4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit ialah tanaman perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam menghasilkan minyak makan, minyak industri dan bahan bakar nabati atau biodisel dalam bidang pertanian (kiswanto dkk, 2008). Dari kelapa sawit dapat dihasilkan dua jenis minyak yang sangat berlainan, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp) kelapa sawit disebut miyak sawit kasar (Crude Palm Oil) dan minyak yang berasl dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil): (Ketaren, 2008)
2.2 Varietas Kelapa Sawit
Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang dikenal, varietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah atau berdasarkan warna kulit buahnya.
2.2.1 Dura
Dura mempunyai tempurung 2-8 mm dan tidak dapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung, daging buah relatif tipis dengan persentasi daging buah antara 35-50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah. Dalam persilangan varietas dura dipakai sebagai pohon induk betina.
2.2.2 Psifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase ini. Oleh sebab itu, dalam
5
persilangan dipakai sebai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara psifera dan dura akan menghasilkan tenera.
2.2.3 Tenera
Varietas ini mempunyai sifat sifat yang berasal dari kedua indukya, yaitu dura dan psifera. Varietas inilah yang banyak ditanam diperkebunan-perkebuanan saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5-4 mm, dan terdapatlingkaran serabut disekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi anata 60-96%. Tandan buah yang dihasilkan oeleh tenera lebih banyak daripada dura, tetapi ukuran tandannya lebih relatif kecil (Siahaan, 2003).
Berdasarkan warna kulit buah, varietas kelapa sawit yang dikenal diantaranya varietas Nigrences yang memiliki warna kulit ungu kehitaman pada buah muda dan warna jingga kehitaman pada buah matang. Varietas Visrencens yang memiliki warna kulit hijau pada saat buah muda dan warna jingga kemerahan dan ujung buah tetap berwarna hijau. Varietas Albescens memiliki warna kulit cenderung agak putih pada saat buah muda dan kekuningan pada buah matang serta ujungnya berwarna ungu kehitaman pada buah tua (Ketaren, 2008).
2.3 Kesesuaian lahan kebun Marjandi 800 mdpl
PT. Perkebunan Nusantara IV Marjandi dengan letak geografis areal lahan 2°53.344 - 2°56.594 Lintang Utara (LU), 98°54.543 - 98°57.745 Bujur Timur (BT), dengan ketinggian 700 – 867 m dpl. Pada kebun Marjandi ini mengalami Keberhasilan dalam pengembangan kelapa sawit yang sebelumnya adalah prospek komoditi teh, keberhasilan ini ditentukan oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah faktor lahan (tanah dan iklim).Faktor tanah khususnya, sebagai medium tumbuhnya tanaman kelapa sawit memiliki sifat-sifat yang kompleks. Pengungkapan faktor tersebut untuk keperluan pengembangan kelapa sawit dilakukan melalui survei dan
6
pemetaan tanah yang akan menghasilkan informasi lengkap mengenai karakteristik tanah/lahan.(Santoso,dkk.2006)
Mengingat berdasarkan syarat pertumbuhan kelapa sawit PPKS.Perkebunan kelapa sawit masih berada pada ketinggian maksimal 400 m dpl.sedangkan penelitian lain menvatakan ketinggian wilayah maksimal -500 m dpl sampai 600 m dpl. Perkebunan milik PT. Perkebunan Nusantara IV dikabupaten Simalungun secara umum berada pada ketinggian diatas 600 m dpl. Adapun luas areal kebun Marjandi adalah :
Tabel 2.1 Luas areal berdasarkan ketinggian (mdpl) Kebun
Luas (ha) berdasarkan ketinggian m dpl
Total Luas 700-750 750-800 800-850 850-900
Marjandi 850,82 648,02 275,41 16,20 1.490,45 (Santoso,dkk.2006)
Berdasarkan data curah hujan dan hari hujan selama periode tahun 1994- 2003, rata-rata curah hujan dan hari hujan, defisit air dan pengelompokan iklim menurut Scmidth dan Ferguson untuk Marjandi adalah :
Tabel 2.2 Kondisi iklim
Kebun CH (mm/thn) HH Defisit air (mm/thn)
Marjandi 2488 150 11
(Santoso,dkk.2006)
Bentuk wilayah (topografi) kebun Marjandi mempunyai bentuk wilayah berombak-bergelombang (8 – 15%) (Santoso,dkk.2006).
Tanah yang berkembang di areal kebun Marjandi secara umum adalah Antlic Dystrudeprs yaitu dengan tekstur lempung liat berpasir.strukrur tanah gumpal bersudut. drainase agak terhambat. kandungan baruan <300. kedalaman
7
efektif tanah >100 cm. pH 4.6 - 5.9. bentuk wilayah berombak bergelombang. (Santoso,dkk.2006).
Jenis tanah dengan variasi ketinggian tempat dan bentuk wilayah (topografi) akan menghasilkan satuan peta tanah (SPT) yang berbeda untuk keperluan analisis kelas kesesuaian lahan. Tanah yang masuk dalam klasifikasi tanah Andisols ataupun bukan tanah Andisols tetapi punya sifat andic (andic ptoperties) mempunyai sifat kimia mengikat unsur P (retensi P) oleh mineral-mineral amorf (bermuatan tidak tetap sebagai penciri sifat andik).Sedangkan sifat fisika tanah yang mempunyai sifat yang baik gembur dan mudah diolah.(Santoso,dkk.2006)
Evuluasi kesesuaiun lahan pada areal di atas 600 m dpl pada kebun Marjandi.Salah satu faktor studi yang menjadi perhatian dalam penentuan kelas kesesuaian lahan pada survei studi kelayakan yang secara umum berada pada ketinggian di atas 600 m dpl.
Bentu wilayah (topografi) kebun Marjandi mempunyai bentuk wilayah berombak-bergelombang (8 – 15%), tanah yang berkembang di areal kebun Marjandi secara umum adalah Antlic Dystrudeprs yaitu dengan tekstur lempungliat berpasir. strukrur tanah gumpal bersudut. drainase agak terhambat. kandungan baruan <30 o. kedalaman efektif tanah >100 cm. pH 4.6 - 5.9. bentuk wilayah berombakbergelombang. (Santoso,dkk.2006)
2.4 Hubungan Pertumbuhan dan Produktivitas Minyak Kelapa Sawit di Dataran Tinggi.
Produktivitas kelapa sawit di dataran rendah terlihat nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan produktivitas di dataran tinggi. Peningkatan tinggi tempat menyebabkan perubahan produktivitas tandan buah segar (TBS) pertanaman kelapa sawit. Terdapat hubungan regresi kuadratik antara tinggi tempat dengan produktivitas tanaman kelapa sawit. Tinggi tempat yang
8
optimal untuk memaksimalkan produktivitas kelapa sawit adalah 368 m dpl. Kenaikan tinggi tempat penanaman komoditas kelapa sawit setelah melampaui level 368 m dpl justru menurunkan produktivitas kelapa sawit. Nilai indeks panen tertinggi terdapat pada tinggi tempat 368 m dpl dan tidak berbeda nyata dengan indeks panen pada 50 m dpl, sedangkan nilai indeks panen terendah terdapat pada tinggi tempat paling tinggi 865 m dpl dan tidak berbeda nyata dengan indeks panen pada 693 m dpl (Listia dkk, 2015).
Kelapa sawit yang diusahakan di dataran lebih rendah yaitu 50 m dpl dan 368 m dpl, produktivitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelapa sawit yang dibudidayakan di dataran lebih tinggi yaitu 693 m dpl dan 865 m dpl. Hal ini disebabkan oleh intensitas radiasi matahari yang lebih tinggi di dataran rendah mengakibatkan laju akumulasi bahan kering ke dalam tandan buah segar juga lebih kuat jika dibandingkan dengan di dataran tinggi. Laju akumulasi bahan kering yang tinggi menstimulasi sintesis minyak di dalam tandan buah segar karena minyak pada hakekatnya berasal dari bahan kering hasil fotosintesis. Oleh karena itu, tandan buah segar yang dihasilkan di dataran rendah memiliki rendemen minyak yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tandan buah segar yang dihasilkan di dataran tinggi. (Nuryani, 2005).
2.5 Tingkat Kematangan Buah Sawit dan Mutu Panen
Penentuan kriteria matang panen sangat penting bagi mutu produk akhir karena terkait dengan tingkat kematangan buah. Kandungan minyak maksimal dengan mutu yang baik hanya akan terjadi pada saat buah benar-benar dalam keadaan matang. Penentuan kriteria matang panen yang berbeda akan menghasilkan mutu buah yang berbeda pula. Panen sebaiknya dilakukan pada saat buah berumur 15-17 minggu karena selain sudah menurunnya kadar lemak, juga tidak terjadi peningkatan asam lemak bebas (Seto, 2001).
9
Buah yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit disebut tandan buah segar (TBS) atau fresh fruit bunch (FFB). Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam persentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, selain kadar ALB nya rendah, rendemen minyak yang diperoleh juga rendah. ( Mangoensoekarjo. 2005)
Berdasarkan hal tersebut diatas, ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Berdasarkan fraksi TBS tersebut, derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada pada fraksi 1, 2, dan 3 (Fauzi, 2008).
Tabel 2.3 Tingkat Fraksi Tandan Buah Segar (TBS)
2.6 Pengolahan Buah Kelapa Sawit
2.6.1 Penerimaan Buah
Tandan buah segar (TBS) yang berasal dari kebun diterima di stasiun penerimaan buah untuk ditimbang di jembatan timbangan dan ditampung di penampungan buah (loading ramp). Penimbangan dilakukan dua kali untuk setiap angkut Tandan buah segar yang masuk ke pabrik, yaitu pada saat
Fraksi Jumlah Brondolan Tingkat Kematangan 00 Tidak ada, buah berwarna hitam Sangat mentah
0 1-12,5% buah luar membrondol Mentah 1 12,5-25% buah luar membrondol Kurang matang 2 25 – 50% buah luar membrondol Matang I 3 50 – 75% buah luar membrondol Matang II 4 75 – 100% buah luar membrondol Lewat matang I 5 Buah dalam juga membrondol, ada
10
masuk (berat truk dan TBS) serta pada saat keluar (berat truk). Dari selisih timbangan saat truk masuk dan keluar., diperoleh tandan buah segaryang masuk kepabrik. Tandan buah segar yang telah di timbang di jembatan timbangan selanjutnya dibongkar di loading ramp dengan menuang langsung dari truk. Loading ramp merupakan suatu bangunan dengan lantai berupa kisi-kisi plat besi berjarak 10 cm dengan kemiringan 450 (Pahan, 2008).
2.6.2 Perebusan
Lori-lori yang telah berisi tandan buah segar dikirim ke stasiun rebusan dengan cara ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki sterilizer. Sterilizer yang banyak digunakan umumnya yaitu bejana tekanan horizontal yang biasa menampung 10 lori per unit (25-27 ton) tandan buah segar. proses perebusan, tandan buah segar dipanaskan dengan uap pada temperatur sekitar 1350 C dan tekanan 2,0-2,8 kg/cm2. Proses perebusan dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar diperoleh hasil yang optimal (Pahan, 2008).
2.6.3 Pemipilan
Tandan buah segar (TBS) yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan (thresher). Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa tandan buah segar ikut berputar sehingga membanting-banting tandan buah segar tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipilandan ditampung oleh subuah screw conveyor untuk dikirim ke bagian digester dan press. Sementara, tandan kosong ditampung oleh elevator kemudian dikirim ke hopper untuk dijadikan pupuk janjang kosong (Pahan, 2008).
2.6.4 Pelumatan dan Pengempaan
Brondolan yang telah dipipil diangkut ke bagian pelumatan (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan/pencacahan berupa sebuah tangki vertical yang dilengkapi dengan lengan-lengan pencacah dibagian dalamnya. Putaran
11
lengan-lengan pengaduk berkisar 25-26 rpm. Setalah dilumatkan cacahan tersebut masuk kedalam mesin screw press. Screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah. Proses pemisahan minyak terjadi akibat putaran screw mendesak bubur buah, sedangkan dari arah yang berlawanan tertahan olehsliding cone. Selama proses pengempaan berlangsung, air panas (diilution) ditambahakan kedalam screw press sehingga massa bubur yang dikempa tidak terlalu rapat. Jumlah penambahan air berkisar 10-15% dari TBS yang diolah dengan temperatur air sekitar 900 C (Pahan, 2008).
2.6.5 Pemurnian
Ada tiga metode yang dilakukan dalam pemurnian minyak sawit kasar yaitu : a. Metode pengendapan (settling) pemisahan minyak dan air karena terjadi pngendapan bagian yang lebih berat. Minyak berada dilapisan atas karena berat jenisnya lebih kecil.
b. Metode pemusingan (centrifuge) yaitu pemisahan dengan cara memusingkan minyak kasar sehingga bagian yang lebih berat akan terlempar lebih jauh akibat adanya gaya sentrifugal.
c. Metode pemisahan secara biologis yaitu pemecahan molekul-molekul minyak sebagai akibat dari fase fermentasi (Pahan, 2012).
2.7 Minyak Kelapa Sawit
Minyak sawit dapat dimanfaatkan diberbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan serta industri nonpangan seperti kosmetik dan farmasi, bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar (Fauzi, 2006)
Agar minyak sawit menjadi bisa dimakan (edible), maka unsur-unsur trigliserida harus dipisahkan dari unsur-unsur non-trigliserida. Unsur-unsur non-trigliserida yang larut dalam minyak seperti asam lemak bebas (FFA),
12
karoten, serta antioksidan dapat dipisahkan secara kimiawi, sementara unsur non-trigliserida yang tidak larut dalam minyak dapat langsung dipisahkan melalui proses filtrasi bertingkat (Hadi, 2007).
Minyak kelapa sawit merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis karena merupakan bahan baku pembuatan minyak makan. Sementara minyak makan merupakan salah satu dari 9 kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Permintaan akan minyak makan di dalam dan di luar negeri yang kuat merupakan indikasi pentingnya peraanan komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa (Pahan, 2006).
2.8 Komponen Minor Pada Crude Palm Oil
Minyak kelapa sawit tersusun atas lemak dan minyak alam yang terdiri atas trigliserida, digliserida dan monogliserida, asam lemak bebas, pengotoran dan komponen-komponen minor bukan minyak/lemak yang secara umum disebut dengan senyawa yang tidak dapat disabunkan. Disamping komponen utama penyusun minyak kelapa sawit berupa asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh, juga terdapat komponen minor yang terdapat pada minyak kelapa sawit dalam jumlah kecil. Minyak kelapa sawit mengandung sekitar 1% komponen minor diantaranya : karoten, vitamin E (tokoferol dan tokotrienol), sterol, posfolipid, glikolipid, terpen dan hidrokarbon alifatik. Kegunaan yang terpenting dari karoten dan vitamin E adalah memberikan kontribusi sifatfisiologis yang penting bagi tubuh (Mas’ud dkk, 2008).
Tabel 2.4 komponen minor dari crude palm oil
No Komponen Minor Kadar (ppm)
1 Karotenoid 500-700
2 Tokopherol dan tokotrienol 600-1000
3 Sterol 326-527
13
Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon λλ induknya, penanganan pasca panen, atau kesalahan selama proses pengelolahan dan pengangkutan. Berikut ini adalah salah satu parameter mutu yang akan dikemukakan secara langsung berkaitan dengan penurunan mutu minyak sawit dan sekaligus pencegahannya (pahan, 2006)
No Karakteristik Batasan
1 Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) < 3,50%
2 Kadar Air < 0,15%
3 DOBI (Deterioration Of
Bleachability Index) > 2,40
4 Bilangan Peroksida 6
Tabel 2.5 Kandungan Parameter Mutu Crude Palm Oil
2.9 Kerusakan Yang Terjadi Pada Minyak Sawit Disebabkan Oleh Oksidasi Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan denga rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Oksidasi merupakan salah satu penyebab kerusakan minyak yang disebabkan oleh kontaknya minyak dengan sejumlah oksigen. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat cahaya, panas, peroksida lemak, atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Mn (Sipayung, 2013).
Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pasca panen, atau kesalahan selama proses pengelolahan dan pengangkutan. Berikut ini adalah salah satu parameter mutu yang akan dikemukakan secara langsung
14
berkaitan dengan penurunan mutu minyak sawit dan sekaligus pencegahannya (pahan, 2006)
Tabel 2.6 Kandungan Parameter Mutu Crude Palm Oil
2.10Nilai DOBI (Deterioraotion Of Bleachability Index)
Nilai DOBI atau index daya pemucatan, merupakan rasio dari kandungan karoten dan produk oksidasi skunder pada CPO (Crude Palm Oil). Nilai DOBI yang rendah mengindikasikan meningkatnya kandungan produk oksidasi sekunder (produk oksidasi dari karotenoid yang dapat terjadi dari efek rantai asam lemak teroksidasi). Nilai DOBI yang rendah berkorelasi dengan daya pemucatan yang rendah pula karena produk-produk karotenoid teroksidasi sulit dipucatkan dengan tanah pemucat dan dideodorasi. Batas bawah nilai DOBI dapat diterima sebagai indikasi CPO baik adalah 2,3 (Siahaan, 2005).
Secara teknis, nilai DOBI diukur dengan alat spektrofotometer UV-Visible. Kandungan karoten diukur paada absorbens 446 nm sedangkan produkoksidasi skunder pada absorbens 269 nm. Berkenaan dengan nilai DOBI, mutu CPO untuk refinasi dikategorikan atas
Tabel 2.7 Nilai DOBI dari Minyak Sawit Mentah
No Karakteristik Batasan
1 Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) < 3,50%
2 Kadar Air < 0,15%
3 DOBI (Deterioration Of Bleachability Index) > 2,40
4 Bilangan Peroksida 6
No Nilai DOBI Grade CPO
1 < 1,68 Sludge oil atau ekivalen
2 1,68-2,30 Buruk
3 2,33-2,92 Normal
4 2,93-3,24 Baik
15
Test DOBI melibatkan pengukuran serapan ultraviolet dari minyak yang telah dilarutkan dengan suatu pelarut dengan dua panjang gelombang pengukuran yang berbeda. Yang pertama kali diukur adalah jumlah karoten dalam larutan yang belum berubah bentuk (karoten mudah rusak karena teroksidasi oksigen). Pengukuran lainnya di tujukan untuk mengukur konsentrasi produk-produk oksidative tertentu dari asam lemak bebas pada CPO. Perbandingan dari pengukuran pertama dan kedua itu adalah indikator yang sensitif untuk melihat jumlah oksidasi secara luas pada CPO. PORAM menetapkan nilai DOBI minimal 2,30 sebagai standar ( Anonim, 2006).
2.11 Peranan DOBI dalam penentuan Harga Minyak Sawit Mentah
Minyak kelapa sawit mengandung zat warna, seperti karoten dan turunannya yang memberikan warna merah-kuning pada minyak. Warna tersebut kurang disukai konsumen. Terlebih lagi, hal ini dikarenakan reaksi pada temperatur tinggi dapat mengubah karoten menjadi senyawa yang berwarna kecokelat-cokelatan dan larut dalam minyak sehingga semakin sukar untuk dipucatkan (kemampuan untuk dipucatkan semakin berkurang). Penurunan daya pemucatan ini disebut DOBI (Deterioration Bleachability of Index). Dalam industri hilir, pemucatan minyak kelapa sawit dapat dilakukan dengan proses absorpsi dan dengan reaksi kimia. Proses absorpsi dilakukan dengan menggunakan bahan bleaching clay (floridin dan kaolin), bleaching carbon, serta activated carbon. Pemucatan dengan reaksi kimia dapat dilakukan dengan oksidasi menggunakan peroksida, dikromat, dan klorin. Bilangan DOBI merupakan gambaran kerusakan minyak akibat proses oksidasi yang terjadi sejak panen lalu dilajutkan pada proses pengolahan, penimbunan, dan pemompaan ke kapal tanker angkut. Kerusakan kualitas tersebut akan berperan pada proses pengolahan lanjutan di industri hilir. Perubahan kualitas minyak selama proses dipengaruhi oleh sistem pengolahan dan peralatan yang digunakan (Pahan, 2012).
16
Sistem pengolahan yang tidak dikelola dengan baik akan menghasilkan produk yang berkualitas rendah dan daya saing yang rendah. Semakin lama minyak diproses, nilai DOBI nya akan menurun. Recycle minyak harus diminimalkan dan dilarang karena akan menurunkan nilai DOBI. Hal yang harus dilakukan yaitu menurunkan losses sehingga tidak akan banyak minyak kotor (parit) yang tersedia untuk di recycle. (Pahan, 2012).
2.12 Nilai DOBI dan Hubungannya dengan Kualitas Minyak Sawit Mentah Dalam hubungannya perdagangan, kualitas minyak sawit mentah harus menemukan gambaran dari GMQ (Good Maerchantable Quality) atau kualitas perdagangan yang baik, sebenarnya di dalam GMQ nilai DOBI tidak termasuk dalam spesifikasi kualitas. Walaupun demikian banyak pembeli memurnikan minyak sawit mentah dalam penyulingan, pemutihan dan deodorasi produksi. Pemutihan yang baik kemudian menjadi satu indikator pencocokan untuk pemakaian dan harus mencakup GMQ. Analisa dari asam lemak bebas , kelembapan dan kadar kotoran itu sendiri tidak mencukupi untuk mengidentifikasikan kualitas minyak sawit mentah yang baik, sedangkan dalam analisis DOBI dapat memberikan indikasi yang baik serta memberikan kemudahan minyak sawit menta dalam pengolahan (Keck Seng, 2005).
Nilai DOBI adalah rasio dari penyerapan Spektrofotometer pada λ 446 nm dan pada λ 269 nm. Metode ini dikembangkan oleh Dr. P.A.T.Swabada dari Institut Penelitian Minyak Sawit malaysia (Malaysia Palm Oil Board). Pengukuran yang dibuat dengan melarutkan minyak sawit memakai n-heksan dan kemudian menentukan penyerapannya dalam Spektrofotometer UV-Visible Hitachi U-2000 (Keck Seng, 2005).
17
Tabel 2.8 PORIM (Palm Oil Riset Institute Of Malaysia) Standart mutu
2.13 Hubungan Tingkat Kematangan Buah terhadap Nilai DOBI
DOBI (deterioration of bleachibility index) atau indeks pemucatan merupakan perbandingan kandungan karoten dan senyawa-senyawa hasil oksidasi sekunder dalam minyak sawit mentah yang diukur melalui absorbansinya pada panjang gelombang tertentu. Nilai DOBI yang rendah mengindikasikan kandungan senyawa hasil produk oksidasi sekunder yang tinggi, sehingga memiliki daya pemucatan yang lebih rendah, atau dengan kata lain minyak sawit mentah membutuhkan bleaching earth lebih banyak karena lebih sulit untuk dipucatkan (Anonim, 2008).
Menurut Pahan (2006) Aspek kualitas minyak sawit mentah berdasarkan nilai DOBI, memiliki 5 kategori yaitu minyak sawit mentah dengan nilai DOBI < 1,68 termasuk ke dalam minyak sawit mentah yang memiliki kualitas yang buruk, Minyak sawit mentah dengan nilai DOBI antara 1,68 - 2,30 yang memiliki mutu yang kurang baik. Minyak sawit mentah dengan nilai DOBI 2,30 - 2,93 yang mengindikasikan bahwa minyak sawit mentah memiliki mutu yang cukup baik, serta minyak sawit mentah dengan nilai DOBI 2,93-3,23 merupakan minyak sawit mentah dengan mutu yang baik. Minyak sawit mentah dengan nilai DOBI diatas 3,23 merupakan kualitas yang sangat baik. Nilai DOBI termasuk parameter sederhana yang mengindikasikan status tingkat oksidasi minyak sawit mentah dan kemampuan minyak sawit mentah untuk dipucatkan dalam proses pemurniannya. Nilai DOBI dipengaruhi oleh
DOBI dengan Kualitas.
DOBI Kualitas
< 1,68 Minyak Sawit Endapan atau Equvalennya
1,76 – 2,30 Kurang
2,36 –2,92 Cukup
2,99 – 3,24 Baik
18
kualitas dari buah sawit, tingkat kematangan buah, waktu pemanenan, dan penyimpanan dari minyak sawit.
Adapun faktor penyebab DOBI yang rendah pada minyak sawit antara lain adalah jumlah tandan buah yang berwarna hitam atau belum masak yang tinggi, penundaan pemrosesan atau pengolahan buah sawit terutama pada musim hujan, kontaminasi dari minyak sawit mentah dengan kondensat steriliser, sterilisasi tandan buah yang terlalu lama, serta suhu pemanasan minyak sawit mentah dalam tangki penyimpanan yang relatif tinggi >55°C (Chandra,2008).