Analisis Yuridis Penggunaan Hak Retaliasi dalam Penyelesaian
Sengketa Perdagangan Internasional (Studi Kasus Tuduhan
Dumping Terhadap Produk Kertas Indonesia oleh Korea Selatan/
Kasus DS312)
SKRIPSI
SARAH PATRICIA GULTOM
1106056226
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM
DEPOK
i
Analisis Yuridis Penggunaan Hak Retaliasi dalam Penyelesaian
Sengketa Perdagangan Internasional (Studi Kasus Tuduhan
Dumping Terhadap Produk Kertas Indonesia oleh Korea Selatan/
Kasus DS312)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
SARAH PATRICIA GULTOM
1106056226
FAKULTAS HUKUM
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Sarah Patricia Gultom
NPM
: 1106056226
Tanda Tangan:
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
:
Nama
: Sarah Patricia Gultom
NPM
: 1106056226
Program Studi
: Ilmu Hukum Kekhususan Hukum tentang Ekonomi
dan Bisnis
Judul Skripsi
: Analisis Yuridis Penggunaan Hak Retaliasi dalam
Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional
(Studi Kasus Tuduhan Anti Dumping Terhadap
Produk Kertas Indonesia oleh Korea Selatan/ Kasus
DS312)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Tentang
Hubungan Transnasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Dewan Penguji:
Pembimbing: Brian Amy Prastyo., S.H., M.L.I.
(………..)
1.
Penguji: Abdul Salam, S.H., M.H.
(………..)
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus. yang telah memberikan berkat
kesehatan, kekuatan, kesempatan, kesabaran, dan kemampuan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Jurusan Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi
ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya
ingin menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi saya kepada:
1.
Tuhan Yesus Kristus yang telah memberkati saya selama menjalani
masa perkuliahan, yang memberkati kedua orang tua saya sehingga
dapat membiayai pendidikan saya, yang memberikan kesehatan
sehingga dapat menjalani perkuliahan dengan lancar, yang
memberikan saya teman-teman dan lingkungan yang membawa
manfaat positif, yang memberikan inspirasi, kekuatan, kesabaran, dan
keyakinan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dan perkuliahan
dengan baik. I can do all things through Christ who strengthen me.
2.
Papa dan mama yang selalu mendukung serta memberikan
kepercayaan atas segala keputusan yang saya ambil, yang selalu ada
untuk memberikan masukan, nasihat, dan doa di saat saya
membutuhkan, yang mengajarkan saya untuk menjadi dewasa namun
tidak lupa untuk memperhatikan saya.
Universitas Indonesia
4.
Para narasumber dari Kementrian Perdagangan Republik Indonesia,
yaitu Pak Christhophorus Barutu (Kasubdit Fasilitasi dan Aturan
Perdagangan), Pak
Jeremy Albert Gabriel Kumajas
dari bagian
Direktorat Pengamanan Perdagangan, Direktorat Jenderal Kerjasama
Perdagangan Internasional, Mas Budi, Mas Bayu, Mas Afri yang
dengan ikhlas meluangkan waktu untuk berdiskusi dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan saya. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih
kepada Bang Ryan Abraham sebagai abang yang paling berjasa dalam
membantu saya untuk bertemu dengan para narasumber. Sukses untuk
perdagangan Indonesia. Jesus bless you all.
5.
Tim pengajar PK4 FHUI yang telah mengajarkan saya tentang hukum
ekonomi dan bisnis serta terima kasih secara khusus kepada Ibu Rouli
Anita Valentina selaku dosen pengajar mata kuliah hukum
perdagangan internasional karena telah memberikan inspirasi dalam
penulisan skripsi ini dan Bang Hadi Purnama yang telah meluangkan
waktu untuk berdiskusi.
6.
Kim Taeyeon, Kwon Yuri, Choi Sooyoung, Kim Hyoyeon, Lee Sun
Kyu a.k.a. Sunny, Jung Soo Young a.k.a. Jessica, Tiffany Hwang, Seo
Joo Hyun, dan Im Yoona
(Girls’Generation)
yang selalu memberikan
semangat dalam mengerjakan skripsi.
Saranghaeo unnies. OT9 is always OT9!7.
Teman-teman kesayangan, Rindi Danika Sari yang menjadi teman
curhat mengenai artis-artis Korea di saat sedang lelah mengerjakan
skripsi (
we’re K
-Popers and we proud of it), Nabella Annisa Putriyang selalu berhasil membuat saya ingin makan (my mom must be
very grateful to you because you make me not like a chopstickUniversitas Indonesia
moments!), Benji, dan Mbak Ditha a.k.aGirls’ (out of) Generation
.
Setelah lulus nanti, gue pasti akan kangen sama lo semua.
8.
Archie Michael Hasudungan Batubara yang memberikan dukungan
moral, rela jadi editor skripsi di tengah kesibukan sebagai lawyer ibu
kota, dan segala dukungan lainnya.
감사합니다
^ ^
9.
Ario Pamungkas dan Muhammad Rafiqi Ramadhan yang selalu
menemani selama bimbingan, teman ngelawak-ngelawak garing di
saat galau skripsi, dan teman curhat selama pembuatan skripsi, dan
teman pas ngejar-ngejar Bang Brian. Meskipun kalian sering bilang
gue bawel, tapi gue yakin kalian seneng dibawelin sama gue. Makasih
banget banget banget buat kalian berdua!
사랑해
10.
Anak Bang Brian: Ario Pamungkas, Rafiqi Ramadhan, Karina,
Fachrun
isa ‘Bundo’, Bang Sigit, Sonia, Prisi,
Shabrina, dan
teman-teman sesama bimbingan yang lain yang saya tidak ingat namanya.
Terima kasih atas dukungannya
. I’ll miss “
RS Bunda Margonda moment.”
^ ^
11.
Mikha Chandra Tampubolon yang selalu bersedia jadi tempat curhat
di kala galau melanda. You always have hundred ways to cheer me up!
Cepetan jadi dokter yang sukses ya bang supaya bisa bantu anak-anak
di Pulau Seribu. Jesus bless you.
12.
Teman-teman PK 4 yang super! Semoga kalian semua lulus dengan
nilai memuaskan dan menjadi juris masa depan yang tidak hanya
cerdas tapi juga memiliki hati nurani. Masa depan bangsa ada di
tangan kita, Kawan.
Universitas Indonesia
Mega, Camila, Adit, Shara, Fian, teman-teman course HDR angkatan
15, dan teman-teman lain yang tidak sempat disebutkan namanya.
Semoga sukses untuk kalian semua.
14.
Partai Libra! Teman-teman kosan yang super baik, seru, sabar dan
benar-benar kayak keluarga Adel, Meutia, Nina, Rima, Fitri, Ace, Lita,
Kak Kiki, dan Kak Meike! Terima kasih ya, kalian buat aku bahagia
di kosan.
15.
Kepada teman-teman SMA Taruna Nusantara angkatan 19 (Lentera)
khususnya Arya Khresna yang sudah membantu mencarikan sumber
bacaan dan segenap keluarga Ikastara.
Thanks for being my second family. Semoga sukses untuk kita semua dan semoga kita semua dapatselalu memberikan karya yang terbaik bagi masyarakat, bangsa,
negara, dan dunia.
16.
Kepada Biro Pendidikan sub-program S1 Reguler, Prof Satya
Arinanto selaku Pembimbing Akademik, dan seluruh jajaran.
17.
Kepada Pak Jon PK4, bapak-bapak foto copy dan print Barel, serta
kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Terima kasih atas segala bantuan dalam penulisan skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yesus Kristus berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu. Sekali lagi terima kasih kepada semua pihak atas doa dan
dukungannya bagi penulis. May Jesus bless you all.
Depok, Januari 2015
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai Sivitas Akademik Universitas Indonesia, Saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
: Sarah Patricia Gultom
NPM
: 1106056226
Program Studi
: Ilmu Hukum
Program Kekhususan : Hukum tentang Ekonomi dan Bisnis
Fakultas
: Hukum
Jenis Karya
: Skripsi
Demi Pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Royalti Non-Ekslusif (Non-Exlusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:Analisis Yuridis Penggunaan Hak Retaliasi dalam Penyelesaian Sengketa
Perdagangan Internasional (Studi Kasus Tuduhan Anti Dumping terhadap
Produk Kertas Indonesia oleh Korea Selatan/ Kasus DS312)
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Non-Ekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan,
mengelola
dalam
bentuk
pangkalan
data
(database),
merawat,
dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : 15 Januari 2015
Yang menyatakan,
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
: Sarah Patricia Gultom
Program Studi
: Ilmu Hukum
Judul
:Analisis Yuridis Penggunaan Hak Retaliasi dalam
Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional (Studi
Kasus Tuduhan Anti Dumping Terhadap Produk Kertas
Indonesia oleh Korea Selatan/ Kasus DS312)
Kegiatan perdagangan internasional yang timbul akibat adanya globalisasi tidak
hanya bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan negara namunnya juga berdampak
pada timbulnya sengketa ketika terjadi benturan kepentingan antara negara yang
melakukan hubungan perdagangan. Untuk itu
World Trade Organization (WTO)telah mengakomodasi dalam hal terjadinya sengketa perdagangan internasional
melalui mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur dalam
Understanding On Rules And Procedures Governing The Settlement Of Disputes (DSU). Salah satuketentuan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur dalam DSU
adalah mengenai retaliasi. Retaliasi yang secara khusus diatur dalam Pasal 22
DSU adalah hak bagi negara yang dimenangkan oleh putusan Panel
Dispute Settlement Body (DSB) untuk melakukan tindakan balasan terhadap negara yangdinyatakan kalah oleh putusan Panel DSB dalam hal tidak adanya implementasi
putusan Panel DSB dalam jangka waktu yang wajar. Terdapat beberapa
pandangan negatif terhadap ketentuan retaliasi, salah satunya mengenai
ketidakefektivitasan retaliasi apabila dilaksanakan oleh negara berkembang dan
negara terbelakang yang bersengketa melawan negara maju. Namun dalam
praktiknya, terdapat negara berkembang yang berhasil melaksanakan retaliasi
terhadap negara berkembang, yaitu dalam kasus
Byrd Amendment. Indonesiasebagai salah satu negara anggota WTO yang tergolong negara berkembang juga
pernah terlibat sengketa perdagangan internasional dengan negara maju, yaitu
Korea Selatan dalam kasus tuduhan dumping terhadap produk kertas Indonesia
(Kasus DS312). Panel DSB dalam putusannya memenangkan Indonesia dan oleh
karena itu Korea Selatan harus menyesuaikan ketentuan anti dumping dengan Anti
Dumping Agreement (ADA). Terhadap putusan Panel DSB tersebut, KoreaSelatan tidak melaksanakannya sampai jangka waktu yang wajar. Dari kasus di
atas, skripsi ini akan menganalisis mengenai legalitas Indonesia berkaitan dengan
hak retaliasi yang diatur dalam Pasal 22 DSU serta pertimbangan-pertimbangan
yang diambil Indonesia dalam hal tidak dilaksanakannya retaliasi dalam Kasus
DS312.
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
: Sarah Patricia Gultom
Study Program
: Law
Tittle
:Juridical Analysis In Using of Retaliation Rights in
International Trade Dispute Settlement (A Case Study of
Dumping Accusation Against Indonesian Paper Products
by South Korea / Case DS312
)
International trade arising from globalization is not is beneficial only to fulfill
needs of the country but also have an impact on the possibility of disputes when
there is a conflict of interest between countries that conduct trading activities.
Hence the World Trade Organization (WTO) has been accommodating in terms of
international trade disputes through the dispute settlement mechanism set out in
the Understanding On Rules And Procedures Governing the Settlement Of
Disputes (DSU). One of the provisions on dispute settlement mechanism set out in
the DSU is about retaliation. Retaliation which specifically provided for in Article
22 DSU is right for the country, which was won by decision of the Dispute
Settlement Panel Body (DSB) to retaliate against countries that lost by decision of
the DSB panel in the absence of implementation of the DSB panel decision in a
reasonable time period . There are some negative opinions against retaliation
provisions, one of the less effectiveness of retaliation if implemented by
developing countries and least developed countries in the dispute against
developed countries. However, in practice, there is a developing country that
successfully implement retaliation against developing countries, ie in the case of
the Byrd Amendment. Indonesia as one of the WTO member countries classified
as the developing countries has also been involved in international trade disputes
with developed countries, ie South Korea in case of dumping charges against
Indonesian paper products (Case DS312). DSB panel in its decision won
Indonesia and therefore South Korea should adjust the anti-dumping provisions of
the Anti-Dumping Agreement (ADA). In practice, South Korea did not implement
the decision of the DSB panel until a reasonable time period. From the above case,
this thesis will analyze the legality of Indonesia with regard to the rights of
retaliation under Article 22 DSU and the considerations taken by Indonesia in
terms of non-performance of retaliation in case DS312.
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...i
HALAMAN PENGESAHAN ...ii
KATA PENGANTAR ...iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...vii
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vii
ABSTRAK ...viii
ABSTRACT ...ix
DAFTAR ISI ...x
DAFTAR GAMBAR ...xiii
DAFTAR SINGKATAN ...xiv
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1.
Latar Belakang ...1
1.2.
Pokok Permasalahan ...13
1.3.
Tujuan Penelitian ...13
1.3.1.
Tujuan Umum ...13
1.3.2.
Tujuan Khusus...14
1.4.
Manfaat Penelitian ...14
1.4.1.
Manfaat Teoretis ...14
1.4.2.
Manfaat Praktis ...15
1.5.
Tinjauan Pustaka ...15
1.6.
Definisi Operasional ...18
1.7.
Metode Penelitian ...21
Universitas Indonesia
1.7.2.
Tipologi Penelitian ...21
1.7.3.
Teknik Pengumpulan Data ...22
1.8.
Sistematika Penulisan ...23
BAB II TINJAUAN UMUM MEKANISME RETALIASI DALAM
PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL ...25
2.1.
Tinjauan Umum Retaliasi dalam Perdagangan Internasional ...25
2.2.
Ketentuan Retaliasi dalam GATT ...28
2.2.1.
Ketentuan Penyelesaian Sengketa dalam GATT ...29
2.2.2.
Ketentuan Retaliasi dalam GATT ...34
2.3.
Ketentuan Retaliasi dalam DSU ...38
2.3.1.
Retaliasi DSU sebagai Penyempurnaan Ketentuan Retaliasi GATT38
2.3.2.
Retaliasi dalam DSU ...39
2.3.2.1.Ketentuan Penyelesaian Sengketa dalam DSU ...39
2.3.2.2.Ketentuan Prosedur Retaliasi dalam DSU ...43
2.3.3.
Tujuan Retaliasi DSU...47
2.3.4.
Ketentuan Tingat Pelaksanaan Retaliasi (Level of Suspension) ...54
2.3.5.
Berakhirnya Retaliasi ...55
2.4.
Tinjauan
Singkat
Mengenai
Penerapan
Retaliasi
yang
Berhasil
Dilaksanakan oleh Meksiko Melawan Amerika Serikat dalam Kasus
Byrd Amendment ...60BAB III KASUS POSISI TUDUHAN DUMPING TERHADAP PRODUK
KERTAS INDONESIA OLEH KOREA SELATAN (KASUS DS312) ...66
3.1.
Latar Belakang Kasus DS312 ...66
3.2.
Proses Konsultasi ...69
3.2.1.
Argumen Indonesia ...69
3.2.2.
Argumen Korea Selatan ...70
3.3.
Proses Sidang Panel Pertama ...72
3.3.1.
Argumen Indonesia ...72
Universitas Indonesia
3.4.
Proses Sidang Panel Kedua ...85
3.4.1.
Argumen Indonesia ...85
3.4.2.
Argumen Korea Selatan ...90
3.5.
Pendapat Pihak Ketiga ...94
3.6.
Kesimpulan dan Rekomendasi Panel...99
3.7.
Implementasi Hasil Panel DSB oleh Korea Selatan ...104
3.7.1.
Sidang Panel Pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) DSU ...104
3.7.2.
Tindak Lanjut Hasil Panel Pelaksanaan Pasal 21 ayat (5) DSU ...106
3.7.3.
Perpanjangan Pengenaan BMAD oleh Korea Selatan ...108
3.8.
Alur Waktu Penyelesaian Sengketa Kasus DS312 ...111
BAB IV ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN INDONESIA TERHADAP
TIDAK DILAKSANAKANNYA RETALIASI DALAM KASUS DS312 ...115
4.1.
Dasar Pertimbangan Negara-Negara Anggota WTO Melakukan Retaliasi
dalam Proses Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional ...115
4.1.1.
US-EC Bananas Case (Kasus DS27) ...116
4.1.2.
Mexico-US Offset Act/ Byrd Amendment Case (Kasus DS234) ....117
4.1.3.
US-EC Measures Concerning Meat and Meat Products/ Hormones
Case (DS26) ...119
4.1.4.
Dasar Pertimbangan Dilakukannya Retaliasi dalam Kasus DS26,
Kasus DS27, dan Kasus DS217 ...120
4.2.
Pertimbangan Indonesia Terkait Retaliasi dalam Kasus DS312 ...127
4.2.1.
Legalitas Pengajuan Ppermohonan Otorisasi Retaliasi oleh Indonesia
...127
4.2.2.
Analisis Pertimbangan Indonesia Terkait Retaliasi dalam Kasus
DS312 ...128
4.2.3.
Pertimbangan dari Aspek Kekuatan Perdagangan ...129
A.
Gambaran Perdagangan antara Indonesia dan Korea Selatan ...129
B.
Pertimbangan Indonesia untuk Tidak Melakukan Retaliasi dari
Aspek Kekuatan Perdagangan ...136
Universitas Indonesia
A.
Gambaran Hubungan Politik antara Indonesia dan Korea Selatan
...137
B.
Analisis Pertimbangan Indonesia untuk Tidak Melakukan Retaliasi
dari Aspek Politik ...139
4.3.Upaya Pemerintah dalam Mengembalikan Kerugian Eksportir Kertas
Indonesia Pasca Pencabutan BMAD ...141
BAB V PENUTUP ...143
5.1.
Kesimpulan ...143
5.2.
Saran ...145
DAFTAR REFERENSI ...148
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
1. Bagan Proses Retaliasi dalam GATT ... 37
2. Bagan Proses Penyelesaian Sengketa dalam WTO ... 58
3. Bagan Proses Retaliasi dalam Sistem Penyelesaian Sengketa WTO ... 59
4. Bagan Proses Penyelesaian Sengketa Kasus Dumping Kertas Indonesia
dan Korea Selatan di WTO ... 114
5. Diagram Komposisi Negara Utama Pengimpor Korea Selatan Tahun 2008 ... 132
6. Tabel Data Ekspor Non Migas Utama Indonesia ke Korea Selatan Periode
2003-2008 ... 133
Universitas Indonesia
DAFTAR SINGKATAN
1.
AB
Appeallate Body
2.
ACP
Africa, Caribbean, Pacific
3.
ACWL
Advirsory Centre on WTO Law4.
ADA
Agreement on Implementation Of Article VI of The General Agreement on Tariffs and Trade/ Anti Dumping Agreement5.
AF
April Fine
6.
Atperindag
Atase Perindustrian dan Perdagangan
7.
BMAD
Bea Masuk Anti Dumping
8.
CBP
United States Customs and Border Protection9.
CDSOA
The Continued Dumping and Subsidy Offset Act of 200010. CMI
Cakrawala Mega Indah
11. CVD
Countervailing Duty12. Deperindag
Departemen Perindustrian dan Perdagangan
13. DPP
Direktorat Pengamanan Perdagangan
14. DSB
Dispute Settlement Body15. DSU
Understanding on Rules and Procedures Governing The Settlement of Disputes (Dispute Settlement Understanding16. EC
European Community17. GATS
General Agreement on Trade and Services18. GATT
General Agreements on Tariff and Trade19. JTF-EC
Indonesia-Korea Joint Task Force on Economic Cooperation20. KPI
Kerjasama Perdagangan Internasional
21. KTC
Korea Trade Commission22. PPC
Plain Paper Copier23. SCM
Agreement on Subsidies and Countervailing Measures24. SMG
Sinar Mas Group
25. SPS
Sanitary and Phitosanitary AgreementUniversitas Indonesia
27. WF
Uncoated Wood-Free Printing Paper28. WLTF
Working Level Task Force29. WLTFM
Working Level Task Force Meeting1
Universitas Indonesia
1.1.
Latar Belakang
Setiap negara di dunia memiliki karakteristik masing-masing yang
berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan, salah satunya adalah terhadap
pemenuhan kebutuhan domestik dari negara yang bersangkutan. Perbedaan
karakteristik ini juga mendorong setiap negara untuk bekerja sama untuk
memenuhi kebutuhan masing-masing negara. Untuk itu dibutuhkan globalisasi
sebagai penghubung kepentingan antar negara tersebut.
Globalisasi saat ini merupakan hal yang tidak asing lagi bagi masyarakat
internasional, tidak terkecuali globalisasi dalam bidang ekonomi. Robin Cohen
dan Paul Kennedy berpendapat bahwa konsep globalisasi dipahami sebagai
seperangkat transformasi kultur antar bangsa yang membentuk jaringan mendunia
serta saling memperkuat dunia dalam bidang (1) perubahan dalam konsep ruang
dan waktu seperti internet serta alat komunikasi global lainnya; (2) peningkatan
interaksi kultural melalui perkembangan media massa; (3) meningkatnya masalah
bersama seperti masalah lingkungan, masalah kriminallitas dan lain sebagainya;
serta (4) pasar dan produksi ekonomi berupa pertumbuhan perdagangan yang
berakibat pada ketergantungan lintas negara
1Lebih lanjut, Joseph Stiglitz, seorang
ahli ekonomi dari World Bank, mendefinisikan konsep globalisasi sebagai:
“T
he closer integration of the countries and peoples of the world has been brought about by the enormous reduction of costs of transportation and communication, and the breaking down of artificial barriers to the flow of goods, capital, knowledge and (to a lesser extent) people across border”
21 Jacob Tagarirofa dan David Tobias, “
Globalisation and Development Inequalities:
Challenges and Prospects for ‘A Just Development’”, http://www.gjournals.org/ GJSC/GJSC%20PDF/ 2013/May/022613499%20Tagarirofa%20and%20Tobias.pdf, diunduh tanggal 12 September 2014.
2Erman Rajagukguk, “Globalisasi Ekonomi dan Perdagangan Internasional” dalam
Universitas Indonesia
Reduksi batas antar negara di satu sisi membawa keuntungan bagi
masyarakat internasional, yaitu dapat memenuhi kebutuhan domestik melalui
perdagangan antar negara. Namun di sisi lain juga dapat membawa kerugian
terutama ketika terdapat benturan kepentingan dan perbedaan kebijakan di bidang
perdagangan di antara masing-masing negara sehingga menimbulkan sengketa.
Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah mekanisme yang mengatur kewenangan
menangani perkara dalam hal terjadinya sengketa antar negara, khususnya di
bidang perdagangan.
General Agreemments on Tariff and Trade (GATT) 1947 sebagai
agreements pertama yang khusus menangani bidang perdagangan internasional,
telah mengakomodasi kebutuhan negara-negara yang terikat di dalamnya
(CONTRACTING PARTIES) untuk menyelesaikan sengketa perdagangan
internasional yang terjadi di antara mereka. Ketentuan tersebut secara khusus
diatur dalam Pasal XXII dan Pasal XXIII, walaupun ketentuan mengenai
penyelesaian sengketa juga tersebar di pasal-pasal lainnya. Sistem penyelesaian
sengketa GATT merupakan salah satu pilar utama dalam sistem perdagangan
internasional karena sistem inilah yang menjaga ketertiban dalam kegiatan
perdagangan internasional melalui penerapan komitmen yang dirumuskan secara
internasional
3. Terkait dengan tujuan utama dari penyelesaian sengketa GATT,
John Howard Jackson mengungkapkan pendapatnya bahwa dalam penerapannya,
harus dipertimbangkan kembali apakah tujuan penyelesaian sengketa adalah untuk
tujuan jangka pendek berupa penyelesaian secara singkat atau untuk tujuan jangka
panjang yaitu dengan meningkatkan integritas negara anggota dalam mematuhi
komitmen GATT
4.
3 H.S. Kartadjoemena, GATT, WTO, dan Hasil Uruguay Round, (Jakarta: UI-Press, 1998),
hlm. 314.
4 Jackson mengungkapkan bahwa penerapan penyelesaikan sengketa harus
Universitas Indonesia
Pasal XXII GATT menegaskan bahwa setiap sengketa diselesaikan dengan
konsultasi dan perundingan untuk mencari pemecahan masalah yang terbaik bagi
pihak-pihak yang bersengketa atau dengan kata lain, mekanisme penyelesaian
sengketa dalam GATT menghindari dilakukannya tindakan pembalasan (retaliasi)
secara sepihak, khususnya dari pihak yang merasa dirugikan. Namun di sisi lain,
dalam Pasal XXIII ayat (2) GATT di bawah judul
Nullification or Impairment,justru mengakomodasi tindakan retaliasi tersebut.
Pada awal penerapan GATT, terdapat pertentangan mengenai pelaksanaan
retaliasi. Pandangan pertama menyatakan bahwa retaliasi tidak memerlukan
pengaturan. Pendapat ini didasarkan pada kasus
Dairy pada tahun 1995, yangmana dalam menyelesaikan masalah,
contracting parties (dalam kasus ini adalahBelanda) yang merasa dirugikan dapat melakukan pembatalan perjanjian terhadap
violating parties (dalam kasus ini adalah Amerika Serikat) agar kebijakannasional terkait perdagangan internasional dapat diterapkan secara optimal.
Pendangan kedua menyatakan bahwa pelaksanaan retaliasi harus diatur dan
diawasi, mengingat meskipun dalam Pasal XXIII telah mengatur ukuran dari
kerugian itu sendiri. Namun tidak ada mekanisme yang memuaskan untuk
meninjau pelaksanaannya dan dengan demikian, negara yang dirugikan tidak
memperoleh ganti rugi yang sesuai dengan kerugian yang mereka derita
5.
Terlepas dari kedua pandangan tersebut, GATT telah mengakui adanya
konsep retaliasi dan mengatur pelaksanaan retaliasi. Retaliasi
6menurut GATT
adalah tinakan penghukuman berupa penangguhan atau pembatalan kewajiban
oleh
contracting parties yang dirugikan terhadap violating parties apabila tidakdiberikan kompensasi atas kerugian yang dideritanya
7. Dalam pelaksanaannya,
integrity”, Chad P. Bown, “The Economics of The Trade Disputes, The GATT’s Article XXIII, and
The WTO’s Dispute Settlement Understanding”, http://people.brandeis.edu/~cbown/papers/ dispute.pdf, diunduh tanggal 12 September 2014.
5 Ibid.
6 Ketentuan Pasal XXIII GATT menggunakan istilah penangguhan konsesi (suspension of
concessions) untuk mendefinisikan konsep retaliasi.
Universitas Indonesia
retaliasi jarang sekali digunakan
8.
CONTRACTING PARTIESpada umumnya
lebih memilih menggunakan tekanan moral (moral pressure) daripada
langkah-langkah hukum koersif untuk memaksakan
violating parties agar melaksanakankewajibannya
9.
World Trade Organization (WTO) yang merupakan final act10
dari Uruguay
Round 1986-1993, merupakan penyempurnaan dari mekanisme perdaganganinternasional yang sudah diatur dalam GATT
11, termasuk di dalamnya mekanisme
penyelesaian sengketa perdagangan internasional. Hal ini disebabkan karena
terdapat beberapa kelemahan dalam penyelesaian sengketa yang diatur dalam
GATT, yaitu
12:
1.
Mekanisme penyelesaian sengketa GATT dianggap memakan waktu
terlalu lama, terutama saat penyusunan Panel. Selain itu, adanya
berbagai perjanjian khusus yang meskipun diadministrasikan oleh
GATT, namun hal tersebut merupakan perjanjian tersendiri dengan
mekanisme penyelesaian yang tersendiri.
2.
Adanya perbedaan pemahaman mengenai mekanisme penyelesaian
sengketa pada berbagai forum sehingga proses tersebut memakan
waktu yang lama hanya untuk memperdebatkan mekanisme apa yang
akan digunakan.
8
Brian V. Kennedy, “La w and Its Limitation in the GATT Multilateral Trade System by Oliver Long” dalam Maryland Journal of International Law, http://digital commons.law.umaryland.edu/mjil/vol11/iss1/9/, diakses tanggal 12 September 2014.
9
Anwarul Hoda, Dispute Settlement in the WTO, Developing Countries, and India , (New Delhi: Indian Council for Research on International Economic Relations, 2012), hlm. 13.
10 The Final Act merupakan hasil dari Uruguay Round yang terdiri dari final act itu sendiri,
The Agreement Establishing the World Trade Organization (The WTO Agreement) dan perjanjian-perjanjian yang menjadi annexnya. Final Act yang mulai didistribusikan sejak tanggal 15 Desember 1993 menggunakan istilah Multilateral Trade Organization tetapi sesuai kesepakatan negara peserta, istilah tersebut diubah dalam final act dan seluruh annexnya dengan sebutan World Trade Organization (WTO).
11 Marc L. Busch dan Eric Reinhardt, The Evolution of GATT/ WTO Dispute Settlement,
Jurnal Hukum Unversity of Georgetown, hlm.176.
12
Maslihat Nur Hidayati, “Analisis tentang Sistem Penyelesaian Sengketa Dagan
Universitas Indonesia
3.
Seringkali timbul kesulitan untuk mencari anggota Panel yang tepat
untuk kasus yang timbul. Hal ini mengingat belum adanya
pemahaman yang merata mengenai isu dalam dunia perdagangan
internasional.
4.
Lambatnya pemutusan dari Laporan Panel yang diserahkan kepada
Council yang bertindak atas nama CONTRACTING PARTIES.5.
Pihak yang kalah dalam sengketa dapat mencegah diterimanya
Laporan Panel kepada
Council karena adanya ketentuan bahwakeputusan
Council yang diambil secara konsensus, juga melibatkannegara yang bersengketa dalam proses pengambilan keputusan terkait
kasus yang sedang dibahas.
6.
Adanya anggota Panel yang dalam Laporan Panel mengemukakan
pandangan secara tidak jelas sehingga menimbulkan keputusan yang
tidak berlandaskan pada argumentasi hukum yang kuat.
7.
Adanya tekanan yang tidak wajar serta pengambilan langkah-langkah
yang bersifat unilateral dari salah satu pihak yang bersengketa,
khususnya jika pihak tersebut merupakan negara besar
13. Hal ini
terjadi mengingat adanya posisi yang tidak seimbang di antara
CONTRACTING PARTIES.8.
Pihak yang bersengketa selalu dapat menunda proses pemeriksaan
oleh Panel atau pengambilan keputusan oleh
CONTRACTING PARTIES14.9.
Kurang efektifnya penerapan sanksi
15.
10.
Pihak yang kalah mengambil waktu yang terlalu lama untuk
menyesuaikan ketentuannya dengan ketentuan dalam GATT walaupun
13 Tim Kerja Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Pengkajian Hukum tentang
Masalah Penyelesaian Sengketa Dagang dalam WTO (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman RI, 1997/1998), hlm. 23-24.
14 Hata, Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO, Aspek-Aspek Hukum
dan Non Hukum, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hlm. 116.
Universitas Indonesia
telah berjanji untuk melakukannya pada waktu sidang penyelesaian
sengketa
16.
Selain itu, proses penyelesaian sengketa melalui GATT, khususnya pada sekitar
tahun 1960, menitikberatkan pada proses diplomasi
17. Bahkan pada akhirnya,
usaha pemerintah untuk mengangkat persoalan perdagangan internasional dari
segi hukum pun ditentang. Penurunan penerapan penyelesaian sengketa ini
diperburuk dengan maraknya proteksionisme
18yang membahayakan sistem
perdagangan liberal yang telah berusaha ditegakkan oleh GATT
19.
Pengaturan mengenai penyelesaian sengketa setelah terbentuknya WTO,
diatur lebih khusus dalam Understanding on Rules and Procedures Governing the
Settlement of Disputes (Dispute Settlement Understanding/ DSU)20. Sebagai
peraturan yang menyempurnakan GATT
21, DSU tetap mencantumkan
prinsip-prinsip-prinsip perdagangan internasional di dalamnya, di samping
peraturan-peraturan baru yang tidak diatur dalam GATT. Sebagai ketentuan
16
John Howard Jackson, Restructuring the GATT System, (London: Royal Institute of International Affairs, 1990), hlm. 65.
17 Maslihati Nur Hidayati, Op.cit., hlm.7.
18 Robert E. Hudec berpendapat bahwa peran kewajiban GATT adalah untuk
"meningkatkan kekuatan politik" secara luas, mengatur kepentingan domestik yang mendukung liberalisasi perdagangan. Salah satu cara untuk melaksanakan kewajiban tersebut adalah dengan memberikan argumen hukum dan kebijakan untuk pejabat pemerintah dan pihak berkepentingan lain yang berusaha untuk mengatasi kekuatan proteksionisme, Jeffry L. Dunnof, “Hudec’s
Method’s and Ours,” Minnesota Journal of International Law, http://www.minnjil.org/?p=1061, diakses tanggal 12 September 2014.
19
Hata, Op.cit., hlm. 108.
20 DSU dianggap sebagai pencapaian yang paling signifikan dari negosiasi Uruguay
Round. DSU ini diharapkan mampu menerapkan sistem penyelesaian sengketa yang paling maju di setiap rezim perjanjian yang ada, Marc L.Busch dan Eric Reinhardt, Op.cit., hlm 154-155.
21 Penyempurnaan mekanisme penyelesaian sengketa dalam DSU terlihat dalam mekanisme
Universitas Indonesia
penyempurnaan, maka ketentuan mengenai retaliasi dalam DSU juga mengalami
penyempurnaan. Pengaturan mengenai retaliasi dalam DSU diatur dalam Pasal 22
di bawah judul
Compensation and the Suspension of Concession22. Perbedaan
pengaturan mengenai retaliasi dalam DSU dan GATT adalah pelaksanaan retaliasi
dalam DSU sebagai tindakan balasan dalam hal terjadinya
non implementation23dari putusan atau rekomendasi dari Panel
Dispute Settlement Body (DSB)24dan
dalam pelaksanaannya harus terlebih dahulu meminta otorisasi kepada DSB
25.
Sedangkan pengaturan retaliasi dalam GATT, ketentuan mengenai adanya
otorisasi justru merupakan inisiatif dan CONTRACTING PARTIES setelah melihat
dan mempertimbangkan adanya keadaan yang mengakibatkan kerugian yang
cukup serius
26akibat tidak dilaksanakannya kewajiban dalam perjanjian oleh
violating parties. Hal ini didasarkan pada perbedaan konsep mengenai sengketadalam GATT dan DSU
27. Dalam konteks DSU, retaliasi yang diakomodasi dalam
22
Meskipun GATT dianggap kurang efektif dalam mengatur perdagangan internasional, namun GATT telah berkontribusi besar dalam hal pembentukan konsep dasar dari perdagangan internasional itu sendiri. Hal itu terbukti dengan tetap dicantumkannya GATT dalam Annex 2 DSU.
23 DSU, Pasal XXII ayat (2).
24 Dispute Settlement Body (DSB) WTO adalah institusi khusus yang dibentuk untuk
menjalankan aturan dan prosedur penyelesaian sengketa dengan kewenangan yang meliputi pembentukan dan pengangkatan Panel serta menjaga dan mengawasai pelaksanaan keputusan dan rekomendasi Panel, Adijaya Yusuf, “Prinsip-Prinsip GATT dan WTO Dispute Settlement Body,” (makalah disampaikan dalam Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya, Jakarta 15-16 September 2004), hlm. 160.
25 DSU, Pasal XXII ayat (4).
26“...
If the CONTRACTING P ARTIES consider that the circumstances are serious enough to justify such action, they may authorize a contracting party or parties to suspend the application to any other contracting party or parties of such concessions or other obligations under this Agreement as they determine to be appropriate in the circumstances...” (Pasal XXIII ayat (2) GATT)
27 Sengketa menurut DSU adalah ketika suatu negara anggota menetapkan suatu kebijakan
Universitas Indonesia
Pasal 22, digunakan sebagai upaya terakhir terhadap pihak yang dinyatakan kalah
dalam putusan atau rekomendasi Panel DSB agar putusan tersebut dapat
dilaksanakan dengan optimal dan efektif.
Mengenai penggunaan retaliasi dalam rangkaian proses penyelesaian
sengketa perdagangan dalam WTO, terdapat pertentangan pendapat dari para ahli
terkait efektivitas pelaksanaan retaliasi khususnya apabila retaliasi ini diterapkan
oleh negara berkembang yang berkedudukan sebagai negara penggugat
(Complainant Party). Terdapat 2 (dua) pendapat utama yang sering menjadi
pembahasan dalam berbagai literatur
28, yaitu:
a.
Pendapat ahli yang setuju dengan pengaturan retaliasi serta
menitikberatkan retaliasi sebagai concessions rebalancing. Pendapat
ini berfokus pada tujuan retaliasi untuk menyeimbangkan kembali
antara kerugian yang dialami oleh Complainant Party akibat tindakan
negara tergugat (Defendant Party) yang tidak melaksanakan putusan
atau rekomendasi Panel DSB.
b.
Pendapat ahli yang menyatakan bahwa pengaturan retaliasi kurang
tepat. Adapun hal-hal yang menyebabkan pengaturan retaliasi
dianggap kurang tepat antara lain
29:
i.
Retaliasi pada akhirnya akan cenderung sebagai tindakan
proteksi daripada liberalisasi perdagangan. Jika retaliasi
digunakan untuk mendorong kepatuhan, maka retaliasi dapat
membantu mencapai tujuan WTO. Namun hal tersebut akan
menjadi kontraproduktif jika penggunaan retaliasi yang
difokuskan lebih untuk mendorong kepatuhan karena unsur
bertentangan dengan ketentuan perjanjian ini atau kehadiran situasi lainnya (GATT, Loc.cit., Pasal XXII ayat (1)).
28
Jide Nzelibe, The Case Against Reforming The WTO Enforcement Mechanism, Jurnal Northwestern University - School of Law, hlm. 1.
29
Universitas Indonesia
pemberian sanksi yang kuat (strong punitive elements) justru
dapat memicu perang perdagangan.
ii.
Retaliasi tidak sepenuhnya berhasil untuk meningkatkan
kepatuhan negara anggota. Hal ini dapat dilihat dari sering
terjadinya
sengketa
perdagangan
internasional
yang
melibatkan Amerika Serikat dan
European Community (EC).Perilaku kedua negara tersebut akhirnya menimbulkan
pertanyaan kemampuan WTO untuk menerapkan sistem
perdagangan yang berbasis pada aturan. Selain itu sifat
retaliasi yang tidak berlaku surut menyebabkan
Defendant Party memperlambat proses penyelesaian sengketa.iii.
Retaliasi dapat melemahkan kedaulatan nasional dengan
proses penyelesaian sengketa yang mendorong aktivisme
yudisial yang.
iv.
Retaliasi dianggap sebagai sistem yang tidak adil. Hal ini
didasarkan pada adanya bahwa tindakan retaliasi cenderung
tidak efektif atau bahkan mitra dagang mereka mungkin
membalas melalui perdagangan atau cara lain. Hal ini
dikarenakan retaliasi yang didasarkan pada persuasi kekuasaan
dan bukan kekuatan persuasi.
Mengenai pandangan negatif tentang efektivitas penerapan retaliasi, lebih jauh
diungkapkan bahwa retaliasi dianggap kurang efektif apabila dilaksanakan oleh
negara anggota yang tergolong negara berkembang dan negara terbelakang
karena
30:
30
Universitas Indonesia
a.
Dari segi tujuan retaliasi
Apabila sebuah negara menerapkan retaliasi, maka tindakan tersebut
sama halnya dengan shooting yourself in the foot, yang artinya apabila
sebuah negara menerapkan retaliasi, hal tersebut justru dikhawatirkan
tidak akan membawa keuntungan dan bahkan menambah kerugian
bagi negara yang melakukan retaliasi (Retaliating Party).
b.
Dari segi mekanisme pelaksanaan retaliasi
Adanya anggapan bahwa sangat sulit memperoleh ukuran yang tepat
dalam menentukan tingkat pelaksanaan retaliasi (level of suspension).
c.
Penerapan oleh negara berkembang dan negara terbelakang
Retaliasi tidak dapat dilaksanakan secara efektif meskipun negara
berkembang
atau
negara
terbelakang
menjadi
pihak
yang
dimenangkan oleh Panel DSB dalam sengketa perdagangan
internasional.
Terhadap pandangan ini, Nottage menyatakan setuju bahwa aturan
mengenai retaliasi dalam DSU tidak seimbang terhadap negara berkembang dan
terbelakang sebagai sarana untuk meningkatkan kepatuhan negara-negara anggota
WTO lainnya, khususnya kepatuhan dari negara-negara maju. Namun di sisi lain,
Nottage juga tidak setuju bahwa kelemahan dari retaliasi tersebut menghilangkan
fungsi dari sistem penyelesaian sengketa WTO bagi negara berkembang. Alasan
utama untuk pendapatnya tersebut adalah bahwa dalam praktik penyelesaian
sengketa GATT dan WTO, menunjukkan tingginya tingkat kepatuhan terhadap
putusan penyelesaian sengketa bahkan ketika negara-negara berkembang berada
dalam posisi sebagai Complainant Party
31.
Apabila melihat penerapan nyata dari retaliasi tersebut, sejauh ini dari 17
(tujuh belas) otorisasi untuk melaksanakan retaliasi, 8 (delapan) diantaranya
dilakukan oleh negara berkembang. Salah satu contoh negara berkembang yang
Universitas Indonesia
menerapkan retaliasi dalam penyelesaian sengketa perdagangan internasional
adalah sengketa antara Meksiko (Complainant Party) dan Amerika Serikat
(Defendant Party)
32dalam kasus Byrd Amendment
33.
Sebagai negara berkembang, Indonesia telah menunjukkan sikap positif
terhadap pengaturan perdagangan internasional. Hal ini dibuktikan dengan
keanggotaan Indonesia dalam GATT pada tanggal 24 Februari 1950 dan
kemudian resmi menjadi anggota WTO serta meratifikasi perjanjian perdagangan
internasional tersebut dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994 tentang
Pengesahan
The Agreement Establishing the World Trade Organization. Denganratifikasi tersebut, maka secara hukum, semua perjanjian dan ketentuan WTO
wajib dilaksanakan, termasuk juga ketentuan penyelesaian sengketa.
Indonesia sebagai negara anggota WTO yang digolongkan sebagai negara
berkembang juga pernah terlibat dalam sengketa perdagangan internasional
melawan negara maju, yaitu dalam kasus tuduhan dumping yang dilakukan oleh
Korea Selatan terhadap produk kertas yang diimpor dari Indonesia sehingga
merugikan produsen kertas domestik Korea Selatan. Akibat adanya tuduhan
tersebut, 4 (empat) eksportir kertas Indonesia ke Korea Selatan dikenakan Bea
Masuk Anti Dumping (BMAD) oleh
Korean Trade Commission (KTC). BMADyang dikenakan oleh Korea Selatan kepada eksportir kertas Indonesia ini
merugikan Indonesia dan menghambat perdagangan kertas Indonesia ke Korea
Selatan.
Kasus ini dimulai pada bulan September 2002, di mana 5 (lima) produsen
kertas domestik Korea Selatan memohon kepada KTC untuk melakukan
penyelidikan dumping terhadap impor kertas jenis business information paper
dan
wood-free printing paper yang berasal dan Indonesia dan Cina. Terhadap32 Ibid., hlm. 10.
33
Byrd Amendment adalah hukum Amerika Serikat yang mengatur distribusi bea masuk impor hasil dari anti dumping (AD) atau countervailing duty (CVD) yang dimohonkan oleh para pemohon dan pihak lain yang berkepentingan dalam penyelidikan terkait dengan adanya dugaan praktik anti dumping oleh importer dari negara lain. (Jeanne J. Grimmett dan Vivian C. Jones, “CRS Report for Congress: The Continued Dumping and Subsidy Offset Act (“Byrd
Universitas Indonesia
Indonesia, KTC mengirimkan kuesioner kepada 4 (empat) perusahaan kertas
Indonesia, yaitu PT Pindo Deli Pulp dan Kertas Mills (Pindo Deli), PT Riau
Andalan Kertas (April Fine), PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk. (Indah Kiat), dan
PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia (Tjiwi Kimia).
Terhadap pengenaan BMAD tersebut, Indonesia merasa keberatan karena
karena pihak Indonesia berpendapat bahwa 4 (empat) eksportir kertas Indonesia
tersebut tidak melakukan dumping sehingga tidak tepat apabila Korea Selatan
mengenakan BMAD terhadap 4 (empat) eksportir kertas Indonesia tersebut.
Setelah perundingan bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan terkait sengketa
ini tidak menghasilkan kesepakatan, Indonesia akhirnya memutuskan untuk
membawa sengketa ini ke WTO
34. Dalam sengketa tuduhan dumping ini, Panel
DSB memenangkan Indonesia karena Indonesia terbukti tidak melakukan praktik
dumping sehingga Korea Selatan harus mencabut pengenaan BMAD terhadap 4
(empat) eksportir kertas Indonesia namun pada kenyataannya, Korea Selatan tidak
melaksanakan putusan tersebut sampai batas waktu yang ditentukan. Terhadap
tindakan Korea Selatan ini, Indonesia dapat menggunakan haknya untuk
melaksanakan retaliasi namun pada kenyataannya, Indonesia tidak melakukannya
untuk memaksa Korea Selatan agar melaksanakan putusan Panel DSB tersebut.
Oleh karena itu, penulis menyusun Skripsi dengan judul "Analisis Yuridis
Penggunaan Hak Retaliasi dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan
Internasional (Studi Kasus Tuduhan Anti Dumping Terhadap Produk
Kertas Indonesia oleh Korea Selatan/ Kasus DS312)" untuk dapat mengetahui
apa yang menjadi dasar pertimbangan dilakukannya retaliasi berdasarkan
kasus-kasus sengketa perdagangan internasional khususnya yang melibatkan negara
berkembang melawan negara maju, sehingga dari pertimbangan-pertimbangan
tersebut, dapat ditarik kesimpulan mengenai apa yang menjadi pertimbangan
Indonesia untuk tidak melakukan retaliasi dalam kasus DS312. Dari
pertimbangan-pertimbangan tersebut juga dapat dilihat efektivitas ketentuan
34
Universitas Indonesia
retaliasi dalam penggunaannya untuk penyelesaian sengketa perdagangan
internaional yang selama ini telah terjadi dan di masa yang akan datang. Dengan
mengetahui dasar pertimbangan penggunaan mekanisme retaliasi sebagai salah
satu upaya bagi negara anggota WTO dalam mengoptimalkan hasil putusan DSB
perdagangan internasional WTO, maka negara anggota, khususnya negara
berkembang dan negara terbelakang, dapat memperoleh pilihan lain dalam
membela kepentingan negaranya dalam lingkup perdagangan internasional.
Penyusunan Skripsi ini adalah dalam rangka menelaah ketentuan retaliasi
dalam Pasal XXII dan Pasal XXIII GATT serta
Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU) sehingga penerapanketentuan yang berupa hukum tertulis tersebut dapat mewujudkan keadilan dan
kepastian hukum bagi pengusaha Indonesia selaku negara anggota WTO serta
negara yang termasuk dalam golongan negara berkembang dan negara
terbelakang.
1.2.
Pokok Permasalahan
1.
Bagaimana pengaturan mengenai retaliasi dalam GATT dan WTO
Agreement?2.
Bagaimana putusan Panel DSB terhadap Indonesia dalam kasus
Tuduhan Dumping terhadap Produk Kertas Indonesia oleh Korea
Selatan (Kasus DS312)?
3.
Apakah yang menjadi dasar pertimbangan Indonesia sehingga
Indonesia memutuskan untuk tidak melakukan retaliasi?
1.3.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1.
Tujuan Umum
Universitas Indonesia
kalah dalam putusan DSB untuk melaksanakan putusan dengan efektif
sehingga DSB sebagai lembaga penyelesaian sengketa perdagangan
internasional tidak hanya berfungsi untuk menyelesaikan sengketa melalui
putusan-putusan yang dikeluarkannya tetapi juga dapat menjamin bahwa
putusan yang dikeluarkannya tersebut dapat dilaksanakan secara patuh oleh
Negara anggota yang kalah dalam sengketa yang bersangkutan.
Penelitian ini juga menelaah hal-hal yang menjadi pertimbangan
Indonesia untuk tidak melaksanakan retaliasi dalam kasus tuduhan dumping
produk kertas Indonesia oleh Korea Selatan (kasus DS312). Untuk itu dalam
penelitian ini akan dibahas mengenai nature dari retaliasi sebagai salah satu
mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan internasional, tujuan adanya
mekanisme
retaliasi
dalam
penyelesaian
sengketa
perdagangan
internasional, serta pentingnya mengetahui tujuan retaliasi sehingga pada
akhirnya dapat terwujudnya kepastian hukum serta dapat diterapkannya
asas-asas dalam ketentuan perjanjian internasional secara konsisten oleh
negara-negara anggota WTO.
1.3.2.
Tujuan Khusus
1.
Mengetahui pengaturan mengenai retaliasi dalam WTO
Agreementdalam GATT dan WTO Agreement.
2.
Mengetahui putusan Panel DSB terhadap Indonesia dalam kasus
Tuduhan Anti Dumping terhadap Produk Kertas Indonesia oleh Korea
Selatan (Kasus DS312).
3.
Menjelaskan hal yang menjadi dasar pertimbangan Indonesia sehingga
Indonesia memutuskan untuk tidak melakukan retaliasi.
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1.
Manfaat Teoretis
Universitas Indonesia
penyelesaian sengketa perdagangan internasional oleh DSB secara umum
serta tindakan retaliasi sebagai salah satu upaya pelaksanaan putusan
sengketa perdagangan internasional demi terwujudanya asas kepastian
hukum dan penerapan prinsip-prinsip perdagangan internasional secara
konsisten dan terciptanya Hukum Perdagangan Internasional yang adil baik
bagi semua negara anggota WTO, baik negara maju, negara berkembang,
maupun negara terbelakang.
1.4.2.
Manfaat Praktis
1.
Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah Indonesia khususnya
Kementrian
Perdagangan
Republik
Indonesia
agar
dapat
mengambil langkah yang tepat serta tetap mempertahankan
kepentingan pengusaha dalam negeri/ domestik dalam hal
terjadinya sengketa antara Indonesia selaku negara anggota WTO
dengan negara anggota WTO lainnya.
2.
Penelitian ini bermanfaat bagi para pengusaha dalam negeri/
domestik sehingga mendapatkan kepastian hukum apabila terjadi
sengketa perdagangan internasional antara Indonesia selaku negara
anggota WTO dengan negara anggota WTO lainnya.
3.
Penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat sebagai konsumen
produk barang, baik yang produk impor maupun produk ekspor,
sehingga tidak menimbulkan dan mengalami kerugian yang
mungkin timbul apabila sengketa perdagangan internasional antara
Indonesia selaku negara anggota WTO dengan negara anggota
WTO lainnya tidak dapat diselesaikan dengan baik.
1.5.
Tinjauan Pustaka
Universitas Indonesia
penyelesaian sengketa yang khusus membahas mengenai retaliasi.
Referensi-referensi tersebut antara lain:
Universitas Indonesia
b.
Ellyzabeth Media Joanne Caroline Maitimo dalam skripsinya yang
berjudul Penyelesaian Sengketa Dagang dalam Kerangka WTO untuk
Kasus Tuduhan Dumping Korea Selatan Terhadap Produk Ekspor
Kertas Indonesia (2002-2007) membahas mengenai mekanisme
penyelesaian sengketa dagang dalam kerangka WTO untuk kasus
tuduhan dumping Korea Selatan terhadap ekspor kertas Indonesia
periode 2002-2007. Adapun secara khusus pembahasan dalam skripsi
ini bertujuan untuk menelaah masalah sengketa dagang yang pernah
melibatkan Indonesia dalam hal ini kasus tuduhan dumping terhadap
produk kertas indonesia oleh Korea Selatan, memahami sistem
perdagangan internasional secara umum, mengetahui mekanisme
penyelesaian sengketa dagang secara umum di WTO. Dalam skripsi
ini hanya membahas mengenai pengaturan mekanisme penyelesaian
sengketa yang diatur dalam WTO khususnya dalam kasus tuduhan
dumping produk kertas Indonesia oleh Korea Selatan dan terkait
dengan retaliasi sendiri, tidak ada pembahasan mengenai retaliasi.
Universitas Indonesia
penyelesaian sengketa begi negara berkembang khususnya Indonesia,
buku ini hanya membahas mengenai proses diterimanya instrument
internasional dalam sistem hukum nasional negara berkembang,
mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan internasional yang
ditinjau dari segi hukum penyelesaian sengketa internasional secara
umum, serta bagaimana pengaruh serta kontribusi dari pengaturan
penyelesaian sengketa terhadap masa depan perdagangan internasional
secara umum serta pengaruh dan kontribusi terhadap perekonomian
Indonesia secara khusus. Dalam buku ini juga menjelaskan tentang
kontribusi
Indonesia
dalam
perdagangan
internasional
dan
penyelesaian sengketa perdagangan internasional secara umum dan
tidak menjelaskan kasus yang pernah dialami oleh Indonesia dalam
perdagangan internasional.
1.6.
Definisi Operasional
Dalam penelitian ilmiah, definisi operasional digunakan untuk menjadi
batasan dalam membahas objek penelitian serta menjadi dasar dalam
pengumpulan data sehingga tidak terjadi kerancuan terhadap data yang
dikumpulkan. Secara praktis, definisi operasional digunakan untuk mencegah
terjadinya bias dalam mengartikan suatu ide atau menyampaikan maksud dalam
bentuk tertulis. Adapun definisi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
definisi dari ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, maupun melalui
instrumen hukum internasional yang terkait. Definisi tersebut yaitu:
Universitas Indonesia
2.
Ekspor adalah salah satu fungsi perdagangan internasional dimana
barang atau jasa yang diproduksi di suatu negara dikirim ke negara
lain untuk dijual di dalam pasar domestik negara lain tersebut dengan
tujuan meningkatkan pendapatan negara yang melakukan ekspor.
Dalam penelitian ini, perdagangan internasional dibatasi oleh
perdagangan barang yang dilakukan oleh negara-negara anggota WTO
berdasarkan ketentuan GATT dan WTO serta instrumen-intrumen
internasional terkait lainnya.
3.
Impor adalah salah satu fungsi perdagangan internasional dimana
suatu negara membeli produk barang atau jasa yang diproduksi oleh
negara lain dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan akan barang
atau jasa yang tidak dapat diproduksi dalam negara pengimpor. Dalam
penelitian ini, perdagangan internasional dibatasi oleh perdagangan
barang yang dilakukan oleh negara-negara anggota WTO berdasarkan
ketentuan GATT dan WTO serta instrumen-intrumen internasional
terkait lainnya.
4.
Dispute Settlement System adalah pilar utama dari sistem perdaganganinternasional
35berupa mekanisme yang efektif untuk menegakkan
kewajiban negara anggota WTO melalui peyelesaian sengketa
perdagangan internasional sehingga dapat meningkatkan nilai praktis
dari komitmen perdagangan internasional yang telah disepakati dalam
suatu perjanjian internasional
36
35 “Understanding the WTO: Settling Disputes (A Unique Contribution)”,
http://www.wto.org/english/thewtoe/whatis_e/tif_e/disp1_e.htm, diakses tanggal 26 Agustus 2014.
36“
Universitas Indonesia
5.
Dispute Settlement Body (DSB) adalah badan yang dibentuk untukmelaksanakan peraturan dan prosedur terkait dengan perdagangan
internasional kecuali ditentukan lain dalam perjanjian tertutup,
ketentuan hasil konsultasi dan ketentuan penyelesaian sengketa
perjanjian tertutup, serta berwenang untuk membentuk Panel DSB,
Adopt Panel dan Appellate Body, melakukan pengawasan pelaksanaanputusan dan rekomendasi, dan wewenang penangguhan konsesi dan
kewajiban lainnya berdasarkan perjanjian tertutup
37.
6.
Sengketa Perdagangan Internasional adalah sengketa yang timbul
apabila salah satu negara anggota WTO mengadopsi kebijakan
perdagangan internasional atau mengambil beberapa tindakan terkait
perdagangan internasional yang dianggap oleh negara anggota WTO
lain melanggar perjanjian WTO, atau kegagalan negara anggota WTO
dalam melaksanakan kewajiban perdagangan internasional
38.
7.
Retaliasi adalah tindakan pembalasan yang merupakan konsekuensi
final, bersifat diskriminatif, dan paling serius hanya bagi negara
anggota WTO yang tidak melaksanakan putusan Panel DSB berupa
penangguhan
konsesi
dan
kewajiban
lainnya
yang
dalam
pelaksanaannya diterapkan secara selektif oleh salah negara anggota
satu terhadap yang lain serta membutuhkan persetujuan terlebih
dahulu oleh DSB
39.
37DSU, Pasal 2.
38 “
Understanding the WTO: Settling Disputes (A Unique Contribution)”, http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/disp1_e.htm, diakses tanggal 26 Agustus 2014.
39“Dispute Settlement System Training Module
Universitas Indonesia
8.
Anti dumping adalah tindakan yang dilakukan oleh negara anggota
terhadap produk yang diekspor oleh negara anggota lain apabila
berdasarkan hasil investigasi
40produk tersebut dijual dalam pasar
domestik negara anggota pengimpor dengan harga kurang dari harga
normal dari produk tersebut atau dengan harga yang lebih rendah dari
harga apabila produk tersebut dijual di dalam negeri negara anggota
pengekspor yang menyebabkan kerugian atau ancaman kerugian bagi
negara pengimpor atau menghambat industri dalam negeri negara
anggota pengimpor
41.
1.7.Metode Penelitian
Penelitian ini disusun berdasarkan pada metode penelitian dan penulisan
hukum
42:
1.7.1.
Bentuk Penelitian:
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian yuridis-normatif yang bertujuan untuk menjawab
rumusan-rumusan masalah di atas. Penelitian yuridis-normatif ini dilakukan dengan
metode kepustakaan terhadap bahan-bahan hukum yang terpercaya, baik
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier.
1.7.2.
Tipologi Penelitian:
a.
Menurut Sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
yang bertujuan untuk memberikan data yang seteliti mungkin
tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Dalam
penelitian ini, gejala yang dicari adalah penerapan retaliasi
sebagai salah satu penyelesaian sengketa perdagangan
40Agreement On Implementation Of Article VI Of The General Agreement On Tariffs And
Trade (DSU), Part 1 Anti Dumping Code Pasal 1.
41
GATT, Pasal 6 ayat (1).
42Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Penerbit Fakultas
Universitas Indonesia
internasional khususnya dalam kasus anti dumping produk
kertas Indonesia oleh Korea Selatan.
b.
Menurut Dasar Ilmu yang Dipergunakan, penelitian ini
merupakan penelitian monodisipliner, yaitu penelitian yang
didasarkan pada satu jenis ilmu pengetahuan dengan
menerapkan metodologi yang lazim dilaksanakan oleh ilmu
yang bersangkutan. Dalam hal ini, penelitian ini merupakan
penelitian hukum yang berfokus pada ilmu Hukum Perdagangan
Internasional.
1.7.3.
Teknik Pengumpulan Data:
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder berupa literatur dan sumber bahan hukum lainnya. Sumber bahan
hukum yang digunakan dalam peneletian ini terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data sekunder
yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
a.
Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang memiliki
ketentuan mengikat. Dalam penelitian ini bahan hukum primer
yang digunakan adalah GATT tahun 1994,
Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes(DSU) dan peraturan lainnya yang terkait dengan ketentuan
WTO terkait perdagangan internasional.
b.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikanpenjelasan mengenai bahan hukum primer, meliputi berbagai
literatur yang berkaitan dengan ketentuan Pasal 22 dan Pasal 23
GATT 1994 dan
Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU) serta artikel-artikelUniversitas Indonesia
c.
Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikanpenjelasan atas bahan hukum primer ataupun sekunder seperti
kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan lain sebagainya.
1.8.
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab I, penulis akan membahas mengenai latar belakang
pemilihan topik dan tema penelitian, permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini, tujuan dan manfaat penelitian, batasan
penelitian, metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian
ini, serta sistematika penulisan skripsi.
BAB II TINJAUAN UMUM MEKANISME RETALIASI
SEBAGAI PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
Bab II berisikan tinjauan umum terhadap ketentuan penyelesaian
sengketa perdagangan internasional dan ketentuan pelaksanaan
retaliasi oleh DSB yang diatur dalam GATT dan dalam
Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlementof Disputes (DSU). Pada bagian pertama akan dijelaskan mengenai