• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG PADA WUKU SINTA SEBAGAI WUJUD KEDISPLINAN DIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG PADA WUKU SINTA SEBAGAI WUJUD KEDISPLINAN DIRI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI PENDIDIKAN YANG TERKANDUNG PADA WUKU SINTA SEBAGAI WUJUD KEDISPLINAN DIRI

Oleh

Ni Made Apriliana Dharmayanti Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Email: Dharmayanti27@yahoo.com Abstrak

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Hindu di Bali, selalu berpegangan atau berpedoman pada padewasan atau yang sering disebut dengan dewasa ayu untuk menentukan baik buruknya hari tersebut.wuku adalah salah satu yang digunakan pedoman umat HIndu Wuku merupakan bagian dari suatu siklus dalam penanggalan kalender bali yang berumur tujuh hari (satu pekan). Siklus wuku beumur 30 pekan (210 hari), dan masing-masing wuku memiliki nama tersendiri. Wuku Sinta merupakan wuku pertama dari 30 wuku.

Artikel ini menguraikan analisis terhadap nilai pendidikan karakter yang tertanam dalam Wuku Sinta yang dapat dijadikan pedomaan dalam bertingkah laku pada diri manusia agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dalam artikel ini berbagai kitab Suci Hindu dijadikan sebagai rujukan utama dalam menelahan kajian ini secara mendalam. Serta mengajarkan kita sebagai manusia untuk hidup displin, percaya dan penuh rasa sayang dalam melakukan suatu perkerjan serta menyanyangi sesame mahluk di dunia.

I. Pendahuluan

Kedisiplinan merupakan tindakan yang menunjukan prilaku tertib dan patuh pada berbagai kententuan dan peraturan yang berlaku baik yang bersifat mengikat maupun tidak. Kedisplinan sangat penting ditanamakan dalam diri manusia agar hidup lebih baik. Displin dalam waktu dan pekerjaan merupakan salah satu contoh yang dilakukan manusia dalam kehidupannya. Sama seperti halnya sikap kedisplinan , rasa sayang dalam menyayangi sesama mahluk juga salah satu sikap displin yang ditunjukan dengan sikap, perhatian, serta berprilaku. Seperti dalam hari perayaan valentine day atau perayaan hari kasih sayang .

Valentine day atau Hari Kasih Sayang mungkin menjadi sebuah momen istimewa yang dilakukan banyak orang. Tidak saja dari kaum muda mudi, para remaja, orang tua, bahkan anak-anak sekolah yang tidak memahami juga turut serta merayakan valentine. Aneka kado istimewa dipersiapkan , dari boneka, coklat, mawar merah, dan aneka kado unik lainnya. Dengan cara itu mereka menunjukan atau membuktikan rasa cinta. Apabila di telisik secara mendalam, pelaksanaan perayaan hari kasih sayang juga dikenal dalam system perhitungan kalender Bali. Pelaksanaan bukan hanya sehari, namun hingga tujuh hari (satu minggu) dimulai pada Wuku Sinta.

Kalau Valentine ada hubungannya dengan cinta dan kasih sayang yang berawal dari kisah seorang pastur yang bernama St. Valentine yang

(2)

yang akhirnya harus rela menerima hukuman mati dari seorang raja, ketika tertangkap basah menikahkan sepasang kekasih yang telah jatuh hati. Pasangan kekasih itu berhasil melarikan diri, namun malang pastur tertangkap. Ia dijebloskan ke dalam penjara dan divonis hukuman mati dengan dipenggal kepalanya. Sejak kematian Valentine (14 Februari), kisahnya menyebar dan meluas, hingga tidak satu pelosok pun di dunia yang tak mendegar kisah hidup dan kematiannya. Tidak jauh berbeda dengan peringatan Wuku Sinta sebagai wuku kasih sayang, juga ada hubungannya dengan kisah cinta. Akan tetapi kisah cinta terlarang yang terjadi secara tidak sengaja antara seorang anak yang bernama Watugunung yang menikahi ibu kadungnya bernama Dewi Sinta yang diakhir oleh kematian Watugunung.

Bila dihubungkan dengan kisah seorang Pastur yang harus mati membela ―cinta‖ sama dengan kisah Watugunung yang mati atas nama cinta. Mengenai Wuku Sinta sebagi mingguan kasih sayang tidaklah terbatas pada hubungan percintaan dalam artian asmara, namun cinta kasih sesama manusia. Di dalam Wuku Sinta tidak hanya saja mengajarkan kita tentang hari kasih sayang. Melainkan mengajar kita untuk hidup displin dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan pendidikan karakter yang sekarang terus berkembang dan ditanamkan oleh pemerintah kepada setiap orang agar bisa bertingkah laku yang baik ke depannya sesuai dengan ajaran dari kitab suci Agama Hindu.

II. Pembahasan

2.1 Mitologi Wuku Sinta

Wuku merupakan bagian dari suatu siklus dalam penanggalan kalender Bali yang berumur tujuh hari (satu pekan). Siklus wuku beumur 30 pekan (210 hari), dan masing-masing wuku memiliki nama tersendiri. Wuku Sinta merupakan wuku pertama dari 30 wuku. Wuku Sinta merupakan mingguan kasih sayang, karena ―Sinta ngaran sih ring sahananta.‖ Sinta artinya cinta kasih kepada sesama. Dikisahkan tentang Raja Watugunung sebagai Raja di kerajaan Gilingwesi. Konon sang raja memiliki kehebatan dan kesaktian yang tiada tara. Beliau memiliki dua orang istri yang bernama Dewi Sinta dan yang kedua bernama Dewi landep. Tiada tara akan kecantikan kedua istrinya tersebut namaun sangat disayangkan ia tidak mengetahui Dewi Sinta (istri pertamanya) tiada lain adalah ibunya, karena waktu kecil ia telah berpisah dengan ibunya. Cinta yang semestinya terjadi antara dewi Sinta adalah cinta seorang ibu terhadap anaknya dan bukan ―cinta terlarang‖

Setelah menjalakan hubungan yang cukup lama, akhirnya Dewi sinta menyadari ketika melihat bekas tanda pukulan di kepala Watugunung. Ketika Watugunung kecil, yang memiliki sifat yang nakal ia tidak sengaja telah memukulnya hingga berdarah, lantas membuatnya sedih dan membuat ia pergi dari rumah. Dewi Sinta telah menyadari Watugunung adalah anaknya berbagai upaya untuk memisahkan diri. Dengan tipu daya ia menyuruh Watugunung mencari istri dari Dewa Wisnu Di surge untuk dijadikan istri. Tanap disadari oleh Watugunung akhirnya ―cinta terlarang‖ berakhir diujung kematian Watugunung.

(3)

2.2 Nilai Keyakinan Pantang Menumbuk Padi Pada Rahinan Soma Ribek

Soma Ribek jatuh pada hari Soma Pon Sinta. Soma Ribek merupakan hari suci sebagai pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi-Nya sebagai Dewa Kesuburan atau Dewa Kemakmuran. Ida Sang Hyang Widhi Wasa dipuja sebagai Sang Hyang Sri Amrta. Pada hari ini Sang Hyang Sri Amrta diyakini sedang beryoga di lumbung, termasuk tempat-tempat penyimpana beras atau Pelinggih Gedong Sri di Pura Desa/ Bale Agung. Pada Hari Soma Ribek ada keyakinan umat Hindu berpantangan untuk menjual beras atau menumbuk padi, supaya tidak dikutuk oleh Betari Sri. Demikian juga hari ini dilarang tidur pada siang harinya.

Pantangan menjual beras dan menumbuk padi tidak lepas dari karakter budaya masyarakat yang bersifat agraris religious. Apabila ditelusuri sebelum munculnya pengaruh Hindu di Bali, mata pencaharian pokok masyarakatnya adalah bercocok tanam. Sebagai masyarakat agraris setiap erak aktifitasnya dijiwai oleh nilai-nilai religious yang bernafaskan ajaran Agama Hindu. Dalam benak masyarakatnya meyakini padi adalah stananya Dewi Sri. Pada saat hari suci Soma Ribek, padi mendapatkan perlakuan yang khusus. Seperti lazimya kepercayaan yang berkembang di Bali pada hari suci Saraswati bagi umat Hindu adanya keyakinan Dewi Saraswati melimpahkan ilmu pengetahuan kepada umatnya ,termasuk hari tumpek-tumpek yang lainnya. Tentu tidaklah berlebihan seperti tulisan N,Putrawan dalam majalah Raditya edisi 157 tentang Bukit Govardan berjudul ‖Janganlah yang Tampak Abaikan yang Abstrak.‖ Ia menulis tentang Krisna mengajarkan pertam-tama kita harus member penghargaan terhadap sesuatu yyang tampak di sekeliling kita yang nyata-nyata telah berjasa besar bagi kehidupan kita. Penghargaan itu haruslah pula diterjemahkan dalam bentuk kongkrit dengan cara merawatnya serta memberikan penghormatan yang pantas.

Govardana adalah momentum bahwa sumber-sumber pendukung kehidupan haruslah ditinggikan dderajatnya supaya tetap lestari. Pesan pemujaan terhadap Govardan adalah pesan untuk belajar memberdayakan diri dengan pertama-tama menjaga potensi-potensi yang ada, memuja beras pada Soma Ribek, memuja berbagai pustaka pada hari Saraswati, mempersembahkan sesaji pada binatang pada Tumpek Kandang , pada senjata Sarwa Landep pada Tumpek Landep. Beras, pustaka atau buku-buku, tumbuh-tumbuhan, binatang, senjata (sarwa landep) adalah real menjadi sumber kehidupan dan alat hidup bagi umat manusia, tetapi bermakna simbolik bagi seluruh orang di dunia. Sesungguhnya terhadap pada yang telah memeberikan hidup dan membantu kehidupan kita selayaknya mendapatkan perlakuan istimewa. Seperti penghormatan kepada Bukit Govardan, bukit yang memberikan kehidupan pada masyarakat setempat. Tentu hal ini mempunyai makna yang sepadan dengan pantangan menumbuk padi dan menjual beras pada Soma Ribek, karena totalitas karma ditunjukan sebagai bentuk memperlakukan beras secara istimewa sekaligus yadnya dan penghormatan kepada Dewi Sri atau

(4)

2.3 Pesan Displin Kerja Saat rahinan Soma Ribek

Selain pemuliaan tersebut pada Hari Soma Ribek, adanya pantangan pada umat untuk tidak melakukan tidur siang. Secara tradisi ini juga berhubungan dengan etos kerja masyarakat Bali sebagai pekerjaan yang ulet. Hal ini bisa kita amati dari kehidupan orang Bali, seperti misalnya di desa. Banyak orang tua yan secara fisik mungkin sudah layak untuk tidak bekerja, akan tetapi engan diam, malah sebaliknya ia disuruh tidak bekerja, akan merasa sakit. Walaupun di usia senjanya tidak masih mengambil pekerjaan seperti dulu, tapi spirit kerja masih mengelora dalam dirinya. Contoh ini memberikan gambaran bahwa secara umum etos kerja masyarakat Bali sangat tinggi. Pantang untuk tidur siang kalau tidak sakit konsep ini sejalan dengan apa yang telah di gariskan dalam Bagawad Gita III.4 yang menyebutkan bahwa tanpa kerja orang tak akan mencapai kebebasan, demikian juga ia tak akan mencapai kesempurnaan karena menghindari kerja. Secara tradisi adanya konsep ngayah yaitu bentuk kerja secara ikhlas. Ketika telah dapat ngayah tidur pun akan nyenyak, bahkan sebaliknya ketika ada ayah-ayah jangan harap tidur bisa nyenyak. Itulah spirit kerja orang Bali, sebagai aktualisasi rasa bhakti.

Tidur juga memiliki arti yang sama dengan turu. Orang yang turu adalah orang yang lupa dengan segalanya. Secara filosofis orang yang turu adalah orang yang lupa dengan segala tugas dan kewajiban, serta lupa akan svadharma. Termasuk akan lupa diri sendiri. Lawan dari turu adalah tutur. Tutur bermakna pencerahan atau ilmu pengetahuan, baik guna widya maupun brahma widya. Guna widya adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan keterampilan, keahlian uuntuk mencari nafkah. Sedangkan Brahma Widya atau Tattva Widya, ajaran agama yang dapat digunakan sebagai tuntunan rohni. Secara filosofis untuk menghilangkan turu tuturlah obatnya. Orang yang turu adalah orang yang bodoh, orang yang tidak tau apa-apa. Kebodohan sebagai sumber penderitaan. Sarascamuscaya sloka 400 telah memberikan isyarat bahwa‖seba suka duka yang dialami, pangkalnya adalah kebodohan :.,., sedangkan loba (keinginan hati) itu kebodohan asalnya: oleh karenanya kebodohan sebagai asal mula kesengsaraan.‖ Sehingga orang yang tidur siang,terutama bagi mereka yang semestinya menggunakan waktu siang untuk bekerja tidak akan mendapatkan kenikmatan dari kebahagian yang bersumber dari Tuhan. Dalam Whraspati Tattva disebutkan orang terbelenggu oleh objek indranya menjadi enak tidurnya. Tidur tersebut menyebkan sang hyang atma lupa pada hakekat dirinya. Adapun orang yang terlalu enak tidurnyya dalam hidup ini di kemudian hari akan menjelma menjadi binatang, itulah ilustrasi dari turu atau tidur dalam kesenangan objek indria.

Secara lahiriah orang yang mendengar tutur (nasehat-nasehat) idialnya akan jagra (tidak tidur). Jika ada orang yang diberikan nasehat (tutur) malah tidur pastilah ia bukan manusia yang ―normal‖. Secara lahiriah Jagra dapat diartikan begadang, atau tidak tidur. Seperti halnya dalam brata Siwalatri, brata yang dilakukan salah satunya adalah jagra. Sehingga secara lahiriah pada saat Siwalatri umat melakukan kegiatan jagra yaitu bergadang semalam suntuk hingga keesokan harinya. Berbagai

(5)

seperti diskusi keagamaan (Dharma tula), menyanyikan lagu-lagu keagamaan (Dharma gita) dan kegiatan-kegiatan lainya. Secara filosofis orang yang memahami ajaran-ajaran agama (tutur) dalam hidupnya ia akan selalu mawas diri. Menjauhkan diri dari sifat-sifat kebodohan dengan selalu membangun kesadaran diri.

Soma ribek sebagai puncak dari evaluasinya, atau puncak harinya, sedangkan tiap hari merupakan totalitas diri membangun kesadaran diri. Sadar akan tugas dan kewajiban masing-masing,, yang petani dan berlaku sebagai petani, bukan sebagai calo tanah. Pedagang sadar diri sebagai pedagang yang harus melayani pembeli dengan ramah. Demikian dengan pegawai, karyawan dan lain sebagainya. Semua bekerja sesuai dengan Swadarmanya masing-masing. Bhagawad Gita III. 8 telah mengisyaratkan ―bekerjalah seperti yang telah ditentukan, sebab berbuat lebih baik daripada tidak berbuat, dan bahkan tubuh pun tak akan berhasil terpelihara tanpa kerja.‖ Jika segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan siklusnya astungkara kesuburan dan kemakmuran akan tercipta.

Soma Ribek bermakna membangkitkan kesadaran umat dalam memahami hakikat batin sebagian sumber pencerahan jiwa yang suci dengan memuja Sang Hyang Premana (astiti ring sang hyang premana, angisep serining Tattva jnana). Umat hindu diharapkan memiliki kearifan, kebijaksanaan, kelembuttan, kramahan sesuai dengan sifat Soma atau Bulan, yang sempurna yang memenuhi di setiap mahluk hidup atau Ribek. Dalam konsep Teologi Hindu (Brahma Widya), Soma tidak hanya dikenal sebagai dewa tetapi juga dikenal sebagai jenis tanaman. Munurut Titib (2001) soma sangat sering disebutkan dalam Veda. Ia diartikan manis (madhu) kenikmatan dari kebahagian yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Soma merupakan minuman para dewa, diidentikan sebagai Indu yang berarti meresapi yang cemerlang. Selanjutnya dijelaskan pada mantram para pendeta di Bali. Soma diidentikan dengan Candra (Dewi Ratih). Dalam perayaan hari Soma Ribek sebagai puncak dari kesadaran diri untuk selalu terjaga dari turu. Ketika turu yang telah dicerahkan oleh tutur (Guna Widya dan Brahma Widya) niscaya kesejahteraan, kemakmuran, kelembutan, kearifan serta kebijaksanaan akan menghampiri setiap umat manusia.

Secara ritual dalam tradisi masyarakat Hindu di Bali, upakara yang dipersembahkan saat Soma Ribek antara lain nyahnyah gringsing, geti-geti gerinsing, raka pisang mas,beserta dengan canang wangi-wangian. Upacara yang dipersembahkan kehadapan Dewi Sri, manfestasi Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi-Nya sebagai Sang Hyang Sri Amrta. Pemujaan dilakukan dengan mempersembahkan Upacara di lumbung bagi yang mempunyai lumbung atau tempat penyimpanan beras (pulu).

III. Penutup

Nilai kedisplinan dan kasih sayang yang manusia miliki ternyata juga terdapat dalam sebuah wuku yang melambangkan nilai kasih sayang dan kediplinan dalam kehidupan. Wuku merupakan bagian dari suatu siklus dalam penanggalan kalender Bali yang berumur tujuh hari (satu pekan).

(6)

adalah wuku yang di dalam ritualnya menurut kepercayaan Hindu di Bali mengandung nilai kasih sayaang dan suatu peljaran yang sangat penting tentang kedisplinan kerja serta nilai suatu keyakinan yang sangat dipegang teguh dalam melaksanakannya. Contohnya pada hari Soma Ribek, adanya pantangan pada umat Hindu untuk tidak melakukan tidur siang. Secara tradisi ini juga berhubungan dengan etos kerja masyarakat Bali sebagai pekerjaan yang ulet. Hal ini bisa kita amati dari kehidupan orang Bali.

Soma Ribek juga bermakna membangkitkan kesadaran umat dalam memahami hakikat batin sebagian sumber pencerahan jiwa yang suci dengan memuja Sang Hyang Premana (astiti ring sang hyang premana, angisep serining Tattva jnana). Umat hindu diharapkan memiliki kearifan, kebijaksanaan, kelembuttan, kramahan sesuai dengan sifat Soma atau Bulan, yang sempurna yang memenuhi di setiap mahluk hidup atau Ribek.

IV Daftar putstaka

Kajeng, I Nyoman, dkk. 2009.Sarascamuscaya. Surabaya :Paramita

Miarta Putra, I Nyoman. 2014.Inspirasi Nilai Pendidikan dalam Sastra Hindu. Denpasar : Manik Geni

Puja, I G dan Wiswinara, I Wayan, 1999.Bhagawad Gita. Surabaya : Paramita

Putra, 2002.Ajaran-Ajaran Spiritual Pengendalian Diri. Denpasar : CV.Kayumas

Sudarsana, I. K. (2014, September). Membangun Budaya Sekolah Berbasis Nilai Pendidikan Agama Hindu untuk Membentuk Karakter Warga Sekolah. In Seminar Nasional (No. ISBN : 978-602-71464-0-2, pp. 69-75). Pascasarjana IHDN Denpasar.

Sudarsana, I. K. (2013, September). Pentingnya Organisasi Profesi, Sertifikasi dan Akreditasi sebagai Penguatan Eksistensi Pendidikan Nonformal. In International Seminar (No. ISBN : 978-602-17016-2-1, pp. 176-187). Department Of Nonformal Faculty Of Education UPI. Wiana, I Ketut. 2009.Makna Hari Raya Hindu. Surabaya : Paramita Dunia. I Wayan, 2009.Kala Tattva. Surabaya : Paramita

Referensi

Dokumen terkait

maka pada penelitian ini dilakukan ekstraksi senyawa bioaktif inhibitor tirosinase dari kulit batang Artocarpus heterophyllus Lamk menggunakan pelarut air dan campuran air :

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Justifikasi Produk furniture yang diproduksi CV Noble Gallery Indonesia tidak termasuk dalam produk yang yang berasal dari bahan baku yang dibatasi

Hasil pengamatan histopathologi agensia penyebab vibriosis yang dilakukan terhadap keenam isolat kerapu macan yang terinfeksi vibriosis dari organ limpa, insang dan

Kenaikan subsidi listrik akan menyebabkan kenaikan pendapatan tertinggi diterima oleh rumah tangga pengusaha golongan atas yang berada di perkotaan sekaligus

Bendahara membantu Ketua pengurus DKM dalam memimpin kepengurusan Masjid Al Ghany untuk masa kerja 3 tahun yang ditunjuk dan diangkat oleh Ketua pengurus DKM

Dari hasil kajian dapat disimpulkasn sebagai berikut : (1) Di lihat dari gambaran pembangunan di Kabupaten Pandeglang, dilihat dari tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan

Agenda Clustering Requirement untuk clustering Tipe data dalam cluster analysis Interval-scale variable Binary variable Nominal variable Ordinal variable Ratio-scaled