al-Qur‟ān, penggunaan kata tersebut bisa dikelompokkan dalam empat konteks (siyaq). Konteks pertama, kata ayah merujuk kepada fenomena kealaman, termasuk manusia, yang disebut sebagai “tanda-tanda” (ayat) kemahakuasaan dan karunia Tuhan. (QS. 45:3-4; QS. 41:37, 39; QS. 42:29, 32; QS. 2:28; QS. 10:4; QS. 22:66; QS. 30:40, 46; QS. 16:14; QS. 36:73; dll.).11Pada konteks kedua, kata ayah diterapkan kepada peristiwa-peristiwa atau obyek-obyek luar biasa yang dihubungkan dengan tugas seorang utusan Tuhan dan cenderung mengkonfirmasi pesan ketuhanan yang dibawanya. (QS. 43:46-48; QS. 40:78; QS. 17:59; QS. 20:17-24; QS. 27:12-14; QS. 7:130-136; QS. 7:73; QS. 3:49; QS. 15:73-75; QS. 29:24; QS. 54:15; dll.). Senada dengan hal ini,
oposan-oposan Nabi Muhammad turut menuntutnya
mempertunjukkan suatu “tanda” (QS. 2:118; QS. 6:37; QS. 10:20; QS. 13:7; QS. 20:133; QS. 21:5; QS. 29:50), yang tentu saja tidak merujuk kepada “ayat-ayat” al-Qur‟ān, namun kepada mukjizat. Sebagaimana disebutkan dalam QS. 40:78, penciptaan “tanda-tanda” merupakan hak istimewa eksklusif Tuhan. Bahkan Rasul sendiri pun tidak diberi kekuasaan untuk menciptakannya atas kemauan sendiri. Sekiranya suatu “tanda” dari jenis mukjizat
10
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur‟an, h. 57. 11
tersebut dibawa oleh Nabi Muhammad kepada mereka, maka mereka tetap tidak akan beriman, sebagaimana telah ditegaskan dalam QS. 30:58. Jadi, sehubungan dengan Nabi Muhammad, pada faktanya, al-Qur‟ān menolak bahwa ia mempunyai mukjizat dalam pengertian supranatural (ma fawqa al-fithrah). Namun, beberapa keberhasilan eksternal Nabi dirujuk sebagai “tanda,” seperti janji perolehan pampasan perang yang berlimpah (QS. 48:20) dan kemenangan dalam Perang Badr (QS. 3:13) sebagaimana terjadi dalam tahun-tahun terakhir kehidupannya. Bahkan, mayoritas sarjana Muslim memandang bahwa al-Qur‟ān itu sendiri adalah mukjizat terbesar pada Nabi (QS. 11:12-13; QS. 6:33-35; dll.).12
Kata ayah dalam konteks ketiga, merujuk kepada “tanda-tanda” yang dibacakan oleh Rasul-Rasul yang diutus oleh Tuhan (QS. 39: 71; QS. 6:130; QS. 67:8; QS. 40:50), atau pada banyaknya kasus yang dibacakan oleh Nabi Muhammad sendiri (QS. 31:7; QS. 45:25; QS. 46:7; QS. 62:2; QS. 65:11; dll.). Pembacaan “tanda-tanda” tersebut mampu menambah keyakinan orang-orang yang beriman, namun para penentang Nabi mengkritiknya sebagai “dongeng-dongeng masa silam” (asathir al-awwalin, QS. 6:25; QS. 8:31; QS. 16:24; QS. 23:83; QS. 25:5; QS. 27:68; QS. 46:17; QS. 68:15; QS. 83:13) terma asathir al-awwalin pada al-Qur‟ān merujuk kepada kisah pengazaban umat-umat terdahulu (seperti dalam QS. 8:31 dan QS. 68:15) dan
12
kebangkitan kembali pada Hari Pengadilan (seperti dalam QS. 23:83; QS. 27:68; QS. 46:17).13
Kata ayah pada konteks keempat disebut sebagai bagian al-Qur‟ān atau kitab atau surah (QS. 10:1; QS. 11:1; QS. 13:1; QS. 15:1; QS. 24:1; QS. 26:2; QS. 27:1; QS. 28:2; QS. 31:2; dll), yang diturunkan oleh Tuhan (QS. 2:99, 202; QS. 3:108; QS. 22:16; QS. 24:34; dll). Maka, dalam konteks ini, kata ayah mempunyai makna unit dasar wahyu terkecil, selaras dengan pemahaman kita saat ini mengenai hal tersebut. Namun, al-Qur‟ān, seperti halnya dengan surah, tidak juga memberikan indikasi mengenai panjang dan pendeknya unit-unit wahyu tersebut.
Apabila hadis dimasukkan ke dalam pertimbangan untuk melihat panjang dan pendeknya unit-unit wahyu yang diterima oleh Nabi, maka jawaban yang diterima sangat lah bermacam ragam. Ada sebuah berita yang mengabarkan bahwa Nabi Muhammad menerima wahyu al-Qur‟ān secara ayat per ayat atau huruf per huruf, terkecuali surah 19 dan 12 yang turunnya sekaligus.14
Nabi, sebagaimana perspektif lain, menerima satu atau dua ayat,15 satu hingga lima ayat atau lebih, lima hingga sepuluh ayat, dan lain-lain.16 Walaupun tidak terdapat kejelasan dari al-Qur‟ān dan hadits tentang panjang dan pendeknya unit wahyu yang diterima oleh Nabi, gagasan mengenai unit wahyu mungkin dapat dibangun dengan mencermati konteks literatur al-Qur‟ān sendiri
13
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur‟an, h. 58. 14
Shahih Bukhari, Kitab al-Tafsir, (Maktabah Dahlan: tt.), surah 9. 15
Shahih Bukhari, Kitab al-Tafsir, surah 2:18. 16
baik itu pada bentuk peralihan akhiran rima serta peralihan gagasan dalam suatu surah dan mengeksploitasi perbendaharaan klasik Islam, seperti riwayat-riwayat asbabun nuzul dan sebagainya. Langkah seperti hal ini tentu akan sangat membantu dalam upaya menyusun aransemen kronologis unit-unit wahyu yang diterima oleh Nabi.
Seorang penyair bernama al-Nabighah mengatakan:
ىَ َػت َْلََا
َا
َرْ ُ َؾ َلْ َا َالله رَّف
ًة
ُبَذْبَذَتَػ ََ ْ َ ٍ ْ َ رَّ ُ ىَ َػت
Tidakkah kamu mengetahui bahwa Allah telah memberimu surah (kedudukan yang mulia), sehingga kamu mengetahui bahwa setiap malaikat di sekelilingnya mondar-mandir.17
Pendapat lain juga mengatakan, ia disebut dengan surah, karena terangkainya bagian surah itu dengan bagian yang lain, diambil dari kata tasawwur yang berarti tashaa‟ud wa at-tarakub, ini diambil dari makna firman Allah SWT. “Idz tasawwaruul-mihraab” (QS. Shaad: 2). Definisi surah adalah Qur‟an yang memuat beberapa ayat yang dibuka dan diakhiri dan jumlah paling sedikit 3 ayat. Demikian merupakan pendapat Imam al-Jabari. Pendapat lain juga mengatakan bahwa surah adalah kumpulan ayat yang tersusun secara tauqifi, yaitu yang diberi nama dengan nama secara khusus dengan ketetapan dari Nabi SAW.18
Ada sebagian ulama yang tidak senang apabila dikatakan, “Ini surah ini dan ini surah itu”, karena ada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan Imam Baihaqi dari Anas
17
Al-Suyuti, al-Itqān Fī „Ulūm al-Qur‟ān, h. 222. 18
(hadis marfu‟), “Janganlah kamu mengatakan ini surah al-Baqarah, ini surah Āli „Imrān, dan ini surah al-Nisa. Demikian juga al-Qur‟ān secara keseluruhan. Tetapi katakanlah, “Inilah surah yang disebutkan di dalamnya al-Baqarah, dan surah yang disebutkan di dalamnya Āli „Imrān, demikian juga al-Qur‟ān secara keseluruhan.” Tetapi hadis ini sanadnya dho‟if, bahkan Ibnu al-Zaujiy menganggap hadis ini maudhu‟.19
Jadi, jika diperhatikan dan ditelaah secara mendalam, nama-nama surah dalam al-Qur‟ān dengan berbagai pengertian seperti yang disebutkan di atas memiliki beberapa kepentingan diantaranya:20
1. Siapa yang membacanya dengan sungguh-sungguh dan memperhatikan segala isi muatannya, niscaya ia akan memperoleh berbagai tingkat dalam ilmu pengetahuan.
2. Surah-surah dalam al-Qur‟ān itu menjadi tanda permulaan dan penghabisan untuk setiap bagian tertentu dari al-Qur‟ān. 3. Surah-surah dalam al-Qur‟ān laksana gedung-gedung yang
sangat indah yang di dalamnya memuat berbagai ilmu pengetahuan dan hikmah.
4. Setiap surah mengandung beberapa hal yang lengkap dan sempurna.
Setiap surah al-Qur‟ān satu sama lain berhubungan erat, tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya seakan-akan merupakan tangga yang bertingkat-tingkat.
19
Al-Suyuti, al-Itqān Fī „Ulūm al-Qur‟ān, h. 223. 20
C. Ketentuan dalam Pemberian Nama Surah
Setiap surah dalam al-Qur‟ān memiliki nama tersendiri yang ditetapkan oleh Rasulullah Saw. secara tauqifi. Hal ini berdasarkan penjelasan beberapa hadis dan riwayat. Secara umum, surah-surah dalam al-Qur‟ān memiliki satu nama saja. Tetapi, ada juga beberapa surah mempunyai dua buah nama atau lebih seperti at-Taubah, al-Bara‟ah, al-Fadilah, dan al-Hafidzah.
Kata-kata yang digunakan untuk menjadi nama surah-surah tersebut antara lain:21
1. Diambil dari luar surah. Artinya, kata yang dipakai untuk menjadi nama surah, tidak terdapat di dalam ayat-ayat dari surah bersangkutan. Surah yang pertama dinamai al-Fatihah tidak ditemukan di dalam ayat-ayatnya, namun nama tersebut telah memberikan petunjuk kepada kita tentang fungsinya sebagai Fatihah (pembukaan atau pendahuluan) bagi al-Qur‟ān.
2. Nama surah diambil dari tema yang sedang dibicarakan dalam surah tersebut. Misalnya surah Nisa, dinamakan surah al-Nisa karena banyak membahas tentang wanita.
3. Diambil dari salah satu kata yang terdapat pada ayat di dalam surah yang bersangkutan. Baik itu terletak dipermulaan, ditengah, atau dibagian akhir surah. Misalnya surah ke 20 dinamai dengan Thaha. Kata Thaha tersebut sudah dijumpai pada ayat pertama dari surah ke dua dinamai dengan
21Ansharuddin M, “Sistematika Susunan Surah di dalam al-Qur‟an: Telaah Historis”, Cendikia: Jurnal Studi Keislaman, h. 216.
Baqarah. Kata al-Baqarah baru dijumpai pada ayat ke 67 dari surah yang bersangkutan.
D. Pendapat Ulama tentang Nama Surah antara Ijtihadi dan Tauqifi
Para ulama mempunyai perbedaan pendapat mengenai penamaan surah termasuk tauqifi atau ijtihadi. Penamaan surah al-Qur‟ān, sebagaimana dari segi sejarah, mulanya menjadi olok-olokan kaum musyrikin. Mereka berkata bahwa surah al-Baqarah dan surah al-„Ankabut merupakan ejekan terhadap nama surah. Dengan demikian, lalu turunlah ayat dalam QS. Al-Hijr (15): 95:
َن ِءِ لۡ َػتلۡلُ
لۡا َ َيلۡػ َ َ رَّ ِإ
٩٥
“Sesungguhnya Kami memelihara engkau (Muhammad) daripada (kejahatan) orang yang memperolok-olokkan (engkau)”
Penamaan surah al-Qur‟ān, menurut sebagian pendapat merupakan tauqifi, sebagai halnya tertib ayat-ayat dan tanda waqafnya yang telah dijelaskan dalam hadis dan atsar yang telah pasti, sama seperti penamaan terhadap al-Qur‟ān, yang segala halnya pasti tepat dan akurat, penamaan tiap-tiap surah dalam al-Qur‟ān juga sudah sangat tepat dengan isi kandungan yang tercantum di dalam surah-surah tersebut. Mereka berpendapat bahwa semua surah dalam al-Qur‟ān diberi nama oleh Rasulullah Saw. Misal, surah al-Fatihah (pembukaan/pendahuluan), surah ini adalah surah pembukaan, fungsinya adalah pengantar ke dalam isi kandungan Qur‟ān yang lebih luas. Begitu juga surah
al-Baqarah yang artinya sapi, isinya banyak dikemukakan hal-ihwal pemotongan sapi bagi kaum Bani Israil.22
Imam Ibn Jarir al-Tabari (w. 310 H)23, Syaikh Sulaiman al-Bajirami (w. 121 H)24, dan Imam Jalaluddin al-Suyuṭi merupakan beberapa ulama yang berpendapat demikian.25 Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa penamaan surah adalah ijtihadi, hal ini dikarenakan sebagian penamaan ada yang disematkan oleh para sahabat. Seperti surah Taubah (9) dijuluki dengan surah al-Qital (peperangan) disamping surah Bara‟ah (Pembebasan), dapat disimpulkan bahwa bagi satu surah terdapat dua atau bahkan banyak nama lainnya.26
Dalam kitab al-Burhan, al-Zarkasyi berpendapat bahwa terdapat keperluan dalam membahas lebih lanjut lagi tentang penamaan surah al-Qur‟ān, termasuk tauqifi atau ijtihadi. Apabila penamaan surah tersebut ijtihadi, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa tiap-tiap surah memiliki nama yang banyak, sebab sangat dibutuhkan sebuah nalar untuk mengkhususkan nama terhadap satu surah. Seperti halnya masyarakat Arab yang mengambil sebagian nama atau judul suatu syair atau puisi dari nama yang asing, langka dan tidak familiar. Dengan demikian, hal itu bisa menjadi sifat dan karakter yang akhirnya akan menjadi ciri
22
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2013), cet I, h. 62.
23
Muhammad ibn Jarir al-Tabari, Jami al-bayan fi al-Ta‟wil al-Qur‟an, cet. 1, jilid 1, h. 100.
24
Sulaiman bin Umar Al-Bujairami, Tuhfah Habib „ala Syarh
al-Khathib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996), Juz 4, h. 222.
25
Al-Suyuti, al-Itqān Fī „Ulūm al-Qur‟ān, h. 186. 26
Ibrahim al-Ibyary, Pengenalan Sejarah Al-Qur‟an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), cet. III, h. 54.
khas bagi syair atau puisi itu sendiri, atau bisa pula dari pendapat orang yang memberikan nama tersebut. Sebagaimana mereka memberi nama sebuah kalimat dari kata yang terkenal didalamnya, kiranya seperti itu juga lah penamaan surah dalam al-Qur‟ān.27
Terdapat pernyataan dalam Fatwa Lajnah Daimah yakni: “Kami tidak mengetahui adanya dalil dari Rasulullah Saw. yang menunjukkan bahwa beliau memberi nama seluruh surah dalam al-Qur‟ān. Hanya saja memang terdapat beberapa hadis shahih yang menyebutkan nama beberapa surah dari Nabi saw seperti al-Fatihah, al-Baqarah, Āli „Imrān, dan al-Kahfi. Sementara nama-nama surah lainnya, yang lebih dekat, itu berasal dari para sahabat ra.”28
Menurut Dr. Munirah al-Dausiri dalam risalahnya yang berjudul Asma‟ al-Suwar al-Qur‟ān al-Karim wa Fadhailuha, ini merupakan pendapat yang nilainya kuat.
Berdasarkan pernyataan para ulama yang memiliki berbagai pendapat penamaan terhadap surah-surah dalam al-Qur‟ān sifatnya adalah ijtihadi, bahwasanya tidak semua nama dalam surah al-Qur‟ān diberi oleh Nabi Saw., namun para sahabat juga memiliki wewenang dalam memberikan nama terhadap surah-surah dalam al-Qur‟ān. Maka, penulis menyimpulkan bahwa penamaan surah-surah dalam al-Qur‟ān lebih tepatnya adalah ijtihadi, sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya.
Mengenai penamaan surah al-Nisa al-Shughra dan al-Nisa al-Kubra juga salah satu penamaan surah secara ijtihadi. Menurut
27
Muhammad Abu Syahbah, al-Madkhal li Dirasat al-Qur`an al-Karim, (KSA: Dar al-Liwa, 1987), h. 289.
28
Quraisy Shihab, surah al-Nisa dikenal pada masa Nabi Saw. dengan sebutan al-Nisa al-Thula dan surah al-Thalaq dikenal juga dengan nama al-Nisa al-Quṣra (surah al-Nisa yang pendek), karena sudah terdapat surah al-Nisa yang panjang yaitu surah keempat pada perurutan penulisan mushaf al-Qur‟ān. Namun, namanya sebagai surah al-Thalaq jauh lebih terkenal.29 Mengenai pembahasan ini, akan penulis bahas secara tuntas di bab selanjutnya.
E. Fungsi Penamaan Surah
Terdapat kegunaan dalam mempelajari penamaan surah Al-Qur‟ān, yaitu:30
1. Membantu para mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟ān dengan penafsiran yang baik dan benar. Dengan demikian, para mufasir akan mampu dalam memahami secara mudah dan lebih jelas mengenai isi kandungan ayat-ayat al-Qur‟ān.
2. Merasakan gaya bahasa dan susunan kalimat al-Qur‟ān yang begitu indah, serta dijadikan oleh para ustadz dan da‟i sebagai media untuk mengajak umat Islam dan seluruh umat manusia agar bisa kembali kepada Allah Swt.
3. Membantu para mufasir dalam mengistinbatkan hukum-hukum Islam.
4. Mengetahui petunjuk-petunjuk Nabi Muhammad Saw. dalam membina dan membangun masyarakat Islam.
29
M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian
al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 14, h. 127.
30
Muhammad Abu Syahbah, al-Madkhal li Dirasat al-Qur`an al-Karim, h.199-200.
5. Mengetahui sejarah perjalanan keNabian Muhammad Saw. Dalam menerima wahyu-wahyu al-Qur‟ān dari Allah Swt.
30 BAB III
TELAAH AYAT-AYAT PADA SURAH
AL-NISA DAN AL-THALAQ
A. Arti Kata Nisa dan Kategorisasinya di Surah Nisa dan
al-Thalaq
Pengertian kata Nisa Secara bahasa berasal dari kata al-Niswah berarti seorang wanita. Kata al-Nisa ini juga sudah menjadi pengetahuan umum yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah seorang perempuan, ketika disebut al-Nisa maka sudah dapat diketahui maksud dan arah pembicaraannya yakni seorang perempuan. Mengenai kata al-Nisa ini Nasaruddin Umar mendefinisikan lebih mendetail sebagaimana yang dikutipnya dalam kitab al-Mawrid bahwa al-Nisa ini ada kalanya berarti sebagai jender perempuan dan juga yang berarti istri-istri.1
Kata Nisa‟ dalam Kamus Lisan al-Arab, sebagai pijakan awal untuk memahami kata Nisa‟ dalam al-Qur‟ān, untuk itu bagaimana tradisi Arab menggunakan kata Nisa‟ ini dalam penggunaan sehari-hari sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini karena kamus merupakan tempat dimana kita dapat melihat tradisi yang pernah berlaku di dalam masyarakat. Kata Nisa‟ di dalam Kamus Lisan al-Arab memiliki dua pengertian yaitu terlambat dan bertambah, seperti perkataan nas‟an al-mar‟atu (perempuan yang terlambat datang bulan), dan ungkapan nasa‟tu al-laban yang berarti menambahkan air ke dalam susu.2 Pengertian ini juga dapat
1
Nasiruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif al-Qur‟an, (Jakarta: Paramadina, 2001), h. 160.
2Habib, “Semantik Kata Nisa‟ dalam al-Qur‟an: Analisis Semantik Kontekstual”, Hermeunetik, VIII, 1, (Juni, 2014), h. 155.
dipahami dari ayat al-Qur‟ān surah al-Taubah (9): 37 sebagai berikut:
ةَدَ ِز ُءٓ ِلرَّيا َرَّنَِّإ
ٞ
ِ لۡ ُ
لۡا ِفِ
ۖ
...
٣٧
“Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekafiran...”
Tampak bahwa kamus Lisan al-Arab menggunakan kata Nisa‟ sebagai bentuk jamak dari kata „nasi‟ imra‟atun nasi‟ wa nusu‟ wa niswatun nisa‟ dengan maksud untuk menyebut arti perempuan yang telah terlambat datang bulan dan diharapkan telah mulai mengandung, di satu sisi, dan di sisi lain kata Nisa‟ sebagai bentuk jamak dari kata imro‟ah (perempuan).3
Berdasarkan pencarian yang dilakukan oleh penulis pada surah al-Nisa, maka, tema-tema dalam surah tersebut yang berkaitan dengan perempuan adalah sebagai berikut:
1. Penciptaan manusia termasuk perempuan. 2. Aturan pernikahan.
3. Mahar. 4. Waris.
5. Hubungan suami dan istri.
6. Persamaan balasan dalam beramal untuk laki-laki dan perempuan.
Dalam al-Qur‟ān, Kata al-Nisa dapat ditemukan di beberapa ayat dan surah dengan segala bentuk perubahannya. Sebagaimana hasil penelusurannya yaitu:
3Habib, “Semantik Kata Nisa‟ dalam al-Qur‟an: Analisis Semantik Kontekstual”, Hermeunetik, h. 155.
No. Kata Jumlah Surah 1.
ءاسنلا
35 kali a. al-Baqarah (2): 222, 231, 232, 235, 236. b. Āli „Imrān (3): 14, 42. c. al-Nisa (4): 1, 3, 4, 7, 11, 19, 22, 24, 32, 34, 43, 75, 98, 127, 129, 176. d. al-Maidah (5): 6. e. al-A‟raf (7): 81. f. al-Nur (24): 60. g. al-Naml (27): 55. h. al-Ahzab (33): 30, 32, 52, 59. i. al-Fath (48): 25.j. al-Hujurat (49): 11 (terdapat 2 kata di dalam ayat ini)
k. al-Thalaq (65): 1. 2.
مكَءاسن
4 kali a. al-Baqarah (2): 49. b. Āli „Imrān (3): 61. c. al-A‟raf (7): 141. d. Ibrahim (14): 6. 3.مكئاسن
4 kali a. al-Baqarah (2): 187. b. al-Nisa (4): 15, 23. c. al-Thalaq (65): 4. 4.مھ
َءاسن
3 kali a. al-A‟raf (7): 127. b. al-Qasas (28): 4. c. Ghafir (40): 25. 5.مھ
ِااسن
3 kali a. al-Baqarah (2): 226. b. al-Mujadilah (58): 2, 3. 6.نھئاسن
2 kali a. al-Nur (24): 31. b. al-Ahzab (33): 55. 7.انءاسن
1 kali Āli „Imrān (3): 61. 8.مكُؤاسن
1 kali al-Baqarah (2): 223.Berdasarkan tabel diatas, maka berikut ini adalah beberapa kata al-Nisa di dalam QS. al-Nisa dan al-Thalaq: